Hukum Memakai Kain Ihram Selain Putih

Pada umumnya jamaah haji memakai pakaian ihram berwarna putih. Lantas bagaimana hukum memakai kain ihram  selain warna putih? Misalnya warna hitam atau merah? 

Menurut Mujtahid Tarjih di Madzhab Syafii, Imam Al-Nawawi  dalam kitab Raudhah al Thalibin Juz 3 halaman 72, hukum memakai kain ihram selain warna putih, diperbolehkan syariat. Meskipun boleh, namun dihukumi makruh. Beliau mengatakan;

فَرْعٌ فَإِذَا أَرَادَ الْإِحْرَامَ، نَزَعَ الْمَخِيطَ، وَلَبِسَ إِزَارًا وَرِدَاءً وَنَعْلَيْنِ. وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يَكُونَ الْإِزَارُ وَالرِّدَاءُ أَبْيَضَيْنِ جَدِيدَيْنِ، وَإِلَّا فَمَغْسُولَيْنِ، وَيُكْرَهُ الْمَصْبُوغُ

“Ketika hendak berihram, maka harus melepaskan pakaian yang berjahit. Dan ia memakai sarung (yang tidak berjahit), surban dan sandal. Hanya saja disunnahkan memakai kain yang berwarna putih dan baru, jika tidak ada maka (dianjurkan) memakai kain yang baru dicuci. Adapun memakai kain yang diwarnai selain putih, maka dihukumi makruh”. (Raudhah Al-Thalibin, Juz 3 H. 72) 

Hukum serupa juga disampaikan oleh Syaikhul Azhar pada masanya, Syekh Al-Baijuri menyatakan;

وسن لبسه إزار ورداء أبيضين، ولذلك قال الشيخ الخطيب: ويلبس ندبا إزار أبيضين، والإزار: ما يستر ما بين الركبة كفوطة الحمامم ومثله المئزر، والرداء: ما يرتدى به مما يستر أعلى البدن وهو ولا يجوز تأنيثه. ويكره المصوغ كله أو بعضه ولو قبل النسج على الأوجه. وقوله: جديدين وإلا فنظيفين أي كالمغسولين ويكره المتنجس الجاف.

“Disunnahkan memakai izar (sarung) dan rida’ (surban) yang berwarna putih sebagaimana yang diutarakan oleh Syekh Khatib Al-Syirbini. Adapun yang dimaksud dengan Izar adalah kain yang menutupi lutut seperti handuk mandi dan celemek. Sedangkan yang dimaksud Rida’ adalah kain yang dipakai untuk menutupi badan bagian atas. 

Dimakruhkan memakai kain yang berwarna selain putih, baik sebagian saja maupun keseluruhannya, bahkan meski sebelum ditenun menurut qaul aujah. Lalu dimakruhkan memakai kain najis yang sudah kering”. (Hasyiyah al-Baijuri, Juz 3 H. 33)

Dengan demikian bisa diketahui bahwasanya diperbolehkan memakai pakaian ihram Selain warna putih, hanya saja yang demikian ini tidak mendapatkan keutamaan. Sebab yang dianjurkan adalah memakai pakaian ihram yang berwarna putih. Wallahu A’lam bi al-shawab.

BINCANG SYARIAH

Irjen Kemenag Ingatkan Petugas Haji agar Siap saat Puncak Haji

Menag apresiasi dedikasi petugas haji.

Oleh Fuji Eka Permana dari Makkah, Arab Saudi

Inspektur Jenderal (Irjen) Kementerian Agama (Kemenag), Faisal Ali Hasyim telah memantau kedatangan jamaah haji ke Makkah pada Jumat (16/6/2023) sore waktu Arab Saudi. Irjen Kemenag mengapresiasi dedikasi petugas haji, namun juga mengingatkan agar petugas haji siap melayani jamaah haji ketika puncak ibadah haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).

Faisal mengatakan, petugas haji cukup sigap melayani jamaah haji lanjut usia (lansia). Mereka sudah melayani petugas haji sesuai standar operasional prosedur (SOP).

Ia menyampaikan, petugas haji terlihat mendahulukan jamaah haji lansia turun dari bis, kemudian dibawa masuk dan ke atas hotel duluan. “Kita lihat teman-teman (petugas haji) sudah sangat paham dengan standar operasional prosedur yang ada,” kata Faisal saat diwawancarai Republika usai memantau kedatangan jamaah haji di Sektor 4 Daker Makkah, Jumat (16/6/2023) sore waktu Arab Saudi.

Ia menjelaskan, walaupun yang ada di hotel terbatas, para petugas haji bisa mengambil inisiatif dengan cepat. Mereka mendahulukan jamaah haji naik ke kamar-kamar hotel, kemudian barangnya segera diantarkan ke jamaah haji.

Namun, Faisal mengingatkan bahwa sekarang baru sepertiga dari total waktu penyelenggaraan ibadah haji seluruhnya. Petugas haji di Makkah sudah mulai bersiap menyambut kedatangan jamaah haji sejak 28 Mei 2023. Artinya, sekarang petugas haji sudah dua minggu lebih berada di Makkah.

“Nah saya sampaikan, nanti puncak ibadah haji tanggal 9 Dzulhijjah, saya berharap teman-teman (petugas haji) bisa menjaga irama kerja, istirahat yang cukup dan tidak terlalu memforsir energi, walau kita tetap harus bertanggung jawab, sehingga pada saat hari H (puncak ibadah haji), kita bisa siap secara mental,” ujar Faisal.

Irjen Kemenag mengingatkan bahwa tantangan petugas haji tidak sedikit ketika di Arafah, Muzdalifah dan Mina. Jamaah haji akan berada di sana termasuk yang jamaah haji lansia.

“Kita harap tidak ada (jamaah haji) yang tertinggal di lokasi (saat puncak ibadah haji),” kata Faisal.

Faisal mengatakan, di Muzdalifah lokasinya cukup luas dan gelap. Sudah bicara dengan salah seorang kepala sektor, bagaimana simulasi jamaah haji saat di Muzdalifah untuk mengambil batu. Apakah nanti ada inovasi, misalnya jamaah haji tidak perlu turun dari bis untuk mengambil batu di Muzdalifah.

“Selama ini jamaah haji turun (dari bis) cari batu (di Muzdalifah), ada tidak cara lain, misalnya jamaah haji tidak turun dari bis tapi batu tetap mereka dapatkan, terutama jamaah haji lansia sehingga kita tidak perlu khawatir (jamaah haji lansia) ketinggalan bis,” jelas Faisal.

Irjen Kemenag menambahkan, terkait layanan yang diberikan petugas haji, tanggung jawab mereka sudah luar biasa. Menteri agama juga telah mengapresiasi dedikasi petugas haji.

IHRAM

Satu Hewan Kurban bisa Diniatkan Sekeluarga

Umat Islam dapat menjalankan amalan berkurban saat Idul Adha.

Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam dapat menjalankan amalan berkurban. Satu hewan kurban, dapat diniatkan untuk satu keluarga, di zaman Rasulullah ﷺ ada seorang laki-laki yang menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya.

