Merasakan Bahagia Ketika Ber-khalwat Bersama Allah

Saudaraku, Hendaknya kita MEMBIASAKAN dan benar-benar MENGUPAYAKAN agar bisa bahagia ketika sendiri yaitu ber-khalwat bersama Allah. Artinya sendiri tanpa ada manusia di sekitar kita. Memang kita akan senang atau bahagia ketika bersama manusia, atau berbahagia ketika melakukan kegiatan tertentu misalnya bekerja, membaca, melakukan hobi sendiri, akan tetapi kita ahrus bisa berbahagia ketika sedang ber-khwalwat bersama Allah

Saudaraku, inilah yang kita lupakan atau bahkan tidak pernah terbesit dalam benak kita, yaitu berbahagia ketika sedang berkhalwat dengan Allah saja. Baik itu ketika sedang shalat malam, shalat dhuha, i’tikaf, sebelum tidur, sendirian di motor atau mobil. Hal ini akan melatih kita untuk tetap bahagia di saat-saat sendiri yaitu saat sendiri di alam kubur, tanpa anak-istri, tanpa saudara dan tanpa teman. Hanya ditemani amal dengan rahmat dari Allah.

 

Perhatikan hadits di mana seseorang merasa bahagia tatkala sendiri (berkhalwat dengan Allah), dia menangis bahagia karena terharu akan kasih sayang dan rahmat Allah yang begitu luas padanya, padahal ia adalah seorang pendosa. Atau dia menangis takut kepada Allah, takut Allah tidak memperhatikannya di dunia dan lebih-lebih di akhirat yang kita sangat butuh ampunan dan kasih sayang Allah.

Terdapat tujuh kelompok orang yang luar biasa, salah satunya adalah yang mengingat Allah dalam keadaan sendiri, kemudian ia menangis karena Allah.

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ في ظِلِّهِ يَوْمَ لا ظِلَّ إلا ظلُّهُ ….، ورَجُلٌ ذَكَرَ اللَّه خالِياً فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ

Ada tujuh golongan yang akan dinaungi oleh Allah pada hari ketika tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; …. dan [7] seorang yang mengingat Allah di kala sendirian sehingga kedua matanya mengalirkan air mata (menangis).” [HR. Bukhari dan Muslim]

 

Para orang-orang shalih dahulunya sangat berbahagia dan sangat suka apabila, mata mereka bisa menangis karena Allah, karena itu adalah salah satu kabar gembira dan bukti keimanan. Seseorang tidak akan bisa sengaja atau menangis karena Allah, tetapi itu karena sentuhan iman ke hati.

Ka’ab Al-Ahbar berkata,

لأن أبكى من خشية الله فتسيل دموعي على وجنتي أحب إلى من أن أتصدق بوزني ذهباً

Sesungguhnya mengalirnya air mataku sehingga membasahi kedua pipiku karena takut kepada Allah itu lebih aku sukai daripada aku berinfak emas yang besarnya seukuran tubuhku.” [Fashul Khitab 5/501]

Bagaimana tidak bahagia, ketika memangis, ia ingat bahwa mata yang memangis karena Allah tidak akan tersentuh api neraka.

Dan sabda beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam

عينان لا تمسهما النار ، عين بكت من خشية الله ، وعين باتت تحرس في سبيل الله

Ada dua buah mata yang tidak akan tersentuh api neraka; mata yang menangis karena merasa takut kepada Allah, dan mata yang berjaga-jaga di malam hari karena menjaga pertahanan kaum muslimin dalam (jihad) di jalan Allah.” [HR. Tirmidzi, shahih]

 

Dengan latihan merasa bahagia ketika menyendiri dengan berkhalwat bersama Allah, kita akan terlatih juga saat-saat sendiri kelak di hari kiamat. Misalnya saat-saat sendiri di kubur, tidak ada yang menemani kecuali amalnya dan tentunya dengan rahmat dan kasih sayang Allah.

Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﺘْﺒَﻊُ ﺍﻟﻤَﻴِّﺖَ ﺛَﻼَﺛَﺔٌ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺍﺛْﻨَﺎﻥِ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻣَﻌَﻪُ ﻭَﺍﺣِﺪٌ ﻳَﺘْﺒَﻌُﻪُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻋَﻤَﻠُﻪُ ﻓَﻴَﺮْﺟِﻊُ ﺃَﻫْﻠُﻪُ ﻭَﻣَﺎﻟُﻪُ ﻭَﻳَﺒْﻘَﻰ ﻋَﻤَﻠُﻪُ

“Yang mengikuti mayit ke kuburnya ada tiga, lalu dua kembali dan yang tinggal bersamanya hanya satu; yang mengikutinya adalah keluarganya, hartanya dan amalnya, lalu kembali keluarga dan hartanya, dan yang tinggal hanya amalnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Demikian juga seseorang akan sendiri saja memikirkan nasibnya di hari kiamat. Tidak ada tempat berbagi, curhat, musyawarah dan bercerita kepada keluarga dan manusia yang lainnya, karena manusia sibuk memikirkan urusannya masing-masing, bahkan seseorang akan lari dari keluarga dan anak-istrinya karena takut diminta pertangungjawaban.

Allah berfirman,

يَوْمَ يَفِرُّ الْمَرْءُ مِنْ أَخِيهِ ﴿٣٤﴾ وَأُمِّهِ وَأَبِيهِ

“Pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya [Abasa/80:34-35]

 

Salah satu waktu bahagia adalah ketika sendiri dan melakukan muhasabah terhadap diri sendiri ketika di saat sepi dan berkhalwat bersama Allah. Hendaknya kita punya waktu-waktu khusus yang kita jadwal untuk melakukan muhasabah, bukan waktu-waktu sisa dari urusan dunia kita.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

ﻻﺑﺪ ﻟﻠﻌﺒﺪ ﻣﻦ ﺃﻭﻗﺎﺕ ﻳﻨﻔﺮﺩ ﺑﻬﺎ ﺑﻨﻔﺴﻪ ﻓﻲ ﺩﻋﺎﺋﻪ ﻭﺫﻛﺮﻩ ﻭﺻﻼﺗﻪ ﻭﺗﻔﻜﺮﻩ ﻭﻣﺤﺎﺳﺒﺔ ﻧﻔﺴﻪ ﻭﺇﺻﻼﺡ ﻗﻠﺒﻪ

“Hendaklah seorang hamba memiliki waktu-waktu khusus menyendiri untuk berdoa, shalat, merenung, muhasabah dan memperbaiki hatinya”. (Majmu’ Fatawa 10/637)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/44073-merasakan-bahagia-ketika-ber-khalwat-bersama-allah.html

Tinggal di Rumah Mertua

Pondok Mertua Indah. Sebuah sebutan untuk sepasang pengantin yang tinggal di rumah salah satu orang tua suami atau istri. Ada banyak alasan untuk menetap bersama orang tua meski telah memiliki keluarga baru. Mulai dari ingin merawat orang tua hingga alasan ekonomi.

