Puasa Mengajarkan Prinsip Kebahagiaan Hidup

Ada beberapa pelajaran berharga dari puasa yang kita lakukan. Puasa mengajarkan beberapa prinsip kebahagiaan hidup.

Pertama: ketika kita akan berbuka puasa, di hadapan kita umunya ada berbagai hidangan berbuka puasa. Sebelum menyantapnya, kita berangan-angan untuk memakan semua hidangan tersebut. Kita merasakan bahwa kita mampu menghabiskan semuanya. Itulah keinginan dan bisa jadi itulah ketamakan saat itu. kita tetapi ketika kita berbuka puasa kita hanya mampu memakan beberapa saja karena setelahnya kita merasa kekenyangan. 

Demikianlah juga hakikat dari kehidupan dunia. Ketika kita melihat dunia begitu indah dan hijau seolah-olah kita ingin mengambil seluruhnya karena bisa jadi ketamakan kita tetapi ketika dunia tersebut kita dapatkan ternyata hanya sedikit yang bisa kita nikmati selebihnya hanya sekedar koleksi saja atau sekedar adu gengsi saja itu 

Manusia tidak akan pernah puas terhadap dunia, bahkan ketika mendapatkan dunia, manusia ingin terus menambahkannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻟَﻮْ ﺃَﻥَّ ﻻِﺑْﻦِ ﺁﺩَﻡَ ﻭَﺍﺩِﻳًﺎ ﻣِﻦْ ﺫَﻫَﺐٍ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﻥْ ﻳَﻜُﻮﻥَ ﻟَﻪُ ﻭَﺍﺩِﻳَﺎﻥِ ، ﻭَﻟَﻦْ ﻳَﻤْﻸَ ﻓَﺎﻩُ ﺇِﻻَّ ﺍﻟﺘُّﺮَﺍﺏُ ، ﻭَﻳَﺘُﻮﺏُ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﺗَﺎﺏَ

“Seandainya seorang anak Adam memiliki satu lembah emas, tentu ia menginginkan dua lembah lainnya, dan sama sekai tidak akan memenuhi mulutnya (merasa puas) selain tanah (yaitu setelah mati) dan Allah menerima taubat orang-orang yang bertaubat.” (Muttafaqun ‘alaih)

Apa yang dinikmati manusia dari hartanya hanya sedikit sekali, yaitu apa yang sedang dinikmati sekarang hanya beruapa makanan, pakaian dan perlengkapan sehari-hari. Umumnya mayoritas haratanya hanya sekedar dikoleksi di tabungan dan menumpuk di bank saja tanpa ada alokasi rencana yang bermanfaat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ﻳَﻘُﻮﻝُ ﺍﻟْﻌَﺒْﺪُ ﻣَﺎﻟِﻰ ﻣَﺎﻟِﻰ ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻟَﻪُ ﻣِﻦْ ﻣَﺎﻟِﻪِ ﺛَﻼَﺙٌ ﻣَﺎ ﺃَﻛَﻞَ ﻓَﺄَﻓْﻨَﻰ ﺃَﻭْ ﻟَﺒِﺲَ ﻓَﺄَﺑْﻠَﻰ ﺃَﻭْ ﺃَﻋْﻄَﻰ ﻓَﺎﻗْﺘَﻨَﻰ ﻭَﻣَﺎ ﺳِﻮَﻯ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻬُﻮَ ﺫَﺍﻫِﺐٌ ﻭَﺗَﺎﺭِﻛُﻪُ ﻟِﻠﻨَّﺎﺱِ

“Hamba berkata, “Harta-hartaku.” Bukankah hartanya itu hanyalah tiga: yang ia makan dan akan sirna, yang ia kenakan dan akan usang, yang ia beri yang sebenarnya harta yang ia kumpulkan. Harta selain itu akan sirna dan diberi pada orang-orang yang ia tinggalkan. ” (HR. Muslim no. 2959)

Kedua: puasa mengajarkan kita agar bisa merasakan nikmat dunia yaitu dengan mencoba meninggalkan sedikit dari nikmat dunia tersebut hanya untuk sementara saja Contohnya orang yang puasa lalu berbuka, tentu terasa nikmat sekali berbuka puasa meskipun dengan seteguk air putih. 

