Doa Mengalir untuk Kesembuhan Ustaz Arifin Ilham

Pendiri Majelis Zikir Adz Dzikra terbaring lemah di rumah sakit. Sejumlah pejabat seperti Gubernur DKI Anies Baswedan dan Kapolri Tito Karnavian telah menjenguk Ustaz Arifin di RSCM, kemarin

Keduanya mendoakan kesembuhan Ustaz Arifin agar bisa beraktivitas seperti semula.

Di media sosial ucapan doa tak henti-hentinya mengalir dari Twitter, Facebook maupun Instagram.

Di laman resmi Ustaz Arifin Ilham di Facebook, doa disampaikan pengguna di kolom komentar status terakhir pendiri Majelis Adz-Zikra itu pada 4 Januari lalu.

“Ya Allah sesungguh nya Tuan Guru kami KH Arifin Ilham ditimpa sakit ya Allah engkau Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang sembuhkan sehatkanlah Tuan Guru kami KH Arifin Ilham …amiin,” tulis pengguna dengan akun Rizza Fabregas.

Akun lain, Zalika Bela, mendoakan agar Ustaz Arifin Ilham diberikan kemudahan untuk terus berjihad dan berdakwah di jalan Allah. Ia juga sempat bertanya-tanya soal ketidakhadiran Ustaz Arifin saat dzikir pagi.

 

“Assalamualaikum wr wb Ustadz… Mudah2an sll dlm perlindungan ALLAH SWT. Ustadz sdg sakit kah? hingga tdk bs hadir pd dzikir akbar pagi ini? Terus berjihad dakwah dan hijrah ustadz Doa kami terus utk para murabbi dan ulama negeri ini utk keselamatan dunia dan akhirat Aamiin YRA,” tulisnya.

Tak jauh berbeda dengan di Facebook, di Twitter, ucapan doa untuk kesembuhan Arifin Ilham juga mengalir.  “Kami turut mendoakan smg ustadz Arifin Ilham cepat sembuh dan memimpin majelis zikir lagi. Aamiin,” kicau akun Medi Bazargan.

Ustaz Muslih dari Majelis Adz-Dzikra mengatakan, sudah menjenguk Ustaz Arifin Ilham, Senin malam (7/1). Saat dijenguk, kondisi Arifin Ilham masih terkulai lemah di rumah sakit. “Keadaan beliau masih sangat lemah dan belum bisa diajak komunikasi,” kata Ustaz Muslih saat dihubungi.

Ia menyampaikan, Ustaz Arifin Ilham saat ini sangat butuh didoakan karena akhir-akhir ini kesehatan kerap menurun. Terlebih lagi, ia merupakan penyintas kanker getah bening stadium 4A. “Saat ini beliau butuh istirahat untuk pemulihannya,” ujar dia.

Beberapa waktu yang lalu, Ustaz Arifin Ilham sempat memimpin zikir nasional yang diadakan Harian Republika pada malam pergantian tahun. Ketika memimpin zikir, dirinya sudah terlihat tidak fit, suaranya lebih serak, dan pelan.

Meski begitu, kalimat zikir yang keluar dari mulutnya tetap bergema hingga jamaah Masjid At-Tin larut dalam lantunan kalimat pujian kepada sang Khalik.

Perubahan

Pergantian tahun, baik Hijriyah maupun Masehi, memperlihatkan makna perubahan. Perubahan mengandung arti pergeseran (taghayyur) atau gerakan (harakah) menuju kesempurnaan atau kualitas yang lebih baik.

Seorang dikatakan berubah, demikian menurut Syekh Yusuf Qaradhawi, bila telah bergeser atau bergerak dari posisinya semula (yataharrak `an wujudih al-awwal). Tanpa pergeseran atau pergerakan maka tak terjadi makna perubahan.

Perubahan menjadi penting dalam kehidupan ini sekurang-kurangnya karena tiga alasan. Pertama, perubahan merupakan tanda kehidupan (`alamt al-hayah). Ini berarti, hidup tanpa perubahan sama dengan mati.

Kedua, perubahan adalah watak dari alam ini. Setiap benda, termasuk manusia terkena hukum perubahan. Tak ada yang tidak berubah di alam ini, kecuali perubahan itu sendiri.

Ketiga, di balik setiap perubahan terkandung harapan. Maka, dalam setiap pergantian tahun, timbul harapan semoga kita lebih baik daripada sebelumnya.

Dalam konteks kedatangan Nabi Muhammad SAW, perubahan yang dilakukan adalah transformasi sosial dan kultural Arab jahiliyah ke dalam sistem Islam. Transformasi ini menjadi misi penting Muhammad SAW seperti dipesankan Alquran, ”Alif, laam raa. (ini adalah) kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka.” (QS Ibrahim [14]: 1).

Perubahan tidak terjadi sendiri dan tak datang dari langit secara taken for granted. ”Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu mengubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Al-Anfal [8]: 53).

Untuk terjadinya perubahan, apalagi perubahan besar yang mengubah kehidupan (transformatif), diperlukan lima syarat sebagai pendukung. Pertama, mindset, pola pikir dan niat yang kuat untuk maju dan berubah. Kedua, knowledge, ilmu sebagai landasan perubahan.

