Jamal Mirdad: Naysila Mirdad Bakal Menikah dan Jadi Mualaf

Jamal Mirdad: Naysila Mirdad Bakal Menikah dan Jadi Mualaf

Di usia 60 tahun, penyanyi Jamal Mirdad masih memiliki satu impian yang belum terwujud. Dia mengaku, ingin menyaksikan Naysila Mirdad melepas masa lajang mengingat usianya yang tak lagi muda. Maklum, dari empat anak buah pernikahannya dengan Lydia Kandou, hanya Naysila yang belum menikah.

“Harapan saya melihat Nay mendapatkan jodoh terbaik, dunia dan akhirat,” ujarnya seperti dikutip dari Starpro Indonesia, Selasa (12/5/2020).

Sejatinya, Naysila berencana menikah dengan Roestiandi Tsamanov pada tahun ini. Namun karena pandemi Corona, dia dan sang kekasih terpaksa menyesuaikan rencana tersebut. 

“Saya sih memberikan kepercayaan penuh pada anak-anak untuk menentukan pasangan mereka. Toh kan mereka yang akan menjalani nantinya. Tugas saya, hanya meluruskan kalau ada yang tidak benar nantinya,” katanya.

Naysila Mirdad dan Roestiandi Tsamanov diketahui menjalani hubungan beda agama selama 4 tahun terakhir. Namun Jamal Mirdad sang ayah mengungkapkan kemungkinan Nay menjadi mualaf sebelum menikah. 

“Insya Allah, (Nay pindah agama). Karena dalam pernikahan kan agama yang paling pokok,” ujar Jamal Mirdad

Lahir dari orangtua berbeda keyakinan, Naysila Mirdad memang dekat dengan dua agama: Islam dan Kristen. Meski mengikuti keyakinan sang ibu, namun aktris 31 tahun itu mengaku turut mempelajari agama Islam. 

Isu perpindahan agama Naysila Mirdad sebenarnya sempat berembus pada 2009. Kala itu, fotonya saat mengikuti salat Idul Adha tersebar di Internet. Namun kala itu, dia dengan tegas membantah kabar tersebut.

Dalam penjelasannya kepada awak media, Naysila menegaskan masih memeluk agama Kristen. Keberadaan foto tersebut, menurutnya, hanya sekadar dokumentasi saat terlibat dalam sebuah proyek sinetron. 

“Dalam sinetron itu, aku dikisahkan menjadi mualaf dan ingin pesan itu sampai ke penonton. Jadi kalau penonton senang ya aku berhasil,” ujarnya.

Editor: Arif

KHAZANAH REPUBLIKA

Betawi dan Awal Sejarah Percetakan Kitab-Kitab Sunda Pegon

Betawi beperan sebagai awal sejarah perceakan kitab Sunda Pegon

Berikut ini adalah halaman sampul dan pembuka dari versi terjemahan berbahasa Sunda Pegon atas kitab “Campaka Mulia”. Kitab tersebut merupakan karangan Sayyid Usman b. Yahya (w. 1913), seorang ulama sentral Betawi asal Hadramaut yang dikemudian hari menjabat sebagai mufti Batavia (sejak 1889).

Versi terjemahan bahasa Sunda dari kitab “Campaka Mulia” dikerjakan oleh Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad dari Bandung, yang masih terhitung sebagai murid dari Sayyid Usman b. Yahya. Terjemahan tersebut kemudian dicetak pada tahun 1897 dalam format cetak batu (lithography/thaba’ hajar) oleh percetakan milik Sayyid Usman b. Yahya yang terletak di Petamburan.
Tertulis pada halaman sampul:
اي كتاب دڠرانن چمفاكا مليا
كراڠان سيد عثمان بن عبد الله بن عقيل بن يحي انو مشهور
دفواراڠ دسونداكن كو كؤلا انو لوه هنا سرت بودو
رادين حاج أزهري بن رادين حاج ارساد بندوڠ

(Ieu kitab dingaranan “Campaka Mulia”/karangan Sayyid Usman b. Abdullah b. Aqil b. Yahya anu masyhur/dipiwarang di-Sunda-keun ku kawula anu leuwih hina sarta bodo/Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad Bandung//Ini kitab dinamakan “Cempaka Mulia” karangan Sayyid Usman b. Abdullah b. Aqil b. Yahya yang masyhur, diusahakan untuk diterjemahkan ke dalam bahasa Sunda oleh saya yang lebih hina dan bodoh, yaitu Raden Haji Azhari b. Raden Irsyad Bandung)
فندا كؤلا افما نڠالي ايا سله ڽونداكننا موݢي
كانو نڠالي كرس ڠلرسكن
كنو لرس

(Paneda Kaula upami ningali aya salah nyundakeunana mugi/kanu ningali kersa ngalereskeun/kanu leres//Harapan saya jika melihat ada salah dalam menerjemahkan ke dalam bahasa Sunda ini, semoga orang yang melihatnya dapat membetulkan dengan terjemahan yang benar)

Kitab “Campaka Mulia” sendiri berisi kajian tentang etika dan bekal hidup seorang manusia agar mendapatkan kualitas kehidupan yang elok dan mulia. Sistematika pembagian bahasan kitab ini terdiri dari enam buah pasal, dengan total jumlah keseluruhan halaman 30 (tiga puluh halaman).
Informasi titimangsa dicetaknya terjemahan Sunda dari kitab “Campaka Mulia” ini didapati pada bagian akhir kitab. Disebutkan di sana jika kitab ini diterjemahkan dicetak pada bulan Januari tahun 1897. Ini artinya, versi asli dari kitab ini yang berbahasa Melayu ditulis oleh pengarangnya sebelum angka tahun 1897.

Tertulis di sana:
اي فڠڠݢسسن نن سݢلا نو كاسبوت دنا كتاب اي. فند كؤلا موݢا جادي منفعت كا سكابيه انو ماج جڠ كاسكابيه نو ڠاديڠيكن جڠ نوروة كان سݢلا نودتهكن هادي ددي جڠ فراڠي نو هادي (؟) بولن جنوري 1897

(Ieu panganggeusanana nu kasebut dina kitab ieu. Paneda kaula muga jadi manpaat ka sakabeh anu maca jeung ka sakabeh nu ngadengekeun jeung nurut kana sagala nu dituduhkeun hade di dieu jeung perange nu hade [?] bulan Januari 1897//Ini adalah akhir dari yang tersebut dalam kitab ini.