Dikutip dari buku Yang Sering Ditanya Seputar Kurban oleh Ahmad Anshori, Satu hewan kurban sebenarnya bisa diniatkan untuk sekeluarga. Sebagaimana keterangan dari Atho’ bin Yasar rahima-hullah, beliau pernah menanyakan kepada sahabat Abu Ayyub radhiyallahu’anhu, “Bagaimana cara kurban di zaman Rasulullah Shalallahu alaihi Wasallam?”

Beliau menjawab,

كان الرجل يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته

”Pada masa Rasulullah Shallallahu ’alaihi Wasallam seseorang (suami) menyembelih seekor kambing sebagai kurban bagi dirinya dan keluarganya” (HR Tirmidzi, ia menilainya shahih, Minhaajul Muslim, Hlm 264 dan 266).

Jadi, seekor hewan kurban, pahalanya bisa sekaligus diniatkan untuk keluarga tanpa mengurangi pahala pengkurban sedikit pun. Sehingga tidak perlu menggilirkan kurban keluarga satu per satu.

Ini di antara wujud kasih sayang Allah kepada hamba-Nya. Kalau tidak belajar, maka mungkin seseorang tak akan tahu tentang keluasan rahmat ini. Maka sepatutnya umat tidak mempersempit rahmat Allah yang begitu luas ini.

Saat berkurban, jangan lupakan keluarga Anda. Ikutkan mereka dalam niat kurban Anda. Agar mereka juga mendapatkan pahala berkurban. Berikutnya, yang perlu diketahui, tentang kriteria keluarga yang bisa dimasukkan dalam niat kurban. Karena tidak semua kerabat bisa dimasukkan dalam niat kurban.

Ada perbedaan pendapat ulama tentang batasan keluarga yang bisa dicakup dalam niat kurban. Pendapat yang kuat wallahua’lam, keluarga yang dapat dicakupkan harus memenuhi tiga unsur :

• Tinggal serumah,

• Ada hubungan nasab,

• Ditanggung oleh pemberi nafkah yang sama.

Pendapat ini dipegang oleh Mazhab Maliki.

IHRAM

Pergauli Orang Tua dengan Baik

Orang tua memiliki kedudukan yang tinggi dalam agama Islam. Hak orang tua adalah hak besar yang harus ditunaikan oleh anak. Orang tua merupakan sebab kehadiran anak di dunia ini. Atas berkat kesabaran dan ketulusan orang tua, seorang anak dapat tumbuh besar menjadi dewasa. Oleh karena itu, Allah Ta’ala perintahkan anak untuk senantiasa berbuat baik kepada kedua orang tuanya,

وَاعْبُدُوا اللّٰهَ وَلَا تُشْرِكُوْا بِهٖ شَيْـًٔا وَّبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسَانًا

Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun. Dan berbuat-baiklah kepada kedua orang tua.” (QS. An-Nisa: 36)

Allah Ta’ala juga melarang seorang anak untuk menyakiti hati orang tua walau hanya dengan kata “ah” atau ucapan yang semisal yang menunjukkan kekesalan atau tidak suka terhadap sikap mereka.

قَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada kedua orang tua. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” (QS. Al-Isra: 23)

وَّلَا تَنْهَرْهُمَا maknanya yaitu ولا يجرهما jangan mencela, mencerca, memarahi mereka. (Tafsir Ath-Thabari)

Allah Ta’ala perintahkan untuk beribadah dan mentauhidkan-Nya, dan menggabungkannya dengan perintah bakti kepada kedua orang tua sebagaimana Allah Ta’ala gabungkan bersyukur kepada kedua orang tua dengan bersyukur kepada-Nya,

أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

“Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu dan hanya kepada-Ku kamu kembali.” (Tafsir Qurthubi)

Berbakti kepada kedua orang tua merupakan ibadah yang dicintai oleh Allah Ta’ala. Dari sahabat Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

سَأَلْتُ النبيَّ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ: أيُّ العَمَلِ أحَبُّ إلى اللَّهِ؟ قالَ: الصَّلاةُ علَى وقْتِها، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: ثُمَّ برُّ الوالِدَيْنِ، قالَ: ثُمَّ أيٌّ؟ قالَ: الجِهادُ في سَبيلِ اللَّهِ

Aku bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Amal apa yang paling dicintai Allah?’ Beliau berkata, salat pada waktunya.’ ‘Lalu amal apa lagi?’ ‘Berbakti pada orang tua.’ ‘Lalu amal apa lagi?’ ‘Jihad di jalan Allah.’” (HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 85)

Hadis di atas menunjukkan bakti kepada orang tua amal yang utama setelah salat dan lebih utama dibandingkan jihad di jalan Allah Ta’ala. Ada salah seorang sahabat radhiyallahu ‘anhu yang pernah meminta izin untuk perang, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam justru memerintahkannya untuk berbakti kepada orang tuanya yang masih hidup. Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu,

جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فاستأذنه في الجهاد ، فقال : أحي والداك ، قال : نعم ، قال : ففيهما فجاهد

Seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam meminta izin untuk ikut jihad. Nabi bersabda, ‘Apakah orang tuamu masih hidup?’ ‘Ya (masih hidup).’ Beliau bersabda, ‘Berjihadlah pada keduanya (berbakti).’” (HR. Bukhari no. 3004)

Sebagian kaum muslimin ditakdirkan Allah Ta’ala memiliki orang tua nonmuslim alias kafir. Maka, tetap wajib berbuat baik dan berbakti kepada mereka. Perintah bakti kepada orang tua tidak dikhususkan bagi orang tua yang muslim saja. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

لَا يَنْهٰىكُمُ اللّٰهُ عَنِ الَّذِيْنَ لَمْ يُقَاتِلُوْكُمْ فِى الدِّيْنِ وَلَمْ يُخْرِجُوْكُمْ مِّنْ دِيَارِكُمْ اَنْ تَبَرُّوْهُمْ وَتُقْسِطُوْٓا اِلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِيْنَ

Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.” (QS. Al-Mumtahanah: 8)

Ibu dari Asma bin Abu Bakar masih musyrik, namun rindu untuk bertemu dengan Asma radhiyallahu ‘anha,

قالَتْ: يا رَسولَ اللَّهِ إنَّ أُمِّي قَدِمَتْ عَلَيَّ وهي رَاغِبَةٌ أَفَأَصِلُهَا؟ قالَ: نَعَمْ صِلِيهَا.

Beliau bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya ibuku rindu ingin bertemu denganku. Apakah aku boleh menemuinya?” Rasulullah menjawab, “Ya, temuilah dia.” (HR. Bukhari no. 3183)

Baca juga: Mengenal Hak Orang Tua

Jika mereka memintamu berbuat syirik atau kemaksiatan

Berbuat baik dan berbakti kepada orang tua yang musyrik atau kafir hukumnya wajib selama tidak dalam kemaksiatan dan bertentangan dengan perintah Allah Ta’ala. Selama orang tua meminta hal yang mubah, maka anak wajib memenuhi keinginannya. Namun, jika perintah atau permintaan orang tua mengandung perbuatan yang bertentangan dengan syariat, keimanan, atau ketaatan kepada Allah Ta’ala, maka tidak wajib untuk diikuti walaupun orang tua mengancam dengan ancaman yang berat sekalipun.

