Berkah Haji Buat UMKM

UMKM penjual oleh-oleh haji mengalami peningkatan penjualan.

Penjualan perlengkapan haji di Kota Medan, Sumatera Utara mengalami peningkatan menjelang musim haji 2023.

Salah seorang pedagang perlengkapan haji, Agus Salim, di Medan, Ahad, mengaku peningkatan penjualan perlengkapan haji tahun ini mencapai 45 persen.

“Alhamdulillah, penjualan meningkat. Jika dibandingkan tahun lalu, naik hingga 45 persen, rata-ratanya segitu,” ujarnya.

Pria yang berjualan di Pasar Ikan Lama Jalan Perniagaan Kota Medan ini menjelaskan, pembeli tidak hanya warga Kota Medan, tetapi juga dari Banda Aceh, Lhokseumawe, Pekanbaru, Langkat, Gunung Tua dan sejumlah daerah lainnya.

“Di sini kita menjual cukup lengkap seperti kain ihram, ikat pinggang haji, handuk, sarung, sepatu dan lain-lain. Rata-rata harganya mulai dari puluhan ribu sampai ratusan ribu rupiah,” katanya.

Hal serupa juga diungkapkan Muklis. Pedagang yang sudah 15 tahun berjualan perlengkapan haji ini juga mengaku mendapati penjualan yang meningkat tahun ini.

“Iya, menjelang musim haji tahun ini banyak calon jamaah haji yang mencari perlengkapan ibadah haji,” ujarnya.

Muklis menyebut perlengkapan haji yang paling banyak dicari yakni kaos, celana bargo-bargo, kerudung besar, kaos kaki serta pakaian dalam.

“Cuma tahun ini ada kenaikan harga di beberapa barang, seperti pakaian dalam atau kaos oblong yang kemarin kita jual Rp20.000 sekarang kita jual Rp30.000,” katanya.

sumber : Antara

Tips Agar Menjadi Haji Mabrur

 Berikut tips agar menjadi haji mabrur. Haji merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilakukan oleh umat Muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Haji yang diterima atau disebut sebagai haji mabrur adalah haji yang dilakukan dengan ikhlas, sesuai tuntunan Rasulullah SAW, dan mendapatkan ridha Allah SWT.

وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

Artinya: (Di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, (yaitu bagi) orang yang mampu109) mengadakan perjalanan ke sana. Siapa yang mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu pun) dari seluruh alam.

Tips Agar Menjadi Haji Mabrur

Dalam upaya untuk mendapatkan haji mabrur, ulama telah memberikan petunjuk dan pedoman yang lengkap. Berikut adalah beberapa tips agar mendapatkan dan menjadi haji mabrur menurut ulama.

  1. Memperbarui Niat dan Meningkatkan Iman

Niat yang tulus dan iman yang kuat merupakan fondasi utama untuk mendapatkan haji mabrur. Seorang Muslim harus memiliki niat yang murni dan benar-benar ikhlas dalam menjalankan ibadah haji.

Dalam kitab “Fathul Majid” karya Syaikh Abdul Rahman bin Hasan Al-Alshaikh, dijelaskan pentingnya niat yang tulus dan kuat dalam melakukan segala ibadah, termasuk haji.

“إن النية المخلصة هي أساس العبادة، فعلى المسلم أن يكون له نية طاهرة وصادقة في أداء مناسك الحج، وهذا ما يشرحه الشيخ عبد الرحمن بن حسن الألشيخ في كتابه “فتح الماجد”.

Artinya: Niat yang tulus adalah dasar ibadah, sehingga seorang Muslim harus memiliki niat yang murni dan tulus dalam melakukan manasik haji, dan inilah yang dijelaskan oleh Sheikh Abd al-Rahman bin Hassan al-Sheikh dalam bukunya “Fath al-Majid. ”

2. Memperdalam Pengetahuan tentang Rukun dan Sunnah Haji

Sebelum melaksanakan haji, penting untuk memperdalam pengetahuan tentang rukun dan sunnah haji. Kitab “Bidayatul Mujtahid” karya Ibnu Rusyd memberikan penjelasan mendalam tentang tata cara haji berdasarkan dalil-dalil syar’i.

Dengan memahami rukun dan sunnah haji, seorang Muslim dapat menjalankan ibadah haji dengan benar dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.

3. Memperbaiki Akhlak dan Meningkatkan Ketaqwaan

Selain melaksanakan rukun-rukun haji secara fisik, penting juga untuk memperbaiki akhlak dan meningkatkan ketaqwaan. Kitab “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi memberikan panduan mengenai akhlak yang harus ditingkatkan dalam menjalankan ibadah haji. Dengan memiliki akhlak yang baik dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT, seorang Muslim dapat meraih haji mabrur.

4. Berbuat Baik kepada Sesama

Dalam menjalankan ibadah haji, seorang Muslim juga harus berbuat baik kepada sesama manusia. Bantuan kepada orang lain, berbagi rezeki, dan menahan diri dari sikap buruk adalah beberapa bentuk kebaikan yang harus diperhatikan.

Dalam kitab “Al-Adab al-Mufrad” karya Imam Bukhari, terdapat hadis-hadis yang menunjukkan pentingnya berbuat baik kepada sesama dalam mendapatkan haji mabrur.

5. Menghindari Dosa dan Perbuatan Haram

Untuk mendapatkan haji mabrur, seorang Muslim harus menjauhi dosa dan perbuatan haram. Mengikuti tuntunan syariat Islam, menjaga lidah dari ghibah (mencela), memelihara pandangan dari hal-hal yang terlarang, dan menjauhi perbuatan maksiat adalah beberapa langkah penting dalam mencapai haji mabrur.

Kitab “Mukhtasar Minhajul Qashidin” karya Imam Ibn Qudamah Al-Maqdisi menjelaskan mengenai pentingnya menjaga diri dari dosa dalam pelaksanaan ibadah.

Dalam rangka mendapatkan haji mabrur, sangat penting bagi seorang Muslim untuk memperbarui niat, memperdalam pengetahuan tentang haji, memperbaiki akhlak, berbuat baik kepada sesama, serta menghindari dosa dan perbuatan haram.

Pedoman-pedoman ini didasarkan pada kitab-kitab klasik seperti “Fathul Majid” karya Syaikh Abdul Rahman bin Hasan Al-Alshaikh, “Bidayatul Mujtahid” karya Ibnu Rusyd, “Riyadhus Shalihin” karya Imam Nawawi, “Al-Adab al-Mufrad” karya Imam Bukhari, dan “Mukhtasar Minhajul Qashidin” karya Imam Ibn Qudamah Al-Maqdisi.

Dengan mengikuti petunjuk ulama dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam secara konsisten, diharapkan setiap Muslim dapat meraih haji mabrur yang diiringi ridha Allah SWT. Semoga kita semua diberikan kesempatan untuk melaksanakan ibadah haji dengan sempurna dan mendapatkan haji mabrur.

Demikian penjelasan terkait tips agar menjadi haji mabrur. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Menjauhi Dosa Gibah

Hubungan sosial dalam masyarakat tergambar dari komunikasi yang dibangun dalam pergaulan sehari-hari, khususnya di kalangan anak muda. Hal ini juga tidak terlepas di kalangan kaum tua. Namun sayang, disadari atau tidak, kita kadangkala terjerumus pada perbuatan dosa. Dosa itu dikenal dengan nama “gibah”.