Harapan saya semoga dapat menjadi menfaat pada semua yang membaca dan semua yang mendengarkan dan mematuhi segala hal yang bagu dan perangai yang bagus yang ditunjukkan dalam kitab ini [?] bulan Januari 1897)

Kita bisa mengatakan kalau kitab “Campaka Mulia” ini sebagai kategori kitab langka. Hal ini mengingat setelah cetakan pertama bertahun 1897, tidak disebutkan lagi adanya versi cetakan berikutnya. Saya sendiri mendapatkan salinan bilah kitab ini dari sahabat yang budiman, al-ustadz Abdul Aziz, seorang guru pengajar di Pulau Pinang, Malaysia.

                        * * * * *


Lebih jauh, kitab “Campaka Mulia” ini menarik untuk ditelaah dari aspek sejarah tradisi keberaksaraan (literacy/turâts) bahasa Sunda aksara Arab (Sunda Pegon). Kitab “Campaka Mulia” ini menjadi salah satu penanda era peralihan tradisi “keberaksaraan tulis tangan” (manuscripts literacy/al-turâts al-makhthûth) ke tradisi “keberaksaraan cetak” (print literacy/al-turâts al-mathbû’) dalam sejarah bahasa Sunda Pegon.

Sebelum tahun 1896, teks-teks berbahasa Sunda Pegon ditulis dan tersebar dalam bentuk naskah tulis tangan (manuskrip/makhthûth) yang lebih bersifat tradisional. Kondisi ini berlangsung sejak era islamisasi Tatar Sunda di abad ke-16 M. Berbagai karya intelektual telah lahir dan berkembang di wilayah Tatar Sunda dalam berbagai disiplin bidang keilmuan.

Selama kurang lebih empat abad lamanya, karya-karya tersebut berkembang dalam bentuknya yang tradisional, yaitu naskah tulis tangan (manuskrip). Barulah, menjelang akhir abad ke-19, sebuah tradisi baru dalam sejarah bahasa Sunda Pegon dimulai, yaitu ketika lahir dan berkembangnya beberapa naskah cetak.

Mikihiro Moriyama dalam artikelnya yang berjudul “Ketika Sastra Dicetak: Perbandingan Tradisi Tulisan Tangan dan Cetakan dalam Bahasa Sunda pada Paruh Kedua Abad ke-19” mengatakan bahwa keberaksaraan cetak telah mengubah unsur-unsur tradisi penulisan dan praksis-praksisnya. Keberaksaraan cetak juga menjadi wahana bagi bentuk-bentuk baru dari unsur-unsur kebudayaan, mencangkokkan tradisi dengan modernitas.

Sebenarnya, tradisi keberaksaraan cetak bahasa Sunda aksara Arab (Pegon) ini memang berkembang lebih belakangan daripada tradisi cetak bahasa Sunda aksara Latin (Belanda) dan Jawa (Hanacaraka). Pemerintah kolonial Hindia Belanda lebih dahulu memproduksi teks-teks cetak berbahasa Sunda sejak tahun 1850, di bawah prakarsa K.F. Holle (w. 1896) yang berkolaborasi dengan Moehammad Moesa (w. 1886) dan dua anaknya, Kartawinata dan Lasminingrat.

Holle adalah penasehat kehormatan pemerintah kolonial untuk urusan pribumi, sementara Moesa adalah penghulu besar Limbangan (Garut). Namun demikian, teks-teks berbahasa Sunda tersebut dicetak dalam aksara Jawa dan Latin, bukan dalam aksara Pegon.

Adalah Sayyid Usman b. Yahya, tokoh yang tercatat sebagai pionir gerakan percetakan kitab-kitab Sunda Pegon ini. Sayyid Usman b. Yahya adalah ulama sentral Betawi asal Hadramaut (Yaman) yang menjabat sebagai mufti Batavia dan penasehat urusan Arab untuk pemerintah kolonial (sejak 1889), selain menulis puluhan jumlah karya yang kebanyakan berbahasa Melayu-Jawi.

Upaya Sayyid Usman b. Yahya ini tidak semata-mata bersifat pragmatis dan ekonomis, tetapi juga karena sosoknya memiliki hubungan intelektual dengan para ulama Sunda yang banyak menjadi muridnya. Sebagian murid Sayyid Usman b. Yahya asal Sunda, seperti RH. Azhari (Bandung) dan KH. Hasan Basri Abdullah Cicurug (Sukabumi), berupaya menerjemahkan beberapa karya sang guru dari bahasa Melayu ke dalam bahasa Sunda, lalu dicetak di percetakan milik Sayyid Usman itu.

Dalam list daftar kitab-kitab yang dicetak oleh percetakan milik Sayyid Usman per-tahun 1903, terdapat sejumlah 104 (seratus empat) buah kitab. Dari total jumlah tersebut, terdapat setidaknya 7 (tujuh) buah kitab berbahasa Sunda Pegon. Ketujuh kitab berbahasa Sunda Pegon tersebut dicetak dalam rentang waktu 1896-1903 dan merupakan terjemahan dari karya-karya Sayyid Usman yang ditulis sebelumnya dalam bahasa Melayu-Jawi.

Di antara ketujuh kitab tersebut adalah kitab “Campaka Mulia” yang dicetak pada tahun 1897 dan sedang kita bicarakan di muka ini. Wallahu A’lam

Oleh: Oleh: A Ginanjar Sya’ban, Peneliti Naskah-Naskah Islam Nusantara. Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta.

Oleh: Oleh: A Ginanjar Sya’ban, Peneliti Naskah-Naskah Islam Nusantara. Dosen Pascasarjana UNUSIA Jakarta.