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

للصائم فرحتان : فرحة عند فطره و فرحة عند لقاء ربه

“Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” [HR. Muslim, no.1151]

Contoh lainnya, orang yang begadang semalaman dan kurang tidur, tentu terasa nikmat tidur yang nyenyak tersebut. Contoh lainnya, orang yang terlalu lama menjomblo, tentu akan terasa nikmat ketika menikah. Puasa mengajarkan apabila kita ingin menikmati dunia, maka jangan terus mengikuti hawa nafsu mencari nikmat dunia tanpa terkendali dengan rambu syariat. yang namanya nikmat dunia manusia tidak akan pernah puas dan perlu kita tinggalkan sedikit saja baik itu dengan bersabar atau kita tinggalkan kenikmatan dunia tersebut dengan bersedekah 

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/57181-puasa-mengajarkan-prinsip-kebahagiaan-hidup.html

“Saya Manut Sama Allah, Memang Tak Bisa Dipaksakan Haji”

MANUSIA mana yang tidak merasa kecewa jika rencana besarnya gagal terlaksana. Apalagi jika rencana itu sudah sejak lama diimpi-impikan untuk dilaksanakan. Bahkan dengan dana tidak sedikit.

Begitulah mungkin yang dirasakan ratusan ribu jamaah calon haji (calhaj) asal Indonesia yang bisa dipastikan gagal berangkat ke Tanah Suci pada musim haji tahun 1441H/2020M ini.

Perasaan kecewa tentu manusiawi. Tapi, tenggelam dalam kekecewaan tentu tidaklah semestinya. Pelajaran ini bisa dipetik dari sikap Saptuari Sugiarto dan ibunya, Kasilah.

Keduanya termasuk jamaah calhaj Indonesia tahun ini yang tidak jadi berangkat haji akibat pandemi Covid-19.

Pada Senin (22/06/2020), demi keselamatan di tengah pandemi, Kerajaan Arab Saudi memutuskan untuk menggelar ibadah haji 1441H/2020M hanya secara terbatas bagi Warga Negara Saudi dan Warga Negara asing atau ekspatriat yang saat ini sudah berada atau berdomisili di Arab Saudi.

Sedangkan sebelumnya, pada 2 Juni 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama telah lebih dulu mengumumkan keputusan tidak memberangkatkan jamaah haji Indonesia pada tahun 1441H/2020M ini akibat pandemi.

Kuota haji Indonesia tahun ini berjumlah 221.000 jamaah, terdiri dari kuota haji reguler (203.320) dan kuota haji khusus (17.680). Jamaah calhaj itu termasuk di dalamnya adalah Saptuari dan Kasilah.

“Intinya kami pasrah dengan kondisi ini, karena semuanya sudah diatur oleh Allah Subhanahu Wata’ala,” tutur Saptuari kepada Suara Hidayatullah – hidayatullah.com beberapa waktu lalu.

Saat wawancara itu, belum ada kepastian dari pemerintah Indonesia maupun Arab Saudi mengenai penyelenggaraan haji di tengah pandemi Covid-19. Situasi itu membuat banyak calhaj masih was-was.

“Memang di grup haji, sempat ada gonjang-ganjing kekhawatiran,” tutur Saptuari, jamaah calhaj reguler asal Jogjakarta.

Ia dan ibunya mendaftar haji pada tahun 2011 silam. Sembilan tahun lamanya ia menanti giliran untuk pergi ke Baitullah.
“Umur saya sekarang 40 tahun. Ibu 65 tahun. Satu grup rombongan saya, ada sekitar 40 orang,” sebutnya saat itu.

Meskipun harus menelan kenyataan pembatalan haji tahun ini, Saptuari dan ibunya tak menuntut apa-apa.

“Saya manut sama Allah, karena memang tidak bisa dipaksakan (haji). Berangkat ya berangkat. Kalau harus diundur, semoga dikasih kesehatan dan panjang umur hingga tahun depan bisa berangkat,” ungkapnya.

Ia mengaku saat itu sudah memprediksi kemungkinan besar hajinya akan ditunda.

“Karena melihat dan membaca berita di Saudi banyak warga yang positif (virus corona), negara-negara lain yang masih dalam kondisi “merah” banyak dan termasuk juga Indonesia. Kalau dipaksakan resikonya sangat besar,” sebutnya.