Percakapan dan diskusi dalam hubungan sosial tersebut seakan terasa hambar jika tidak membicarakan tentang seseorang, baik dari segi positif maupun negatifnya. Orang yang dibicarakan tersebut umumnya tidak berada di tengah-tengah percakapan atau diskusi tersebut.

Kita pun menyadari bahwa sebagian besar topik pembicaraan itu terkadang berkaitan dengan aib seseorang yang semestinya kita jaga dan tidak dibicarakan. Meskipun kita tahu kebenaran tentang aib tersebut. Namun, rasa-rasanya godaan setan dan dorongan nafsu untuk tetap membicarakan aib orang lain seakan tak terbendung sehingga tanpa sadar kita telah melakukan perbuatan menggibahi saudara kita sendiri. Wal’iyadzu billah.

Gibah dalam definisi syariat

Perhatikan hadis berikut:

قيل يا رسولَ اللهِ ما الغيبةُ ؟ قال : ذِكرُك أخاك بما يكرهُ . قال : أرأيتَ إن كان فيه ما أقولُ ؟ قال : إن كان فيه ما تقولُ فقد اغتبتَه ، وإن لم يكنْ فيه ما تقولُ فقد بهَتَّه

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya, “Ya Rasulullah, apakah gibah itu?” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “(Gibah) adalah engkau menyebutkan perkara yang tidak disukai saudaramu.” Beliau ditanya, “Bagaimana pendapat engkau, jika yang aku ceritakan tentang saudaraku benar ada padanya?” Beliau menjawab, “Jika yang engkau katakan benar ada padanya, maka sungguh engkau telah menggibahinya. Namun, jika tidak, maka engkau telah menebarkan kedustaan atasnya.” (HR. Muslim (2589), Abu Daud (4874),  At-Tirmidzi (1934), An-Nasa’i (11518), dan Ahmad (8985), disahihkan oleh Al-Albani, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Gibah bersumber dari prasangka. Padahal setiap pikiran memiliki keterbatasan. Hanya saja banyak manusia yang tidak menyadarinya sehingga cukup mudah berprasangka, menghakimi, bahkan menyimpulkan hal-hal yang berkaitan dengan sisi buruk orang lain. Wal’iyadzu billah.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujarat: 11)

Saudaraku, renungkanlah! Meski aib orang yang kita bicarakan itu adalah nyata, selama hal itu merupakan perkara yang tidak disukai oleh orang yang kita bicarakan, maka tetap menjadi hal yang terlarang dalam agama. Karena itulah yang disebut dengan gibah. Sedangkan jika hal itu tidak benar adanya, maka kita telah berbuat kedustaan.

Prasangka adalah awal mula daripada perbuatan gibah karena prasangka membawa seseorang untuk mencari keburukan orang lain. Bayangkan, dalam Al-Qur’an ditegaskan bahwa perumpamaan orang yang menggunjing (menggibah) adalah bagaikan memakan daging saudaranya yang telah mati. Hal ini menunjukkan bahwa sungguh gibah adalah perbuatan yang menjijikkan yang seharusnya kita jauhi.

Agar terhindar dari perbuatan gibah

Pertama: Menjauh dari lingkungan yang buruk

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الرَّجلُ على دِينِ خليلِه ، فلْينظُرْ أحدُكم مَن يُخالِلْ

“Seseorang di atas agama sahabatnya. Hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa yang hendak ia jadikan sahabatnya.”  (HR. Abu Dawud, lihat Kitab Shahih Abu Dawud hal. 4833, dihasankan oleh Al-Albani)

Sebenarnya, kita telah mengetahui karakteristik setiap majelis yang sering kita hadiri, topik apa yang sering dibicarakan, dan bagaimana sifat teman-teman kita yang notabene menyampaikan pikiran dan pendapatnya dalam majelis tersebut. Kemudian, kita pun menyadari bahwa kadangkala percakapan dan diskusi dalam majelis tersebut tidak bisa lepas dari perbuatan gibah.

Oleh karenanya, apabila kita telah mengetahui hal tersebut, itu adalah pertanda bahwa majelis tersebut tidak baik untuk kita sehingga kita bisa mengantisipasi diri untuk tidak terlibat dalam perbuatan gibah. Namun, alangkah lebih baik apabila kita mampu mewarnai majelis tersebut dengan mengalihkan setiap pembicaraan kepada hal-hal yang lebih bermanfaat seperti mendiskusikan tentang rencana mengikuti kajian Islam, ide-ide baru tentang bisnis, serta motivasi untuk saling berwasiat tentang kebenaran dan kesabaran sehingga majelis tersebut menjadi majelis yang memberikan manfaat bagi diri kita dan para sahabat kita.

Kedua: Menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إنَّ من حُسْنِ إسلامِ المرءِ تَركَهُ ما لا يَعْنِيهِ

“Sesungguhnya tanda kebaikan seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.” (HR. At-Tirmidzi dan selainnya, lihat kitab Tarikh Baghdad karya Al-Khatib Al-Baghdadi nomor 12/64, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu)

Meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat adalah hal yang sangat mulia. Di era digital ini, kita mudah hanyut dalam hal-hal yang bahkan tidak bermanfaat sama sekali bagi diri kita, baik terkait urusan dunia maupun akhirat. Utamanya berkaitan dengan pergaulan dalam suatu majelis baik dengan satu, dua, atau banyak manusia. Lagi-lagi, kita lebih mengetahui apakah dengan melibatkan diri dalam majelis tersebut akan mendatangkan manfaat bagi diri kita atau tidak?

Saudaraku, seorang muslim yang bertekad untuk menjalani hari-hari dengan penuh manfaat hendaknya membuat rencana detail apa yang akan ia lakukan. Pada hari itu, pekan itu, tahun itu, dan bahkan apa yang akan ia ikhtiarkan untuk kebaikan dunia dan akhiratnya.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Seorang muslim adalah visioner. Ia mengetahui apa yang harus ia lakukan dengan berbagai manfaat bagi dirinya dan bagi umat. Dengan rencana detail yang telah kita persiapkan, kita menjadi lebih sibuk dengan muhasabah diri. Dan dengannya kita terhindar dari hal-hal yang tidak bermanfaat bagi diri kita khususnya dari perbuatan gibah yang justru mendatangkan dosa.

Ibnu Qayyim rahimahullah berkata,

فطُوبى لمن شغله عيبُه عن عيوب النَّاس

Maka, berbahagialah bagi orang yang menyibukkan dirinya (dengan mengintrospeksi diri) dari aibnya sendiri daripada ia sibuk mencari aib orang lain.” (Lihat Kitab Miftah Darussaadah wa Mansyur Wilayatil Alam wal Iradh karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah, hal. 344)

Menjaga aib orang lain = Menutupi aib diri sendiri

Saudaraku, sadarilah bahwa kita sebagai hamba (yang penuh dengan kekurangan, kesalahan, kekhilafan, dan dosa) adalah manusia yang selamanya bergantung pada kasih sayang Allah Ta’ala. Di antara ketergantungan kita tersebut adalah keinginan agar aib-aib dan dosa-dosa kita ditutupi oleh Allah Ta’ala agar kita dipandang mulia di hadapan manusia.

