‘Ustadzah’ Selebritis dan Destruksi Ke-faqih-an ( 2 )

Perilaku si ‘ustadzah’ jelas merupakan contoh destruksi ke-faqih-an yang dianggap sebagai salah satu cara penyebaran fenomena hiboob di Indonesia. Sebagai selebritis, perilaku ‘ustadzah’ akan banyak diikuti oleh para fans-nya. Khalwat yang dilakukannya dengan para lelaki non-mahram akan dianggap biasa, bahkan dinilai tidak bertentangan dengan ajaran agama. Bisa jadi anda anggapan para fans yang ‘dibina’ si ‘ustadazah’, “Toh ‘ustadzah’ juga melakukannya!”

Si ‘ustadzah’ dianggap para fans-nya sebagai orang faqihah. Meskipun dalam pandangan agama, ia dianggap tidak faqihah.

Demikian pula, pernikahan secara sirri tidak akan dianggap tabu lagi. Padahal pernikahan sirri, meskipun mubah, namun dianggap lebih banyak mudharatnya, terutama bagi kehormatan muslimah. Sehingga pernikahan seperti itu dijauhi oleh para ustadz (apalagi ustadzah) beneran.

Ketika para fans si ‘ustadzah’ sudah menganggap pernikahan sirri tidak tabu lagi, maka bisa jadi di kemudian hari akan dianggap lumrah oleh masyarakat awam, ketika ada ‘ustadzah’ yang tiba-tiba diketahui hamil, bahkan melahirkan, namun tidak diketahui pasti siapa suaminya. Dan akan dianggap tidak tabu lagi, seorang ‘ustadzah’ setelah hamil dan nifas yang sebelumnya tidak diketahui siapa suaminya, tiba-tiba menggelar jumpa pers, dan mengumumkan bahwa anak yang dilahirkannya adalah buah perkawinan sirri sebelumnya dari seorang lelaki.

Akibat destruksi ke-faqih-an seperti ini, para muslimah awam dapat disesatkan pemikiran, sikap, dan perilakunya. Mereka dinilai sangat berpotensi untuk ikut-ikutan ber-hiboob dan salah kaprah dalam berhijab. Padahal mental si ‘ustadzah’ dianggap sangat jauh dari standar adab Islami. Dengan ikut-ikutan ber-hiboob, para muslimah diancam bahaya yang dapat membawa kerugian bagi mereka di dunia maupun di akhirat kelak.

Dalam fenomena dekonstruksi ke-faqih-an, para selebritis yang awam beragama dijadikan sebagai sumber ‘rujukan ilmu agama’ oleh khalayak. Para selebritis dimintai ‘fatwa’ tentang masalah keagamaan oleh khalayak awam. Padahal seharusnya hanyalah para ulama, ustadz, atau ustadzah faqih saja, yang dapat dijadikan sebagai sumber rujukan ilmu agama atau dimintai fatwa tentang masalah keagamaan.

Dulu, sebelum munculnya para ‘ustadz’ selebritis, orang-orang yang bergelar sebagai ustadz atau ustadzah hanyalah mereka yang benar-benar dinilai faqih dalam beragama. Bila perlu mereka lulusan pondok pesantren ataupun pendidikan formal keagamaan lainnya, terutama perguruan tinggi Islam di Timur Tengah.

Kini, banyak orang tidak faqih digelari ‘ustadz’ atau ‘ustadzah’, hanya karena mereka berwajah cameragenic, sedikit bisa public speaking, dan menghafal beberapa surah-surah pendek. Tidak sedikit di antara mereka yang mendadak dikenal khalayak setelah berceramah dengan tehnik lawakan di televisi, atau memenangkan reality show pencarian bakat sebagai ‘ustadz’ selebritis.

Pada umumnya, para ‘ustadz’ dan ‘ustadzah’ selebritis dikenal senang pasang tarif yang sangat mahal sewaktu diminta manggung. Tidak jarang, begitu mahalnya tarif yang dipatok, sampai-sampai perlu dilakukan tawar-menawar ‘harga’ antara para panitia ceramah dengan ‘ustadz’ maupun ‘ustadzah’ yang akan diminta manggung.

Apalagi tidak sedikit di antara mereka yang diketahui meminta disediakan fasilitas serba mewah, untuk sekali manggung. Ada ‘ustadz’ selebritis yang mensyaratkan harus naik helikopter ketika akan diminta manggung di sebuah pulau kecil. Padahal lokasi tersebut terbilang dekat dari kota besar, bahkan bisa dijangkau dalam waktu beberapa menit saja dengan menggunakan speedboat.

Malah ada artis penceramah yang diketahui khalayak tidak malu-malu meminta tambahan fee dari panitia ceramah, jika frekuensi ataupun durasi manggung diklaimnya lebih banyak dari yang jadwal yang ditetapkan sebelumnya. Apalagi jika jadwal tersebut dicatat dalam MoU yang dipersyaratkan manajemen si ‘ustadz’ maupun ‘ustadzah’.

Padahal seorang ustadz atau ustadzah beneran, dikenal khalayak tidak mau pasang tarif dan tidak cerewet minta disediakan fasilitas ini dan itu ketika berceramah. Malah sewaktu diundang berceramah pun, mereka sering diminta jamaah untuk berceramah lebih banyak (frekuensi maupun durasinya) dari jadwal yang direncanakan panitia.

