Hukum Upah bagi Pengumpul Donasi

Gambaran kasus

Permasalahan dalam kasus ini dapat digambarkan sebagai berikut, yaitu: memberikan nisbah kepada pengumpul donasi dari total donasi yang dikumpulkannya sebagai bentuk kompensasi atas aktivitasnya tersebut, baik kompensasi itu diberikan dalam bentuk gaji (raatib) atau upah (mukaafa’ah).

Tinjauan fikih terhadap akad

Terdapat 3 tinjauan terhadap akad yang berlangsung antara lembaga sosial dan pekerja yang ditugaskan mengumpulkan donasi.

Tinjauan pertama

Tinjauan pertama memandang bahwa akad yang terjadi antara yayasan dan pengumpul donasi merupakan syirkah mudharabah. Alasannya, pengumpul donasi melakukan pekerjaan terlebih dahulu (yaitu mengumpulkan donasi), kemudian lembaga sosial memberikan kompensasi berupa nisbah dari hasil pekerjaannya tersebut.

Namun, tinjauan bahwa akad antara keduanya merupakan syirkah mudharabah dapat dikritisi dari dua sisi, yaitu:

Pertama: Lembaga sosial tidak mengeluarkan modal, tapi donaturlah yang menyediakannya. Di mana antara donatur dan pengumpul donasi tidak memiliki kesepakatan pembagian nisbah. Sehingga tidak tepat jika menyatakan bahwa akad yang terjadi antara lembaga sosial dan pengumpul donasi adalah akad mudharabah.

Kedua: Pengumpul donasi bukanlah mudharib yang berperan mengelola dan mengembangkan modal. Oleh karena itu, ia tidak berhak memperoleh upah.

Tinjauan kedua

Tinjauan kedua memandang bahwa akad yang terjadi antara yayasan dan pengumpul donasi adalah akad ijarah. Pengumpul donasi melakukan aktivitas pengumpulan donasi sebagai kompensasi atas upah yang diterima dari lembaga sosial.

Kritik terhadap tinjauan ini adalah aktivitas pekerjaan yang dilakukan pengumpul donasi tidak diketahui secara spesifik sehingga tidaklah sah transaksi tersebut dilakukan.

Tinjauan ketiga

Tinjauan ketiga memandang bahwa akad yang terjadi antara yayasan dan pengumpul donasi adalah akad ju’alah, karena pekerjaan pengumpul donasi merupakan aktivitas yang berfokus pada hasil pekerjaan dan bukan jenis pekerjaan itu. Dan sebagaimana dinyatakan oleh ahli fikih, dalam akad ju’alah aktivitas pekerjaan yang diketahui secara spesifik bukanlah syarat. As-Suyuthi rahimahullah menjelaskan sisi perbedaan antara ijarah dan ju’alah dalam pernyataannya,

افترقا في أمرين: أحدهما: تعيين العامل في الإجارة دون الجعالة، والآخر: العلم بمقدار العمل معتبر في الإجارة دون الجعالة.

Akad ijarah dan ju’alah berbeda dalam dua hal. Pertama: dalam akad ijarah pekerja ditentukan, tapi tidak  demikian dalam akad ju’alah. Kedua: ukuran pekerjaan harus diketahui dalam akad ijarah, tapi tidak demikian dalam akad ju’alah.[1]

Berdasarkan uraian di atas, bentuk akad yang lebih sesuai dengan gambaran kasus adalah akad ju’alah karena syarat-syarat akad ju’alah terpenuhi pada model transaksi yang dilakukan antara lembaga sosial dan pengumpul donasi.

Hukum mengambil upah dari donasi yang dikumpulkan

Tersisa pertanyaan, apakah sah akad ju’alah atas kompensasi yang disepakati antara lembaga sosial dan pengumpul donasi tanpa sepengetahuan donatur? Ahli fikih kontemporer berbeda pendapat dalam menilai hukumnya.

Pendapat pertama

Transaksi ju’alah yang demikian itu diperbolehkan meski tanpa sepengetahuan donatur. [2]

Dalil bagi pendapat ini adalah firman Allah Ta’ala di surah At-Taubah ayat 60,

وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا

“(Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk) … pengurus-pengurus zakat (amil zakat).” (QS. At-Taubah: 60)

Allah Ta’ala menetapkan bagian bagi pengurus zakat yang besarannya disesuaikan dengan aktivitas mereka dalam mengumpulkan zakat. Oleh karena itu, dalam konteks sedekah sunah, lebih layak lagi orang yang bertugas mengumpulkan donasi turut diberikan bagian karena lingkup sedekah lebih luas daripada lingkup zakat. [3]

Selain itu, pendapat ini ditopang dengan alasan bahwa upah yang diambil oleh pengumpul donasi ini merupakan imbal jasa atas upaya dan waktu yang telah mereka kerahkan. Tidak jarang mereka juga mengeluarkan uang dalam mengumpulkan donasi. [4] Demikian juga, upah ini juga bisa menjadi stimulus bagi pengumpul donasi untuk mengerahkan upaya yang maksimal dalam mengumpulkan donasi. [5]

Meski demikian, terdapat ahli fikih seperti Dr. Abdul Karim Zaidan yang memberikan syarat, yaitu meski diperbolehkan, hendaknya upah tersebut disesuaikan dengan aktivitas pekerjaan mereka dan bukan berdasarkan persentase dari donasi yang dikumpulkan. [6]

Pendapat kedua

Upah bagi pengumpul donasi tidak diperbolehkan. [7] Dalil bagi pendapat ini adalah alasan bahwa donatur tidak berniat mendonasikan hartanya kepada pengumpul donasi tersebut. [8] Meski pengumpul donasi menerima upah tersebut dari lembaga sosial yang menaunginya, namun peran lembaga sosial hanya sebagai wakil donatur dalam mendistribusikan donasi. Lembaga sosial tidak berhak untuk mengelola harta tersebut layaknya pengelolaan yang dilakukan oleh pemilik harta.

Pendapat terpilih

Dalam kasus ini perlu mempertimbangkan dua hubungan berikut. Hubungan pertama adalah antara lembaga sosial dan pengumpul donasi. Interaksi yang terbentuk di antara mereka adalah akad ju’alah. Akad ini boleh seperti yang telah disinggung sebelumnya.

Hubungan kedua adalah hubungan antara donatur dan pengumpul donasi, di mana pengumpul donasi mengambil upah pekerjaannya dari donasi. Apakah hal ini diperbolehkan?