KHAZANAH REPUBLIKA

Nisab Zakat Fitrah 2020 dalam Kilogram, Liter, dan Rupiah

Berapa nisab zakat fitrah yang harus kita bayarkan pada tahun 2020 kali ini? Zakat Fitrah adalah salah satu kewajiban yang musti ditunaikan oleh semua umat muslim. Sesuai dengan namanya, zakat al-fithral-fithr yang secara harfiah berarti berbuka, memiliki tujuan (maqashid) diantaranya adalah agar umat muslim bisa mendapatkan konsumsi makanan yang baik ketika waktu ramadan hingga waktu shalat idul fitri tiba. Ibn Rusyd al-Qurthubi, ulama besar asal wilayah Cordoba (kini bagian dari wilayah Spanyol), mengatakan dalam karyanya Bidayatu al-Mujtahid wa Nihayatu al-Muqtashid (Kairo: Dar al-‘Aqidah)bahwa zakat fitrah ini terlepas dari perbedaan pendapat tentang apa hukumnya, ditujukan hukumnya untuk semua orang muslim,

وأجمعوا على أن المسلمين مخاطبون بها، ذكرانا كانوا أو إناثا، صغارا أو كبارا، عبيدا أو أحرارا

Dan ulama bersepakat bahwa umat muslim itu diperintahkan untuk melaksanakan zakat, baik laki-laki atau perempuan, anak-anak maupun dewasa, budak maupun orang yang merdeka. (j. 1 h. 348)

Lalu, berapa besaran yang harus dibayarkan untuk membayar zakat ? Dalam hadis riwayat Abdullah bin Umar ra. disebutkan bahwa besaran zakat adalah seberat satu sho’,

فرض رسول الله صلى الله عليه وسلم زكاة الفطر على الناس من رمضان صاعًا من تمرٍ أو صاعًا من شعير على كل حرٍّ أو عبد ذكر أو أنثى من المسلمين

Rasulullah Saw. mewajibkan zakat fitrah kepada orang-orang di bulan ramadan beserta satu sho’, baik dari jenis tamr (kurma kering) atau gandum, baik orang itu seorang merdeka atau budak dan laki-laki atau perempuan dari kalangan muslim (Muttafaqun ‘alayh).

Dari hadis ini disebutkan kalau besaran zakat fitrah itu satu sho’. Lalu berapa satu sho’ itu ?

Menurut Syaikh Dr. ‘Ali Jum’ah, mantan Mufti Mesir dalam karyanya al-Makayiil wa al-Mawazin as-Syar’iyyah (Massa dan Ukuran terkait Syariat), mengatakan satu sho’ itu sama dengan empat mudd di standar masyarakat Madinah waktu itu. Ulama kontemporer kemudian berijtihad, bahwa satu sho’ itu setara dengan 2,04 kg (menurut mazhab Jumhur) dan 3,25 kg (menurut mazhab Hanafi. Di Indonesia, seperti misalnya yang ditetapkan oleh Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) zakat fitrah itu besarannya 2,5 kg, dengan menggunakan beras, sebagai salah satu makanan pokok yang paling banyak dikonsumsi di suatu negara (Quut al-Balad). Jadi, membayar zakat fitrah sebesar 2,5 kg sudah sangat cukup.

Lalu berapa nilai 2,5 kg tersebut jika ingin dikonversikan ke uang ? Jawabannya adalah mengikuti standar harga beras yang biasa kita makan. Maka beras 2,5 kg yang dikonversikan ke liter sebesar 3,5 l, jika kita biasa memakan beras dengan harga Rp 10.000,-/liter, maka zakat yang ditunaikan adalah Rp 35.000,-. Mengutip situs finance.detik, saat ini harga beras di pasaran konsumen berada di rentang Rp 9.879-10.963/kg. Demikian, semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Apakah Ayah Wajib Membayarkan Zakat Fitrah Anaknya yang Sudah Bekerja?

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat Id.” (HR. Bukhari, no. 1503 dan Muslim, no. 984)

Hukum zakat fitrah itu wajib bagi tiap jiwa yang:

  • mukallaf (terbebani syariat: muslim, baligh, berakal),
  • mendapatkan waktu diwajibkannya zakat fitrah (tenggelamnya matahari pada malam Idulfitri),
  • saat wajib adalah orang yang mudah membayar zakat fitrah (punya harta berlebih untuk diri dan keluarga pada malam Idulfitri).

Jika terpenuhi syarat-syarat di atas, wajib bagi mukallaf (muslim, baligh, berakal) menunaikan zakat fitrah untuk dirinya masing-masing. Ia juga wajib menunaikan zakat fitrah untuk orang yang ditanggung nafkah karena sebab nikah atau ada hubungan kerabat. Berarti seseorang menanggung zakat fitrah untuk:

  • istrinya, kedua orang tuanya, dan anak-anak yang wajib ia nafkahi (meskipun mereka telah dewasa seperti anak yang kena penyakit kronis atau gila yang tidak punya kemampuan mencari nafkah).

Catatan dari Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily:

Adapun anak yang sudah dewasa (baligh) dan mampu dalam hal nafkah tidak diwajibkan bagi ayahnya untuk mengeluarkan zakat fitrahnya. Zakat fitrah boleh dibayarkan untuknya, asalkan sudah ada izin anak tersebut dan sudah dipasrahkan.

Kesimpulan:

Anak yang sudah bekerja (mampu dalam hal nafkah) hendaknya membayar zakat fitrah sendiri walau satu rumah dengan orang tua.

Referensi:

Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii. Cetakan kelima, Tahun 1436 H. Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily. Penerbit Dar Al-Qalam.

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/24433-apakah-ayah-wajib-membayarkan-zakat-fitrah-anaknya-yang-sudah-bekerja.html

Apakah Swab COVID19 Membatalkan Puasa?


Sebelumnya perlu diketahui bahwa prosedur pengambilan swab covid19 ada dua cara yaitu:

[1] Swab nasofaring: Swab dimasukkan melalui lubang hidung dan menyentuh nasofaring yaitu bagian di belakang hidung

[2] Swab orofaring: Swab dimasukkan melalui mulut dan menyentuh orofaring yaitu bagian belakang mulut (daerah dinding belakang faring dan tonsil)

Apakah prosedur ini membatalkan puasa? Kita perlu melakukan “Tahzir mahallin niza’” yaitu analisis akar masalahnya.

Pertama: Pada swab nasofaring yang menjadi permasalahan adalah apakah rongga hidung itu termasuk “al-Jauf” atau tidak? Karena salah satu pembatal puasa adalah sengaja memasukkan sesuatu pada “al-jauf”

Kedua: Pada swab orofaring, ada munncul kekhawatiran menyebabkan muntah, apakah muntah sengaja membatalkan puasa atau tidak?

