Amalan yang Paling Dicintai Allah di Bulan Dzulhijjah

Allah SWT sangat mencintai suatu amalan ibadah yang dikerjakan pada hari-hari tertentu. Salah satunya adalah amalan yang dilakukan di bulan Dzulhijjah, sebagaimana hadits Nabi yang diriwayatkan Imam Bukhari dari Sayyidina Abdullah ibn ‘Abbas.

“Tidaklah ada hari-hari yang amal shalih di dalamnya lebih Allah cintai dari hari-hari ini (10 hari pertama bulan Dzulhijjah). Para sahabat beratnya, ‘Termasuk jihad fi sabilillah?’ Rasulullah bersabda, ‘termasuk jihad fi sabilillah. Kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak ada yang kembali sama sekali.”

Melalui hadits tersebut diungkapkan betapa umat Muslim memiliki kesempatan emas untuk melakukan amal shalih yang sangat bernilai istimewa di hadapan Allah.

Berikut ini beberapa amal shalih yang bisa dilakukan pada 10 hari di bulan Dzulhijjah seperti dikutip dari buku Keutamaan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah karya Sutomo Abu Nashr.

Puasa

Disunahkan berpuasa sembilan hari sebelum hari raya Idul Adha.  Dalam sebuah hadits disebutkan:

“Dari Hunaidah ibn Khalid, dari Istrinya, dari istri-istri Nabi saw mereka berkata, “Rasulullah saw biasa berpuasa sembilan hari dibulan Dzulhijjah, berpuasa dihari asyura, berpuasa tiga hari di setiap bulannya, puasa Senin pertama dan hari Kamis setiap bulannya,” (HR Abu Dawud, Ahmad, dan Nasa’i)

Haji

Melakukan ibadah haji jelas memiliki keutamaan sangat penting dalam Islam. Salah satunya adalah menjadi tamu Allah. Kemuliaan lain yang akan diperoleh tamu Allah adalah kemudahan jalan ke surga, karena jika haji mereka mabrur, maka tidak ada balasan dari Allah kecuali surga.

Bahkan sejak di dunia pun, kemuliaan itu juga sudah Allah janjikan. Selain sebagai penghapus dosa-dosa masa silam, haji juga bisa menghapus kemiskinan dan kefaqiran.

Kurban

Imam Nawawi dalam kitabnya Al Majmu’ dengan tegas mengatakan bahwa ibadah kurban itu sunnah bagi yang mampu baik dia orang kota, orang desa, musafir, muqim, termasuk juga jamaah haji yang ingin berkurban.

Yang harus diluruskan adalah pemahaman yang tumbuh di masyarakat bahwa kurban sekali seumur hidup. Padahal kurban bisa dilakukan berulang-ulang seumur hidup selama dia mampu.

Dzikir

“Tidak ada hari-hari yang lebih Agung di sisi Allah dan lebih dicintai oleh Allah amalan-amalannya dari hari-hari sepuluh awal Dzulhijjah. Maka perbanyaklah di hari-hari itu membaca tahlil, takbir dan tahmid,” (Ahmad ibn Hanbal, Al Musnad, hal. 323 vol. 9)

Sebagaimana hadits tersebut. Rosulullah memerintahkan untuk memperbanyak membaca tahlil, takbir, dan tahmid. Maka inilah dzikir yang paling utama.

Akan tetapi bila melihat bagaimana para sahabat mempraktikkan zikir-zikir tersebut, mereka cenderung memperbanyak takbir.

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Umar bertakbir di kubahnya di Mina. Sampai semua orang dalam masjid mendengarnya dan mengikutinya. Sampai-sampai Mina seakan bergetar dengan gemuruh takbir itu.

Dalam Mazhab Syafi’i, takbir mursal baru dimulai sejak terbenam matahari 9 Arafah atau tepat di saat waktu magrib di malam hari Raya Idul Adha. Sedangkan, waktu akhir dari takbir ini adalah sebelum maghrib tanggal 13 Dzulhijjah.

Sedangkan untuk takbir Muqayyad, maka dimulai sejak habis maghrib malam hari raya hingga habis ashar tanggal 13 Dzulhijjah. Takbir Muqayyad hendaknya dibaca terlebih dahulu sebelum berzikir rutin setelah sholat fardlu. 

IHRAM

Zakat 2,5 Persen dari Modal atau Pendapatan?

Bisa disimpulkan bahwa zakat 2,5 persen dibebankan pada modal dan pendapatan.

DIASUH OLEH DR ONI SAHRONI, Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum Wr Wb. Saya masing bingung terkait cara perhitungan zakat perdagangan. Apakah dikeluarkan dari modal atau pendapatan tahunan? Mohon penjelasan Ustaz! — Sulaiman, Bogor

Waalaikumussalam Wr Wb.

Pertama, di antara kekhasan zakat perdagangan yang membedakannya dari ragam zakat yang lainnya adalah 2,5 persen yang menjadi tarif zakat itu dibebankan kepada modal dan hasil (ra’sul mal wa nama’uhu) seperti halnya zakat hewan. Seperti yang ditegaskan dalam hadis Rasulullah Muhammad SAW dari Samurah bin Jundub, ia berkata: “Adapun sesudahnya, sesungguhnya Rasulullah Muhammad SAW memerintah kami untuk mengeluarkan zakat dari yang kami persiapkan untuk jual beli (berniaga).” (HR Abu Daud dan Imam Malik dalam al-Muwatho’).

Berdasarkan hadis ini, kewajiban zakat itu ditunaikan, salah satunya dari komoditas yang diperjualbelikan. Maksudnya, tidak hanya hasil, tetapi juga modal. Hal ini berbeda dengan zakat pertanian yang 5 sampai 10 persennya diambil dari hasil (omzet dari produksi).

Kedua, para ahli fikih, khususnya para ulama tabiin menjelaskan secara lebih tegas tentang sumber tarif zakat 2,5 persen dalam tarif perdagangan tersebut sebagaimana yang disebutkan oleh Abu Ubaid dalam kitab al-Amwal sebagai berikut.

Maimun bin Mihran berkata: “Apabila telah sampai haul waktu zakatmu, lihatlah aset yang kau miliki seperti uang tunai atau barang dagangan, kemudian valuasi. Begitu pula dengan piutang yang bisa ditagih, kemudian hitunglah semuanya dan kurangi dengan utang yang menjadi kewajibanmu, kemudian tunaikan zakat dari sisanya.”

Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Apabila telah datang waktu wajib zakat, wajib mengeluarkan zakatnya atas setiap dana tunai yang dimiliki dan barang dagangannya beserta piutangnya, kecuali piutang yang tidak mungkin ditagih.”

Ibrahim an-Nakha’i berkata: “Pelaku usaha itu memvaluasi objek dagangannya. Apabila dimaksudkan untuk perniagaan dan sudah jatuh tempo zakat, ia menunaikan zakatnya beserta harta yang dimilikinya.” (Dikutip al-Qardhawi, Fikih Zakat, Muasasah ar-Risalah, Beirut, Jilid 1).

Berdasarkan pandangan tersebut, rumusan menghitung zakat perdagangan adalah menggabung seluruh modal yang diputar (inventori) ditambah pendapatan, dana tunai atau simpanan, piutang lancar, kemudian diperinci daftar komoditasnya dan divaluasi. Setelah itu dikeluarkan 2,5 persen sebagai tarif zakat.

Ketiga, hal yang sama ditegaskan dalam peraturan menteri agama: Penghitungan dilakukan dengan cara sebagai berikut. (a) Menghitung aktiva lancar yang dimiliki badan usaha pada saat haul. (b) Menghitung kewajiban jangka pendek yang harus dibayar oleh badan usaha pada saat haul. (c) Menghitung selisih aktiva lancar dengan kewajiban jangka pendek.

Jika mencapai nisab, jatuh kewajiban menunaikan zakat perniagaan (Peraturan Menteri Agama No 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat untuk Usaha Produktif).

Keempat, hal yang sama juga dipraktikkan oleh beberapa lembaga zakat dengan model perhitungan sebagai berikut. (a) Aset lancar utang jangka pendek x 2,5 persen. (b) (Modal +keuntungan + piutang) (utang +kerugian) x 2,5 persen. (c) (Modal yang diputar + keuntungan + piutang yang dapat dicairkan)(utang kerugian) x 2,5 persen. (d) (Modal diputar +keuntungan + piutang) (utang +kerugian) x 2,5 persen.

Setahu penulis hingga saat ini belum ada standar akuntansi syariah yang mengatur rumus penghitungan zakat perdagangan. Karena itu, dengan beragamnya rumus perhitungan yang terjadi, diharapkan otoritas Dewan Standar Akuntansi Syariah menerbitkan standar yang berisi rumusan perhitungan zakat perdagangan.

Berdasarkan penjelasan di atas, bisa disimpulkan bahwa zakat dibebankan pada modal dan pendapatan (ra’sul mal wa an-nama’) sebagaimana hadis dari Samurah bin Jundub dan penafsiran Maimun bin Mihran, Hasan al-Basri, dan an-Nakha’i. Karena beragam model perhitungan pada tataran praktik, kehadiran standar akuntansi yang mengatur model perhitungan menjadi kebutuhan yang mendesak.

