Berbahagialah Jika Anda Diomongin Orang

PERNAHKAH kita digunjing, dicaci atau mungkin difitnah oleh seseorang? Mungkin orang tersebut hanya berani berbicara di belakang kita atau mungkin di hadapan kita.

Kira-kira apa komentar kita dan respon kita ketika kita digunjing dan digibah oleh orang?

Banyak di antara kita yang marah yang mengumpat, yang menunjukkan kekecewaannya karena merasa ditikam dari belakang saat ini digunjing atau digibah oleh teman atau sahabatnya. Bahkan ada di antara kita ada yang mendatangi rumah tersebut dan melabraknya.

Kita luapkan emosi kita dan kekecewaan kita di hadapan dirinya. Bahkan banyak di antara kita berupaya membuat skor menjadi 1-1.

Kita gunjing dia di beberapa tempat pergaulan kita. Kita sebutkan aib-aibnya sebagaimana dia menyebutkan aib kita. Kita umbar kejelakan-kejelekannya, rahasia-rahasianya yang selama ini kita simpan, sebagaimana dia mengungkapkan rahasia-rahasia kita.

Itulah yang mungkin terjadi di masyarakat kita pada saat-saat ini. Tahukah kita? Bahwa menjadi korban gunjingan orang, fitnahan orang, itupun dialami oleh para ulama kita.

Salah satu catatan sejarah yang menarik dalam masalah ini apa yang yang terjadi dan dialami hasan al bashri. Suatu ketika ada yang memberikan laporan ke beliau bahwa ada yang menggunjing dan menggibah beliau di belakang.

Apa yang beliau lakukan, apa yang dilakukan hasan al- bashri? Apakah beliau langsung marah? Beliau langsung meluapkan emosinya, beliau langsung melabrak orang tersebut? Ternyata tidak!

Yang beliau lakukan adalah beliau menyiapkan sepiring kurma. Lalu ia kirimkan ke orang yang menggunjing beliau tersebut. Lalu ketika berhadapan pengunjing, penggibah. Beliau mengatakan,

“Telah sampai berita kepada diriku bahwa engkau telah mengibahkan dan memberikan sebagian pahalamu kepada diriku, jazakallahu khairon (semoga Allah subhanahu wa taala memberikan balasan kepada dirimu yang banyak) dan aku berikan kepada dirimu sepiring kurma sebagai hadiah karena aku ingin membalasmu. Dan tolong maafkan diriku apabila aku tidak bisa memberikan balasan sebagaimana yang engkau berikan pada diriku.”

Apa maknanya?

Al hasan al bashri meminta maaf kepada orang tersebut. Mohon maaf saya tidak bisa membalas pahala engkau dengan pahala serupa. Saya tidak bisa menghadiahkan pahala saya sebagaimana engkau menghadiahkan pahalamu kepada diriku. Allahu Akbar.

Digibahi, digunjing, difitnah bukannya malah marah dan mengamuk justru menyiapkan sepiring kurma untuk dihadiahkan kepada orang yang menggibahi orang tersebut.

Sudahkah iman kita, keyakinan kita, pemahaman kita sampai pada derajat seperti itu. Mungkin ada yang berkata, apakah beliau masih waras ustaz? Beliau sangat waras dan inilah sebuah contoh dari kecerdasan, keimanan seseorang. Kecerdasan emosional seseorang. [Ustaz Muhammad Nuzul Dzikri, Lc]

INILAH MOZAIK

Ujian ketika Belum Bertemu Jodoh

SERINGKALI menjadi pemicu kegalauan seseorang. Sudah mencapai umur yang pantas untuk menikah, namun belum juga bertemu dengan jodoh, maka hati pun gelisah.

Apalagi kalau umur sudah melewati masa-masa yang menurut kebanyakan orang waktu ideal untuk menikah, maka hati semakin gelisah lagi. Kegelisahan semakin bertambah berat saja manakala teman-teman, saudara, dan orang-orang di sekitar kita bertanya-tanya tentang kapan menikah.

Dalam kondisi demikian, seseorang akan merasa sempit dan sebagian orang memilih untuk menghindar dari pergaulan karena perasaan minder. Padahal semestinya tidak perlu begitu. Mengapa? Karena Allah SWT berfirman, “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. ar-Ruum [30]: 21).

Allah sudah menyediakan jodoh untuk setiap hamba-Nya. Hanya saja kita perlu ikhtiar untuk menjemputnya. Ada perbedaan mencari dengan menjemput. Kalau mencari digunakan untuk menemukan sesuatu yang belum tentu ada. Sedangkan menjemput digunakan untuk menemukan sesuatu yang sudah ada, hanya saja belum bertemu.

Lantas bagaimana cara menjemputnya? Yaitu adalah ikhtiar memperbaiki diri. Karena Allah berfirman, “Perempuan-perempuan yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat perempuan-perempuan yang keji (pula), dan perempuan-perempuan yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki- laki yang baik adalah untuk perempuan-perempuan yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (QS. An Nuur [24]: 26).