Tentu saja jika donatur mengizinkan upah tersebut diperbolehkan. Namun, jika donatur tidak mengizinkan, maka kasus ini tercakup dalam aktivitas pekerja yang dibatasi oleh kehendak donatur. Apakah pengumpulan donasi tercakup dalam izin ini?

Pendapat terpilih dalam kasus ini adalah sebagaimana yang disampaikan oleh Dr. Thalib ibn Umar al-Katsiri. Beliau menyatakan [9],

Apabila donasi bersifat spesifik, peruntukannya ditujukan pada individu atau pemanfaatan tertentu, seperti donasi untuk kafalah anak yatim atau pembangunan masjid, maka pengumpul donasi tidak boleh mengambil upah dari donasi tersebut. Hal ini karena dilihat dari kebiasaan dan praktik bagi kepentingan donatur, donasi seperti ini tidak mencakup izin donatur untuk menyisihkan sebagian donasi untuk dijadikan upah bagi pengumpul donasi.

Apabila donasi itu bersifat umum, maka upah bagi pengumpul donasi boleh diambil dari donasi tersebut. Pada dasarnya, lembaga sosial telah memperoleh izin dari donatur untuk mengelola harta yang didonasikan secara umum.

Apabila pengumpul donasi memperoleh gaji dari lembaga sosial, maka tentu hal ini diperbolehkan karena tidak ada lagi hubungan mu’awadhah antara pengumpul donasi dan donatur. Dengan demikian, gaji dapat diberikan tanpa sepengetahuan dan izin donatur. Namun, sepatutnya memperhatikan dua hal berikut:

Pertama, apabila pengumpul donasi diberi gaji, maka sepatutnya memenuhi upah standar atau kurang dari itu, dengan memperhatikan tingkat kesulitan pekerjaan, keperluan yang dibutuhkan dalam melaksanakan pekerjaan, tingkat keahlian, dan pengalaman. Cara terbaik dalam menentukan gaji bagi pengumpul donasi adalah dengan menetapkan gaji secara pertengahan antara batas atas dan batas bawah dari tingkat upah yang diterima secara umum. [10]

Kedua, apakah sebaiknya upah pengumpul donasi diberikan berupa gaji atau persentase dari donasi yang dikumpulkan? Upah berupa persentase dari donasi yang dikumpulkan lebih bermanfaat bagi lembaga sosial karena terkadang jumlah donasi yang diperoleh tidak seberapa sehingga tidak mampu memenuhi gaji yang ditetapkan. [11]

Akan tetapi, jika jumlah donasi meningkat sangat banyak, maka boleh jadi memberikan upah berdasarkan persentase dari donasi yang dikumpulkan tidak pernah sesuai dengan besar upaya yang dilakukan oleh pengumpul donasi. Hal tersebut bisa terjadi karena minimnya pengawasan dari lembaga sosial dalam mendistribusikan harta donasi. Padahal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ رِجَالاً يَتَخَوَّضُوْنَ[12] فِيْ مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمُ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Sungguh, orang yang menyelewengkan harta Allah akan memperoleh neraka pada hari kiamat.[13]

Dalam kondisi ini, lembaga sosial hendaknya menempuh cara moderat dalam memberikan upah bagi pengumpul donasi. [14]

Wallahu a’lam.

Demikian yang dapat disampaikan. Semoga bermanfaat.

Penulis: Muhammad Nur Ichwan Muslim, S.T.

Sumber: https://muslim.or.id/75179-hukum-upah-bagi-pengumpul-donasi.html

Syarat Tobat Ada Tiga, Apa Saja?

Ketua Umum Al Washliyah Masyhuril Khamis menyebutkan bahwa setiap manusia masih selalu diberikan kesempatan untuk memperbaiki diri sebelum ajal menjemput. Dan pertaubatan nasuha akan menghapus seluruh dosa kita yang telah lalu.

“Bahkan dalam sebuah hadist dikatakan bahwa seseorang yang mau bertaubat kepada Allah, pasti akan diterima dan Allah tidak peduli sebesar apapun dosa-dosa kita,”ujar dia kepada Republika, Senin (16/5).

Anas bin Malik menceritakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah Ta’ala berfirman,

قَالَ اللَّهُ يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِى وَرَجَوْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ فِيكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ لَوْ بَلَغَتْ ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِى غَفَرْتُ لَكَ وَلاَ أُبَالِى يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِى بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِى لاَ تُشْرِكُ بِى شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً

”Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau menyeru dan mengharap pada-Ku, maka pasti Aku ampuni dosa-dosamu tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya dosamu membumbung tinggi hingga ke langit, tentu akan Aku ampuni, tanpa Aku pedulikan. Wahai anak Adam, seandainya seandainya engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikit pun pada-Ku, tentu Aku akan mendatangi-Mu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. Tirmidzi no. 3540)

Ulama mengatakan syarat tobat ada tiga, 

Pertama, berhenti dari maksiat tersebut.

Kedua, menyesali kesalahan tersebut.

Ketiga, berkomitmen tidak akan mengulanginya.

Jika ketiga syarat ini terpenuhi, maka tobatnya sah disebut tobat nasuha. namun jika salah satu dari tiga syarat tidak terpenuhi, maka pertaubatan itu tidak akan menghapus dosa-dosa yang lalu.

Selanjutnya,  dosa yang ia lakukan ada hubunganya dengan orang lain, maka ada satu tambahan, yaitu memperbaiki masalah yang timbul karena dosa kita. Jika dosanya mengambil harta, maka kembalikan, jika dosanya adalah menghibah, maka memohon maaf, jika dosanya adalah menyebarkan foto yang terbuka auratnya, maka hapuslah dan perbaiki semampunya.

Allah berfirman:

{ إِلَّا ٱلَّذِینَ تَابُوا۟ مِنۢ بَعۡدِ ذَ ٰ⁠لِكَ وَأَصۡلَحُوا۟ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَفُورࣱ رَّحِیمٌ }

[Surah Al-Imran: 89] Kecuali orang-orang yang bertaubat setelah itu, dan melakukan perbaikan, maka sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.

“Namun jika syarat nomor empat ini tidak bisa dilakukan secara sempurna, karena keterbatasan kemampuan setelah berusaha semampu kita, maka Insya Allah Allah telah melihat usaha kita dan semoga diterima pertaubatan kita. Sebagaimana Allah memerintahkan kita untuk bertakwa semampu kita,”jelas dia.

Pertobatan serta perbaikan atas kesalahan yang telah lalu memang menjadi syarat diterimanya taubat. namun semua itu dibebankan kepada kita hanya sebatas kemampuan kita saja. diluar itu maka Allah tidak akan menghisab kita diluar kemampuan

Jadi kesimpulannya semua perbuatan kita masa lalu yang kita sadari kurang baik tentunya kita bertaubat, termasuk mengunggah foto-foto tanpa hijab, karenanya diupayakan untuk menghapusnya sedaya mampunya. 