Wallahu a’lam.

REPUBLIKA.id


Terjemah Saja tak Cukup, Ini 3 Tahapan Memahami Alquran

Terdapat tahapan-tahapan penting memahami ayat Alquran.

Dalam mengkaji ayat suci Alquran, umat Islam tidak hanya harus membacanya, tapi juga memahami dan bahkan menafsirkannya. 

Dosen Senior Ma’had Aly Situbondo, Ustadz Imam Nakha’I, mengatakan ada beberapa tahap yang harus dilalui agar penafsiran atas teks suci itu mendekati kebenaran.

Pertama, menurut dia, pastikan situasi seperti apa yang hendak direspons Alquran. Mengenal situasi ini bisa melalui ilmu asbab al-nuzul (penyebab dihadirkannya ayat), baik sabab khusus (spesifik) maupun konteks sosial, budaya, politik, saat ayat diturunkan.

Kedua, harus mengetahui situasi seperti apa yang diedealkan yang hendak diubah oleh Alquran. Situasi yang diidealkan alquran ini dapat diketahui dengan mengenali apa tujuan utama (maqahashid), mana tujuan perantaranya (wasa’il al-wasa’il) dan mana media atau strategi menuju ke tujuan utama itu (al-wasa’il).

Ketiga, menurut dia, harus mengetahui struktur bahasa yang digunakan Alquran. Karena, bahasa Alquran adalah tangga atau alat untuk menyelami makna, keinginan, atau maksud Allah Swt yang melekat dalam dzat-Nya.

“Dengan tiga hal ini setidaknya sebuah penafsiran atau pemahaman akan lebih mendekati kebenaran yang dikehendaki Allah Subhanahu Wata’ala,” kata Ustaz Nakhai dikutip dari laman resmi Ma’had Aly Sukorejo, Situbondo, Kamis (23/7). 

MOZAIK REPUBLIKA  


Ini Panduan Jika Ingin Mengunjungi Masjid Hagia Sophia

Pengunjung yang ingin datang melihat bangunan bersejarah Hagia Sophia kini menjadi Masjid Aaya Sophia diharuskan membeli tiket terlebih dahulu.

Dilansir di tourscanner.com, harga tiket untuk satu orang dewasa adalah 15 dollar atau sekitar Rp 219.150. Sedangkan anak-anak berusia dibawah 8 tahun tidak perlu membeli tiket.

Tidak hanya anak-anak yang mendapat tiket gratis, anak-anak Turki dan remaja Turki di bawah 18 tahun dan anak-anak asing di bawah 8 tahun.  Kemudian warga negara Turki berusia 65 tahun atau lebih. 

Veteran militer, pasangan mereka, dan anak-anak juga pasangan dan anak-anak syuhada Turki. Warga disabilitas mengunjungi dengan seorang pendamping. Perwira dan tentara yang tidak ditugaskan, pemegang kartu ICOMOS, UNESCO dan ICOM, serta jurnalis dengan Kartu Pers.

Pengunjung resmi dipandu oleh Direktorat Jenderal Promosi Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Petugas dan operator tur asing mereka juga mendapatkan gratis. Personil Departemen Kebudayaan & Pariwisata, pensiunan, pasangan mereka, dan anak-anak mereka. Tamu resmi asing (dan pelayannya) diundang oleh lembaga negara.

Pemandu wisata profesional yang membawa Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata serta rombongan dan guru pendamping dalam Kerjasama Sekolah Comenius dan Program Pertukaran Siswa Erasmus juga gratis.

Bagi yang ingin mendapatkan tiket berbayar pengunjung bisa mendapatkan di loket pintu masuk. Tetapi jika  tak ingin mengantri tiket juga dapat dibeli secara online. Apalagi ketika berniat datang saat musim liburan ini tentu dapat menghemat waktu.

“Anda dapat memesan tiket Hagia Sophia secara online dari situs resmi atau dari agen perjalanan online seperti Viator atau Getyourguide. Yang terbaik adalah membandingkan harga di antara beberapa situs web sebelum memesan karena terkadang ada diskon,” saran dari website tourscanner.

Hagia Sophia adalah salah satu museum yang paling banyak dikunjungi di Istanbul yang kini menjadi masjid tetapi ada banyak hal lain untuk dilihat juga. Jadi, jika ingin menghemat waktu dan uang, ada baiknya mendapatkan tiket gabungan.

Hagia Sophia + Istana Topkapi, istana ini merupakan kunjungi kediaman utama Sultan Ottoman selama lebih dari 600 tahun, yang harus dikunjungi di Istanbul.

Hagia Sophia + Blue Mosque, keduanya adalag temukan masjid-masjid Utsmani yang paling menakjubkan di seluruh Turki. Jika pengunjung kesulitan untuk berwisata ke Turki, pengunjung dapat menggaet pemandu. 

Pemandu wisata akan membantu membeli tiket terlebih dahulu. Beberapa orang suka menjelajahi tempat baru sendiri. Tetapi jika seseorang yang tahu tempat itu mengajak berkeliling, mereka bisa membantu mengungkap rahasia dan mengunjungi tempat-tempat paling penting.

Jika seorang pecinta sejarah, ini bisa menjadi cara yang baik untuk mengetahui hal-hal yang baru. Pemandu wisata tidak hanya memperkenalkan sejarah tempat itu tetapi juga untuk menjawab semua pertanyaan yang dimiliki pengunjung.

Ada banyak tur berpemandu yang tersedia. Periksa penawaran, baca ulasannya dan pastikan untuk membandingkan harga karena ada banyak penyedia yang menawarkan tur online.

Jika ingin berkeliling di kota Istanbul, pengunjung dapat menggunakan city pass sehingga dapat menghemat ratusan dolar di berbagai lokasi wisata di sekitar kota. 

Terkadang pengunjung bisa mendapatkan diskon transportasi juga. Berikut adalah beberapa Pass Kota Istanbul yang lebih populer yang mencakup tiket Hagia Sophia.

Istanbul Museum Pass  berbeda dengan MuzeKart (yang hanya melayani warga dan penduduk Turki), Museum Pass memungkinkan pengunjung masuk ke 11 tempat termasuk Hagia Sophia secara gratis. Ini juga mencakup diskon masuk ke tempat-tempat seperti Menara Maiden. Pass berharga 185 lira atau sekitar Rp  394.768,74 dan berlaku 5 hari setelah pertama kali menggunakannya. 

Anak-anak bebas masuk ke semua lokasi wisata yang berlaku dengan kartu, sehingga mereka tidak perlu membeli kartu untuk anak-anak.

Istanbul Tourist Pass, Pass komprehensif ini memberi akses gratis ke Hagia Sophia serta tempat-tempat lain seperti Masjid Biru, Menara Maiden, dan Madame Tussauds Istanbul. Pengunjung juga mendapatkan internet ponsel gratis selama tiga hari, tiket bus hop-on-hop-off, tiket pelayaran Bosphorous, tur perahu Prince’s Island, dan banyak lagi. 

Pengunjung mendapatkan diskon untuk transfer bandara dan layanan terpilih. Tiket Turis Dewasa mulai dari 95 euro atau Rp  1.611.550,46 selama 2 hari hingga € 145 atau Rp 2.459.734,92 selama sepekan. Tiket masuk anak  45 euro atau Rp 763.366,01 untuk semua durasi.

Istanbul Welcome Card, hanya dengan 49 euro atau Rp 831.220,76, pengunjung bisa mendapatkan akses gratis ke Hagia Sophia, Istana Topkapi, dan pelayaran Bosphorous. Pengunjung juga dapat menggunakan transportasi umum hingga 10 kali gratis. 

Wahana gratis ini berlaku di bus, trem, funicular, metro, dan feri. Kartu termasuk peta kota digital gratis, dan setiap tempat (Hagia Sophia, Bosphorous, Topkapi) termasuk pemandu wisata berbahasa Inggris. Kartu ini berlaku selama 7 hari.

Meski setiap saat Haghia dapat dikunjungi namun waktu terbaik untuk berkunjung. Namun baru-baru ini Hagia Sophia ditutup setiap senin. Tidak banyak orang tahu itu apakah akan dibuka kembali untuk kunjungan hari Senin. 

Pada hari-hari lain, kunjungi dekat dengan waktu pembukaan, ketika ada lebih sedikit pengunjung. Jika ingin masuk ketika akhir hari, pengunjung harus tiba satu jam sebelum penjualan tiket terakhir, sekitar pukul 15.00 di musim dingin atau pukul 16.00 di musim panas.

Hagia Sophia buka di Musim Dingin (November hingga Maret) mulai pukul 09:00 hingga 17:00 dan di Musim Panas (April hingga Oktober) mulai pukul 09:00 hingga 19:00. Jadwal terbaru pengunjung dapat masuk satu jam sebelum waktu penutupan.