Ketiga, strategic plan, program unggulan sesuai ilmu dan human capital yang dimiliki. Keempat, act (amal), yaitu tindakan yang dapat mengubah kemungkinan menjadi kenyataan. Kelima, sikap pantang menyerah. Rencana perubahan gagal di tengah jalan atau hanya berumur pendek sering kali hanya karena kita tidak memiliki sifat yang satu ini.

Semoga kita bisa memaknai pergantian tahun dengan rencana perubahan yang akan membawa kehidupan kita lebih baik. Ingat, Islam mengajarkan agar hari ini lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

Oleh:  A Ilyas Ismail

KHAZANAH REPUBLIKA

Berguru kepada Sang Raja Para Ulama

PERNAH mendengar julukan sulthanul ulama (rajanya para ulama)? Iya, julukan itu disematkan pada seorang alim yang bernama Al-‘Izz bin Abdussalam. Dua minggu ini, kami mengaji kitab beliau yang berjudul Fawaidul Balwaa Wal Mihan (Hikmah Cobaan dan Ujian).

Ada 17 alasan mengapa kita tak boleh mengeluh di tengah gempuran musibah, bencana, cobaan dan ujian. Tulisan kali ini tidak dimaksudkan mengurai ketujuh belas alasan itu, melainkan sisi lain dari kehidupan sang raja ulama ini.

Saya benar-benar jatuh hati pada ulama yang juga disebut dengan nama Izzuddin bin Abdissalam ini. Ketegaran dan ketegasannya serta kezuhudannya begitu luar biasa. Keberpihakan beliau pada urusan akhirat benar-benar tercermin dari kehidupan kesehariannya. Lalu bagaimanakah kira-kira kehidupan keluarganya? Mampukah isterinya menempatkan diri untuk mengikuti irama kehidupan beliau? Ahaaa, ada kisah menarik tentang ini.

Di suatu masa, harga kebun di daerah Syekh Izzuddin amatlah murah. Harganya terjun payung dari tinggi menjadi rendah. Isterinya menyerahkan perhiasan dan harta simpanannya kepada beliau agar dijual dan dibelikan kebun untuknya. Sungguh isteri yang baik, memasrahkan urusan besar ini kepada keputusan suami. Syekh Izzuddin menjual harta dan perhiasan itu. Uang pun ada di tangan beliau.

Saat uang ada di tangan Syekh, terlihat ada banyak manusia yang butuh bantuan keuangan demi kebutuhan pokok hidupnya. Syekh Izzuddin membagi-bagikan uang itu kepada mereka sebagai shadaqah. Syekh pun pulang dengan pikiran tenang dan hati riang.

Sesampainya di rumah, sang isteri tercintanya bertanya dengan penuh senyum dan harap: Apakah sudah dibelikan kebun dan rumah untuk kita? Syekh Izzuddin menjawab: Sudah kubelikan kebun, tapi tidak di sini, melainkan di surga. Aku shadaqahkan semua uang perhiasanmu itu kepada orang yang membutuhkan.

Para pembaca, sahabat dan saudaraku, bisakah dibayangkan nuansa hati sang isteri? Ahaa… berat sekali bayangannya, bukan? Ternyata isteri sang teladan kita ini menjawab dengan senyum: Terimakasih ya, semoga Allah membalas kebaikanmu wahai suamiku. Luar biasa keluarga Syekh kita yang satu ini. SEmoga keluarga kita selalu menjadi keluarga yang kompak di jalan yang diridlai Allah. Salam, AIM. [*]

 

Inilah Mozaik

Hajar Aswad Turun dari Surga Lebih Putih dari Susu

HAJAR Aswad maknanya adalah batu hitam. Batu itu kini ada di salah satu sudut Ka`bah yang mulia yaitu di sebelah tenggara dan menjadi tempat start dan finish untuk melakukan ibadah tawaf di sekeliling Ka`bah.

Dinamakan juga Hajar As`ad, diletakkan dalam bingkai dan pada posisi 1,5 meter dari atas permukaan tanah. Batu yang berbentuk telur dengan warna hitam kemerah-merahan. Di dalamnya ada titik-titik merah campur kuning sebanyak 30 buah. Dibingkai dengan perak setebal 10 cm buatan Abdullah bin Zubair, seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Batu ini asalnya dari surga sebagaimana disebutkan dalam hadis sahih yang diriwayatkan oleh sejumlah ulama hadis. Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Hajar Aswad turun dari surga berwarna lebih putih dari susu lalu berubah warnanya jadi hitam akibat dosa-dosa bani Adam.” (HR Timirzi, An-Nasa`I, Ahmad, Ibnu Khuzaemah dan Al-Baihaqi).

Dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersada, “Demi Allah, Allah akan membangkit hajar Aswad ini pada hari kiamat dengan memiliki dua mata yang dapat melihat dan lidah yang dapat berbicara. Dia akan memberikan kesaksian kepada siapa yang pernah mengusapnya dengan hak.” (HR Tirmizy, Ibnu Majah, Ahmad, Ad-Darimi, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, At-Tabrani, Al-Hakim, Al-Baihaqi, Al-Asbahani).