“Kesungguhan untuk bertobat menjadi catatan baik mendapatkan ampunan Nya. Insya Allah pintu taubat tetap di buka sebelum ajal tiba, namun perlu diingat, ajal kita tdk menunggu taubat kita,”ujar dia

IHRAM

Biografi Ummu Salamah; Istri Rasulullah, Perawi hadis yang Ahli Fiqih

Ummu Salamah merupakan salah satu istri Rasulullah Saw. Ia memiliki nama asli Hindun. Nah berikut biografi Ummu Salamah, istri Rasulullah yang juga merupakan perawi hadis, yang juga ahli fikih.

Ummu Salamah terlahir dari pasangan Hudzaifah Abi Umayyah bin al-Mughirah al-Makhzumi (seorang dermawan yang suka memberi bantuan bekal kepada musafir hingga mendapat julukan zad al-rakbi) dan Atikah bin amir bin rabiah dari kalangan yang bagus nasabnya.

Selain mendapat gelar Ummul mukminin, ia juga disebut al-Sayyidah, al-Muhajjibah, al-Thahirah. Sosok yang memiliki paras cantik ini adalah termasuk sahabat wanita yang pertama kali hijrah ke Habasyah dan Madinah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, ia telah menikah dengan Abi Salamah bin abdul asad al-makhzumi, pria shaleh yang menjadi saudara radha’ (persusuan) Nabi Saw. dan dikaruniai putra yang juga tergolong sahabat nabi, yaitu: Umar, Salamah, durrah dan Zainab.

Sebelum meninggal dan menjadi syuhada’ Badar, mantan suaminya, Abu Salamah, pernah berdoa: “Ya Allah setelah aku wafat, berikanlah rezeki Ummu Salamah seorang laki-laki yang lebih baik dariku, yang tidak pernah membuatnya sedih dan menyakitinya.” “Siapakah gerangan yang dimaksud Abu Salamah?” gumam Ummu Salamah setelah wafatnya suaminya itu.

Tak lama berselang setelah melaksanakan iddahnya, Ummu salamah dilamar oleh Abu Bakar, namun ia menolaknya. Umar pun datang untuk melamar pula, lagi-lagi Ummu Salamah menolaknya juga. Kemudian Rasulullah saw. datang dan berbicara dengan Ummu Salamah bersekat hijab penghalang mereka berdua, lalu Rasulullah Saw. melamarnya.

Ia berkata: “Apa yang engkau inginkan dariku? aku hanyalah wanita tua, aku ibu dari anak-anak yatim, dan sangat pencemburu, sedangkan engkau memiliki banyak istri.” Rasulullah saw. pun menjawab:

“Sifat cemburu itu akan dihilangkan oleh Allah, sedangkan masalah umur, maka aku yang lebih tua darimu, dan anak-anak yatimmu adalah tanggung jawab Allah dan Rasul-Nya, maka Ummu Salamahpun memberikan izin Rasulullah Saw. untuk menikahinya pada tahun 2 Hijriyyah di bulan Syawal.

Setelah menikah dengan Rasulullah Saw, otomatis ia memiliki waktu yang cukup banyak bersama beliau. Kesempatan emas ini dimanfaatkan benar oleh Ummu Salamah untuk merekam sabda-sabda Rasulullah saw. dan tindakan yang dilakukannya, sehingga ia pun tergolong sahabat perempuan yang memiliki kiprah dalam periwayatan hadis yang luar biasa dan ahli di bidang fiqh.

Tidak kurang dari 378 hadis Rasulullah saw. telah ia ajarkan kepada murid-muridnya seperti Said bin al-Musaiyyib, Mujahid, al-Sya’bi dan Nafi’ maula Ibnu Umar. Ia adalah  adalah istri Nabi yang terakhir meninggal dunia. Dia dianugrahkan berumur panjang, hingga ia menyaksikan pembunuhan Husain.

Saat itu ia diam tak bisa berkata-kata karena marah, sampai membuatnya pingsan tak sadarkan diri. Perasaannya yang lembut membuatnya sedih sekali melihat kejadian itu. Dia menangis dan Salma salah seorang tabiin perempuan menghampirinya untuk menanyakan keadaanya:

“Kenapa kamu menangis?” “Aku bermimpi Rasulullah Saw. namun kepala dan jenggotnya berdebu, lalu aku bertanya “Apa yang terjadi ya Rasulullah Saw.?,”, “Sungguh aku telah menyaksikan pembunuhan Husain tadi.”

Istri Rasulullah tahu benar betapa Rasulullah saw. sangat mencintai anak dan cucunya, karena suatu ketika turun ayat 33 surah al-Ahzab di rumahnya (Innama yuridu Allahu liyudzhiba ankum al-Rijza Ahlal baiti) Rasulullah Saw. pun mengatakan bahwa Fathimah, Ali, Hasan dan Husain adalah ahlul bait ku, kemudian ia pun berkata: “Wahai Rasulullah Saw, apakah aku juga termasuk ahlul baitmu? “Iya pasti, insya Allah” jawab Rasulullah melegakan Ummu Salamah.

Tak lama setelah pristiwa pembantaian Husain, cucu Rasulullah Saw. itu Ummu Salamah pun menyusul menghadap kehadirat Allah Swt juga. di usianya yang ke 90, tahun 61 H dan dimakamkan di Baqi ketika masa khalifah Yazid bin muawiyyah’.

BINCANG SYARIAH

Sering Meninggalkan Sholat Usai Ramadhan

Ada orang yang meninggalkan sholat usai Ramadhan.

Sebagian orang ada yang beribadah hanya selama Ramadhan, dan sayangnya meninggalkan kewajibannya setelah bulan suci, sebagai contohnya sholat lima waktu.

Dikutip dari buku Fikih Lebaran oleh Muhammad Abduh Tuasikal, Kemungkaran yang terjadi semenjak satu Syawal (Idulfitri) adalah meninggalkan sholat lima waktu dan juga sholat berjamaah. Padahal meninggalkan sholat lima waktu begitu berbahaya. Allah Ta’ala berfirman,

فَخَلَفَ مِنۢ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَٱتَّبَعُوا۟ ٱلشَّهَوَٰتِۖ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا . إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ صَٰلِحًا 

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui ghoyya, kecuali orang yang bertaubat, beriman, dan beramal saleh.” (QS. Maryam ayat 59-60).

Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa ‘ghoyya’ dalam ayat tersebut adalah sungai di Jahannam yang makanannya sangat menjijikkan yang tempatnya sangat dalam. (Ash-Shalah wa Hukmu Taarikihaa).

Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بين الرجل، وبين الشرك والكفر ترك الصلاة

“(Pembatas) antara seorang dan kesyirikan serta kekafiran adalah meninggalkan shaoat.” (HR. Muslim, no. 257).

Umar bin Al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu mengatakan,

و لا حظ في الإسلام لمن ترك الصلاة

“Tidak ada bagian dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat.” (Riwayat ini disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Ash-Shalah. Hadits ini sahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil).

Mayoritas sahabat Nabi menganggap bahwa orang yang meninggalkan sholat dengan sengaja adalah kafir sebagaimana dikatakan oleh seorang tabiin, yaitu Abdullah bin Syaqiq. Beliau mengatakan,

“Dulu para sahabat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah menganggap suatu amal yang apabila ditinggalkan menyebabkan kafir kecuali shalat.” (Lihat Ats-Tsamar Al-Mustathab fi Fiqh As-Sunnah wa Al-Kitab).

Meninggalkan sholat termasuk dosa besar berdasarkan kesepakatan para ulama. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Para ulama tidaklah berselisih pendapat bahwa orang yang meninggalkan sholat wajib berarti telah terjerumus dalam dosa besar. Dosa meninggalkan shalat lebih berbahaya daripada dosa membunuh, mengambil harta orang lain, dosa zina, begitu juga mencuri, dan minum khamar (minuman keras). Orang yang meninggalkan shalat pantas mendapatkan siksa Allah, juga layak mendapatkan siksa di dunia dan akhirat.” (Ash-Shalah wa Hukmu Taarikihaa).

Adapun melaksanaan sholat bagi pria lebih baik dengan berjamaah di masjid. Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan,

“Ketika seorang laki-laki sholat di rumah bersama temannya, atau istrinya, atau anaknya, maka ia tetap memperoleh keutamaan berjamaah. Namun, jika dilakukan di masjid, itu lebih utama. Ingatlah bahwa jamaah semakin banyak di masjid, itu tentu afdal.” (Raudhah Ath-Thalibin).

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sholat seseorang dalam jamaah memiliki nilai lebih dua puluh sekian derajat daripada shalat seseorang di rumahnya, juga melebihi shalatnya di pasar.” (HR. Muslim, no. 649).

IHRAM

Waspada Kasus Jamaah Haji Meninggalkan Sholat Tanpa Merasa Bersalah

Masih banyak jamaah haji belum bisa melaksanakan ibadah sholat dengan baik, menjadi problem tersendiri dalam penyelenggaraan haji. Hal itu disampaikan Direktur Pascasarjana Prof Dr Akhyak saat menyampaikan tausiyahnya subuhnya pada peserta bimbingan teknis (Bimtel) Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi, di Masjid Al-Mambrur Asrama Haji Pondok Gede, Rabu (18/5/2022).

“Problemnya jamaah haji kita itu banyak yang punya uang. Namun ilmu ibadah syariahnya itu masih banyak yang kurang. Jadi banyak jamaah haji yang belum bisa sholat, ini menyedihkan,” katanya.

Prof Akhyak menuturkan, begitu minimnya pengetahuan sholat jamaah secara praktik maupun ilmu, sehingga banyak jamaah tinggal sholat lima waktu tanpa beban. Padahal menjaga sholat lima waktu wajib bagai umat Islam sebagai rukun Islam nomor 2.

“Saya tanya bahkan sholat lima waktunya itu kadang sholat kadang tidak, inikan repot. Tapi dia bisa haji karena dia punya uang,” katanya.

Menurutnya, hal ini menjadi problem tersendiri dan tantangan bagi para petugas haji Indonesia, bagaimana bisa memberikan bimbingan tentang ilmu syariat kepada para jamaah haji. Sesuai amanah undang-undang pemerintah melalui petugas penyelenggara ibadah haji memberi pelayanan bimbingan dan perlindungan kepada jamaah. 

“Ini problem tersendiri tantangan bagi kita semua,” katanya.

Pada kesempatan subuh ini, dia juga mendoakan agar Allah Subhanahu Wa Ta’ala menerima semua amal ibadah kita yang dikerjakan pada hari ini. Terutama ibadah sholat subuh berjamaah di masjid. 

“Semoga sholat kita diterima oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Allahumma taqobbal sholatana,” 

Dia juga mendoakan, semoga kita ditakdirkan menjadi muslim yang selalu taat kepada Allah. Salah satunya dapat menjaga shalat lima waktu kapan pun dan di mana pun.

“Berbahagialah bagi orang yang malam ini melakukan sholat tahaju, berbahagialah bagi teman-teman yang malam ini bisa melakukan sholat sunah-sunah di mana saja. Apakah di masjid maupun di maktab, atau di ruangnya masing-masing,” katanya. 

Karena hal itu kata dia sesungguhnya yang harus dijaga oleh umat Islam, khususnya petugas ibadah haji. Kerena, sebagai petugas harus juga memberikan bimbangan agar jamaah dapat mengerjakan ibadah dengan baik. 

“Jadi itu modal utama menjadi petugas, menurut saya sholat menjadi modal utama kita. Dan kita akan menemukan jamaah haji yang belum tentu dapat melaksanakan ibadah sholat dengan baik,” katanya.

IHRAM

Inilah Doa-Doa dari AlQuran

Berikut ini kumpulan doa-doa yang dahsyat karena doa-doa ini terdapat dalam Al Qur’anul Karim. Semoga do’a dari Al-qur’an ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Barakallahu fiikum.

Doa mohon ampunan dan rahmat Allah

رَبِّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَسْأَلَكَ مَا لَيْسَ لِي بِهِ عِلْمٌ وَإِلَّا تَغْفِرْ لِي وَتَرْحَمْنِي أَكُنْ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakekat)nya. Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Huud: 47).

رَبَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling Baik” (QS. Al Mu’minun: 109).

رَبِّ اغْفِرْ وَارْحَمْ وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِينَ

Ya Tuhanku berilah ampun dan berilah rahmat, dan Engkau adalah Pemberi rahmat Yang Paling baik” (QS. Al Mu’minun: 118).

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir” (QS. Al Imran: 147).

رَبَّنَا إِنَّنَا آمَنَّا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al Imran: 16).

رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلْإِيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الْأَبْرَارِ رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَى رُسُلِكَ وَلَا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu): “Berimanlah kamu kepada Tuhanmu”, maka kamipun beriman. Ya Tuhan kami, ampunilah bagi kami dosa-dosa kami dan hapuskanlah dari kami kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang banyak berbakti. Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami dengan perantaraan rasul-rasul Engkau. Dan janganlah Engkau hinakan kami di hari kiamat. Sesungguhnya Engkau tidak menyalahi janji” (QS. Al Imran: 193-194).

رَبِّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي فَاغْفِرْ لِي فَغَفَرَ لَهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri karena itu ampunilah aku”. Maka Allah mengampuninya, sesungguhnya Allah Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Qashash: 16).

رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلَا تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلَا تُحَمِّلْنَا مَا لَا طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلَانَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya. Beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami terhadap kaum yang kafir” (QS. Al Baqarah: 286).

رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah kami termasuk orang-orang yang merugi” (QS. Al A’raf: 23).

Doa agar tergolong orang-orang beriman

رَبِّ هَبْ لِي حُكْمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ وَاجْعَلْ لِي لِسَانَ صِدْقٍ فِي الْآخِرِينَ وَاجْعَلْنِي مِنْ وَرَثَةِ جَنَّةِ النَّعِيمِ

Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku ke dalam golongan orang-orang yang saleh. an jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-orang (yang datang) kemudian. dan jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mempusakai surga yang penuh kenikmatan” (QS. Asy Syu’ara: 83-85).

رَبَّنَا آمَنَّا فَاكْتُبْنَا مَعَ الشَّاهِدِينَ

Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al Quran dan kenabian Muhammad)” (QS. Al Maidah: 83).

Doa agar diberikan keturunan yang shalih

رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ

Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah Waris Yang Paling Baik” (QS. Al Anbiya: 89).

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh” (QS. Ash Shaffat: 100).

رَبِّ هَبْ لِي مِنْ لَدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةً إِنَّكَ سَمِيعُ الدُّعَاءِ

Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa” (QS. Al Imran: 38).

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. Al Furqan: 74).

Doa mohon ampunan bagi kedua orang tua dan kaum mukminin

رَبَّنَا اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِلْمُؤْمِنِينَ يَوْمَ يَقُومُ الْحِسَابُ

Ya Tuhan kami, beri ampunlah aku dan kedua ibu bapaku dan sekalian orang-orang mukmin pada hari terjadinya hisab (hari kiamat)” (QS. Ibrahim: 41).

رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Rabb kami, Sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang” (QS. Al Hasyr: 10).

رَبِّ اغْفِرْ لِي وَلِوَالِدَيَّ وَلِمَنْ دَخَلَ بَيْتِيَ مُؤْمِنًا وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَلَا تَزِدِ الظَّالِمِينَ إِلَّا تَبَارًا

Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan. Dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain kebinasaan” (QS. Nuh: 28).

Doa mohon ketetapan bagi diri dan keluarga dalam mendirikan shalat

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Doa berlindung dari orang yang zhalim

رَبِّ نَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Ya Tuhanku, selamatkanlah aku dari orang-orang yang zalim” (QS. Al Qashash: 21).

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim” (QS. Al A’raf: 47).

رَبِّ انْصُرْنِي عَلَى الْقَوْمِ الْمُفْسِدِينَ

Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas kaum yang berbuat kerusakan” (QS. Al Ankabut: 30).

Doa agar diterima amal ibadah dan taubat

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang” (QS. Al Baqarah: 127 dan 128).

Doa agar bisa bertawakkal hanya kepada Allah

رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ

Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali” (QS. Al Mumtahanah: 4).

حَسْبِيَ اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَهُوَ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ

Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung” (QS. At Taubah: 129).

Doa berlindung dari keburukan orang-orang kafir

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلَّذِينَ كَفَرُوا وَاغْفِرْ لَنَا رَبَّنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (QS. Al Mumtahanah: 5).

رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

Ya Tuhan kami; janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang’zalim dan selamatkanlah kami dengan rahmat Engkau dari (tipu daya) orang-orang yang kafir” (QS. Yunus: 85-86).

Doa agar ditambahkan ilmu

رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

Ya Tuhanku, tambahkanlah aku ilmu” (QS. Thaha: 114).

Doa agar disempurnakan cahayanya

رَبَّنَا أَتْمِمْ لَنَا نُورَنَا وَاغْفِرْ لَنَا إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

Ya Rabb kami, sempurnakanlah bagi kami cahaya kami dan ampunilah kami; Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. At Tahrim: 8).

Doa memohon kebaikan dunia dan akhirat

رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. Al Baqarah: 201).

Doa agar dijadikan hamba yang bersyukur

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ

Ya Tuhanku berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu yang saleh” (QS. An Naml: 19).

رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ

Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri” (QS. Al Ahqaf: 15).

Doa berlindung dari setan

رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ  وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Ya Tuhanku aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan syaitan n aku berlindung (pula) kepada Engkau ya Tuhanku, dari kedatangan mereka kepadaku” (QS. Al Mu’minun: 97-98).

Doa agar hati ditetapkan dalam hidayah

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia)” (QS. Al Imran: 8).

Doa agar dilapangkan hati dan dimudahkan dalam urusan

رَبِّ اشْرَحْ لِي صَدْرِي  وَيَسِّرْ لِي أَمْرِي وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِي  يَفْقَهُوا قَوْلِي

Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku,  dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, supaya mereka mengerti perkataanku” (QS. Thaha: 25-28).

رَبَّنَا آتِنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً وَهَيِّئْ لَنَا مِنْ أَمْرِنَا رَشَدًا

Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)” (QS. Al Kahfi: 10).

Doa meminta keamanan negeri dan berlindung dari syirik

رَبِّ اجْعَلْ هَذَا الْبَلَدَ آمِنًا وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ

Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini (Mekah), negeri yang aman, dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku daripada menyembah berhala-berhala” (QS. Ibrahim: 35).

Doa berlindung dari api neraka

رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا  إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Ya Tuhan kami, jauhkan azab jahannam dari kami, sesungguhnya azabnya itu adalah kebinasaan yang kekal. Sesungguhnya jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman” (QS. Al Furqan: 65-66).

***

Dari buku “Doa & Wirid” karya Ustadz Yazid bin Abdil Qadir Jawwaz, Pustaka Imam Asy Syafi’i

Sumber: https://muslim.or.id/26012-doa-doa-dari-al-quran-1.html

Dahulu Tidak Pernah Shalat, Apa yang Harus Dilakukan?

Fatwa Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan

Soal:

Selama hidup saya sebagian besarnya saja jalani tanpa pernah mengerjakan shalat, apa yang harus saya lakukan sekarang? Apakah meng-qadha-nya ataukah ada kafarah ataukah taubat? Jika qadha bagaimana caranya saya meng-qadha semuanya? Ataukah ada cara lain?