Satu hal lagi adalah tips bagi pengunjung ketika berada di Haghia Sophia. Bawalah payung, topi lebar, kacamata hitam, dan minuman dingin, karena bisa kepanasan mengantri. Jika membeli tiket secara online, cetaklah sehingga lebih mudah untuk memindai barcode.

Pengunjung diperbolehkan mengambil foto, karena sebagian besar situsnya adalah pasangan bata (batu, bata, mosaik) yang tidak akan terpengaruh oleh flash. Tidak boleh membawa tripod, karena  tidak diperbolehkan.

Tidak ada kamar mandi di museum, jadi pengunjung harus menggunakan kafe di dekatnya.

IHRAM

Masjid Hagia Sophia: Dari Muhammad al Fatih hingga Erdogan

Sedangkan cita-cita Erdogan yang sebelumnya telah disampaikan akan membebaskan Masjid al-Aqsha, seakan hendak meniti langkah Yavuz Salim yang meraih kemenangan dalam Perang Marj Dabiq (1516).

PEMERINTAH Sultan Muhammad Al-Fatih yang berjalan sekitar 30 tahun, merupakan sejarah hubungan kekuasaan dan peperangan antara Islam dengan Nashara, antara Timur (Asia) dan Barat (Eropa). Tidak ada sesuatu yang lebih penting dalam perjuangan Sultan Muhammad Al-Fatih, selain pembebasan Konstantinopel, Ibu Kota imperium Byzantium Romawi Timur.

Telah berlalu lebih dari 10 abad berbagai upaya di timur dan barat untuk mengepung dan membuka tembok besar Konstantinopel ini, namun tidak pernah berhasil. Oleh karenanya, pembebasan Konstantinopel ini adalah suatu peristiwa yang sangat besar dengan segala pengaruhnya yang begitu luas di seluruh penjuru dunia dan paling lama mempengaruhi peradaban manusia di muka bumi hingga kini.

Sultan Muhammad Al-Fatih telah mengubah gereja Hagia Sophia menjad Masjid Hagia Sophia atau dikenal Ayasofya. Masjid Ayasofya bukan hanya sekedar simbol tempat ibadah bagi umat Islam berupa masjid. Namun, pengubahan gereja menjadi masjid pun merupakan simbol dominasi Islam Atas Dunia. Sultan Muhammad Al-Fatih telah merealisasikan hadits nabawi sehingga meraih kemenangan besar dalam membuka Konstantinopel (857 H/1453 M).

Jika ada ungkapan,”Seandainya bumi ini dijadikan satu Kerajaan, maka Konstantinopel adalah Ibu Kota yang paling tepat untuknya.”

Juga cita-cita Jengiz Khan Mongol,”Hanya ada satu Tuhan di langit, hanya ada satu Raja di bumi”, maka Sultan Muhammad Al-Fatih yang hendak mewujudkannya.

Sultan Muhammad Al-Fatih mengganti namanya dengan Islambul (Ibu Kota Islam) dan bertekad menjadikannya sebagai pusat pemerintahan Islam seluruh dunia. Sedangkan Masjid adalah simbol teragung di pusat Ibu Kota Islam, Islambul, ”Hanya boleh ada satu Kerajaan di bumi, hanya ada satu Islam dan satu kedaulatan di dunia.”

Seakan mengisyaratkan: Satu ilah (Allah), satu Rasul terakhir (Muhammad ﷺ), satu kitab suci terakhir (Al-Qur’an), satu umat (muslim) dan satu wilayah Kerajaan Islam seluruh bumi, daratan dan lautan.

Erdogan mengubah Hagia Sophia menjadi masjid, telah mengikuti jejak Sultan Muhammad Al-Fatih. Selanjutnya, apakah perlu mengubah nama Istanbul menjadi Islambul lagi?

Sedangkan cita-cita Erdogan yang sebelumnya telah disampaikan akan membebaskan Masjid al-Aqsha, seakan hendak meniti langkah Yavuz Salim yang meraih kemenangan dalam Perang Marj Dabiq (1516).

Akankah Erdogan berhasil? Mungkinkah ia akan bertekad mengembalikan kekhalifahan Utsmani seperti masa Yavuz Salim (1517), seperti yang ia janjikan? Atau hendak menguasai kembali Afrika, Asia dan Eropa serta menyatukan umat Islam dunia?, bahkan hendak membebaskan Roma di Italia?

Siapapun pemimpinnya, cita-cita membebaskan Roma adalah cita-cita umat Islam di akhir zaman.Wallahu a’lam.

Dari Abu Qubail,”Kami berada di sisi Abdullah bin Amr bin Ash dan beliau ditanya tentang kota mana yang dibuka terlebih dahulu, apakah Konstantinopel ataukah Romawi? Maka beliau meminta untuk diambilkan sebuah kotak, lalu beliau mengeluarkan sebuah kitab lalu berkata: “Abdullah bin Mas’ud Berkata: Tatkala kami bersama Rasulullah ﷺ untuk menulis, tiba-tiba beliau ditanya: Manakah kota yang telebih dahulu dibuka, apakah Konstantinopel ataukah Romawi?. Maka beliau menjawab,”(Kota) yang terlebih dahulu dibuka adalah kota Heraklius”, yaitu Konstantinopel.”*

Oleh: Rachmad Abdullah
Penulis Sulaiman Al-Qanuni & Yavuz Salim

HIDAYATULLAH


Adzan Pertama Sejak 86 Tahun Berkumandang dari 4 Menara Masjid Hagia Sophia

Shalat Jum’at perdana setelah 86 tahun ini mendapat respon antusias yang luar biasa baik oleh warga Turki maupun Muslim dunia.

Adzan pertama sejak 86 tahun akhirnya berkumandang dari 4 menara Masjid Hagia Sophia Turki pada Jum’at, 24 Juli 2020. Shalat Jum’at perdana sejak pengembalian status Masjid Hagia Sophia di awal bulan Juli ini dihadiri oleh ribuan orang.

1.500 kapasitas Masjid Hagia Sophia penuh oleh jama’ah, sedang ribuan lainnya yang tak mendapat kesempatan masuk, memenuhi jalanan, jalan raya hingga setapak, di sekitaran masjid. Hingga 1,6 KM jauhnya dari Masjid Hagia Sophi dipenuhi oleh Muslim yang menghadiri Shalat Jum’at tersebut.

Pengeras suara berukuran besar telah dipasang di atas bangunan Masjid Hagia Sophia agar jama’ah yang berada di luar bisa turut menunaikan shalat Jum’at dengan baik.

Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan juga menghadiri shalat Jum’at tersebut. Dalam tangkapan siaran langsung dari Anadolu Agency, Erdogan tampak khusyuk di barisan depan ruangan masjid. Ia memilih untuk tidak menempati spot khusus untuk Sultan yang masih terjaga di dalam Masjid Hagia Sophia. Erdogan juga membacakan ayat suci Al-Qur’an beberapa saat sebelum adzan berkumandang.

Sebelumnya, Huriyet Daily News melaporkan, erdogan mengundang beberapa pemimpin luar negri seperti Presiden Azerbaijan dan Emir Qatar untuk turut menghadiri shalat Jum’at di masjid bersejarah tersebut. Belum ada konfirmasi apakah para pemimpin tersebut memenuhi undangan.

Shalat Jum’at perdana setelah 86 tahun ini mendapat respon antusias yang luar biasa baik oleh warga Turki maupun Muslim dunia.

Hagia Sophia, sebuah harta karun arsitektur dunia yang tak tertandingi, menjalani pekerjaan restorasi selama era Ustmaniyyah, termasuk penambahan menara untuk panggilan adzan oleh arsitek terkenal Mimar Sinan.  Di bawah Kemal Attaturk yang sekuler,  masjid itu diubah menjadi museum pada tahun 1935.

Dalam beberapa tahun terakhir para pemimpin Turki telah menyerukan penggunaannya sebagai masjid lagi dan mengizinkan pembacaan Al-Quran di sana pada acara-acara khusus.

Berbagai ulama dunia seperti Mufti Oman Syeikh Ahmed bin Hamed, ketua Harakah Islamiah Palestina Syeikh Ra’ad Salah, dan anggota Persatuan Ulama Dunia Syeikh Nawwaf At-Takruri, memuji langkah pemerintah Turki dan presidennya Recep Tayyip Erdogan atas pengembalian status masjid Hagia Sophia ini.

Pernyataan Erdogan bahwa kembalinya Hagia Sophia sebgai Masjid adalah awal pembebasan Masjid Al-Aqsha pun diamini oleh para ulama dan tokoh Muslim Palestina dan dunia.*

HIDAYATULLAH

Kagumi Keislaman Seseorang Harus Tau Kadar Akalnya

BILA amal yang satu bisa diniati sebagai beberapa kebaikan, tentu pahalanya menjadi berlipat-lipat. Tetapi, ini membutuhkan ‘kecerdasan’. Imam al-Tirmidzi menggarisbawahi hal ini dalam salah satu bab pada kitabnya, Riyad-hat al Nafs.