At-Tirmizi mengatakan bahwa hadis ini hadis hasan. Sedangkan Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih dalam kitab Shahihul Jami` no. 2180, 5222 dan 6975.

Dari Abdullah bin Amru berkata, “Malaikat Jibril telah membawa Hajar Aswad dari surga lalu meletakkannya di tempat yang kamu lihat sekarang ini. Kamu tetap akan berada dalam kebaikan selama Hajar Aswad itu ada. Nikmatilah batu itu selama kamu masih mampu menikmatinya. Karena akan tiba saat di mana Jibril datang kembali untuk membawa batu tersebut ke tempat semula.” (HR Al-Azraqy).

Bagaimanapun juga Hajarul Aswad adalah batu biasa, meskipun banyak kaum muslimin yang menciumnya atau menyentuhnya, hal tersebut hanya mengikuti apa yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Umar bin Al-Khattab berkata, “Demi Allah, aku benar-benar mengetahui bahwa engkau adalah batu yang tidak bisa memberi mudarat maupun manfaat. Kalalulah aku tidak melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menciummu aku pun tidak akan melakukannya.”

Wallahu a`lam bish-shawab, wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

Inilah Mozaik

Empat Jenis Buah Kering Ini Aman Disantap Penderita Diabetes

Seorang penderita diabetes tentunya perlu mengatur pola dan taat aturan makan. Namun, bukan berarti mereka tidak bisa memakan makanan manis.

Penelitian terbaru menunjukkan orang dengan diabetes dan pengikut diet berdasarkan indeks glikemik (GI) dapat menikmati buah-buahan kering karena tidak akan menyebabkan lonjakan gula darah dibandingkan makanan bertepung, seperti roti putih.

John Sievenpiper dari Rumah Sakit St Michael di Toronto dan peneliti Cyril Kendall dari Clinical Nutrition and Risk Factor Modi menunjukkan sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nutrition and Diabetes ada potensi bagi produsen makanan untuk mengembangkan makanan rendah GI dengan reformulasi yang mencakup buah kering.

Indeks glikemik dikembangkan oleh David Jenkins dari Rumah Sakit St Michael pada awal 1980-an.  Indeks glikemik digunakan sebagai cara untuk menjelaskan bagaimana karbohidrat yang berbeda mempengaruhi glukosa darah. Indeks itu dibuat untuk mengetahui makanan mana yang terbaik untuk penderita diabetes.

“Makanan tinggi pada indeks GI, seperti roti putih, kebanyakan sereal sarapan, kentang, dan nasi menghasilkan lonjakan glukosa darah dan insulin. Karbohidrat dalam makanan rendah GI, termasuk pasta, kacang-kacangan, kacang lentil dan biji-bijian tertentu seperti barley dan oats dipecah lebih lambat. Karbohidrat tersebut menyebabkan peningkatan glukosa darah dan insulin lebih moderat,” kata Sievenpiper.

Penelitian ini membandingkan respons glikemik dari empat buah kering, di antaranya kurma, aprikot, kismis, dan sultana dengan roti putih. Penelitian dilakukan pada 10 peserta sehat. Penelitian menemukan buah memiliki GI lebih rendah dan dapat menurunkan respons glikemik roti putih melalui perpindahan setengah dari karbohidrat yang tersedia.

“Orang-orang sering khawatir tentang sumber gula dan buah-buahan. Apa yang kami tunjukkan di sini adalah buah kering juga memiliki indeks glikemik yang lebih rendah, sehingga tidak akan menaikkan gula darah terlalu banyak, ” kata Sievenpiper.

Studi ini menemukan orang dapat menggunakan buah-buahan kering sebagai sumber makanan indeks glikemik rendah untuk menggantikan makanan indeks glikemik yang lebih tinggi. Buah kering dianggap akan lebih disukai untuk kraker atau camilan berbasis biji-bijian.

Sievenpiper mengatakan, uji coba acak yang lebih panjang dan lebih besar akan diperlukan untuk memastikan apakah buah kering dapat berkontribusi pada perbaikan berkelanjutan dalam pengendalian glikemik, dan apakah buah-buahan kering lainnya memiliki GI yang sama. Penelitian ini menerima pendanaan dari International Nut and Dry Fruit Council Foundation dan National Dried Fruit Trade Association. Makanan disediakan oleh Asosiasi Perdagangan Buah Kering Nasional di AS.

Manfaat Kurma untuk Jamaah Umrah dan Haji

Kurma adalah buah yang disukai Rasulullah. Sejak dulu buah ini dinikmati banyak orang karena kelezatannya.Jamaah haji dan umrah sangat mudah menemukan buah kurma di Tanah Suci. Ketika berkunjung ke Madinah, biasanya mereka diarahkan untuk mendatangi sebuah kebun kurma yang luas sekali.

Di sana mereka dapat memborong kurma berapa pun yang diinginkan. Ketika musim haji, perkebunan kurma di Madinah dapat menjual beberapa ton kurma.Mereka meraup dan menikmati keuntungan besar. Perekonomian Saudi pun meningkat. Masyarakat di sana menjadi semakin sejahtera.

