Kemenag Masih Seleksi Hotel untuk Calhaj 2019

Kementerian Agama (Kemenag) telah mengirim tim akomodasi ke Arab Saudi untuk mencari hotel yang sesuai spesifikasi. Hotel-hotel tersebut akan menjadi tempat menginap calon jamaah haji (calhaj) Indonesia selama menjalankan ibadah haji di Arab Saudi.

Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri pada Kemenag, Sri Ilham Lubis mengatakan, tim akomodasi dan katering telah berangkat ke Arab Saudi. Saat ini tim akomodasi sedang melakukan seleksi hotel-hotel yang sudah mengajukan penawaran. Tim akomodasi akan memilih hotel sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

“Hotel yang memenuhi standar, standar kita ada standar wilayah, standar kualitas, standar jarak, standar harga, itu harus terpenuhi semua,” kata Sri kepada Republika.co.id, Selasa (19/2).

Ia menerangkan, setelah tim akomodasi memilih hotel yang memenuhi standar, mereka akan melakukan negosiasi dengan penyedia hotel. Supaya mendapatkan harga yang sesuai dengan harga perkiraan sendiri (HPS). Kemudian hotel yang telah dipilih diusulkan untuk ditetapkan kuasa pengguna anggaran (KPA) di Kantor Teknis Urusan Haji.

“Sekarang sudah melihat berkas-berkas yang masuk, penawaran, mereka (tim akomodasi) juga cek kelengkapan persyaratan, ada persyaratan administrasi dan teknis, pokoknya sesuai dengan pedoman Ditjen tentang penyediaan akomodasi,” ujarnya.

Ia menjelaskan, tim akomodasi baru sepekan di Arab Saudi, saat ini mereka masih berada di Makkah untuk mencari hotel yang sesuai. Beberapa hari kemudian baru beralih ke Madinah untuk mencari hotel di sana.

Kemenag juga menyampaikan, rancangannya calhaj dari daerah yang sama akan ditempatkan di satu wilayah. Tapi rancangan tersebut akan diputuskan setelah tim akomodasi mendapatkan hotel yang sesuai kriteria. “Ini baru mau dicari rumah-rumahnya, hotelnya, keputusannya nanti setelah mereka selesai, baru disosialisasikan kebijakannya,” terangnya.

Selain tim akomodasi, Kemenag juga telah memberangkatkan tim katering ke Arab Saudi. Sementara, tim transportasi yang akan menyediakan angkutan calhaj Indonesia belum diberangkatkan.

Masuklah ke Dalam Islam Secara Total

MENGAPA kebanyakan dari kita sangat tidak mudah untuk merasakan kenikmatan keimanan, lezatnya ketaatan, khusyuknya keperibadahan dan manisnya amal kebajikan?

Pada umumnya kita masih menjalani sebuah ibadah itu dengan setengah-tengah atau mungkin lebih rendah lagi. Mayoritas masyarakat pada umumnya memiliki level masih berada di tataran seremoni (semangat peringatan-peringatan), atau formalitas saja. Padahal keimanan dan keislaman sejati itu seharusnya benar-benar bisa merasuk ke hati, menyatu dengan jiwa dan mewujud dalam rasa cinta dan rida yang nyata.

Agar mampu merasakan nikmatnya amal saleh dan khusyuknya ibadah diharuskan beragama itu secara total. Syarat mutlaknya adalah hawa nafsu harus mampu ditundukkan dan dikendalikan. Karena selama masih ada hawa nafsu tertentu yang secara utuh atau hampir utuh selalu diperturutkan, maka selama itu pula sikap ogah-oagahan akan senantiasa menyertai dalam pelaksanaan setiap amal saleh dan penunaian ibadah.

Karena pada umumnya ketaatan itu harus disikapi sebagai beban berat yang harus ditanggung dan dilepaskan dan belum dirasakan sebagai kebutuhan hidup yang dirindukan rasa nikmatnya dan buah lezatnya.

Allah Taala berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (secara total), dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” Q.S Al-Baqarah: 208

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Tak sempurna iman seseorang dari kalian sampai hawa nafsunya tunduk mengikuti ajaran yang aku bawa”. (Hadist Riwayat Imam An-Nawawi, hadits hasan shahih yang kami riwayatkan dalam kitab Al-Hujjah dengan sanad yang shahih).

Dalam hadis lain Rasulullah juga bersabda: “Telah bisa merasakan nikmat/lezatnya iman, orang yang telah ridha terhadap Allah sebagai Tuhan(nya), ridha terhadap Islam sebagai agama(nya) dan ridha terhadap Muhammad (shallallahu alaihi wasallam) sebagai rasul(nya).” Hadits Riwayat Muslim dari Al-Abbas radhiyallahu anhu.