Posisi dilema pun sering terjadi manakala sang istri menolak tinggal bersama mertua. Konflik antara istri dan mertua menjadi alasan tidak nyaman memiliki dapur bersama dalam dua keluarga. Lalu, bolehkah seorang istri menolak tinggal bersama sang mertua?

Sejak diucapkannya ijab kabul, tanggung jawab seorang istri beralih dari orang tua atau wali kepada suami. Segala sesuatu perintah suami sepanjang tidak bermaksiat kepada Allah SWT sebisa mungkin dipatuhi. Salah satunya jika suami menginginkan sang istri tinggal bersama mertuanya.

Jika terjadi penolakan, Syekh Ibnu Utsaimin menyarankan agar sang suami melunakkan baik sikap istri maupun keluarganya. Kemudian, menegur siapa saja yang zalim dan melanggar hak saudaranya.

Sang suami kala memutuskan untuk tinggal bersama orang tuanya setelah menikah juga mesti mempertimbangkan aspek kebutuhan istrinya. Sehingga permasalahan yang muncul jika istri menolak tinggal mesti diselesaikan dengan dasar cinta kasih.

Namun, jika upaya islah antara istri dan keluarga suami menemui jalan buntu, disarankan agar dipisah tempat tinggal antara istri dan mertua. Dengan catatan, ujar Syekh Ibnu Ustaimin, tidak memutus silaturahim antara istri dan keluarga mertua. Bahkan, disarankan tempat tinggalnya berdekatan dengan orang tuanya tersebut.

Di sisi lain, jika hak kepatuhan seorang istri beralih kepada suami begitu juga dengan hak untuk mencukupi kebutuhan istri, termasuk tempat tinggal. Secara eksplisit, Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 81 mengharuskan suami menyediakan tempat tinggal untuk istrinya.

Kategori tempat tinggal yang diatur dalam KHI, yakni layak untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari gangguan pihak lain. Diwajibkan pula suami untuk melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuan dan disesuikan dengan lingkungan tempat tinggal.

Memberi tempat tinggal sesuai kemampuan didasarkan pada ayat Alquran surah al-Baqarah ayat 233. “Dan kewajiban seorang ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu (istri) dengan cara yang baik. Seseorang tidak dibebani, melainkan menurut kadar kesanggupannya.”

Selain itu, khusus tempat tinggal Allah SWT menegaskan, “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kalian bertempat tinggal menurut kemampuan kalian dan janganlah kalian menyusahkan mereka untuk menyempitkan hati mereka… Sedang bagi orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan oleh Allah kepadanya. Allah tidak membebankan kepada seseorang melainkan sesuai dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya.” (QS at-Thalaq [65]: 6-7).

Ibnu Hazm mengatakan, seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya sejak selesainya akad nikah, baik si istri itu berbuat nusyuz (durhaka) atau tidak, kaya atau miskin, gadis atau janda, yatim atau memiliki orang tua, sesuai dengan kemampuan yang ada padanya.

Ibnu Qudamah, Ibnu Mundzir, dan sebagian ulama berbeda pendapat soal nusyuz. Menurut mereka, seorang istri tak lagi wajib diberikan nafkah jika berbuat durhaka.

Para ulama memasukkan tempat tinggal sebagai nafkah. Dalam Mu’jamul Wasith batasan nafkah, yaitu apa-apa yang dikeluarkan suami untuk keluarganya berupa makanan, pakaian, tempat tinggal, dan yang selainnya.

Nafkah juga mencakup pemenuhan kebutuhan batin atau biologis istri. Dari berbagai dalil di atas, hal yang juga patut diperhatikan sang istri, yakni pemberian nafkah sesuai dengan kadar kemampuan sang suami.

Larangan Mengolok-olok Fisik Orang Lain (Body Shaming)

Salah satu sisi negatif dari Internet dan sosial media adalah memudahkan seseorang untuk mengolok-olok, menghina dan mencaci orang lain. Belum tentu dia berani melakukannya di dunia nyata, karena di dunia maya dia bisa bersembunyi. Salah satu yang jenis olokan yang dilakukan adalah mengolok fisik, kekurangan fisik atau cacat tubuh seseorang yang disebut dengan “body shaming”.

Perlu dicatat, melakukan “body shaming” terkadang dilakukan dengan TANPA SADAR, bisa jadi karena basa-basi untuk mencairkan suasana, bercanda yang kelewatan batas atau memang tujuannya untuk mencela dan menghina. beberapa orang melakukan body shaming tanpa sadar karena memang merupakan kebiasaan buruk mereka. Tentunya orang yang menjadi objek “body shaming” tidak merasa nyaman, karena sebenarnya “body shaming” adalah mem-bully tapi berkedok bercanda atau basa-basi.

Contoh “body shaming”:

“Pipi kok di pinggang, Cubby banget”

“Itu pipi apa bakso ya? Bulet banget

“loe kurus banget, kayak pentol korek lagi jalan”

 

Haram hukumnya melakukan “body shaming”

Semua ciptaan Allah itu ada hikmahnya, tidak layak untuk dicela dan dihina. Perhatikan kisah berikut, Sahabat Abdullah bin Mas’ud adalah sahabat yang memiliki betis yang kecil. Ketika beliau mengambil ranting untuk dijadikan siwak, angin berhembus dan menyingkap betisnya yang kecil, lalu para sahabat tertawa karena melihat betis Ibnu Mas’ud yang kecil.

Nabi shallallahu alaihi wasallam menegur para sahabat dan berkata,

مم تضحكون؟

“Apa yang membuat kalian tertawa?”