Jawab:

Yang wajib bagi anda sekarang adalah bertaubat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan menjaga shalat di sisa hidup anda. Dan hendaknya anda bersungguh-sungguh dalam bertaubat dengan menunaikan semua syarat-syaratnya, yaitu

  1. Menyesal atas dosa yang telah dilakukan
  2. Berhenti dari dosa yang dilakukan dan mewaspadainya
  3. Bertekad untuk tidak mengulangi dosa tersebut

Jika anda telah benar-benar bertaubat dan senantiasa melakukan ketaatan pada sisa hidup anda dan senantiasa melaksanakan shalat, maka itu cukup bagi anda insya Allah. Dan anda tidak perlu meng-qadha shalat-shalat yang terlewat karena anda meninggalkannya dengan sengaja. Dan ini sebenarnya sebuah kekufuran terhadap Allah ‘azza wa jalla. Karena menurut pendapat yang tepat dari perselisihan yang ada diantara para ulama, meninggalkan shalat dengan sengaja membuat pelakunya keluar dari Islam walaupun ia tidak menganggap meninggalkan shalat itu boleh.

Sumber: http://ar.islamway.net/fatwa/29838

Penerjemah: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/16796-fatwa-ulama-dahulu-tidak-pernah-shalat-apa-yang-harus-dilakukan.html

Tata Cara Mengqadha Shalat yang Terlewat

Shalat lima waktu adalah kewajiban setiap Muslim, bahkan merupakan rukun Islam. Oleh karena itu tidak boleh seorang Muslim yang mukallaf (sudah terkena beban syariat) meninggalkan shalat lima waktu dan tidak boleh melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya. Namun apa yang dilakukan seorang Muslim jika ia meninggalkan shalat hingga keluar dari waktunya? Adakah qadha shalat? Kita simak pembahasan ringan berikut ini.

Hukum mengqadha shalat yang terlewat

Mengqadha shalat artinya mengerjakan shalat di luar waktu sebenarnya untuk menggantikan shalat yang terlewat. Apakah wajib mengqadha shalat? Para ulama merinci menjadi dua keadaan:

1. Tidak sengaja meninggalkan shalat

Dalam keadaan tidak sengaja meninggalkan shalat, seperti karena ketiduran, lupa, pingsan, dan lainnya, maka para ulama bersepakat bahwa wajib hukumnya mengqadha shalat yang terlewat. Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:

من نام عن صلاة أو نسيها؛ فليصلها إذا ذكرها

barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” HR. Al Bazzar 13/21, shahih).

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan menjelaskan: “orang yang hilang akalnya karena tidur, atau pingsan atau semisalnya, ia wajib mengqadha shalatnya ketika sadar” (Al Mulakhash Al Fiqhi, 1/95, Asy Syamilah).

Dan tidak ada dosa baginya jika hal tersebut bukan karena lalai, karena shalat yang dilakukan dalam rangka qadha tersebut merupakan kafarah dari perbuatan meninggalkan shalat tersebut. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

مَنْ نَسِيَ صَلَاةً، أَوْ نَامَ عَنْهَا، فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا

barangsiapa yang lupa shalat, atau terlewat karena tertidur, maka kafarahnya adalah ia kerjakan ketika ia ingat” (HR. Muslim no. 684).

Dari sini juga kita ketahui tidak benar anggapan sebagian masyarakat awam, bahwa jika bangun kesiangan di pagi hari maka tidak perlu shalat shubuh karena sudah lewat waktunya. Ini adalah sebuah kekeliruan!

2. Sengaja meninggalkan shalat

Para ulama berselisih panjang mengenai orang yang meninggalkan shalat dengan sengaja apakah keluar dari Islam ataukah tidak? Silakan simak artikel “Meninggalkan Shalat Bisa Membuat Kafir” untuk memperluas hal ini.

Dan para ulama juga berselisih pendapat apakah shalatnya wajib diqadha ataukah tidak. Pendapat yang rajih dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan shalatnya tidak wajib di-qadha. Imam Ibnu Hazm Al Andalusi mengatakan:

وَأَمَّا مَنْ تَعَمَّدَ تَرْكَ الصَّلَاةِ حَتَّى خَرَجَ وَقْتُهَا فَهَذَا لَا يَقْدِرُ عَلَى قَضَائِهَا أَبَدًا، فَلْيُكْثِرْ مِنْ فِعْلِ الْخَيْرِ وَصَلَاةِ التَّطَوُّعِ؛ لِيُثْقِلَ مِيزَانَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؛ وَلْيَتُبْ وَلْيَسْتَغْفِرْ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ

“adapun orang yang sengaja meninggalkan shalat hingga keluar waktunya, maka ia tidak akan bisa mengqadhanya sama sekali. Maka yang ia lakukan adalah memperbanyak perbuatan amalan kebaikan dan shalat sunnah. Untuk meringankan timbangannya di hari kiamat. Dan hendaknya ia bertaubat dan memohon ampunan kepada Allah Azza wa Jalla” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

Beliau juga mengatakan:

بُرْهَانُ صِحَّةِ قَوْلِنَا قَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: {فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ} [الماعون: 4] {الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلاتِهِمْ سَاهُونَ} [الماعون: 5] وقَوْله تَعَالَى: {فَخَلَفَ مِنْ بَعْدِهِمْ خَلْفٌ أَضَاعُوا الصَّلاةَ وَاتَّبَعُوا الشَّهَوَاتِ فَسَوْفَ يَلْقَوْنَ غَيًّا} [مريم: 59] فَلَوْ كَانَ الْعَامِدُ لِتَرْكِ الصَّلَاةِ مُدْرِكًا لَهَا بَعْدَ خُرُوجِ وَقْتِهَا لَمَا كَانَ لَهُ الْوَيْلُ، وَلَا لَقِيَ الْغَيَّ؛ كَمَا لَا وَيْلَ، وَلَا غَيَّ؛ لِمَنْ أَخَّرَهَا إلَى آخَرِ وَقْتِهَا الَّذِي يَكُونُ مُدْرِكًا لَهَا. وَأَيْضًا فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى جَعَلَ لِكُلِّ صَلَاةِ فَرْضٍ وَقْتًا مَحْدُودَ الطَّرَفَيْنِ، يَدْخُلُ فِي حِينٍ مَحْدُودٍ؛ وَيَبْطُلُ فِي وَقْتٍ مَحْدُودٍ، فَلَا فَرْقَ بَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا قَبْلَ وَقْتِهَا وَبَيْنَ مَنْ صَلَّاهَا بَعْدَ وَقْتِهَا؛ لِأَنَّ كِلَيْهِمَا صَلَّى فِي غَيْرِ الْوَقْتِ؛ وَلَيْسَ هَذَا قِيَاسًا لِأَحَدِهِمَا عَلَى الْآخَرِ، بَلْ هُمَا سَوَاءٌ فِي تَعَدِّي حُدُودِ اللَّهِ تَعَالَى، وَقَدْ قَالَ اللَّهُ تَعَالَى: {وَمَنْ يَتَعَدَّ حُدُودَ اللَّهِ فَقَدْ ظَلَمَ نَفْسَهُ} [الطلاق: 1] . وَأَيْضًا فَإِنَّ الْقَضَاءَ إيجَابُ شَرْعٍ، وَالشَّرْعُ لَا يَجُوزُ لِغَيْرِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ

“bukti benarnya pendapat kami adalah firman Allah Ta’ala: ‘celakalah orang yang shalat. Yaitu orang yang lalai dalam shalatnya‘ (QS. Al Maun: 4-5). Dan juga firman Allah Ta’ala: ‘dan kemudian datanglah setelah mereka orang-orang yang menyia-nyiakan shalat dan mengikuti syahwat dan mereka akan menemui kesesatan‘ (QS. Maryam: 59). Andaikan orang yang sengaja melalaikan shalat hingga keluar dari waktunya bisa mengqadha shalatnya, maka ia tidak akan mendapatkan kecelakaan dan kesesatan. Sebagaimana orang yang melalaikan shalat namun tidak keluar dari waktunya tidak mendapatkan kecelakaan dan kesesatan.

Selain itu, Allah Ta’ala telah menjadikan batas awal dan akhir waktu bagi setiap shalat. Yang menjadikannya sah pada batas waktu tertentu dan tidak sah pada batas waktu tertentu. Maka tidak ada bedanya antara shalat sebelum waktunya dengan shalat sesudah habis waktunya. Karena keduanya sama-sama shalat di luar waktunya. Dan ini bukanlah mengqiyaskan satu sama lain, melainkan merupakan hal yang sama, yaitu sama-sama melewati batas yang ditentukan Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: ‘barangsiapa yang melewati batasan Allah sungguh ia telah menzalimi dirinya sendiri‘ (QS. Ath Thalaq: 1).

Selain itu juga, qadha shalat adalah pewajiban dalam syariat. Dan setiap yang diwajibkan dalam syariat tidak boleh disandarkan kepada selain Allah melalui perantara lisan Rasulnya” (Al Muhalla, 2/10, Asy Syamilah).

Cara mengqadha shalat

Dari sisi waktu, mengqadha shalat harus dilakukan segera ketika teringat dari lupa atau tersadar dari hilang akalnya. Tidak boleh ditunda-tunda, harus segera dikerjakan sesegera mungkin. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من نامَ عن صلاةٍ فليصلِّها إذا ذَكرَها

barangsiapa yang terlewat shalat karena tidur atau karena lupa, maka ia wajib shalat ketika ingat” (HR. Al Bazzar 13/21, shahih).

Bagaimana jika shalat yang terlewat lebih dari satu? Apakah diqadha sekaligus atau setiap shalat di qadha pada waktunya, semisal shalat zhuhur diqadha pada waktu zhuhur, shalat ashar pada waktu ashar, dst.? Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjawab pertanyaan ini:

يصليها جميعا لان النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لما فاتته صلاة العصر في غزوة خندق قضىها قبل المغرب وهكذا يجب على كل انسان فاتته الصلوات ان يصليها جميعا و لا يأخرها

“dikerjakan semuanya sekaligus. karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam ketika terlewat beberapa shalat pada saat perang Khandaq beliau mengerjakan semuanya sebelum Maghrib. Dan demikianlah yang semestinya dilakukan setiap orang yang terlewat shalatnya, yaitu mengerjakan semuanya sekaligus tanpa menundanya” (Sumber: klik disini).

Dalam hadits di atas juga Nabi mengatakan فليصلها  dhamir ها mengacu pada kata صلاة sebelumnya. Ini menunjukkan shalat yang dikerjakan dalam rangka qadha sama persis seperti shalat yang ditinggalkan dalam hal sifat dan tata caranya. Misalnya, jika seseorang terluput shalat shubuh karena tertidur, maka ia wajib mengqadha dengan mengerjakan shalat yang sama dengan shalat shubuh.

Dan tidak ada lafal niat khusus yang perlu diucapkan dalam mengqadha shalat. Niat adalah perbuatan hati, tidak perlu dilafalkan. Andaikan niat mengqadha shalat perlu dilafalkan, maka Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam telah mengajarkannya kepada kita. Lebih luas mengenai pelafalan niat, silakan simak artikel “Polemik Pelafalan Niat Dalam Ibadah”.

Dengan demikian, ketika seseorang baru teringat bahwa ia telah melewatkan shalat, atau baru terbangun dari tidur sedangkan waktu shalat sudah terlewat, yang ia lakukan adalah segera berwudhu, lalu mencari tempat shalat yang bersih dan suci, menghadap kiblat kemudian mengerjakan shalat dengan tata cara dan sifat yang persis sebagaimana shalat yang ia tinggalkan. Jika shalat yang ditinggalkan lebih dari satu, maka setelah salam, ia kembali berdiri untuk meng-qadha shalat selanjutnya.

Semoga yang sedikit ini bermanfaat, wabillahi at taufiq was sadaad.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/25855-qadha-shalat.html

LGBT Bertentangan dengan Sunnatullah, Ini Dalilnya

Agama Islam memiliki segala aturan yang dimaksudkan untuk mengatur kehidupan umat manusia agar berjalan selaras dengan sunnatullah. Prinsip sunnatullah adalah keselarasan, harmoni dan keteraturan. Perilaku manusia diarahkan agar sesuai dengan rel sunnatullah tersebut.

Salah satu sunnatullah adalah persoalan keselarasan dalam kehidupan rumah tangga yang diciptakan secara berpasangan. Belakangan ini sedang ramai diperbincangkan tentang “lesbian, gay, biseksual, dan transgender” atau biasa dikenal dengan LGBT, yang merupakan salah satu perilaku manusia yang menyimpang tidak hanya dari norma sosial, tetapi anomali dari sunnatullah.