Hal ini sering kali dialami oleh sebagian kaum muslimin yang telah mengenal agama kemudian berhadapan dengan orang tua yang belum memahami agama Islam yang hak. Mereka harus terjun ke dalam kondisi apakah harus mengikuti perintah orang tua untuk menyenangkannya atau mengingkarinya walau harus membuat mereka meneteskan air mata?

Allah Ta’ala berfirman,

وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حُسْنًا ۗوَاِنْ جَاهَدٰكَ لِتُشْرِكَ بِيْ مَا لَيْسَ لَكَ بِهٖ عِلْمٌ فَلَا تُطِعْهُمَا ۗاِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut: 8)

Dalam Tafsir Al-Qurthubi, diceritakan bahwa ayat di atas berkenaan dengan kisah Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu ketika beliau masuk Islam. Abu ‘Isa radhiallahu ‘anhu berkata,

Diriwayatkan dari Sa’ad bahwa beliau berkata, “Aku adalah anak yang patuh pada ibu. Kemudian aku masuk Islam. Ibu beliau berkata,

لتدعن دينك أو لا آكل ولا أشرب حتى أموت فتعير بي

Tinggalkanlah agamamu (Islam) atau aku tidak akan makan dan minum sampai aku mati, dan kamu akan mencelaku.’”

ويقال يا قاتل أمه وبقيت يوما ويوما

Dan dikatakan kepada Sa’ad, ‘Wahai sang pembunuh ibunya.’ Aku bertahan hidup hari demi hari.

يا أماه لو كانت لك مائة نفس فخرجت نفسا نفسا ما تركت ديني هذا ، فإن شئت فكلي وإن شئت فلا تأكلي

Wahai Ibu, seandainya engkau memiliki 100 nyawa, yang keluar satu per satu, aku tidak akan tinggalkan agamaku ini. Engkau mau makan atau tidak mau makan, terserah dirimu.”

Ketika ibunya melihat kondisi ini, lalu dia akhirnya makan. (Lihat Tafsir Al-Qurthubi pada Surah Al-Ankabut ayat 8)

Bagi sebagian yang masih ragu bentuk sikap berpegang teguh kepada agama Allah Ta’ala di tengah perbedaan pemahaman dengan orang tua, maka sikap Sa’ad bin Waqqash adalah contoh nyata yang dapat ditiru. Bahwa perintah agama berada di atas segalanya. Tidak ada kepatuhan kepada makhluk di atas maksiat kepada Allah Ta’ala. Kesedihan orang tua akibat ketaatan kita kepada Allah tidak menjadikan perbuatan kita itu dinilai dosa. Karena Allah Ta’ala katakan,

وَّاتَّبِعْ سَبِيْلَ مَنْ اَنَابَ اِلَيَّۚ ثُمَّ اِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَاُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُوْنَ

Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian hanya kepada-Ku tempat kembalimu, maka akan Aku beritahukan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. Luqman: 15)

Yakni, tapakilah jalan orang yang bertobat dari kesyirikan, kembali kepada Islam, mengikuti Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. (lihat Tafsir Ath-Thabari surah Luqman ayat 15)

Oleh karena itu, pergauilah mereka dengan baik, dan tidak menaatinya dalam kemaksiatan pada Allah Ta’ala. Demikian, semoga tulisan ini bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85377-pergauli-orang-tua-dengan-baik.html

Bersyukur kepada Manusia

Syariat Islam memerintahkan kepada kita untuk senantiasa berterima kasih kepada sesama manusia atas berbagai kebaikan, keutamaan, dan peran mereka dalam kehidupan kita. Sangat banyak orang yang berperan dalam kehidupan kita, mulai dari keluarga (terutama kedua orang tua), kerabat, guru, teman, dan orang-orang baik lainnya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

لاَ يَشْكُرُ اللَّهَ مَنْ لاَ يَشْكُرُ النَّاسَ

Tidaklah bersyukur kepada Allah, orang yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.” (HR. Abu Dawud no. 2970, Ahmad no. 7926 dengan isnad sahih, lihat Al-Shahih no. 417)

Terkait hadis di atas, Syekh Muhammad Shalih Al-Munajjid hafizhahullah mengatakan ada dua makna:

Makna pertama, orang yang belum bisa bersyukur kepada manusia, maka syukurnya kepada Allah itu dinilai belum sempurna.

Makna kedua, orang yang tidak pandai bersyukur kepada manusia, maka ia juga tidak pandai bersyukur kepada Allah. (Lihat A’malul Qulub, hal. 310)

Jika tangan terlalu pendek untuk membalas, maka panjangkanlah lisan untuk mendoakan

Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam memerintahkan kepada kita untuk berterima kasih kepada orang yang telah memberikan kebaikan, apa pun itu bentuknya sebagaimana dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu,

مَنْ أُعْطِىَ عَطَاءً فَوَجَدَ فَلْيَجْزِ بِهِ فَإِنْ لَمْ يَجِدْ فَلْيُثْنِ بِهِ فَمَنْ أَثْنَى بِهِ فَقَدْ شَكَرَهُ وَمَنْ كَتَمَهُ فَقَدْ كَفَرَهُ

“Barangsiapa yang diberikan sebuah hadiah, lalu ia mendapati kecukupan, maka hendaknya ia membalasnya. Jika ia tidak mendapati (sesuatu untuk membalasnya), maka pujilah ia. Barangsiapa yang memujinya, maka sungguh ia telah bersyukur kepadanya. Barangsiapa menyembunyikannya, sungguh ia telah kufur.” (HR. Abu Daud dengan sanad sahih, lihat Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 617)

Memuji seperti apa yang dimaksud dalam hadis di atas? Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam dalam hadis yang lain,

عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « مَنْ صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ جَزَاكَ اللَّهُ خَيْرًا فَقَدْ أَبْلَغَ فِى الثَّنَاءِ ».

Usamah bin Zaid berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Barangsiapa yang mendapatkan kebaikan, lalu ia mengatakan kepada pelakunya, ‘Jazakallah khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh ia telah benar-benar meninggikan pujian.’ (HR. Tirmidzi, lihat Shahih Al-jami no. 6368)

Syukur yang paling ditekankan

Dan secara khusus kita ditekankan dalam syariat untuk berterima kasih kepada kedua orang tua.

Allah Ta’ala berfirman,

أَنِ ٱشْكُرْ لِى وَلِوَٰلِدَيْكَ إِلَىَّ ٱلْمَصِيرُ

“ … Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (QS. Luqman: 14)

Dalam Al Qur’an yang secara tegas tekankan untuk bersyukur adalah kepada Allah dan kepada kedua orang tua. Hikmahnya adalah sebagaimana tabiat manusia dalam pepatah bahasa Arab,

ﻛﺜﺮﺓ ﺍﻟﻤﺴﺎﺱ ﺗزيل ﺍﻻﺣﺴﺎﺱ

“Terlalu sering berinteraksi, menghilangkan sensitifitas.”