Mereka berkata“Wahai Nabi Allah, karena kedua betisnya yang kurus

Maka Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda,

والذي نفسي بيده لهما أثقل في الميزان من أحد

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangannya sungguh kedua betis itu lebih berat di timbangan daripada gunung Uhud.”[1]

Hadits ini menunjukkan bahwa mengolok dan menghina fisik adalah haram. Jika kita perhatikan, para sahabat tidak mengeluarkan kata-kata hinaan hanya tertawa saja, inipun hukumnya haram.

 

Menghina fisik atau cacat tubuh dengan isyarat juga diharamkan

‘Aisyah pernah merasa sangat cemburu terhadap istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lainnya yaitu Shafiyah. Shafiyah ini bertubuh pendek, ‘Aisyah lalu menghina dengan isyarat, maka hinaan dengan isyarat ini dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Perhatikan hadits berikut,

ﻋَﻦْ ﻋَﺎﺋِﺸَﺔَ ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻗُﻠْﺖُ ﻟِﻠﻨَّﺒِﻲِّ ﺣَﺴْﺒُﻚَ ﻣِﻦْ ﺻَﻔِﻴَّﺔ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻛَﺬَﺍ ﻭَ ﻗَﺎﻝَ ﺑَﻌْﺾُ ﺍﻟﺮُّﻭَﺍﺓُ : ﺗَﻌْﻨِﻲْ ﻗَﺼِﻴْﺮَﺓٌ , ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻟَﻘَﺪْ ﻗُﻠْﺖِ ﻛَﻠِﻤَﺔً ﻟَﻮْ ﻣُﺰِﺟَﺖْ ﺑِﻤَﺎﺀِ ﺍﻟْﺒَﺤْﺮِ ﻟَﻤَﺰَﺟَﺘْﻪُ

“Dari ‘Aisyah beliau berkata: Aku pernah berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Cukup bagimu dari Shafiyah “INI DAN ITU”. Sebagian rawi berkata :”’Aisyah mengatakan Shafiyah pendek”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: ”Sungguh engkau telah mengucapkan suatu kalimat, yang seandainya kalimat tersebut dicampur dengan air laut niscaya akan merubahnya (karena sangat kotor dan bau sehingga bisa merubah air laut).” [2].

Bahkan walaupun kita tidak menyebut namanya, tapi orang lain tahu siapa yang kita maksud. Syaikh Al-‘Utsaimin menjelaskan,

ﺑﺸﺮﻁ ﺃﻻ ﻳﻔﻬﻢ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﺄﻧﻪ ﻓﻼﻥ، ﻓﺈﻥ ﻓﻬﻢ ﺍﻟﺴﺎﻣﻊ ﺑﺄﻧﻪ ﻓﻼﻥ ﻓﻼ ﻓﺎﺋﺪﺓ ﻣﻦ ﺍﻹﺗﻴﺎﻥ ﺑﺼﻔﺔ ﻋﺎﻣﺔ

“Syarat (menasehati secara umum) adalah para pendengar tidak mengetahui bahwa yang dimaksud adalah fulan (orang tertentu). Jika pendengar paham bahwa orang itu adalah Fulan maka tidak ada faedahnya kita menasehati secara umum.”[3]

Demikian juga mengolok dengan isyarat dan meniru-nirukan dengan maksud merendahkan. Misalnya menirukan gaya ngomong orang yang gagap atau cadel.

‘Aisyah pernah berkata:

ﻗَﺎﻟَﺖْ : ﻭَﺣَﻜَﻴْﺖُ ﻟَﻪُ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﺎ ﺃُﺣِﺐُّ ﺃَﻧِّﻲْ ﺣَﻜَﻴْﺖُ ﺇِﻧْﺴَﺎﻧًﺎ ﻭَ ﺇِﻥَّ ﻟِﻲْ ﻛَﺬَﺍ

“Aku meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang seseorang pada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ”. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berkata :”Saya tidak suka meniru-niru (kekurangan/cacat) seseorang (walaupun) saya mendapatkan sekian dan sekian”. [4]

Allah melarang kita mengolok-olok dan menghina orang lain. Allah berfirman,

ﻳَﺎﺃّﻳُّﻬَﺎ ﺍﻟّﺬِﻳﻦَ ﺀَﺍﻣَﻨُﻮﺍ ﻻَﻳَﺴْﺨَﺮْ ﻗَﻮْﻡُُ ﻣِّﻦ ﻗَﻮْﻡٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﺍ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِّﻨْﻬُﻢْ ﻭَﻻَﻧِﺴَﺂﺀُُ ﻣِّﻦ ﻧِّﺴَﺂﺀٍ ﻋَﺴَﻰ ﺃَﻥ ﻳَﻜُﻦَّ ﺧَﻴْﺮًﺍ ﻣِّﻨْﻬُﻦَّ ﻭَﻻَﺗَﻠْﻤِﺰُﻭﺍ ﺃَﻧﻔُﺴَﻜُﻢْ ﻭَﻻَﺗَﻨَﺎﺑَﺰُﻭﺍ ﺑِﺎْﻷَﻟْﻘَﺎﺏِ ﺑِﺌْﺲَ ﺍْﻹِﺳْﻢُ ﺍﻟْﻔُﺴُﻮﻕُ ﺑَﻌْﺪَ ﺍْﻹِﻳﻤَﺎﻥِ ﻭَﻣَﻦ ﻟَّﻢْ ﻳَﺘُﺐْ ﻓَﺄُﻭْﻻَﺋِﻚَ ﻫُﻢُ ﺍﻟﻈَّﺎﻟِﻤُﻮﻥَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokan) LEBIH BAIK dari mereka (yang mengolok-olokkan), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) LEBIH BAIK dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan GELAR-GELAR YANG BURUK. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim. [Al-Hujurat/49 : 11].

Walaupun kita maksudnya adalah bercanda, akan tetapi apabila membuat orang tersebut tidak nyaman atau bahkan merasa dihina, maka hal ini dilarang dalam agama.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَأْخُذَنَّ أَحَدُكُمْ مَتَاعَ أَخِيهِ لاَعِبًا وَلاَ جَادًّا

“Tidak boleh seorang dari kalian mengambil barang saudaranya, baik bercanda maupun serius.” [5]

Catatan: “body shaming” dilarang oleh negara dan ada hukuman dan ancaman pidana:

“Body shaming dikategorikan menjadi dua tindakan. Tindakan yang seseorang mentransmisikan narasi berupa hinaan, ejekan terhadap bentuk, wajah, warna kulit, postur seseorang menggunakan media sosial. Itu bisa dikategorikan masuk UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik) Pasal 45 ayat 1 dan Pasal 27 ayat 3, dapat diancam hukuman pidana 6 tahun,” papar Dedi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Rabu (28/11/2018).