Berikut pembahasannya:

Pembahasan pertama: Pada swab nasofaring yang menjadi permasalahan adalah apakah rongga hidung itu termasuk “al-Jauf” atau tidak? Karena salah satu pembatal puasa adalah sengaja memasukkan sesuatu pada “al-jauf” 

Dalam matan Abi Syuja’ dijelaskan,

والذي يفطر به الصائم عشرة أشياءما وصل عمدًا إلى الجوف
“Yang Membatalkan puasa ada 10 yaitu memasukkan sengaja ke Al-Jauf” [Matan Abi Syuja’]

Ada dua pendapat mengenai “al-Jauf”:

Pertama: Para ulama yang menyatakan bahwa pembatal puasa terjadi jika ada sesuatu yang disuntikkan melalui rongga pada kepala (rongga pada tenggorak kepala), melalui dubur atau semacamnya. Mereka menganggap bahwa saluran-saluran tadi bersambung dengan saluran pada organ dalam perut, akan tetapi pendapat ini lemah karena penelitian kedokteran modern membuktikan bahwa saluran-saluran tersebut tidak bersambung dengan organ dalam tubuh.

Kedua: Para ulama yang menganggap “al-Jauf” adalah organ dalam perut saja.

Pendapat yang kuat mengenai al-jauf

Pada hakikatnya, mereka tidak memiliki dalil yang kuat yang mendukung pendapat mereka. Padahal dalil begitu jelas menunjukkan bahwa yang membatalkan puasa hanyalah makan dan minum. Ini berarti bahwa yang dianggap membatalkan puasa adalah sesuatu yang masuk menuju perut (lambung). Inilah yang menjadi batasan hukum dan jika tidak memenuhi syarat ini berarti menunjukkan tidak adanya hukum.

Pendapat terkuat dalam masalah ini, yang dimaksud “al-Jauf” adalah perut (lambung), bukan organ lainnya dalam tubuh.  

Contoh Penerapannya, misalnya pada kasus buah khandzal yaitu buah yang sangat pahit, digunakan di zaman dahulu untuk membuat seseorang muntah misalnya pada kasus keracunan. Caranya dengan menginjak-injak buah tersebut dengan kaki telanjang. Rasa pahit buah tersebut akan terasa di tenggorokan dan menyebabkan orangnya akan mual-mual dan bisa muntah.

Cara ini bukan termasuk makan dan minum yang bisa membatalkan puasa. Pengertian “al-jauf” adalah lambung. Seandainya pengertian “al-jauf” adalah suatu rongga menuju tubuh atau menuju lambung, cara ini akan membatalkan puasa.

Para Ahli fikh mengatakan

“Seandainya dioleskan buah Khandzal (buah yang sangat pahit rasanya dan digunakan dahulu sebagai obat pemicu muntah-pent) pada telapak kaki, kemudian ia dapati rasanya di kerongkongan maka puasanya tidak batal.” [Majalis Syahri Ramadhan hal. 71-72]

Jadi, swab nasofaring tidak membatalkan puasa karena rongga hidung bukan termasuk “Al-Jauf” yaitu rongga perut

Pembahasan Kedua: Pada swab orofaring terkadang menyebabkan muntah, apakah muntah sengaja membatalkan pasa atau tidak?

Muntah dengan sengaja membatalkan puasa menurut beberapa pendapat ulama, berdasarkan hadits

مَنْ ذَرَعَهُ قَىْءٌ وَهُوَ صَائِمٌ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَإِنِ اسْتَقَاءَ فَلْيَقْضِ

Barangsiapa yang muntah menguasainya (muntah tidak sengaja), dan dia dalam keadaan berpuasa, maka tidak ada qadha’ baginya, namun apabila dia muntah (dengan sengaja), maka hendaknya membayar qadha puasa.” [HR. Abu Daud]

Tidak ada bedanya baik itu muntah banyak atau sedikit. Dalam kitab Al-Furu’ dijelaskan,

ولا فرق في القيء بين القليل والكثير على الصحيح ، فلو تعمد القيء ، وخرج شيء قليل أفطر

“Tidak ada perbedaan antara muntah sedikit dan banyak menurut pendapat yang shahih. Apabila ia sengaja muntah lalu keluar sedikit, maka puasanya batal.” [Al-Furu’ 3/49]

Akan tetapi perlu diketahui bahwa prosedur swab orofarinf tidak menyebabkan muntah hanya menyebabkan sensasi ingin muntah saja, itupun tidak pada semua orang. Prosedur swab juga mengambil sedikit cairan/lendir pada lapisan muka di orofaring dan tidak memberikan zat tertentu pada orofaring

Jadi prosedur swab orofaring tidak membatalkan puasa karena tidak menyebabkan muntah

Kesimpulan: prosedur swab nasofaring fan orofaring tidak membatalkan puasa

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/56569-apakah-swab-covid19-membatalkan-puasa.html

Seringkali Ketamakan Membuatmu Buta!

Dikisahkan seorang ayah sedang berjalan bersama anak dan istrinya. Dan didepan mereka ada lelaki lain yang berjalan sendirian.

Tiba-tiba ada sesuatu yang jatuh dari lelaki didepan keluarga ini. Anak dan istrinya tidak melihat namun si Ayah memperhatikan sejak tadi.

Setelah dekat dengan barang yang jatuh, si ayah itu segera mengambilnya. Ternyata barang itu adalah kalung emas !

Putrinya bertanya, “Apa itu ayah?”

“Bukan apa-apa, teruslah berjalan!” jawab si Ayah.

Sesampainya di rumah, ia segera menyimpan kalung ini dan beranjak tidur. Pagi-pagi sekali ia sudah terbangun dan pikirannya tak bisa lepas dari kalung yang ia pungut semalam.

Ia pun pergi ke tempat kerjanya dengan wajah bimbang. Sesampainya di kantor, sahabatnya melihat gelagat aneh dari lelaki ini.

Sahabat itu bertanya, “Ada apa denganmu? Kenapa wajahmu tampak gelisah?”

Akhirnya lelaki itu menceritakan apa yang terjadi semalam kepada sahabatnya.

“Semalam aku menemukan kalung emas dan aku terus memikirkannya.” kata lelaki itu.

Sahabatnya menjawab, “Jika engkau menemukannya maka itu milikmu.”

“Tapi kalung itu jatuh dari orang di depanku dan aku tidak memberi taunya.” jawabnya.

“Wah, jika begitu kau harus mengembalikannya kepada pemiliknya.” kata si sahabat.

“Tidak! aku tidak akan mengembalikannya. Ini milikku !” jawab lelaki itu membentak.

Ia ingin segera menjual kalung emas itu tapi hati kecilnya selalu memberontak dan menyalahkannya. Hingga akhirnya ia melihat brosur yang disebar di jalanan dengan tertulis :

“Barangsiapa menemukan kalung emas diharap menghubungi nomer ini. Kami akan memberi hadiah yang besar kepada anda.”