Apalagi, pelaksanaan haji diikuti sekitar 2 juta orang dari berbagai negara di penjuru dunia.

“Katakanlah jadi digelar, tapi sebulan sebelum berangkat tes Covid-19 dulu. Siapa yang dapat menjamin rentang waktu sebulan itu tidak akan tertular? Belum lagi tidak semua negara bisa melakukan tes secara detail.

Dari situ saya pribadi cenderung, bukan hanya 50 persen tapi kemungkinan besar haji tahun ini akan ditunda,” ungkapnya kala itu.

Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof Dr H Hasanuddin AF MA, menjelaskan, tidak masalah ibadah haji ditunda karena adanya wabah.

“Sama dengan ibadah-ibadah lainnya. Misalnya, shalat Jumat, boleh saja tidak diselenggarakan, lalu diganti dengan shalat dhuhur. Itu contoh kecil.kembali

Nah, ibadah yang lebih besar seperti haji, (ditunda) lebih enggak masalah lagi, jika jiwa manusia bisa terancam dengan wabah itu. Saya kira, apa yang dilakukan pemerintah Saudi sudah tepat. Mereka kan memang yang memiliki otoritas untuk menutup Ka’bah,” ujarnya dalam wawancara terpisah.* Artikel ini telah dimuat Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2020/Ramadhan 1441H. Dimuat kembali hidayatullah.com dengan penyesuaian redaksi.

HIDAYATULLAH

Buat Apa Istri Cantik Kalau Dingin Layani Suami?

RUMAH tangga sakinah adalah rumah tangga yang dibangun atas dasar cinta dan takwa kepada Allah Ta’ala, saling menghormati, menghargai dan pengertian dari semua pihak. Apabila ada problem atau masalah maka diselesaikan dengan sabar dan tanpa emosi serta tidak mudah mengeluarkan kata-kata cerai.

Tidaklah berlebihan apabila dikatakan bahwa salah satu jalan menuju kebahagiaan adalah paham dalam liku-liku seksual. Akan tetapi kepahaman itu belumlah sempurna kalau tidak disertai dengan iman dan takwa.

Apalah artinya harta bagi seorang istri jika ternyata kebutuhan batiniahnya tidak terpenuhi? Demikian pula apalah artinya kecantikan, keayuan dan kemolekan isteri jika ia dingin saja dalam berhubungan badan (jima’) dengan suaminya? Suami isteri harus menyadari akan hal ini.

Seorang isteri harus selalu siap melayani suaminya untuk mencapai kepuasan, demikian pula seorang suami harus selalu berusaha memberi kepuasan kepada istrinya. Akhirnya berbahagialah keduanya dalam jalinan cinta yang harmonis dan diridlai oleh Allah Ta’ala.

Semoga Allah Ta’ala memberikan kepada kita semua rumah tangga sakinah, yang penuh dengan mawaddah dan rahmah, rumah tangga yang “Baitiy jannatiy” Rumahku adalah surgaku. Aamiin ya Rabbal ‘alamin. [Abdulah Saleh Hadrami]

INILAH MOZAIK

Hidup Dunia Hanya Sebentar

Hadits Arbain ke-40 ini membicarakan bahwa kita hidup di dunia ini hanya sebentar.

Hadits Arbain #40

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، قَالَ: أَخَذَ رَسُولُ اللهِ ﷺ بِمَنْكِبَيَّ، فَقَالَ: «كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ»

وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا يَقُوْلُ: إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرِ المَسَاءَ. وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ. رَوَاهُ البُخَارِيُّ.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang kedua pundakku, lalu bersabda, “Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau seorang musafir.”

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Jika kamu memasuki sore hari, maka jangan menunggu pagi hari. Jika kamu memasuki pagi hari, maka jangan menunggu sore hari. Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416)

Keterangan hadits:

Gharib: asing dari negerinya

Abiru sabiil: musafir

Faedah hadits:

  1. Kita dimotivasi untuk meninggalkan dunia dan zuhud pada dunia.
  2. Bagusnya pengajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan memberi contoh yang memuaskan.
  3. Hendaklah kita bersegera memanfaatkan umur, memanfaatkan waktu kuat yaitu masa sehat dan masa hidup.
  4. Keutamaan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma karena perkataannya terpengaruh dari sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
  5. Bersegera beramal saleh pada waktu kita saat ini, tidak menunda-nundanya, karena kita tidak tahu keadaan setelah itu.