“Kedua, apabila melakukan body shaming tersebut secara verbal, langsung ditujukan kepada seseorang, dikenakan Pasal 310 KUHP denagn ancaman hukumannya 9 bulan. Kemudian (body shaming yang langsung ditujukan kepada korban) dilakukan secara tertulis dalam bentuk narasi, melalui transmisi di media sosial, dikenakan Pasal 311 KUHP. Hukuman 4 tahun,”[6]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/43997-body-shaming.html

Akhlak Mulia Mengantarkan ke Surga

DIRIWAYATKAN dari Abu Hurairahradhiyallahu anhu, beliau berkata:Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk surga? Beliau menjawab, “Takwa kepada Allah dan akhlaq mulia.” Beliau juga ditanya tentang sebab paling banyak yang mengakibatkan orang masuk neraka, maka beliau menjawab, “Mulut dan kemaluan.”.(HR. Tirmidzi, dia berkata:Hadits hasan shahih.).

Akhlak mulia adalah ibadah yang agung, yang pahalanya sangat luar biasa. Mungkin bagi banyak orang yang mengamalkan akhlaq mulia, tidak menyadari betul ia mendapatkan pahala atas amal akhlak mulianya. Seakan-akan berakhlak mulia tidak berbeda dengan jika seseorang membaca Al Quan, atau berpuasa sunnah Senin dan Kamis, dan amalan lainnya, sangat mungkin ia menyadari bahwa ia mendapatkan pahala atas amalannya.

Padahal Allah Maha Tahu dan Maha Adil. Tatkala seseorang tersenyum ramah kepada saudara muslim, atau seorang suami bertutur kata lembut kepada isterinya, atau mungkin seorang ayah yang membelai kepala anak-anaknya dengan penuh kasih sayang, itu semua adalah akhlak mulia yang mendatangkan pahala bagi pelakunya. Dan pahala, dengan rahmat Allah, akan mengantarkan pemiliknya kepada surga.

Nabi Muhammad shalallaahu alaihi wasallam sendiri diutus Allah untuk menyempurnakan akhlak. Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya hanyalah aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang baik” (HR. Al-Bukhari, Ahmad, dan Hakim).

Innamaadalam hadits di atas bermakna membatasi, yakni dengan terjemahan hanyalah. Hal ini menunjukkan agama kita sangat menaruh perhatian terhadap akhlak. Terbukti dengan bertaburnya hadits Nabi shalallaahu alaihi wasallam yang berbicara tentang akhlak. Sebut saja hadits-hadits yang dihimpun Imam Bukhari dalam Kitab al Adabul Mufrab.

Dalam kitab Riyadlush Shalihin yang disusun oleh Imam Nawawi pun banyak bertebar hadits tentang adab. Begitu pula tentunya Kitabullah, Al Quran, banyak sekali kita temukan perintah Allah berkaitan dengan akhlak. Sebagai contoh adalah firman Allah Azza Wa Jalla, Serta ucapkanlah kata-katayang baik kepada manusia”.(al-Baqarah: 83). Dan, “Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang lebih baik (benar)”.(al-Isra: 53)

Lebih jelas lagi Nabi shalallaahu alaihi wasallam mengatakan tentang iman yang sempurna bagi seorang mukmin. Sabda beliau shalallaahu alaihi wasallam, “Kaum Mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang akhlaknya paling baik di antara mereka, dan yang paling baik di antara kalian adalah yang paling baik kepada isteri-isterinya. (HR. At-Tirmidzi (no. 1162), Ahmad (II/250, 472), Ibnu Hibban (at-Taliqaatul Hisaan alaa Shahiih Ibni Hibban).

Usia dan waktu kita di dunia ini tidak lama. Hanya dalam hitungan puluh tahun. Sangat langka manusia yang hidup dalam hitungan abad. Oleh karenanya kita harus memilah dan memilih amalan yang kita sanggup melakukannya. Sebab tak semua amalan yang ada dalam agama kita, akan dapat kita amalkan.

Tentu ada keterbatasan kemampuan dan ilmu sehingga kita tidak dapat mengamalkan satu dan banyak amalan lain. Mari tebarkan akhlak mulia kepada sekitar kita. Semoga Allah mempertemukan kita di surgaNya kelak bersama atau dekat dengan Nabi shalallaahu alaihi wasallam.

Allahu Alam.

INILAH MOZAIK

Majelis Malaikat

Diceritakan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah memiliki sekelompok malaikat yang berkeliling di jalan-jalan mencari orang-orang berzikir. Apabila mereka menemukan sekelompok orang berzikir kepada Allah, maka mereka saling memanggil, ‘Kemarilah kepada apa yang kamu semua hajatkan’”.

Lalu para malaikat itu mengelilingi orang-orang yang berzikir dengan sayap-sayap mereka hingga ke langit. Apabila orang itu telah berpisah (bubar dari majelis zikir), para malaikat pun melesat naik menuju langit.

Maka Allah pun bertanya kepada mereka (padahal Dialah yang lebih mengetahui perihal mereka). “Dari mana kalian semua?” Malaikat menjawab, “Kami datang dari sekelompok hamba-Mu di bumi. Mereka bertasbih, bertakbir, dan bertahlil kepada-Mu.”

“Apakah mereka pernah melihat-Ku?” tanya Allah. Langsung dijawab malaikat, “Tidak pernah!” “Seandainya mereka pernah melihat-Ku?” timpal Allah. Malaikat menyahut, “Andai mereka pernah melihat-Mu, niscaya mereka akan lebih meningkatkan ibadahnya kepada-Mu, lebih bersemangat memuji-Mu, dan lebih banyak bertasbih kepada-Mu.”

“Lalu apa yang mereka pinta pada-Ku?” tanya Allah lebih lanjut. “Mereka minta surga kepada-Mu,” jawab malaikat lagi. Allah pun kembali bertanya, “Apakah mereka pernah melihat surga?” Dijawab oleh malaikat, “Tidak pernah!” “Bagaimana kalau mereka pernah melihatnya?” timpal Allah. Malaikat pun kembali menjawab, “Andai mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan bertambah semangat terhadapnya, lebih bergairah memintanya, dan semakin besar keinginan untuk memasukinya.”

