Ramadhan bisa menjadi media tepat mengangkat segala kesulitan hidup bangsa ini, dan mengirimkan kita pemimpin dan penyelenggara negara yang jujur
Oleh: H. J. Faisal
Hidayatullah.com | SOLUSI untuk segala macam permasalahan yang ada di dalam bangsa ini sebenarnya sudah ada. Ya, ini adalah solusi dari langit, solusi yang datangnya dari Tuhan langsung, Allah Ta’alla, bukan dari manusia-manusia yang terkadang merasa memiliki kemampuan atau ilmu yang lebih dari Tuhan.
Allah Ta’alla sebenarnya telah memberi sebuah solusi yang sangat manjur atas segala macam permasalahan yang membelit sebuah bangsa, yaitu dengan menjadi sebuah bangsa yang bertaqwa, yang dimana isi dari bangsa tersebut adalah manusia-manusia atau hamba yang bertaqwa, bukan hamba yang durhaka.
Bagi manusia yang menjalankan agamanya (khususnya muslim) secara setengah-setengah (ibadah wajibnya dijalankan, tetapi maksiatnya juga lancar), hal tersebut mungkin terdengar sangat naif dan tidak ada hubungan ilmiahnya. Tetapi sikap dan pemikiran manusia-manusia ‘serba tanggung’ seperti ini juga sudah diperingatkan oleh Allah Ta’alla.
Hal ini sesuai dengan apa yang telah Allah Ta’alla terangkan di dalam firman-Nya, di dalam Surah Al-A’raf: 96, yang artinya:
وَلَوۡ اَنَّ اَهۡلَ الۡقُرٰٓى اٰمَنُوۡا وَاتَّقَوۡا لَـفَتَحۡنَا عَلَيۡهِمۡ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَآءِ وَالۡاَرۡضِ وَلٰـكِنۡ كَذَّبُوۡا فَاَخَذۡنٰهُمۡ بِمَا كَانُوۡا يَكۡسِبُوۡنَ
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS: Al-A’raf:96).
Al-Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan, yang dimaksud keberkahan dari langit dan bumi adalah hujan dan tumbuh-tumbuhan. Sementara itu, Al-Baghawi dalam kitab Anwar al-Tanzil wa Asrar al-Ta’wil menjelaskan, keberkahan dalam ayat tersebut adalah diluaskan dan dimudahkannya berbagai macam kebaikan di seluruh penjuru.
Ramadhan Solusi Keterpurukan
Banyak cara agar manusia menjadi hamba yang bertaqwa kepada Allah Ta’alla, salah satunya adalah dengan berpuasa di bulan suci Ramadhan. Hal ini sesuai dengan yang telah Allah Ta’alla firmankan di dalam Al-Quran Dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 183, Allah SWT berfirman, yang artinya:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ كُتِبَ عَلَيْكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Wahai orang-orang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu. (berpuasa) agar kamu bertaqwa.” (QS: Al-Baqarah: 183).
Tak hanya dalil Al-Quran, dalil hadits pun juga menegaskan posisi hukum puasa Ramadhan.
عَنْ أَبِيْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ: (بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ، وَحَجِّ البَيْتِ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ) رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dia berkata: ” Rasulullah ﷺ bersabda: ”Islam itu dibangun di atas lima dasar: persaksian (syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah subhanahu wa ta’ala dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, haji (ke Baitullah) dan puasa di bulan Ramadhan.” (HR: Al Bukhari dan Muslim).
Menurut tafsir dari Syaikh Abdurrahman bin Nashir As Sa’di rahimahullah tentang keterkaitan antara puasa dengan ketaqwaan: “Puasa itu salah satu sebab terbesar menuju ketaqwaan. Karena orang yang berpuasa telah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangannya. Selain itu, keterkaitan yang lebih luas lagi antara puasa dan ketaqwaan, yaitu:
1. Orang yang berpuasa menjauhkan diri dari yang diharamkan oleh Allah Ta’alla berupa makan, minum, jima’ dan semisalnya. Padahal jiwa manusia memiliki kecenderungan kepada semua itu. Ia meninggalkan semua itu demi mendekatkan diri kepada Allah Ta’alla, dan mengharap pahala dari-Nya. Ini semua merupakan bentuk taqwa.