Kaedah dari hadits:

Kaedah istitsmar: hendaklah kita sibuk dengan sesuatu yang akan kekal, bukan sesuatu yang akan fana. Artinya, banyaklah sibuk dengan akhirat, sedangkan dunia kita diajak untuk zuhud (ambil sekadarnya saja dari yang halal).


Diselesaikan Malam Kamis, 4 Dzulqa’dah 1441 H, 24 Juni 2020

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Akhi, ukhti, yuk baca tulisan lengkapnya di Rumaysho:
https://rumaysho.com/25050-hadits-arbain-40-hidup-dunia-hanya-sebentar.html

Ayat-Ayat Alquran Seputar Keutamaan Kabah di Masjidil Haram

Hampir bisa dipastikan, tak ada seorang Muslim pun yang tidak mengenal Ka’bah. Sesuai bentuknya, sebagaimana dilacak Muhammad Ibn Mukarram Ibn Manzur dalam kamus Lisanul Arab, kata Ka’bah berakar dari ta’kib yang dalam bahasa Arab berarti tarbi’ dalam terjemah bahasa Indonesia bermakna segi empat.


إِنَّ أَوَّلَ بَيْتٍ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِي بِبَكَّةَ مُبَارَكًا وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.” (QS Ali Imran [3]: 96)  

Bangunan segi empat yang terletak di Bakkah atau Makkah itulah yang dalam bulan Dzulhijjah ini diziarahi ribuan bahkan jutaan umat Islam dari berbagai pelosok dunia. 

جَعَلَ اللَّهُ الْكَعْبَةَ الْبَيْتَ الْحَرَامَ قِيَامًا لِلنَّاسِ

“Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai pusat (peribadatan dan urusan dunia) bagi manusia.” (QS Al-Maidah [5]: 97)

Mereka akan mengikuti sebuah prosesi spiritual agung ibadah haji yang notabene ditahbiskan sebagai salah satu rukun Islam, menyambut seruan purba yang tempo hari digemakan Tuhan kepada bapak monotheisme yakni Nabi Ibrahim (dan anaknya Ismail).

وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ  

”Dan serulah manusia supaya menunaikan haji, mereka pasti datang kepadamu dengan berjalan kaki dan mengendarai unta-unta kurus, datang dari seluruh pelosok yang jauh.” (QS Al-Hajj [22]: 27)  

Ka’bah itu pula yang dalam waktu-waktu tertentu, minimal lima kali sehari, kita dengan khidmat dan dedikasi yang tinggi mengarahkan wajah menghadap kepadanya dalam sebuah kebaktian yang dinobatkan Rasul SAW sebagai mi’raj-nya seorang Muslim.

Yakni sholat dengan pesan substansial yang tersembunyi di dalamnya, terciptanya semesta yang berkeadaban, tercongkelnya bumi manusia dari belitan tindakan keji, nista, dan munkar. (QS 29: 45)

Sebagaimana dicatat hikayat yang didokumentasikan Alquran, bahwa Ka’bah yang berbentuk segi empat yang menjadi fokus spiritual umat Islam untuk mendulang kekayaan pengalaman religius itu, bermula dibangun Ibrahim as dan anaknya Ismail.

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا ۖ إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

”Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membangun) dasar-dasar (pondasi) Baitullah beserta puteranya Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amal perbuatan kami), sesungguhnya Engkau Mahamendengar lagi Mahamengetahui’.” (QS  Al-Baqarah [2]: 127).

IHRAM

Dua Cara Selamat Dunia dan Akhirat

SEBAGAIMANA harta yang banyak,
maka ilmu yang banyak pun akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak
.

Ilmu yang tidak diamalkan hanya akan menjadi hujjah atas pemilik ilmu.
Setiap ilmu yang sampai kepada kita, maka Allah akan tanya sejauh mana usaha kita dalam mengamalkan ilmu tersebut.

Ilmu yang tidak menjadi wasilah ibadah dan taqarub kepada Allah,
bahkan malah menjadi wasilah kepada dunia,
itu tanda pemilik ilmu yang tertipu.

Suka dengan majelis ilmu, sering menghadirinya,
semangat ikut pelatihan-pelatihan ilmu,
belumlah menjamin selamat di akhirat.