“Dari hal apa mereka minta perlindungan?” sahut Allah lagi. “Dari api neraka!” jawab malaikat. Allah kembali bertanya, “Apa mereka pernah melihat neraka?” “Tidak pernah!” jawab malaikat. Allah bertanya lagi, “Bagaimana kalau mereka pernah melihat neraka?” “Kalau mereka pernah melihatnya niscaya mereka akan sekuat tenaga menghindarkan diri darinya,” sahut malaikat.

Pada akhir dialog, Allah berfirman, “Aku persaksikan kepadamu bahwasanya Aku telah mengampuni mereka.” Salah satu dari malaikat menyela, “Tapi, di situ ada seseorang yang tidak termasuk dalam kelompok mereka. Dia datang semata-mata karena ada satu keperluan, apakah mereka akan diampuni juga?”

“Mereka adalah satu kelompok di mana orang yang duduk bersama mereka tidak akan kecewa”. (HR Bukhari Muslim). Subhanallah, mulianya mereka yang berzikir. Dicari dan dikelilingi oleh para malaikat dan dilaporkan olehnya kepada Allah untuk kemudian Allah mengampuni dosa dan mengabulkan semua doa dan hajatnya. Wallahu A’lam.

Oleh: Muhammad Arifin Ilham

KHAZANAH REPUBLIKA

Sholat Sebagai Pokok Agama

SHOLAT wajib adalah amal shalih utama dalam agama kita. Dari Muadz bin Jabal radliyallahu anhu, Nabishallallahu alaihi wa sallambersabda, “Inti (pokok) segala perkara adalah Islam dan tiangnya (penopangnya) adalah shalat.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Dari hadits ini dapat diambil pelajaran bahwa apabila penopang suatu bangunan runtuh, tentu bisa dipastikan bangunan tersebut pun ikut runtuh. Demikian pula keadaan sholat pada diri seseorang. Apabila ia mengabaikan sholat, pastilah agama baginya ikut runtuh.

Sholat pula amalan yang kelak pertamakali dihisab di akhirat. Apabila baik keadaan sholatnya, maka baiklan seluruh amalannya. Namun apabila rusak sholatnya, maka rusak pulalah keadaan amalan selain sholat. Bagaimana mungkin keadaan amal saleh seseorang akan baik sementara ia tidak menegakkan syariat berupa beribadah kepada Allah (sholat)?

Dari Abu Hurairah radliyallahu anhu, dia berkata bahwa Rasulullah shalallaahu alaihi wasallam bersabda, “Sesungguhnya amal yang pertama kali dihisab pada seorang hamba pada hari kiamat adalah shalatnya. Maka, jika shalatnya baik, sungguh ia telah beruntung dan berhasil. Dan jika shalatnya rusak, sungguh ia telah gagal dan rugi. Jika berkurang sedikit dari shalat wajibnya, maka Allah Taala berfirman, Lihatlah apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah. Maka disempurnakanlah apa yang kurang dari shalat wajibnya. Kemudian begitu pula dengan seluruh amalnya.” (HR. Tirmidzi dan An-Nasai).

Melaksanakannya dengan khusyu’ dan pada waktunya merupakan tanda keislaman dan keimanan seseorang. Apalagi bagi seorang laki-laki mukim yang sehat, melaksanakan shalat berjamaah di masjid atau musholla setempat adalah sebuah kewajiban agama. Hal ini karena sholat adalah ciri utama agama Islam. Maka pemeluk

Banyak keutamaan tentang shalat. Keutamaan tentang shalat dimulai sejak dari bersuci atau berwudhu di rumah, kemudian berjalan mendatangi masjid, berdoa saat keluar rumah dan saat masuk masjid, hingga keutamaan berdoa diantara adzan dan iqamat. Serta keutamaan shaff pertama.

Orang-orang yang telah meninggal mendahului kita, mereka menginginkan kembali hadir di dunia untuk melakukan amalan shaleh terutama bersujud (sholat) kepada Allah. Karena semasa hidupnya orang seperti ini telah meninggalkan sholat, atau pun meremehkan sholat dengan menunda-nunda pelaksanaannya. Kelak pun orang yang meninggalkan sholat akan ditempatkan di (neraka) Saqar.

Orang-orang di dalam surga saling menanyakan tentang keadaan orang-orang yang berdosa. Firman Allah, “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat,” (QS. Al Mudatstsir: 42-43).

Mari, mulai saat ini, kita berazzam memperbaiki diri dengan memulainya dari shalat. Kita perbaiki shalat kita. Baik cara atau kaifiyahnya, maupun waktu pelaksanaannya. Jangan sampai kita menunda-nunda shalat sehingga di akhir waktu. [*]

INILAH MOZAIK

“Ya Rasulullah, Mengapa Engkau Berbicara dengan Tubuh yang tak Bernyawa Lagi?”

Perang ini terjadi karena Rasulullah SAW. mendengar ada kafilah dagang milik kaum kafir Quraisy yang baru saja kembali dari Syam di bawah pimpinan Abu Sufyan ibn Harb. Maka, Rasulullah SAW. pun mengerahkan pasukannya, dengan tujuan merampas barang perniagaan yang dibawa kafilah tersebut sebagai ganu’ dari harta benda umat Islam yang mereka tinggalkan di Mekah. Tetapi, rupanya sebagian Muslim merasa berat melakukan itu, meskipun ada juga sebagian lainnya yang merasa ringan. Sebab, mereka tidak pernah membayangkan umat Islam akan berperang untuk menuntut harta mereka yang ditinggalkan di Mekah.

Abu Sufyan yang masih berada di tengah perjalanan menuju Mekah ternyata mengetahui rencana pasukan Muslim. Maka, ia pun mengirim Dhamdham ibn Amr Al-Giffari ke Mekah untuk menyampaikan berita tersebut kepada orang-orang Quraisy, sekaligus meminta bantuan pasukan untuk menjaga barang pemiagaan mereka yang masih dalam perjalanan.

Mendengar berita itu, orang-orang Quraisy pun Iangsung menyiapkan pasukan. Hampir semua laki-laki Quraisy ikut angkat senjata menghadapi pasukan Muslim. Bahkan, tidak seorang pun tokoh Quraisy yang tidak ikut berangkat berperang pada saat itu, sehingga jumlah pasukan Quraisy hampir mencapai seribu orang.