Tekadnya kini bulat untuk mengembalikan kalung tersebut. Ia segera menelpon nomer yang tercantum dan meminta alamat untuk mengembalikan kalung itu.

Keesokan harinya ia segera pergi ke rumah pemilik kalung. Ia menyerahkan kalung tersebut dan begitu kagetnya ia, ternyata pemilik kalung itu menggantinya dengan kalung emas yang lebih mahal.

“Bila engkau memiliki kalung yang lebih mahal, mengapa engkau mencari kalung ini?” tanya lelaki itu keheranan.

“Kalung itu adalah kenang-kenangan dari ibuku sebelum ia wafat.” jawab pemilik kalung.

Lelaki itu pun menangis sejadi-jadinya dan mengaku bahwa ia mengambil kalung itu sesaat setelah terjatuh dari kantong pemiliknya.

Pemilik kalung itu tersenyum dan berkata, “Terkadang ketamakan membuat seseorang menjadi buta namun ibuku selalu berwasiat kepadaku untuk mendengar alasan seseorang dan memaafkannya. Kini aku telah memaafkanmu dan ambil lah kalung ini untukmu.”

Lelaki itu pulang dengan perasaan lega karena telah dimaafkan dan ia pun membawa hadiah atas pengakuannya.

Terkadang kisah singkat dalam kehidupan sehari-hari semacam ini memberi kita banyak pelajaran.

(1) Seringkali ketamakan membuat seseorang menjadi buta dan tak peduli.

Sayyidina Ali bin Abi tholib pernah berpesan,

الطَامِعُ فِي وَثَاقِ الذُلِّ

“Orang yang tamak itu terbelenggu oleh kehinaan.”

(2) Kita tidak pernah tau betapa berharganya nilai sesuatu bagi seseorang. Karenanya jangan pernah merampas hak orang lain walau seremeh apapun !

(3) Selalu ada jalan untuk kembali! Sebesar apapun kesalahan anda, selalu ada jalan untuk memohon maaf kepada manusia dan memohon ampunan kepada Allah.

Bukankah Allah swt berfirman mengabadikan perkataan dari Nabi Ya’kub as :

قَالَ سَوۡفَ أَسۡتَغۡفِرُ لَكُمۡ رَبِّيٓۖ إِنَّهُۥ هُوَ ٱلۡغَفُورُ ٱلرَّحِيمُ

Dia (Yakub) berkata, “Aku akan memohonkan ampunan bagimu kepada Tuhanku. Sungguh, Dia Yang Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS.Yusuf:98)

(4) Terkadang seseorang membuat kesalahan yang besar, tapi berilah ia kesempatan untuk berbicara dan memaafkan adalah jalan terbaik menurut Al-Qur’an.

خُذِ ٱلۡعَفۡوَ وَأۡمُرۡ بِٱلۡعُرۡفِ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡجَٰهِلِينَ

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan orang-orang yang bodoh.” (QS.Al-A’raf:199)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Solatku dan Seluruh Aktifitas Hidupku Hanya Untuk Allah!

Allah swt berfirman,

قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.” (QS.Al-An’am:162)

Tentu ayat ini tak asing ditelinga kita. Sebuah ayat yang bagi sebagian kaum muslimin dijadikan sebagai doa pembuka ketika memulai solatnya. Ayat yang mungkin telah kita hafal begitu lama, tapi pernahkah kita merenungkan maknanya?

“Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan seluruh alam.”

Ayat ini menggabungkan antara ibadah dan seluruh aktifitas kehidupan, bahkan detik-detik akhir dalam hidup kita hendaknya diniatkan untuk Allah swt. Dengan penuh keikhlasan dan ketulusan.

Ya, hanya untuk Allah swt ! Bukan untuk mengikuti trend, adat ataupun pemikiran manusia !

Ayat ini ingin membongkar pemikiran sempit yang menganggap agama hanya ada di mimbar-mimbar dan masjid-masjid…

Ayat ini secara gamblang ingin mengajarkan bahwa :

Dimanapun aku berada…
Solatku…
Ibadahku…
Seluruh aktifitas hidupku…
Bahkan detik-detik akhir kematianku…

Hanya untuk Allah swt…
Akan selalu berada dijalan Allah swt…
Dan tidak pernah lepas dari syariat Allah swt…

Karena Islam bukan hanya mengajarkan kepada kita cara solat dan berpuasa. Tapi Islam sedang membimbing dan mengajarkan dalam seluruh aspek kehidupan agar kita menjadi manusia yang benar-benar layak disebut manusia.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Membantu Orang yang Sulit dalam Utang

Membantu orang yang sulit dalam utang termasuk juga dalam amalan yang berpahala besar. Hal ini bisa dilakukan dengan dua cara yaitu memberikan tempo tambahan, atau tidak dengan memutihkan utangnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كَانَ تَاجِرٌ يُدَايِنُ النَّاسَ ، فَإِذَا رَأَى مُعْسِرًا قَالَ لِفِتْيَانِهِ تَجَاوَزُوا عَنْهُ ، لَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يَتَجَاوَزَ عَنَّا ، فَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهُ

Dulu ada seorang pedagang biasa memberikan pinjaman kepada orang-orang. Ketika melihat ada yang kesulitan, dia berkata pada budaknya: Maafkanlah dia (artinya bebaskan utangnya). Semoga Allah memberi ampunan pada kita. Semoga Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari, no. 2078)

Rib’iy bin Hirasy berkata bahwa ia pernah duduk dengan Hudzaifah Ibnul Yaman dan Abu Mas’ud Al-Anshari, lantas salah satunya berkata pada yang lainnya tentang hadits,

يُؤْتَى بِرَجُلٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَيَقُولُ اللَّهُ انْظُرُوا فِى عَمَلِهِ. فَيَقُولُ رَبِّ مَا كُنْتُ أَعْمَلُ خَيْراً غَيْرَ أَنَّهُ كَانَ لِى مَالٌ وَكُنْتُ أُخَالِطُ النَّاسَ فَمَنْ كَانَ مُوسِراً يَسَّرْتُ عَلَيْهِ وَمَنْ كَانَ مُعْسِراً أَنْظَرْتُهُ إِلَى مَيْسَرَةٍ. قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنَا أَحَقُّ مَنْ يَسَّرَ فَغَفَرَ لَهُ