Niat secara bahasa berarti bangkit. Dalam hal ini, bangkit menuju Allah swt hingga sampai Sidrat al-Muntaha tatkala jalan ke sana terbuka. Jika ternyata hamba tertahan di jalan, sesuatu telah menahannya atau adab butuk membuat jalannya tertutup. Namun, bagaimana pun juga ia bangkit dan beranjak dari tempatnya, entah menemukan jalan atau tidak.

Hati berkata kepada anggota badan yang melaksanakan amal, “Lakukanlah amal dengan gerakanmu dan ikutilah jejakku! Aku berdiri di pintu guna mencari rida-Nya.” Inilah yang disebut niat.

Dalam masalah niat, manusia terbagi atas beberapa tingkatan sesuai dengan kapasitas akal mereka. Karena itu, Rasulullah saw bersabda, “Manusia melakukan amal kebaikan dan mereka mendapat ganjaran sesuai dengan kadar akal mereka.”

Dari Abd al-Malik al-Jazari, Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa tidak menunaikan salat di saf pertama karena khawatir mengganggu atau menyulitkan muslim lain, sehingga ia salat di saf kedua atau ketiga, niscaya Allah melipatgandakan pahalanya di atas mereka yang salat di saf pertama.”

Dengan pemahamannya, hamba ini meraih tambahan pahala melebihi mereka yang berada di barisan pertama. Orang lain yang lalai dan tidak memahami ini tidak mendapatkan pahala tersebut. Itulah maksudnya perkataan : “Manusia mendapatkan pahala sesuai dengan kadar akalnya.”

Karena itu, Rasulullah saw bersabda, “Janganlah keislaman seseorang membuat kalian kagum sebelum kalian mengetahui kadar akalnya.”

Orang yang tak sungguh-sungguh, kalbu mereka terhijab oleh syahwat. Niat mereka adalah bila bangkit dengan kalbunya. Namun, bila mereka tak menemukan jalan ketika bangkit, mereka mereka berhenti di situ.
Adapun orang yang baginya pintu gaib dibukakan, hati mereka bangkit menuju maqam yang tinggi hingga mencapai posisi itu. Di sana ia menggapai rida Tuhan. Gerakan anggota badan dalam beramal mengikuti perintah hati. Inilah yang disebut niat. [Chairunnisa Dhiee]

INILAH MOZAIK

Menjadi Istri yang Menyenangkan Hati Suami

Salah satu karakter wanita shalihah adalah mampu menyenangkan hati suami ketika suami melihatnya, baik karena pakaian, dandanan, atau sebab-sebab yang lainnya. Lebih-lebih karena sang istri tersebut senantiasa menaati suami dan merespon perintah suami dengan penuh ketaatan, tanpa diiringi rasa sombong (congkak) atau merasa memiliki kedudukan yang lebih tinggi daripada suami. 

Wanita yang paling baik

Marilah kita renungkan sebuah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya, “Perempuan seperti apa yang paling baik?”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,

الَّتِي تَسُرُّهُ إِذَا نَظَرَ، وَتُطِيعُهُ إِذَا أَمَرَ، وَلَا تُخَالِفُهُ فِي نَفْسِهَا وَمَالِهَا بِمَا يَكْرَهُ

“Yang paling menyenangkan jika dilihat suami, mentaati suami jika suami memerintahkan sesuatu, dan tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya.” (HR. An-Nasa’i no. 3231, dinilai shahih oleh Syaikh Al-Albani)

Maksud, “tidak menyelisihi suami dalam diri dan hartanya dengan apa yang dibenci oleh suaminya”, misalnya sang suami tidak suka melihat istri memakai baju jenis tertentu, padahal baju tersebut sangat disukai oleh sang istri. Maka seorang istri shalihah akan mendahulukan keinginan suami daripada selera dirinya sendiri. 

Inilah karakter wanita (istri) yang terbaik, yaitu dia berusaha memperbagus dan mempercantik dirinya ketika berada di hadapan suaminya atau setiap kali dia bersama dengan suami. Demikian pula, perhatian dan fokus utama seorang istri adalah berkaitan dengan kebutuhan, keinginan, dan perintah sang suami. 

Berdandan di luar rumah, acak-acakan di dalam rumah

Di antara perkara yang memprihatinkan adalah banyak dari istri yang tidaklah berdandan dan berhias, kecuali karena hendak keluar rumah. Entah karena hendak berbelanja atau hendak mengikuti acara pertemuan di luar rumah, atau sejenisnya. Adapun jika berkaitan dengan hak suami ketika suami di rumah, dia pun menemui suaminya dengan baju ala kadarnya, bau yang tidak enak, rambut yang kusut dan acak-acakan, dan dalam kondisi-kondisi jelek lainnya. Sehingga sang suami pun akhirnya tidak berselera terhadap sang istri. Namun, begitu sang istri hendak keluar rumah, tiba-tiba dia berdandan dan berhias dengan penampilan terbaiknya. 

Bagaimana hati seorang suami akan dipenuhi kecintaan terhadap istri jika sang istri bersikap demikian? 

Lebih-lebih jika sang istri tidak mau taat kepada sang suami, banyak bermuka masam, sering marah-marah, atau banyak berkeluh kesah di hadapan suami. 

Wahai para istri, perhatikanlah hal ini …

Pelajaran dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu

Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata,

إِذَا أَطَالَ الرَّجُلُ الْغَيْبَةَ نَهَى رَسُولُ اللهِ أَنْ يَأْتِيَ أَهْلَهُ طُرُوقًا

“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melarang orang yang telah lama melakukan safar untuk mendatangi keluarga (istrinya) pada malam hari.” (HR. Muslim no. 1928)

An-Nawawi rahimahullah dan Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan bahwa larangan ini berlaku bagi orang yang datang mendadak tanpa pemberitahuan sebelumnya kepada istri. Adapun musafir yang sudah memberitahu sebelumnya, tidak termasuk dalam larangan ini. (Fathul Bari, 9: 252, Syarh Shahih Muslim 13: 73)

Diriwayatkan juga dari sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا قَدِمَ أَحَدُكُمْ لَيْلًا، فَلَا يَأْتِيَنَّ أَهْلَهُ طُرُوقًا، حَتَّى تَسْتَحِدَّ الْمُغِيبَةُ، وَتَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ

“Jika salah seorang dari kalian pulang dari safar di malam hari, janganlah langsung (tiba-tiba)  mendatangi istrinya di waktu malam. (Agar istri) masih bisa mencukur bulu kemaluan dan menyisir rambutnya.“ (HR. Muslim no. 715)

Dalam hadits tersebut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan arahan hendaknya para suami yang safar keluar kota, tidak tiba-tiba pulang ke rumah dan menemui istri di malam hari tanpa pemberitahuan terlebih dahulu (ketika jaman dulu tidak ada alat komunikasi seperti sekarang). Mengapa demikian? Agar para istri memiliki waktu untuk mencukur bulu kemaluan dan juga menyisir rambutnya. Artinya, agar para istri bisa berdandan dan menemui suami dalam kondisi terbaiknya.

Dengan kata lain, kita dapati bagaimanakah kehidupan shahabiyah (sahabat Rasulullah yang perempuan) ketika itu. Yaitu, mereka sangat memperhatikan dan merawat kondisi dirinya ketika sang suami ada di rumah (tidak safar). Sedangkan ketika sang suami safar dalam jangka waktu agak lama, mereka tidak menyisir rambutnya atau tidak merawat dirinya secara umum. Karena mereka tahu, mereka mempercantik dirinya itu hanyalah dalam rangka menyenangkan hati suami, sedangkan saat ini, sang suami sedang tidak di rumah.

Dalam hadits tersebut, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan hikmah larangan tersebut, yaitu agar para istri mempersiapkan kedatangan suami dengan membersihkan diri, berdandan, mencukur bulu kemaluan, dan juga membersihkan rumah. 

Pelajaran dari hadits ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha

Membersihkan dan menata rumah ini bisa kita ambil pelajaran dari hadits yang diriwayatkan dari ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘amha, beliau berkata, 

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pulang dari safar dan aku memasang gorden di sisi rumah yang di dalamnya ada gambar makhluk hidup. Ketika melihat gorden tersebut, beliau mencabutnya, seraya bersabda,

يَا عَائِشَةُ أَشَدُّ النَّاسِ عَذَابًا عِنْدَ اللهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، الَّذِينَ يُضَاهُونَ بِخَلْقِ اللهِ

“Wahai ‘Aisyah, orang yang paling pedih siksaannya di sisi Allah pada hari kiamat kelak adalah orang yang membuat sesuatu yang serupa dengan ciptaan Allah.” 

‘Aisyah berkata, 

فَقَطَعْنَاهُ فَجَعَلْنَا مِنْهُ وِسَادَةً أَوْ وِسَادَتَيْنِ

“Aku pun memotongnya dan kain itu aku buat satu bantal atau dua bantal.” (HR. Bukhari no. 5954 dan Muslim no. 2107)

Mengapa ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha memasang korden tersebut? Hal ini karena beliau ingin ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumah, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mendapati rumah yang indah karena diberi hiasan. 

