Surat Quraisy (قريش) adalah surat ke-106 dalam Al Quran. Berikut ini terjemahan, asbabun nuzul, dan tafsir Surat Quraisy.
Surat ini terdiri dari empat ayat dan merupakan Surat Makkiyah. Hanya beberapa ulama yang menyebutnya Madaniyah. Ia adalah surat ke-29 yang turun kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yakni setelah Surat At Tin dan sebelum Surat Al Qariah.
Dinamakan surat Quraisy diambil dari ayat pertama dari surat ini. Quraisy adalah suku terkuat dan paling berpengaruh di Makkah.
Surat Quraisy beserta Artinya
Berikut ini Surat Quraisy dalam tulisan Arab, tulisan latin dan artinya dalam bahasa Indonesia:
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ . إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ . فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ . الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
(Li,iilaafi quroisy. Iilaafihim rihlatasy syitaa,i wash shoif. Fal ya’buduu robba haadzal bait. Alladzii ath’amahum min juu’iw wa aamanahum min khouf)
Artinya:
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Asbabun Nuzul
Sebagian mufassirin menjelaskan, Surat Quraisy ini diturunkan Allah untuk mengingatkan orang-orang Quraisy akan nikmat-nikmat Allah. Salah satunya adalah nikmat keamanan, yang pada surat Al Fil diterangkan kebinasaan pasukan bergajah yang hendak menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka’bah.
Dengan rasa aman itu, orang-orang Quraisy bisa menjalankan kebiasaan mereka berupa bepergian pada musim dingin dan musim panas. Surat ini juga mengingatkan nikmat Allah lainnya berupa makanan.
Dengan demikian banyaknya nikmat itu, semestinya orang-orang Quraisy menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun.
Ketika menjelaskan asbabun nuzul Surat Quraisy, Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Tafsir Al Munir mengetengahkan hadits yang juga dikutip Ibnu Katsir dalam tafsirnya. Dari Ummu Hani’ binti Abu Thalib, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
فضل الله قريشا بسبع خلال : أني فيهم و أن النبوة فيهم و الحجابة فيهم و السقاية فيهم و أن الله لنصرهم على الفيل و أنهم عبدوا الله عشر سنين لا يعبده غيرهم و أن الله أنزل فيهم سورة من القرآن
“Allah memuliakan kaum Quraisy dengan tujuh hal. Aku dari kalangan mereka, kenabian ada pada mereka, hijabah dan siqayah ada pada mereka, Allah menolong mereka dari pasukan gajah. Mereka menyembah Allah selama sepuluh tahun saat tidak ada kaum selain mereka yang menyembah-Nya. Dan Allah menurunkan satu surat di dalam Al Quran yang berbicara mengenai mereka.” Lalu Rasulullah membaca Surat Quraisy. (HR. Baihaqi; hasan)
Tafsir Surat Quraisy
Tafsir surat Quraisy ini bukanlah tafsir baru. Kami berusaha mensarikan dari Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Fi Zhilalil Quran, Tafsir Al Azhar, Tafsir Al Munir dan Tafsir Al Misbah. Agar ringkas dan mudah dipahami.
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ . إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ . فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ . الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah). Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS. Quraisy: 1-4)
Surat Quraisy ayat 1
لِإِيلَافِ قُرَيْشٍ
Karena kebiasaan orang-orang Quraisy,
Ibnu Jarir mengatakan, huruf lam (ل) di awal ayat ini menunjukkan makna ta’ajjub. Seakan-akan disebutkan, kagumlah kamu terhadap kebiasaan orang-orang Quraisy dan nikmat-Ku yang telah Kulimpahkan kepada mereka.
Ibnu Katsir menjelaskan, iilaaf (إيلاف) artinya adalah kebiasaan atau tradisi.
Disebut suku Quraisy diambilkan dari nama tokohnya, Quraisy. Quraisy adalah gelar dari An Nadhr bin Kinanah, yang merupakan kakek Rasulullah yang ketiga belas. Rasulullah Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin Nadhr bin Kinanah.
Ada juga yang mengatakan bahwa Quraisy adalah Fihr. Manapun yang benar, hampir semua penduduk asli Makkah adalah keturunan Quraisy.
Kata Quraisy (قريش) berasal dari kata At Taqarrusy (التقرش) yang artinya keterhimpunan. Anggota suku ini tadinya terpencar-pencar lalu menyatu dalam himpunan yang sangat kokoh sehingga disebut Quraisy.
Ada pula pendapat bahwa Quraiys berasal dari kata Qarasya (قرش) yang artinya berusaha atau mencari. Suku ini dinamakan Quraisy karena terkenal sebagai pengusaha yang ulet dan selalu mencari orang-orang yang butuh untuk dibantu.