Belum bertemu dengan jodoh padahal usia sudah mencukupi untuk menikah, ini adalah ujian. Berpeganglah kepada Allah SWT, karena hanya Allah yang menguasai hati setiap hamba-Nya. Setiap makhluk adalah milik Allah, jodoh kita pun milik Allah. Maka prioritas yang harus kita lakukan adalah meminta jodoh kepada-Nya. Adapun selebihnya merupakan ikhtiar kita sebagai manusia. Boleh dengan cara meminta orangtua mempertemukan dengan orang yang menurut mereka tepat. Boleh juga kepada teman atau saudara kita.

Tetaplah beraktifitas dengan baik, bekerja dengan jujur, terlibat dalam kegiatan-kegiatan sosial dengan niat lillaahi taala. Jauhkan rasa pesimis, minder, putus asa, apalagi buruk sangka kepada Allah SWT. Tingkatkan ketakwaan kita kepada Allah melalui qiyaamul lail. Karena bagi orang bertakwa, Allah akan memberikan jalan keluar dan karunia dari arah yang tiada terduga sebelumnya. [*]

Oleh KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

Amalan yang Dicintai Allah pada Bulan Dzulhijjah

Pada bulan Dzulhijjah Allah menyiapkan sederet pahala bagi yang melakukan amal sholeh

Ustadz Muhammad Burhanudin, M.Pd.i, pemilik pondok pesantren Nurul Amal Al Islam menyebut bulan Dzulhijjah adalah bulan yang dimuliakan Allah. Termasuk ke dalam bulan yang dikategorikan Allah sebagai satu dari empat bulan dilarangnya pertumpahan darah atau peperangan.

“Di bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari terbaik sepanjang tahun. Pada Surah Al-Fajr ayat 1-2 mengenai 10 malam pertama ini,” ujarnya kepada Republika.

Selain itu Ustadz Burhanudin menyebut 10 hari bulan Dzulhijjah sebagai hari yang istimewa karena menjadi sumpah oleh Allah dalam firmannya. Maka amalan yang dicintai Allah adalah menumpahkan darah hewan kurban.

Selain itu Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah yang disebutkan pada Alquran Surah Al-Maidah ayat 3. “Yang diartikan terjadi pada Haji Wada atau bulan Dzulhijjah.”

Selanjutnya, kata dia, keutamaan bulan Dzulhijjah juga karena terdapat puasa tarwiyah dan arafah, di mana jika dilakukan maka akan menghapuskan dosa tahun lalu dan yang akan datang.

Keistimewaan juga terdapat di dalamnya karena ibadah haji dan kurban pada bulan tersebut. “Terakhir, karena pada bulan tersebut umat Islam di seluruh dunia melaksanakan wukuf di Arafah untuk melaksanakan rukun haji yang ke lima,” ucap Ustadz Barhanudin.

KHAZANAH REPUBLIKA

10 Perbuatan yang Pahalanya Setara Ibadah Haji

Salah satunya beramal sholeh pada 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Tidak diragukan lagi, tidak ada perbuatan yang sebenarnya setara dengan ritual haji yang suci dan sakral, juga tidak akan memberikan hati Anda tingkat kepuasan spiritual yang sama dengan haji. Tetapi Allah sesungguhnya Maha Penyayang dan Maha Pemurah.

Berikut 10 tindakan mudah yang dapat Anda lakukan untuk mendapat imbalan seperti yang diperoleh oleh orang-orang muslim yang bertandang ke Mekah menjalankan ibadah haji, dilansir dari AboutIslam:

1. Memohon kepada Allah dari Subuh Hingga Isyraq
Rasulullah (SAW) bersabda:
“Barangsiapa yang sholat subuh berjamaah, kemudian dia tetap duduk sambil berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit dan kemudian sholat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah”, beliau menekankan kata ‘sempurna’ tiga kali.

2. Menuntut Ilmu
Nabi Muhammad SAW berkata:
“Orang yang pergi ke masjid hanya ingin belajar kebaikan atau mengajarkannya, maka ia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang menunaikan ibadah haji lengkap”.

3. Sholat Berjamaah
Nabi Muhammad (SAW) bersabda:
“Tidakkah Allah memberikan kepadamu (pahala) sholat Isya berjamaah sama dengan ibadah haji, dan sholat Subuh berjamaah sama dengan umrah?” (Muslim)

4. Menghadiri Sholat Jumat
 Sa’id bin al-Musayyib mengatakan bahwa melaksanakan sholat Jum’at adalah “lebih disukai bagi-Ku (Allah SWT) daripada haji nafl”.

5. Mendirikan Sholat Id
Salah satu sahabat berkata:
“Pergi sholat Idul Fitri sama dengan melaksanakan umrah dan pergi sholat Idul Adha sama dengan melakukan haji”.

6. Memenuhi Kebutuhan Sesama Muslim
Hasan al-Basri berkata:
“Pergi memenuhi kebutuhan sesama muslim lebih baik bagimu daripada ibadah haji yang kedua kali (dilakukan berkali-kali)”.

7. Taat Pada Orang Tua
Nabi memerintahkan salah satu sahabat untuk berbuat baik kepada ibunya. Beliau berkata: “Anda seperti seorang jamaah haji, seseorang yang melakukan umrah, dan seseorang yang berjuang demi Allah (mujahid)”.

8. Dzikir
Salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW mengabarkan: “Dia yang membaca Subhanallah 100 kali di pagi hari dan 100 kali lagi di malam hari adalah seperti orang yang melakukan haji 100 kali!”.