Ada seseorang didatangkan pada hari kiamat. Allah berfirman, ‘Lihatlah amalannya.’ Kemudian orang tersebut berkata, ‘Wahai Rabbku. Aku tidak memiliki amalan kebaikan selain satu amalan. Dulu aku memiliki harta, lalu aku sering meminjamkannya pada orang-orang. Setiap orang yang sebenarnya mampu untuk melunasinya, aku beri kemudahan. Begitu pula setiap orang yang berada dalam kesulitan, aku selalu memberinya tenggang waktu sampai dia mampu melunasinya.’ Lantas Allah pun berfirman, ‘Aku lebih berhak memberi kemudahan.’ Orang ini pun akhirnya diampuni.” (HR. Ahmad, 5:407. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Dari Hudzaifah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَلَقَّتِ الْمَلاَئِكَةُ رُوحَ رَجُلٍ مِمَّنْ كَانَ قَبْلَكُمْ قَالُوا أَعَمِلْتَ مِنَ الْخَيْرِ شَيْئًا قَالَ كُنْتُ آمُرُ فِتْيَانِى أَنْ يُنْظِرُوا وَيَتَجَاوَزُوا عَنِ الْمُوسِرِ قَالَ قَالَ فَتَجَاوَزُوا عَنْهُ

Beberapa malaikat menjumpai ruh orang sebelum kalian untuk mencabut nyawanya. Kemudian mereka mengatakan, ‘Apakah kamu memiliki sedikit dari amal kebajikan?’ Kemudian dia mengatakan, ‘Dulu aku pernah memerintahkan pada budakku untuk memberikan tenggang waktu dan membebaskan utang bagi orang yang berada dalam kemudahan untuk melunasinya.’ Lantas Allah pun memberi ampunan padanya.” (HR. Bukhari, no. 2077)

Nantikan kumpulan amalan ringan berikutnya berserial, dan insya Allah akan menjadi sebuah buku.

Referensi:

Al-Ajru Al-Kabir ‘ala Al-‘Amal Al-Yasir. Cetakan pertama, Tahun 1415 H. Muhammad Khair Ramadhan Yusuf. Penerbit Dar Ibnu Hazm.


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/22316-membantu-orang-yang-sulit-dalam-utang.html

Di Balik Keputusan Singapura tak Kirimkan Jamaah Haji 2020

Singapura memutuskan menunda pelaksanaan ibadah haji 2020 sampai tahun depan akibat pandemi wabah virus Covid-19. Hal ini disampaikan Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) sebagaimana dilansir dari Straitstimes, Sabtu (16/5).

“Dalam konsultasi dengan Kementerian Kesehatan, (MUIS) telah memutuskan bahwa, sebagai pemangku kepentingan yang bertanggung jawab, Singapura sebaiknya menunda rencana Haji 2020 untuk semua 900 peziarah kami ke tahun berikutnya,” bunyi pernyataan MUIS, dikutip dari Anadolu Agency.

Komite Fatwa Singapura, kumpulan cendekiawan agama senior yang mengeluarkan peraturan dan pedoman agama, juga telah melakukan pertemuan membahas persoalan ini. Komite tersebut mendukung penundaan pelaksanaan ibadah haji di tengah pandemi dengan alasan kesehatan dan keselamatan.

“Komite berpendapat bahwa dalam konteks saat ini, tidak semua prasyarat untuk haji yang aman terpenuhi. Karena itu, mereka merekomendasikan agar delegasi (para peziarah) Singapura menunda rencana haji untuk menghindari potensi bahaya,” demikian pernyataan MUIS.

MUIS memiliki kepercayaan penuh pada manajemen pandemi Arab Saudi. Tetapi Singapura memiliki pertimbangan sendiri untuk menjaga kesehatan dan kesejahteraan peziarah. Menteri Urusan Muslim Masagos Zulkifli mengatakan, keputusan untuk menunda haji dibuat secara independen dari otoritas Saudi.

“Ini karena pertimbangan untuk kebutuhan para calon jamaah kami, dan keselamatan mereka, dalam konteks memberi pelayanan terbaik,” kata Zulkifli.

Dengan sumber daya perawatan kesehatan Singapura yang sepenuhnya berkomitmen untuk mengelola Covid-19 dan persyaratan rumah sakit mendesak lainnya, Singapura tidak dapat mengumpulkan tim dokter dan perawat untuk mendukung pengiriman calon jamaah haji pada tahun ini.

“Sementara kami ingin membantu komunitas Muslim kami untuk memenuhi ziarah mereka, kami juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi para peziarah dan keluarga mereka, serta komunitas yang lebih luas di Singapura, dari risiko infeksi,” demikian pernyataan MUIS.

MUIS juga mencatat, ada lebih dari 80 persen warga Singapura yang dijadwalkan melakukan haji tahun ini berusia di atas 50 tahun. Ini menempatkan mereka pada risiko komplikasi yang lebih besar dan meninggal jika mereka terkena virus corona.

Direktur pelayanan medis Kementerian Kesehatan, Kenneth Mak mengatakan, di Arab Saudi, risiko yang ditimbulkan oleh Covid-19 dianggap tinggi dalam menularkan secara luas dan berkelanjutan. Saudi sendiri telah melaporkan lebih dari 46.000 kasus Covid-19. Apalagi, orang-orang yang melakukan haji berasal dari banyak negara yang berbeda. Beberapa negara yang mengirim jamaah haji saat ini merupakan daerah berisiko tinggi untuk Covid-19.

Mufti Nazirudin Mohd Nasir, otoritas Islam tertinggi Singapura mengatakan, para peziarah Singapura perlu bersabar dan menunggu waktu yang lebih aman untuk naik haji. Ini adalah bentuk ibadah yang justru sangat penting dalam Islam. “Ketika kita telah melakukan niat untuk melakukan haji, tetapi tidak dapat melakukannya, khususnya karena keadaan di luar kendali mereka, seperti penyebaran virus, niat mulia mereka dicatat sebagai suatu tindakan,” ujarnya.

Untuk diketahui, ibadah haji ke kota suci Makkah, yang dijadwalkan akan dimulai pada akhir Juli, adalah salah satu pertemuan keagamaan terbesar di dunia. Tahun lalu, sekitar 2,5 juta Muslim dari seluruh dunia melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk itu.