Dan mereka tidak meminta tambahan fee. Jangankan meminta tambahan fee, para ustadz atau ustadzah sungguhan pun dikenal tidak pernah meminta ‘amplop’ jika panitia lupa atau sama sekali tidak memberinya. Tebal, tipis, bahkan tidak adanya ‘amplop’ tidak merubah nawaitu mereka untuk berdakwah.

Salah satu ustadz beneran yang patut ditiru adalah Ustadz Abdul Shomad, alumni Timur Tengah. Meskipun telah ‘naik daun’ dan dikenal luas oleh khalayak, ia tidak pilih-pilih tempat berdakwah. Ia tidak membeda-bedakan sikap sewaktu diundang oleh instansi pemerintah pusat ataupun perusahaan bonafid di kota besar, maupun kelompok pengajian di daerah terpencil (yang tidak bisa memberikan ‘amplop’) sekalipun.

Bahkah dikabarkan oleh gurunya, ia pernah menolak diberi hadiah mobil baru oleh seorang muhsinin kaya-raya, demi menjaga nawaitu dan sikap qana’ah-nya. Bahkan ia pernah terpaksa menolak diundang keluarga presiden, karena bertepatan dengan jadwal ceramahnya di sebuah daerah yang sangat jauh lokasinya dari ibukota. Pantaslah ia dipilih sebagai Tokoh Perubahan 2017 oleh Republika.

Selain Ustadz Abdul Shomad (UAS), ada ribuan ustadz lainnya yang dikenal tidak mengkomersilkan agama. Mereka ‘dilahirkan’ oleh pondok pesantren, perguruan tinggi Islam, maupun ormas Islam dari berbagai daerah.

Para ‘ustadz’ dan ‘ustadzah’ selebritis dinilai mengkomersilkan agama untuk kepentingan pribadi mereka. Kasus yang pernah diberitakan infotainmen tentang sengketa antara seorang ‘ustadz’ selebritis dengan para TKI di luar negeri, adalah contoh bagaimana para ‘ustadz’ selebritis dianggap telah melakukan komersialisasi agama. Padahal tindakan ini sangat dicela di dalam Al Qur’an.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

“…Dan janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah.” (QS. Al Ma’idah : 44)

Jika diamati, banyak ‘ustadz’ selebritis yang dianggap tidak memperhatikan adab-adab Islam sewaktu manggung. Ada yang dikenal memaksakan diri untuk melawak pada saat berceramah. Ada pula yang dikenal tidak memperhatikan adab dalam berhijab. Seperti seorang ‘ustadz’ yang senang jowal-jawil (mencoba-coba menyentuh) lengan ‘ustadzah’ yang manggung dengannya. Padahal si ‘ustadzah’ bukan mahram-nya. Wallahua’lam.*

Oleh: Muh. Nurhidayat, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ichsan Gorontalo

 

HIDAYATULLAH

‘Ustadzah’ Selebritis dan Destruksi Ke-faqih-an ( 1 )

SEORANG gadis muslimah berhijab dikabarkan menjalin hubungan pra-nikah secara tidak syar’i dengan seorang lelaki selebritis olahraga. Meskipun tidak mengakui telah berpacaran, namun rekaman video kedekatan mereka sewaktu makan di restoran, telah diunggah ke sebuah akun medsos. Dikabarkan, kedekatan hubungan tersebut direstui oleh ibu dari sang gadis, yaitu seorang ‘ustadzah’ selebritis. Dan si ‘ustadzah’ dikenal selalu memakai hijab syar’i yang dilengkapi cadar.

Sejak beberapa tahun terakhir, hijab (termasuk hijab bercadar) telah dijadikan sebagai busana populer di kalangan muslimah Indonesia. Begitu populernya, hijab tidak hanya dipakai oleh para muslimah shalehah saja, namun juga oleh perempuan yang belum menjalankan ajaran agamanya dengan baik. Sehingga tidak mengherankan, jika banyak gadis muslimah berhijab, meskipun rata-rata hijab yang dipakai mereka juga bukan hijab syar’i) yang berpacaran.

Kabar tentang anak gadis dari seorang ‘ustadzah’ yang diduga berpacaran menunjukkan adanya destruksi ke-faqih-an di tengah masyarakat. Selain dianggap merusak citra para muslimah shalehah berhijab syar’i, sikap permissive ‘ustadzah’ juga dapat menghancurkan reputasi para ustadzah beneran. Mengapa demikian?

Sebelumnya, tidak pernah dijumpai adanya muslimah memakai syar’i bercadar, apalagi berstatus sebagai ustadzah, yang membiarkan anak gadisnya berpacaran.

Fenomena destruksi ke-faqih-an ditandai dengan munculnya para ‘ustadz’ maupun ‘ustadzah’ selebritis di Indonesia. Destruksi ke-faqih-an dapat diartikan sebagai penghancuran nilai-nilai ke-faqih-an di tengah khalayak.

Ke-faqih-an dikenal sebagai pengetahuan dan pemahaman tentang ajaran Islam. Seseorang dikatakan sebagai “faqih” ketika ia mengetahui, memahami, dan tentu saja melaksanakan ajaran Islam dengan baik.

Hijab tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam secara umum. Sehingga seorang yang faqih tentu dikenal mengetahui, memahami, serta melaksanakan aturan tentang hijab dengan baik.

Contoh lain fenomena destruksi ke-faqih-an adalah munculnya seorang selebritis perempuan, yang tiba-tiba dijadikan sebagai ‘ustadzah’ oleh para penggemarnya. Dulunya ia dikenal sebagai model berpakaian minim. Sejak berstatus sebagai ‘ustadzah’, ia dilihat konsisten berhijab secara syar’i di hadapan publik. Bahkan tiba-tiba pula ia dikabarkan bercadar.

