Hukum Menguburkan Jenazah di Halaman Rumah

Di beberapa daerah di Indonesia, terdapat sebagian masyarakat yang menguburkan jenazah keluarganya di pekarangan rumah mereka, seperti di samping rumahnya, di belakang rumahnya, bahkan tak sedikit yang menguburkan jenazah keluarganya di halaman rumahnya.  Ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada kuburan jenazah tersebut agar bisa senantiasa dijaga dan dirawat. Sebenarnya, bagaimana hukum menguburkan jenazah di halaman rumah, apakah boleh?

Menurut ulama Syafi’iyah, menguburkan jenazah di pekarangan rumah, seperti di samping rumah, di belakang, bahkan di halaman rumah, hukumnya adalah boleh. Tidak masalah menguburkan jenazah di halaman rumah, apalagi hal itu diniatkan agar bisa ziarah, menjaga dan merawat kuburan jenazah tersebut. 

Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Al-Nawawi dalam kitab Al-Majmu’  sebagai berikut;

يجوز الدفن في البيت وفي المقبرة والمقبرة أفضل بالاتفاق ودليلهما في الكتاب ، وفي معنى البيت البستان وغيره من المواضع التي ليست فيها مقابر 

Boleh menguburkan jenazah di dalam rumah tempat pemakaman umum. Hanya saja menguburkan di tempat pemakaman umum lebih utama dengan kesepakatan para ulama. Dalilnya keduanya ada dalam Al-Quran. Sama seperti rumah adalah kebun (pekarangan), dan lainnya, yaitu tempat yang tidak ada kuburannya.

Meski menguburkan jenazah di halaman rumah hukumnya adalah boleh, namun menguburkan jenazah di tempat pemakaman umum adalah lebih utama. Ini karena mengubur jenazah di tempat pemakaman umum merupakan sunnah Nabi Saw.  Dalam sebuah diriwayatkan bahwa Nabi Saw senantiasa menguburkan jenazah para sahabat di tempat pemakaman umum, yaitu Baqi. 

Selain itu, jenazah yang dikuburkan di tempat pemakaman umum akan sering mendapatkan doa kaum muslimin yang berziarah dibanding yang dikubur di  halaman rumah sendiri.

Ini sebagaimana disebutkan dalam  Darul Ifta’ Al-Mishriyah berikut;

دفن الميت فرض كفاية، والدفن في المقبرة أفضل من غيرها؛ وذلك للاتِّباع، ولنيل دعاء الزائرين، وإنما دُفن النبي صلى الله عليه وآله وسلم في بيته؛ لأن من خواص الأنبياء عليهم الصلاة والسلام أنهم يدفنون حيث يموتون.قال الإمام النووي في روضة الطالبين: بَابٌ: الدَّفْنُ… أَنَّهُ فَرْضُ كِفَايَةٍ، وَيَجُوزُ فِي غَيْرِ الْمَقْبَرَةِ، لَكِنْ فِيهَا أَفْضَلُ

Menguburkan mayit adalah fardhu kifayah, dan menguburkan di pemakaman umum lebih utama dibanding lainnya. Selain dalam rangka mengikuti sunnah Nabi Saw, juga untuk mendapatkan doa setiap orang yang berziarah.  Adapun Nabi Saw dikuburkan di dalam rumahnya karena di antara keistimewaan para nabi adalah dikubur di tempat di mana mereka wafat.

 Imam Al-Nawawi berkata dalam kitab Raudhatut Thalibin berikut; Bab; menguburkan (mayit) adalah fardhu kifayah, dan boleh menguburkannya di selain pemakaman umum, akan tetapi menguburkan di pemakaman umum adalah lebih utama.

Demikian penjelasan terkait hukum menguburkan jenazah di halaman rumah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARAIAH

Kalau Meminta, Jangan Memaksa

Andaikan seseorang dalam keadaan darurat terpaksa meminta kepada orang lain, maka hendaknya ia tidak boleh memaksa untuk dikabulkan permintaannya. Dari Abu Sufyan Sakhr bin Harb radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللهِ، لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ لَهُ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئًا، وَأَنَا لَهُ كَارِهٌ، فَيُبَارَكَ لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ

“Jangan kalian memaksa jika meminta. Demi Allah, jika seseorang meminta kepadaku sesuatu, kemudian aku mengabulkan permintaannya tersebut dengan perasaan tidak senang, maka tidak ada keberkahan pada dirinya dan apa yang ia minta itu.” (HR. Muslim no. 1038).

Kita telah ketahui bahwa hukum asalnya, dilarang meminta-minta kepada orang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ سَأَلَ النَّاسَ أَمْوَالَهُمْ تَكَثُّرًا فَإِنَّمَا يَسْأَلُ جَمْرًا فَلْيَسْتَقِلَّ أَوْ لِيَسْتَكْثِرْ

“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaannya, sesungguhnya ia telah meminta bara api. Terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan sedikit atau memperbanyaknya.” (HR. Muslim no. 1041)

Namun, ada beberapa jenis orang yang diperbolehkan meminta-minta kepada orang lain. Di antaranya adalah orang yang fakir dalam keadaan sangat mendesak atau meminta kepada penguasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنْ الْمَسْأَلَةَ كَدٌّ يَكُدُّ بِهَا الرَّجُلُ وَجْهَهُ إِلَّا أَنْ يَسْأَلَ الرَّجُلُ سُلْطَانًا أَوْ فِي أَمْرٍ لَا بُدَّ مِنْهُ

“Sesungguhnya, meminta-minta itu adalah topeng yang dikenakan seseorang pada dirinya sendiri, kecuali bila seseorang meminta kepada penguasa atau karena keadaan yang sangat mendesak.” (HR. At-Tirmidzi no. 681, ia berkata, “hasan sahih”)

Andaikan seseorang termasuk orang yang boleh minta-minta, maka ia pun tidak boleh meminta-minta dengan memaksa, sebagaimana disebutkan dalam hadis Abu Sufyan di atas. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

الإلحاف: التَّكرار والإلحاح

Al-ilhaf artinya mengulang-ulang dan memaksa.” (Syarah Riyadhis Shalihin, rekaman no. 184)

Maka, tidak boleh meminta dengan cara memaksa dan juga tidak meminta secara berulang dan terus-menerus. Karena ini jelas merupakan gangguan kepada orang orang yang dimintai. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

الْمُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسانِهِ ويَدِهِ

“Seorang muslim yang sejati adalah yang kaum muslimin merasa selamat dari gangguan lisannya dan tangannya.” (HR. Bukhari no. 6484 dan Muslim no. 41)

Hadis Abu Sufyan di atas juga menunjukkan bahwa orang yang meminta dengan cara memaksa, ia tidak akan mendapatkan keberkahan dari apa yang dimintanya tersebut walaupun diberikan atau dikabulkan. Sehingga, ia hanya akan mendapatkan sedikit kebaikan saja dari apa yang ia minta tersebut.