Contohnya adalah dalam masalah nikmat Allah. Saking banyaknya nikmat yang Allah berikan kepada kita, menghilangkan sensitifitas kita untuk melihat berbagai macam nikmat tersebut. Nikmat yang mana yang harus kita syukuri? Karena semuanya adalah nikmat Allah. Dari detik ke detik yang lainnya adalah nikmat Allah. Begitu pula dengan orang tua. Saking banyaknya jasa dan kebaikan mereka kepada kita, sampai terkadang kita tidak sadar dan lupa akan kebaikan-kebaikan mereka. Sama halnya ketika terlalu sering melihat aurat atau melakukan suatu dosa, maka hatinya akan biasa saja.

Mengharapkan terima kasih dari orang lain

Seorang muslim ketika dapat memberikan sesuatu (berjasa) kepada orang lain, tidak selayaknya ia berharap dan menunggu balasan (ucapan) terima kasih dari orang lain. Cukuplah yang ditunggu adalah balasan pahala dari Allah Ta’ala.

Allah Ta’ala berfirman,

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُۥ

Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya.” (QS. Az-Zalzalah: 7)

Namun, jika kita sebagai penerima hadiah dan kebaikan dari orang lain, maka tetap dianjurkan untuk mendokan dan memuji orang tersebut sebagaimana hadis yang telah disampaikan sebelumnya.

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85332-bersyukur-kepada-manusia.html

Cara Beristighfar untuk Orangtua yang Sudah Meninggal

CARA beristighfar untuk orangtua yang sudah meninggal memang bisa kita lakukan. Namun, bukan dengan membaca istighfar seperti yang kita baca pada umumnya.

Jika membaca istighfar seperti biasa, itu lebih diperuntukkan untuk memohon ampunan kepada Allah subhanahu wa ta’ala secara pribadi. Sementara untuk orangtua yang sudah meninggal bisa dilakukan dengan doa Rabbighfirlii.

Cara Beristighfar untuk Orangtua yang Sudah Meninggal: Menurut Hadist Nabi

Dalam suatu hadis disebutkan, “Sungguh, Allah benar-benar mengangkat derajat seorang hamba-Nya yang shalih di surga,” Maka ia pun bertanya, “Wahai Rabbku, bagaimana ini bisa terjadi?” Allah menjawab, “Berkat istighfar anakmu bagi dirimu.” (HR. Ahmad, no. 10232)

Istighfar tersebut dimaksudkan sebagai permohonan ampunan kepada Allah ta’ala dari seorang anak buat orangtuanya dalam bentuk doa.

Penjelasan dalam hadis lain, dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda.

إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Ketika seorang manusia meninggal, maka putuslah amalannya darinya kecuali dari tiga hal, (yaitu) sedekah (amal) jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim, no. 1631)

Cara Beristighfar untuk Orangtua yang Sudah Meninggal: Doanya

Doa istighfar untuk orangtua dalam Arab, latin, dan artinya sebagai berikut.

Rabbighfirlii waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayani saghira.

“Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orangtuaku. Kasihanilah keduanya sebagaimana mereka mengasihi aku sewaktu masih kecil.” []

SUMBER

19 Tempat Bersejarah di Madinah yang Layak Dikunjungi Jamaah Haji dan Umrah

Yatsrib berganti  al-Madinah al-Munawwarah, yang berarti kota bercahaya setelah Nabi Muhammad hijrah, dan kini menyimpan tempat dan warisan bersejarah  

SECARA historis asal nama kota Madinah sebelum Islam adalah Yatsrib. Perubahan nama setelah Itu telah Baginda Nabi Muhammad ﷺ Hijrah, dan dinamailah Madinah, dari al-Madinah al-Munawwarah, yang berarti kota bercahaya.

Selama awal sejarah, sekitar abad ke-9 SM, suku Yahudi tinggal di Yatsrib. Kota Madinah sebelum Islam diisi penduduk yang berasal dari tragedi yang menimpa di masa Nabi Nuh AS. Diceritakan bahwa sebagian umat Nabi Nuh itu tenggelam terbawa banjir besar, termasuk putra Nabi Nuh, Kan’an. (dalam Al-Madinah al-Munawwarah fi at-Tarikh: Dirasah Syamilah, Abdussalam Hasyim Hafidz).

Kota Madinah juga dihuni oleh dua suku dominan, yaitu Arab dan Yahudi. Kedua bangsa itu datang ke Yatsrib setelah penduduk yang terdahulu dari Suku Amaliqah punah.

Suku-suku Yahudi terkemuka di sana adalah Bani Quraizah, Bani Nadir, dan Bani Qunaiqa. Selain itu, ada pula Suku Aus dan Khazraj, dua suku Arab terkemuka di Yaman yang telah menetap di Madinah jauh sebelum datangnya agama Islam.

Kabilah Aus menempati wilayah dataran tinggi di selatan dan timur, sedangkan kabilah Khazraj tinggal menempati wilayah dataran rendah di utara Madinah. Pemeluk Nasrani ini adalah keturunan kabilah besar Yaman yang bernama Bani Azd.

Bani Aus dan Bani Khajraj ialah dua kabilah pemeluk agama Nasrani, merupakan imigran dari Yaman setelah terjadi bencana pecahnya bendungan Ma’rib. Bani Aus dan Khazraj telah berperang satu sama lain selama lebih dari 120 tahun.

Salah satu perang terhebat adalah Perang Buats yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari, terjadi pada tahun kelima sebelum peristiwa Hijrah.

Pada perang ini, pemimpin dari kedua kabilah ini tewas. Saat itu, Bani Aus didukung oleh Yahudi Bani Quraidhah dan Bani Nadzir, sementara Bani Khajraj didukung oleh Yahudi Bani Qainuqa.

Namun setelah kedatangan Nabi ﷺ, suku-suku ini menyambut umat Islam dengan tangan terbuka, memeluk Islam dan mengakhiri perang selama seabad.

Pasca peristiwa Piagam Madinah, hampir tidak ada lagi penyebutan Bai Aus dan Bani Khazraj. Oleh Nabi Muhammad, kedua pihak sama-sama disebut sebagai Kaum Anshar.

Masjid Nabawi menjadi tempat paling suci kedua dalam agama Islam, setelah Masjidil Haram di Mekkah. Shalat di Masjid Nabawi memiliki keutamaan yang besar sebagaimana dijelaskan oleh Rasûlullâh ﷺ:

صَلاَةٌ فِي مَسْجِدِي هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ، إِلَّا المَسْجِدَ الحَرَام

“Satu shalat di masjid saya ini lebih baik daripada seribu shalat ditempat lain, kecuali Masjidil Haram.” (HR: Al-Bukhâri dan Muslim).