Ingat! Sekali Allah Ta’ala membuka aib kita, maka sungguh bisa jadi kita akan jauh lebih hina di mata manusia daripada orang-orang yang selama ini kita sebut-sebut aibnya. Oleh karenanya, janganlah kita menjadi penyebab terbukanya aib diri sendiri dengan menyebut-nyebut aib saudara kita sendiri. Allah Ta’ala Mahatahu siapa hamba-hamba-Nya yang lebih hina atau lebih bertakwa di hadapan-Nya.

Muhammad ibnu Wasi’ rahimahullah berkata,

وْ كَانَ لِلذُّنُوبِ رِيحٌ مَا قَدَرَ أَحَدٌ أَنْ يَجْلِسَ إِلَيَّ

“Kalau seandainya dosa ini memiliki bau, niscaya tidak ada seorang pun yang mau duduk denganku.” (Lihat Kitab Muhasabatu An-Nafsi li Ibni Abi Dunya karya Ibnu Abi Dunya, hal. 82)

Wallahu Ta’ala a’lam.

***

Penulis: Fauzan Hidayat

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84901-menjauhi-dosa-gibah.html

Pentingnya Muslim Membangun Kesungguhan

Termasuk salah satu pendorong kesungguhan adalah melihat perjalanan hidup para nabi dan sahabat dalam hidup dan ibadah mereka

KESUNGGUHAN dan keseriusan seorang muslim merupakan cerminan jiwa yang telah tersiram oleh Kitabullah. Karena al-Qur’an adalah Kitab yang haq yang tidak ada laghwu (kesia-siaan) dan juga tidak ada senda gurau di dalamnya.

Allah subhanahu wata´ala berfirman, artinya,

اِنَّهٗ لَقَوۡلٌ فَصۡلٌۙ

وَّمَا هُوَ بِالۡهَزۡلِؕ

“Sesungguhnya al-Qur’an itu benar-benar firman yang memisahkan antara yang hak dan yang bathil, dan sekali-kali bukanlah dia sendau gurau.” (QS: At-Tariq [86]:13-14)

Firman Allah subhanahu wata´ala yang lain, artinya,

إِنَّا عَرَضْنَا ٱلْأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَٱلْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا ٱلْإِنسَٰنُ ۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا

“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.“(QS: 33:72)

Keseriusan dan kesungguhan memiliki tanda-tanda dan fenomena yang amat banyak, di antaranya yaitu:

1. Ikhlash

Ikhlas merupakan salah satu pembeda yang pokok antara seorang yang bersungguh-sungguh dengan yang main-main. Orang yang tidak ikhlas, maka bisa jadi seorang munafik dan bisa jadi adalah riya’.

Sedangkan orang muslim yang sesungguhnya, tidak berbuat munafik dan tidak riya’, sebab tujuannya adalah ridha Allah subhanahu wata´ala dan mengharap pahala-Nya.

2. Ittiba’ (mengikuti) Nabi ﷺ

Ini merupakan pembeda ke dua dari keseriusan seorang muslim, karena seorang muslim akan berusaha maksimal agar amal ibadahnya diterima, sedangkan suatu amal akan diterima jika memenuhi dua syarat, yaitu ikhlas dan mutaba’ah.

3. Adil dan Pertengahan

Serius bukan berarti ekstrim atau berlebihan, namun maknanya adalah adil dan pertengahan. Allah subhanahu wata´ala melarang dari sikap ghuluw (ekstrim), dan Rasulullah ﷺ memberitahukan bahwa ghuluw merupakan sebab kehancuran dan kerusakan.

Sikap pertengahan akan dapat memelihara kelangsungan suatu amal, kontinyuitas dalam ketaatan dan menjaganya agar tidak terputus atau mengalami kebosanan.

4. Intens dalam Ketaatan

Intensif dalam melakukan ketaatan dan mengambil setiap kesempatan untuk melaksanakan berbagai bentuk ibadah, bersyukur dan berdzikir kepada Allah subhanahu wata´ala dan terus menambah hal itu bukan termasuk ghuluw selagi dilakukan dalam batas-batas syara’.

Sebagaimana dimaklumi bahwa iman itu bertambah dan berkurang, bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Dan mempertahankan ketaatan, membuka pintu-pintuk kebaikan dan ikut andil di dalamnya merupakan penambah keimanan sekaligus merupakan bukti dari kesungguhan seorang muslim dalam beribadah.

5. Jelas dalam Tujuan

Seorang muslim meskipun berbeda profesi dan bermacam-macam bidang yang mereka geluti namun mereka memiliki tujuan pokok dan prinsip yang sama yakni mencari keridhaan Allah subhanahu wata´ala dan mengharap pahala di sisi-Nya.

Oleh karena itu seorang muslim menjadikan seluruh aktivitasnya sebagai bentuk ibadah, wasilah dan sarana untuk mencapai tujuan pokok tersebut.

Dengan tujuan yang terpuji ini maka kita dapat menjadikan tidur, makan,minum, kesibukan dan juga waktu luang kita sebagai bagian dari ibadah yang mendapatkan pahala, jika diniatkan dengan benar ketika melakukaknnya.

6. Berkemauan Tinggi

Berkemauan tinggi merupakan ciri dari orang-orang yang serius, sebab seorang yang berkemauan tinggi tidak rela dengan kemalasan, tidak mudah bosan dan tidak suka berleha-leha.

Keinginannya selalu menggiringnya kepada perkara-perkara yang tinggi dan permasalahan yang besar, maka di antara mereka ada yang tekun dalam mendalami ilmu, ada yang serius dalam beribadah, ada yang sungguh-sungguh dalam menerapkan akhlaq dan adab dan lain sebagainya.

Meskipun umur mereka pendek, namun dengan keseriusan dan kesungguhan, mereka mampu berpindah dari satu kondisi ke kondisi yang lebih sempurna, dari satu kedudukan ke kedudukan yang lebih tinggi dan seterusnya hingga ajal menjemput. Allah subhanahu wata´ala berfirman,

وَٱعْبُدْ رَبَّكَ حَتَّىٰ يَأْتِيَكَ ٱلْيَقِينُ

“Dan sembahlah Rabbmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr [15]:99).

7. Berteman dengan Orang Serius

Salah satu hal yang dapat menjadi kan seorang muslim tetap dalam keseriusan adalah berteman dengan orang serius, karena manusia akan terpengaruh dengan teman pergaulan nya.

Jika seseorang berteman dengan orang yang senang berbuat sia-sia, main-main dalam hidup, senang kepada kebatilan, menyia-nyiakan waktu, maka dia pun akan terpengaruh oleh mereka dan akan menjadi salah satu bagian dari mereka.

8. Tegar Menghadapi Masalah

Orang yang sungguh-sungguh akan tegar dalam menghadapi masalah dan dia tidak lari darinya tanpa berusaha mencari solusinya. Dia hadapi masalah dengan bijak dan tenang, dan ia jadikan itu sebagai tonggak untuk memulai sebuah langkah baru, sehingga dengan kemampuan dan pikiran yang telah diberikan oleh Allah subhanahu wata´ala permasalahan akan terselesaikan dan jalan keluar dari berbagai ujian dan cobaan akan diperoleh.

Di antara yang perlu diperhatikan adalah mencari waktu yang tepat untuk menyelesaikan masalah, yakni waktu-waktu yang lapang dan tenang untuk dapat merenung dan mencurahkan pikiran dengan maksimal.