9. Menahan Diri dengan Tegas dari Tindakan Terlarang
Beberapa orang saleh mengatakan: “Menjauhkan diri dari kesalahan sedikit lebih baik dari lima ratus (nafl) haji”.

10. Perbuatan Baik Selama 10 Hari Pertama Dzulhijjah
Beramal sholeh selama 10 hari pertama Dzulhijjah akan diganjar pahala yang sangat besar.

Semoga Allah memberi kita kemampuan untuk melakukan semua perbuatan baik ini dan ibadah haji yang berkali-kali, insya Allah.

KHAZANAH REPUBLIKA

Hadits Tentang Qurban Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi Wa Sallam

Lafaz Hadits

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ: (( بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى )).

“Diriwayatkan dari Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata, “Saya menghadiri shalat idul-Adha bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di mushalla (tanah lapang). Setelah beliau berkhutbah, beliau turun dari mimbarnya dan didatangkan kepadanya seekor kambing. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelihnya dengan tangannya, sambil mengatakan: Dengan nama Allah. Allah Maha Besar. Kambing ini dariku dan dari orang-orang yang belum menyembelih di kalangan umatku

Takhrij Hadits

Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 11051, Imam Abu Dawud dalam Sunan-nya no. 2812, Imam At-Tirimidzi dalam Sunan-nya no. 1521 dan yang lainnya. Imam At-Tirmidzi mengatakan, “Hadits ini gharib”. Syaikh Al-Albani menshahihkan Hadits ini dalam Shahih Sunan Abi Dawud dan lainnya.

Faidah-faidah Hadits

Di antara faidah hadits ini adalah sebagai berikut:

  1. Disunnahkannya shalat idul-adha di mushalla, yaitu tanah lapang. Begitu pula dengan shalat idul-fithri.
  2. Khutbah ‘id dilakukan setelah mengerjakan shalat ‘id.
  3. Disunnahkannya mendatangkan mimbar ke mushalla (tanah lapang) dan imam berkhutbah di atasnya ketika shalat ‘id.
  4. Disunnahkan menyegerakan penyembelihan setelah shalat id selesai dan tidak ada yang menyembelih sebelum imam menyembelih.
  5. Disunnahkan menyembelih sendiri untuk orang yang berqurban dengan kambing,
  6. Satu kambing untuk penyembelihan satu orang.
  7. Disyariatkan membaca: (بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ) sebelum menyembelih.
  8. Dibolehkannya menyertakan orang lain dalam penyembelihan agar mendapatkan pahala juga, seperti keluarga dan orang-orang yang telah meninggal. Karena lafaz hadits ini umum.
  9. Sebagian ulama menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa berqurban tidak wajib, karena ada di antara umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak berqurban.

Syariat berqurban/Udhhiyah (الأضحية)

Allah subhanahu wa ta’ala mensyariatkan qurban. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

{ قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (162) لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ (163) }

“Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagi-Nya dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)” (QS Al-An’am: 162-163)

Hukum berqurban, wajibkah?

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum berqurban. Jumhur ulama, yaitu: madzhab Imam Malik, Imam Asy-Syafii, Imam Ahmad dan yang lainnya menyatakan sunnahnya. Madzhab Imam Asy-Syafii mengatakan sunnah muakkadah (sangat ditekankan dan diusahakan tidak ditinggalkan kecuali ada ‘udzur). Sedangkan madzhab Imam Abu Hanifah mengatakan wajibnya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

(( مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا. ))

Barang siapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berqurban, maka janganlah dia mendekati tempat shalat kami.1

Para ulama hadits berbeda pendapat dalam menghukumi hadits ini. Dan mereka juga berbeda pendapat dalam menghukumi hadits yang diriwayatkan dari Mikhnaf bin Sulaim Al-Ghamidi radhiallahu ‘anhu:

( كُنَّا وُقُوفًا مَعَ النَّبِىِّ  صلى الله عليه وسلم بِعَرَفَاتٍ، فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ: ((يَا أَيُّهَا النَّاسُ! عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ. هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ؟ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ.))

“Kami berwuquf di ‘Arafah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saya mendengar beliau berkata, ‘Wahai manusia! Setiap satu keluarga di setiap tahun harus menyembelih dan juga Al-‘Atiirah. Apakah kamu tahu apa itu Al-‘Atiirah? Dia adalah yang dinamakan Ar-Rajabiyah2.”3

Syaikh Al-Albani menshahihkan hadits ini. Syaikh ‘Abdul-Muhsin Al-Abbad mendha’ifkannya dalam penjelasan beliau terhadap Sunan Abi Dawud.

Jika ternyata kedua hadits ini shahih atau hasan, maka ini menjadi dalil yang sangat kuat untuk mengatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib setiap tahun untuk orang yang memiliki kelapangan.

Akan tetapi terdapat atsar dari Abu Bakr, Umar bin Al-Khaththab dan Abu Mas’ud Al-Anshari radhiallahu ‘anhuma yang menunjukkan bahwa mereka berdua sengaja meninggalkan berqurban agar ibadah tersebut tidak dianggap wajib oleh kaum muslimin4.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

(( إِذَا دَخَلَتِ الْعَشْرُ وَأَرَادَ أَحَدُكُمْ أَنْ يُضَحِّىَ فَلاَ يَمَسَّ مِنْ شَعَرِهِ وَبَشَرِهِ شَيْئًا.))