Berikut ini adalah tiga manfaat buah kurma bagi jamaah haji dan umrah di Tanah Suci.

Menambah Tenaga

Jamaah haji dan umrah biasanya belum terbiasa dengan masakan Arab yang menggunakan bumbu kapulaga dan kayu manis. Mereka baru mendap- atkan jatah makan pada waktu-waktu tertentu. Misalkan sarapan pagi disediakan pada pukul 7.00 waktu setem- pat. Makan siang baru mereka nikmati setelah Zhuhur.

Sedangkan, makan malam biasanya baru dibagikan pada pukul 20.00 atau bahkan lebih malam lagi. Nah, di luar jatah makan tadi, jamaah harus kreatif mencari cemilan. Kalau ingin tidak sulit, jamaah cukup memborong kurma.

Harganya terjangkau, mulai 5 hingga puluhan riyal per kilogram, tergantung jenis. Dengan mengonsumsi kurma, jamaah akan tetap men- dapatkan asupan dan terhindar dari sakit perut.

Mencegah Penyakit

Buah kurma juga mengandung antioksidan dan berbagai nutrisi yang diperlukan untuk daya tahan tubuh. Asupan tersebut sangat dibutuhkan untuk menjaga stamina tubuh agar terhindar dari penyakit. Haji dan umrah adalah ibadah fisik yang menguras tenaga.

Tawaf mengharuskan jamaah berjalan kaki mengelilingi Ka’bah hingga tujuh kali. Setiap putaran jamaah menempuh perjalanan mulai 100 — 200 meter. Sa’i lebih jauh lagi. Sekali jalan saja dari bukit Shafa ke Marwah sudah mencapai 400 meter. Jika dikalikan tujuh putaran, menjadi 2,8 kilometer. Jika jamaah mengonsumsi kurma dan nutrisi yang cukup, stamina dapat terjaga dan ibadah haji-umrah sukses terlaksana.

Ibadah Sunah

Mengonsumsi kurma merupakan ibadah sunah. Sebab, Rasulul- lah menikmati buah ini. Bahkan, Nabi menyebutnya sebagai buah surga. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda, Barang siapa mengkonsumsi tujuh butir kurma Ajwah pada pagi hari, pada hari itu ia tidak akan terkena racun ataupun sihir.

Teladani Rasulullah jika ingin Tenang dan Damai

MEMAAFKAN adalah refleksi kesejatian cinta yang memampukan seseorang tak terbelenggu oleh sesuatu yang menyakitkan untuk kemudian move on pada hal lain yang membuka peluang bahagia. Orang besar yang prestasinya dikenang oleh sejarah bisa dipastikan sebagai pemilik karakter pemaaf. Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik untuk senantiasa menjadi referensi sikap dalam hal memaafkan ini.

Rangkaian kebaikan hanya akan lahir sempurna dari asal yang kuat dan bersih. Asal yang kuat dan bersih adalah asal yang bebas dari kotoran jiwa, jauh dari laknat dan dekat dengan rahmat. Rasulullah adalah sumber rahmat, maka semua hal dari beliau adalah kebenaran, kebaikan dan keindahan. Inilah, menurut Ibnu Athaillah Al-Sukandari dalam kitan Latha’if al-Minannya, makna hakiki dari ayat: “Dan tidak Kami utus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Alam, menurut beliau, adalah segala sesuatu selain Allah.

Memberi adalah refleksi kesejatian cinta yang memungkinkan seseorang untuk memiliki ikatan ruhaniyah kuat dengan alam sekitarnya. Alam seisinya adalah sekumpulan ikatan yang bertalitemali satu dengan lainnya. Manusia menempati ruang hidup yang tak mungkin mandiri dalam makna bahasa. Hanya mereka yang memberi yang akan bisa sempurna menerima atas nama cinta.

Rasulullah Muhammad SAW adalah manusia sempurna yang karakter kedermawanannya layak menjadi rujukan hidup. Memberi seakan tak takut miskin dan akhirnya beliau tak pernah miskin dalam makna yang sesungguhnya. Miskin adalah kondisi kehidupan yang tak pernah puas dan selalu disiksa oleh keinginan dan kebutuhan.

Hasilnya adalah bahwa beliau menjadi pemilik ikatan ruhaniah terkuat sepanjang sejarah kemanusiaan. Nama beliau adalah nama terbanyak disebut sepanjang zaman, kepribadian beliau adalah yang paling dipuji di dunia barat dan dunia timur. Semoga kita sebagai ummatnya bisa meneladaninya. Maafkanlah kesalahan orang lain, maka kitapun kan dimaafkan. Memberilah maka kitapun kan diberi tambahan nikmat. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

Amalan Sang Calon Ahli Surga

DALAM sanad Imam Ahmad diriwayatkan dari Anas ra bahwa ketika itu para sahabat tengah duduk-duduk bersama Rasululullah, kemudian beliau bersabda, “Akan datang kepada kalian di jalan yang kecil ini seorang laki-laki di antara ahli surga (rojulun min ahli jannah)..”

“Dan kemudian datang seorang laki-laki dari golongan Anshar yang jenggotnya itu basah bekas air wudhu, ia menjinjing sandalnya di tangan kirinya kemudian dia mengucapkan salam kepada Rasul dan para sahabat yang ada di sana.”