Hanya dengan mengamalkan ilmu.
Lalu belajar ilmu yang membuat kita semakin cinta Allah dan benci dunia,
sehingga dunia yang kita benci itu bisa dikorbankan untuk Allah.

Dengan dua cara inilah kita berusaha untuk selamat di dunia dan akhirat.

INILAH MOZAIK

Komisi Fatwa MUI: Jika Mengancam Jiwa, Tak Masalah Haji Ditunda

SETELAH ditunggu-tunggu, Kerajaan Arab Saudi akhirnya mengumumkan keputusannya terkait pelaksanaan ibadah haji tahun 1441H/2020M. Arab Saudi memutuskan untuk tetap menggelar ibadah haji 1441H/2020M di tengah pandemi Covid-19.

Namun, demi keselamatan dari ancaman wabah global virus corona itu, Arab Saudi menggelar ibadah haji secara terbatas. Yaitu hanya untuk Warga Negara Saudi dan Warga Negara asing atau ekspatriat yang saat ini sudah berada atau berdomisili di Arab Saudi.

Keputusan ini disampaikan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi pada Senin (22/06/2020) waktu Arab Saudi.

Sebelumnya, pada 2 Juni 2020 lalu, pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Agama telah lebih dulu mengumumkan keputusan tidak memberangkatkan jamaah haji Indonesia pada tahun 1441H/2020M ini akibat pandemi Covid-19.

Ini artinya, pada tahun ini dipastikan tidak ada pemberangkatan jamaah haji dari Indonesia ke Tanah Suci. Sebagaimana diketahui, kuota haji Indonesia tahun ini berjumlah 221.000 jamaah, terdiri dari kuota haji reguler (203.320) dan kuota haji khusus (17.680). Mereka insya Allah akan diberangkatkan pada musim haji tahun 1442H/2021M.

Lantas, bagaimana hukumnya jika ibadah haji ditunda karena ada wabah? Bagaimana pula seharusnya sikap jamaah yang gagal berhaji tahun ini?

Berikut penjelasan dari Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof Dr H Hasanuddin AF MA sebagaimana dikutip dari Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2020/Ramadhan 1441H lalu:

Bagaimana pandangan fikih terhadap penundaan haji demi menghindari suatu wabah?

Lantas, bagaimana hukumnya jika ibadah haji ditunda karena ada wabah? Bagaimana pula seharusnya sikap jamaah yang gagal berhaji tahun ini?

Berikut penjelasan dari Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat, Prof Dr H Hasanuddin AF MA sebagaimana dikutip dari Majalah Suara Hidayatullah edisi Mei 2020/Ramadhan 1441H lalu:

Bagaimana pandangan fikih terhadap penundaan haji demi menghindari suatu wabah?

Ya, sama dengan ibadah-ibadah lainnya. Misalnya, shalat Jumat, boleh saja tidak diselenggarakan, lalu diganti dengan shalat Dhuhur. Itu contoh kecil. Nah, ibadah yang lebih besar seperti haji, (ditunda) lebih nggak masalah lagi, jika jiwa manusia bisa terancam dengan wabah itu. Saya kira, apa yang dilakukan pemerintah Saudi sudah tepat. Mereka kan memang yang memiliki otoritas untuk menutup Ka’bah.

Jangankan ibadah, masalah akidah pun dalam ajaran Islam ada dispensasinya. Ada rukhshah (keringanan). Tahukah Anda? Dalam ayat al-Qur’an, kalau ada seseorang melakukan suatu hal yang bisa mengakibatkan kafir. Kafir itu sesuatu yang derajat pelanggarannya tinggi. Boleh kok melakukan (kafir), selama nyawanya terancam.

Contoh, “sujud Anda sama berhala ini, kalau tidak saya bunuh!”. Ancamannya itu benar-benar dilakukan. Kalau Anda nggak mau sujud akan dibunuh. Boleh nggak sujud kepada berhala..? Boleh. Dengan catatan, hati Anda harus tetap bersiteguh dengan keimanannya. Untuk hatinya jangan ikut sujud sama berhala. Yang sujud cukup fisiknya. Jadi contoh seperti itu, akidah saja ada dispensasinya dalam Islam. Apalagi masalah ibadah yang lebih rendah derajatnya daripada persoalan akidah.