Ada lagi yang berpendapat bahwa Quraisy berasal dari kata Qirsy (قرش) yang artinya adalah ikan hiu. Ikan ini sangat kuat, melebihi ikan-ikan lain, bahkan bisa menjungkirbalikkan perahu. Dinamakan Quraisy untuk menggambarkan kuatnya suku ini laksana ikan hiu.
Surat Quraisy ayat 2
إِيلَافِهِمْ رِحْلَةَ الشِّتَاءِ وَالصَّيْفِ
(yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Kata rihlah (رحلة) berasal dari kata rahala (رحل) yang artinya pergi ke tempat yang relatif jauh. Rihlah pada ayat ini adalah perjalanan dagang orang-orang Quraisy yang dilakukan dua kali setahun yakni pada musim dingin dan musim panas. Perjalanan ini dipelopori oleh kakek Rasulullah, Hasyim bin Abdi Manaf.
Sebelumnya, di Makkah ada istilah al I’tifar (الأعتفار). Yakni apabila penduduk Makkah mengalami kesulitan pangan, pemimpin keluarga membawa mereka ke satu tempat. Lalu membangun tenda di sana untuk tinggal hingga mati kelaparan.
Suatu hari keluarga Bani Makhzum ada yang mau melakukan al i’tifar lalu didengar oleh Hasyim, kakek Rasulullah. Maka beliau menyampaikan kepada suku Quraisy dan meminta mereka saling membantu. Dari situ mereka bersepakat untuk melakukan perjalanan dagang yang keuntungannya dibagi rata. Apa yang diperoleh si kaya, diperoleh pula dalam kadar yang sama oleh si miskin. Agaknya kebiasaan inilah yang dipuji Allah dalam surat ini.
Surat Quraisy ayat 3
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka’bah).
Yakni hendaklah mereka mengesakan-Nya dalam menyembah-Nya. Dialah yang telah menjadikan bagi mereka kota yang suci lagi aman serta Ka’bah yang disucikan. Perihalnya sama dengan firman Allah Ta’ala:
إِنَّمَا أُمِرْتُ أَنْ أَعْبُدَ رَبَّ هَذِهِ الْبَلْدَةِ الَّذِي حَرَّمَهَا وَلَهُ كُلُّ شَيْءٍ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُسْلِمِينَ
Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah) Yang telah menjadikannya suci dan kepunyaan-Nya-lah segala sesuatu, dan aku diperintahkan supaya aku termasuk orang-orang yang berserah diri. (QS. An Naml: 91)
Surat Quraisy ayat 4
الَّذِي أَطْعَمَهُمْ مِنْ جُوعٍ وَآَمَنَهُمْ مِنْ خَوْفٍ
Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan.
Dialah yang memberi mereka makan agar tidak lapar dan Dialah yang telah memberikan keamanan dan banyak kemurahan kepada mereka. Maka hendaklah mereka beribadah kepada Allah dengan mengesakan-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.
Dua kenikmatan dalam ayat terakhir ini, keejahteraan ekonomi dan stabilitas keamanan, merupakan dua hal sangat penting bagi kebahagiaan masyarakat. Dan nikmat-nikmat Allah atas Quraiys ini mereka peroleh karena Allah menempatkan ‘rumah’-Nya di sana. Sehingga disebutkan di ayat 3, rabba haadzal bait. Seandainya Allah tidak menempatkan rumah-Nya di sana, niscaya mereka tidak akan memperoleh keistimewaan dan kemudahan tersebut.
Penutup Tafsir Surat Quraisy
Surat Quraisy ini terkait erat dengan Surat Al Fil. Bahkan sebagian ulama menyebutnya satu surat. Surat Al Fil menjelaskan penghancuran pasukan gajah yang akan menyerang Ka’bah, Surat Quraisy menjelaskan nikmat Allah kepada Quraisy karena Ka’bah di kota mereka.
Surat Quraisy mengingatkan nikmat-nikmat Allah yang diberikan kepada Quraisy mulai dari kebiasaan perjalanan dagang mereka hingga kecukupan pangan dan stabilitas keamanan. Maka Allah pun memperingatkan mereka agar beribadah kepada-Nya tanpa menyekutukan dengan sesuatu pun.
Demikian Surat Quraisy mulai dari terjemahan, asbabun nuzul, hingga tafsir. Semoga menambah keimanan dan meningkatkan rasa syukur kita. Wallahu a’lam bish shawab.
[Muchlisin BK/BersamaDakwah]