Dalam mengajarkan sunnatullah tentang keselarasan, Allah menjadikan Al-quran sebagai pedoman bagi seluruh umat manusia. Lalu, dalam Islam, penjelasan al-Quran yang masih bersifat general atau tidak diterangkan dijelaskan dalam ucapan, Tindakan dan perilaku Rasulullah. Sandaran kedua dalil dalam Islam adalah hadist. Lalu, bagaimana dalil tentang larangan LGBT tersebut?

Perlu kita ketahui lebih dalam apa itu LGBT yang dimaksudkan di sini. Lesbian adalah istilah bagi perempuan yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama perempuan. Gay adalah istilah bagi pria yang mengarahkan orientasi seksualnya kepada sesama pria. Biseksual adalah ketertarikan ganda kepada sesame jenis maupun lawan jenis. Transgender adalah salah satu bentuk merubah ciptaan Allah dengan mengubah jenis kelamin dengan operasi.

Dalam surat an-Nisa ayat 119 dijelaskan larangan Allah untuk menjadi transgender, “dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya”. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.”  Mengubah ciptaan Allah dapat berarti mengubah agama Allah dan menggantinya dengan kekafiran, menghalalkan apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan-Nya.

Dan larangan pelaku homo dan biseksual terdapat hadist yang menjelaskannya, diriwayatkan juga dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah bersabda, “Pada hari kiamat Allah tidak akan memandang seorang laki-laki yang mendatangi (menjima) laki-laki atau yang mencampuri seorang wanita pada duburnya.” (HR Ibnu Abi Syaibah).

Sedang untuk pelaku lesbian. Nabi SAW, “Praktik lesbi (as-sahaaqu) adalah zina perempuan di antara mereka.” (Hadis ini dikeluarkan oleh Khathib al-Baghdadi, Tarikh Baghdad, Pustaka Dar Al-Sa’adah, Vol IX, hlm 30).

Dengan keterangan di atas, jelas semua penyimpangan orientasi seksual yang dilakukan oleh golongan manusia ini adalah sesuatu yang salah. Allah secara jelas melaknat pelaku LGBT ini. Memang, perilaku penyimpangan seksual memang bukanlah hal baru, pada jaman Nabi Luth, kaumnya sudah berperilaku menyimpang. Ialah kaum Sodom yang dengan Allah memporak porandakan negeri yang ditinggali oleh kaum Nabi Luth.

Sebagaimana dijelaskan dalam al-Quran pada Surah Huud ayat 82, “Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi.”

Khunsa Berbeda dengan LGBT

Berbeda dengan pelaku LGBT, terdapat manusia yang dilahirkan dengan kelamin ganda atau disebut dengan “khunsa”. Dalam prespektif hukum Islam, khunsa dikelompokkan pada dua bagian. Kelompok pertama, khunsa ghair musykil, yaitu seorang yang alat kelaminnya bisa dibedakan antara laki-laki atau perempuan. Kelompok kedua, khunsa musykil yaitu yang mempunyai dua alat kelamin yang tidak dapat dibedakan antara laki-laki dan perempuan.

Seperti layaknya manusia pada umumnya, khunsa juga memiliki kebutuhan biologis yang mesti disalurkan juga. Namun yang menjadi problemnya adalah bagaimana kepastian dalam hukum perkawinan yang harus dilakukan khunsa.

Seorang yang memiliki permasalahan khunsa seperti ini bisa melakukan operasi yang seseorang bisa dilihat hormonalnya lebih condong kepada kelamin yang mana, ketertarikannya kepada laki-laki atau kepada perempuan, dan juga kelamin yang mana yang lebih berfungsi sempurna.

Pada umumnya kaum khunsa jika ingin melangsungkan perkawinan secara sah sebagaimana ketentuan syara’. Karena syara’ melarang bahkan melaknat perkawinan atau hubungan sejenis sebagaimana yang terjadi pada kaum Nabi Luth as. Selain itu, dalam perkawinan khunsa harus diatur secara hukum untuk validasi dan keabsahan perkawinannya sesuai dengan syari’at Islam dan hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia.

ISLAM KAFFAH

Tata Cara Shalat Sunnah Agar Cepat Sembuh dari Sakit

Dalam buku Panduan Shalat Sunah Lengkap, KH. Muhammad Sholikhin menjelaskan tentang tata cara shalat sunnah syifa’ atau shalat sunnah agar cepat sembuh dari sakit. Shalat ini bertujuan sebagai saran doa kepada Allah agar segera diberi kesembuhan dari sakit atau dari penyakit tertentu.

Shalat syifa’ ini berjumlah dua rakaat dan dikerjakan ketika mengharap kesembuhan dari sakit atau penyakit yang tak kunjung sembuh. Adapun tata cara pelaksanaannya adalah sebagai berikut;

اُصَلِّيْ سُنَّةً لِشِفَاءِ اْلمَرَضِ رَكْعَتَيْنِ لِلَّهِ تَعَالىَ

Usholli sunnatan li syifaa-il maradhi rok’ataini lillaahi ta’aala.

Saya shalat sunnah untuk kesembuhan dari sakit dua rakaat karena Allah Ta’ala.

Kedua, pada rakaat pertama dan kedua membaca surah Al-Fatihah dan surah Al-Ikhlas sebanyak tiga kali.

Ketiga, setelah salam kemudian membaca doa berikut sebanyak seratus kali;

يَا بَدِيْعَ اْلعَجَائِبِ بِاْلخَيْرِ اِرْحَمْنِيْ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

Yaa badii’al ‘ajaa-ibi bil khoiri irhamnii ilaa yaumid diini.

Wahai Dzat Yang Maha Pencipta keajaiban dengan kebaikan, kasihanilah aku sampai hari penentuan (kiamat).

Kemudian dilanjutkan membaca shalawat syifa’ atau shalawat thibbil qulub berikut;

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوْبِ وَدَوَائِهَا وَعَافِيَةِ الْاَبْدَانِ وَشِفَائِهَا وَنُوْرِ الْاَبْصَارِ وَضِيَائِهَا وَعَلٰى اٰلِهِ وَصَحْبِهِ  وَسَلِّم

Allohumma sholli ‘alaa sayyidinaa muhammadin thibbil quluubi wa dawaa-ihaa wa ‘aafiyatil abdaani wa syifaa-ihaa wa nuuril abshoori wa dhiyaa-ihaa wa ‘alaa aalihi wa shohbihii wa sallim

Ya Allah, limpahkan rahmat kepada junjungan kami nabi Muhammad Saw, sebagai obat hati dan penyembuhnya, penyehat badan dan kesembuhannya, sebagai penyinar penglihatan mata  beserta cahayanya dan semoga rahmat tercurah limpahkan kepada para sahabat beserta keluarganya.

BINCANG SYARIAH