2. Orang yang berpuasa melatih dirinya untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’alla, dengan menjauhi hal-hal yang disukai oleh nafsunya, padahal sebetulnya ia mampu untuk makan, minum atau berjima tanpa diketahui orang, namun ia meninggalkannya karena sadar bahwa Allah Ta’alla mengawasinya
3.Puasa itu mempersempit gerak setan dalam aliran darah manusia, sehingga pengaruh setan melemah. Akibatnya, maksiat pun dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga niatnya untuk berbuat kejahatan, seperti korupsi, mencuri, membunuh, menindas, mabuk, berzina, membohongi rakyat, curang, pamer harta, mencari-cari cara untuk memuluskan jalan demi kepentingan pribadi dan kelompoknya, menilap uang pajak negara, dan segala bentuk kejahatan pribadi maupun kejahatan sosial lainnya dapat dihilangkan.
4.Puasa itu secara umum dapat memperbanyak ketaatan dan keimanan kepada Allah Ta’alla, dan ini merupakan tabiat orang yang bertaqwa.
5. Dengan puasa, orang kaya merasakan perihnya rasa lapar, sehingga ia akan lebih peduli dan berempati kepada orang-orang faqir yang kekurangan. Dan ini juga merupakan tabiat orang yang bertaqwa”.
Ramadhan sesungguhnya adalah kesempatan bagi umat manusia untuk mendapatkan kasih sayang dan pendidikan dari Allah Ta’alla. Dengan berpuasa di bulan suci Ramadhan, manusia sebagai hamba Allah Ta’alla digembleng untuk menjadi hamba yang bertaqwa, sehingga dengan menjadi hamba yang bertaqwa.
Karenanya pasti Allah Ta’alla akan meridhoi, menyelamatkan dan memberkahi negeri dimana manusia-manusia itu tinggal. Apakah ada keberuntungan yang lebih tinggi di dunia ini, selain keberuntungan karena ridho, keberkahan, dan keselamatan dari Allah Ta’alla?
Dengan berpuasa di bulan suci Ramadhan, dan mendidik diri menjadi pribadi yang bertaqwa, itu artinya kita telah menyelamatkan bangsa dan negara kita dari keterpurukan akibat dari kebodohan kita sendiri, dan semoga berlanjut terus di 11 bulan berikutnya, dan begitupun seterusnya sampai menjelang hari akhir.
Dengan demikian jelaslah bahwa selama ini, dari banyaknya kesulitan atau masalah yang membelit negeri ini, baik itu dalam masalah rendahnya adab, ekonomi, politik, hukum, Pendidikan, dan lainnya, apakah kita sebagai manusia-manusia hamba Allah Ta’alla yang tinggal di negeri yang bernama Indonesia ini sudah termasuk kategori sebagai manusia atau hamba yang bertaqwa menurut Allah Ta’alla?
Atau mungkin sebaliknya, kita masih termasuk kategori sebagai manusia dan hamba yang mendurhakai-Nya, sehingga terlalu banyak kesulitan atau masalah yang membelit negeri ini, yang notabene disebabkan oleh kebodohan dan ‘ngeyelnya’ manusia-manusia Indonesia (baca: kita) itu sendiri.
Ya, bodoh karena tidak pernah mau mencaritahu semua petunjuk dari Allah Ta’alla, dan ‘ngeyel’ karena kalaupun kita sudah tahu tentang petunjuk-petunjuk-Nya tersebut, kita malah membandingkan semua petunjuk-petunjuk Allah Ta’alla tersebut dengan segala ‘petunjuk-petunjuk’ dari sesama manusia lainnya, atau juga malah membandingkannya dengan hukum-hukum buatan manusia.
Jadi, janganlah merasa heran jika harga-harga kebutuhan pokok selalu menjadi naik menjelang bulan suci Ramadhan, dan inflasi harga yang tinggi di setiap tahunnya. Mungkin itulah ‘resiko’ yang harus kita terima karena ketidakbertaqwaan kita sebagai hamba penghuni sebuah bangsa yang bernama Indonesia selama in.
Semoga dengan menjadi manusia yang bertaqwa di bulan suci Ramadhan 1444 H ini, dan juga 11 bulan lainnya kedepan, dan seterusnya sampai hari akhir tiba, baik dengan ketaqwaan secara pribadi maupun ketaqwaan secara sosial, kita dapat menempuh cara singkat yang cepat (fast short cut) dalam menyelamatkan bangsa ini.
Hal in agar Allah Ta’alla mengangkat segala kesulitan hidup bangsa ini, dan mengirimkan kita pemimpin-pemimpin atau penyelenggara negara yang baru, yang bertaqwa, amanah, cerdas, beradab, dan bukan pemimpin-pemimpin atau para penyelenggara negara yang durhaka, korup, licik, munafik, bodoh, dan pandai membohongi rakyat. Aamiin ya Rabbal’alamiin.*
Pemerhati Pendidikan/ Sekolah Pascasarjana UIKA, Bogor/ Anggota PJMI/ Anggota PB Al Washliyah
HIDAYATULLAH