Hadis ini juga menunjukkan bahwa meminta-minta itu hanya dalam kondisi darurat saja, tidak boleh sering-sering. Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan,

فهذا يدل على أنه ينبغي للمؤمن الحذر من سؤال الناس إلا عند الضَّرورة، فالسؤال فيه شرٌّ عظيمٌ

“Hadis ini juga dalil bahwa hendaknya seorang mukmin menjauhkan diri dari meminta-minta kepada orang lain, kecuali darurat. Dan minta-minta itu keburukannya sangat besar.” (Syarah Riyadhis Shalihin, rekaman no. 184)

Orang yang meminta-minta tanpa kondisi darurat dan dengan cara yang memaksa, maka ini merupakan kesalahan di atas kesalahan.

Wallahu a’lam. Semoga yang sedikit ini bermanfaat.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/72025-kalau-meminta-jangan-memaksa.html

Jenis Perjodohan yang Dilarang dalam Islam

Islam melarang sejumlah jenis perjodohan yang melanggar syariat.

Perjodohan hukumnya boleh menurut para ulama dengan catatan tidak keluar dari batasan syariat. Namun demikian tidak semua perjodohan itu bisa dilakukan dan diperbolehkan, bahkan ada jenis perjodohan yang dihukumi haram.

Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, para ulama bersepakat bahwa perjodohan antara kaum Muslim dengan kaum kafir dzimmi merupakan penghalang untuk menikah.

Kemudian para ulama berselisih pendapat tentang wanita tawanan, budak perempuan jika dijual, yang mana apakah menjualnya berarti jatuh pula talaknya. Menurut mayoritas ulama hal demikian jatuhnya adalah talak, namun sebagian ulama lain menyebut hal itu bukanlah talak.

Silang pendapat ini karena ada pertentangan antara pengertian hadis tentang Barirah dengan dalil umum firman Allah dalam Alquran Surah An-Nisa penggalan ayat 24, “Wal-muhshanaatu minannisa-I illa maa malakat aymaanukum kutiballahi alaikum,”.

Yang artinya, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atasmu,”.

Sedangkan mayoritas ulama berpedoman pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah yang bersumber dari Abu Said Al-Khudri, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki,”.

KHAZANAH REPUBLIKA

Rahasia Ayat Pernikahan Disandingkan dengan Tanda Kekuasaan Allah SWT

Pernikahan merupakan ikatan suci yang sangat dimuliakan Allah SWT

Memilih pasangan hidup tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Seorang Muslim dan Muslimah harus mendasari pilihan jodohnya berdasarkan tuntunan agama dan juga kriteria yang diinginkan.  

Islam memberikan pedoman agar rumah tangga tetap langgeng dan harmonis, serta dijauhkan dari kekerasan. “Guna menghindari KDRT, kita harus memuliakan pasangan kita,” kata penulis buku Menuju Samara Hingga Surga terbitan Republika Penerbit Ustaz Imam Nur Suharno, dalam program Republika Ngaji, baru-baru ini.  

Saling memuliakan antara pasangan suami istri ini bukan tanpa alasan. Menurut Ustadz Imam, memuliakan pasangan sejatinya merupakan penegasan kuat agama sebagaimana yang disebutkan Allah SWT dalam Alquran dalam ayat-ayat penciptaan langit dan bumi beserta manusia.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS An Nur ayat 21). 

“Ketika kita menyebut tentang pasangan, Allah menggunakan redaksi wa min aayatihi/dan dari tanda-tanda kebesaran Allah. Ini menandakan apa? Bahwa pasangan kita itu disejajarkan dengan penciptaan langit dan bumi, karena kita, manusia, juga ciptaan Allah yang patut dimuliakan,” kata dia.

Sehingga menurut Ustadz Imam, apabila seseorang dapat memuliakan pasangannya, dia akan dengan mudah untuk menahan emosi jika hendak memarahi pasangan. Sebab ketika dia marah terhadap pasangannya, sejatinya dia tengah marah kepada Allah SWT. “Ketika suami memarahi istri, berarti dia sedang marah kepada Allah. Begitu pun sebaliknya,” ujar dia.

Untuk itu, Ustadz Imam menyebut, apabila setiap pasangan dapat menahan diri terhadap emosinya dan saling memuliakan dalam menjalani rumah tangga, maka KDRT dapat dihindari. Dan apabila KDRT dapat dihindari, maka kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah akan tercipta dan dapat bermuara ke surga. 

KHAZANAH REPUBLIKA

Mualaf Rosyidah: Mengapa Saya tak Pelajari Islam Selagi Muda?

Mualaf Rosyidah belajar Islam di usia yang tak lagi muda

Rosyidah sempat mengalami kevakuman dalam berislam. Penyebabnya, ia waktu itu belum mengetahui bahwa untuk menjadi seorang Muslim tidak cukup dengan membaca ikrar syahadat.

Sekira 30 tahun lalu, mualaf yang lahir dengan nama Cecilia itu untuk pertama kalinya mengucapkan kalimat tauhid

Akan tetapi, hal itu dilakukannya bukan atas dasar kesadaran yang penuh dari dalam diri. Wanita yang kini berusia 63 tahun itu hanya ikut-ikutan. “Saat itu, saya tidak paham, Islam yang be nar seperti apa. Saya hanya mengikuti seperti yang diajarkan oleh lingkungan (orang-orang sekitar) saya,” ujar dia, seperti dinukilkan Republika dari tayangan video akun Ngaji Cerdas yang diunggah beberapa waktu lalu.

Ceritanya bermula sekitar akhir dekade 1980- an. Waktu itu, seorang kerabat mengajaknya untuk bertemu dengan salah satu sesepuh lokal. Sesampainya di tujuan, Rosyidah akhirnya menyadari, orang yang akan dikunjunginya itu adalah semacam dukun.

Di hadapan paranormal itu, kerabatnya meminta Rosyidah untuk mengikuti rapalan tertentu. Ia ingat, salah satu penggalan kalimat yang dibacanya itu ialah syahadat. Maka, secara formal dirinya sejak saat itu sudah menjadi pemeluk agama Islam.

Beberapa waktu kemudian, si dukun memberikan secarik kertas. Rosyidah tidak paham isinya, tetapi mengenal bahwa yang tergurat di sana ialah aksara Arab. Paranormal tersebut juga menganjurkannya untuk berpuasa mutih setiap hari serta tidak mengonsumsi makhluk-makhluk bernyawa. Rosyidah menuruti begitu saja arahan tersebut.

Saat itu, yang dipikirkannya ialah keselamatan keluarga, terutama anaknya yang sedang sakit keras. “Saat anak saya sakit, saya pergi ke ‘orang pintar’. Kemudian, saya diberi air yang bertuliskan rajah. Tetapi, anak saya tidak kunjung sembuh,” tuturnya mengenang.