“Besoknya Rasulullah SAW bersabda lagi, “Akan datang kepada kalian seorang laki-laki calon ahli surga” Dan ternyata, orangnya sama, kemudian di hari ketiga Rasulullah SAW kembali bersabda, dan yang muncul orang itu lagi”

“Hal demikian mengundang rasa penasaran salah seorang sahabat, yang bernama Abdullah bin Amr untuk mengetahui amaliah apa yang dilakukan oleh si laki-laki yang disebut-sebut oleh Rasulullah sebagai calon ahli surga, kemudian Abdullah bin Amr bersiasat untuk mengetahui amaliah tersebut dengan berpura-pura tengah bertengkar dengan keluarganya di rumah, sehingga ia minta izin untuk tinggal di rumah si laki-laki calon ahli surga tersebut..”

“Abdullah bin Amr akhirnya tinggal di rumah laki-laki tersebut hingga tiga malam, ia mencoba mengamati setiap gerak-gerak sang calon ahli surga; ternyata sang calon ahli surga tidak pernah salat malam, salat tahajud, kecuali tatkala dia berbalik dalam tidurnya, ia selalu berzikir kepada Allah dan bertakbir, demikianlah, sampai ia terjaga hanya untuk salat subuh saja..,

“Dan setelah hari ketiga, setelah Abdullah bin Amr mengetahui hanya amalan itu saja yang dilakukan oleh si Ahli Surga, akhirnya Abdullah berterus terang kepada orang tersebut; dan ia berkata kepada Anshor tadi bahwa sebenarnya antara ia dan bapaknya tidak ada kebencian pertengkaran, tapi sebetulnya ia hanya ingin tinggal di rumah calon ahli surga saja, sebab Rasulullah pernah berkata tiga kali bahwa ia calon ahli surga., hanya ingin tahu apa yang dilakukan oleh si calon ahli surga agar ia bisa mencontohnya..”

“Si calon ahli surga mengatakan bahwa ia tidak melakukan amaliah lain kecuali yang dilihat oleh Abdullah bin Amr, ditambah dengan sedikit amal lain yaitu bahwa ia tidak pernah menyimpan rasa benci, ia tidak pernah menipu atau berbuat curang kepada orang lain dan tidak pernah punya rasa hasad atau iri atas kebaikan yang telah Allah berikan atas orang lain.”.[]

 

 

Amalan Shalih Saat Turun Hujan

Apa saja amalan shalih yang bisa dilakukan saat turun hujan? Berikut Muslim.Or.Id sarikan dari berbagai penjelasan ulama.

Segala puji bagi Allah, pada saat ini Allah telah menganugerahkan kita suatu karunia dengan menurunkan hujan melalui kumpulan awan. Allah Ta’ala berfirman,

أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (68) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (69)

Maka terangkanlah kepadaku tentang air yang kamu minum. Kamukah yang menurunkannya atau Kamikah yang menurunkannya?” (QS. Al Waqi’ah [56] : 68-69)

Begitu juga firman Allah Ta’ala,

وَأَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرَاتِ مَاءً ثَجَّاجًا (14)

Dan Kami turunkan dari awan air yang banyak tercurah.” (QS. An Naba’ [78] : 14)

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلَالِهِ

Maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya.” (QS. An Nur [24] : 43) yaitu dari celah-celah awan.[1]

Merupakan tanda kekuasaan Allah Ta’ala, kesendirian-Nyadalam menguasai dan mengatur alam semesta, Allah menurunkan hujan pada tanah yang tandus yang tidak tumbuh tanaman sehingga pada tanah tersebut tumbuhlah tanaman yang indah untuk dipandang. Allah Ta’ala telah mengatakan yang demikian dalam firman-Nya,

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنَّكَ تَرَى الأرْضَ خَاشِعَةً فَإِذَا أَنْزَلْنَا عَلَيْهَا الْمَاءَ اهْتَزَّتْ وَرَبَتْ إِنَّ الَّذِي أَحْيَاهَا لَمُحْيِي الْمَوْتَى إِنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Dan di antara tanda-tanda-Nya (ialah) bahwa kau lihat bumi kering dan gersang, maka apabila Kami turunkan air di atasnya, niscaya ia bergerak dan subur. Sesungguhnya Tuhan Yang menghidupkannya, Pastilah dapat menghidupkan yang mati. Sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fushshilat [41] : 39). Itulah hujan, yang Allah turunkan untuk menghidupkan tanah yang mati. Sebagaimana pembaca dapat melihat pada daerah yang kering dan jarang sekali dijumpai air seperti Gunung Kidul, tatkala hujan itu turun, datanglah keberkahan dengan mekarnya kembali berbagai tanaman dan pohon jati kembali hidup setelah sebelumnya kering tanpa daun. Sungguh ini adalah suatu kenikmatan yang amat besar.