Setelah beberapa malam berlalu di bulan Ramadhan tahun itu, Rasulullah SAW. keluar bersama para sahabat beliau yang jumlahnya, menurut Ibnu Ishaq, tiga ratus empat belas orang. Adapun jumlah unta yang dikerahkan mencapai tujuh puluh ekor. ltu berarti, setiap satu ekor unta digunakan oleh dua atau tiga orang sahabat Rasulullah SAW Uniknya, mereka sama sekaii tidak tahu kalau pasukan Quraisy sudah siap menghadapi mereka. Sementara itu, Abu Sufyan yang masih berusaha menjaga kafilah yang ia pimpin, terus melanjutkan perjalanannya ke Mekah dengan menyusuri daerah pesisir, mengitari kawasan sumur Badar dari sebelah kanan, dan terus bergerak cepat sampai akhirnya ia berhasil menyelamatkan kafilahnya.

Ketika Rasulullah SAW. dan para sahabat telah siap berperang, tiba-tiba terdengar berita kalau pasukan Quraisy dalam jumlah besar telah siaga untuk memerangi kaum muslimin. Rasulullah pun segera berembuk dengan para sahabat, tak terkecuali para sahabat dari kalangan Muhajirin, seperti Miqdad ibn Amr ra. Sahabat itu berkata, ”Wahai Rasulullah, lanjutkanlah apa yang telah Allah perintahkan padamu. Kami akan selalu bersamamu.”

Tetapi, rupanya Rasulullah SAW tetap ingin mengetahui pendapat para sahabat yang lain. Rasulullah SAW. bersabda, “Bagaimana pendapat kalian yang lain?”

Sa’ad ibn Mu’adz ra. berkata, ”Demi Allah, sepertinya engkau benar-benar menginginkan kami, wahai Rasulullah.”

Rasulullah menjawab, ”Tentu.”

Sa’ad berkata lagi, ”Sungguh kami telah beriman kepadamu, dan kami pun telah memercayaimu. Kami telah bersaksi bahwa apa yang engkau bawa adalah kebenaran. Atas dasar itu, kami telah berjanji dan bersumpah untuk selalu siap tunduk kepadamu. Maka, Iakukanlah apa pun yang kau inginkan, karena kami pasti akan tetap bersamamu. Demi Dzat yang telah mengutusmu dengan kebenaran, andaikata di hadapan kami saat ini membentang lautan, lalu engkau menyelam, maka kami pasti akan ikut menyelam bersamamu.”

Bukan main senangnya hati Rasulullah SAW.

Rasulullah senang saat mendengar ucapan Sa’ad. Beliau bersabda, “Berjalanlah dan bergembiralah, karena Allah telah menjanjlkan padaku salah satu di antara dua kelompok. Demi Allah seakan-akan sekarang aku dapat melihat pertempuran mereka.”

Setelah itu, Rasulullah SAW. segera mencari tahu kekuatan pasukan Quraisy lewat mata-mata yang beliau kirimkan ke garis depan. Dalam tempo singkat, berita dari satuan intelijen yang menyusup ke garis depan telah menyebar ke seluruh anggota pasukan Muslim. Mereka pun mengetahul bahwa jumlah pasukan musyrik berkisar antara sembilan ratus sampai seribu orang, termasuk semua tokoh dan pembesar Quraisy yang ikut di dalamnya.

Sebenarnya, pada saat itu Abu Sufyan sempat mengirim utusan untuk meminta agar seluruh pasukan musyrik ditarik mundur, karena kafilah yang dipimpinnya sudah selamat tiba di Mekah. Tetapi, permintaan tersebut ditolak mentah-mentah oleh Abu Jahal. la bersikeras memerangi pasukan Muslim. Konon, kala itu ia berkata, ”Demi Tuhan, kita tidak akan kembali sebelum tiba di Badar dan bermalam di tempat ‘itu selama tiga malam. Di situ kita akan menyembelih beberapa binatang, makan-makan, minum khamar, dan berpesta pora agar semua orang Arab tahu pergerakan pasukan kita sehingga mereka semua akan takut kepada kita.”

Pasukan musyrik kembali bergerak. Akhirnya, mereka tiba di sebuah lembah dekat Badar. Sementara itu, Rasulullah SAW. bersama pasukan Muslim juga telah tiba di dekat sumur Badar. Pada saat itu, Habab ibn Mundzir berkata kepada Rasulullah SAW., ”Wahai Rasulullah, apakah engkau memerhatikan tempat ini? Inikah tempat yang telah Allah tetapkan bagimu agar pasukan kita berada di sini, sehingga tidak ada pilihan untuk pindah ke tempat lain? Ataukah, kita berada di sini hanya berdasarkan pendapatmu, sebagaimana layaknya sebuah siasat perang?”

Rasulullah SAW. menjawab, ”Pllihan ini adalah pendapat sebagai bentuk siasat perang.”

Habab berkata, ”Kalau begitu, berarti ini bukanlah tempat yang tepat. Segeralah engkau gerakkan pasukan kita agar lebih mendekan‘ sumur. Selanjutnya, kita perdalam sumur itu, lalu kita tampung airnya di kolam. Jadi, ketika kita bertempur, pasukan kita memiliki persediaan air yang cukup, sedangkan musuh, tidak.”

Rasulullah SAW. setuju. Pasukan pun digerakkan menuju posisi yang diusulkan Habab ra.

Sementara itu, Sa’d ibn Mu’adz ra. mengusulkan agar Rasulullah SAW. dibuatkan, tempat berlindung. Tujuannya, supaya beliau dapat kembali ke Madinah dengan selamat, kembali berjumpa dengan umat Islam yang ada di kota itu. Meskipun Rasulullah SAW. setuju dengan usulan ini, beliau menenangkan dan meyakinkan para sahabat bahwa pertolongan Allah pasti datang. Rasulullah SAW. bersabda, ”lni adalah tempat matinya si Fulan, ini tempat matinya si Fulan (dari pihak musyrik,” sambil meletakkan tangannya di atas tanah, di sebelah sini dan di sebelah situ, dan seterusnya. Setelah Perang Badar usai, baru diketahui kalau tokoh-tokoh musyrik yang disebutkan Rasulullah SAW. ternyata benar-benar meregang nyawa di tempat seperti yang beliau sampalkan.