Rosyidah mengakui, pada masa itu dirinya belum memiliki keinginan untuk lebih lanjut mengenal Islam. Lambat laun, ia menyimpan rasa penasaran. Benarkah Islam mengajarkan soalsoal perdukunan?

Pada suatu hari, ia mengikuti sebuah pengajian di masjid. Itulah untuk pertama kalinya menginjakkan kaki di rumah ibadah Islam. Sebelumnya, jangankan untuk beribadah secara jamaah di masjid, sholat atau mengaji Alquran pun tidak dikenalnya.

Namun, ada materi ceramah yang membuatnya mengernyitkan dahi. Rosyidah tersentak ketika mendengar ceramah ustaz di sana. Sang dai menyebutkan, seorang Muslim dilarang untuk melakukan dosa besar yakni syirik. Perbuatan itu berarti menyekutukan Allah.

Ia pun menyadari, ritual yang selama ini dijalaninya atas saran dukun termasuk amalan syirik. Ada amarah luar biasa yang merasukinya. Sesampainya di rumah, ia luapkan kepada kerabat yang telah mengajaknya ke paranormal.

Tidak menunggu waktu lama, Rosyidah segera membuang semua benda yang diperolehnya dari dukun. Ia menyadari bahwa ritual yang selama ini dilakukannya ternyata haram dilakukan menurut Islam.

Namun, ia kembali mengalami kebingungan. Jika dosa dihindari maka yang dikerjakan adalah beribadah. Padahal, dirinya selama ini tidak bisa sholat atau mengaji Alquran. Merasa tidak ada seorang pun yang dapat membimbingnya, ia hanya belajar secara mandiri.

Pertama-tama, Rosyidah mendapatkan sebuah mushaf Alquran yang dilengkapi dengan terjemahan. Harapannya, dengan mempelajari terjemahan Alquran akan memudahkannya dalam membaca ayat-ayat suci.

Sayang sekali, pengharapan itu tak kunjung terwujud. Berhari-hari ia membaca terjemahan Alquran, hanya dua kalimat dengan teks Arab yang berhasil ia hapalkan, basmalah dan tahlil.

Karena merasa putus asa, Rosyidah urung melanjutkan pembelajaran secara mandiri. Mus haf Alquran pun disimpannya di dalam lemari. Fokusnya mulai teralihkan kepada rutinitas sehari-hari. Misalnya, ikut mencari nafkah agar anak-anaknya bisa mencapai pendidikan setinggi-tingginya.

Hikmah musibah

Selama 10 tahun lamanya Rosyidah tak lagi tertarik mendalami Islam. Mushaf Alquran miliknya ditutup, dibiarkan tersimpan dalam lemari. Hidupnya seperti berjalan normal hingga sebuah musibah melanda.

Anak perempuannya mengalami kecelakaan yang cukup parah. Bahkan, wajah putrinya itu mendapatkan luka-luka. Begitu mendengar kabar tersebut, Rosyidah menangis tersedu-sedu.

Hatinya tergugah. Ada perasaan ingin kembali mendekatkan diri kepada Allah. Tidak ada yang lebih diinginkannya saat itu selain kesembuhan anak. Untuk meminimalkan dampak kecelakaan, putrinya itu dioperasi. Sebelum tindakan medis dimulai, dokter meminta Rosyidah untuk berdoa. Itu demi kelancaran operasi.

“Saya bingung, doa apa yang saya bisa panjatkan. Saya tidak bisa apa-apa. Hanya tahu basmalah dan tahlil,” ucapnya mengingat kembali momen itu. Maka, ia terus menggenggam tangan anaknya hingga buah hatinya itu memasuki ruangan operasi. Dari luar, dirinya terus mengulang-ulang bacaan basmalah dan tahlil.

Sejurus kemudian, ia tertidur. Dalam mimpi, Rosyidah seperti diperlihatkan masjid yang megah. Di atas tempat ibadah itu, langit tampak begitu luas dan dihiasi bintang-bintang.

Setelah terbangun dia bertanya-tanya, apakah untuk mendapatkan ridha Allah seseorang harus lebih dahulu berdoa di sebuah masjid. Namun, di mana ia dapat menemukan masjid yang seperti digambarkan dalam mimpi.

Sejak saat itu, Rosyidah ingin kembali mendalami Islam. Ia lantas mencari-cari informasi di pelbagai platform media sosial, termasuk Youtube. Dari sana, dirinya menemukan akun Mualaf Center Indonesia serta menghubungi kontak yang tercantum.

Dengan didampingi anaknya, Rosyidah mendaftar kajian secara daring. Majelis ilmu itu diasuh Ustaz Lukman Hakim. Kajian ini menggunakan bahan-bahan materi yang ditulis dengan aksara Arab. Alhasil, apa yang dijelaskan tidak begitu dihayati mualaf tersebut karena adanya kendala bahasa. 

Ia kemudian ingin menemui langsung ustaz tersebut. Dengan begitu, dirinya bisa mendapatkan bimbingan. Dengan bantuan anaknya, ia pun pergi ke daerah Sentul, Bogor, tempat dai itu mengajar puluhan tahun lamanya. Pada 2015, Rosyidah mengunjungi Masjid Az Zikro. Diketahui bahwa Rosyidah belum pernah bersyahadat secara resmi.

Maka pada tahun tersebut, ia kembali meng ucapkan dua kalimat syahadat. Dirinya mendapatkan bimbingan ustaz di Majlis Az Zikro. Setelah itu, ia pergi ke rumah Ustaz Lukman dan meminta bimbingannya.

Awalnya, sang dai tidak mengenalnya karena pertemuan kajian online dengan jumlah jamaah yang banyak. Kemudian, ustaz tersebut meminta istrinya bertemu. Benar saja, sang istri mengenal Rosyidah sebagai murid taklim daringnya.

Akhirnya, ia diajak untuk menemani istri Ustaz Lukman ke pondok pesantren mualaf. Lembaga itu diketahui milik Ustazah Irene Handono. Rosyidah begitu terharu karena mengingat kembali kisah Ustazah Irene dalam menemukan Islam.

Ia pun diajak bertemu dengan sang ustazah di pondok pesantrennya selama tiga bulan. Tak hanya Rosyidah, saat itu ada dua mualaf lain yang baru saja bersyahadat. Pada 2020, ia pun mulai memberanikan diri untuk mengikuti pelajaran di ponpes tersebut.

Selama tiga bulan, Rosyidah yang berusia 61 tahun harus menghafal banyak bacaan ibadah harian. Misalnya, hafal 40 kali bacaan shalat. Adapun rekan yang masih berusia 20 tahun ke bawah hanya tiga atau empat kali sudah menghafalkannya.

Bersyukur Rosyidah selalu mendapat dukungan dari semua ustazah yang membimbingnya. Tak hanya menghafal bacaan shalat, Rosyidah juga belajar fikih, akidah, dan hadis.