Jika telah masuk sepuluh hari (pertama di bulan Dzul-hijjah) dan seorang di antara kalian ingin menyembelih, maka janganlah dia mengambil sedikit pun dari rambut dan tubuhnya.”5

Wallahu a’lam bishshawab.

Sikap yang sebaiknya kita ambil dalam permasalahan seperti ini adalah bersikap hati-hati (wara’). Seandainya pendapat yang mewajibkannya benar, maka kita selamat dari dosa meninggalkannya. Kalaupun ternyata salah, maka kita telah mengerjakan amalan sunnah dan syiar Islam.

{ ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ }

Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati” (QS Al-Hajj : 32)

Apa batas kelapangan sehingga seseorang sangat dianjurkan untuk menyembelih?

Para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Di dalam madzhab Imam Syafii, seseorang dikatakan memiliki kelapangan apabila dia memiliki nafkah untuk diri dan keluarga yang ditanggungnya pada hari idul-adhha dan ketiga hari tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzul-hijjah). Allahu a’lam bishshawab. Jika semua orang yang memiliki kelapangan mau berqurban insya Allah daging qurban akan melimpah di masyarakat kaum muslimin, sehingga seluruh kaum muslimin bergembira dengan hari raya qurban ini.

Bolehkah orang yang berqurban mengikutkan pahalanya untuk keluarganya?

Boleh, sebagaimana dilakukan oleh para sahabat di zaman dahulu. Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al-Anshari radhiallahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:

(كَانَ الرَّجُل فِي عَهْد النَّبِيّ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْل بَيْته فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاس فَصَارَ كَمَا تَرَى.)

Dulu pernah ada seorang laki-laki di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyembelih kambing untuk dirinya dan keluarga, kemudian mereka pun makan dan memberi makan (orang lain), kemudian orang-orang berlomba-lomba untuk melakukannya, hingga menjadi seperti yang engkau lihat6

Lafaz-lafaz nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hendak menyembelih hewan qurban

Diwajibkan mengucapkan (بسم الله)/bismillah ketika menyembelih dan disunnahkan menambahkannya dengan (والله أكبر)/wallahu akbar.

Ada beberapa riwayat yang menunjukkan lafaz penyembelihan nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, di antaranya:

  1. Hadits yang sedang kita bahas ini.
  2. (بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ)
    /Dengan nama Allah. Ya Allah terimalah dari Muhammad, keluarga Muhammad dan Umat Muhammad.7
  3. (بِسْمِ اللهِ وَاللهُ أَكْبَرُ، عَنْ مُحَمَّدٍ وَأُمَّتِهِ مَنْ شَهِدَ لَكَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لِي بِالْبَلاَغِ)
    /Dengan nama Allah. Ini dari Muhammad dan umatnya yang bertauhid kepada-Mu dan bersaksi bahwa aku telah menyampaikan (risalah).8
  4. Dan ada beberapa lafaz lagi yang mirip dengan di atas, sebagian riwayatnya lemah (dha’if).

Hukum mengucapkan nama orang yang berqurban

Disunnahkan mengucapkan nama-nama orang yang berqurban jika dia mewakilkannya kepada orang lain. Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari ‘Ali bin Abi Thalib9, Ibnu ‘Abbas10, Al-Hasan Al-Bashri11 bahwa mereka menyembelih dengan mengucapkan tambahan lafaz “(اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ فُلاَنٍ)/Ya Allah terimalah dari si Fulan.” Hadits yang sedang kita bahas ini terdapat keumuman bahwa Rasulullah mengucapkan qurbannya tersebut untuk dirinya dan orang lain.

Baca juga: Kumpulan Artikel Idul Adha Dan Qurban Di Muslimah.Or.Id

Hukum berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia

Berqurban untuk orang yang sudah meninggal dunia terbagi menjadi tiga macam:

  1. Orang yang hidup mengikutkan pahala berqurban untuk orang-orang yang telah meninggal dunia.
  2. Orang yang sebelum meninggal dunia, berwasiat untuk berqurban.
  3. Mengkhususkan hewan qurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Untuk macam pertama dan kedua para ulama membolehkannya. Akan tetapi untuk macam yang ketiga terjadi perselisihan di kalangan ulama. Jumhur ulama memandang tidak bolehnya, sedangkan madzhab Imam Ahmad memandang hal tersebut diperbolehkan.

Allahu a’lam, pendapat yang lebih kuat adalah pendapat yang mengatakan hal tersebut diperbolehkan. Pendapat inilah yang dipegang oleh Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah, kemudian ulama-ulama abad ini seperti: Syaikh Bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.

Dalil yang menunjukkan hal tersebut di antaranya hadits yang sedang kita bahas ini dan hadits-hadits yang lainnya yang menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengikutkan orang-orang yang telah meninggal dunia di dalam penyembelihannya. Dalil ini bersifat umum akan kebolehan berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia.

Berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia termasuk jenis sedekah untuk orang yang telah meninggal dunia. Dan bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia diperbolehkan oleh para ulama.

Akan tetapi, orang yang berqurban untuk orang yang telah meninggal dunia, tidak boleh mengambil sedikit pun dari hewan qurban tersebut, karena dia telah meniatkannya sebagai sedekah.