Selain itu juga terkadang perlu untuk meminta pendapat dari pihak lain, terutama teman-teman dan sahabat yang diketahui responsif, mempunyai kemampuan berpikir dengan teliti dalam memandang suatu masalah.

9. Syamil (Universal)

Seorang muslim yang bersungguh sungguh tidak pilih-pilih dalam melaksanakan agamanya, sebagai mana hal itu diperintahkan Allah subhanahu wata´ala dalam firman-Nya, artinya,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱدْخُلُوا۟ فِى ٱلسِّلْمِ كَآفَّةً وَلَا تَتَّبِعُوا۟ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيْطَٰنِ ۚ إِنَّهُۥ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhannya.” (QS. Al-Baqarah:208)

Ibnu Abbas radhiyallahu `anhu berkata, ” Makna ayat ini adalah kerjakan seluruh amal perbuatan dan seluruh sisi kebaikan.” (Tafsir Ibnu Katsir 1/324)

Seorang muslim tidak boleh membuang bagian dari agama Allah sekehendaknya, mengambil yang ini dan meninggalkan yang itu sesukanya. Juga bukan cermin keseriusan bila hanya mengerjakan perkara-perkara yang mudah dan enak saja lalu enggan dengan berbagai kewajiban lainnya.

10. Pantang Menunda-nunda

Seorang yang berjiwa serius pantang menunda-nunda dan pantang bersandar kepada angan-angan dusta. Tetapi dia bersegera untuk melakukan ketaatan, menyibukkan diri dengan ibadah dan aktivitas yang berguna.

Dia bertaubat dan beristighfar setiap saat, sebelum dan sesudah melakukan ibadah, dan dia tidak mengatakan, “Nanti saja aku bertaubat, besok saja aku introspeksi diri dan lain sebagainya.” Dia kerjakan shalat dengan baik dan tepat waktu, membaca al-Qur’an dan merenungkan isinya dan dia tidak mengatakan, “Nanti aku akan shalat dengan baik dan banyak membaca al-Qur’an.”

11. Melihat Sirah Nabi dan Shahabat

Termasuk salah satu pendorong kesungguhan adalah dengan melihat perjalanan hidup para nabi dan shahabat sebagai manusia yang penuh dengan kesungguhan dalam hidup mereka. Allah subhanahu wata´ala berfirman, artinya,

لَقَدْ كَانَ فِى قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّأُو۟لِى ٱلْأَلْبَٰبِ ۗ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal.” (QS: Yusuf:111)

12. Menjauhi Sikap Glamour dan Mewah

Setiap orang yang berakal sepakat bahwa nikmat itu tidak dapat diperoleh dengan leha-leha, dan kemuliaan tidak akan tercapai kecuali dengan susah payah.

Maka menghindari gaya mewah dan menjauhi sikap berlebihan merupakan jalan untuk mencapai tingginya himmah (keinginan). Sebagian salaf berkata, “Ilmu itu tidak dapat diraih dengan bersantai-santai.”*/Abdullah Hadrami, sumber “Al Jiddiyah, Thariqul Khairiyah”  

HIDAYATULLAH

Adab Tidur Sesuai Sunnah Rasulullah

Berikut ini adalah adab tidur sesuai sunnah Rasulullah. Sering kali kita dihadapkan dengan kondisi tubuh yang lemah, letih, lesu, usah jalani aktivitas keseharian. 

Dari mulai pegal-pegal karena kerja, ribetnya mengurus rumah, pusing kuliah ataupun merasa capek usai keluar bepergian. Tentunya obat dari lelahnya tubuh adalah istirahat, rehat dari segala aktifitas dan tidur sejenak khususnya di malam hari. 

Adab Tidur Sesuai Sunnah Rasulullah

Nah agar kualitas tidur kita baik, berikut diantaranya beberapa sunnah Rasul yang dapat dilakukan kaum muslimin ketika hendak tidur. 

  1. Ambil Wudhu Sebelum Tidur

Rasulullah SAW berpesan kepada para sahabat untuk berwudhu sebelum tidur :

إِذَا أَتَيْتَ مَضْجَعَكَ فَتَوَضَّأْ وُضُوْءَكَ لِلصَّلاَةِ 

“Apabila engkau hendak mendatangi pembaringan (tidur), maka hendaklah berwudhu terlebih dahulu sebagaimana wudhumu untuk melakukan sholat.” (HR Al Bukhari dan Muslim no 2710).

  1. Mengibaskan Tempat Tidur

Dalam sebuah hadis ada yang menjelakan terkait adab ketika hendak tidur dalam ajaran Islam, yakni sunnah untuk melafatkan basmalah, serta mengibaskan kain pada alas kasurnya ketika umat muslim hendak tidur: 

إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمْ إِلَى فِرَاشِهِ فَلْيَأْخُذْ دَاخِلَةَ إِزَارِهِ فَلْيَنْفُضْ بِهَا فِرَاشَهُ وَلْيُسَمِّ اللهَ فَإِنَّهُ لاَ يَعْلَمُ مَا خَلَفَهُ بَعْدَهُ

“Jika salah seorang di antara kalian akan tidur, hendaklah mengambil potongan kain dan mengibaskan tempat tidurnya dengan kain tersebut sambil mengucapkan, bismillaah, karena ia tidak tahu apa yang terjadi sepeninggalnya tadi.” (HR Al Bukhari, Muslim, At Tirmidzi, dan Abu Dawud).

  1. Ketika Tidur Memiringkan Tubuh ke Kanan

اِضْطَجِعْ عَلَى شَقِّكَ اْلأَيْمَنِ 

“Berbaringlah di atas rusuk sebelah kananmu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

  1. Meletakan Tangan di bawah Pipi Kanan

Ketika umat mencintai Nabi Muhammad ﷺ, dia akan senantiasa mengikutinya, termasuk beberapa adab yang telah beliau ajarkan sebelum tidur, seperti meletakan tangan kanan di bawah pipi.

كـان إذا رقـد وضع يده اليمنى تحت خـده 

“Rasulullah SAW apabila tidur meletakkan tangan kanannya di bawah pipi kanannya.” (HR Abu Dawud).

  1. Membaca Surat Al Kafirun

قُلْ يا أيُّها الكافِرُونَ ثُمَّ نَمْ على خاتِمَتِها فإنَّها بَرَاءَةٌ مِنَ الشِّرْكِ 

“Bacalah surat Al Kafirun kemudian tidurlah engkau di penghujung ayatnya karena dia melepaskanmu dari kesyirikan.” (HR Abu Dawud).

  1. Mengusap Tubuh

أنَّ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ كانَ إذا أوَى إلى فِراشِهِ كُلَّ لَيْلَةٍ جَمع كَفَّيْهِ، ثُمَّ نَفَثَ فِيهِما فَقَرَأَ فِيهِما: قُلْ هو اللَّهُ أحَدٌ وقُلْ أعُوذُ برَبِّ الفَلَقِ وقُلْ أعُوذُ برَبِّ النَّاسِ، ثُمَّ يَمْسَحُ بهِما ما اسْتَطاعَ مِن جَسَدِهِ، يَبْدَأُ بهِما علَى رَأْسِهِ ووَجْهِهِ وما أقْبَلَ مِن جَسَدِهِ يَفْعَلُ ذلكَ ثَلاثَ مَرَّاتٍ

Dalam hadis tersebut menceritakan tentang kebiasaan Rasulullah ﷺ ketika hendak tidur. Beliau meniupkan pada telapak tangan sambil membaca Qul Huwallahu Ahad (surat Al Ikhlas) dan mu’awwidzatain (surat An Naas dan Al Falaq), kemudian beliau mengusapkan pada wajah dan seluruh tubuh. Ketika beliau sakit, beliau menyuruhku melakukan hal itu (HR Bukhari). 