Apa nasihat Anda untuk masyarakat Indonesia yang tahun ini tidak berangkat haji karena ditunda pelaksanaannya?

Kalau memang ditunda sampai tahun depan, ya diterima saja dengan kesabaran, penuh keikhlasan, dan menerimanya sebagai sebuah takdir serta cobaan. Nggak jadi berangkat tahun ini, ya berarti tahun depan. InsyaAllah…

Kalaupun ada jamaah haji yang sudah lansia. Tahun ini nggak jadi berangkat haji, sementara tahun depan sudah meninggal lebih dulu, maka niatnya berhaji sudah jadi. Jangan sampai memaksakan diri. Pokoknya harus tetap berangkat haji. Kata al-Qur’an, “Jangan menjerumuskan dirimu ke dalam kebinasaan.”

Bagaimana pandangan Anda terhadap peristiwa munculnya wabah Covid-19?

Ini kan virus jenis baru. Dan belum ada vaksinnya. Mau diapain? Ya sudah ambil hikmahnya. Kuasa Allah Subhanahu Wata’ala. Sedemikian rupa Kuasa-Nya. Dengan virus begini kecil saja sudah kelabakan masyarakat dunia. Belum lagi kiamat.

Makanya sadar! Mulai sekarang. Yang selama ini sombong seolah segala sesuatu bisa diupayakan oleh manusia. Sekarang mereka menyerah. Sudahlah, kembalikan semua kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Apa pesan Anda untuk masyarakat Muslim di Indonesia?

Ya, waspadalah. Virus corona ini bukanlah main-main. Bisa menimpa diri kita. Bisa juga menimpa orang lain. Makanya, aturan-aturan yang sudah dibuat pemerintah, misalnya DKI Jakarta telah memberlakukan PSBB, harus ditaati dan diikuti. Jangan pernah dianggap sepele.*

Rep: Achmad Fazeri

Editor: Muhammad Abdus Syakur

HIDAYATULLAH

Jamaah Haji Tahun Ini Hanya Pemukim di Arab Saudi

Arab Saudi menggelar pelaksanaan ibadah haji tahun ini dengan jumlah terbatas, yaitu jamaah dari berbagai macam negara yang berada di Arab Saudi. Pelaksanaan ibadah haji tersebut dilakukan dengan menerapkan langkah-langkah menjaga jarak.

Keputusan itu diambil sehubungan dengan meningkatnya kasus Covid-19 di seluruh dunia, kurangnya vaksin dan kesulitan menjaga jarak sosial di antara sejumlah besar pengunjung Masjidil Haram yang datang dari luar negeri, Kantor Berita Negara Arab Saudi melaporkan.

Arab Saudi melarang jamaah yang datang dari luar negeri melaksanakan ibadah haji tahun ini karena virus corona. “Keputusan ini diambil untuk memastikan pelaksanaan haji dilakukan dengan cara yang aman dari perspektif kesehatan masyarakat sambil mengamati semua tindakan pencegahan dan protokol jaga jarak yang diperlukan untuk melindungi manusia dari risiko yang terkait dengan pandemi ini, dan sesuai dengan ajaran Islam dalam melestarikan kehidupan manusia,” berdasarkan pernyataan Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.

Jumlah kasus virus corona di Arab Saudi telah melebihi 160 ribu, dengan 1.307 kematian, menyusul peningkatan kasus infeksi baru selama dua minggu terakhir. Sekitar 2,5 juta peziarah biasanya mengunjungi situs-situs Islam paling suci di Makkah dan Madinah selama pelaksanaan ibadah haji. Data resmi menunjukkan Arab Saudi menghasilkan sekitar 12 miliar dolar AS setahun dari haji dan umrah.

Kerajaan Arab Saudi menghentikan penerbangan penumpang internasional pada bulan Maret dan meminta umat muslim pada Maret untuk menunda rencana haji sampai pemberitahuan lebih lanjut. Kedatangan internasional jamaah umrah juga telah ditangguhkan sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Awal bulan ini, Malaysia dan Indonesia sama-sama melarang warganya melakukan perjalanan ke Arab Saudi untuk ibadah haji, dengan alasan kekhawatiran akan virus corona.

IHRAM

5 Faktor Pemicu Lapang Dada dalam Hadapi Masalah Hidup

Syekh Aidh Al-Qarni menyebutkan lima pemicu lapang dada.