Berikut beberapa amalan shalih saat turun hujan:

[1] Keadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Tatkala Mendung

Ketika muncul mendung, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu khawatir, jangan-jangan akan datang adzab dan kemurkaan Allah. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau berkata,

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى نَاشِئاً فِي أُفُقٍ مِنْ آفَاِق السَمَاءِ، تَرَكَ عَمَلَهُ- وَإِنْ كَانَ فِي صَلَاةٍ- ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِ؛ فَإِنْ كَشَفَهُ اللهُ حَمِدَ اللهَ، وَإِنْ مَطَرَتْ قَالَ: “اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً”

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila melihat awan (yang belum berkumpul sempurna, pen) di salah satu ufuk langit, beliau meninggalkan aktivitasnya –meskipun dalam shalat- kemudian beliau kembali melakukannya lagi (jika hujan sudah selesai, pen). Ketika awan tadi telah hilang, beliau memuji Allah. Namun, jika turun hujan, beliau mengucapkan, “Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah jadikanlah hujan ini sebagi hujan yang bermanfaat].”[2]

’Aisyah radhiyallahu ’anha berkata,

كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا رَأَى مَخِيلَةً فِى السَّمَاءِ أَقْبَلَ وَأَدْبَرَ وَدَخَلَ وَخَرَجَ وَتَغَيَّرَ وَجْهُهُ ، فَإِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ سُرِّىَ عَنْهُ ، فَعَرَّفَتْهُ عَائِشَةُ ذَلِكَ ، فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « مَا أَدْرِى لَعَلَّهُ كَمَا قَالَ قَوْمٌ ( فَلَمَّا رَأَوْهُ عَارِضًا مُسْتَقْبِلَ أَوْدِيَتِهِمْ ) »

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam apabila melihat mendung di langit, beliau beranjak ke depan, ke belakang atau beralih masuk atau keluar, dan berubahlah raut wajah beliau. Apabila hujan turun, beliau shallallahu ’alaihi wa sallam mulai menenangkan hatinya. ’Aisyah sudah memaklumi jika beliau melakukan seperti itu. Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallammengatakan, ”Aku tidak mengetahui apa ini, seakan-akan inilah yang terjadi (pada Kaum ’Aad) sebagaimana Allah berfirman (yang artinya), ”Maka tatkala mereka melihat azab itu berupa awan yang menuju ke lembah-lembah mereka.” (QS. Al Ahqaf [46] : 24)”[3]

Ibnu Hajar mengatakan, ”Hadits ini menunjukkan bahwa seharusnya seseorang menjadi kusut pikirannya jika ia mengingat-ingat apa yang terjadi pada umat di masa silam dan ini merupakan peringatan agar ia selalu merasa takut akan adzab sebagaimana ditimpakan kepada mereka yaitu umat-umat sebelumnya.”[4]

[2] Mensyukuri Nikmat Turunnya Hujan

Apabila Allah memberi nikmat hujan, dianjurkan bagi seorang muslim dalam rangka bersyukur kepada-Nya untuk membaca do’a,

اللَّهُمَّ صَيِّباً ناَفِعاً

Allahumma shoyyiban naafi’aa [Ya Allah, turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat].

Itulah yang Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ucapkan ketika melihat turunnya hujan. Hal ini berdasarkan hadits dari Ummul Mukminin, ’Aisyah radhiyallahu ’anha,

إِنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ « اللَّهُمَّ صَيِّباً نَافِعاً »

”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam ketika melihat turunnya hujan, beliau mengucapkan, ”Allahumma shoyyiban nafi’an” [Ya Allah turunkanlah pada kami hujan yang bermanfaat]”.[5]

Ibnu Baththol mengatakan, ”Hadits ini berisi anjuran untuk berdo’a ketika turun hujan agar kebaikan dan keberkahan semakin bertambah, begitu pula semakin banyak kemanfaatan.”

Al Khottobi mengatakan, ”Air hujan yang mengalir adalah suatu karunia.”[6]

[3] Turunnya Hujan, Kesempatan Terbaik untuk Memanjatkan Do’a

Ibnu Qudamah dalam Al Mughni[7]mengatakan, ”Dianjurkan untuk berdo’a ketika turunnya hujan, sebagaimana diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

اُطْلُبُوا اسْتِجَابَةَ الدُّعَاءِ عِنْدَ ثَلَاثٍ : عِنْدَ الْتِقَاءِ الْجُيُوشِ ، وَإِقَامَةِ الصَّلَاةِ ، وَنُزُولِ الْغَيْثِ

Carilah do’a yang mustajab pada tiga keadaan : [1] Bertemunya dua pasukan, [2] Menjelang shalat dilaksanakan, dan [3] Saat hujan turun.”[8]

Begitu juga terdapat hadits dari Sahl bin Sa’d, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

ثِنْتَانِ مَا تُرَدَّانِ الدُّعَاءُ عِنْدَ النِّدَاءِوَ تَحْتَ المَطَرِ

Dua do’a yang tidak akan ditolak: [1] do’a ketika adzan dan [2] do’a ketika ketika turunnya hujan.[9]

[4] Ketika Terjadi Hujan Lebat

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu saat pernah meminta diturunkan hujan. Kemudian ketika hujan turun begitu lebatnya, beliau memohon pada Allah agar cuaca kembali menjadi cerah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a,