Malam Jumat tanggal tujuh belas Ramadhan, Rasulullah SAW. memanjatkan doa kepada Allah SWT. Dalam munajatnya beliau berseru, ”Ya Allah, orang~orang Quraisy telah datang dengan segala kecongkakan dan kesombongan mereka untuk menantang-Mu dan mendustai utusan-Mu. Ya Allah, Engkau telah berjanji padaku akan menolong kami. Ya Allah, binasakanlah musuh-musuh Mu besok.”

Rasulullah SAW. térus bermunajat kepada Allah sepenuh hati sambil menengadahkan kedua tangannya ke langit. Melihat itu, Abu Bakar ra. terharu. Perlahan-lahan Abu Bakar ra. mendekati sahabatnya dan berkata, “Wahai Rasulullah, bergembiralah engkau. Demi Dzat yang nyawaku berada di tangan-Nya, Allah pasti akan memenuhi semua janji-Nya kepada-Mu.”

Sementara itu, seluruh pasukan muslim juga tiada henti berdoa kepada Allah, memohon pertolongan-Nya.

Pagi harinya, hari Jumat tanggal tujuh belas Ramadhan tahun kedua Hijriyah,
pertempuran antara pasukan Muslim melawan pasukan musyrik pun dlimulai. Rasulullah SAW. mengambil segenggam batu kerikil yang kecil-kecil, kemudian melemparkannya ke arah pasukan Quraisy sambil berseru, “Buruklah wajah-wajah itu.” Tidak lama kemudian, tak seorang pun dari pasukan Qumisy yang matanya luput dari lemparan Rasulullah SAW. Dalam Perang Badar, Allah juga menurunkan para malaikat untuk bertempur bersama pasukan Muslim.

Pertempuran berlangsung sangit. Tetapi, kemenangan berpihak pada pasukan Muslim. Dalam perang ini, tujuh puluh orang pembesar Quraisy tewas, dan tujuh puluh orang lainnya berhasil ditawan. Adapun dari pihak Muslim, jumlah pasukan yang syahid berjumlah empat belas orang.

Semua mayat pasukan musyrik yang terbunuh dalam pertempuran ini, termasuk tokoh mereka, dimasukkan ke dalam sebuah lubang di Badar. Rasulullah SAW. berdiri di bibir sumur Badar, menghadap ke arah mayat-mayat musuh yang bergelimpangan seraya berseru, memanggil nama mereka berikut orangtua masing-masing, ”Wahai Fulan, wahai Fulan ibn Fulan. Bukankah akan lebih menyenangkan jika kalian patuh kepada Allah dan Rasul-Nya? Sesungguhnya sekarang kami telah benar-benar menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kami kepada kami. Sekarang sudahkah kalian menemukan apa yang dijanjikan Tuhan kalian?”

Tiba-tiba Umar menukas, ”Wahai Rasulullah, mengapa engkau berbicara dengan tubuh yang sudah tidak bernyawa lagi?”

Rasulullah SAW. menjawab, ”Demi Dzat yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, sungguh sebenarnya kalian tidak lebih jelas mendengar apa yang kukatakan ini dibandingkan mereka” (HR Al-Bukhari dan Muslim).

Setelah itu, Rasulullah SAW. bermusyawarah dengan para sahabat untuk membahas ihwal para tawanan perang. Pada saat itu, Abu Bakar ra. mengusulkan agar tawanan dapat ditebus dengan diyat demi memperkuat perekonomian umat lslam. Adapun urusan mereka setelah bebas nanti, sepenuhnya diserahkan kepada Allah SWT. dengan harapan semoga Dia berkenan memberi hidayah kepada mereka. Sementara itu Umar ibn Khaththab ra. mengusulkan agar semua tawanan perang Badar dijatuhi hukuman mati, karena mereka semua adalah antek-antek kekufuran yang harus ditumpas habis. Tetapi, Rasulullah SAW. lebih cenderung menerima usulan Abu Bakar ra. Menurut beliau, usulan tersebut lebih memenuhi rasa kasih sayang dengan memberi mereka peluang untuk ditebus dengan uang. Akhimya, Rasulullah SAW. menetapkan usulan itu sebagai keputusan.

Namun, beberapa saat setelah Rasulullah SAW. mengeluarkan keputusan, tiba-tiba turunlah ayat Al-Qur‘an yang justru mendukung pendapat Umar lbn Khaththab ra. Allah SWT. berfirman, “Tidaklah patut bagi seorang Nabi untuk mempunyai tawanan sebelum la dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana,” (QS Al-Anfal; 67).

 

BERSAMA DAKWAH

Ayo Tinggalkan! Dusta Mengantarkan Pada Kejahatan

AKHI Ukhti semoga selalu dalam lindungan Allah Ta’ala.

“Tinggalkanlah dusta, karena dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka”.

Kiranya seperti itulah makna salah satu pesan Nabi shallallahu alaihi wasallam, namun ternyata ada dusta yang boleh, bahkan itu adalah bumbu penyedap untuk kehidupan suami istri.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda,

“Tidak dibenarkan berdusta kecuali dalam tiga hal:”Seorang laki-laki yang berbicara kepada istrinya demi menyenangkan hatinya, dusta dalam peperangan dan dusta untuk memperbaiki hubungan manusia (yang sedang berseteru).”(HR. Tirmidzi no. 1939, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami no. 2834)

Tapi perlu digaris bawahi, bahwa kebolehan ini bukan secara mutlak, yang diperbolehkan adalah dusta yang tujuannya memperbaiki hubungan dan menyenangkan hati, seperti seorang suami yang mengatakan kepada istrinya:

“Kau adalah perempuan terindah untukku
Rona wajahmu selalu membayangi jalan-jalanku
Aku tak kuasa bila tak melihat wajahmu
Aku akan selalu ada untukmu, sayang
Masakanmu tiada yang menandinginya”

Begitu pula sang istri kepada suaminya.

Inilah dusta yang seharusnya dipelajari oleh para pasutri, karena di dalamnya mengandung banyak hikmah, dan inilah gombal yang kadang kala sebagian suami sulit untuk mengungkapkannya, oleh karena itu harus ada latihan. [Ust. Dr. Syafiq Riza Basalamah]

INILAH MOZAIK

Ujian di Perang Tabuk dan Takutnya Romawi

Perang Tabuk merupakan salah satu perang besar yang dijalani oleh Rasulullah SAW. Nabi SAW sendiri mengambil peran sebagai panglima perangnya. Perang Tabuk juga dikenal sebagai perang terakhir Nabi sebelum meninggal. Perang ini terjadi sekitar bulan Rajab tahun 9 H. Rasul baru kembali dari perang pada 26 Ramadhan.