Faidah dari hadits-hadits tersebut adalah hendaknya seorang wanita membersihkan, mempersiapkan, dan menghias rumah. Sebagaimana dia juga berusaha merawat, membersihkan dan menghias dirinya sendiri di hadapan suami. Inilah yang kita dapatkan dari syariat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[Selesai]

***

Penulis: M. Saifudin Hakim

MUSLIM.com

Ringkasan Kisah Huru-Hara di Masa Sahabat (7): Terbunuhnya Ali bin Abu Thalib

Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu tahu betul di barisan Syiahnya (simpatisannya) banyak pengkhianat. Ia sadar, tidak mungkin memenangkan peperangan bersama orang-orang seperti ini. Sementara Syiahnya (simpatisannya) Muawiyah adalah orang-orang yang taat dan setia.

Setelah Perang Shiffin, kondisi tak kondusif terus dihadapi Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Sampai nantinya ia syahid di tangan orang-orang Khawarij. Cerita terbunuhnya Ali, berawal dari berkumpulnya tiga orang khawarij; Abdurrahman bin Muljim al-Murodi, al-Barrak bin Abdullah at-Tamimi ash-Shirmi, dan Amr bin Bakr at-Tamimi as-Sa’di. Mereka berkumpul. Mengenang teman-teman mereka yang mati di Nahrawan saat berperang dengan Ali. Mereka mulai mebandingkan kehebatan amal teman mereka itu dengan amalan mereka. Lalu merasa kerdil dan malu. Karena amalan mereka sedikit. Sementara amalan yang telah mati itu amat banyak di mata mereka. Lalu mereka berkata, “Apa yang bisa kita lakukan sepeninggal mereka? Bagaimana kalau kita jual diri kita dengan memerangi pemimpin-pemimpin sesat itu? Kita dan negeri ini akan tentram dari keburukan mereka.”

Ibnu Muljim yang berasal dari kelompok Mesir berkata, “Aku yang akan menyelesaikan Ali.”

Al-Barrak bin Abdullah berkata, “Aku akan menyudahi Muawiyah.”

Amr bin Bakr berkata, “Aku selesaikan Amr bin al-Ash.”

Mereka berjanji tidak akan mengurungkan rencana ini. Target yang mati atau mereka yang mati. Mereka hunus pedang-pedang mereka sambil menyebut nama masing-masing target. Dan rencana jahat itu akan dilakukan pada 17 Ramadhan. Ketiganya pun berangkat menuju targetnya.

Setibanya di Kufah, Ibnu Muljim langsung menemui temannya yang berasal dari Bani Taim. Keduanya bercerita, mengenang teman-teman di Nahrawan. Lalu Ibnu Muljim menyampaikan maksud kedatangannya ke Irak adalah untuk membunuh Ali bin Abu Thalib. Rencana busuk ini menjadi rahasia antara mereka berdua.

Di Kufah pula, tempat rencana jahat ditunaikan, Ibnu Muljim bertemu tambatan hatinya. Seorang wanita yang sangat cantik dari Bani Taim. Namanya Qattam. Bak pungguk merindukan bulan, keduanya memiliki pengalaman pahit yang sama terhadap Ali bin Abu Thalib. Ayah dan saudara laki-laki Qattam tewas di Nahrawan saat memerangi Ali. Tak menunggu lama, Ibnu Muljim segera melamar Qattam.

Ini menunjukkan banyaknya ahlul fitnah di Irak, di tempat Ali tinggal. Mereka membaur dengan simpatisan Ali. Atau bahkan menjadi simpatisan ala-ala untuk sang Amirul Mukminin. Wajar Ali dapati para simpatisannya banyak yang berkhianat.

Menanggapi lamaran Ibnu Muljim, Qattam berkata, “Aku tak akan mau menikah denganmu kecuali kau mau mengobati (dendam) ku.” “Apa yang kau inginkan”? kata Ibnu Muljim. Ia berkata, “(Maharku adalah) 3000, seorang budak laki-laki, seorang budak perempuan, dan membunuh Ali.” Ternyata wanita cantik ini menjadikan nyawa Ali sebagai maharnya.

Ibnu Muljim menanggapi, “Adapun membunuh Ali, sebelum kau sebut itu akulah orang yang kau cari.” Qattam berkata, “Carilah kesempatan untuk itu. Kalau kau berhasil, kau telah mengobati dirimu dan diriku. Hidupmu pun akan bahagia bersamaku. Kalau engkau yang terbunuh, pahala di sisi Allah lebih baik dari dunia dan seisinya.” Kata Ibnu Muljim, “Demi Allah, tidaklah kedatanganku ke sini kecuali untuk membunuh Ali. Untukmu apa yang kau pinta.” Qattam berkata, “Aku akan mencarikan orang yang bisa membantumu.” Lalu Qattam mencari seorang laki-laki dari kaumnya, namanya Wardan. Ia berbicara dengannya dan Wardan pun menyanggupinya.

Lalu Ibnu Muljim menemui seorang yang terkenal pemberani, namanya Syabib bin Bujrah. “Maukah engkau meraih kemuliaan dunia dan akhirat”? kata Ibnu Muljim. “Apa itu”? tanyanya. “Membunuh Ali”, jawab Ibnu Muljim.

Syabib berkata, “Celaka ibumu! Engkau datang dengan membawa malapetaka! Bagaimana kau mampu untuk membunuhnya”?

Ibnu Muljim berkata, “Bersembunyi di (jalannya menuju) masjid. Saat dia keluar untuk shalat subuh, kita sergap dan habisi dia. Kalau kita berhasil, kita telah mengobati diri kita sendiri. Dan kalau kita yang terbunuh, pahala di sisi Allah lebih baik dari dunia dan seisinya.”

Syabib berkata, “Celaka engkau! Kalau itu bukan Ali tentu lebih ringan. Kau tahu bahwa ia adalah orang yang pertama-tama memeluk Islam. Seorang yang utama. Dan berjasa dalam Islam. Berat rasanya bagiku untuk membunuhnya.”

Ibnu Muljim berkata, “Tidakkah kau tahu bahwa dia telah membantai para ahli ibadah yang shaleh di Nahrawan”? “Iya”, jawab Syabib. “Kalau begitu kita membunuhnya sebagai balasan atas terbunuhnya teman-teman kita itu.” Kali ini alasan Ibnu Muljim bisa diterima Syabib. Karena pembunuh hukumannya pun dibunuh. Syabib pun menerima ajakan yang membuatnya celaka dunia akhirat itu.

Perhatikanlah! Sesesat-sesatnya pemahaman, mereka memiliki dalil dari ayat ataupun hadits. Artinya dalil Alquran dan hadits bisa diarahkan tafsirnya oleh semua orang. Walaupun itu bertentangan dengan agama bahkan nurani manusia. Dengan demikian, Alquran dan sunnah tidak bisa berdiri sendiri. Keduanya butuh dipahami dengan bingkai pemahaman yang tepat. Kita butuh memahaminya dengan pemahaman saat Alquran dan sunnah itu diturunkan. Saat belum ada penyimpangan. Saat dimana orang-orang yang mengamalkannya, semuanya mendapat pujian Allah dan Rasul-Nya. Saat itu adalah masa dimana generasi pertama hidup. Yaitu para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُتَأَسِّياً فَلْيَتَأَسَّ بِأَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا أَبَرَّ هَذِهِ اْلأُمَّةِ قُلُوْباً، وَأَعْمَقَهَا عِلْمًا، وَأَقَلَّهَا تَكَلُّفًا، وَأَقْوَمَهَا هَدْيًا، وَأَحْسَنَهَا حَالاً، قَوْمٌ اِخْتَارَهُمُ اللهُ لِصُحْبَةِ نَبِيِّهِ وَِلإِقَامَةِ دِيْنِهِ، فَاعْرِفُوْا لَهُمْ فَضْلَهُمْ، وَاتَّبِعُوْهُمْ فِي آثَارِهِمْ، فَإِنَّهُمْ كَانُوْا عَلَى الْهُدَى الْمُسْتَقِيْمِ.

“Barangsiapa di antara kalian yang ingin meneladani, hendaklah meneladani para Sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena sesungguhnya mereka adalah ummat yang paling baik hatinya, paling dalam ilmunya, paling sedikit bebannya, dan paling lurus petunjuknya, serta paling baik keadaannya. Suatu kaum yang Allah telah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya, untuk menegakkan agama-Nya, maka kenalilah keutamaan mereka serta ikutilah atsar-atsarnya, karena mereka berada di jalan yang lurus.”[Riwayat Ibnu Abdil Bar].