Namun demikian, meskipun telah berstatus sebagai ‘ustadzah’ dan berhijab syar’i, ia belum meninggalkan kebiasaannya ber-khalwat dengan lelaki non-mahram. Bahkan secara terbuka ia dianggap sengaja memperlihatkan khalwat tersebut melalui postingan-postingan foto di akun medsos. Khalwat masih dilakukannya dengan beberapa lelaki secara bergantian.

Lelaki non mahram pertama yang diberitakan sedang ber-khalwat dengan si ‘ustadzah’ adalah seorang pekerja pendukung karier para selebritis. Mereka disyuting kamera infotainmen sedang makan berduaan di sebuah restoran. Keduanya dilihat tidak canggung di depan kru infotainmen, bahkan dianggap cenderung menunjukkan kemesraan.

Si ‘ustadzah’ selebritis sempat digosipkan khalayak akan dijadikan sebagai istri muda lelaki tersebut. Namun gosip itu disangkal olehnya. Berdasarkan kabar yang beredar di kalangan praktisi infotainmen, si lelaki sempat dimarahi, bahkan hampir diceraikan istrinya yang sah, akibat seringnya ia dipergoki ber-khalwat dengan si ‘ustadzah’.

Beberapa waktu kemudian, si ‘ustadzah’ dikabarkan telah putus hubungan dengan si lelaki yang telah beristri itu. Namun ia kembali sering dilihat khalayak sedang ber-khalawat mesra dengan seorang selebritis lelaki yang juga bukan mahram-nya di tempat publik. Mereka berdua pun dikira khalayak sedang berpacaran, karena dilihat begitu mesra. Malah mereka juga digosipkan akan segera menikah. Anggapaan khalayak dianggap wajar, mengingat si ‘ustadzah’ diketahui sebagai janda, sementara si lelaki belum memiliki istri meskipun usianya sudah tidak muda lagi.

Sewaktu diwawancarai kru infotainmen, di samping si lelaki teman khalwat-nya, ia menyangkal anggapan khalayak bahwa mereka sedang berpacaran, apalagi akan melangsungkan pernikahan. Menurutnya, si lelaki sedang dibimbingnya.  Si lelaki diketahui meminta bimbingan agama dari si ‘ustadzah’.

Tidak berapa lama kemudian, ia dikabarkan juga putus hubungan dengan si selebritis lelaki tersebut. Tetapi si ‘ustadzah’ kerap dipergoki ber-khalwat dengan selebritis lelaki lainnya yang telah beranak-istri. Ia pun diketahui sering meng-upload foto selfie yang memperlihatkan kemesraan mereka pada akun medsos. Sehingga muncul kabar yang ber-seliwer-an di kalangan netizen, bahwa si ‘ustadzah’ telah dinikahi secara sirri. Bahkan si ‘ustadzah’ diberitakan telah hamil dari pernikahan sirri tersebut.

Belakangan diketahui, bahwa ‘ustadzah’ tersebut memanag telah menikah secara sirri dengan lelaki yang telah beranak-istri tersebut. Diberitakan pula, ia juga telah melahirkan seorang bayi dari pernikahan sirri tersebut. Ia pun dituduh sebagai pelakor oleh istri dari lelaki yang menikahinya secara sirri itu. Bahkan si lelaki yang menikahinya secara sirri tersebut dituntut cerai oleh istri sahnya di mata agama dan hukum positif.

Si ‘ustadzah’ yang sering dipergoki ber-khalwat dengan beberapa lelaki non-mahram, apalagi juga menikah sirri dengan lelaki beranak-istri, adalah contoh yang menunjukkan bahwa destruksi ke-faqih-an semakin menggerogoti umat. Sebelumnya tidak ditemukan ada seorang ustadzah yang melakukan kemaksiatan. Apalagi kemaksiatan itu dilakukan secara terang-terangan. Khalwat sendiri oleh agama Islam dinilai sebagai kemaksiatan.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari kiamat, maka janganlah seorang laki-laki ber-khlawat (berduaan) dengan seorang perempuan yang tidak disertai mahram-nya. Karena sesungguhnya yang ketiganya adalah syetan.” (HR. Ahmad)

Khalwat yang dilakukan si ‘ustadzah’ telah dianggap merusak citra para ustadz dan ustadzah beneran. Para ustadz dan ustadzah sungguhan dikenal sangat memperhatikan masalah hijab. Khalwat dengan seorang lawan jenis yang bukan mahram, tidak akan dilakukan oleh mereka, karena perilaku tersebut dinilai sebagai sarana mendekati zina yang dilarang agama.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mendekati zina, (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra : 32)

Selain itu, Perbuatan si ‘ustadzah’ juga dinilai merusak citra para muslimah shalehah yang berhijab syar’i. Para muslimah yang berhijab syar’i beneran, dikenal senantiasa berusaha menjaga ketaqwaan mereka kepada Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya. Karena dikenal sebagai pemakai hijab syar’i, mereka senantiasa menjaga diri dan kehormatannya agar tidak berniat, apalagi sampai melakukan hal-hal yang dilarang agama.

Bagi para muslimah shalehah yang berhijab syar’i, melakukan hal-hal terlarang dianggap sebagai bentuk kedurhakaan kepada-Nya. Mereka dikenal sangat takut terhadap ancaman bagi orang yang durhaka kepada-Nya.

Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Katakanlah (Muhammad): ‘Aku benar-benar takut akan azab hari yang besar (hari kiamat), jika aku mendurhakai Tuhanku.” (QS. Al An’am : 15).*

 

Oleh: Muh. Nurhidayat, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Ichsan Gorontalo

HIDAYATULLAH

Bom! 3 Sifat Khawarij Mengerikan di Sekitar Kita

SYAIKHUNA Syaikh Sholeh Al Fauzan ditanya, “Apakah di zaman ini ada yang masih membawa pemikiran Khawarij?”

Jawab beliau hafizhohullah,

Ya Subhanallah .. Memang benar masih ada di zaman ini. Tidakkah perbuatan seperti ini adalah perbuatan Khawarij?! Yaitu mengkafirkan kaum muslimin. Yang lebih kejam lagi karena pemikiran semacam itu sampai-sampai mereka tega membunuh kaum muslimin dan benar-benar melampaui batas. Inilah madzhab Khawarij. Ada 3 sifat utama mereka:
– Mengkafirkan kaum muslimin
– Keluar dari taat pada penguasa
– Menghalalkan darah kaum muslimin

Inilah model pemikiran Khawarij. Seandainya ada yang dalam hatinya pemikiran semacam itu, namun tidak ditunjukkan dalam ucapan dan perbuatan, tetap ia disebut Khawarij dalam aqidahnya dan pemikirannya.
[Dinukil dari Fatawa Asy Syariyyah fil Qodhoya Al Ashriyyah, hal. 86]Fatwa Syaikh Sholeh Al Fauzan di atas menunjukkan bagaimana Khawarij di zaman ini masih ada, bahkan akan terus bermunculan. Kami sengaja mengangkat fatwa tersebut untuk menunjukkan bahwa fenomena pemboman, teror dan kekerasan yang terjadi di negeri kita, tidak lepas dari peran Khawarij. Sifat mereka amat keras, jauh dari ulama, sehingga bertindak seenaknya. Mereka begitu mudah mengkafirkan penguasa. Bahkan para polisi dan tentara sebagai kaki tangan penguasa disebut para pembela thoghut. Maka wajar jika para Khawarij pernah melakukan teror bom bunuh diri di masjid kepolisian di hari barokah, hari Jumat. Itulah latar belakang mereka bisa melakukan pemboman. Awalnya dari pengkafiran, ujung-ujungnya adalah pengeboman.

Walaupun di balik jeruji, namun pemikirannya tidak bisa terkungkung karena pemikiran rusak Khawarij telah menyebar ke mana-mana khususnya di kalangan para pemuda. Benarlah kata Nabi shallallahu alaihi wa sallam,

“Akan keluar pada akhir zaman suatu kaum, umurnya masih muda, sedikit ilmunya, mereka mengatakan dari sebaik-baik manusia. Iman mereka tidak melebihi kerongkongannya. Mereka terlepas dari agama mereka seperti terlepasnya anak panah dari busurnya”. (Muttafaqun alaih).

Tugas kita adalah belajar dan belajar serta terus dekat pada para ulama sehingga kita bisa benar dalam meniti jalan yang ditunjuki oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam dan salaful ummah, generasi emas dari umat ini.

Semoga Allah menjauhkan kita dari pemikiran menyimpang dan menunjuki kita ke jalan-Nya yang lurus. Wallahu waliyyut taufiq. [rumaysho]

 

INILAH MOZAIK

Islam Tak Ajarkan Bom Hancurkan Gereja

DARI Abu Hurairah radhiyallahu taala anhu berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memerintahkan Bilal pada saat perang Khoibar untuk menyeru manusia dengan mengatakan,

“Tidak akan masuk surga kecuali jiwa seorang muslim. Mungkin saja Allah menolong agama ini lewat seorang laki-laki fajir (yang bermaksiat).” (HR. Bukhari no. 3062 dan Muslim no. 111)

Pelajaran dari hadis di atas:

1. Setiap muslim janganlah mudah tertipu dengan setiap orang yang terang-terangan mengatakan dirinya membela Islam, baik mereka mengatakan bahwa dirinya berjihad, berdakwah ilallah, beramar maruf nahi mungkar atau merekalah satu-satunya yang semangat dalam membela panji-panji Islam. Maka janganlah cepat-cepat menghukumi atau merekomendasi atau menerima klaim mereka dan memotivasi untuk duduk di majelis mereka sampai diketahui bahwa mereka benar-benar mengikuti ajaran Rasul.

Karena kebanyakan orang hanya asal klaim bahwa ia benar, ia di atas jihad, ia membela Islam, namun ternyata jauh dari tuntunan Islam. Islam tidak pernah mengajarkan bom bunuh diri, walaupun itu demi menghancurkan gereja. Islam tidak pernah mengajarkan meletakkan bom di tempat maksiat, walaupun diletakkan di bar-bar tempat maksiat. Karena segala sesuatu ada aturannya, tidak asal-asal kita melakukan nahi mungkar. Tidak asal-asalan kita menghancurkan tempat maksiat. Ada penguasa atau yang diperintah oleh penguasa yang punya tugas dalam hal ini. Jika kita tidak punya kekuasaan kita bisa peringatkan perbuatan mungkar dengan lisan atau tulisan. Dan minimal kita ingkari dalam hati jika kita tidak mampu dengan hal tadi. Itulah selemah-lemahnya iman.