  1. Membaca Ayat Kursi 

Ayat kursi akan menjaga umat muslim yang membacanya, dari gangguan setan. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadis:

إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ، فَاقْرَأْ آيَةَ الكُرْسِيِّ: {اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلَّا هُوَ الحَيُّ القَيُّومُ}، حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ، فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ، وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ

“Jika kamu hendak tidur, bacalah ayat kursi sampai selesai satu ayat. Maka akan ada penjaga dari Allah untukmu, dan setan tidak akan mendekatimu sampai pagi.” (HR Bukhari).

  1. Membaca Dua Ayat Terakhir Al Baqarah 

الآيَتَانِ مِنْ آخِرِ سُورَةِ البَقَرَةِ، مَنْ قَرَأَهُمَا فِي لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ 

“Dua ayat terakhir surat Al Baqarah, siapa yang membacanya di suatu malam, itu sudah cukup baginya.” (HR Bukhari dan Muslim).

  1. Bertakbir Pada Allah SWT 

Dalam salah satu riwayat hadis Bukhari mengkisahkan putri Rasulullah Fatimah yang mengadukan kepada Nabi SAW perihal tangannya yang lecet akibat mengaduk gandum. Fatimah meminta seorang pelayan, tetapi dia tidak menemui beliau, lalu Fatimah menitipkan pesan kepada Aisyah. 

Ketika Nabi datang, Aisyah pun menyampaikan pesan kepada baginda Nabi. Ali melanjutkan, 

“Kemudian beliau datang kepada kami ketika kami tengah berbaring (di tempat tidur), maka akupun bangkit berdiri, namun beliau bersabda: “Tetaplah pada tempat kalian berdua.” 

Kemudian Rasul duduk di samping Ali dan Fatimah sampai putrinya merasakan dinginnya kedua telapak kaki beliau, lalu Nabi Muhammad bersabda;

 “Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu yang lebih baik bagi kalian berdua daripada seorang pelayan, apabila kalian berdua hendak tidur maka bertakbirlah kepada Allah sebanyak tiga puluh tiga kali, bertasbihlah sebanyak tiga puluh tiga kali dan bertahmidlah sebanyak tiga puluh empat, dan ini semua lebih baik buat kalian berdua dari seorang pelayan.” (HR Bukhari).

  1. Membaca Doa Tidur

Dalam kitab Al-Adzkar karya Syaikh Abu Zakariya Muhyiddin an-Nawawi dituliskan doa sebelum tidur yang dibaca Rasul yaitu seperti di bawah ini:

بِاسْمِكَ اللهُمَّ أَحْيَا وَأَمُوْتُ

Artinya: “Dengan menyebut nama Allah yang menghidupkan dan mematikan.”

Demikian penjelasan terkait adab tidur sesuai sunnah Rasulullah. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Viral Artis Buka Cadar Depan Publik, Berdosakah?

Tengah viral di media sosial, seorang artis IR yang buka cadar di depan khalayak umum. Pelepasan cadar tersebut yang telah bertahun-tahun telah pakai. Alasannya, memutuskan membuka cadar karena demi pekerjaan. Sebab ia harus tetap bertahan hidup meskipun tanpa Virgoun, suami yang menceraikannya. Lantas artis buka cadar depan publik, berdosakah?

Sejatinya, Pemakaian cadar adalah praktik yang umum di beberapa masyarakat Muslim. Namun, pendapat ulama mengenai hukum mengenakan cadar masih menjadi perdebatan dalam dunia Islam. Artikel ini akan membahas pandangan beberapa ulama terkenal tentang hukum mengenakan cadar, serta merujuk kepada kitab-kitab penting yang menjadi referensi mereka.

Pendapat Ulama tentang Cadar

Pertama, Imam Abu Hanifah: Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa cadar tidak wajib bagi perempuan Muslim. Dia berargumen bahwa menutup wajah bukanlah kewajiban yang ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an atau Sunnah Nabi Muhammad. Pendapat ini sebagaimana dijelaskan oleh Ali bin Abu Bakar al-Marghinani, al-Hidayah Syarh Al-Bidayah, juz 1, halaman 285;

وَبَدَنُ الْحُرَّةِ كُلُّهَا عَوْرَةٌ إِلَّا وَجْهَهَا وَكَفَّيْهَا

“Dan keseluruhan badan perempuan merdeka adalah aurat, kecuali wajahnya dan kedua telapak tangannya.”.

Kedua, Imam Malik: ulama mazhab Maliki menyatakan, memakai cadar hukumnya makruh karena termasuk berlebih-lebihan dalam beragama.

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam Al-Mausu’atul Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah, juz XLI, halaman 134;

الاِنْتِقَابُ فِيهَا لِأجْلِهَا أَوْ لاَ ، لِأَنَّهُ مِنَ الْغُلُوِّ.وَيُكْرَهُ النِّقَابُ لِلرِّجَال مِنْ بَابِ أَوْلَى إِلاَّ إِذَا كَانَ ذَلِكَ مِنْ عَادَةِ قَوْمِهِ ، فَلاَ يُكْرَهُ إِذَا كَانَ فِي غَيْرِ صَلاَةٍ ، وَأَمَّا فِي الصَّلاَةِ فَيُكْرَهُ .وَقَالُوا : يَجِبُ عَلَى الشَّابَّةِ مَخْشِيَّةِ الْفِتْنَةِ سَتْرٌ حَتَّى الْوَجْهِ وَالْكَفَّيْنِ إِذَا كَانَتْ جَمِيلَةً ، أَوْ يَكْثُرُ الْفَسَادُ.

Artinya, “Madzhab Maliki berpendapat bahwa dimakruhkan wanita memakai cadar—artinya menutupi wajahnya sampai mata—baik dalam shalat maupun di luar shalat atau karena melakukan shalat atau tidak karena hal itu termasuk berlebihan (ghuluw).

Dan lebih utama cadar dimakruhkan bagi laki-laki kecuali ketika hal itu merupakan kebiasaan yang berlaku di masyarakatnya, maka tidak dimakruhkan ketika di luar shalat.

Adapun dalam shalat maka dimakruhkan. Mereka menyatakan bahwa wajib menutupi kedua telapak tangan dan wajah bagi perempuan muda yang dikhawatirkan bisa menimbulkan fitnah, apabila ia adalah wanita yang cantik, atau maraknya kebejatan moral,” .

Ketiga,  Imam Asy-Syafi’i. Imam Asy-Syafi’i berpendapat bahwa cadar adalah sunnah dan ada juga yang mengatakan wajib [sangat dianjurkan]. Menurutnya,  menutup wajah dengan cadar adalah bagian dari ketaatan kepada Allah dan menjaga kehormatan perempuan.