Perang berlokasi di sebuah kota yang terletak di antara lembah al-Qura dan Syam, jarak antara Tabuk dan Madinah mencapai 778 kilo meter. Ketika itu, kaum Muslimin melawan pasukan dari kaum Romawi. Sebagai perang besar yang dipimpin langsung oleh Rasul, perang ini memberikan pelajaran berharga bagi kaum Muslim saat itu. Perang Tabuk mengajarkan pentingnya kejujuran iman dan ber tahan dalam kesusahan yang ada.

Penyebab munculnya perang ini disebut ada banyak versi. Di antaranya karena Rasulullah SAW mengetahui Raja Romawi mempersiapkan pasukan yang besar untuk melawan umat, untuk membalas kematian Ja’far bin Abu Thalib, serta adanya tantangan dari orang Yahudi dengan tujuan ingin menipu kaum Muslimin agar celaka. Ketika kaum Muslimin sampai di daerah Tabuk, Allah menurunkan wahyu, “Dan sesungguhnya mereka hampir menjadikanmu gelisah di negeri (Makkah) untuk mengusirmu darinya,” (QS al- Isra ayat 76).

Perjalanan pasukan kaum Muslimin menuju Tabuk memakan waktu hingga 20 hari. Medan yang mereka tempuh sangat sulit. Selain keterbatasan bahan makanan, mereka harus menghadapi panasnya gurun pasir. Perang ini bahkan di juluki “Pasukan Jaisyul Usrah” yang artinya pasukan yang dalam keadaan sulit. Ke adaan para sahabat sedan susah membuat seekor unta harus dikendarai oleh sepuluh orang sahabat secara ber gantian.

Sesampainya di Tabuk, Rasulullah SAW berdiri di hadapan pasukan dan me nyampaikan pidato yang penuh sema ngat. Jihad prajurit semakin membara. Pada perang ini, sebelumnya Rasulullah telah menganjurkan para sahabat untuk berinfak karena jarak yang akan ditempuh agak jauh.

Dalam perang ini, Abu Bakar ra mengorbankan seluruh harta nya. Umar ra juga telah mengorbankan setengah hartanya. Begitu pun dengan Utsman ra yang mengorbankan perlengkapan perang untuk sepertiga pasukan. Beserta sahabat lainnya, menginfakkan lebih dari kemampuan mereka.

Kondisi saat itu sangat genting dan mencekam. Musim panas pun mendera. Kebun-kebun kurma di Madinah mulai ranum dan siap dipanen. Ujian keimanan bagi Nabi dan sahabat serta pengikutnya terjadi di sini. Di mana saat panen merupakan saat-saat yang nyaman untuk ber istirahat dan bersantai di rumah. Sebagi an besar mata pencaharian penduduk Madinah pun bergantung pada panen kurma ini.

Nabi menggerakkan seluruh kaum Muslimin untuk turut serta dalam perang besar melawan kaum kuffar. Sungguh men jadi perkara teramat berat bagi orang-orang yang di hatinya terdapat penyakit kemunafikan untuk turut serta dalam perang tersebut. Inilah ujian untuk menyeleksi siapakah yang betul-betul beriman dan siapakah yang “bermainmain” dengan keimanannya.

Saat itu, hanya kaum munafik, orang-orang uzur, perempuan, anak-anak, dan sebagian sahabat yang tidak memiliki kendaraan yang bisa ditunggangi yang tertinggal di Madinah. Padahal, mereka sangat ingin ikut dalam pasukan itu. Melihat hal ini, Allah pun mengabadikan hal itu dengan berfirman di QS at-Taubah ayat 92, “Mereka kembali, sedangkan mata mereka bercucuran air mata ka rena sedih tidak memperoleh apa yang akan mereka infakkan.”

Dalam tempo singkat, terkumpul 30 ribu pasukan kaum Muslimin. Mereka adalah para pejuang-pejuang Islam yang ingin menunjukkan kejujuran iman mereka. Bilangan tersebut adalah jumlah pasukan terbesar yang pernah ada da lam sejarah perjuangan Nabi. Sementara 40 ribu pasukan Romawi telah disiapkan dengan tambahan personel dari penguasa Bashroh Bani Ghassan. Mereka bergerak menuju perbatasan Syam dan jazirah.

Berbeda dengan perang-perang sebelumnya, Nabi SAW sengaja menampakkan rencana perang ini kepada kaum Muslimin. Padahal biasanya, apabila hendak berangkat berperang, beliau selalu menampakkan seolah-olah bukan untuk berperang. Bahkan, beliau mengajak kabilah-kabilah Arab dan orang-orang badui agar berangkat bersama beliau. Singkat cerita, Nabi dan para sahabat telah siap bertempur melawan musuh.

Namun, pasukan Romawi tak kunjung muncul. Ternyata, pasukan Romawi tidak berani berperang. Mereka berpencar di batas wilayah mereka masing-masing. Pasukan Romawi lebih senang tinggal di dalam wilayah Syam untuk berlindung di benteng-bentengnya ketika sampai kepada mereka berita tentang kekuatan pasukan Muslimin.

Rasulullah menetap di Tabuk selama 20 hari, dan mengirim beberapa pasukan kecil ke sekitar daerah Tabuk. Tindakan ini ternyata menambah kekuatan dan wibawa Islam di wilayah utara jazirah Arab serta membuka jalan ke arah penaklukan daerah Syam. Syekh Ibnul Qayyim al-Jauziy menuturkan, ketika sampai di Tabuk, Rasulullah didatangi penguasa Ailah yang menawarkan perdamaian dan jizyah. Dia juga didatangi penduduk Jarba dan Adzrah untuk memberikan jizyah.

Kepergian Rasulullah SAW dan para sahabatnya menuju Tabuk menyelipkan begitu banyak hikmah. Perang ini dianggap sebagai ajang latihan fisik kaum Muslimin, di mana membutuhkan waktu 50 hari; 30 hari perjalanan pulang pergi dan 20 hari masa menaklukkan musuh di sekitar Tabuk.

Tujuan dari perang ini pun untuk mempersiapkan mereka dalam memikul risalah demi melindungi penyebaran Islam di luar semenanjung jazirah Arab. Kabilah-kabilah Arab saat itu pun terpengaruh oleh Rasulullah SAW dan dakwah Islam.

 

REPUBLIKA