Terdapat beberapa hal yang dapat melapangkan dada. Dari beberapa hal itu tauhid yang paling penting, karena sesungguhnya kelapangan dada itu tergantung pada kejernihan dan kebersihan seseorang dalam bertauhid. Hal ini sebagaimana ditegaskan Ibnu Qayyim.

“Barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku maka baginya penghidupan yang sempit dan kelak pada hari kiamat kami akan mengakhirinya dalam kondisi buta.”

Syekh Aidh bin Abdullah Al-Qarni mengatakan ada lima faktor lainnya yang dapat mendatangkan kelapangan dada. Di antaranya pertama ilmu yang bermanfaat, kedua amal saleh, ketiga keberanian, keempat menjauhi kedurhakaan, dan kelima menghindari sikap berlebihan dalam melakukan hal mubah yang diperbolehkan.  

Syekh Al-Qarni menjelaskan, faktor pertama yakni ilmu yang bermanfaat. Menurutnya, hanyalah para ulama yang memiliki hati yang paling lapang, paling senang, dan paling gembira, karena mereka mempunyai warisan dari Nabi Muhammad SAW.   

Hal itu kata, Syekh Al-Qarni, seperti ditegaskan Allah SWT dalam surat An-Nisa ayat 113: وَعَلَّمَكَ مَا لَمْ تَكُنْ تَعْلَمُ “Dan Allah telah mengajarkan kepadamu apa-apa yang belum kamu ketahui.” Tentang hal ini juga Syekh Al-Qarni mengutip surat Muhammad ayat 19: فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ “Ketahuilah bahwa tiada Tuhan selain Allah.”

Faktor kedua tentang amal saleh. Sesungguhnya amal saleh akan menjadi cahaya yang menerangi kalbu pelakunya, membuat wajah bersinar, rezekinya luas, dan menjadikan dia dicintai semua manusia. Dalam surat Al-Jinn ayat 16 disebutkan: وَأَنْ لَوِ اسْتَقَامُوا عَلَى الطَّرِيقَةِ لَأَسْقَيْنَاهُمْ مَاءً غَدَقًا

“Dan sekiranya mereka tetap berjalan lurus di atas jalan itu agama Islam niscaya kami akan mencurahkan kepada mereka air yang cukup (rezeki yang berlimpah).”

Sementara Syekh Al-Qarni mengartikan surah Jinn ayat 16 ini dengan mengartikan sebagai berikut. “Benar-benar akan kami curahkan kepada mereka air yang segar (rezeki yang melimpah).” 

Faktor ketiga yakni keberanian. Menurutnya seorang pemberani memiliki tekad yang kuat, hati yang teguh, dan fisik yang kokoh. 

Demikian itu karena ia selalu mengandalkan Tuhan Yang Maha pemurah, sehingga tidak pernah risau dengan berbagai peristiwa, tidak pernah goyah oleh cobaan. Tak gentar menghadapi berbagai isu yang menakutkan.  

Faktor keempat, menjauhi kedurhakaan sesungguhnya perbuatan maksiat itu mewariskan kekeruhan yang pasti, kegelisahan yang nyata, dan kegelapan yang pekat. 

Untuk menggambarkan keadaan ini menuliskan sebuah syair. “Kulihat bahwa dosa-dosa itu mematikan kalbu dan adakalanya mewariskan kehinaan bila di tetapi.” 

Faktor kelima, ialah menghindari sikap berlebihan meski untuk hal yang dibolehkan seperti banyak bicara banyak makan banyak tidur, dan banyak bergaul. Untuk menafsirkan keadaan ini Syekh Al-Qarni mengutip surat Al-Muminun ayat 3: وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ “Dan orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna.” 

Syekh Al-Qarni mengartikan ayat tersebut, “Mereka yang senantiasa menjauhi perbuatan sia-sia.” Tentang jangan berlebihan untuk perkara mubah, Syekh Al-Qarn mengutip surat Qaf ayat 18: مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ “Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di sisinya malaikat pengawas yang selalu siap (mencatat).” Ia juga mengutip surat Al-A’raf ayat 31:  

يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ

“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap memasuki masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang berlebih-lebihan.”

KHAZANAH REPUBLIKA