Riwayat yang lain lagi beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Ada tiga hal di mana jika ketiganya ada dalam diri seseorang, maka ia bisa merasakan manisnya iman, yaitu: 1). Jika Allah dan Rasul-Nya telah ia cintai melebihi kecintaannya terhadap selain keduanya; 2). Jika ia mencintai seseorang benar-benar hanya karena Allah; dan 3). Jika ia benci untuk kembali kepada kekufuran seperti kebenciannya andai ia dilemparkan ke dalam api.” (Hadits Riwayat. Al-Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik radhiyallahu anhu).

Jadi rumusnya adalah: Tidak memperturutkan hawa nafsu/menundukkan dan mengendalikannya -> tidak mengikuti langkah-langkah setan -> beriman dengan sepenuh rasa cinta hati dan rida jiwa -> berislam secara total -> manisnya beriman, nikmatnya berislam dan lezatnya berketaatan.

Sedangkan rumus sebaliknya adalah: Memperturutkan hawa nafsu -> mengikuti langkah-langkah setan -> beriman sebatas teori logika, tidak turun dari hati dan tidak sampai menjiwai -> berislam secara setengah-setengah -> beriman sebagai beban, beribadah terasa hambar dan berketaatan terpaksa dan menjenuhkan. [

INILAH MOZAIK

Tiga Manfaat Berbaik Sangka

MEMBANGUN hubungan baik antara manusia satu dengan manusia lainnya dan lebih khususnya muslim satu dengan muslim lainnya, adalah sesuatu yang harus diperjuangkan dengan sebaik-baiknya.

Karena dalam Alquran, Allah SWT telah menggaris bawahi setiap mukmin itu bersaudara (QS. Al-Hujurat Ayat 10).

Karena itulah, segala sesuatu dalam bentuk sikap dan sifat yang akan memperkuat dan memantapkan persaudaraan harus dijaga dan dipelihara, untuk segala bentuk sikap dan sifat yang dapat merusak ukhuwah harus dihilangkan. Agar hubungan ukhuwah islamiyah itu tetap terjaga dengan baik, salah satu sifat positif yang harus dilakukan adalah husnuzh zhan atau berbaik sangka.

Karena itulah, jika kita mendengar hal-hal yang buruk terhadap saudara sesama muslim sebaiknya kita tabayyun (pengecekan) terlebih dahulu sebelum mempercayai apalagi meresponnya secara negatif. Allah SWT, berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat Ayat 6)

Manfaat berbaik sangka

Banyak sekali manfaat yang bisa diperoleh seorang muslim jika ia memiliki sifat husnuzh zhan kepada orang lain. Pertama, hubungan persahabatan dan persaudaraan akan menjadi lebih baik. Hal ini karena berbaik sangka dalam berhubungan antara sesama mulsim akan menghindari terjadinya keretakan hubungan. Bahkan keharmonisan hubungan akan semakin terasa karena tidak ada kendala-kendala psikologis yang mengahambat hubungan itu.

Kedua, terhindar dari rasa penyesalan dalam berhubungan dengan sesama. Karena buruk sangka terhadap orang lain akan membuat seseorang menimpakan keburukan kepada orang lain tanpa bukti yang benar, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Q.S Al-Hujurat Ayat 6 di atas.

Ketiga, selalu merasa bahagia atas kemajuan yang dicapai oleh orang lain, walaupun kita sendiri belum bisa mencapainya. Hal ini memiliki arti yang sangat penting, dengan demikian jiwa kita akan menjadi tenang dan terhindar dari iri hati yang bisa berkembang pada dosa-dosa bari sebagai kelanjutannya.

Kerugian berburuk sangka

1. Mendapat nilai dosa

Berburuk sangka adalah hal yang jelas-jelas dosa, karena disamping kita tanpa dasar yang jelas sudah menganggap orang lain itu tidak baik, berusaha menyelidiki atau mencari-cari kejelekan orang lain. Hal ini membuat kita melakukan dan mengungkapkan segala sesuatu yang buruk tentang orang lain. Alla SWT, berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa.” (QS. Al-Hujurat Ayat 12)

2. Dusta yang besar

Berburuk sangka akan menjadikan kita menjadi rugi, karena apa yang kita utarakan merupakan suatu dusta yang sebesar-besarnya. Hal ini disabdakan oleh Rasulullah SAW “Jauhilah prasangka itu, sebab prasangka itu pembicaraan yang paling dusta.” (HR. Muttafaqun alaihi)

3. Menimbulkan sifat buruk

Berburuk sangka kepada orang lain tidak hanya akan mengakibatkan pada penilaian dosa dan dusta yang besar, namun juga akan berakibat munculnya sifat-sifat buruk lainnya yang sangat berbahaya, baik dalam perkembangan pribadi maupun hubungan kepada orang lain. Sifat-sifat yang akan muncul antara lain yaitu ghibah, kebencian, hasad, menjauhi hubungan dengan orang lain dan lain-lain.