Imam At-Tirmidzi berkata:

وَقَدْ رَخَّصَ بَعْضُ أَهْلِ اْلعِلْمِ أَنْ يُضَحِّىَ عَنِ الْمَيِّتِ وَلَمْ يَرَ بَعْضُهُمْ أَنْ يُضَحِّىَ عَنْه, وَقَالَ عَبْدُ اللهِ بْنِ الْمُبَارَكِ: أَحَبُّ إِلَيَّ أَنْ يَتَصَدَقَ وَلَا يُضَحِّى عَنْه وَإِنْ ضَحَّى فَلَا يَأْكُلْ مِنْهَا شَيْئًا وَيَتَصَدَّقْ بِهَا كُلَّهَا

“Sebagian ahli ilmu memberikan rukhshah (keringanan) untuk berqurban untuk orang yang sudah meninggal, sebagian lagi mengatakan tidak boleh. ‘Abdullah bin Al-Mubarak berkata, ‘Yang lebih aku sukai adalah dia cukup bersedekah dan tidak berqurban. Apabila dia berqurban (untuk orang yang telah meninggal) maka dia tidak boleh makan sedikit pun darinya, dia harus mensedekahkan seluruhnya.”12

Kalau kita perhatikan perkataan Abdullah bin Al-Mubarak di atas, kita bisa memahami bahwa menyembelih untuk orang yang sudah meninggal diperbolehkan tetapi hukumnya tidak sunnah. Dan beliau lebih menyukai bersedekah untuk orang yang sudah meninggal daripada menggantikan sedekah tersebut dengan qurban. Allahu a’lam, pendapat inilah yang rajih (lebih kuat).

Demikian. Mudahan tulisan ini bermanfaat.

Catatan Kaki

1 HR Ahmad dalam Musnad-nya no. 8273, Ad-Daruquthni dalam Sunannya no. 4762 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 7565. Di dalam sanad Ahmad dan Al-Hakim terdapat Abdullah bin ‘Ayyasy, dia shaduq yaghlath sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam At-Taqrib, di dalam sanad Ad-Daruquthni terdapat ‘Amr bin Al-Hushain dan Ibnu ‘Ulatsah keduanya matruk. Kedua jalur yang seperti ini tidak bisa saling menguatkan sehingga dzhahir sanad hadits ini lemah. Syaikh Al-Albani mengatakan hadits ini hasan dalam Takhrij Musykilail-Faqr no. 102. Sedangkan para imam seperti At-Tirmidzi, Ibnu ‘Abdl-Barr, Al-Baihaqi dan Ibnu Hajar merajihkan hadits tersebut mauquf. (As-Sunan Al-Kubra lil-Baihaqi no. 19485, Bulughul maram).

2 Maksudnya sembelihan di awal bulan Rajab. Allahu a’lam Jumhur ulama memandang tidak disunnahkan menyembelih di bulan Rajab karena ada hadits yang menghapuskan (me-naasikh) hukumnya. Untuk penjelasan lebih lanjut silakan melihat buku-buku penjelasan (syarh) hadits ini.

3 HR Abu Dawud no. 2790, At-Tirmidzi no. 1518 dan Ibnu Majah no. 3125. Abu Dawud berkata, “Al-‘Atiirah dihapuskan hukumnya (mansukh). Khabar (hadits) ini mansukh.”

4 Lihat Ma’rifatus-Sunan wal-Atsar lil-baihaqi no. 5832 dan 5833.

5 HR Muslim no. 1977.

6 HR At-Tirmidzi no. 1505 dan Ibnu Majah no. 3147. Dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi.

7 HR Muslim 1967.

8 HR Musnad Abi Ya’la no. 1792.

9 Lihat Syu’abul-Iman. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 6958.

10 Lihat As-Sunan Al-Kubra. Imam Al-Baihaqi. Hadits no. 19642.

11 Lihat Al-Mathalib Al-‘Aliyah. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani. Hadits no. 2367.

12 Lihat di dalam Sunan At-Tirmidzi di bawah hadits no. 1495.

Daftar Pustaka

  1. Ahkamul-Udhhiyah wadz-Dzakah. Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin.
  2. Al-Mufashshal fi Ahkamil-Udhhiyah. Hisamuddin ‘Afanah.
  3. Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah. Wizarah Al-Auqaf Wasy-Syu-un Al-Islamiyah.
  4. Ahadits fi Masyru’iyatil-‘Udhhiyah wal-Amru biha. www.assunnah.org.sa . tanpa disebutkan nama penulisnya.
  5. Buku-buku hadits dalam catatan kaki dan lain-lain sebagian besar sudah dicantumkan di footnotes.

Penulis: Ustadz Sa’id Ya’i Ardiansyah, Lc., M.A.

Artikel Muslimah.Or.Id

Hukum Makan dan Minum di Dalam Masjid

Diperbolehkan untuk makan dan minum di dalam masjid, kecuali jika makanan tersebut berbau tidak enak, misalnya bawang merah atau bawang putih. Hal ini karena siapa saja yang memakan makanan tersebut, dia dilarang memasuki masjid. 

Orang yang makan di dalam masjid itu bisa jadi sedang i’tikaf atau tidak i’tikaf. 