اللَّهُمّ حَوَالَيْنَا وَلَا عَلَيْنَا,اللَّهُمَّ عَلَى الْآكَامِ وَالْجِبَالِ وَالظِّرَابِ وَبُطُونِ الْأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ

“Allahumma haawalaina wa laa ’alaina. Allahumma ’alal aakami wal jibaali, wazh zhiroobi, wa buthunil awdiyati, wa manaabitisy syajari [Ya Allah, turunkanlah hujan di sekitar kami, bukan untuk merusak kami. Ya Allah, turukanlah hujan ke dataran tinggi, gunung-gunung, bukit-bukit, perut lembah dan tempat tumbuhnya pepohonan].”[10]

Ibnul Qayyim mengatakan, ”Ketika hujan semakin lebat, para sahabat meminta pada Nabishallallahu ’alaihi wa sallam supaya berdo’a agar cuaca kembali menjadi cerah. Akhirnya beliau membaca do’a di atas.”[11]

Syaikh Sholih As Sadlan mengatakan bahwa do’a di atas dibaca ketika hujan semakin lebat atau khawatir hujan akan membawa dampak bahaya.[12]

[5] Mengambil Berkah dari Air Hujan

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami pernah kehujanan bersama Rasulullahshallallahu ’alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur hujan. Kemudian kami mengatakan, “Wahai Rasulullah, mengapa engkau melakukan demikian?” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لأَنَّهُ حَدِيثُ عَهْدٍ بِرَبِّهِ تَعَالَى

Karena hujan ini baru saja Allah ciptakan.”[13]

An Nawawi menjelaskan, “Makna hadits ini adalah hujan itu rahmat yaitu rahmat yang baru saja diciptakan oleh Allah Ta’ala. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallambertabaruk (mengambil berkah) dari hujan tersebut.”[14]

An Nawawi selanjutnya mengatakan, ”Dalam hadits ini terdapat dalil bagi ulama Syafi’iyyah tentang dianjurkannya menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar terguyur air hujan tersebut. Dan mereka juga berdalil dari hadits ini bahwa seseorang yang tidak memiliki keutamaan, apabila melihat orang yang lebih berilmu melakukan sesuatu yang ia tidak ketahui, hendaknya ia menanyakannya untuk diajari lalu dia mengamalkannya dan mengajarkannya pada yang lain.”[15]

Dalam hal mencari berkah dengan air hujan dicontohkan pula oleh sahabat Ibnu ‘Abbas. Beliau berkata,

أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَمْطَرَتِ السَّمَاءُ، يَقُوْلُ: “يَا جَارِيَّةُ ! أَخْرِجِي سَرْجِي، أَخْرِجِي ثِيَابِي، وَيَقُوْلُ: وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكاً [ق: 9].

”Apabila turun hujan, beliau mengatakan, ”Wahai jariyah keluarkanlah pelanaku, juga bajuku”.” Lalu beliau membacakan (ayat) [yang artinya], ”Dan Kami menurunkan dari langit air yang penuh barokah (banyak manfaatnya).” (QS. Qaaf [50] : 9)” [16]

[6] Dianjurkan Berwudhu dengan Air Hujan

Ibnu Qudamah mengatakan, ”Dianjurkan untuk berwudhu dengan air hujan apabila airnya mengalir deras.”[17]

Dari Yazid bin Al Hadi, apabila air yang deras mengalir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammengatakan,

اُخْرُجُوا بِنَا إلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللَّهُ طَهُورًا ، فَنَتَطَهَّرَمِنْهُ وَنَحْمَدَ اللّهَ عَلَيْهِ

Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci.” Kemudian kami bersuci dengan air tersebut dan memuji Allah atas nikmat ini.”[18]

Namun, hadits di atas adalah hadits yang lemah karena munqothi’ (terputus sanadnya) sebagaimana dikatakan oleh Al Baihaqi[19].

Ada hadits yang serupa dengan hadits di atas dan shahih,

كَانَ يَقُوْلُ إِذَا سَالَ الوَادِي ” أُخْرُجُوْا بِنَا إِلَى هَذَا الَّذِي جَعَلَهُ اللهُ طَهُوْرًا فَنَتَطَهَّرُ بِهِ “

“Apabila air mengalir di lembah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Keluarlah kalian bersama kami menuju air ini yang telah dijadikan oleh Allah sebagai alat untuk bersuci”. Kemudian kami bersuci dengannya.”[20]

[7] Janganlah Mencela Hujan

Sungguh sangat disayangkan sekali, setiap orang sudah mengetahui bahwa hujan merupakan nikmat dari Allah Ta’ala. Namun, ketika hujan dirasa mengganggu aktivitasnya, timbullah kata-kata celaan, “Aduh!! hujan lagi, hujan lagi”.