  • Makam Rasulullah ﷺ dan Kubah Hijau

Makam Rasulullah ﷺ adalah tempat di mana Nabi Muhammad ﷺ dimakamkan berdekatan dua sahabatnya, ada Abu Bakar Ash-Shidiq dan Umar bin Khattab.

Di Masjid Nabawi juga populer Kubah Hijau, bangunan penting yang terletak di sudut tenggara Masjid Nabawi di Madinah.  Kubah Hijau adalah kubah berwarna hijau yang dibangun tepat di atas makam Nabi Muhammad ﷺ.

Kubah Hijau tidak ada pada masa Nabi Muhammad. Bagunan ini yang juga dikenal “Kubah Nabi” atau “Kubah Masjid Nabawi” dibangun dan dicat hijau pertama kali tahun 1253 H (1837 M) oleh Sultan Abdul Hamid Al-Utsmani.

  • Raudhah

Raudhah adalah area di dalam Masjid Nabawi yang diyakini sebagai taman surga. Tempat ini menjadi tempat ziarah penting bagi umat Islam dari seluruh dunia.

Baginda Nabi ﷺ bersabda:

مَا بَيْنَ بَيْتِي وَمِنْبَرِي رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الجَنَّةِ

“Tempat yang terletak diantara rumah saya dan mimbar saya adalah salah satu di antara taman-taman surga.” (HR: Bukhari dan Muslim).

Dalam hadis lain disebutkan, rumah yang dimaksud adalah rumah Ibunda Aisyah Radhiyallahu anhuma, yakni rumah tempat Baginda Nabi ﷺ wafat dan sekarang menjadi makam beliau.

  • Makam Baqi’

Makam Baqi’ adalah tempat pemakaman yang berisi makam para sahabat Nabi Muhammad ﷺ dan keluarganya.

  • Masjid Quba

Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Nabi Muhammad ﷺ di Kota Madinah. Masjid ini terletak sekitar 3 km di sebelah selatan Masjid Nabawi dan menjadi tempat ziarah penting bagi umat Islam.

Di tempat tersebut dimakamkan para keluarga dan sahabat Nabi Muhammad, keluarga beliau, serta para tabiin dan tabiuttabiin. Di antara mereka adalah; As’ad bin Zararah, Utsman bin Mazoun, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Aisyah, Fatimah az-Zahra, dan lainnya

Keistimewaan dari makam Baqi adalah penghuni makam Baqi termasuk yang pertama kali akan dibangkitkan dari dalam kubur, yaitu setelah Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar.

  • Jabal Uhud

Jabal Uhud adalah sebuah bukit di luar Kota Madinah yang menjadi tempat pertempuran antara pasukan Muslim dan pasukan kafir Quraisy pada hari Sabtu, 23 Maret 625 M (7 Syawal 3 H), setahun lebih seminggu setelah Perang Badar.

Di sini terdapat 70 syuhada dari Sahabat Nabi dan makam Hamzah, paman Nabi Muhammad ﷺ.

  • Masjid Qiblatain

Masjid Qiblatain adalah masjid yang memiliki dua kiblat. Qiblatain artinya dua kiblat. Kiblat pertama yang menghadap ke Masjidil Haram di Makkah dan kiblat kedua yang menghadap ke Masjid Al-Aqsa di Baitul Maqdis (di Palestina).

Masjid ini terletak sekitar 7 km di sebelah timur laut Masjid Nabawi dan menjadi tempat ziarah penting bagi umat Islam. Awalnya, masjid ini dikenal dengan nama Masjid Bani Salimah, karena dibangun di perkampungan Bani Salimah.

Ketika Nabi di Makkah Nabi shalat menghadap Baitul Maqdis (Masjid al-Aqsha) sekaligus menghadap kiblat. Yaitu Nabi menghadap ke utara dan dipaskan sekaligus menghadap kiblat.

Ibnu Ábbas berkata :

كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُصَلِّي وَهُوَ بِمَكَّةَ نَحْوَ بَيْتِ الْمَقْدِسِ، وَالْكَعْبَةُ بَيْنَ يَدَيْهِ

“Rasulullah ketika di Makkah shalat menghadap Baitul Maqdis sementara Ka’bah di hadapan beliau.” (HR: Ahmad).

Hal ini dilakukan Nabi sekitar 16 atau 17 bulan. Lalu Allah memerintahkan untuk merubah kiblat ke arah Ka’bah. Allah berfirman :

قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَحَيْثُمَا كُنْتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ وَإِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ لَيَعْلَمُونَ أَنَّهُ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ وَمَا اللَّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا يَعْمَلُونَ

“Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada, Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.” (QS: Al-Baqarah: 144)

  • Khandak atau Masjid Khamsah

Khandak atau Masjid Khamsah adalah tempat di mana Nabi Muhammad ﷺ dan para sahabatnya membangun parit untuk melindungi Kota Madinah dari serangan musuh.

Lokasinya terletak di Gunung Sila’, masih di sekitar Madinah. Masjid ini dibangun untuk mengenang dan menghormati jasa pejuang dan syuhada saat Perang Khandak.

  • Masjid Jummah

Masjid Jummah adalah masjid yang menjadi tempat shalat Jumat pertama di Kota Madinah.

  • Masjid Ghamama

Masjid Ghamama adalah masjid yang menjadi tempat Nabi Muhammad ﷺ melaksanakan shalat istisqa’ atau shalat meminta hujan.

  • Masjid Abu Bakar

Masjid Abu Bakar adalah masjid yang dibangun di atas rumah Abu Bakar Ash-Shiddiq, sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi khalifah pertama umat Islam.

  • Masjid Ali

Masjid Ali adalah masjid yang dibangun di atas rumah Ali bin Abi Thalib, sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang menjadi khalifah keempat umat Islam.

  • Kota Al Ula

Kota Al Ula adalah kota bersejarah yang terletak sekitar 400 km di sebelah barat daya Kota Madinah. Kota ini memiliki banyak situs bersejarah seperti Al-Hijr, Madain Saleh, dan Qasr Al Farid.

Al Ula adalah ibu kota Lihyanites Kuno (Dedanites). Lokasinya terletak 300 km di sebelah utara Madinah.

Kemudian antara abad ke-5 hingga abad ke-2 SM, Al Ula dihuni oleh Kerajaan Lihyan yang dipimpin oleh Dinasti Nabatean.  Dinasti Nabatea berkuasa hingga sekitar tahun 106, sampai ibu kota mereka, Petra, ditaklukkan oleh bangsa Romawi.

Pada abad ke-7 hingga abad ke-6 SM, wilayah ini diduga dihuni kaum Tsamud dari Kerajaan Dedanite. Kota ini menjadi kota yang paling dihindari Baginda Nabi Muhammad ﷺ, karenanya dianggap sebagai kota terkutuk.

  • Kota Madain Saleh

Kota Madain Saleh adalah kota bersejarah yang terletak sekitar 400 km di sebelah barat daya Kota Madinah. Mada’in Saleh, yaitu situs arkeologi yang dibangun lebih dari 2.000 tahun lalu oleh orang-orang Nabatean, dan diakui sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO.