2. Tidak diingkari bahwa sebagian ahli bidah ada yang membela kebenaran atau mengklaim dirinya di atas kebenaran atau barangkali awal-awalnya saja membela, namun kemudian menyimpang dari jalan yang benar sebagaimana kisah dalam hadits di atas. Akan tetapi sekali lagi, tidak setiap yang mereka lakukan atau yang mereka namakan jihad, kita langsung membenarkannya. Tetap harus dinilai dan ditimbang dengan ajaran Islam.

Walillahil hamd, wallahu waliyyut taufiq. [rumaysho]

 

Inilah Mosaik

baca juga: Wanita Bercadar di Antara Pelaku Aksi Teror? Buktikan Kalian Tidak Seperti yang Diduga!

1 Ramadhan 1439 H Pada Kamis, 17 Mei

Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin mengumumkan jadwal awal puasa 2018, 1 Ramadhan 1439 H pada Kamis, 17 Mei 2018.

Penentuan jadwal awal puasa 2018, 1 Ramadhan 1439 berdasarkan hasil sidang isbat Kementrian Agama RI.

Jadwal awal puasa 2018, 1 Ramadhan 1439 H berdasarkan dua laporan, yakni posisi hilal dan laporan sejumlah pelaku rukyatul hilal di 95 titik di 32 provinsi di Indonesia.

“Posisi hilal di seluruh Indonesia di bawah ufuk, -1 derajat 36 menit, -O derajat 2 menit di bawah ufuk”.

“Pelaku rukyatul hilal melaporkan sampai sidang isbat. Dari 32 pelaku rukyatul hilal, tidak ada satupun yang melihat hilal”.

“Berdasarkan dua laporan tadi, maka bulan Sya’ban digenapkan sesuai cara istiqmal jadi 30 hari. Malam hari ini 30 Syaban”.

“1 Ramadhan 1439 Hijriyah jatuh pada Kamis, 17 Mei 2018”.

Jadwal awal puasa 2018, 1 Ramadhan 1439 H pada Kamis, 17 Mei 2018 sama dengan awal puasa Muhammadiyah yang telah menetapkan sebelumnya.

(Banjarmasinpost.co.id/restudia)

Bersyukur Ketika Sakit

SUATU ketika ada seorang perempuan hitam datang menghadap Rasulullah SAW, beliau bersabda, “Siapakah engkau?” Wanita itu berkata, “Saya adalah Ummu Muldam.”

Beliau bersabda lagi, “Apa yang bisa engkau kerjakan, wahai Ummu Muldam?” Ia berkata lagi, “Saya memakan daging dan mengisap darah, dan panas saya berasal dari uap neraka jahanam.”

Nabi SAW memandang tajam wanita itu seolah ingin menegaskan sesuatu, yang beliau telah menduganya. Maka wanita itu berkata, “Wahai Rasulullah, saya adalah penyakit panas. Allah memerintahkan saya mewujud dalam wanita hitam ini untuk menghadap engkau. Sekarang utuslah saya kepada suatu keluarga yang paling engkau cintai.”

Nabi SAW memerintahkan wanita itu mendatangi suatu keluarga Anshar, dan para sahabat itu langsung menderita sakit panas. Setelah seminggu berlalu bersabar dalam sakit panas itu, keluarga Anshar itu mengirim utusan kepada Nabi SAW untuk mengabarkan keadaan sakitnya. Maka beliau memanjatkan doa kepada Allah untuk kesembuhan keluarga Anshar tersebut.

Setelah sembuh para sahabat Anshar itu datang menghadap Rasulullah SAW, dan beliau menyambutnya dengan gembira, “Selamat wahai kaum yang telah disucikan oleh Allah dengan sesuci-sucinya.”

Dalam kesempatan lainnya, Nabi SAW menyatakan, bahwa ketika sakit panas datang pada seorang mukmin, nyawa sang mukmin itu akan berkata, “Wahai penyakit panas, apakah yang engkau inginkan dari jiwa yang mukmin ini?”

Penyakit panas berkata, “Wahai nyawa yang baik, sesungguhnya jiwamu ini tadinya suci, kemudian dikotorkan dengan dosa-dosa dan kesalahan, maka aku datang untuk menyucikannya kembali.”

Maka nyawa itu berkata, “Kalau begitu datanglah, datanglah, datanglah ke sini, lalu sucikanlah jiwa ini.”

Dalam sebuah Hadis Qudsi, Nabi SAW menjelaskan bahwa Allah berfirman, “Demi Kemuliaan dan Keagungan-Ku, Aku tidak akan mengeluarkan seseorang dari dunia (yakni mematikannya) padahal Aku berkehendak memberi rahmat kepadanya, sehingga Aku bersihkan ia dari dosa yang dilakukannya, dengan (memberikan) penyakit dalam tubuhnya atau kesulitan dalam kehidupannya. Apabila masih ada dosa dalam dirinya, maka aku beratkan ia dalam kematiannya (sakaratul mautnya) sehingga ia datang kepada-Ku sebagaimana ia dilahirkan oleh ibunya.

Dan Aku tidak mengeluarkan seseorang dari dunia padahal Aku berkehendak menyiksanya, sehingga Aku membayar tunai setiap kebaikan yang dilakukannya dengan kesehatan di tubuhnya, atau kelapangan dalam kehidupannya (rezekinya). Apabila masih ada sisa kebaikannya, maka Aku mudahkan kematian baginya (sakaratul mautnya), sehingga ia datang kepada-Ku dan sama sekali ia tidak membawa kebaikan (yang belum dibayar/dibalas).”