وَاخْتَلَفَ الشَّافِعِيَّةُ فِي تَنَقُّبِ الْمَرْأَةِ ، فَرَأْيٌ يُوجِبُ النِّقَابَ عَلَيْهَا ، وَقِيل : هُوَ سُنَّةٌ ، وَقِيل : هُوَ خِلاَفُ الأَوْلَى

Artinya, “Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai hukum memakai cadar bagi perempuan. Satu pendapat menyatakan bahwa hukum mengenakan cadar bagi perempuan adalah wajib. Pendapat lain (qila) menyatakan hukumnya adalah sunah. Dan ada juga yang menyatakan khilaful awla,”

Selanjutnya Syekh Syarqawi dalam kitab Hasyiyatus Syarqawi Ala Tuhfathit Tullab, juz 1, h. 174 mengatakan bahwa aurat perempuan di depan laki-laki sejatinya seluruh dirinya, termasuk wajah dan telapak tangannya. Simak penjelasannya:

 أَمَّا عَوْرَتُهَا خَارِجَ الصَّلَاةِ بِالنِّسْبَةِ لِنَظَرِ الْأَجْنَبِيِّ إِلَيْهَا فَجَمِيْعُ بَدَنِهَا حَتَّى الْوَجْهَ وَالْكَفَّيْنِ

   “Adapun aurat perempuan di luar shalat dari sisi pandangan laki-laki lain terhadap dirinya adalah seluruh badannya, sampai wajah dan kedua telapak tangan.”

Empat, Imam Ahmad bin Hanbal: Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat bahwa cadar adalah tidak wajib bagi perempuan muslimah. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibnu Qudamah al-Hanbali:

 وَالْمَرْأَةُ كُلُّهَا عَوْرَةٌ إِلَّا الْوَجْهَ، وَفِي الْكَفَّيْنِ رِوَايَتَانِ

“Dan seluruh tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah. Sedangkan terkait kedua telapak tangan terdapat dua riwayat.”

Kesimpulan

Perbedaan pendapat ulama tentang hukum mengenakan cadar menggambarkan keragaman dalam pemahaman Islam. Ada ulama yang berpendapat bahwa cadar tidak wajib, sementara yang lain menganggapnya sunnah atau bahkan wajib.

Oleh karena itu, penting bagi setiap Muslimah untuk memahami argumen-argumen dari berbagai ulama dan merujuk kepada kitab-kitab yang menjadi referensi mereka. Memahami konteks sosial, budaya, dan hukum negara juga merupakan faktor penting dalam menentukan pendekatan pribadi terhadap penggunaan cadar.

Dengan demikian, perdebatan tentang hukum mengenakan cadar adalah bagian dari diskusi yang berkelanjutan dalam dunia Muslim. Hal ini menekankan pentingnya menghormati pendapat dan pandangan ulama, sambil juga memahami bahwa konteks dan interpretasi dapat berbeda di antara individu dan masyarakat yang berbeda.

BINCANG SYARIAH

Petugas Haji Diminta Perlakukan Jamaah Layaknya Orang Tua Sendiri

Melayani jamaah haji merupakan sebuah kemuliaan.

Kementerian Agama menggelar Pelepasan Pemberangkatan Petugas Haji Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Arab Saudi Tahun 1444 H/2023 di Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, Jumat (19/5/2023). Hadir dalam acara pelepasan, Direktur Bina Haji, Ditjen Penyelenggara Haji dan Umroh (PHU), Kementerian Agama, Arsad Hidayat.

Arsad mengatakan, melayani jamaah  haji merupakan sebuah kemuliaan. Tidak setiap orang mendapatkan tugas kemuliaan tersebut. Arsad pun memaparkan ada tujuan petugas haji diberangkatkan lebih dulu.

“Keberangkatan petugas dilaksanakan lebih awal guna memastikan layanan untuk jamaah haji sudah siap seperti akomodasi, kesehatan, pemondokan, katering dan transportasi, ” paparnya di hadapan ratusan petugas haji.

Dia mengatakan petugas haji harus mengedepankan 3S yakni senyum, salam, dan sapa kepada para jemaah haji Indonesia. “Jadi jangan nanti ketika jamaah haji datang ada keluhan, kita tidak boleh menghindar, harus dihadapi minimal mendengarkan, senyum,” kata dia.

Arsad mengatakan petugas haji harus memperlakukan jamaah layaknya seperti orang tua sendiri. “Kalau kita mau mendatangkan orang tua ke rumah kita, persiapkan makanannya paling enak, tempat istirahat agar mereka merasa senang, nyaman dan puas dengan pelayanan,” kata dia.

Pada Sabtu pagi (20/5/2023), sebanyak 492 petugas haji bertolak ke Jeddah, Arab Saudi. Dari total 492 petugas, 363 orang dari Kemenag dan 129 orang dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang terdiri dari dokter dan perawat. Adapun Kementerian Agama terdiri dari unsur pelayanan jemaah (linjam), media center haji, akomodasi, katering, transportasi, hingga petugas khusus menangani jemaah lanjut usia (lansia).

Dari total 492 petugas haji akan ditempatkan di daerah kerja (daker) Madinah dan daker bandara. Sementara petugas haji daker Makkah akan diberangkat pada 27 Mei dan 30 Mei 2023.

Seperti diketahui, Tanggal 24 Mei 2023 (4 Zulkaidah 1444): Awal pemberangkatan jemaah haji gelombang I dari tanah air ke Madina. Pada tanggal 2 Juni 2023 (13 Zulkaidah 1444): Awal pemberangkatan jemaah haji gelombang I dari Madinah ke Makkah hingga jelang puncak ibadah haji.

IHRAM

Respons Jamaah Haji soal Living Cost Dipotong 50 Persen

Kementerian Agama mengumumkan adanya pengurangan dana kebutuhan hidup (living cost) para calon jamaah haji 1444 H. Tak tanggung-tanggung, dana dipangkas hingga 50 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun ini, ongkos hidup selama di tanah suci yang diberikan hanya sebanyak 750 riyal atau Rp 3.030.000 saja. Jumlah ini hanya setengahnya dari dana living cost tahun sebelumnya yang mencapai 1.500 riyal atau sekitar Rp 6 juta.

Salah satu calhaj asal Kota Bandung Titi Maria (61) mengaku cukup kecewa dengan keputusan ini. Menurutnya informasi mengenai besaran living cost kerap kali berubah-ubah. Padahal, mayoritas jamaah mengandalkan dana living cost sebagai anggaran selama berada di tanah suci, sambungnya.

“Living cost itu kan kadang-kadang kita awalnya beritanya segini taunya segitu, harusnya dari awal ada kepastian. Kan maaf kata tidak semua orang punya kemampuan anggaran yang cukup, kan ada yang mungkin mengharapkan living cost dari sana,” keluh Titi saat ditemui Republika usai acara pelepasan Calhaj Kota Bandung tahun 2023 di Pusdai Jawa Barat, Sabtu (20/5/2023).

Kepala Bidang Penyelenggara Haji Umrah Kemenag Jabar Boy Hari Novian mengatakan, untuk calhaj 2023, dana living cost yang diberikan hanya sebanyak 750 riyal atau Rp 3.030.000 saja. Jumlah ini hanya setengah dari dana living cost tahun sebelumnya yang mencapai 1.500 riyal atau sekitar Rp 6 juta.

Pengurangan ini, menurut Boy, disebabkan naiknya ketentuan biaya haji yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi, sehingga perlu adanya langkah penyesuaian yang dilakukan. Dia juga menegaskan bahwa kenaikan ini bukan keinginan atau intervensi dari Pemerintah Indonesia.