Jika sedang i’tikaf

Jika sedang i’tikaf, maka dia makan dan minum di dalam masjid, dan tidak boleh keluar masjid untuk makan. Hal ini karena jika keluar masjid tanpa ada kebutuhan mendesak dapat membatalkan i’tikafnya. 

Imam Malik rahimahullah berkata,

أكره للمعتكف أن يخرج من المسجد ،فيأكل بين يدي الباب ، ولكن ليأكل في المسجد، فإن ذلك له واسع

“Aku membenci orang yang sedang i’tikaf itu keluar masjid. Sehingga dia makan di depan pintu, akan tetapi di dalam masjid. Sesungguhnya perkara ini longgar.” 

Beliau rahimahullah juga berkata,

لا يأكل المعتكف ولايشرب إلا في المسجد، ولا يخرج من السجد إلا لحاجة الإنسان، لغائط أو بول

“Orang yang sedang i’tikaf tidak boleh makan dan minum kecuali di dalam masjid. Dia tidak boleh keluar kecuali jika ada kebutuhan mendesak, seperti buang air besar dan buang air kecil.” (Al-Mudawwanah Al-Kubra, 1: 300)

Akan tetapi, jika tidak ada yang membawakan makanan dan minuman untuknya ke dalam masjid, dia boleh keluar mencari makan. Karena dalam kondisi tersebut, keluar dari masjid untuk mencari makanan itu termasuk kebutuhan mendesak baginya. [1] 

Jika tidak sedang i’tikaf

Adapun untuk orang-orang yang tidak sedang i’tikaf di dalam masjid, dia juga boleh makan di dalam masjid. Tidak ada batasan bahwa hal itu hanya boleh untuk musafir, misalnya, karena dalil-dalil yang ada bersifat umum. 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ جَزْءٍ الزُّبَيْدِيِّ، قَالَ: ” أَكَلْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شِوَاءً فِي الْمَسْجِدِ، فَأُقِيمَتِ الصَّلَاةُ، فَأَدْخَلْنَا أَيْدِيَنَا فِي الْحَصَى، ثُمَّ قُمْنَا نُصَلِّي، وَلَمْ نَتَوَضَّأْ

“Dari ‘Abdullah bin Al-Kharits bin Jaz’i Az-Zubaidi, beliau mengatakan, “Kami makan daging panggang bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di masjid. Kemudian iqamah dikumandangkan, dan kami masukkan tangan kami ke dalam kerikil. Kami pun berdiri untuk shalat dan tidak berwudhu.” (HR. Ahmad no. 17702, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Arnauth)

Demikian juga ‘Abdullah bin Al-Kharits bin Jaz’i Az-Zubaidi radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

كُنَّا نَأْكُلُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ الْخُبْزَ وَاللَّحْمَ

“Pada masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kami makan roti dan daging di dalam masjid.” (HR. Ibnu Majah no. 3300, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Dikuatkan pula dengan ahlu shuffah yang tinggal di masjid. Juga berkaitan dengan kisah diikatnya Tsumamah bin Utsal di masjid. Ketika itu, Tsumamah (yang masih dalam agama kaum musyrikin), berupaya untuk membunuh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam namun digagalkan oleh Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu. Kemudian ia pun diikat di masjid.

Pada hari ketiga, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melewatinya dan bertanya,

مَا عِنْدَكَ يَا ثُمَامَةُ

“Apa yang engkau miliki wahai Tsumamah?” (HR. Bukhari no. 2422, 4372 dan Muslim no. 1764). 

Maksudnya, beliau bertanya kepada Tsumamah apakah dia sudah makan atau belum?

Demikian pula kisah sahabat Sa’ad bin Mu’adz radhiyallahu ‘anhu yang terluka pada saat perang Khandaq. Kemudian beliau dibuatkan kemah di masjid oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar dekat dengan beliau selama masa perawatan.

Dalil-dalil di atas menunjukkan bolehnya makan di masjid. Hal ini karena jika perbuatan tersebut dilarang, tentu sudah akan tersebar dan dikenal di kalangan para shahabat radhiyallahu ‘anhum. Selain itu, hukum asal dalam masalah ini adalah mubah. Lalu, bagaimana lagi jika dikuatkan dengan dalil-dalil di atas yang menunjukkan kebolehannya? 

Namun hendaknya orang yang makan di dalam masjid meletakkan wadah atau sejenisnya sebagai tempat sisa-sisa makanan, agar tidak mengotori masjid. Juga jangan sampai menyisakan makanan di dalam masjid sehingga akan mengundang binatang-binatang yang bisa mengganggu. [2]

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

MUSLIMcom

Hari Jumat di 10 Hari Awal Bulan Dzulhijjah yang Istimewa

Mengapa istimewa? Karena ada siang hari Jumat di bulan Dzulhijjah ini terkumpul dua keutamaan, yaitu keutamaan hari Jumat dan keutamaan siang hari 10 awal bulan Dzulhijjah. Mengenai keutamaan bulan hari Jumat, umumnya mayoritas kaum muslimin sudah mengetahuinya, akan tetapi bisa jadi banyak kaum muslimin yang belum mengetahui keutamaan 10 hari awal bulan Dzulhijjah, sehingga mereka menjalani hari-hari tersebut seperti biasa tanpa mengetahui keutamaannya.