Menurut sejarah, dulunya, wilayah ini sangat subur dan hijau, hingga penduduknya memiliki hasil panen yang cukup setiap tahunnya. Namun kekayaan alam yang melimpah membuat kaum Tsamud sombong dan berlaku kejam, suka menyiksa dan membunuh orang miskin.

Nabi Saleh AS kemudian diutus untuk membimbing mereka. Sebagian ikut Nabi Nuh, namun yang lain menolaknya, bahkan dua dari mereka membunuh unta yang tidak bersalah.

Sebagai hukuman untuk ini, Allah mengirimkan gempa bumi di tengah malam, yang membuat mereka semua mati, dan tidak ada yang bangun lagi.  Hal ini tertuang dalam Al-Quran;

فَأَخَذَتْهُمُ ٱلرَّجْفَةُ فَأَصْبَحُوا۟ فِى دَارِهِمْ جَٰثِمِينَ

“Karena itu mereka ditimpa gempa, maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka.” (QS: Al A’raf:78).

Nabi ﷺ sangat menghindari wilayah ini, yang masih satu wilayah di Kota Al Ula.

  • Jalur Kereta Api Hijaz

Proyek kereta api ini selesai pada awal abad ke-20 dan didanai oleh dunia Islam. Ini adalah salah satu proyek yang sukses pada masa pemerintahan Abdul Hamid II, Sultan Ustmani (Ottoman).

Jalur Kereta Api Hijaz ini dibangun pada tahun 1908 untuk menghubungkan antara Damaskus ke Madinah dan digunakan untuk mengangkut jamaah haji ke kota suci.

Jalur ini dibangun melalui wilayah Hijaz di Arab Saudi modern, dengan jalur cabang ke Haifa di Laut Mediterania. Kereta api terdiri dari 32 stasiun, banyak di antaranya saat ini berada di Arab Saudi.

Proyek pembangunan lintasan ini membutuhkan waktu 8 tahun, membelah medan pegunungan yang gersang dari Damaskus ke Madinah. Total biaya kereta api diperkirakan 4 juta lira Utsmani (Ottoman) (sekitar 570 kg emas), setara dengan hampir 20 persen dari seluruh anggaran Ottoman saat itu.

Kereta Api Hijaz mencapai Madinah dan diresmikan dengan sebuah upacara pada tahun 1908. Jalan kereta api sepanjang 1.464 kilometer, dengan panjang rel mencapai 1.900 kilometer.

Kereta Api Hijaz rusak parah selama Perang Dunia Pertama (1914-1918) oleh Lawrence of Arabia dan Pemberontakan Arab. Namun, sebagian dari Kereta Api Hijaz masih ada, dan sebagian masih berfungsi.

  • Wadi Al-Aqeed

Wadi Al-Aqeeq, dibangun pada masa Nabi Muhammad ﷺ. Baginda Nabi ﷺ menyebutnya “lembah yang diberkahi”.

Menurut sejarah Islam, saking suburnya wilayah ini, beberapa tempat dibangun di tepian Wadi Al-Aqeeq , terutama pada masa Abbasiyah dan Umayyah. Bahkan, tidak jarang melihat peternakan, kebun, dan rumah-rumah besar di wilayah Wadi Al-Aqeeq.

Dari sekian banyak istana yang dibangun di lembah tersebut, beberapa di antaranya dikatakan milik sahabat Nabi Muhammad ﷺ, termasuk Urwah bin Zubair (RA). Sumur Urwah merupakan sumur terkemuka yang dibangun di atas Wadi Al-Aqeeq dengan maksud untuk menimba air dari Jabal Eir guna menyuplai air bagi warga setempat.

  • Sumur Raumah

Sumur Raumah merupakan sumur hasil wakafkan Sahabat Utsman bin Affan terletak di Madinah. Sumur tersebut awalnya dimiliki oleh seorang Yahudi dan menjadi satu-satunya sumber air bersih di Madinah saat terjadi kekeringan.

Utsman bin Affan kemudian membeli seluruh sumur tersebut dengan harga yang tinggi dan kemudian mewakafkannya untuk umat Muslim. Setelah diwakafkan, sumur tersebut dapat dimanfaatkan oleh siapa saja, termasuk si pemilik lama Yahudi secara gratis.

Sumur Raumah merupakan salah satu situs sejarah di Madinah yang layak dikunjungi. Sumur tersebut terletak di Madinah, tepat di sebelah Masjid Qiblatain. Sumur ini juga dikenal dengan nama Sumur Wakaf Utsman bin Affan dan masih digunakan sampai sekarang.  

  • Museum Al-Madinah

Museum ini memamerkan sejarah dan budaya Madinah, termasuk artefak dari zaman Nabi Muhammad dan para sahabatnya. Lokasi Museum Al-Madinah ada di Jalan Omar Ibnu Alkhtab, As Suqya, Al-Madinah 42315, Arab Saudi, tidak jauh dari Masjid Nabawi, dan dekat dengan Stasiun Kereta Haramain.

Museum ini memamerkan sekitar 2.000 artefak langka yang menangkap warisan dan budaya Madinah dan mendokumentasikan lanskap, orang-orangnya, dan bagaimana bentuknya selama bertahun-tahun. Museum ini didirikan pada tahun 1983 sebagai proyek untuk mengubah Stasiun Kereta Api Al-Hijaz yang didirikan pada tahun 1908 menjadi sebuah museum bernama Museum Al-Madinah.

  • Percetakaan Al-Quran

Kompleks Percetakan Al-Quran Raja Fahd terletak di Madinah, Arab Saudi. Kompleks ini terletak di jalan utama Tabuk di kota Madinah.

Ini adalah mesin cetak khusus yang mencetak lebih dari 10 juta eksemplar Al-Qur’an setiap tahun. Kompleks ini menggunakan teknologi dan peralatan canggih untuk mencetak Al-Quran berkualitas tinggi.

Seluruh mesin cetak dimekanisasi, dan pekerjaan dilakukan dengan sangat presisi. Kompleks ini didirikan pada tahun 1985 dan telah menerbitkan 55 terjemahan Al-Quran yang berbeda dalam 39 bahasa.

Percetakaan ini menawarkan Al-Quran berbahasa Arab, bacaan, pencarian tekstual, terjemahan, gambar manuskrip Al-Quran awal, dan komentar tafsir. Kompleks ini terbuka untuk pengunjung, dan orang dapat mengambil salinan Al-Qur’an secara gratis.

Kompleks percetakan ini merupakan salah satu tempat percetakan Al-Quran terbesar di dunia dan memiliki lebih dari 1.700 karyawan.*

HIDAYATULLAH

Tips dari ‘Jabar’ untuk Jamaah Haji Cegah Heat Stroke

Aktivitas saat cuaca sangat panas memiliki risiko tinggi terjadinya heat stroke.