 

INILAH MOZAIK

Perempuan-Perempuan yang tak Mencium Bau Surga

ADA tiga gaya, penampilan atau mode yang membuat wanita muslimah diancam tidak akan mencium bau surga. Padahal bau surga dapat dicium dari jarak sekian dan sekian.

Di antara penampilan yang diancam seperti itu adalah gaya wanita yang berpakaian namun telanjang. Yang kita saksikan saat ini, banyak wanita berjilbab atau berkerudung masih berpenampilan ketat dan seksi.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim no. 2128).

Tiga sifat wanita yang tidak mencium bau surga

Dalam hadits di atas disebutkan beberapa sifat wanita yang diancam tidak mencium bau surga di mana disebutkan,

Yaitu para wanita yang: (1) berpakaian tetapi telanjang, (2) maa-ilaat wa mumiilaat, (3) kepala mereka seperti punuk unta yang miring.

Apa yang dimaksud ketiga sifat ini?Berikut keterangan dari Imam Nawawi dalam Al Minhaj Syarh Shahih Muslim.

(1) Wanita yang berpakaian tetapi telanjang.Ada beberapa tafsiran yang disampaikan oleh Imam Nawawi:

1- wanita yang mendapat nikmat Allah, namun enggan bersyukur kepada-Nya.

2- wanita yang menutup sebagian tubuhnya dan menyingkap sebagian lainnya.

3- wanita yang memakai pakaian yang tipis yang menampakkan warna badannya.

(2) Wanita yang maa-ilaat wa mumiilaat

Ada beberapa tafsiran mengenai hal ini:

1- Maa-ilaat yang dimaksud adalah tidak taat pada Allah dan tidak mau menjaga yang mesti dijaga. Mumiilaat yang dimaksud adalah mengajarkan yang lain untuk berbuat sesuatu yang tercela.

2- Maa-ilaat adalah berjalan sambil memakai wangi-wangian dan mumilaat yaitu berjalan sambil menggoyangkan kedua pundaknya atau bahunya.

3- Maa-ilaat yang dimaksud adalah wanita yang biasa menyisir rambutnya sehingga bergaya sambil berlenggak lenggok bagai wanita nakal. Mumiilaat yang dimaksud adalah wanita yang menyisir rambut wanita lain supaya bergaya seperti itu.

(3) Wanita yang kepalanya seperti punuk unta yang miring

Maksudnya adalah wanita yang sengaja memperbesar kepalanya dengan mengumpulkan rambut di atas kepalanya seakan-akan memakai serban (sorban). (Lihat Syarh Shahih Muslim, terbitan Dar Ibnul Jauzi, 14: 98-99).

Mode Wanita Saat Ini

Ada beberapa gaya yang bisa kita saksikan dari mode wanita muslimah saat ini yang diancam tidak mencium bau surga berdasarkan hadits di atas:

1- Wanita yang memakai pakaian tipis sehingga kelihatan warna kulit.

2- Wanita yang berpakaian tetapi telanjang karena sebagian tubuhnya terbuka dan lainnya tertutup.

3- Wanita yang biasa berhias diri dengan menyisir rambut dan memakerkan rambutnya ketika berjalan dengan berlenggak lenggok.

4- Wanita yang menyanggul rambutnya di atas kepalanya atau menambah rambut di atas kepalanya sehingga terlihat besar seperti mengenakan konde (sanggul).

5- Wanita yang memakai wangi-wangian dan berjalan sambil menggoyangkan pundak atau bahunya.[rumaysho]

 

INILAH MOZAIK

Tips Menyambut Ramadhan

Beberapa hari lagi  kita akan bertemu dengan bulan agung, bulan mulia yang penuh berkah,  yaitu bulan Ramadhan. Kaum Muslimin seluruh dunia tentu merindukan kedatangannya. Kita, sebagai kaum Muslimin, ingin segera bertemu dengan tamu agung ini. Suatu kerinduan yang cukup beralasan karena ia datang setahun sekali. Ibarat seorang kekasih, setelah sekian lama tak bertemu, ia sangat merindukannya. Demikian pula dengan Ramadhan, ia ibarat kekasih bagi orang yang beriman.

Sedemikian mulianya bulan ini hingga Rasulullah dan para sahabatnya mempersiapkan kedatangan bulan Ramadhan jauh-jauh hari sebelumnya. Seperti apa sih, Rasulullah dan para sahabatnya menyambut bulan Ramadhan?  Dalam buku  Indahnya Ramadhan di Rumah Kita, karya Dr Akram Ridha (terbitan Robbani Press), disebutkan beberapa tips menyambut Ramadhan.  Dijelaskan bahwa masa penyambutan bulan Ramadhan setidaknya berlangsung selama bulan Sya’ban hingga Ramadhan tiba.

Ada dua bentuk persiapan yang mesti dilakukan kaum Muslimin, yaitu persiapan mental dan persiapan amal. Persiapan mental, yaitu dengan mengingat-ingat keutamaan Ramadhan dan berdoa. Adapun persiapan amal adalah dengan banyak berpuasa dan banyak membaca Alquran.

Agar mental kita lebih siap dalam memasuki bulan Ramadhan, maka cara terbaik adalah dengan mengingat-ingat keutamaan Ramadhan. Sebab, keutamaan inilah yang akan memotivasi seorang Muslim untuk menjalani kewajiban puasa Ramadhan dan berbagai amalan-amalan pendukungnya dengan penuh semangat.