Sementara ada 900 orang dari Singapura yang telah mendaftar untuk melakukan haji tahun ini, tetapi mereka sekarang akan dijadwalkan ulang secara otomatis pada tahun depan. Masih belum jelas apakah pemerintah Saudi akan mengizinkan haji berlangsung tahun ini. Arab Saudi belum membuat pengumuman resmi.

REPUBLIKA

Niat Zakat Fitrah, Waktu Mengeluarkan dan Berapa Besarnya Tahun 2020

Zakat fitrah adalah ibadah maaliyah yang menyertai dan menyempurnakan puasa Ramadhan. Bagaimana niat zakat fitrah, kapan waktu mengeluarkan dan berapa besarnya untuk tahun 2020? Berikut ini pembahasannya.

Pengertian Zakat Fitrah

Terkadang ada yang mempertanyakan mengapa disebut zakat fitrah padahal dalam hadits dipakai istilah zakat fithri. Dua istilah tersebut sama-sama boleh digunakan. Karena dalam riwayat Imam Syafi’i dan ulama lainnya dipakai istilah tersebut.

Secara bahasa, al fitrah (الفطرة) artinya adalah asal penciptaan. Menurut Ibnu Qutaibah, dinamakan zakat fitrah (زَكَاة الْفِطْرَةِ) karena zakat ini adalah zakat untuk badan dan jiwa.

Dalam hadits, istilah yang digunakan Rasulullah adalah zakat fithri (زَكَاةِ الْفِطْرِ). Secara bahasa, Al Fithr (الفطر) artinya adalah berbuka. Dinamakan zakat fitri karena zakat ini wajib dikeluarkan sebab berakhirnya puasa Ramadhan.

Secara istilah, zakat fitrah atau zakat fitri adalah ibadah maaliyah (harta) yang wajib dikeluarkan disebabkan berakhirnya puasa Ramadhan.

Hukum Zakat Fitrah

Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi setiap muslim baik pria maupun wanita, kecil atau dewasa, dan budak maupun merdeka. Ia mulai diwajibkan pada tahun 2 hijriyah, di tahun yang sama dengan diwajibkannya puasa Ramadhan dan peristiwa perang Badar.

Hukum ini berdasarkan hadits dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ ، عَلَى كُلِّ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ ، ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى ، مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum kepada setiap orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, dari kalangan kamu muslimin. (HR. Bukhari)

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitri dari Ramadhan kepada seluruh jiwa kaum muslimin baik orang merdeka maupun budak, laki-laki maupun wanita, anak kecil maupun orang dewasa sebanyak satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum. (HR. Muslim)

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, ulama Hanifiyah berpendapat bahwa yang wajib mengeluarkan zakat ini adalah yang memiliki harta satu nisab yang lebih dari kebutuhan pokoknya (tempat tinggal, pakaian, kendaraan, peralatan rumah tangga serta kebutuhan keluarga).

Namun menurut jumhur ulama, zakat ini wajib atas orang yang memiliki makanan pokok untuk dirinya dan orang yang ia nafkahi di malam Idul Fitri dan ketika Idul Fitri. Bahkan menurut madzhab Maliki, zakat fitrah tetap wajib meskipun ia harus berhutang. Asalkan diperkirakan bisa melunasi.

Zakat fitri ini wajib dikeluarkan oleh setiap jiwa (kullu nafs). Karenanya, seorang ayah harus mengeluarkan zakat ini untuk anak-anaknya yang masih kecil dan bayi, seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat ini untuk orang yang ia nafkahi. Jika zakat ini sudah dibayarkan oleh suami atau kepala keluarga, istri atau anggota keluarga tidak perlu membayar sendiri.

Niat Zakat Fitrah

Dalam bab Zakat buku Fikih Manhaji Madzhab Syafi’i ditulis satu sub bab khusus berjudul Hukum Niat ketika Mengeluarkan Zakat.

Seorang muzakki wajib berniat ketika membayarkan zakatnya. Hal ini untuk membedakannya dengan pembayaran jenis lain seperti kafarat sumpah atau infaq. Ketentuan ini berdasarkan hadits yang sangat populer, “Sesungguhnya perbuatan itu tergantung pada niat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Jika muzakki membayar langsung zakatnya, maka ia niat zakat ketika hendak menyerahkan zakat itu kepada mustahiq. Boleh juga ia niat zakat ketika memisahkan bagian zakat dengan hartanya yang lain.

Adapun ketika ia menyerahkan zakat kepada pemerintah atau lembaga amil zakat, maka ia harus niat zakat ketika menyerahkannya kepada pemerintah atau lembaga amil zakat.

Semua ulama sepakat bahwa tempat niat adalah hati. Melafadzkan niat bukanlah suatu syarat. Artinya, tidak harus melafadzkan niat.

Syaikh Wahbah Az Zuhaili dalam Fiqih Islam wa Adillatuhu menjelaskan, menurut jumhur ulama selain madzhab Maliki, melafadzkan niat hukumnya sunnah dalam rangka membantu hati menghadirkan niat.

Sedangkan dalam madzhab Maliki, yang terbaik adalah tidak melafalkan niat karena tidak ada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Berikut ini lafadz niat zakat fitrah beserta tulisan latin artinya.

1. Niat Zakat untuk Diri Sendiri

Jika seseorang mengeluarkan zakat fitrah untuk dirinya sendiri, maka lafadz niatnya adalah sebagai berikut:

ﻧَﻮَﻳْﺖُ أَﻥْ أُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻧَﻔْسيْ ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an nafsii fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk diriku sendiri, fardhu karena Allah Ta’ala

2. Niat Zakat untuk Anak Laki-laki

Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak laki-laki adalah sebagai berikut:

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِ ﻋَﻦْ ﻭَﻟَﺪِﻱْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an waladii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak laki-lakiku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

3. Niat Zakat untuk Anak Perempuan

Jika seorang kepala keluarga mengeluarkan zakat fitrah untuk anaknya, terutama yang masih kecil dan belum bisa berniat sendiri. Maka lafadz niat zakat fitrah untuk anak perempuan adalah sebagai berikut:

ﻧَﻮَﻳْﺖُ ﺃَﻥْ ﺃُﺧْﺮِﺝَ ﺯَﻛَﺎﺓَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮِﻋَﻦْ ﺑِﻨْﺘِﻲْ … ﻓَﺮْﺿًﺎ لِلَّهِ ﺗَﻌَﺎﻟَﻰ

(Nawaitu an ukhrija zakaatal fithri ‘an bintii … fardhol lillaahi Ta’aalaa)

Artinya: Aku niat mengeluarkan zakat fitrah untuk anak perempuanku…. (sebutkan nama), fardhu karena Allah Ta’ala

Waktu Mengeluarkan

Para ulama sepakat bahwa zakat fitrah wajib dikeluarkan pada akhir Ramadhan. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai batas waktu itu.

Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah menjelaskan, menurut Imam Ahmad, Imam Syafi’i dalam qaul jadid dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbenamnya matahari pada malam Idul Fitri karena saat itulah waktu berbuka puasa Ramadhan.

Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Imam Syafi’i dalam qaul qadim dan satu riwayat Imam Malik, waktu wajibnya adalah ketika terbit fajar pada hari raya Idul Fitri.

Perbedaan ini berpengaruh pada bayi yang lahir pada malam Idul Fitri sebelum terbit fajar, apakah ia wajib dikeluarkan zakat fitrahnya atau tidak. Menurut golongan pertama, zakat fitrahnya wajib dikeluarkan karena ia lahir setelah waktu diwajibkan. Menurut golongan kedua, zakat fitrahnya tidak wajib dikeluarkan karena ia lahir sebelum waktu diwajibkan.

Jika waktu wajib zakat ini adalah akhir Ramadhan, bolehkah ia dikeluarkan lebih awal? Menurut jumhur ulama, boleh dikeluarkan satu hari atau dua hari sebelum hari raya Idul Fitri. Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu biasa mengeluarkan zakat ini sehari atau dua hari sebelum Idul Fitri.

Menurut madzhab Syafi’i, zakat fitrah boleh dikeluarkan sejak awal Ramadhan. Sedangkan menurut madzhab Hanafi, ia boleh dikeluarkan sebelum bulan Ramadhan.

Yang perlu sangat diperhatikan, batas akhir mengeluarkan zakat fitrah adalah sebelum Sholat Idul Fitri. Jika dikeluarkan setelah sholat id, ia menjadi sedekah biasa.

مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِىَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلاَةِ فَهِىَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ

“Barangsiapa yang menunaikan zakat fithri sebelum sholat id maka zakatnya diterima. Dan barangsiapa yang menunaikannya setelah sholat maka itu hanya dianggap sebagai sedekah di antara berbagai sedekah.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah; hasan)

Besarnya Zakat Fitrah

Seperti tercantum pada hadits di atas, besarnya zakat fitrah yang wajib dikeluarkan adalah satu sha’ gandum atau satu sha’ kurma atau satu sha’ makanan pokok lainnya. Dalam Fiqih Sunnah dijelaskan, satu sha’ sama dengan empat mud yakni sekitar 3,33 liter.

Jika ditimbang, satu sha’ setara dengan sekitar 2,7 Kg. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganjurkan agar digenapkan 3 Kg sehingga lebih aman. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, satu sha’ sama dengan 3,8 Kg.

Syaikh Abdurrahman Al Juzairi menjelaskan, bahan makanan pokok yang dikeluarkan sebagai zakat ini harus dibersihkan dari kulit dan batangnya. Sehingga ketika orang berzakat, ia memberikan beras bukan memberikan padi.

Orang yang biasa memakan makanan yang lebih rendah dari kebiasaan masyarakat, misalnya ia makan nasi dari beras sedangkan masyarakat biasa memakan gandum, maka ia mengeluarkan zakat fitrah seperti yang ia makan jika hal itu karena keterbatasan ekonominya. Namun jika itu karena kekikirannya, ia harus mengeluarkan zakat ini sesuai makanan yang biasa dimakan masyarakat.

Besar Zakat Fitrah dengan Uang 2020

Bolehkah mengeluarkan zakat fitrah dengan uang, bukan dalam bentuk bahan makanan pokok? Imam Abu Hanifah memperbolehkannya. Yakni dengan memberikan uang senilai satu sha’ bahan makanan pokok.

“Namun jika yang diberikan orang yang berzakat itu berupa gandum, maka cukup setengah sha’” terang Imam Abu Hanifah seperti dikutip Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah.

Mengapa boleh memberikan zakat fitrah dengan uang, Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan hujjah Madzhab Hanafi, karena hakikatnya yang wajib adalah mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta. Hal itu berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَغْنُوهُمْ فِى هَذَا الْيَوْمِ

“Cukupkan mereka (dari meminta-minta) pada hari seperti ini.” (HR. Daruquthni)

“Mencukupkan orang fakir miskin dari meminta-minta dapat tercapai dengan memberinya harga (uang). Bahkan itu lebih sempurna dan mudah karena lebih dekat untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian maka jelaslah teks hadits tersebut mempunyai illat (sebab) yakni al ighna’ (mencukupkan)” demikian hujjah Madzhab Hanafi.

Sedangkan menurut jumhur ulama, tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah dengan uang karena Rasulullah mengeluarkan zakat ini dengan makanan pokok.

“Membayar zakat fitrah dengan harga jenis makanan-makanan tersebut, maka tidak boleh menurut jumhur. Hal itu berdasarkan perkataan Umar bin Khattab, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma dan satu sha’ gandum.” Jika berpaling dari ketentuan itu maka ia telah meninggalkan kewajiban,” tulis Syaikh Wahbah Az Zuhaili.

Jadi, tidak boleh membayar zakat ini dengan uang secara mutlak. Sebab di zaman Rasulullah juga sudah ada uang tetapi beliau dan para sahabat tidak memberikan uang sebagai zakat fitrah. Adapun hadits yang digunakan hujjah Madzhab Hanafi tersebut, derajatnya dipersoalkan oleh banyak ulama.

Namun jika kita membayar kepada lembaga zakat dalam bentuk uang dan telah ada kesepakatan (akad) bahwa nantinya lembaga zakat itu memberikan kepada mustahik dalam bentuk makanan pokok, maka ini diperbolehkan.

Berapa besarnya zakat fitrah dengan uang? Masing-masing lembaga zakat memiliki standar sendiri. Namun besarannya hampir sama. Baznas menetapkan Rp 40.000. Global Zakat juga Rp 40.000. Demikian pula Rumah Zakat dan Kotak Amal Indonesia, semua seragam Rp 40.000,- untuk tahun 2020 ini.

Demikian pembahasan lengkap zakat fitrah mulai dari pengertian, hukum, niat, waktu, hingga besarnya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]