Melaksanakan Shalat Jumat di Masjidil Haram di Makkah maupun di Masjid Nabawi di Madinah, menjadi impian setiap Muslim, khususnya bagi para jamaah haji. Namun, di tengah cuaca di Tanah Suci yang panas, berpotensi mengganggu kesehatan.

Untuk itu, diperlukan sejumlah antisipasi agar para jemaah haji tetap bisa melaksanakan ibadah dengan nyaman dan aman. Petugas Haji Daerah Provinsi Jawa Barat Bidang Kesehatan dari Kloter JKS 58, dr Dimas Erlangga Luftimas, mengatakan, jemaah tentunya harus memperhatikan kesehatannya pada saat berhaji.

Terlebih, saat ini cuaca di Arab Saudi mencapai 40 derajat celcius bahkan lebih. Terutama jemaah lansia yang memang mendominasi kloter asal Jabar. Ia mencermati Shalat Jumat wajib bagi jemaah pria, sehingga diperkirakan jumlahnya akan membeludak.

Risiko kesehatan yang dapat terjadi adalah heat stroke atau serangan panas. Gangguan ini memiliki gejala-gejala bermacam-macam, mulai dari kebingungan, pusing, kejang, bahkan bisa menyebabkan kematian.

“Yang mesti dilakukan tentunya adalah, kita menghindari sumber panas tersebut bagaimanapun caranya. Jangan sampai tubuh atau kepala kita terpapar sinar matahari atau panas secara langsung,” kata Dimas, Jumat (9/6/2023).

Jemaah juga disarankan berangkat lebih pagi ke masjid, agar bisa masuk dalam ruangan masjid dan tidak akan terlempar ke halaman masjid. Upaya kedua, katanya, usahakan menggunakan penutup kepala dan kalau bisa dibasahi. Penutup kepala ini di antaranya berupa topi, kopiah, atau menggunakan sorban.

“Nah itu bisa dibasahi dulu, lalu letakkan di atas kepala, dan hal itu akan mencegah paparan panas langsung ke kepala kita dan juga ke bagian badan yang lainnya,” kata dia.

Dimas menjelaskan, heat stroke merupakan suatu kondisi kelainan kesehatan atau fisik yang disebabkan paparan panas berlebihan atau ekstrem.

Salah satu tandanya peningkatan suhu tubuh bisa sampai 41 derajat celcius, dan bisa disertai gejala-gejala penurunan kesadaran, mual muntah, penurunan nafsu makan, kejang otot kemudian penurunan kesadaran.

“Apapun aktivitas yang dilakukan di bawah cuaca yang sangat panas, itu memiliki risiko tinggi untuk terjadinya heat stroke,’’ tutur Dimas. Hal lain yang bisa dilakukan adalah memakai pakaian longgar.

Pakaian longgar memungkinkan ada jarak antara paparan panas ke pakaian dengan paparan panasnya ke badan. Kemudian minum lebih banyak air, sebagaimana jemaah haji membutuhkan frekuensi minum lebih banyak daripada biasanya akibat peningkatan penguapan air dari tubuh.

IHRAM

Waspadai Stroke Serang Jamaah Haji, Ini Beberapa Penyebabnya

Stroke rentan menyerang siapapun termasuk jamaah haji

Oleh : Fuji E Permana. reporter Republika.co.id dari Makkah Arab Saudi

Stroke adalah kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak mengalami gangguan atau berkurang akibat penyumbatan (stroke iskemik) atau pecahnya pembuluh darah (stroke hemoragik). Stroke menjadi salah satu penyebab banyaknya jamaah haji yang wafat di Tanah Suci.

Sehubungan dengan itu, jamaah haji dinilai perlu memahami bahaya stroke. Terlebih bagi jamaah haji yang memiliki faktor-faktor yang dapat menyebabkan stroke.

Tim Medis Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah, Dokter Spesialis Saraf Iskandar Mirna, mengatakan, stroke tidak terjadi begitu saja. Stroke selalu didahului dengan adanya satu atau lebih faktor risiko penyebab stroke.

“Faktor-faktor yang telah disepakati oleh para pakar adalah tekanan darah tinggi, kadar kolesterol LDL yang tinggi, riwayat menderita penyakit tertentu terutama diabetes melitus dan penyakit jantung, dan kebiasaan hidup yang kurang baik misalnya merokok,” Dokter Iskandar saat dihubungi Republika.co.id, Kamis (15/6/2023).

Dokter Iskandar mengatakan, pada jamaah haji, ada tambahan faktor lainnya yang dapat menyebabkan stroke. Yaitu aktivitas fisik berat dan sebagian di antaranya sudah lanjut usia (lansia).

Ia menjelaskan, jika jamaah haji sejak di Tanah Air telah teridentifikasi mengidap satu faktor atau lebih penyebab stroke. Misalnya sudah diketahui menderita hipertensi sejak pemeriksaan di Indonesia, maka obat-obatan rutinnya harus dikonsumsi secara teratur, sebelum dan selama beribadah, sesuai aturan minum obat dari dokter.

“Kiranya dengan minum obat rutin adalah sebagai ikhtiar untuk menjaga agar faktor risiko bisa terkontrol, dan tidak kemudian berkembang menjadi suatu serangan stroke,” ujar Dokter Spesialis Saraf di KKHI Makkah ini.

Berdasarkan data perbandingan jamaah haji yang wafat di hari ke-22 penyelenggaraan ibadah haji sejak 2015 sampai 2023.

Tahun kematian jamaah haji terbanyak di hari ke-22 terjadi ketika tahun 2015 dengan jumlah jamaah haji yang wafat 68 orang. Terbanyak kedua terjadi di tahun 2023, ada sebanyak 62 kematian jamaah haji di hari ke-22 penyelenggaraan ibadah haji.

Menurut data Penyelenggaran Kesehatan Haji di Arab Saudi tahun 2023, diketahui ada tiga penyakit penyebab banyaknya jamaah haji wafat. Di antaranya penyakit infark miokard akut (19 kasus kematian), syok kardiogenik (14 kasus kematian), dan stroke (4 kasus kematian) dari total 62 kematian per 14 Juni 2023.  

IHRAM

Tujuh Catatan bagi Mereka yang Sedang atau Hendak Berangkat Haji

Syekh Abdul Muhsin Al-Abbadhafidzahullahu Ta’ala seorang muhaddits, dan ulama senior di kota Madinah saat ini, dalam kitabnya yang berjudul “Tabshir An-Nasik bi Ahkami Al-Manasik” (Pedoman Jemaah Haji terkait Hukum-Hukum Manasik) menyebutkan beberapa adab dan cacatan penting yang harus diperhatikan dan diamalkan oleh mereka yang akan berhaji atau melaksanakan ibadah umrah.