Banyak sekali keutamaan bulan Ramadhan, di antaranya Ramadhan sebagai bulan berkah, bulan diampuninya dosa, bulan diturunkannya Al-Qur’an, setan dibelenggu, malam lailatul qadr, dan masih banyak lagi. Tidak salah jika Ramadhan disebut sebagai bulan investasi amal dan panen pahala.

Di samping mengingat keutamaan Ramadhan, yang utama juga adalah berdoa. Berdoa berarti mempersiapkan mental dan hati. Rasulullah SAW, jika telah memasuki bulan Rajab, beliau memanjatkan doa, “Ya Allah, berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban, dan berkahi pula kami di bulan Ramadhan.” (HR Imam Ahmad)

Yahya bin Abi Katsir berkata, “Di antara doa-doa orang saleh ketika menyambut Ramadhan adalah sebagai berikut: ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan bulan Ramadhan, dan selamatkanlah Ramadhan bagiku, dan terimalah Ramadhan itu dariku.”

Di samping persiapan mental, persiapan lainnya adalah persiapan amal. Seperti telah disebutkan di awal, yaitu membiasakan berpuasa sebelum memasuki bulan Ramadhan dan memperbanyak tilawah Alquran.

Terkait memperbanyak puasa sebelum Ramadhan, terdapat riwayat dari Bukhari, “Diriwayatkan dari Aisyah ra,  ia berkata, ‘Rasulullah SAW berpuasa hingga kami mengira beliau tidak berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengira beliau tidak puasa. Tidaklah kami melihat Rasulullah menyempurnakan puasanya sebulan penuh selain bulan Ramadhan, dan tidaklah kami melihat beliau puasa lebih banyak selain bulan Sya’ban.” (HR Bukhari)

Ibnu Rajab berkata, “Sebagian ulama berpendapat bahwa puasa di bulan Sya’ban itu ibarat latihan untuk menghadapi puasa Ramadhan agar seseorang tidak merasa terbebani dengan puasanya ketika Ramadhan tiba.”

Hikmah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai persiapan dan pembiasaan untuk melaksanakan puasa wajib di bulan Ramadhan. Sebab,  orang yang belum terbiasa berpuasa kadang lupa bahwa mereka sedang berada di bulan Ramadhan.

Adapun persiapan amal yang kedua adalah memperbanyak baca Alquran.  Anas bin Malik ra berkata, “Ketika kaum Muslimin memasuki bulan Sya’ban, mereka sibuk membaca Alquran dan mengeluarkan zakat mal untuk membantu fakir miskin yang berpuasa.” Seorang salafush-shalih juga pernah berkata, “Sya’ban adalah bulan para pembaca Alquran.”

Muslim yang terbiasa menjaga wirid Alquran (sebelum Ramadhan) akan bisa menjaga kebiasaan tersebut pada bulan Ramadhan. Seseorang yang baru mulai membaca Alquran setelah lama tidak membaca Alquran, kemudian ia mencoba membaca beberapa ayat saja, ia akan tidak sanggup untuk melanjutkannya.

Itulah kondisi Alquran bersama orang-orang yang lalai. Alquran adalah obat jiwa. Jika kita sering menjauh darinya,  menjadikan hati kita  kotor penuh karat dan titik hitam. Jadi, ketika hati merasa berat dan sulit, ayat-ayat yang pertama kita baca akan menjadi pembersih hati. Jika kita mau melawan perasaan tersebut maka Alquran memainkan perannya sehingga hati kembali menjadi bersih dan siap menerima cahayanya. Dalam kondisi seperti ini,  maka seseorang akan menjadi “mukmin”, sebagaimana firman Allah berikut,

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang jika disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah keimanan mereka (karenanya) dan kepada Rabb-lah mereka bertawakal.”  (QS al-Anfal [6]: 2)

Demikianlah beberapa tips singkat menyambut bulan suci Ramadhan. Selamat mencoba!  Ingat, menyambut Ramadhan bukan dengan sibuk menyiapkan seabreg menu dan penunjangnya.

Selamat menyambut Ramadhan!!!

 

Oleh Nashihin Nizhamuddin

REPUBLIKA

Konten Puasa dan Arti Kata Taqwa

Sebentar lagi kita akan memasuki bulan suci Ramadhan. Ibarat  traveling,  kita akan menaiki pesawat Ramadhan Air. Sebelum kita menaikinya pastikan diri kita beriman,  karena hanya orang yang beriman-lah yang boleh menaiki pesawat tersebut  (QS.2 : 183).

Kemudian,  kenali pesawat yang akan kita tumpangi, yaitu apa itu Ramadhan? Ramadhan adalah Syahrul ‘azhim (bulan agung), Syahrul mubarok (bulan keberkahan), Syahrul shiyam (bulan berpuasa), Syahrul qiyam (bulan mengisi malamnya  dengan shalat, tadarus dan  i’tikaf), Syahrul nuzulul Qur’an (bulan diturunkan Alquran), Syahrul Musawwah(bulan berbagi dengan sesama) dan Syahrul shobri (bulan kesabaran).

Ada tiga konten yang kita harus lalui di bulan Ramadhan,  yaitu pertama,  sahur, karena Allah memberikan keberkahan pada orang yang melakukannya; kedua,  menahan diri dari segala yang membatalkan  puasa dan menghilangkan pahalanya;  ketiga mengisi malamnya dengan amal  saleh. Bila hal tersebut  telah kita lakukan maka kita akan sampai pada tujuan penerbangan yaitu mendapatkan derajat takwa (taqwa).