Tibalah waktunya, saat itu malam Jumat tepat 17 Ramadhan. Malam dimana rencana buruk dari tiga orang yang buruk ditunaikan. Ibnu Muljim bersama Syabib dan Wardan menyiapkan pedang mereka. Ketiganya bersembunyi di dekat rumah Ali. Saat keluar rumah, Ali terbiasa berseru, “Mari shalat! shalat!” Tiba-tiba tiga orang celaka ini menyergap. Syabib menyabetkan pedangnya, namun menghantam sisi pintu. Lalu Ibnu Muljim giliran berikutnya, pedangnya berhasil mengenai kepala Ali. Ia berkata, “Hukum itu di tangan Allah, hai Ali. Bukan di tanganmu. Dan juga bukan di tangan teman-temanmu (Amr dan Muawiyah).”

Melihat kondisi itu, Wardan segera lari dan masuk ke dalam rumahnya. Lalu datang seorang laki-laki dari anggota keluarganya. Wardan pun menceritakan apa yang terjadi. Laki-laki itu pergi. Kemudian kembali dengan membawa pedang. Ia hantamkan pedang itu ke Wardan hingga ia tewas. Pelaku lainnya, Syabib bin Bujrah. Ia melarikan diri di tengah kegelapan. Kontan orang-orang mengejar dan meneriakinya. Di tengah pelarian itu, ia bertemu laki-laki Hadramaut yang bernama Uwaimir. Ia lihat pedang di tangan Syabib. Lalu ia ambil baru berbicara dengannya. Saat Uwaimir melihat orang-orang datang, sementara barang bukti, pedang Syabib, berada di tangannya, ia pun takut. Lalu ia letakkan pedang itu. Sementara itu Syabib berhasil lari tanpa diketahui.

Setelah Ibnu Muljim melukai Ali, Ali berteriak, “Jangan sampai orang ini lepas.” Orang-orang pun mengejarnya. Dan berhasil menangkapnya. Peristiwa ini menyebabkan Ali tidak mengimami jamaah di masjid. Ia digantikan oleh Ja’dah bin Hubairah. Anak dari saudara perempuan Ali, Ummu Hani’.

Ali berkata, “Bawa ke hadapanku orang yang mencoba membunuhku itu”? orang-orang pun membawanya masuk. Ali berkata, “Hai musuh Allah, bukankah Allah telah berbuat baik padamu.” “Iya”, jawab Ibnu Muljim. “Apa yang memotivasimu melakukan ini”? tanya Ali. Ibnu Muljim menjawab, “Aku telah mengasah pedangku selama 40 hari. Dan aku memohon kepada Allah agar membunuh seburuk-buruk makhluk-Nya dengan pedang ini.”

Ali berkata, “Menurutku engkaulah yang akan dipancung dengan pedang itu. Dan menurutku, engkaulah seburuk-buruk ciptaan Allah itu.” Ali melanjutkan, “Nyawa dibalas dengan nyawa. Kalau aku mati karena perbuatannya ini, maka hukum mati dia. Tapi kalau aku masih hidup, akulah yang akan menentukan hukum untuknya. Wahai Bani Abdul Muthalib, janganlah kalian terlibat dalam permasalahan darah kaum muslimin. Orang-orang mengatakan, ‘Amirul mukminin telah terbunuh’. (Ingat) jangan kalian menghukum mati kecuali orang yang telah membunuhku saja. Hasan, kalau aku wafat karena sabetannya ini. Pancunglah dia dengan satu kali tebasan. Jangan dimutilasi. Karena aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِيَّاكُمْ وَالْمُثْلَةَ، وَلَوْ بِالْكَلْبِ الْعَقُورِ

“Janganlah sampai kalian memutilasi. Walaupun terhadap anjing galak.” (Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir 1/97 dan al-Haitsami dalam Majmu’ az-Zawaid, 6/376-377).

Sambil menunggu pengadilan, Ibnu Muljim diikat. Tangannya ditarik dan dikebat ke belakang pundaknya. Ummu Kultsum, putri Ali bin Abu Thalib, berkata, “Hai musuh Allah! Ayahku dalam kondisi baik, tapi Allah pasti akan menghinakanmu.” Ibnu Muljim menjawab, “Lalu mengapa kau menangis? Demi Allah, pedangku kubeli dengan 1000. Dan kuracuni juga dengan 1000. Kalau seandainya ditebaskan ke penduduk Mesir dengan satu sabetan, tidak akan tersisa satu orang pun dari mereka.” (Ibnul Atsir: al-Kamil fi at-Tarikh, 2/102).

Ibnu Muljim menyatakan betapa beracunnya pedangnya. Seandainya luka satu tebasan karena sabetan pedangnya, dibagi-bagi ke seluruh penduduk Mesir. Pasti semuanya tak ada yang selamat. Sehingga tak mungkin Ali selamat.

Umat Islam merasa sangat terpukul dengan terbunuhnya Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu. Perasaan yang sama, juga mereka alami saat terbunuhnya Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu. Kejadian yang berturut-turut dan berdampak melebar ini membuat kaum muslimin sadar bahwa api fitnah akan semakin membara dan menyala. Darah akan tertumpah di tengah umat ini lebih deras lagi.

Setelah Ali wafat, penduduk Kufah membaiat al-Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma. Kemudian Hasan menunjuk Abdullah bin Abbas radhiallahu ‘anhuma sebagai panglima besar pasukan (Ibnul Jauzi: al-Muntazham 3/406 dan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari Syarah hadits 7109).

Cucu Rasulullah Mendamaikan Umat

Setelah dibaiat oleh penduduk Irak, al-Hasan radhiallahu ‘anhuma keluar dengan pasukan yang sangat besar. Ia berangkan menuju Madain untuk menemui Muawiyah radhiallahu ‘anhu. Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Demi Allah, al-Hasan bin Ali membawa pasukan seperti gunung-gunung untuk menghadapi Muawiyah.” (Riwayat al-Bukhari, Fathul Bari No: 2704).

Pasukan itu terus bergerak maju mendatangi Syam. Sampai mereka tiba di satu tempat yang penduduk Syam bisa melihat besarnya jumlah pasukan berkuda yang dibawa Hasan. Amr bin al-Ash berkata, “Sungguh aku melihat pasukan yang sangat besar, yang tidak akan mundur hingga menghabisi lawannya.”

Lalu bagaimana respon Muawiyah tatkala melihat pasukan besar ini. Ia berkata kepada Amr, “Amr, seandainya kelompok ini memerangi yang ini. Lalu kelompok lain memerangi kelompok yang lain lagi. Lalu siapa yang akan mengurusi masyarakat? Siapa yang akan menjaga dan melindungi kaum perempuan? Siapa yang akan menjaga harta benda mereka?

Dari rangkaian peristiwa ini, kita bisa mengetahui orang seperti apa Muawiyah itu. Terlepas dari kesalahan ijtihadnya yang menuntut agar pembunuh Utsman segera ditangkap dan diadili, tapi dalam peristiwa Shiffin dan juga dalam menghadapi Hasan bin Ali, kita melihat bahwa Muawiyah adalah seorang yang bijak. Di Shiffin ia berusaha meminimalisir pertumpahan darah. Dengan cepat ia mengambil keputusan untuk bertahkim. Kemudian saat Hasan datang membawa pasukan yang besar, ia memikirkan pasti rakyat terabaikan kalau peperangan kelompok-kelompok kaum muslimin terus berlanjut. Ia tidak memikirkan kekuasaan sebagaimana yang dituduh oleh orang-orang. Namun tetap kita akui, ijtihadnya salah dalam satu kondisi. Yaitu menyikapi terbunuhnya Utsman.

Dan peristiwa ini juga menunjukkan peperangan yang terjadi antara para sahabat bukan ambisi saling menaklukkan. Kita tidak melihat para pemimpinnya sibuk membuat strategi memenangkan peperangan. Atau mengincar pimpinan tertinggi. Sebagaimana yang terjadi di perang pada umumnya.

Lalu Muawiyah mengutus dua orang Quraisy dari Bani Abdu Syams untuk menemui Hasan. Mereka adalah Abdurrahman bin Samrah dan Abdullah bin Amir. Muawiyah berkata, “Temuilah Hasan dan tawarkan padanya perdamaian. Temui, bicaralah baik-baik, dan mintalah ia menerima tawaran damai.” Al-Hasan bin Ali berkata kepada dua utusan ini, “Kami Bani Abdul Muthalib telah ditimpa ujian ini. Dan umat ini telah tertumpah darahnya.” Kedua utusan itu menanggapi, “Karena itu kami menawarkan Anda demikian dan demikian. Kami meminta dan memohon kepada Anda.” Hasan berkata, “Siapa aku ini sampai dipintai demikian”?

Kedua utusan itu berkata, “Kami mengikuti Anda dalam urusan tersebut.” Setiap Hasan bertanya sesuatu, keduanya selalu menjawab, “Kami mengikuti Anda dalam urusan tersebut.” Mereka menjalankan amanah Muawiyah.