Bagi Rosyidah, mendalami Islam hanya tiga bulan memang tidak cukup. Tetapi, dalam waktu singkat itu Rosyidah memahami bahwa Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidaklah perlu dicari ke mana pun. “Saya menyesal, mengapa tidak selagi muda memanfaatkan banyak waktu untuk mempelajari Islam,” katanya bertanya retoris. 

Sejak memeluk Islam secara benar, ia meninggalkan sama sekali hal-hal yang berkaitan dengan praktik syirik. Itu cukup mudah dilakukannya. Sebab, memang sejak awal dirinya hanya ikut-ikutan atau diajak kerabat ke sana. Sekarang, anak-anaknya dalam keadaan sehat walafiat. Rosyidah merasa, hidup berislam secara baik dan lurus merupakan sebuah anugerah yang besar. 

sumber : Harian Republika

KHAZANAH REPUBLIKA

Faedah Sirah Nabi: Orang Yahudi Mengkhianati Piagam Madinah

Perjanjian dengan orang Yahudi atau piagam Madinah ternyata dilanggar oleh Yahudi. Berikut lanjutan kisahnya yang kami ambil dari Fiqh As-Sirah karya Syaikh Prof. Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim Az-Zaid.

Sebelumnya ada beberapa poin perjanjian yang dideklarasikan antara orang Yahudi Madinah dengan orang Islam, mereka hidup dalam masyarakat baru di bawah kepemimpinan Rasulullah. Ada tiga kabilah, yaitu Bani Qainuqa’, Bani Nadhir, dan Bani Quraizhah yang tidak menepati perjanjian yang telah mereka sepakati dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Bahkan mereka menyerang dan memeranginya sehingga turunlah surah Al-Hasyr yang berkenaan dengan Bani An-Nadhir, surah Al-Ahzab turun pada peristiwa Bani Quraizhah.

Bani Qainuqa’

Setelah perang Badar (tahun 2 H), Bani Qainuqa’ menampakkan kemarahan, kebencian, serta kedengkian mereka terhadap orang Islam sehingga mereka pun secara terang-terangan menyatakan permusuhannya. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui mereka untuk menasihati dan mengajak mereka memeluk Islam. Akan tetapi, mereka enggan, menantang, serta mengancam beliau. Hal ini bukanlah menjadi sebab satu-satunya permusuhan itu, tetapi ada sebab lain.

Sebab lainnya adalah ketika seorang perempuan muslim pergi ke pasar Bani Qainuqa’, maka seorang Yahudi berkeinginan agar perempuan tersebut membuka cadarnya. Namun, permintaan itu ditolak. Lalu dengan sengaja dan diam-diam, Yahudi tersebut mengikatkan ujung pakaian perempuan itu ke lehernya. Ketika perempuan itu berdiri, maka terbukalah auratnya. Wanita itu pun berteriak sehingga datanglah seorang muslim menghampiri dan membunuh Yahudi tadi. Melihat hal itu, Yahudi yang lain pun mendatanginya lalu membunuh muslim tersebut. Kemudian terjadilah pertengkaran antara kaum muslimin yang ada di sana dengan Bani Qainuqa’.

Ini reaksi yang ditampakkan oleh mereka untuk melahirkan permusuhan, merusak kedamaian, dan melanggar kehormatan kota Madinah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas mengepung mereka dengan ketat. Lalu ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya berkata, “Hai Muhammad! Berlaku baiklah pada bekas budak-budakku dengan kata-kata yang baik dan lembut.” Ketika pembicaraan berkepanjangan, dia memasukkan tangannya ke kantong baju Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau pun marah dan berkata, “Apakah mereka bekerja untukmu?”

Adapun ‘Ubadah bin Ash-Shamit radhiyallahu ‘anhu–salah seorang Bani ‘Auf bin Khazraj, mereka mengikat janji setia dengan Ibnu Ubay–, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlepas tangan dari mereka. Dalam kejadian ini, Allah menurunkan ayat-Nya yang berkenaan dengan ‘Abdullah bin Ubay Ibnu Salul,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ أَوْلِيَاءَ ۘ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ ۚ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS. Al-Maidah: 51)

Kemudian mereka pun diperintahkan oleh Nabi untuk meninggalkan Madinah menuju Syam serta membawa perbekalan dan harta. Namun, mereka tidak diizinkan untuk membawa senjata.

Bani Nadhir

Kaum kafir Quraisy menyurati Yahudi Bani Nadhir dan mengancam mereka dengan penyerangan jika Muhammad tidak dibunuh. Ketika surat itu diterima oleh Yahudi, Bani Nadhir berkumpul dan menyurati Nabi dengan permintaan supaya Nabi beserta tiga puluh orang sahabatnya menemui mereka. Ketika Yahudi menghampiri Nabi, mereka meminta supaya tiga orang keluar beserta beliau. Ketika Nabi keluar beserta tiga sahabatnya, Yahudi tersebut menyembunyikan senjatanya untuk membunuh beliau. Namun, seorang perempuan dari mereka memberitahukan kepada keponakannya yang muslim, lalu bergegas menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memberitahukannya. Lalu beliau kembali pulang. Keesokan harinya, mereka dikepung dan diperangi lalu diperintahkan membawa perbekalan dan tanpa senjata. Kemudian Allah menurunkan surah Al-Hasyr, dan mereka pun diusir kembali. Di antara mereka ada yang pergi ke Khaibar dan Syam (Syria).

Sebab, pengusiran mereka yang kedua adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendatangi mereka untuk meminta bantuan dan diyat (denda) terhadap dua orang yang dibunuh oleh Amru bin Umayah Adh-Dhamiri tetangga yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengambil sumpah kepada mereka. Mereka pun menjawab, “Baik wahai Abul Qasim, kami akan membantumu.” Kemudian mereka masuk ke dalam rumah dan membuat siasat untuk menjatuhkan batu kepada beliau dari atas dinding. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diberitahukan oleh malaikat mengenai tipu daya mereka, beliau pun bangun dan bergegas pulang ke Madinah. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kaum muslimin untuk mempersiapkan diri dan pergi untuk memerangi mereka.

Kemudian kaum muslimin mengepung mereka dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka untuk memotong pohon kurma dan membakarnya.

Ibnu Ishaq menyebutkan, “Kaum muslimin mengepung mereka selama enam malam. Lalu sebagian delegasi dari orang munafik diutus untuk menyiasati dan berjaga-jaga.” “Jika kamu dibunuh, maka kami pun akan berperang membantu kalian”, demikian kata mereka. Namun, Allah Ta’ala memberikan rasa takut dalam dada mereka sehingga tidak jadi menolong orang yang sudah mereka janjikan dengan pertolongan. Lalu mereka meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk pergi meninggalkan tanah kelahiran mereka dan mereka pun diusir. Begitulah ketetapan Allah terhadap kelompok Yahudi.