Ibnu Hajar Al-Asqalani menjelaskan istimewanya hari Jumat pada bulan 10 awal bulan Dzulhijjah. Beliau berkata,

‏ويوم الجمعة في عشر ذي الحجة أفضل من الجمعة في غيره؛ لاجتماع الفضلين فيه

“Hari Jum’at pada 10 hari di (awal) Dzul Hijjah lebih afdhal dibandingkan hari Jum’at pada waktu yang lainnya, karena berkumpulnya dua keutamaan padanya.” [Fathul Bari 3/391]

Syaikh Abdurrazzaq bin Abdul Muhsin Al-Abbad Al-Badr hafidzahullah menjelaskan bahwa 10 awal bulan Dzulhijjah memiliki keistimewaan sebagaimana 10 hari akhir bulan Ramadhan,

أنّ العشر الأيام الأوّل من شهر ذي الحجة هي خير أيام السنة على الإطلاق ، والعشر الليالي الأخيرة من شهر رمضان هي خير ليالي السنة على الإطلاق

Sepuluh siang hari pertama bulan Dzulhijjah lebih baik dari hari-hari setahun secara mutlak dan sepuluh malam akhir bulan Ramadhan lebih baik dari malam setahun secara mutlak” [http://al-badr.net/detail/zVFpX7gDBA2K ]

Terlebih hari jumat tersebut berada pada 10 awal bulan Dzulhijjah, maka keutamaannya akan berlipat. Perhatikan keutamaan hari Jumat berikut:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ

“Sebaik-baik hari di mana matahari terbit di saat itu adalah hari Jum’at. Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jum’at.”[HR. Muslim]

Beliau juga bersabda,

“أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ”

“Allah memalingkan kaum sebelum kita dari hari Jum’at. Maka untuk kaum Yahudi adalah hari Sabtu, sedangkan untuk orang-orang Nasrani adalah hari Ahad, lalu Allah membawa kita dan menunjukan kita kepada hari Jum’at.’” [HR. Muslim]

Apa saja amalan yang dilakukan selama 10 awal bulan Dzulhijjah, terutama di hari jumatnya? Ibnul Qayyim menjelaskan,

وَالْأَفْضَلُ فِي أَيَّامِ عَشْرِ ذِي الْحِجَّةِ الْإِكْثَارُ مِنَ التَّعَبُّدِ ، لَاسِيَّمَا التَّكْبِيرُ وَالْتَهْلِيلُ وَالْتَحْمِيدُ 

“Yang utama pada 10 awal bulan Dzulhijjah adalah memperbanyak ibadah terutama takbir, tahlil, tahmid.” [Madarijus Salikin 1/110]

Syaikh Abdul Bin Baz menjelaskan juga,

فهذه العشر مستحب فيها الذكر، والتكبير، والقراءة، والصدقات، منها العاشر
أما الصوم لا، ليس العاشر منها، الصوم يختص بعرفة

 “Di 10 awal bulan Dzulhijjah ini disunnahkan berdzikir, bertakbir, membaca AlQuran, bersedekah, termasuk pada hari ke sepuluhnya. Adapun berpuasa, maka tidak dilakukan pada hari kesepuluh (boleh puasa pada 1-9 Dzulhijjah). Puasa sampai (khusus) pada hari Arafah saja.” [https://binbaz.org.sa/fatwas/17339]

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

MUSLIM.COM

Makan Kurma Hukum Asalnya Mubah

Mengapa hukumnya mubah? Karena kaidah asalnya

الأصل في الأطعمةوالأشربةالإباحة

“Hukum asal makanan dan minuman adalah mubah”

Kurma termasuk makanan sehinga hukum asalnya mubah?

Yang sunnah adalah apabila kita makan sesuai dengan tatacara dan sifat yang disunnahkan

Misalnya:
Makan kurma ketika berbuka puasa, maka ini sunnah

Makan kurma ketika makan sahur, maka ini sunnah

Atau makan kurma ajwa pada pagi hari sebanyak 7 butir agar terlindung dari racun dan sihir pada hari itu

Jadi yang sunnah bukan makan kurmanya, tetapi apabila makan kurma sesuai tatacara, prosedur dan sifat yang sesuai sunnah, inilah yang sunnah

Agar lebih memahami kami beri contoh,

Tidur itu jelas hukumnya mubah

Tetapi apabila kita tidur, sesuai dengan tatacara dan sifat yang disunnahkan, maka inilah yang sunnah

Misalnya:

Tidur di awal malam setelah isya, ini hukumnya sunnah

Tidur di waktu siang atau disebut dengan qailulah, ini hukumnya sunnah

Tidur di atas lambung kanan (menghadap tangan) dan menaruh tangan di atas pipi, ini hukumnya sunnah

Semoga bisa memahami

Penyusun: Raehanul Bahraen

MUSLIMAFIYAH

Bagaimana Al-Qur’an Mencegah Fenomena Pembunuhan di Tengah Umat?

Al-Qur’an memiliki cara tersendiri untuk mencegah seseorang membunuh jiwa yang tak berdosa. Cara tersebut bisa berupa peringatan, ancaman atau Janji Allah berupa pahala yang besar bagi yang meninggalkannya.

Berikut ini adalah redaksi ayat-ayat Al-Qur’an yang mencegah terjadinya pembunuhan di tengah masyarakat.