Jika Muawiyah menawakan damai, maka cucu Rasulullah ini lebih terdepan lagi dalam kebaikan. Al-Hasan berkata, “Sungguh aku telah mendengar Abu Bakrah berkata, ‘Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar. Sementara al-Hasan bin Ali berada di sisinya. Saat itu Rasulullah sesekali menghadap ke arah hadirin. Dan sesekali menghadap ke arah al-Hasan. Beliau bersabda,

إِنَّ ابْنِي هَذَا سَيِّدٌ، وَلَعَلَّ اللَّهَ أَنْ يُصْلِحَ بِهِ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظِيمَتَيْنِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ

“Cucuku ini adalah seorang tokoh. Dengan perantara dirinya Allah akan mendamaikan dua kelompok besar kaum muslimn.” [HR. al-Bukhari (2557), Abu Dawud (4662), an-Nasai (1410), dan at-Turmudzi (3773)].

Peristiwa ini telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat beliau masih hidup. 30 tahun sebelum peristiwa besar ini terjadi. Tentu ini adalah mukjizat. Kabar yang beliau sampaikan satu per satu terbukti dan terjadi. Demikian juga kabar tentang alam kubur, alam akhirat, kiamat, surga, neraka, dan alam gaib lainnya pasti terjadi. Karena itu, rugilah orang yang tidak mengimaninya.

Al-Hasan radhiallahu ‘anhu telah memilih. Ia tidak ingin darah kaum muslimin terus bercucuran. Sebagaimana nasihat yang ia sampaikan pada ayahnya saat fitnah berkecamuk. Ia serahkan kekuasaan ke tangan Muawiyah. Tanpa paksaan. Tanpa terjadi perebutan kekuasaan seperti yang dikabarkan banyak orang. Inilah letak terpujinya Hasan bin Ali radhiallahu ‘anhuma. Ini juga menunjukkan ketajaman visinya. Kalau seandainya seperti yang ditudhukan orang-orang bahwa Muawiyah memerangi Hasan. Kemudian di saat itu baru Hasan menyerahkan kekuasaan. Tentu ini bukan visi yang baik. Dan nilai terpujinya pun kurang. Karena setelah darah tertumpah, kerusakan dan keributan terjadi, baru menyadari. Tapi orang yang cerdas, yang hikmahnya mendalam, dan yang visinya tajam, akan mampu membaca arah kejadian. Ia mampu mengeluarkan kebijakan yang tepat sebelum musibah terjadi.

Dari sini kita simpulkan, para sahabat adalah orang-orang yang mulia. Allah tidak mungkin keliru memilihkan Rasul-Nya para pendamping dan penolong dalam menyebarkan agama Allah. Sebagaimana kata Abdullah Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

إِنَّ اللهَ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَوَجَدَ قَلْبَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ، فَاصْطَفَاهُ لِنَفْسِهِ فَابْتَعَثَهُ بِرِسَالَتِهِ، ثُمَّ نَظَرَ فِي قُلُوْبِ الْعِبَادِ بَعْدَ قَلْبِ مُحَمَّدٍ، فَوَجَدَ قُلُوْبَ أَصْحَابِهِ خَيْرَ قُلُوْبِ الْعِبَادِ فَجَعَلَهُمْ وُزَرَاءَ نَبِيِّهِ يُقَاتِلُوْنَ عَلَى دِيْنِهِ، فَمَا رَأَى الْمُسْلِمُوْنَ حَسَنًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ حَسَنٌ، وَمَا رَأَوْا سَيِّئًا فَهُوَ عِنْدَ اللهِ سَيِّئٌ

“Sesungguhnya Allah memperhatikan hati para hamba-Nya. Allah mendapati hati Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hati yang paling baik, sehingga Allah memilihnya untuk diri-Nya dan mengutusnya sebagai pembawa risalah-Nya. Kemudian Allah melihat hati para hamba-Nya setelah hati Muhammad. Allah mendapati hati para sahabat beliau adalah hati yang paling baik. Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka sebagai para pendukung Nabi-Nya yang berperang demi membela agama-Nya. Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin (para sahabat), pasti baik di sisi Allah. Apa yang dipandang buruk oleh mereka, pasti buruk di sisi Allah.”

(Diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad, I/379, no. 3600. Syaikh Ahmad Syakir mengatakan bahwa sanadnya shohih).

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

KISAH MUSLIM

Ringkasan Kisah Huru-Hara di Masa Sahabat (6): Peristiwa Tahkim Antara Ali dan Muawiyah

Di tengah kecamuk Perang Shiffin masih ada sebagian orang yang berpikir bijak. Mereka takut perang yang terus berlanjut akan membinasakan kaum muslimin. Di sisi lain, para musuh terus menyulut menuju ke sana. Mereka ingin menghancurkan sendi kekuatan Islam. Sehingga punggawa-punggawa dakwahnya terkapar. Tak lagi mampu menyebarkannya dengan maksimal. Di antara mereka yang pertama sadar adalah orang Kufah (pengikut Ali). Dia adalah al-Asy’ats bin Qais al-Kindi. Ketika perang tengah berkecamuk, ia angkat bicara di tengah kaumnya. Ia berkata, “Kaum muslimin, kalian telah menyaksikan suatu peristiwa yang tak pernah terjadi sebelumnya. Orang-orang Arab banyak meninggal. Demi Allah, seumur hidupku ini aku belum pernah sama sekali melihat kejadian seperti ini. Sampaikanlah kepada orang yang tidak mendengar ucapanku. Kalau menunggu besok kita baru berdamai, pasti orang-orang Arab musnah dan kehormatan disia-siakan. Demi Allah, aku mengatakan ini bukan karena ketakutan. Tapi aku ini adalah seorang yang telah berumur, aku khawatir dengan para wanita dan anak-anak kalau kita esok semuanya tewas. Ya Allah, sungguh Engkau tahu aku ini menyayangi kaumku dan saudara seagamaku. Dan tidak ada yang memberi taufik kecuali Allah.”

Saat ucapan al-Asy’ats ini sampai ke telinga Muawiyah, ia berkata, “Demi Rab Ka’bah, dia benar. Kalau kita berjumpa di peperangan esok, orang-orang Romawi akan membahayakan anak-anak dan istri-istri kita. Orang-orang Persia dan Irak akan melenggang masuk membahayakan istri dan anak kita. Orang yang berpandangan seperti ini adalah seseorang yang visioner. Angkatlah mushaf-mushaf di kepala tombak.”

Sha’sha’ah berkata, “Penduduk Syam (pengikut Muawiyah) menyatakan sikap. Mereka berseru di kegelapan malam, ‘Hai penduduk Irak, siapa yang akan melindungi keluarga kami kalau kalian membunuh kami. Dan siapa yang akan menjaga keluarga kalian kalau sampai kami membunuh kalian? Allah.. Allah.. yang abadi.”

Di pagi hari, penduduk Syam mengangkat Alquran di kepala tombak mereka. Lalu mereka gantungkan di kuda. Orang-orang pun bersemangat dengan seruan mereka. Mereka angkat mushaf Alquran Damaskus yang besar. Yang diangkat oleh sepuluh orang laki-laki di kepala tombak mereka. Mereka berseru, “Hai penduduk Irak, kitabullah antara kami dan kalian.” Mereka mengajak agar permasalahan ini diselesaikan dengan berhukum menurut Alquran.

Abu al-A’war as-Salmi muncul dengan kuda pembawa barang. Ia meletakkan mushaf di atas kepalanya, lalu berseru, “Hai penduduk Irak, kitabullah (yang memutuskan perkara) antara kita.”

Al-Ays’ats berkata kepada Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib, “Orang-orang mengajak kepada Kitabullah. Sungguh selayaknya Andalah orang yang terdepan memenuhinya dibanding mereka semua. Mereka semua ingin tinggal dan tak ingin berangkat berperang.”

Ali menjawab, “Ini perkara yang masih perlu diteliti lagi.”

Mereka menyatakan bahwa penduduk Syam masih ragu-ragu. Penduduk Syam berkata, “Hai Muawiyah, kita tidak melihat penduduk Irak menanggapi ajakan kita. Ajaklah mereka kelompok demi kelompok. Apabila engkau melakukan hal tersebut pastilah mereka akan menyepakatimu.”

Muawiyah memanggil Abdullah bin Amr bin al-Ash. Lalu memerintahkannya untuk berbicara dengan penduduk Irak. Abdullah bin Amr berangkat dan menemui mereka. Tatkala ia berada di dekat Shiffin ia berseru, “Hai penduduk Irak, aku adalah Abdullah bin Amr bin al-Ash. Sesungguhnya kita berselisih dalam permasalahan agama dan dunia. Kalau dalam permasalahan agama, Allah membuat kami dan kalian tidak pantas memutuskannya secara mandiri. Kalau dalam permasalahan dunia, Allah telah melebihkan kami dan kalian. Kami telah mengajak kalian pada sesuatu, yang kalau kalian yang menawarkannya pasti akan kami terima. Sungguh yang menyatukan kami dan kalian adalah ridha. Dan itu dari Allah. Manfaatkanlah kesempatan ini.”