Adapun mengenai Yahudi Bani Quraizhah akan dijelaskan setelah pembahasan perang Ahzab (perang Khandaq, tahun 5 H). Karena perang Ahzab berkaitan erat dengan perang Bani Quraizhah.

Pelajaran yang Bisa Diambil dari Pengkhianatan Piagam Madinah

Pertama: Perjanjian yang dibuat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan orang Yahudi menunjukkan bahwa Islam memiliki hukum yang sempurna. Sebagaimana halnya Islam mengatur hubungan antara seorang hamba dengan Rabbnya, antara satu muslim dan lainnya, bahkan dengan komunitas non-muslim.

Kedua: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membiarkan orang Yahudi Madinah tinggal di sana dan memberi jaminan kepada mereka atas keselamatan agama dan harta mereka dengan syarat-syarat yang telah disepakati.

Ketiga: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam begitu toleran terhadap kaum Yahudi yaitu dengan membiarkan mereka tinggal di rumah-rumah mereka dengan aman, tanpa mengganggu harta dan keluarga mereka. Oleh karena itu, hal ini membuktikan bahwa sikap toleransi telah dirintis oleh Islam secara umum ketika kafir dzimmi dilindungi dan dijamin ketenangan hidup mereka di negeri Islam. Namun, hal ini tidak dirasakan oleh minoritas muslimin yang tinggal di negeri kafir.

Keempat: Pemenuhan janji Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang telah disepakati dengan orang-orang Yahudi atau selainnya. Hal ini seperti yang telah diungkapkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan dikuatkan oleh firman Allah Ta’ala,

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ

Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji.” (QS. An-Nahl: 91)

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَرْبَعٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ كَانَ مُنَافِقًا خَالِصًا ، وَمَنْ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنْهُنَّ كَانَتْ فِيهِ خَصْلَةٌ مِنَ النِّفَاقِ حَتَّى يَدَعَهَا إِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ وَإِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَإِذَا عَاهَدَ غَدَرَ ، وَإِذَا خَاصَمَ فَجَرَ

Ada empat tanda, jika seseorang memiliki empat tanda ini, maka ia disebut munafik tulen. Jika ia memiliki salah satu tandanya, maka dalam dirinya ada tanda kemunafikan sampai ia meninggalkan perilaku tersebut, yaitu: (1) jika diberi amanat, khianat; (2) jika berbicara, dusta; (3) jika membuat perjanjian, tidak dipenuhi; (4) jika berselisih, dia akan berbuat zalim.” (HR. Muslim, no. 58)

Kelima: Penjelasan tentang keji dan buruknya tabiat orang Yahudi, yang selalu menampakkan permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin. Hal tersebut terlihat ketika tidak berapa lama setelah membuat perjanjian, mereka pun melanggarnya, mereka telah mengkhianati Allah dan Rasul-Nya. Kekejian mereka juga tidak hanya pada kata-kata, bahkan sampai ke tahap aksi yaitu ketika mereka membuat tipu muslihat untuk membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, Allah melenyapkan dan memusnahkan tipu daya mereka tersebut dan memberikan keselamatan kepada Nabi-Nya. Mereka juga berusaha untuk membantu Bani Aus dan Khazraj untuk merusak kehormatan orang-orang Islam.

Keenam: Penjelasan tentang perbuatan yang melampaui batas yang dilakukan oleh orang Yahudi terhadap perempuan muslim dalam upaya menyingkap wajahnya serta pembelaan seorang muslim terhadap saudaranya yang muslimah, yang diikuti dengan pengepungan dan pengusiran Yahudi oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal itu menjelaskan tentang mulianya kedudukan kaum perempuan dalam Islam. Dengan ketinggian dan kemuliaannya, maka Islam tidak akan membiarkan perempuan dilecehkan. Agama mana yang lebih menjunjung tinggi kedudukan perempuan selain Islam?

Ketujuh: Penjelasan tentang pentingnya hijab bagi wanita muslimah. Wanita Anshar yang disebutkan di dalam kisah berusaha untuk memperjuangkan harga dirinya, ia tidak rela jika Yahudi tersebut berusaha untuk melepaskan hijabnya. Yahudi sekarang berusaha dan berjuang supaya wanita Muslimah menanggalkan hijabnya. Sehingga wanita yang tidak memahami pengtingnya hijab telah berpengaruh dan ikut menanggalkannya. Padahal hijab itu sebagai pelindung dan pengaman serta kemuliaan bagi diri wanita.

Kedelapan: Kisah Bani Qainuqa’ menunjukkan bahwa dalam hati orang Yahudi itu ada sifat dengki dan iri terhadap orang Islam. Ini disebabkan oleh kemenangan yang diperoleh orang Islam dan kekalahan bagi orang kafir dalam perang Badar. Kedengkian itu semakin tampak ketika mereka berupaya membunuh Rasulullah dan melanggar perjanjian damai yang telah disepakati.

Kesembilan: Yahudi merupakan orang pertama yang bermusuhan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah berhijrah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat yang kemungkinan itu ditujukan kepada mereka yang dianggap sebagai munafik,

وَإِذَا لَقُوا الَّذِينَ آمَنُوا قَالُوا آمَنَّا وَإِذَا خَلَوْا إِلَىٰ شَيَاطِينِهِمْ قَالُوا إِنَّا مَعَكُمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

“Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan: “Kami telah beriman”. Dan bila mereka kembali kepada setan-setan mereka, mereka mengatakan: “Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok”.” (QS. Al-Baqarah: 14). Syayaathiinihim dalam ayat yang dimaksud adalah kaum Yahudi. Ini menunjukkan bahwa Yahudi itu termasuk munafik yang lihai dalam tipu daya. Namun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengetahuinya.

Kesepuluh: Sikap Yahudi dan musyrikin, baik dulu maupun sekarang, dapat diketahui dari respon mereka terhadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan risalahnya. Kedua kelompok tersebut berpendapat tentang kedatangan Nabi yang baru ini bahwa orang-orang Arab pada umumnya menerima pribadinya, tetapi menolak wahyu yang dibawanya. Sebaliknya kaum Yahudi menerima ajarannya, tetapi menolak pribadinya sebagai nabi. Mereka tidak mau menerima seorang nabi di luar mereka. Sebab anggapan mereka, Yahudi adalah bangsa pilihan. Sejatinya mereka tidaklah meyakini laa ilaha illallah dan Muhammad Rasulullah.

Kesebelas: Penjelasan tentang sikap kaum Yahudi yang saling membantu dengan orang-orang munafik untuk melemahkan dan mengalahkan orang Islam. Oleh sebab itu, umat Islam harus menyadari bahwa kekafiran adalah sama, baik Yahudi, Nasrani, munafik, atheism, maupun penyembahan berhala. Tujuan dan target mereka hanyalah satu yaitu mereka bersatu untuk memerangi agama Islam dan melakukan tipu daya terhadap pemeluknya.