Perlu diketahui bahwa setiap yang seseorang ucapkan, baik yang bernilai dosa atau tidak bernilai dosa dan pahala, semua akan masuk dalam catatan malaikat. Allah Ta’ala berfirman,

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ

Tiada suatu ucapanpun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir.” (QS. Qaaf [50] : 18)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً ، يَرْفَعُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لاَ يُلْقِى لَهَا بَالاً يَهْوِى بِهَا فِى جَهَنَّمَ

Sesungguhnya ada seorang hamba berbicara dengan suatu perkataan yang tidak dia pikirkan lalu Allah mengangkat derajatnya disebabkan perkataannya itu. Dan ada juga seorang hamba yang berbicara dengan suatu perkataan yang membuat Allah murka dan tidak pernah dipikirkan bahayanya lalu dia dilemparkan ke dalam jahannam.[21]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menasehatkan kita agar jangan selalu menjadikan makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa sebagai kambing hitam jika kita mendapatkan sesuatu yang tidak kita sukai. Seperti beliau melarang kita mencela waktu dan angin karena kedua makhluk tersebut tidak dapat berbuat apa-apa.

Dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’alaberfirman,

قَالَ اللَّهُ تَعَالَى يُؤْذِينِى ابْنُ آدَمَ ، يَسُبُّ الدَّهْرَ وَأَنَا الدَّهْرُ ، بِيَدِى الأَمْرُ ، أُقَلِّبُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ

Manusia menyakiti Aku; dia mencaci maki masa (waktu), padahal Aku adalah pemilik dan pengatur masa, Aku-lah yang mengatur malam dan siang menjadi silih berganti.[22]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

لاَ تَسُبُّوا الرِّيحَ

Janganlah kamu mencaci maki angin.”[23]

Dari dalil di atas terlihat bahwa mencaci maki masa (waktu) dan angin adalah sesuatu yang terlarang. Begitu pula halnya dengan mencaci maki makhluk yang tidak dapat berbuat apa-apa, seperti mencaci maki angin dan hujan adalah terlarang.

Larangan ini bisa termasuk syirik akbar (syirik yang mengeluarkan seseorang dari Islam) jika diyakini makhluk tersebut sebagai pelaku dari kejelekan yang terjadi. Meyakini demikian berarti meyakini bahwa makhluk tersebut yang menjadikan baik dan buruk. Ini sama saja dengan menyatakan ada pencipta selain Allah. Namun, jika diyakini yang menakdirkan adalah Allah sedangkan makhluk-makhluk tersebut bukan pelaku dan hanya sebagai sebab saja, maka seperti ini hukumnya haram, tidak sampai derajat syirik. Dan apabila yang dimaksudkan cuma sekedar pemberitaan, -seperti mengatakan, “Hari ini hujan deras, sehingga kita tidak bisa berangkat ke masjid untuk shalat”, tanpa ada tujuan mencela sama sekali maka seperti ini tidaklah mengapa.[24]

Intinya, mencela hujan tidak terlepas dari hal yang terlarang karena itu sama saja orang yang mencela hujan mencela Pencipta hujan yaitu Allah Ta’ala. Ini juga menunjukkan ketidaksabaran pada diri orang yang mencela. Sudah seharusnya lisan ini selalu dijaga. Jangan sampai kita mengeluarkan kata-kata yang dapat membuat Allah murka. Semestinya yang dilakukan ketika turun hujan adalah banyak bersyukur kepada-Nya sebagaimana telah diterangkan dalam point-point sebelumnya.

[8] Berdo’a Setelah Turunnya Hujan

Dari Zaid bin Kholid Al Juhani, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat shubuh bersama kami di Hudaibiyah setelah hujan turun pada malam harinya. Tatkala hendak pergi, beliau menghadap jama’ah shalat, lalu mengatakan, ”Apakah kalian mengetahui apa yang dikatakan Rabb kalian?” Kemudian mereka mengatakan,”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهِ وَرَحْمَتِهِ. فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَا. فَذَلِكَ كَافِرٌ بِى مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ »

“Pada pagi hari, di antara hambaKu ada yang beriman kepadaKu dan ada yang kafir. Siapa yang mengatakan ’Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah)makadialah yang beriman kepadaku dan kufur terhadap bintang-bintang. Sedangkan yang mengatakan ‘Muthirna binnau kadza wa kadza’ (Kami diberi hujan karena sebab bintang ini dan ini), maka dialah yang kufur kepadaku dan beriman pada bintang-bintang.”[25]

Dari hadits ini terdapat dalil untuk mengucapkan ‘Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih’ (Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah) setelah turun hujan sebagai tanda syukur atas nikmat hujan yang diberikan.

Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah mengatakan, ”Tidak boleh bagi seseorang menyandarkan turunnya hujan karena sebab bintang-bintang. Hal ini bisa termasuk kufur akbar yangmenyebabkan seseorang keluar dari Islam jika ia meyakini bahwa bintang tersebut adalah yang menciptakan hujan. Namun kalau menganggap bintang tersebut hanya sebagai sebab, maka seperti ini termasuk kufur ashgor (kufur yang tidak menyebabkan seseorang keluar dari Islam). Ingatlah bahwa bintang tidak memberikan pengaruh terjadinya hujan. Bintang hanya sekedar waktu semata.”[26]

Demikian beberapa amalan yang bisa diamalkan ketikan hujan turun. Hanya Allah yang memberi taufik.

(*) Pembahasan di atas dicuplik dari buku karya penulis “Panduan Amalan Shalih di Musim Hujan” yang telah diterbitkan Pustaka Muslim.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/19026-amalan-shalih-saat-turun-hujan.html