“Penurunan ini memang turun setengahnya, itu disebabkan adanya kenaikan biaya oleh pihak Saudi jadi pemerintah indonesia tidak menaikkan biaya haji tapi kita menyesuaikan dengan pihak penentu kebijakan biaya yaitu pemerintah Arab Saudi,” tegasnya.

“Karena memang ada beberapa komponen biaya yang naik dari sebelumnya, makanya kita lakukan efisiensi dengan mengkurangi living cost agar biaya haji tidak terlalu membebani jamaah,” sambung Boy.

Kepala Kemenang Kota Bandung Tedi Ahmad Junaedi juga mengungkapkan pernyataan serupa. Menurutnya, kenaikan ini merupakan upaya penyesuaian yang dilakukan Pemerintah Indonesia atas kenaikan biaya yang ditetapkan Pemerintah Saudi. Kenaikan biaya tersebut, sambung dia, diantaranya berasal dari kenaikan biaya penginapan dan katering.

“Jadi kami alihkan kenaikan biaya tersebut dengan mengurangi dana living cost, dan memang pengurangan ini sudah diinformasikan ke jamaah dan tidak ada masalah sehingga kita concern pada upaya menyukseskan ibadah haji,” ujarnya.

IHRAM

Berhala Ketiga di Muka Bumi: Kisah Kaum Tsamud

Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel yang lalu (Berhala Kedua di Muka Bumi). Sebelumnya telah dikisahkan tentang Kaum ‘Ad (keturunan Sam bin Nuh) yang pertama kali menyembah berhala setelah banjir di zaman Nabi Nuh ’alaihis salam yang saat itu hanya menyisakan sedikit manusia yang selamat.

Kemudian, karena kesyirikan dan keangkuhan kaum ‘Ad, maka Allah Yang Mahaperkasa menimpakan azab yang mengerikan kepada mereka. Di akhir kisah, tidak ada yang tersisa dari azab dahsyat ini selain Nabi Hud ’alaihis salam dan orang-orang beriman yang berlindung di sebuah lembah. Setelah kaum ‘Ad binasa, Nabi Hud, dan orang mukmin hijrah ke Hadramaut memulai kehidupan baru.

Munculnya kembali penyembahan kepada berhala

Sebagian keturunan kaum ‘Ad yang beriman di Hadramaut kemudian ada yang berpindah menuju bagian utara Jazirah Arab. Menurut keterangan dari `Abdullah bin ʿUmar radhiyallahu ‘anhu dan Ibnu Katsir rahimahullah, bahwa daerah tempat tinggal mereka disebut Al-Hijr (letaknya di kota Al-‘Ula, sekitar +-300 km sebelah utara kota Madinah). Anak keturunan kaum ‘Ad di Al-Hijr inilah yang disebut sebagai kaum Tsamud atau disebut juga sebagai sebagai kaum ‘Ad yang kedua (Tafsir Ibnu Katsir, 3: 439). Sedang kaum ‘Ad sebelumnya disebutkan dalam Qur’an sebagai kaum ‘Ad pertama (Lihat QS. An-Najm: 50).

Kaum Tsamud merupakan kaum penyembah berhala selanjutnya. Allah Ta’ala kemudian mengutus Nabi Saleh ’alaihis salam untuk menyeru kaum Tsamud agar menyembah Allah semata, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

Dan kepada Tsamud (Kami utus) saudara mereka, Saleh. Saleh berkata, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikanmu pemakmurnya. Karena itu, mohonlah ampunan kepada-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhanku sangat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (doa hamba-Nya).’” (QS. Hud: 61)

Nabi Saleh ’alaihis salam juga mengingatkan kaumnya agar selalu bersyukur atas berbagai kenikmatan yang telah diberikan. Beliau ’alaihis salam berkata,

وَاذْكُرُوا إِذْ جَعَلَكُمْ خُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِ عَادٍ وَبَوَّأَكُمْ فِي الْأَرْضِ تَتَّخِذُونَ مِنْ سُهُولِهَا قُصُورًا وَتَنْحِتُونَ الْجِبَالَ بُيُوتًا فَاذْكُرُوا آلَاءَ اللَّهِ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ

Dan ingatlah ketika Tuhan menjadikan kamu khalifah-khalifah (yang berkuasa) setelah kaum ‘Ad dan memberikan tempat bagimu di bumi. Kamu dirikan istana-istana di tanah-tanahnya yang datar dan kamu pahat gunung-gunungnya untuk dijadikan rumah. Maka, ingatlah nikmat-nikmat Allah dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi.” (QS. Al-A’raf: 74)

Dari ayat di atas disebutkan bahwa tempat tinggal kaum Tsamud ada di lembah dan gunung-gunung. Di lembah tersebut, mereka membangun rumah yang kokoh dengan memahat gunung-gunung. Bahkan, peninggalannya masih ada hingga saat ini dan menjadi tempat wisata warisan dunia UNESCO.

Setelah Nabi Saleh mendakwahkan dan mengingatkan kaumnya agar tidak menyembah berhala, (akan tetapi sama halnya seperti kaum ‘Ad) mereka mendustakan Nabi Saleh sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَلَقَدْ كَذَّبَ أَصْحَابُ الْحِجْرِ الْمُرْسَلِينَ. وَآتَيْنَاهُمْ آيَاتِنَا فَكَانُوا عَنْهَا مُعْرِضِينَ. وَكَانُوا يَنْحِتُونَ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوتًا آمِنِينَ

Dan sesungguhnya penduduk-penduduk kota Al-Hijr telah mendustakan rasul-rasul, dan Kami telah mendatangkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami, tetapi mereka selalu berpaling daripadanya, dan mereka memahat rumah-rumah dari gunung-gunung batu (yang didiami) dengan aman (kokoh, penj.).” (QS. Al-Hijr: 80-82)

Dalam ayat yang lain kaum Tsamud berkata,

قَالُوا يَا صَالِحُ قَدْ كُنْتَ فِينَا مَرْجُوًّا قَبْلَ هَذَا أَتَنْهَانَا أَنْ نَعْبُدَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا وَإِنَّنَا لَفِي شَكٍّ مِمَّا تَدْعُونَا إِلَيْهِ مُرِيبٍ

“Wahai Saleh, sesungguhnya kamu sebelum ini adalah seorang di antara kami yang kami harapkan (menjadi pemimpin). (Tetapi) mengapa engkau melarang kami untuk menyembah apa yang disembah oleh nenek moyang kami? Sungguh, kami benar-benar dalam keraguan dan kegelisahan terhadap apa (agama) yang engkau serukan kepada kami.’” (QS. Hud: 62)

Baca juga: Islam Bukan Warisan

Mukjizat Nabi Saleh

Meskipun Nabi Saleh ‘alaihis salam didustakan dan diingkari oleh kaumnya, Nabi Saleh tetap berdakwah mengajak kaumnya untuk beriman kepada Allah semata. Hingga akhirnya kaumnya merasa bosan dengan ajakan Nabi Saleh dan meminta untuk didatangkan bukti atas kebenaran kerasulannya. Mereka meminta didatangkan unta dari sebuah batu dengan ciri-ciri putih, tinggi, sedang hamil kembar 10 bulan. Dan jika keluar, mereka berjanji akan beriman. Namun, perlu diketahui bahwa itu hanyalah argumen bagi mereka agar tidak beriman dengan meminta kepada Nabi Saleh melakukan sesuatu yang mustahil.