Kedua belas: Bagi seorang muslim dilarang untuk menjadikan orang kafir sebagai pemimpin mereka. Allah Ta’alaberfirman,

لَا يَتَّخِذِ الْمُؤْمِنُونَ الْكَافِرِينَ أَوْلِيَاءَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۖ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَٰلِكَ فَلَيْسَ مِنَ اللَّهِ فِي شَيْءٍ إِلَّا أَنْ تَتَّقُوا مِنْهُمْ تُقَاةً ۗ وَيُحَذِّرُكُمُ اللَّهُ نَفْسَهُ ۗ وَإِلَى اللَّهِ الْمَصِيرُ

Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat) memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu).” (QS. Ali Imran: 28)

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata, “Ayat ini menunjukkan larangan bagi orang beriman untuk bersikap wala’ (loyal) kepada orang kafir dalam hal mencintai, menolong, meminta tolong kepada mereka pada urusan kaum muslimin. Allah memberikan ancaman ‘Barang siapa berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah’. Ini berarti ia terputus dari Allah. Ia tidak mendapatkan bagian dari agama Allah. Karena wala’ pada orang kafir tidak menandakan orang tersebut beriman. Karena iman pasti mengantarkan kepada wala’ kepada Allah dan wali-Nya yang beriman, saling tolong menolong dalam menegakkan agama Allah dan berjihad melawan musuh-Nya.” (Tafsir As-Sa’di, hlm. 121)

Ketiga belas: Kisah Bani Nadhir yang ingin membunuh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan datangnya berita tersebut lewat wahyu, memberikan bukti kepada beliau bahwa,

وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ

Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Maidah: 67)

Keempat belas: Kedatangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menemui Yahudi Bani Nadhir menuntut denda terhadap kematian dua orang mukmin, menunjukkan tentang dibolehkannya mengambil bantuan dan santunan keuangan dari non-muslim jika hal tersebut tidak membahayakan kaum muslimin.

Kelima belas: Pengusiran Bani Nadhir setelah Bani Qainuqa’ menyebabkan timbulnya perpecahan antara Yahudi dan munafik Madinah, yang membawa kepada pembaharuan perjanjian di pihak Quraizhah bersama orang Islam selama penawanan Bani Nadhir, timbul semangat untuk menjaga perjanjian tersebut hingga tercetus perang Ahzab. Sementara orang munafik tidak menepati janji terhadap Bani Nadhir. Hal tersebut menjelaskan bagi kaum Yahudi bahwa melakukan perjanjian dengan Bani Nadhir tidak akan memberikan faedah. Dengan berpisahnya dari Bani Nadhir, maka pertahanan Islam semakin kuat, mereka bisa memetik hasil dari lahan mereka yang diperuntukkan bagi Muhajirin yang Muhajirin sendiri bertahan hidup dari lahan dan rumah yang dihadiahkan Anshar.

Keenam belas: Sifat Yahudi adalah beretika buruk dan jahat, melakukan tipu daya, tidak saling mencegah dari dosa dan kemungkaran yang mereka lakukan. Hal ini terbukti dengan apa yang kita lihat mengenai Yahudi pada zaman sekarang yang merampas hak Palestina dan mengotori kehormatan Baitul Maqdis, melanggar kehormatan orang-orang muslim, rumah, dan harta mereka. Sifat Yahudi pantas mendapatkan laknat sebagaimana disebutkan dalam ayat,

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ,كَانُوا لَا يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوهُ ۚ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ

Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat itu.” (QS. Al-Maidah: 78-79)

Ketujuh belas: Peristiwa ini memberikan pelajaran kepada kita untuk melihat dengan mata terbuka dan mengajarkan kepada kit acara bergaul dengan Yahudi setiap saat, terutama bagi generasi sekarang. Mereka harus belajar dari pengalaman orang-orang dahulu supaya tidak terjerumus dalam langkah mereka dan menyebabkan hati tertutup mengikut jejak mereka.

Kedelapan belas: Pengusiran yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Yahudi dari Madinah setelah mereka mengkhianati janji, menyebabkan janji itu tidak lagi berkesan dan tidak mempunyai nilai. Ini dibuktikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri di detik-detik terakhir ajal beliau untuk mengusir Yahudi dari jazirah Arab.

Kesembilan belas: Yahudi itu sebenarnya mengetahui kenabian dan kebenaran Rasulullah, tetapi karena hasad, mereka tidak mau beriman kepada Rasulullah. Dalam ayat, Allah menyebutkan tentang sifat Yahudi,

وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ ۖ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّىٰ يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 109)

Kedua puluh: Permusuhan Yahudi dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah digambarkan dalam ayat,

لَتَجِدَنَّ أَشَدَّ النَّاسِ عَدَاوَةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الْيَهُودَ وَالَّذِينَ أَشْرَكُوا ۖ وَلَتَجِدَنَّ أَقْرَبَهُمْ مَوَدَّةً لِلَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ قَالُوا إِنَّا نَصَارَىٰ ۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّ مِنْهُمْ قِسِّيسِينَ وَرُهْبَانًا وَأَنَّهُمْ لَا يَسْتَكْبِرُونَ

Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik. Dan sesungguhnya kamu dapati yang paling dekat persahabatannya dengan orang-orang yang beriman ialah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya kami ini orang Nasrani”. Yang demikian itu disebabkan karena di antara mereka itu (orang-orang Nasrani) terdapat pendeta-pendeta dan rahib-rahib, (juga) karena sesungguhnya mereka tidak menyombongkan diri.” (QS. Al-Maidah: 82)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melihat permusuhan dan kezaliman yang dilancarkan oleh Yahudi terhadap beliau. Sebab, mereka telah terbiasa membunuh para nabi dan rasul serta menentang perintah dan larangan Allah, serta berusaha menyelewengkan apa yang telah diturunkan dalam kitab sucinya.

Ini sangat berlawanan dari apa yang didapatkan beliau dengan kaum Nashrani Habasyah. Mereka memberi perlindungan dan pertolongan bagi Muhajirin yang hijrah ke Habasyah karena takut dianiaya musyrikin Makkah. Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim surat kepada raja-raja dan pemimpin kabilah, maka raja Nashrani termasuk orang yang baik dalam cara menolak surat beliau. Heraklius, raja Romawi di Syam mencoba meyakinkan rakyatnya untuk menerima Islam, tetapi usahanya tersebut tidak berhasil. Meskipun demikian, cara penolakannya tergolong baik, ia takut tergeser kedudukannya.

Muqauqis, pembesar Qibthy di Mesir juga tergolong baik penolakannya terhadap ajakan beliau, walaupun ia tidak begitu tertarik dengan Islam, tetapi ia mengirimkan hadiah yang baik untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika Syiria dan Mesir ditaklukkan, maka diperkenalkanlah kepada penduduknya tentang Islam dan mereka pun berbondong-bondong memeluk Islam.

Referensi:

Fiqh As-Sirah. Cetakan Tahun 1424 H. Prof. Dr. Zaid bin Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah. hlm. 348 – 362.

Tafsir As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.

Disusun di #darushsholihin, 18 Jumadal Akhirah 1443 H, 21 Januari 2022 (Jumat siang)

Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber https://rumaysho.com/31434-faedah-sirah-nabi-orang-yahudi-mengkhianati-piagam-madinah.html

Surat Al Isra Ayat 17, Bukti Azab Allah Sudah Ada Sejak Zaman Nabi

Surat Al Isra ayat 17 menjadi bukti bahwa azab Allah SWT sudah berlaku sejak zaman nabi. Segala balasanNya diturunkan kepada mereka yang membangkang perintah dan ketentuan Allah SWT.

Surat Al Isra ini sendiri merupakan salah satu surat yang istimewa karena menceritakan peristiwa isra mi’raj yang dilakukan Rasulullah SAW. Untuk itulah, surat dengan 111 ayat ini dinamakan isra yang bermakna perjalanan malam.

Adapun bunyi dan terjemahan dari surat Al Isra ayat 17 adalah sebagai berikut,


وَكَمْ أَهْلَكْنَا مِنَ الْقُرُونِ مِنْ بَعْدِ نُوحٍ ۗ وَكَفَىٰ بِرَبِّكَ بِذُنُوبِ عِبَادِهِ خَبِيرًا بَصِيرًا

Bacaan latin: Wa kam ahlaknā minal-qurụni mim ba’di nụḥ, wa kafā birabbika biżunụbi ‘ibādihī khabīram baṣīrā

Artinya: “Dan berapa banyak kaum setelah Nuh, yang telah Kami binasakan. Dan cukuplah Tuhanmu Yang Maha Mengetahui, Maha Melihat dosa hamba-hambaNya.”

Menurut tafsir Al Quran Kementerian Agama (Kemenag) dan Ibnu Katsir, surat Al Isra ayat 17 ini mengabarkan bahwa Allah SWT tidak membedakan perlakuan antara umat-umat yang terdahulu dan sekarang.

Tiap kaum membangkang terhadap ketetapan Allah SWT dan rasulNya akan mendapat balasan serupa yang pernah Allah ganjarkan pada kaum sebelumnya.

“Allah lalu mengisahkan kaum-kaum yang mengalami nasib yang sama setelah Nuh. Mereka dibinasakan karena pembangkangan mereka terhadap utusan-utusan Allah yang ditugasi untuk menghentikan mereka dan mengajak untuk kembali menaati Allah,” tulis Kemenag.

Di sisi lain, tafsir dari Ibnu Katsir menambahkan bahwa surat Al Isra ayat 17 juga dapat bermakna bahwa generasi-generasi yang hidup di masa antara Nabi Adam dan Nuh AS telah memeluk agama Islam.

Namun, kelompok lain yang membangkang dan durhaka kepada Allah SWT akan dijanjikan hukuman kepada mereka.

“Kalian telah mendustakan rasul yang termulia dan makhluk yang paling ulama, maka kalian lebih berhak mendapat hukuman daripada mereka (yang mendustakan rasul-rasul-Nya di masa lalu),” tulis Ibnu Katsir.
Baca juga:
Surah Al-Isra Ayat 27, Siapa yang Disebut Saudara Setan dalam Ayat Ini?

Kelompok pembangkang yang dimaksud ini adalah mereka yang tetap memilih untuk menolak ketentuanNya. Meskipun setelah datang peringatan dari rasul utusan Allah SWT.

“Tiap kaum yang tetap membangkang setelah datangnya rasul yang memberi peringatan kepada mereka, pasti akan mengalami nasib buruk yang sama dengan umat-umat terdahulu,” bunyi keterangan tafsir dari Ibnu Katsir.

Dapat diartikan dalam surat Al Isra ayat 17 bahwa Allah SWT memberikan balasan yang bijaksana dan adil bagi hambaNya. Sekaligus telah memberi peringatan pada mereka terkait perbuatan tercela itu melalui kisah-kisah pada umat sebelumnya.

detikHIKMAH

Pembagian Pelayanan Jamaah Umroh antara Maskapai dan Muasassah

Pandemi Covid-19 merubah semua tatanan kehidupan termasuk sistem pelayanan umroh. Kini, maskapai penerbangan umroh bisa menawarkan paket kamar hotel untuk karantina.

“Pembelian tiket airlines ke Saudi untuk umroh harus sepaket dengan voucher karantina di Saudi baik di Jeddah maupun di Madinah,” kata Wakil Ketua Umum Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umroh Haji (Ampuh), Tri Winarto, saat dihubungi Republika, Selasa (25/1/2022).

Tri mencontohkan, jika paket perjalanan umroh 12 hari, maka dua malam perjalanan, dan 10 malam berada di Saudi.  Sesuai regulasi otoritas penerbangan Saudi (GACA) empa malam harus karantina.

“Paket karantina ini yang sudah dibayar jamaah saat membeli tiket,” katanya.

Jadi kata dia, keseluruhan kegiatan sejak datang di Saudi, misalnya di Jeddah atau Madinah selama 4 malam mulai dari handling kedatangan di bandara bus penjemputan dari bandara ke hotel karantina hotelnya kemudian katering dan lain sebagainya menjadi satu paket.

“Ini menjadi tanggung jawab airline, airline bekerjasama dengan penyedia layanan hotel setempat termasuk di dalamnya ada bus dan kateringnya,” katanya.

Lalu di mana tugas muassasah?Tri mengatakan, tugas muasasah itu ketika selesai karantina. Jadi pada malam ke-5 sampai malam ke-10 itu adalah tugas muassasah.

“Musassah yang mulai menghandle, sehingga serah terima kira-kira begitu istilahnya terjadi di hari kelima hingga hari kesepuluh,” katanya.

Dari sinilah jamaah mulai membayar jasa muasasasah melalui penyelenggara perjalanan ibadah umroh (PPIU) yang dipilih oleh jamaah. Sebelum pandemi jasa muasassah digunakan ketika turun di bandara.

“Itu yang dibayar oleh penyelenggara umroh kepada mitranya muasassah yang ada di Saudi,” katanya.

Artinya, umroh di masa pandemi ini ada pembagian jasa pelayanan jamaah. Selama empat hari jamaah menjadi tanggungjawab airline dan selama enam hari diurus oleh muasassah.

“Singkat cerita empat malam diurus oleh airlines, enam malam diurus oleh muasassah karena penyelenggara umroh membayar paket berbeda empa malam dibayar melalui airlines sepaket dengan tiket kemudian enam malam dibayar penyelenggara umroh PPU kepada muasassah mitranya,” katanya.

IHRAM

Faktor Internal Perusak Iman (Bag. 1)

Iman seorang mukmin bisa bertambah dan bisa pula berkurang. Ada beberapa hal yang bisa merusak iman seseorang, baik menyebabkan berkurang atau bahkan membatalkan iman. Berikut akan disebutkan hal-hal yang bisa merusak iman, baik berupa faktor internal maupun faktor eksternal. Pada kesempatan ini akan dijelaskan telebih dahulu mengenai faktor-faktor internal perusak iman.

Faktor pertama, kebodohan

Faktor internal yang pertama adalah al-jahl (الجهل) yaitu bodoh karena tidak berilmu. Kebodohan merupakan faktor internal paling utama yang akan merusak iman seseorang. Bodoh adalah lawan dari ilmu. Sebagaimana halnya ilmu akan menambah iman dan memperkokoh keimanan seseorang, maka kebodohan berupa ketiadaan ilmu akan menyebabkan lemahnya iman. Oleh karena itu, para nabi menjelaskan kepada kaumnya dalam banyak ayat bahwa sebab mereka terjerumus dalam perbuatan syirik dan maksiat adalah karena kebodohan. Allah Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Musa,

قَالُواْ يَا مُوسَى اجْعَل لَّنَا إِلَـهاً كَمَا لَهُمْ آلِهَةٌ قَالَ إِنَّكُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Bani lsrail berkata, ‘Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah Tuhan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa Tuhan (berhala).’ Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kamu ini adalah kaum yang bodoh (tidak mengetahui)’” (QS. Al-A’raf: 138).

Allah Ta’ala berfirman tentang kaum Nabi Luth,

وَلُوطاً إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ وَأَنتُمْ تُبْصِرُونَ أَئِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الرِّجَالَ شَهْوَةً مِّن دُونِ النِّسَاء بَلْ أَنتُمْ قَوْمٌ تَجْهَلُونَ

Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika dia berkata kepada kaumnya, ‘Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)? Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang bodoh (tidak mengetahui) (akibat perbuatanmu)’” (QS. An-Naml: 54-55).

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam,

قُلْ أَفَغَيْرَ اللَّهِ تَأْمُرُونِّي أَعْبُدُ أَيُّهَا الْجَاهِلُونَ

Katakanlah, ‘Maka apakah kamu menyuruh aku menyembah selain Allah, hai orang-orang yang bodoh?’” (QS. Az-Zumar: 64).

Allah Ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu” (QS. Al-Ahzab: 33).

Masih banyak ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat-ayat di atas.

Kebodohan adalah induk berbagai macam penyakit dan sumber musibah. Ketika seseorang bodoh tentang agama Allah dan tentang hal-hal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, maka akan muncul darinya perbuatan maksiat dan menyimpang dari agama Allah. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوَءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِن قَرِيبٍ فَأُوْلَـئِكَ يَتُوبُ اللّهُ عَلَيْهِمْ وَكَانَ اللّهُ عَلِيماً حَكِيماً

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kebodohan/kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS. An-Nisa: 17).

Kebodohan yang dimaksud dalam ayat ini adalah kebodohan pelaku maksiat terhadap dampak maksiat – yaitu akan menyebabkan murka Allah dan datangnya azab – sehingga dengan mudahnya dia tenggelam dan bergelimang dalam kemaksiatan. Oleh karena itu, setiap yang bermaksiat kepada Allah, sejatinya dia berada dalam keadaan bodoh terhadap dampak maksiat berupa kebinasaan di dunia dan akhirat.

Faktor kedua, lalai

Faktor internal yang kedua yaitu al-ghafla (الغفلة) yang berarti lalai. Apabila seorang hamba lalai tentang tujuan untuk apa dia diciptakan, maka imannya pun akan melemah. Allah Ta’ala mencela sifat lalai dalam kitab-Nya, dan memperingatkan dengan keras kepada orang-orang yang lalai. Allah Ta’ala menerangkan dalam Al Qur’an bahwasanya hal tersebut merupakan sifat orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman,

وَإِنَّ كَثِيراً مِّنَ النَّاسِ عَنْ آيَاتِنَا لَغَافِلُونَ

“Dan sesungguhnya kebanyakan dari manusia lalai/lengah dari tanda-tanda kekuasaan Kami” (QS. Yunus: 92).

Allah Ta’ala juga berfirman,

يَعْلَمُونَ ظَاهِراً مِّنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ

“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai” (QS. Ar-Rum: 7).

Sifat lalai merupakan penyakit berbahaya yang menimpa seseorang dan akan menjauhkannya dari mengingat Allah dan melaksanakan perintah-Nya.

Faktor ketiga, berpaling dari kebenaran

Faktor internal yang ketiga adalah al-a’radh (الأعراض) yang maknanya berpaling. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن ذُكِّرَ بِآيَاتِ رَبِّهِ ثُمَّ أَعْرَضَ عَنْهَا إِنَّا مِنَ الْمُجْرِمِينَ مُنتَقِمُونَ

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa” (QS. As-Sajdah: 22).

Berpaling dari perintah Allah Ta’ala adalah sifat orang-orang yang ingkar yang Allah murkai. Tidak selayaknya seorang hamba ketika mendengar kalam Allah atau mendengar hadis nabi berpaling darinya. Kewajibannya adalah menerimanya dengan menaati perintah dan mengikutinya.

Telah sahih dari Abu Waaqid al Laitsi Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah duduk di masjid bersama para sahabat, kemudian datang kepada mereka tiga orang. Dua orang mendatangi Rasulullah dan satu orang lagi pergi. Keduanya tetap berada di hadapan Rasul. Orang pertama melihat ada celah kosong di majelis dan dia segera duduk. Orang yang kedua memilih duduk di belakangnya. Adapun orang yang ketiga pergi keluar. Ketika telah selesai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ألا أخبركم عن النفر الثلاثة‏:‏ أما أحدهم، فأوى إلى الله، فآواه الله ، وأما الآخر فاستحيى فاستحيى الله منه، وأما الآخر، فأعرض، فأعرض الله عنه‏

“Maukah kuberitahu tentang tiga orang tadi ? Adapun yang pertama dia meminta perlindungan kepada Allah, maka Allah pun melindunginya. Adapun orang yang kedua, dia malu kepada Allah, maka Allah pun malu kepadanya. Adapun orang yang ketiga, dia berpaling, maka Allah pun berpaling darinya” (HR. Bukhari dan Muslim).

Demikianlah di antara faktor-faktor internal yang bisa merusak iman seseorang. Semoga Allah Ta’ala menjauhkan kita dari perkara-perkara yang bisa merusak keimanan.

[Bersambung]

***

Penulis: Adika Mianoki

Artikel: Muslim.or.id

Sumber: https://muslim.or.id/72023-faktor-internal-perusak-iman-bag-1.html