Mereka yang bertakwa (bertaqwa)  memiliki ciri sebagaimana kata yang membentuk kata itu. Huruf Ta,  maknanya tawadu artinya rendah hati;  Huruf Qof maknanya qona’ah artinya menerima takdir yang Allah tentukan kepadanya;  Huruf Wawu maknanya waro artinya teliti tentang hal-hal  yang kita makan, minum dan pakai dari kualitas kehalalannya, dan Huruf Yamaknanya yaqin,  artinya percaya bahwa puasa akan melahirkan segala kebaikan lahir dan batin.  Wallahu a’lam

 

Oleh Dr M Sudrajat MPd

 

REPUBLIKA

Mukjizat Nabi Yusya

Nabi Yusya adalah seorang pimpinan perang yang gagah dan berani. Dia hadir di tengah kehidupan Bani Israil setelah Musa wafat.Melalui tangannya, Tanah Suci kembali direbut.

Dia memiliki mukjizat untuk menghentikan matahari ketika berperang melawan kaum musyrikin. Dia juga memiliki strategi perang dengan memilih pasukan pilihan. Panglima perang ketika itu mengumpulkan pasukan sebanyak- banyaknya untuk menghadapi musuh. Menurut mereka de ngan jumlah yang semakin banyak tentu kemenangan akan semakin dekat.

Namun, berbeda dengan pendapat Yusya. Nabi Allah ini tidak mementingkan jumlah besar ketika menghadapi musuh. Dia mengutamakan kualitas pasukan ketika berperang. Sehingga, dia memberikan tiga kategori pasukan yang harus keluar dari barisan: pertama adalah orang yang telah melaksanakan akad nikah, tetapi belum menyentuh istrinya. Karena, diyakini ketika berperang mereka akan memikirkan istrinya, apalagi jika mereka masih sangat muda.

Kedua adalah orang yang sibuk membangun rumah dan belum menyelesaikan bangunannya.Rasa waswas dan khawatir tentu akan hinggap di hati mereka jika rumah mereka belum beratap.

Ketiga adalah orang yang membeli unta atau domba bunting sementara dia menantikan kelahirannya. Mereka yang masih memikirkan harta ini yang nantinya tidak fokus untuk berperang. Semuanya dicatat oleh Bukhari dan Muslim dalam hadis.

Prinsip yang dipegang oleh nabi ini menunjukkan bahwa dia adalah panglima yang unggul, pemilik taktik jitu dalam memimpin dan menyiapkan bala tentara sehingga kemenangan bisa diwujudkan. Prajurit tidak menang dalam jumlah besarnya, tetapi dengan kualitas. Ini lebih penting daripada jumlah dan kualitas.

Oleh karenanya, Yusya mengeluarkan orang-orang yang berhati sibuk dunia dari pasukannya, yaitu orang-orang yang badannya di medan perang, tetapi pikirannya bersama istri yang belum disentuhnya atau rumah yang belum diselesaikannya atau ternak yang ditunggu kelahirannya.

Apa yang dilakukan oleh Yusya’ ini mirip dengan apa yang dilakukan oleh Thalut ketika melarang pasukannya untuk minum dari sungai kecuali orang-orang yang menciduk air dengan tangannya. Saat itu sedikit dari mereka yang minum. Thalut telah membersihkan pasukannya dari unsur- unsur pelemah yang menjadi titik kekalahan.

Allah telah menyampaikan kepada Rasul-Nya bahwa mundurnya orang-orang munafik di perang uhud mengandung kebaikan bagi orang-orang mukmin, Jika mereka berangkat bersama-sama ka mu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di celah-celah barisanmu untuk mengadakan kekacauan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang amat suka mendengarkan perkataan mereka, dan Allah mengetahui orang-orang yang zalim. (At- Taubah: 47).

Merebut Kanaan

Sulaiman al-Asyqari dalam kitabnya tentang kisah para orang saleh menjelaskan, pasukan Yusya berangkat ke Kanaan yang hendak ditaklukkannya. Dia mendekati kota itu pada waktu ashar di hari yang sama. Ini berarti kesempatan untuk merebut kota itu tidaklah banyak karena berperang pada malam hari tidaklah mudah dan hari itu adalah hari Jumat.

Dia harus menghentikan perang begitu matahari terbenam.Karena, berarti telah memasuki hari Sabtu dan perang di hari Sabtu hukumnya haram bagi Bani Israil. Maka, dia harus mundur dari kota itu sebelum merebutnya. Ini berarti memberi peluang kepada penduduk kota untuk memperkuat pasukannya, memperbaiki benteng-bentengnya, dan menambah kekuatan senjatanya.

Yusya menghadap matahari dan berkata kepadanya, kamu diperintakan aku juga diperintahkan. Kemudian Yusya’ berdoa ke pada Allah, Ya Allah, tahanlah ia untuk kami. Allah mengabulkan permintaannya dan menunda terbenamnya matahari hingga kemenangannya diraih.

Keyakinan Yusya begitu besar sehingga dia percaya Allah akan menolongnya. Allah mampu memanjangkan siang sehingga kemenangan bisa diraih sebelum terbenamnya matahari. Urusan seperti ini tidak sulit bagi Allah.Padahal, kita tahu bahwa siang dan malam pasti terjadi karena berputarnya bumi mengelilingi matahari.

Dengan matahari yang dapat ditahan oleh Allah maka sebenarnya Allahlah yang mengatur per putaran bumi. Dia bisa saja melambat atau cepat sehingga Yusya dapat memenangkan perang nya.

 

REPUBLIKA