(1). Al-Qur’an memperingatkan agar jangan sampai ada yang membunuh anaknya karena takut miskin. Ingatlah bahwa rezeki urusannya dengan Allah Swt. Rezeki adalah jaminan dari-Nya, bukan engkau yang memberi rezeki kepada anakmu!

وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُم مِّنۡ إِمۡلَٰقٖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُكُمۡ وَإِيَّاهُمۡۖ

“Janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS.Al-An’am:151)

وَلَا تَقۡتُلُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ خَشۡيَةَ إِمۡلَٰقٖۖ نَّحۡنُ نَرۡزُقُهُمۡ وَإِيَّاكُمۡۚ

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut miskin. Kamilah yang memberi rezeki kepada mereka dan kepadamu.” (QS.Al-Isra’:31)

(2). Pengingkaran yang keras dengan metode pertanyaan.

Allah Swt Berfirman :

وَإِذَا ٱلۡمَوۡءُۥدَةُ سُئِلَتۡ – بِأَيِّ ذَنۢبٖ قُتِلَتۡ

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa dia dibunuh?” (QS.At-Takwir:8)

(3). Ancaman siksa abadi di neraka dan Kemurkaan Allah Swt yang lebih dahsyat dari itu semua.

وَمَن يَقۡتُلۡ مُؤۡمِنٗا مُّتَعَمِّدٗا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدٗا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمٗا

“Dan barangsiapa membunuh seorang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka Jahanam, dia kekal di dalamnya. Allah murka kepadanya, dan melaknatnya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS.An-Nisa’:93)

(4). Hukum Qishos di dunia, seorang pembunuh di ancam dengan hukuman di bunuh juga.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِصَاصُ فِي ٱلۡقَتۡلَىۖ ٱلۡحُرُّ بِٱلۡحُرِّ وَٱلۡعَبۡدُ بِٱلۡعَبۡدِ وَٱلۡأُنثَىٰ بِٱلۡأُنثَىٰۚ

“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) qisas berkenaan dengan orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, perempuan dengan perempuan.” (QS.Al-Baqarah:178)

(5). Keindahan dan keagungan janji Allah Swt bagi mereka yang meninggalkan pembunuhan bahkan menyebut mereka sebagai Ibadur Rahman.

وَٱلَّذِينَ لَا يَدۡعُونَ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ وَلَا يَقۡتُلُونَ ٱلنَّفۡسَ ٱلَّتِي حَرَّمَ ٱللَّهُ إِلَّا بِٱلۡحَقِّ وَلَا يَزۡنُونَۚ وَمَن يَفۡعَلۡ ذَٰلِكَ يَلۡقَ أَثَامٗا

“Dan orang-orang yang tidak mempersekutukan Allah dengan sembahan lain dan tidak membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina; dan barangsiapa melakukan demikian itu, niscaya dia mendapat hukuman yang berat.” (QA.Al-Furqan:68)

(6). Akan datang penyesalan dan kerugian yang tak terbayangkan bagi para pelaku perbuatan keji ini.

لَئِنۢ بَسَطتَ إِلَيَّ يَدَكَ لِتَقۡتُلَنِي مَآ أَنَا۠ بِبَاسِطٖ يَدِيَ إِلَيۡكَ لِأَقۡتُلَكَۖ إِنِّيٓ أَخَافُ ٱللَّهَ رَبَّ ٱلۡعَٰلَمِينَ – إِنِّيٓ أُرِيدُ أَن تَبُوٓأَ بِإِثۡمِي وَإِثۡمِكَ فَتَكُونَ مِنۡ أَصۡحَٰبِ ٱلنَّارِۚ وَذَٰلِكَ جَزَٰٓؤُاْ ٱلظَّٰلِمِينَ – فَطَوَّعَتۡ لَهُۥ نَفۡسُهُۥ قَتۡلَ أَخِيهِ فَقَتَلَهُۥ فَأَصۡبَحَ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

”Sungguh, jika engkau (Qabil) menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Aku takut kepada Allah, Tuhan seluruh alam.”

”Sesungguhnya aku ingin agar engkau kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka engkau akan menjadi penghuni neraka; dan itulah balasan bagi orang yang zhalim.”

Maka nafsu (Qabil) mendorongnya untuk membunuh saudaranya, kemudian dia pun (benar-benar) membunuhnya, maka jadilah dia termasuk orang yang rugi.

(QS.Al-Ma’idah:28-30)

(7). Begitu dahsyatnya dosa pembunuhan dalam pandangan Al-Qur’an sehingga membunuh satu jiwa setara dengan membunuh seluruh manusia.

مَن قَتَلَ نَفۡسَۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ أَوۡ فَسَادٖ فِي ٱلۡأَرۡضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعٗا

“Barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia.” (QS.Al-Ma’idah:32)

Inilah yang kita temukan dari metode Al-Qur’an dalam mencegah terjadinya pembunuhan. Dari mulai melihat penyebabnya terlebih dahulu dan menyadarkan calon pelaku bahwa pembunuhan ini bukan solusi dari masalahmu. Kemudian di susul dengan ancaman yang keras bagi yang ingin melakukannya dan pujian yang tinggi bagi mereka yang meninggalkan perbuatan keji ini. Semua itu agar tercipta masyarakat yang aman dan damai sehingga ketenangan bisa meliputi semua lapisan masyarakat.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN