Puasa Syawal, Peluang ‘Kemenangan Ramadhan’ Kedua

Setelah Allah peluang bulan Ramadhan, umat Islam masih mendapatkan peluang lain untuk meraih kemenangan Ramadhan kedua,  yakni puasa Syawal

puKITA telah selesai dari pendidikan ‘madrasah Ramadhan’  hampir sebulan penuh. Melalui ‘madrasah Ramadhan’ kita telah mendapatkan pendidikan pembinaan hati, jiwa dan ruh, hingga mampu mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu Wata’ala.

Dampat dari pendidikan selama sebulan adalah melahirkan hati yang taqwa,  sebuah pakaian orang mukmin untuk menghadapi tantangan 11 bulan ke depan.   Dengan berakhirnya ‘madrasah Ramadhan’ yang berlangsung selama sebulan, pada akhirnya kita akan diuji,  apakah semua amal ibadah dan amal shaleh yang telah dilakukan dapat direalisasikan di bulan Syawal ini?

Mereka yang berhasil ditransformasikan dengan tarbiah Ramadhan adalah orang-orang yang sangat beruntung bisa lolos dari rahmat bulan Ramadhan, sebagaimana doa Malaikat Jibril ‘alaihissalaam yang diaminkan oleh Nabi Muhammad ﷺ

شَقِيَ عَبْدٌ أَدْرَكَ رَمَضَانَ فَانْسَلَخَ مِنْهُ وَلَمْ يُغْفَرْ لَهُ

“Celakalah seorang hamba yang mendapati bulan Ramadhan, tetapi sampai Ramadhan berakhir, ia belum juga diampuni.” (HR: Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrod dari Jabir radhiyallahu’anhu, Shahih Al-Adabil Mufrod: 501).

Orang yang benar-benar dapat menikmati manis dan gembiranya perayaan Idul Fitri adalah orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Hadits Abu Hurairah di mana Nabi ﷺ bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

”Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah maka dosanya di masa lalu pasti diampuni.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Hadits ini menunjukkan bahwa orang yang bisa melewati Ramadhan dengan sempurna akan mendapatkan bonus ampunan dari Allah SWT. Hal ini tergantung sejauh mana kita mampu mengikuti syarat dan ketentuan yang ditetapkan.

Banyak yang tidak menyangka bahwa ujian sesungguhnya ada di bulan Syawal karena penurunan kualitas ibadah kita terjadi begitu tiba-tiba, terutama saat salat Idul Fitri usai.

Masjid dan mushalla kosong

Setelah Ramadhan ini, masjid dan surau mulai ditinggalkan. Al-Qur’an akan disimpan dan kegiatan yang biasa dilakukan sebelum Ramadhan akan kembali terulang lagi.

Mereka yang sudah terbiasa di masjid mulai selama bulan Ramadhan kini sudah menjauh dan telah melipat sajadah. Mereka kembali ke dunia seperti sebelumnya dengan penuh semangat.

Menyadari kenyataan tersebut, Rasulullah ﷺ menyeru kita, untuk rajin dan terus melakukan amalan sunnah meski di penghujung Ramadhan agar kita selalu ingat apa tujuan Allah untuk menghidupkan dan memperpanjang umur kita di muka bumi ini?

Ibadah harus dilanjutkan karena hidup kita selalu terhubung dengan Allah SWT. Puasa tidak akan berakhir sampai akhir hayat. fdfa

Banyak puasa sunnah yang telah dianjurkan, terutama puasa Nabi Daud, ﷺ, yang berpuasa satu hari dan berbuka satu hari. Puasa Asyura, Puasa Muharram, Puasa Senin Kamis dan lainnya.

Nabi ﷺ juga menyeru umat Islam untuk melanjutkan puasa selama enam hari di bulan Syawal dimana Nabi ﷺ  telah mewariskan kepada Sayyidina Ali ra yang artinya: “Wahai Ali, siapa di antara kamu yang melanjutkan puasa Ramadhan dengan enam hari di bulan Syawal.
Syawal buka peluang raih kemenangan kedua

Kemenangan Ramadhan karena umat Islam berhasil melawan nafsu lapar, haus dan menjauhi perbuatan dosa, sekaligus mengisi bulan suci itu dengan amalan sholeh lain, seperti: membaca al-Quran, tarawih, sedekah dll.  Ganjaran dari kemenangan pertama ini, menjadikan umat Islam akan kembali kepada fitri (suci), seperti bayi baharu lahir dengan tiada dosa melekat pada dirinya.

Setelah itu, Allah memberi peluang kepada umat Islam agar mendapatkan kemenangan kedua,  dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, yang pahalanya seperti berpuasa setahun penuh.

Dari Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

“Siapa yang melakukan puasa Ramadhan lantas ia ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka itu seperti berpuasa setahun.” (HR: Muslim).

Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ﷺ bersabda:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ « يَقُولُ اللَّهُ إِذَا أَرَادَ عَبْدِى أَنْ يَعْمَلَ سَيِّئَةً فَلاَ تَكْتُبُوهَا عَلَيْهِ حَتَّى يَعْمَلَهَا ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا بِمِثْلِهَا وَإِنْ تَرَكَهَا مِنْ أَجْلِى فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً وَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَعْمَلَ حَسَنَةً فَلَمْ يَعْمَلْهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ حَسَنَةً ، فَإِنْ عَمِلَهَا فَاكْتُبُوهَا لَهُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةٍ »

“Dari Abu Hurairah,  Rasulullah ﷺ bersabda, “Allah Ta’ala berfirman: Jika hamba-Ku bertekad melakukan kejelekan, janganlah dicatat hingga ia melakukannya. Jika ia melakukan kejelekan tersebut, maka catatlah satu kejelekan yang semisal. Jika ia meninggalkan kejelekan tersebut karena-Ku, maka catatlah satu kebaikan untuknya. Jika ia bertekad melakukan satu kebaikan, maka catatlah untuknya satu kebaikan. Jika ia melakukan kebaikan tersebut, maka catatlah baginya sepuluh kebaikan yang semisal  hingga 700 kali lipat.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Jadi, pahala orang berpuasa Ramadhan kemudian diteruskan dengan enam hari Syawal menyamai pahala orang berpuasa setahun, adalah anugerah besar kepada umat Islam.   Oleh karena itu, sifat syukur perlu sentiasa disemai dalam hati umat Islam, karena rahmat Allah sangat berlimpah diberikan kepada kita.

Ringkasnya, mereka yang berpuasa enam hari Syawal adalah tanda kesuksesan atas puasa di bulan Ramadhan.  Sebagai pesan kepada penulis dan pembaca, marilah kita lanjutkan momentum Ramadhan dengan memperbanyak ibadah kepada Allah SWT.

Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk membuktikan bahwa Ramadhan kita berhasil.

Pertama,  puasa sunnah. Jika kita berhasil menjalankan ibadah puasa selama satu bulan Ramadhan maka kita dapat melanjutkan rutinitas dengan berpuasa sunnah lain, misalnya; puasa Senin dan Kamis.

Sabda Nabi ﷺ

Kedua, shalat witir. Ketika Ramadhan tiba kita akan melaksanakan shalat sunat tawarih dan dilanjutkan dengan shalat sunah witir sebagai penutup.

Sholat witir ini tidak hanya dilakukan di bulan Ramadhan tetapi juga bisa dilakukan di luar bulan Ramadhan. Sabda Nabi ﷺ.

إِنَّ اللهَ زَادَكُمْ صَلاَةً، وَهِيَ الْوِتْرُ، فَصَلُّوْهَا فِيْمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْعِشَاءِ إِلَى صَلاَةِ الْفَجْرِ

‘Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi kalian tambahan shalat, yaitu shalat witir, maka shalat witirlah kalian antara waktu shalat ‘Isya’ hingga shalat Subuh.’” (HR: Ahmad).

Untuk membuktikan bahwa kita telah berhasil melanjutkan momentum Ramadhan, kita perlu terus melaksanakan istiqamah shalat sunat witir setiap hari. Jika dirasa berat, kita hanya bisa mengerjakannya dengan satu rakaat saja karena jumlah rakaat shalat witir ganjil.

Kita bisa mengerjakan satu rakaat atau tiga rakaat sesuai dengan kemampuan kita. Maka tidak ada alasan bagi kita untuk tidak melakukannya.

Terakhir, membaca Al-Qur’an. Penulis yakin dan percaya, banyak yang berlomba-lomba untuk menyelesaikan Al-Quran selama bulan Ramadhan. Ada juga yang menyelesaikan dua hingga tiga kali dalam sebulan, namun ketika masuk bulan Syawal,  untuk menyelesaikan satu juz saja rasanya sudah berat.

Inilah hal yang perlu kita jaga,  agar kita terus membiasakan bisa membaca seperti layaknya di bulan Ramadhan. Setidaknya kita berusaha membaca satu halaman setiap hari agar tidak putus dengan Al-Quran.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بن مسعود رضى الله عنه قَالَ : تَعَلَّمُوا هَذَا الْقُرْآنَ ، فَإِنَّكُمْ تُؤْجَرُونَ بِتِلاَوَتِهِ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرَ حَسَنَاتٍ ، أَمَا إِنِّى لاَ أَقُولُ بِ الم وَلَكِنْ بِأَلِفٍ وَلاَمٍ وَمِيمٍ بِكُلِّ حَرْفٍ عَشْرُ حَسَنَاتٍ.

“Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata: “Pelajarilah Al-Quran ini, karena sesungguhnya kalian diganjar dengan membacanya setiap hurufnya 10 kebaikan, aku tidak mengatakan itu untuk الم , akan tetapi untuk untuk Alif, Laam, Miim, setiap hurufnya sepuluh kebaikan.” (Ad Darimy dalam kitab Silsilat Al Ahadits Ash Shahihah).

Kesimpulannya, ibadah tidak hanya diperlukan selama bulan Ramadhan. Ibadah harus dilakukan setiap bulan karena itu adalah tanggung jawab kita sebagai hamba Allah.

Hal ini sesuai dengan firman-Nya dalam surah al-Zariyat: 56.

وَمَا خَلَقۡتُ الۡجِنَّ وَالۡاِنۡسَ اِلَّا لِيَعۡبُدُوۡنِ

“Dan (ingatlah) Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali mereka untuk beribadah dan mengabdi kepada-Ku.“ (QS: Az-Zariyat: 56).*

HIDAYATULLAH

Hati-hati! Jangan Main-main dengan LGBT, Ini Cara Menyikapinya dalam Islam

Sontak isu LGBT kembali menjadi viral. Raja podcast Deddy Corbuzier tengah menjadi sorotan lantaran mengundang pasangan LGBT, Ragil Mahardika dan Fred di kanal youtubenya. Menuai banyak hujatan karena isu ini sangat sensitif dengan kelas podcast Deddy yang banyak pemirsanya. Seolah kehadiran pasangan LGBT itu menandakan afirmasi atau buruknya kampanye dukungan LGBT.

Deddy pun meminta maaf atas kehadiran konten tersebut. Ia menegaskan tidak mengkampanyekan dan mendukung LGBT. Apa yang dihadirkan dalam podcast itu ingin menegaskan bahwa LGBT ada di tengah masyarakat. Dan LGBT adalah sebuah fakta. Sampai saat ini konten LGBT di kanal Youtubenya pun sudah dihapus.

Kontroversi itu lahir karena dua faktor subtansi dan medianya. Secara subtansi memang isu LGBT masih sangat sensitif bagi telinga masyarakat Indonesia. Kedua media Deddy adalah corong viral. Tentu tidak akan seheboh ini jika isu ini misalnya diangkat oleh kanal lain yang jumlahnya hanya segelintir. Karena potensi viral inilah yang dianggap tidak tepat mengangkat isu sensitif yang seolah kehadiran narsum LGBT berarti mengkampanyekan.

Dalam pandangan Islam, tentu pasangan LGBT telah menyalahi sunnatullah. Secara fitrah manusia, menurut Islam adalah berpasangan-pasangan sebagaimana ditegaskan dalam QS. Annisa’ : 1 atau dalam tujuan pernikahan yang tercantum dalam QS. Ar-rum : 21. Hubungan di luar yang sudah digariskan antara pasangan laki-laki dan perempuan adalah perilaku yang menyimpang baik dari ajaran dan fitrah kemanusiaan.

Pertanyaannya adalah apakah boleh Hak Asasi Manusia menjadi dasar dari hubungan ini? Tentu tergantung pada ajaran dan norma dan peraturan yang dipegang oleh masyarakat. HAM tentu tidak menjadi dasar kuat bagi perilaku yang dianggap menyimpang oleh masyarakat. Norma yang berlaku di Indonesia didasarkan pada ajaran dan nilai agama dan adat ketimuran. Inilah yang dipegang dan tidak bisa berlindung atas nama HAM. Apakah perilaku menyimpang bisa dijustifikasi oleh HAM?

Perilaku LGBT sudah melampaui batas dan tidak boleh berlindung atas nama kebebasan. Allah secara tegas mengatakan bahwa kelompok LGBT sebagai orang-orang yang telah melampau batas.

Artinya : Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang-orang yang melampaui batas. (QS. Asy-Syu’ara’ : 165-166).

Pemakluman atas keberadaan ini tentu akan berdampak terhadap keberlangsungan manusia. Berpasangan secara fitrah akan melahirkan generasi. Bukan sekedar alasan karena perasaan cinta dan kasih sayang, pernikahan dengan lawan jenis adalah untuk memelihara keturunan sebagaimana fitrah manusia.

Pertanyaannya, jika bertentangan dengan agama, lalu bagaimana harus menyikapinya? Apakah harus memaksa mereka dan mengusir keberadaan mereka? Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebenarnya telah mengeluarkan fatwa terkait LGBT agar terdapat jalan keluar bagi kelompok LGBT maupun masyarakat yang kemungkinan rentan terhadap prilaku seksual yang menyimpang tersebut. Salah satu poin pentingnya adalah bahwa Homoseksual, baik lesbian maupun gay hukumnya haram, dan merupakan bentuk kejahatan (Jarimah). Dan orientasi seksual terhadap sesama jenis adalah kelainan yang harus disembuhkan serta penyimpangan yang harus diluruskan.

Nah, tidak tolerir tentang hukum LGBT dalam Islam dengan dalih kebebasan. Pasangan LGBT jelas menyalahi fitrah kemanusiaan dan hukum agama. Hanya saja, keberadaan mereka yang memang sudah ada harus disikapi dengan arif dengan tidak menganggap mereka sebagai musuh. Mereka adalah korban kelainan yang harus disembuhkan, bukan dikucilkan.

Tidak ada legitimasi pemerintah atau justifikasi keagamaan tentang pernikahan sesama jenis. Pemerintah, Ormas dan tokoh agama penting untuk melakukan edukasi dan rehabilitasi terhadap mereka yang mempunyai orientasi seksual yang menyimpang ini.  Mereka harus disembuhkan dan seharusnya tidak dikasih ruang publikasi yang berdampak kampanye dan resonansi legitimasi yang dilakukan oleh siapapun agar masyarakat tidak menjadikan kelainan ini sebagai kewajaran.

ISLAM KAFFAH

Jangan Putus Asa Gagal Haji, Lakukan Ini Pahalanya Sama dengan Ibadah Haji

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas memastikan pemerintah Indonesia tidak akan memberangkatkan jemaah haji Indonesia 1442 H/2021 M.

Menurutnya, di tengah pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19) yang melanda dunia, masalah kesehatan, dan keselamatan jiwa jemaah lebih utama dan harus dikedepankan.

“Karena masih pandemi dan demi keselamatan jemaah, Pemerintah memutuskan bahwa tahun ini tidak memberangkatkan kembali jemaah haji Indonesia,” tegas Menteri Agama dalam telekonferensi di Jakarta, Kamis 3 Juni 2021.

Namun bagi calon jemaah haji yang ingin mendapatkan pahala sesuai ibadah haji, berikut ada beberapa ibadah yang jika dilaksanakan, pahalanya sebanding dengan pahala ibadah haji.

Mengutip dari artikel Harakah.id yang disusun oleh Hilmy Firdaus, Rabu (10/6/2020), ada empat amalan yang pahalanya setara dengan pahala ibadah haji. Bahkan, beberapa amalan diantaranya tanpa kita sadari sering kita lakukan.

1. Salat Lima Waktu Berjemaah

Dalam hadis riwayat Imam al-Tabrani, disebutkan orang-orang yang menunaikan salat wajib secara berjemaah memiliki pahala bernilai seperti haji.

“Barang siapa yang berjalan menuju jamaah salat maktubah, maka hal itu seperti haji. Barang siapa yang berjalan untuk melaksanakan salat sunnah, maka hal itu seperti umrah”

Sementara itu, dalam riwayat lainnya yang disampaikan oleh Imam Abu Dawud juga menyampaikan keutamaan salat wajib secara berjamaah yang bernilai seperti pahala orang berhaji.

“Barangsiapa keluar dari rumahnya dengan keadaan suci guna melaksanakan salat maktubah, maka ia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berhaji. Barangsiapa berkehendak untuk melaksanakan shalat Sunnah Dluha, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang berumrah.” (HR. Abu Daud/558)

2. Iktikaf di Masjid dari Subuh hingga Dhuha

Selain salat berjamaah, melakukan iktikaf di masjid sejak subuh hingga terbit matahari dan masuk dalam waktu ibadah salat dhuha juga bernilai sama seperti haji.

Dalam hadis riwayat Imam al-Tabrani disebutkan:
“Barangsiapa yang mengerjakan shalat subuh berjama’ah di masjid, lalu dia tetap diam [berdzikir, beriktikaf] di masjid sampai masuk waktu pelaksanaan Shalat Dhuha, maka ia seperti akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berhaji atau berumroh secara sempurna.”

3. Mengajar, Belajar, Menghadiri Pengajian Ilmu

Amalan setara pahala haji yang lainnya adalah menuntut ilmu. Terus berupaya untuk menambah ilmu dan mengembangkan diri memiliki pahala bernilai seperti haji.

Mengikuti kajian secara daring hingga belajar ataupun mengajar sama besar pahalanya seperti berhaji. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadis berikut:

“Barang siapa yang berangkat ke masjid dengan niatan untuk mempelajari kebaikan, atau mengajari kebaikan, maka ia akan memperoleh pahala seperti pahala orang haji yang sempurna.”

4. Berbakti kepada Orang Tua

Berbakti kepada kedua orang tua juga memiliki amalan setara dengan berhaji. Hal ini dikonfirmasi langsung oleh sebuah riwayat yang datang dari Nabi Muhammad SAW.

“Seorang Sahabat curhat kepada Nabi bahwa ia “punya keinginan kuat untuk melakukan jihad, tapi dirinya tidak mampu”. Lalu Nabi bertanya, “apakah orang tuamu masih ada?” Dia menjawab, “ada, ibuku…” Nabi pun bersabda, “berkhidmahlah kepada Allah dengan berbakti kepada ibumu. Jika kamu lakukan itu, maka engkau sejatinya adalah orang yang berhaji, orang yang umroh dan orang yang berjihad sekaligus.”

SUARAcom

Jangan Bersedih, Ini Amalan yang Pahalanya Sama dengan Haji atau Umrah

Mungkin, sebagian kita, masyarakat Indonesia, dan mungkin juga di dunia, merasa sedih karena tidak bisa berangkat haji di tahun ini akibat keputusan Pemerintah Indonesia untuk tidak melaksanakan haji dulu di tahun ini akibat pandemi Covid-19. Khususnya, tentu mereka yang kemungkinan dipastikan berangkat di tahun ini, karena seperti diketahui keberangkatan haji di Indonesia daftar antrinya lumayan panjang. Bahkan ada yang sampai belasan tahun. Meskipun ini tidak berarti akan terus berhenti sekian tahun kedepan. Harapan semua masyarakat dunia, tentunya pandemi Covid-19 ini segera berakhir, dan umat Muslim bisa melaksanakan ibadahnya yang membutuhkan bepergian jauh, seperti haji dan umrah.

Tapi sebenarnya tidak perlu bersedih. Justru kita harusnya bersyukur, karena Nabi Saw. justru sudah pernah menjelaskan persoalan tidak bisa berhaji ini dengan jawaban ada amalan yang pahalanya setimpal dengan pahala haji atau umrah. Berikut ini sekian riwayat, baik yang bersumber dari hadis Nabi Saw., sahabat Nabi, dan para tabi’in tentang amalan yang pahalanya sama dengan haji atau umrah.

  1. Zikir Sesudah Shalat (Tasbih, Tahmid, Takbir)

Ini bersumber dari hadis riwayat al-Bukhari dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha. Satu ketika pernah orang-orang fakir curhat kepada Nabi Saw. kalau orang kaya bisa dengan mudah melaksanakan berbagai ibadah sementara mereka tidak bisa, misalnya mereka bisa haji umrah, sedekah, hingga jihad.

جاء الفقراء إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالوا: ذهب الدثور من الأموال بالدرجات العلى والنعيم المقيم يصلون كما نصلي ويصومون كما نصوم ولهم فضل أموال يحجون بها ويعتمرون ويجاهدون ويتصدقون؟ فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “ألا أحدثكم بمال لو أخذتم به لحقتم من سبقكم، ولم يدرككم أحد بعدكم، وكنتم خير من أنتم بين ظهرانيه إلا من عمل مثله: تسبحون وتحمدون وتكبرون خلف كل صلاة ثلاثا وثلاثين”. رواه البخاري.

Sekelompok orang fakir bertemu Rasulullah lalu berkata: “harta yang banyak membuat orang kaya mencapai tingkat dan nikmat yang lebih tinggi dan tetap. Mereka shalat, kami pun shalat. Mereka puasa, kami pun puasa. (Namun) mereka punya harta berlebih lalu menggunakannya untuk haji, umrah, jihad dan sedekah.” Rasulullah Saw. lalu menjawab: “Hei, maukah kalian aku beritahu dengan kekayaan, yang kalau kalian ambil ini, kalian bisa menyusul orang-orang mendahului kalian. Tidak ada seorangpun yang bisa menyusul kalian. Dan kalian menjadi yang terbaik diantara mereka, kecuali mereka melakukan hal yang sama dengan kalian. (Kekayaan itu) adalah kalian menyucikan Allah (tasbih), memuji-Nya (tahmid), menyatakan kebesaran-Nya (takbir) setiap selesai shalat masing-masing 33 kali

  1. Umrah di Bulan Ramadhan

Dasarnya adalah kisah sebagian perempuan yang kehilangan kesempatan berhaji di satu waktu, lalu mereka bertanya apa ibadah yang setara dengan haji? Rasulullah menjawab: “umrahlah di bulan Ramadan, sesungguhnya ia sama dengan sekali haji atau berhaji bersama aku.”

Aisyah di lain kesempatan pernah bertanya kepada Nabi Saw. soal pria yang punya kesempatan berjihad sementara perempuan tidak. Rasulullah menjawab:

جهادكن الحج والعمرة

“Jihad kalian itu haji dan umrah.”

  1. Shalat Subuh Berjamaah dan Berzikir sampai Terbit Matahari

Kisah ini diantaranya disebutkan di dalam Sunan At-Tirmidzi,

من صلى الصبح في جماعة ثم جلس في مصلاه يذكر الله حتى تطلع الشمس ثم صلى ركعتين كان له مثل أجر حجة وعمرة تامة

Siapa yang shalat subuh berjamaah, kemudian duduk di tempat shalatnya, berzikir kepada Allah sampai terbit matahari, lalu shalat dua rakaat, maka baginya setara dengan pahala haji dan umrah yang benar-benar sempurna (disebutkan dalam riwayat at-Tirmidzi, kata taaamah yang berarti sempurna diulang sampai tiga kali).

  1. Keluar ke Masjid untuk Menunaikan Shalat Fardhu

Kisahnya diriwayatkan dalam hadis riwayat Abu Dawud dalam kitab Sunan-nya,

عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “من تطهر في بيته ثم خرج إلى المسجد لأداء صلاة مكتوبة فأجره مثل أجر الحاج المحرم ومن خرج لصلاة الضحى كان له مثل أجر المعتمر

Dari Nabi Saw. beliau bersabda: “siapa yang bersuci dari rumahnya, lalu keluar ke masjid untuk menunaikan shalat fardhu, maka pahalanya setara dengan pahala haji, dan yang keluar ke masjid untuk menunaikan shalat dhuha, pahalanya setara dengan pahala umrah.”

  1. Berbakti Kepada Orang Tua

عن أنس أن النبي صلى الله عليه وسلم وصى رجلاً ببر أمه وقال له “أنت حاج ومعتمر ومجاهد” ويعني: إذا برها

Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi Saw. berwasiat kepada laki-laki yang berbakti kepada ibunya dengan sabda: “engkau (sama dengan) orang berhaji, umrah, dan mujahid”, maksudnya: ketika berbakti kepada sang ibunda

  1. Shalat Isya Berjamaah

Ada satu riwayat yang disebutkan oleh Imam Ahmad, bahwa Abu Hurairah radhiyallahu ‘anha pernah mengatakan kepada Rasulullah Saw.,

بكورك إلى المسجد أحب إلي من غزوتنا مع رسول الله صلى الله عليه وسلم

bersegera kamu ke masjid lebih saya sukai dibanding peperangan kita bersama Rasulullah Saw.

Akhir kata, itu semua bisa lakukan. Memang tidak berarti apabila kita melakukan itu semua, kita terbebas dari kewajiban haji, apalagi jika kita dianugerahi kemampuan baik fisik (istitha’ah) dan harta finansial (zaad).

BINCANG SYARIAH

Apa Saja Keutamaan Puasa Senin-Kamis?

Apa sebenarnya keutamaan puasa Senin-Kamis? Apa yang menjadikannya istimewa dibanding amalan puasa yang lain? 

Dijauhkan dari api neraka

Sebagaimana dijelaskan Nabi Muhammad SAW dalam sabdanya, setiap puasa yang dikerjakan dengan niat tulus karena Allah akan diganjar dengan balasan yang besar. Dalam sebuah hadist bahkan diberi garansi bahwa orang yang berpuasa akan dijauhkan dari siksaan neraka. 

Seperti dikutip dari Elbalad,i Abu Sa’id RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ صَامَ يَوْمًا فِى سَبِيلِ اللَّهِ بَعَّدَ اللَّهُ وَجْهَهُ عَنِ النَّارِ سَبْعِينَ خَرِيفًا

“Barangsiapa melakukan puasa satu hari di jalan Allah (dalam melakukan ketaatan pada Allah), maka Allah akan menjauhkannya dari neraka sejauh perjalanan 70 tahun.” (HR. Bukhari). 

Waktu pintu surga dibuka

Selain keutamaan umum yang diraih bagi orang yang berpuasa di atas, puasa Senin-Kamis menjadi istimewa karena dilakukan di hari di waktu pintu surga dibuka. Rasulullah SAW bersabda:

تُفْتَحُ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ فَيُغْفَرُ لِكُلِّ عَبْدٍ لاَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلاَّ رَجُلاً كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا أَنْظِرُوا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا

Artinya: “Pintu surga dibuka pada hari Senin dan kamis. Setiap hamba yang tidak berbuat syirik pada Allah sedikit pun akan diampuni (pada hari tersebut) kecuali seseorang yang memiliki percekcokan (permusuhan) antara dirinya dan saudaranya. Nanti akan dikatakan pada mereka, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai, akhirkan urusan mereka sampai mereka berdua berdamai.” (HR. Muslim).

Hari amalan dihadapkan kepada Allah

Rasulullah SAW sangat menganjurkan puasa Senin-Kamis karena menjadi hari di mana amalan-amalan manusia dihadapkan kepada Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam sabda Nabi:

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ

Artinya: “Berbagai amalan dihadapkan (pada Allah) pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku dihadapkan sedangkan aku sedang berpuasa.” (HR. Tirmidzi). 

IHRAM

Fikih Silaturahmi (Bag. 4): Sarana Menyambung Silaturahmi

Silaturahmi dengan kerabat tidak terbatas pada kunjungan ataupun membantu dengan materi. Silaturahmi dengan kerabat memiliki berbagai macam cara dan sarana. Dan tentunya, semua itu ditakar sesuai kemampuan yang dimiliki, antara satu orang dengan yang lainnya tentu saja memiliki cara yang berbeda-beda. Islam sebagai agama yang mudah dan memudahkan sudah mengajarkan kepada kita berbagai sarana dan cara untuk menjalin silaturahmi dengan kerabat dekat kita.

Di dalam kitab Shillatu Ar-Rahmi karya Fahd Bin Sarayyi’ An-Nughaimisyi disebutkan bahwa sarana menyambung silaturahmi ada 3 macam:

Pertama: Menyambung silaturahmi dengan perbuatan.

Kedua: Menyambung silaturahmi dengan ucapan.

Ketiga: Dan menyambung silaturahmi dengan mengeluarkan harta.

Menyambung silaturahmi dengan perbuatan

Pertama: Mengunjungi kerabat sebagai penghormatan dan penghiburan untuknya. Perbuatan ini termasuk sarana terpenting di dalam menyambung silaturahmi karena semua orang, baik yang berkecukupan maupun tidak, sama-sama bisa melakukannya.

Mengunjungi kerabat lebih ditekankan lagi ketika yang ingin kita kunjungi merupakan orang yang sudah lanjut usia, karena seringkali mereka merasa kesepian dan terasingkan. Saat ada kerabat yang mengunjunginya, mereka akan merasa bahagia dan bergembira serta terhibur dengan cerita mereka. Dalil akan hal ini adalah hadis Asma’ binti Abi Bakr radhiyallahu ‘anha,

فلمَّا دخَلَ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وعلى آلِهِ وسلَّمَ مكَّةَ، ودخَلَ المسجِدَ، أتاهُ أبو بكرٍ بأبيه يَعودُهُ، فلمَّا رآهُ رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وعلى آلِهِ وسلَّمَ قال: هلَّا ترَكْتَ الشَّيخَ في بيتِه؛ حتَّى أكونَ أنا آتِيَهُ فيه؟

Ketika Rasulullah memasuki kota Mekah kemudian masuk ke dalam masjid, beliau didatangi oleh Abu Bakar dan bapaknya dengan niatan untuk mengunjunginya. Saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melihat bapaknya tersebut, beliau bersabda, ‘Alangkah baiknya Engkau tinggalkan orang tuamu (yang sudah lanjut usia) di rumahnya, sehingga aku bisa mengunjunginya di rumahnya.’”  (HR. Ahmad no. 26956 dan Ibnu Hibban no. 7208)

Hadis ini menunjukkan semangat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengunjungi bapak dari sahabatnya dan kekasihnya Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu, bahkan nabi sudah berniat untuk melakukannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah menjelaskan bahwa keberkahan itu berkaitan erat dengan mereka yang sudah lanjut usia. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

البَرَكةُ مع أكابِرِكم

Keberkahan beserta dengan orang senior (orang yang lebih tua) di antara kalian.” (HR. Ibnu Hibban no. 559 dan Thabrani di dalam Al-Mu’jamul Ausath no. 8991)

Kedua: Menyambungnya dengan memenuhi undangan. Yaitu undangan makan dan minum yang terdapat di setiap walimah, baik itu merayakan pernikahan, syukuran rumah baru, ataupun undangan-undangan lainnya. Selain merupakan sarana silaturahmi, memenuhi undangan juga merupakan salah satu hak seorang muslim atas muslim lainnya. Lebih ditekankan lagi ketika yang mengundang adalah kerabat dekat kita.

Syariat Islam sangatlah menganjurkan umatnya untuk memenuhi undangan. Banyak sekali hadis yang menujukkan hal tersebut, di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا دُعِيَ أَحَدُكُمْ إلى الوَلِيمَةِ فَلْيَأْتِهَا

Jika kalian diundang untuk menghadiri walimah maka penuhilah.” (HR. Bukhari no. 5173 dan Muslim no. 1429)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

 ومن ترَك الدَّعوةَ فقد عصى اللَّهَ ورسولَه

Dan barangsiapa yang tidak memenuhi undangan, maka ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari no. 5177 dan Muslim no. 1432)

Ketiga: Menyambung silaturahmi dengan menjenguknya ketika sakit. Ibnu Hajar rahimahullah mengatakan,

“Dan termasuk dari iyadah al-maridh (menjenguk orang sakit), mengawasinya serta mengecek kondisinya dan berlemah lembut kepadanya. Bisa jadi, dengan sebab perhatian kita kepadanya akan membuatnya bersemangat dan sehat bugar kembali.”

Menjenguk orang sakit juga termasuk hak-hak kaum muslimin. Di antara dalil yang menunjukkan hal tersebut adalah hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيتُ الْعَاطِسِ

“Hak muslim atas muslim lainnya ada lima, yaitu: menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan orang yang bersin.” (HR. Bukhari no. 1240 dan Muslim no. 2162)

Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Menjenguk orang sakit hukumnya fardhu kifayah. Kaum muslimin harus perhatian terhadap saudara semuslimnya. Jika salah satu dari mereka sudah ada yang menjenguknya, maka itu telah cukup. Dan bisa jadi hukumnya menjadi fardhu ‘ain, jika orang yang sedang sakit tersebut merupakan salah satu kerabat. Sehingga menjenguknya terhitung sebagai silaturahmi, dan menyambung silaturahmi hukumnya wajib. Maka, hukum menjenguk kerabat sakit hukumnya fardhu ‘ain.”

Dan banyak sekali perbuatan-perbuatan lain yang bisa kita lakukan untuk menyambung silaturahmi dengan kerabat kita, seperti mengiring jenazah, mendamaikan kerabat yang sedang berselisih, atau ikut serta dengan mereka saat mereka bergembira dan menghibur mereka saat sedang ditimpa musibah.

Menyambung silaturahmi dengan ucapan

Pertama: Menyambung silaturahmi dengan cara mengajak kerabat kita kepada kebaikan dan kebenaran serta melarang mereka dari kemungkaran. Hal ini termasuk menyambung silaturahmi yang paling agung. Allah Ta’ala berfirman memerintahkan Nabi-Nya yang yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam,

وَاَنْذِرْ عَشِيْرَتَكَ الْاَقْرَبِيْنَ

“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu (Muhammad) yang terdekat.” (QS. Asy-Syu’ara’: 214)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

فَواللَّهِ لَأَنْ يَهْدِيَ اللَّهُ بكَ رَجُلًا واحِدًا، خَيْرٌ لكَ مِن أنْ يَكونَ لكَ حُمْرُ النَّعَمِ

“Demi Allah, jikalau Allah memberi hidayah kepada satu orang dengan sebab dirimu, hal itu benar-benar lebih baik bagimu daripada unta-unta merah.” (HR. Bukhari no. 3701)

Syekh Bin Baz rahimahullah pernah ditanya perihal seorang lelaki yang memiliki kerabat, namun kerabatnya tersebut sering terjatuh ke dalam kemaksiatan. Lalu bagaimana caranya menyambung silaturahmi dengan mereka?

“Yang menjadi kewajiban laki-laki tersebut adalah menyambung silaturahmi dengan menyisihkan sebagian harta, jika mereka termasuk kaum fakir serta berbuat baik kepada mereka. Dan wajib juga bagi dirinya untuk selalu menasihati dan menunjukkan kerabatnya tersebut akan jalan kebaikan, mengajak mereka kepada kebaikan, serta melarang mereka dari kemungkaran, baik kerabatnya tersebut adalah orangtuanya, saudara kandungnya, pamannya, atau selain mereka. Sehingga wajib hukumnya untuk mendakwahkan mereka agar kembali kepada Allah Ta’ala, menasihati mereka, mengajak mereka kepada kebaikan dan melarang mereka dari kemungkaran dengan lemah lembut, penuh kasih sayang. Semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka karena sebab perbuatannya tersebut.”

Kedua: Silaturahmi dengan cara mendoakan mereka.

Doa termasuk cara yang paling kuat dan ampuh untuk menjaga dan menyambung silaturahmi dengan kerabat kita karena doa merupakan senjata bagi kaum mukmin. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa doa seorang muslim untuk saudaranya itu mustajab. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

دَعْوَةُ المَرْءِ المُسْلِمِ لأَخِيهِ بظَهْرِ الغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ، عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّما دَعَا لأَخِيهِ بخَيْرٍ، قالَ المَلَكُ المُوَكَّلُ بهِ: آمِينَ وَلَكَ بمِثْلٍ

Doa seorang muslim untuk saudaranya yang tidak berada di hadapannya akan dikabulkan. Di atas kepalanya ada malaikat. Setiap dia berdoa untuk saudaranya dengan kebaikan, berkata malaikat yang bertugas dengannya, ‘Aamin dan kamu juga akan mendapatkan seperti itu juga.” (HR. Muslim no. 2733)

Berdoa juga merupakan salah satu cara menyambung silaturahmi dengan keluarga dan kerabat yang sudah meninggal. Para ulama bersepakat tentang bolehnya berdoa untuk mayit dan doa tersebut juga berguna bagi mereka yang telah meninggal. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إذا مات الإنسانُ انقطع عملُه إلا من ثلاثٍ ؛ صدقةٍ جاريةٍ ، أو علمٍ يُنتَفَعُ به ، أو ولدٍ صالحٍ يدْعو له

Apabila manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali 3 perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakan orang tuanya.(HR. Muslim no. 1631)

Menyambung silaturahmi dengan mengeluarkan harta

Jika Allah Ta’ala memberikan keluasan harta kepada seseorang, maka ini merupakan kesempatan emas yang harus ia ambil, tidak perlu menunggu untuk disebut ‘kaya’ ‘tajir’ untuk bisa mengeluarkan harta membantu kerabat yang sedang ditimpa kesusahan. Cukuplah ketika Allah Ta’ala memberikan keluasan harta kepada seseorang, maka ia bisa membantu kerabatnya.

Sungguh amalan ini merupakan amalan yang mulia, karena selain mendapatkan pahala sedekah, pelakunya juga ditulis sebagai hamba yang menyambung silaturahmi. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الصَّدقةُ على المسكينِ صدقةٌ وعلى القريبِ صدقتان صدقةٌ وصِلةٌ

“Sedekah untuk orang miskin, nilainya hanya satu, yaitu sedekah. Sementara sedekah untuk kerabat, nilainya dua: sedekah dan silaturahmi.” (HR. Tirmidzi no. 658, Nasa’i no. 2582, Ibnu Majah no. 1844, dan Ahmad no. 16279)

Allah Ta’ala juga memprioritaskan kerabat dekat seseorang di dalam perkara sedekah dan nafkah. Allah Ta’ala berfirman,

يَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَآ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالْاَقْرَبِيْنَ وَالْيَتٰمٰى وَالْمَسٰكِيْنِ وَابْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, ‘Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.’ Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 215)

Di dalam sebuah hadis yang sahih, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّكَ أنْ تَذَرَ ورَثَتَكَ أغْنِيَاءَ خَيْرٌ مِن أنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ، وإنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِي بهَا وجْهَ اللَّهِ إلَّا أُجِرْتَ، حتَّى ما تَجْعَلُ في فِي امْرَأَتِكَ

Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidak menafkahkan suatu nafkah pun untuk mencari keridaan Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala karena nafkahmu itu. Sampai-sampai sesuap makanan yang kamu masukkan ke mulut istrimu (terhitung sedekah).” (HR. Bukhari no. 6375)

Menyambung silaturahmi dengan mengeluarkan harta memiliki beragam bentuk. Bisa dengan memberikan nafkah untuk mereka, menyalurkan zakat wajib kita kepada mereka (para ulama memberikan perincian tentang siapa kerabat dan keluarga yang boleh menerima zakat kita dan siapa yang tidak boleh menerima), bisa juga dengan bersedekah, memberikan hadiah, memberikan wasiat, dan lain sebagainya. Wallahu a’lam bisshowaab.

[Bersambung]

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/75344-fikih-silaturahmi-bag-4-sarana-menyambung-silaturahmi.html

Ketika Waktu Semakin Singkat dan Masa Kehilangan Berkahnya

Rasulullah ﷺ mengingatkan kita bahwa semakin dekat Hari Kiamat, waktunya semakin singkat dan cepat, selain itu waktu mulai kehilangan berkahnya

DALAM sebuah hadits, Rasulullah ﷺ mengingatkan kita bahwa semakin dekat hari kiamat, manusia akan merasa waktunya semakin singkat. Dunia saat ini begitu penuh dengan hal-hal luar biasa yang sedang terjadi sehingga mereka merasa bahwa Hari Kiamat hampir tiba.

Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa manusia yang hidup di akhir zaman akan menghadapi berbagai ujian, fitnah dan cobaan yang cukup menantang. Ini karena, hanya dengan iman yang kuat dan dengan pengetahuan yang otentik akan menyelamatkan kita semua dari ujian, fitnah, dan cobaan ini.

Waktu atau masa yang berlalu dengan cepat atau singkat termasuk dalam tanda-tanda kiamat sudah dekat. Hal ini berdasarkan beberapa hadits shahih, dan sabda Rasulullah ﷺ :

 لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يَتَقَارَبَ الزَّمَانُ فَتَكُونُ السَّنَةُ كَالشَّهْرِ وَالشَّهْرُ كَالْجُمُعَةِ وَتَكُونُ الْجُمُعَةُ كَالْيَوْمِ وَيَكُونُ الْيَوْمُ كَالسَّاعَةِ وَتَكُونُ السَّاعَةُ كَالضَّرَمَةِ بِالنَّارِ

“Dari Abu Hurairah, Nabi ﷺ berkata: Kiamat tidak akan terjadi hingga waktu terasa berlalu begitu cepatnya. Satu tahun terasa seperti satu bulan, satu bulan seperti seminggu, satu minggu seperti satu hari, dan satu hari seperti satu jam, dan satu jam seperti kedipan mata.” (HR: Ahmad).

Abu Hurairah mendengar Nabi ﷺ berkata:

قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى يُقْبَضَ الْعِلْمُ وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ وَيَكْثُرَ الْهَرْجُ وَهُوَ الْقَتْلُ الْقَتْلُ حَتَّى يَكْثُرَ فِيكُمْ الْمَالُ فَيَفِيضَ

“Nabi ﷺ bersabda: “Tidak akan terjadi hari kiamat kecuali setelah hilangnya ilmu, banyak terjadi gempa, waktu seakan berjalan dengan cepat, timbul berbagai macam fitnah, Al haraj -yaitu pembunuhan- dan harta melimpah ruah kepada kalian.” (HR: al-Bukhari).

Imam An-Nawawi mengatakan,

فيَصِير الِانْتِفَاع بالْيَوْمِ مثلاً بِقَدْرِ الِانْتِفَاع بِالسَّاعَةِ الْوَاحِدَة

“Sudah semakin singkatnya keberadaan waktu sehari seperti keadaan waktu satu jam saja.”

Hilangnya keberkahan waktu

Al-Imam Ibn Hajar menyatakan bahwa pada akhir zaman itu manusia akan merasa waktunya akan semakin pendek. Hal ini disebabkan oleh hilangnya berkah waktu, akibatnya ketika hari berlalu begitu saja tanpa ada manfaatnya.

Sementara harta yang kita peroleh tidak ada gunanya, habis begitu saja. Begitu pula anak, orang mengatakan banyak anak adalah banyak rejeki.

Faktanya, yang terjadi justru sebaliknya. Banyak yang punya anak, namun anak-anaknya tidak punya pengaruh apa-apa di masyarakat, bahkan di keluarga. Yang banyak terjadi, kehadiran mereka justru bikin keresahan keluarga dan masyarakat.

Dalam bukunya al-Fitan wa Asyrat al-Sa’ah, Abu Anas Shadiq menjelaskan penyebab dari hilangnya keberkehan waktu karena masyarakat banyak melakukan maksiat. Iman mereka lemah, banyak orang memakan harta haram, korupsi dll,hal ini menjadikan kehidupan keluarga mereka tidak dipenuhi berkah.

Memang orang kelihatan kaya dan memegang uang banyaak. Tetapi kekayaan dan melimpahnya harta tidak diimbangi dengan keberkahan,  yang akhirnya menjadi kehidupan mereka tidak damai, selalu galau dan hampa.

Pandangan yang sama juga diungkapkan oleh al-Imam al-Nadwawi. Kata al-Nawawi:

الْمُرَادُ بِقِصَرِهِ عَدَمُ الْبَرَكَةِ فِيهِ

“Dan yang dimaksud dengan singkatnya waktu itu adalah karena hilangnya berkah waktu.”

Perhatikan bagaimana para ulama terdahulu menghasilkan karya-karya yang sulit untuk diproduksi oleh generasi sekarang. Sebagai contoh apa yang dilakukan al-Imam al-Nawawi.

Menurut Ibn al-Attar, al-Imam al-Nawawi meninggal pada usia 45 tahun (Tuhfah al-Talibin, 43). Bahkan melalui usia yang singkat, ia meninggalkan karya yang tak terhitung jumlahnya.

Dr. Khalid Abu Syadi menyebutkan bahwa jika kita membagi usia harapan hidup al-Nawawi dengan jumlah karyanya, kita akan menemukan bahwa al-Nawawi menulis empat lembar kertas setiap hari. (Sibaq Nahw al-Jinan, 23).

Menurut al-Khatib al-Baghdadi, al-Imam Ibn Jarir al-Tabari (M310H) menulis 40 lembar kertas setiap hari. Dr. Abu Syadi menjelaskan, jika kita mempertimbangkan usia al-Imam al-Tabari dengan kebiasaan menulisnya sehari-hari, tulisannya mencapai jumlah hampir 584.000 lembar tulisan yang dihasilkan.

Berkah waktu selalu mengiringi mereka hingga menghasilkan sesuatu yang sulit dilakukan orang lain. Padahal kita dan mereka dikaruniai waktu yang sama.

Bumi tidak pernah berotasi lebih lambat saat mereka menulis. Tetapi pekerjaan yang dihasilkan tampaknya lebih banyak menghabiskan waktu untuk mereka daripada kita.

Padahal dalam Al-Quran, Allah telah menyampaikan janjinya memberikan keberkahan dari langit dan bumi, jika penduduknya beriman.

Dalam al-Qur`an Allah SWT sudah menjelaskan bahwa keberkahan hidup sangat bekait-kelindan dengan iman dan amal seseorang. Masyarakat yang menjalani kehidupannya dengan penuh keimanan dan amal saleh, niscaya Allah SWT akan menurunkan kepada mereka keberkahan, baik yang muncul dari langit ataupun bumi.

Sebaliknya, masyarakat yang senang berbuat maksiat, Allah akan menutup pintu berkah itu untuk mereka. Hal ini sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah Surah al-A’raf ayat 96:

وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ‏

“Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.” (QS: Al-A’raf:96).*/ A Sanusi Azmi

HIDAYATULLAH

Corona dan Pelajaran Tentang Kematian

JIKA ada saat di mana kita benar-benar mengharapkan datangnya pertolongan Allah, maka saat itu adalah sekarang ini. Betapa tidak, saat ini kita sedang berhadapan dengan musuh yang tak mampu kita lihat. Musuh yang menyerang kita dengan cepat, bahkan amat cepat, dan belum ada yang mampu mencegahnya kecuali Allah Ta’ala. Itulah corona.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan bahwa penyebaran virus corona tak bisa dicegah meskipun suatu negara bercuaca panas dan lembab seperti di Indonesia. Bahkan, cuaca dingin bersalju sekali pun tak bisa membunuh virus ini.

Air garam, bawang putih, bahkan obat antibiotik sebagaimana ramai diperbincangkan orang sebagai penangkal virus ini, juga tidak bisa melindungi Anda dari infeksi Covid-19. Begitu juga vaksin pneumonia, tak bisa mencegah Anda terjangkiti virus ini.

Hingga hari ini, tulis WHO dalam situs resminya https://www.who.int, belum ada vaksin atau obat khusus yang direkomendasikan untuk pencegahan atau pengobatan coronavirus baru (Covid-19). Ikhtiar terbaik untuk melindungi diri dari covid-19 adalah dengan sering membersihkan tangan dan menghindari infeksi yang dapat terjadi ketika Anda menyentuh mata, mulut, dan hidung. Hanya itu!

Lalu, mengapa kita perlu mengharap pertolongan Allah dari wabah virus ini? Apakah kita takut? Bukankah kematian itu telah ditetapkan? Bukankah ajal akan datang kepada kita tanpa atau dengan perantaraan corona?

Yap. Betul! Harus kita akui, sebagian besar dari kita belum siap menghadapi kematian, karena khawatir nikmat dunia akan terputus manakala ajal datang menjemput. Jelas ini alasan yang salah. Bukan itu tujuan kita hidup.

Kita takut menghadapi kematian karena khawatir dengan masa setelah kematian. Kita khawatir bekal yang kita kumpulkan selama ini belum cukup untuk menghadapi pengadilan Allah Ta’ala kelak. Kita ingin hidup lebih lama agar bisa beribadah kepada Allah, menyeru kepada kebaikan, dan mencegah segala kemungkaran. Kita belum yakin bakal mudah melewati jembatan shiratalmustaqim kelak.

Jadi, sekaranglah saat yang tepat untuk berdoa dengan sungguh-sungguh setelah ikhtiar maksimal kita lakukan. Bagi mereka yang kerap diuji oleh Allah dengan berbagai beban hidup, berdoa sambil benar-benar berharap, bukanlah hal asing. Biasanya, setelah itu, selalu saja datang pertolongan Allah lewat jalan yang tidak terduga-duga.

Namun, bagi mereka yang diuji oleh Allah dengan harta yang berlimpah dan jabatan yang tinggi, boleh jadi ia belum pernah merasakan saat-saat di mana ia merasa amat butuh dengan Allah.

Karena itu, nikmatilah saat-saat seperti sekarang ini. Angkatlah tanganmu dan ungkapkan permohonan kepada Allah dengan sepenuh hati dan sepenuh ketidakberdayaan kita. Seperti seorang anak yang terpisah dari orangtuanya di tengah belantara yang tak ada penghuninya.

Setelah itu lihatlah apa yang akan terjadi. Insya Allah takdir terbaik akan turun untuk kita.* Mahladi

HIDAYATULLAH

Kemenag: Kontrak Layanan Jamaah Haji di Arab Saudi Hampir Selesai

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memastikan kontrak pengadaan layanan akomodasi dan transportasi di Arab Saudi sudah selesai. Kontrak layanan konsumsi di Madinah juga sudah selesai, sedangkan untuk di Makkah masih ada yang dalam proses finalisasi.

Kepastian ini diperoleh Menag setelah menggelar rapat koordinasi di Kantor Urusan Haji (KUH) Makkah. Hadir Konjen RI di Jeddah Eko Hartono, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief, Dua Staf Khusus Menteri Agama Abdul Rohman dan Abdul Qodir, Direktur Layanan Haji Luar Negeri Subhan Cholid, Tenaga Ahli Menag Hasan Basri Sagala, Kepala KUH Nasrullah Jasam beserta jajarannya, serta Sesmen Sidik Sisdiyanto.

“Alhamdulillah, saya sudah mendapat konfirmasi proses pengadaan layanan akomodasi, transportasi bagi jamaah haji sudah selesai. Untuk konsumsi, masih ada proses finalisasi di Makkah. Saya harap bisa selesai dalam waktu dekat. Saya juga minta tim Ditjen PHU dan KUH KJRI Jeddah untuk mengawal kualitas layanannya pada saat jamaah tiba di Tanah Suci,” kata Menag Yaqut di Makkah, Kamis (19/5/2022).

Menurut Menag, dalam rapat terbatas yang berlangsung di Istana Bogor pada 17 April 2022, presiden secara khusus memberikan pesan pemerintah harus memberikan pelayanan terbaik dalam pelaksanaan haji tahun ini. Presiden juga kembali mengingatkan tentang pentingnya menggunakan produk dalam negeri dalam penyiapan layanan bagi jamaah haji.

“Presiden minta tidak ada keterlambatan dalam distribusi konsumsi jamaah. Lakukan upaya maksimal agar bisa memanfaatkan produk dalam negeri,” ujar Menag.

Ia mengatakan, kualitas transportasi juga harus bagus, pastikan pendingin atau AC berjalan dengan baik. Fasilitas hotel jamaah harus sesuai standar, ada mushala, tempat makan, dispenser, mesin cuci, dan lainnya. Sebagai langkah mitigasi, tetap siapkan hotel untuk isolasi.

Sebelumnya, Kepala KUH KJRI Jeddah Nasrullah Jasam melaporkan pengadaan akomodasi di Makkah sudah kontrak 100 persen. Hotel jamaah ini tersebar di lima wilayah, yaitu Mahbas Jin, Syisyah, Raudhah, Jarwal, dan Misfalah.

“Total ada 40 hotel, dengan jumlah 26.647 kamar. Hotel terdekat dari Masjidil Haram berjarak 850 meter dan hotel terjatuh berjarak 4.220 meter. Akomodasi Madinah juga sudah kontrak 100 persen. Ada 29 hotel dengan total 24.315 kamar. Semuanya di kawasan Markaziah,” ujarnya.

Kontrak layanan konsumsi di Madinah, lanjut Nasrullah, juga sudah selesai 100 persen. Ada 13 perusahaan penyedia katering di Madinah. Untuk Makkah, sudah selesai kontrak dengan 19 perusahaan dari 31 penyedia katering (61 persen).

“Kami target kontrak katering di Makkah selesai pada 25 Mei 2022. Total layanan konsumsi yang diterima jamaah haji 75 kali di Makkah, 27 kali Madinah, dan 16 kali Armina,” jelasnya.

Terkait layanan transportasi, Nasrullah menjelaskan seluruh kontrak pengadaannya juga sudah selesai, baik untuk bus shalawat maupun bus antarkota. Nasrullah juga melaporkan sudah merekrut 768 tenaga pendukung Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi atau yang sering disebut sebagai tenaga musiman (Temus) haji. Mereka terdiri atas mukimin (warga Indonesia yang mukim di Saudi), pegawai kantor teknis haji KJRI dan KBRI, serta mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di Timur Tengah.

IHRAM

Alasan Rasulullah Menolak Putrinya Dipoligami Sayyidina Ali

Fatimah binti Muhammad adalah salah satu putri kesayangan Nabi Muhammad Saw. Fatimah begitu dicintai Nabi sehingga saat Ali hendak menikahi perempuan lain dari salah satu Bani Mughirah, Nabi menentangnya. Nah berikut alasan Rasulullah menolak putrinya dipoligami Sayyidina Ali.

Lebih lanjut, bahkan Nabi mengatakan agar menceraikan Fatimah jika tetap meneruskan pinangan tersebut. Mari kita telusuri apa tujuan Rasulullah menolak putrinya dipoligami oleh Ali. (Baca: Usia Sayidah Fatimah Putri Nabi Saat Siti Khadijah Wafat).

عن المسور بن مخرمة حدثه أنه سمع رسول الله صلى الله عليه و سلم على المنبر يقول إن بني هشام بن المغيرة استأذنوني أن ينكحوا ابنتهم من علي بن أبي طالب فلا آذن ثم لا آذن ثم لا آذن إلا أن يريد ابن أبي طالب أن يطلق ابنتي وينكح ابنتهم فإنما ابنتي بضعة مني يريبني ما أرابها ويؤذيني ما آذاها (أخرجه البخاري ومسلم)

Artinya: Dari Miswar bin Makhramah menceritakan kepadanya bahwa sesungguhnya ia mendengar Rasulullah Saw bersabda saat berada di atas minbar “sesungguhnya Bani Hisyam bin Mughirah meminta izin kepadaku untuk menikahkan anak mereka dengan Ali bin Abi Thalib maka tidak aku izin, tidak aku izinkan, tidak aku izinkan kecuali Ali mau menceraikan anakku (Fatimah) lalu menikahi anak mereka (Hisyam bin Abi Mughirah.

Karena sesungguhnya anakku merupakan bagian dari diriku. Apa yang menggangguku adalah apa yang mengganggunya, apa yang menyakitiku adalah apa yang menyakitinya (HR. Bukhari & Muslim) Hadis ini berstatus Shahih.

Dalam hadis tersebut Rasulullah sampai tiga kali mengatakan untuk tidak mengizinkan Ali meminang perempuan lain saat masih berstatus suami dari Fatimah. Hal tersebut mengindikasikan penegasan agar Ali tak melakukan itu selamanya.

Rasulullah juga menegaskan bahwa hal apapun yang menyakiti Fatimah dan meresahkannya akan menyakiti hati Rasulullah juga. Karena itu Rasulullah menolak putrinya dipoligami. Tapi apakah berarti Rasulullah mengharamkan poligami?

Dalam Shahih Ibnu Hibban dijelaskan bahwa hadis ini tidak berarti mengharamkan poligami, hadis ini diperuntukan untuk memuliakan putrinya, Fatimah. Bahkan seorang Rasul saja memuliakan putrinya dengan cara tidak mengizinkan Ali untuk mempoligaminya.

وفي الرواية الأخرى إني لست أحرم حلالا ولا أحل حراما ولكن والله لا تجتمع بنت رسول الله وبنت عدو الله مكانا واحدا أبدا

Artinya: Dalam riwayat lain Nabi bersabda, “sesungguhnya aku tidak mengharamkan hal yang halal dan menghalalkan hal yang haram. Akan tetapi Allah tidak hendak mengumpulkan putri Rasulullah dan putri dari musuh Allah menjadi satu selama-lamanya.( Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim)

Imam Nawawi dalam Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim menjelaskan bahwa hadis ini berkenaan dengan lamaran Ali kepada putrinya Abu Jahal. Rasulpun bereaksi dan tak rido jika Fatimah bersatu dengan musuh Allah.

Syekh Nawawi pun menjelaskan ketidak ridoannya juga disebabkan takutnya terjadi kerusakan jika Fatimah dan putri Abu Jahal bersatu dan berdampak akan melukai Fatimah yang itu berarti melukai Rasulullah.

Demikian penjelasan terkait alasan Rasulullah menolak putrinya dipoligami Sayyidina Ali. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bisshawaab.

BINCANG SYARAIAH