Nabi Saleh kemudian salat dan berdoa kepada Allah. Kemudian meminta unta seperti yang diinginkan oleh kaumnya. Lalu, Allah kabulkan doa Nabi Saleh dengan mengeluarkan unta dari batu persis seperti yang disyaratkan. Ternyata, setelah nampak mukjizat tersebut bagi kaum Tsamud, hanya sebagian kecil dari mereka yang beriman dan sebagian besar yang lain tetap kafir (Lihat QS. Al-A’raf: 79 dan Tafsir Ibnu Katsir 3: 440). Demikianlah, orang yang sejak awal tidak menghendaki keimanan, mukjizat sehebat apapun tidak akan bisa membuat mereka beriman. Bahkan, Nabi Saleh dianggap tukang sihir sebagaimana firman Allah Ta’ala,

قَالُوٓا۟ إِنَّمَآ أَنتَ مِنَ ٱلْمُسَحَّرِينَ

Mereka berkata, “Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari orang-orang yang kena sihir.” (QS. Asy-Syuara: 153)

Unta Nabi Saleh dibunuh

Singkat cerita, karena kaum Tsamud mulai jengkel terhadap pantangan dan peraturan terhadap unta Nabi Saleh (Lihat QS. Asy-Syu’ara: 155), Maka, mereka dan 9 pembesar kaum Tsamud berencana membunuh unta Nabi Saleh (Lihat QS. An-Naml: 48). Lalu, ada seorang wanita tua membuat sayembara. Bahwa siapa saja yang berani membunuh unta Nabi Saleh, dia boleh memilih salah satu putrinya untuk dijadikan istri. Disebutkan dalam buku tafsir bahwa orang yang bangkit membunuh unta tersebut adalah Qaddar bin Salif (Lihat HR. Bukhari no. 4942,  Lihat Tafsir Ibnu Katsir, 3: 444).

Lantas, laki-laki tersebut berdiri membunuh unta tersebut. Allah Ta’ala berfirman,

إِذِ انْبَعَثَ أَشْقَاهَا

Ketika orang yang paling celaka bangkit di antara mereka.” (QS. Asy-Syams: 12)

فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّاهَا

Lalu, mereka mendustakan (Nabi Saleh) dan menyembelih unta itu. Karena itulah, Tuhan membinasakan mereka disebabkan dosa mereka, lalu Allah meratakan mereka (dengan tanah).” (QS. Asy-Syams: 14)

Ketika mendengar kabar untanya telah dibunuh, Nabi Saleh ‘alaihissalam sangat sedih. Kemudian Nabi Saleh mendatangi mereka dan memberikan peringatan tentang azab yang akan datang tiga hari ke depan.

تَمَتَّعُوا فِي دَارِكُمْ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ ذَلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوبٍ

Bersukarialah kamu sekalian di rumahmu selama tiga hari (karena itu hari-hari terakhir kalian di dunia dan sesungguhnya siksaan akan turun pada kalian setelahnya, penj. tafsir muyasar). Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Hud: 65)

Walaupun mereka menyesal karena telah membunuh unta tersebut (Lihat QS. Asy-Syu’ara: 157), (karena sudah merasa tanggung) mereka berencana juga membunuh Nabi Saleh.

Allah Ta’ala berfirman,

وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

Dan mereka pun merencanakan makar dengan sungguh-sungguh dan Kami merencanakan makar (pula), sedang mereka tidak menyadari.” (QS. An-Naml: 50)

Pada malam harinya, mereka mendatangi rumah Nabi Saleh untuk membunuhnya. Tetapi, sebelum niat mereka tercapai, Allah mengutus para malaikat untuk menghujani mereka dengan batu hingga kepala mereka pecah. Demikianlah Allah melindungi Rasul-Nya dari perbuatan jahat hamba-hamba-Nya yang ingkar.

Turunnya azab tiga hari yang dijanjikan

Kemudian, kaum Tsamud menunggu selama tiga hari yang dijanjikan dengan ketakutan. Ketika lewat hari pertama, wajah mereka menguning. Pada hari kedua wajah mereka menjadi merah. Dan pada hari ketiga wajah mereka menghitam dan mereka pun bertanya-tanya tentang apa yang akan terjadi. Maka, pada hari keempat tersebut Allah membinasakan mereka semua dengan menimpakan azab dari tanah berupa gempa besar (Lihat QS. Al-A’raf: 78) beriringan dengan suara halilintar yang menggelegar (Lihat QS. Hud: 67 dan Tafsir Ibnu Katsir 3/442).

Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا جَاءَ أَمْرُنَا نَجَّيْنَا صَالِحًا وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ بِرَحْمَةٍ مِنَّا وَمِنْ خِزْيِ يَوْمِئِذٍ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ الْقَوِيُّ الْعَزِيزُ

“Maka, tatkala azab Kami datang, Kami selamatkan Saleh beserta orang-orang yang beriman bersama dia dengan rahmat dari Kami dan dari kehinaan di hari itu. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia­lah Yang Mahakuat lagi Mahaperkasa.” (QS. Hud: 66)

Setelah kaum Nabi Saleh mati dan binasa, kemudian beliau mendatangi mayat mereka dan berkata,

فَتَوَلَّى عَنْهُمْ وَقَالَ يَا قَوْمِ لَقَدْ أَبْلَغْتُكُمْ رِسَالَةَ رَبِّي وَنَصَحْتُ لَكُمْ وَلَكِنْ لَا تُحِبُّونَ النَّاصِحِينَ

“Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku, dan aku telah memberi nasihat kepadamu, tetapi kamu tidak menyukai orang-orang yang memberi nasihat.’” (QS. Al-A’raf: 79)

Demikianlah akhir bagi orang-orang yang berbuat syirik lagi sombong. Semoga kisah ini dapat diambil hikmah dan faedahnya, agar kita senantiasa menjadi hamba yang bertauhid dan bersyukur atas segala yang diberikan kepada kita, bukan malah untuk kita sombongkan.

***

Penulis: Arif Muhammad N.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84878-kisah-kaum-tsamud.html

Belalang Merajalela Masjid Nabawi Kerahkah Seribu Petugas Kebersihan

Pengunjung dan jamaah umrah di Masjid Nabawi tidak hanya diuji dengan hawa panas yang memanggang Madinah tetapi juga diganggu dengan belalang yang merajalela.

Oleh karena itu badan pengelola Masjid Nabawi, bekerja sama dengan berbagai badan lain di bawah Badan Presidensi Umum Dua Masjid Suci, mengerahkan lebih dari 1.000 petugas kebersihan setiap hari guna memastikan masjid senantiasa dalam keadaan layak untuk dikunjungi.

Dalam pernyataan yang dimuat di situs webnya hari Rabu (17/5/2023), badan tersebut mengatakan para petugas dibekali lebih dari 600 peralatan listrik dan manual untuk membersihkan jutaan serangga yang berterbangan dan berserakan di lantai masjid.

Kedatangan berjuta-juta belalang di Arab Saudi, seperti tampak dalam video di bawah, merupakan peristiwa musiman yang biasanya terjadi antara bulan Januari dan Juni.*

HIDAYATULLAH