Pertama: Yang paling penting bagi seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji dan umrah adalah meluruskan niat dan mengikhlaskan seluruh amal ibadah hanya untuk Allah Ta’ala

Dalam sebuah hadis qudsi, Allah Ta’ala mengingatkan para hamba-Nya,

أنا أغْنَى الشُّرَكاءِ عَنِ الشِّرْكِ، مَن عَمِلَ عَمَلًا أشْرَكَ فيه مَعِي غيرِي، تَرَكْتُهُ وشِرْكَهُ

“Aku adalah Zat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Maka, siapa yang beramal, lalu dia persekutukan Aku dengan yang lain dalam amalan tersebut, Aku tinggalkan dia bersama sekutunya.” (HR. Muslim : 2985)

Dan dalam Sunan Ibnu Majah no. 2890 dengan jalur sanad yang mengandung kelemahan (Ad-Dha’fu), terdapat sebuah hadis yang diriwayatkan dari sahabat Anas radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa dalam hajinya,

اللهمَّ اجعلْه حَجًّا ، لا رياءَ فيه ولا سُمعةَ

Ya Allah, jadikanlah haji ini (sebagai haji) yang tidak ada riya dan sum’ah di dalamnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2890)

Syekh Albani di dalam kitabnya “As-Silsilah As-Shahihah” menyebutkan riwayat yang menguatkan hadis di atas, sehingga derajatnya naik menjadi ‘hasan lighairihi’ (bukan dha’if).

Kedua: Semangat di dalam mempelajari hukum-hukum khusus terkait ibadah haji dan umrah

Saat seorang muslim giat dan semangat dalam mempelajari ilmu dan hukum terkait haji dan umrah, maka ia akan melaksanakan haji dan umrahnya tersebut dalam koridor kebenaran dan sesuai dengan apa yang telah diajarkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Hendaknya ia mencoba membaca buku-buku pedoman terkait hukum-hukum haji. Di antaranya adalah karya Syekh Bin Baz rahimahullah yang berjudul ‘At-Tahqiq Wa Al-Idhah Likatsirin Min Masa’il Al-Hajj Wa Al-Umrah Wa Az-Ziyarah’ (Investigasi dan Penjelasan Terhadap Banyak Sekali Permasalahan Seputar Haji, Umrah, dan Ziarah). Hendaknya ia juga bertanya kepada para ulama dan ustaz yang mumpuni di bidang haji dan umrah perihal sesuatu yang belum ia ketahui hukumnya sebelum mengamalkannya, sehingga ia tidak mudah terjatuh ke dalam kesalahan.

Ketiga: Berteman dan bergaul dengan teman-teman yang baik.

Saat berhaji, usahakan untuk berteman dan bergaul dengan mereka yang dapat memberikan kita manfaat keilmuan ataupun adab. Di dalam banyak hadis dan ayat, Allah Ta’ala dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengisyaratkan pentingnya teman dan sahabat yang baik. Di antaranya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَثَلُ الجَلِيسِ الصَّالِحِ والجَلِيسِ السَّوْءِ، كَمَثَلِ صاحِبِ المِسْكِ وكِيرِ الحَدَّادِ؛ لا يَعْدَمُكَ مِن صاحِبِ المِسْكِ إمَّا تَشْتَرِيهِ أوْ تَجِدُ رِيحَهُ، وكِيرُ الحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أوْ ثَوْبَكَ، أوْ تَجِدُ منه رِيحًا خَبِيثَةً.

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek bagaikan berteman dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan merugikanmu. Engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau mendapat wanginya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101 dan Muslim no. 2628)

Keempat: Mempersiapkan bekal harta yang mencukupi selama perjalanan ibadah hajinya.

Jika seseorang telah mempersiapkan harta yang mencukupi, maka ia tidak butuh lagi meminta-minta kepada manusia. Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

ومَن يَسْتَعْفِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، ومَن يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ

“Dan barangsiapa yang menahan (menjaga diri dari meminta-minta), maka Allah akan menjaganya dan barangsiapa yang meminta kecukupan, maka Allah akan mencukupkannya.”  (HR. Bukhari no. 1469 dan Muslim no. 1053)

Baca juga: Lima Amalan yang Pahalanya Setara dengan Ibadah Haji

Kelima: Berhias diri dengan akhlak dan budi pekerti yang baik serta mempergauli orang lain dengan cara yang baik.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اتَّقِ اللهَ حيثُما كُنتَ، وأتْبِعِ السَّيئةَ الحسنةَ تمحُهَا، وخالقِ النَّاسَ بخُلُقٍ حسَنٍ

”Bertakwalah kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala di mana pun engkau berada. Iringilah kejelekan itu dengan kebaikan, niscaya kebaikan itu akan menghapusnya (kejelekan). Dan pergaulilah manusia dengan pergaulan yang baik.” (HR. Tirmidzi no. 1847 dan Ahmad no. 21392)

Pergaulan yang baik di sini maksudnya adalah memperlakukan orang lain sebagaimana diri kita ingin diperlakukan.

Keenam: Menyibukkan diri dengan zikir, doa, dan istigfar. Menjaga lisan agar tidak berucap kotor serta memanfaatkan waktu untuk hal-hal yang akan memberikan dampak baik bagi dirinya di dunia dan di akhirat.

Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam katakan,

ومَن كانَ يُؤْمِنُ باللَّهِ واليَومِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أوْ لِيَصْمُتْ

“Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka hendaklah ia berkata yang baik atau hendaklah ia diam.” (HR. Bukhari no. 6018 dan Muslim no.47)

Berdasarkan juga sabda beliau di hadis yang lain,

نِعْمَتانِ مَغْبُونٌ فِيهِما كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ والفَراغُ

“Dua kenikmatan yang kebanyakan manusia tertipu dengannya: kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari no. 6412)

Ketujuh: Menjauhi dan menghindarkan diri dari mengganggu orang lain, baik dengan ucapan maupun perbuatan

Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

المُسْلِمُ مَن سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِن لِسانِهِ ويَدِهِ

“Seorang muslim (yang sempurna Islamnya) ialah (apabila) seseorang muslim (yang lain) selamat dari (keburukan) lidahnya dan tangannya.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40)

Di antara bentuk mengganggu dan menzalimi orang lain yang harus dihindari adalah merokok. Bahkan, meninggalkan rokok merupakan sebuah kewajiban bagi dirinya. Wajib juga bagi dirinya untuk bertobat kepada Allah Ta’ala dari mengkonsumsi rokok tersebut, karena rokok membahayakan kesehatan (baik bagi penggunanya maupun orang yang ada di sekitarnya) serta merupakan bentuk pemborosan harta.

Semua adab dan catatan penting ini hendaknya diperhatikan dan dikerjakan oleh setiap muslim pada setiap kesempatan tanpa terkecuali. Hanya saja kesemuanya itu lebih ditekankan lagi ketika sedang menempuh dan menjalani ibadah haji ataupun umrah.

Wallahu a’lam bisshawab.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

Diterjemahkan dari kitab “Tabshir An-Nasik bi Ahkami Al-Manasik” karya Syekh Abdul Muhsin bin Hamd Al-Abbad Al-Badr hafidzhahullahu Ta’ala dengan beberapa penyesuaian bahasa.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85537-catatan-bagi-yang-hendak-berangkat-haji.html