Al-Asytar (pembunuh Utsman) tidak berpikir untuk berperang. Ia hanya diam dalam ketakutan. Orang-orang menuding, “Engkau telah menyebabkan kami berperang. Engkau (menyebabkan) membunuh banyak orang. Dan sekarang sekelompok orang menyerukan perdamaian.” (al-Maqrizi: Waqa’atu Shiffin, Hal, 481-484). Orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Utsman merasa ketakutan. Mereka merasa nyawa mereka tengah di ujung pedang vonis hukuman mati. Dan mereka mulai menyalahkan al-Asytar yang menyebabkan mereka terlibat.

Dari sini kita bisa mengetahui, baik di Perang Jamal sampai Perang Shiffin ini, para sahabat sama sekali tidak menginginkan peperangan. Di Perang Jamal mereka disusupi oleh kelompok pembunuh Utsman. Lalu terjadilah peperangan. Dan di Shiffin, ahlul fitnah inipun belum berhenti. Mereka tak tinggal diam dan menyerah begitu saja untuk diadili.

Peristiwa ini juga menunjukkan kebohongan orang-orang yang menuduh penduduk Syam. Menurut mereka penduduk Syam yang dalam hal ini di-inisiasi oleh Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu atas arahan Muawiyah radhiallahu ‘anhu membuat tipu daya. Amr dan penduduk Syam menginginkan perang tapi mereka menutup-nutupinya seolah ingin berdamai. Lalu menyerang dari belakang. Ini adalah tuduhan dusta terhadap dua orang sahabat yang mulia ini.

Tindakan mengangkat mush-haf ini adalah perbuatan mulia. Dilakukan oleh orang-orang bijak dari kedua kelompok. Kemudian hal ini juga disepakati oleh Ali bin Abu Thalib yang mengatakan, “Iya. Antara kami dan kalian, Kitabullah. Dan aku adalah orang yang selayaknya terdepan menerima hal ini dari kalian semua (Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/376).

Orang-orang Syiah membuat banyak riwayat dusta. Tujuan mereka adalah melemparkan tuduhan buruk pada para sahabat. Menanamkan keraguan pada agama ini. Mereka membuat Riwayat-riwayat tentang panasnya peperangan. Besarnya kebencian antar dua kelompok. Lalu mereka besar-besarkan jumlah pasukan yang wafat di Shiffin dan Jamal. Mereka menyebutkan jumlahnya ribuan bahkan sampai puluhan ribu. Darimana kita bisa membenarkan hal ini. Padahal kedua kelompok tidak menginginkan perang.

Akhirnya, disepakatilah tahkim. Muawiyah mengutus Amr bin al-Ash radhiallahu ‘anhu. Dan ali memilih Abu Musa al-Asy’ari radhiallahu ‘anhu. Perjanjian ini ditulis pada 13 Shafar 37 H.

Riwayat Dusta Tentang Peristiwa Tahkim

Karena tak ingin terus terjadi pertumpahan darah, Ali bin Abu Thalib bersama penduduk Irak dan Syiahnya Ali (simpatisannya) juga Muawiyah bin Abu Sufyan, penduduk Syam, dan Syiahnya Muawiyah (simpatisannya) sepakat untuk berhukum dengan Kitabullah. Apa yang terdapat dalam Alquran akan mereka taati. Karena semua yang ada di dalam Alquran dan sunnah pasti adil. Keduanya menjamin keamanan harta, jiwa, serta keluarga mereka. Itikad baik keduanya ini mendapat dukungan dari kaum muslimin.

Dalam perjanjian ini tidak disebutkan pembahasan tentang kekhilafahan. Mereka tidak berselisih tentang permasalahan khilafah. Muawiyah tidak menyebut dirinya sebagai khalifah. Dan ia tak ingin mencari-cari jalan untuk menjabatnya. Yang menjadi titik sengketa dua kelompok ini adalah Ali menuntut agar Muawiyah dan penduduk Syam berbaiat. Sementara Muawiyah menuntut Ali untuk mengqisas pembunuh Utsman. Inilah letak perselisihannya. Tidak ada pembicaraan tentang kekhilafahan.

Perlu diketahui banyak sekali riwayat-riwayat palsu tentang peristiwa Shiffin ini. Riwayat-riwayat tersebut dibuat-buat oleh orang-orang Syiah. Mereka ingin merusak citra keteladanan yang ada pada sahabat Amr bin al-Ash dan Abu Musa al-Asy’ari. Mereka menuduh Amr sebagai pembuat makar dan penipu. Muawiyah menginginkan dunia (kekuasaan). Abu Musa seorang yang tak cakap dan lalai. Tuduhan-tuduhan ini sungguh tak pantas dilabelkan kepada para sahabat besar seperti mereka.

Sayangnya, justru Riwayat-riwayat palsu inilah yang masyhur tentang peristiwa tahkim. Bahkan dijadikan kurikulum ajar dalam pelajaran sejarah Islam di negeri-negeri Islam. Akibatnya, kaum muslimin pun merasa benci dengan sebagian sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara Riwayat dusta itu adalah:

Abu Mikhnaf berkata, “Abu Jannab al-Kalbi menyampaikan padaku bahwa saat Amr dan Abu Musa bertemu di Daumatul Jandal, Amr sengaja lebih dulu bicara dibanding Abu Musa. Ia berkata, ‘Engkau adalah sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan engkau lebih tua dariku. Engkau berbicara kemudian baru aku berbicara. Amr membuat strategi agar Abu Musa selalu berbicara terlebih dahulu. Amr pun mulai berbicara tentang pemakzulan Ali. Amr mengajukan Muawiyah sebagai khalifah. Namun ditolak oleh Abu Musa tidak menyepakatinya. Lalu ia menyebut nama anaknya, Abdullah bin Amr. Abu Musa juga tidak sepakat. Lalu Abu Musa menyebut nama Amr sendiri. Amr berkata, ‘Pendapatku tergantung bagaimana pendapatmu’. Abu Musa berkata, ‘Menurutku, kita makzulkan saja dua orang ini (Ali dan Muawiyah). Lalu kita serahkan kepada kaum muslimin agar mereka memilih sendiri orang yang mereka sukai’. Amr berkata, ‘Pendapatku tergantung bagaimana pendapatmu’. Kemudian keduanya menemui orang-orang. Masyarakat pun berkumpul.

Amr berkata, “Hai Abu Musa, sampaikan pada mereka bahwa pendapat kita adalah pendapat yang sama’. Abu Musa berbicara, ‘Sesungguhnya aku dan Amr telah sepakat dalam satu putusan. Kami berharap dengan hal itu Allah memperbaiki kondisi umat ini’. Amr berkata, ‘Benar dan baik sekali. Hai Abu Musa, maju dan bicaralah’. Abu Musa pun maju untuk berbicara. Lalu Abdullah bin Abbas menanggapi, ‘Celaka kamu! Demi Allah aku yakin Amr telah membuat tipu daya pada dirimu. Dst.. kisah ini diriwayatkan oleh ath-Thabari dalam al-Umam wa al-Muluk, 3/311.

Riwayat ini tentu tidak sesuai dengan karakter para sahabat. Dan ath-Thabari meriwayatkan kisah-kisah beserta sanadnya. Agar orang-orang bisa melihat kualitas dari berita tersebut. Artinya, Riwayat-riwayat ath-Thabari dalam kitabnya ini bukanlah konsumsi orang awam yang tidak mengerti ilmu sanad. Namun kabar ini dimanfaatkan oleh orang-orang buruk yang ingin merusak citra para sahabat.

Hasil Dari Tahkim

Setelah peristiwa Shiffin, Ali memerangi para pemberontak Khawarij. Dan setelah peristiwa tahkim, Ali bin Abu Thalib radhiallahu ‘anhu mencopot Gubernur Mesir, Qais bin Saad bin Ubadah. Para pemberontak memfitnah Qais bahwa ia menjalin hubungan dengan Muawiyah. Lalu Ali menunjuk Muhammad bin Abu Bakar sebagai penggantinya. Namun Muhammad bin Abu Bakar dianggap sebagai orang yang terlibat dalam terbunuhnya Utsman. Penduduk Mesir pun meminta bantuan Muawiyah untuk menggulingkan Muhammad bin Abu Bakar. Akhirnya, Muhammad terbunuh dalam peperangan. Dan Amr bin al-Ash menjabat sebagai gubernur Mesir. Negeri Nabi Musa ini pun menjadi di bawah kekuasaan Syam.

Pada tahun 40 H, perselisihan antara Ali dan Muawiyah belum juga mengalami titik temu. Muawiyah menulis surat kepada Ali, “Kalau kau mau, untukmu Irak dan untukku Syam. Sehingga pedang-pedang pun berhenti di tengah umat ini. Jangan kau tumpahkan darah kaum muslimin.” Ali pun menyepakati hal tersebut. Dengan demikian Muawiyah dan pasukannya menguasai Syam dan sekitarnya. Sementara Ali menetap di Irak dan menguasainya bersama pasukannya (ath-Thabari: Tarikh ath-Thabari 6/60).

Oleh Nurfitri Hadi (IG: @nfhadi07)

KISAH MUSLIM