Dalam sebuah riwayat, Rasulullah SAW bersabda,”Hendaklah kamu selalu benar. Sesungguhnya kebenaran membawa kepada kebajikan dan kebajikan membawa ke surga. Selama seseorang benar dan selalu memilih kebenaran, dia tercatat di sisi Allah seorang yang benar (jujur). Hati-hatilah terhadap dusta, sesungguhnya dusta membawa kepada kejahatan dan kejahatan membawa kepada neraka. Selama seseorang dusta dan selalu memilih dusta, dia tercatat di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari)

Larangan berburuk sangka

Berburuk sangka adalah suatu yang sangat tercela dan dapat mengakibatkan kerugian, maka dari itu perbuatan ini sangat dilarang dan di dalam Islam sebagaiman yang sudah disebutkan pada Q.S Al-Hujurat Ayat 12. Untuk menjauhi perasaan berburuk sangka, maka pribadi masing-masing harus bisa menyadari berapa hal ini sangat tidak baik dan tidak benar dalam hubungan persaudaraan, apalagi dengan sesama saudara muslim.

Di samping itu, jika ada benih-benih perasaan berburuk sangka di dalam hati, maka hal itu harus segera diberantas dan dijauhi karena hal itu berasal dari godaan setan yang bermaksud buruk kepada kita. Yang paling utama dan penting , harus terus memperkuat jalinan persaudaraan antarsesamaMuslim agar yang selalu kita kembangkan adalah berbaik sangka, bukan malah berburuk sangka.

Pesan Khalifah Umar bin Khattab r.a “Janganlah kamu menyangka dengan satu kata pun yang keluar dari seorang saudaramu yang mukmin kecuali dengan kebaikan yang engkau dapatkan bahwa kata-kata itu mengandung kebaikan.”[]

Jangan Buruk Sangka (Tujuh Larangan Rasulullah)

IMAM Al-Qurthubi menerangkan kepada kita bahwasanya buruk sangka itu adalah melemparkan tuduhan kepada orang lain tanpa dasar yang benar. Yaitu seperti seorang menuduh orang lain melakukan perbuatan jahat, akan tetapi tanpa disertai bukti-bukti yang membenarkan tuduhan tersebut.

Allah Swt berfirman, Hai orang- orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba- sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba sangka itu dosa. Dan janganlah mencari- cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adkah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. (QS. Al- Hujurat[49]: 12)

Ayat ini diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw yang berbunyi, Iyyakum wa dzana, fainna dzonna akdzabul hadits yang artinya, Jauhilah oleh kalian prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah perkataan paling dusta. (Muttafaq alaihShahih)

Saudaraku, dalam kehidupan sehari-hari kita seringkali menemukan peristiwa seperti ini. Bahkan, boleh jadi diri kita pun tidak luput melakukannya. Baik disadari ataupun tanpa disadari. Hanya karena omongan teman mengenai diri orang lain, kita bisa dengan mudah terpancing untuk turut berprasangka buruk tentangnya.

Jika sudah demikian, maka hidup kita tidak akan tenang. Mengapa? Karena kita jadi mudah menilai bahwa orang lain adalah jahat. Kepada orang tertentu yang kita buruk sangkai, kita akan bersikap dingin atau menghindar, karena kita menduga bahwa dirinya jahat dan kita ingin selamat. Padahal sebenarnya, belum tentu seperti itu. Bahkan, sangat mungkin sangkaannya itu keliru.

Dalam situasi seperti itu, maka yang rugi siapa? Tiada lain dan tiada bukan yang rugi adalah diri kita sendiri. Kita rugi karena terganggu ketenangan kita. Dan kita bertambah rugi lagi karena buruk sangka mendatangkan dosa pada diri kita sendiri. Naudzubillahi mindzalik!

Dalam Ihya Ulumuddin, Imam Ghazali menjelaskan bahwa buruk sangka (suuzhan) adalah haram sebagaimana ucapan yang buruk. Keharaman suuzhan itu seperti haramnya membicarakan keburukan seseorang kepada orang lain. Oleh karena itu tidak diperbolehkan juga membicarakan keburukannya kepada diri sendiri atau di dalam hati, sehingga kita berprasangka buruk tentangnya. Apa yang Al- Ghazali maksudkan adalah keyakinan hati bahwa suatu keburukan tertentu terdapat dalam diri orang lain. Bisikan hati yang hanya terlintas sedikit saja, maka itu di maafkan. Sedangkan yang dilarang adalah menyangka buruk, di mana persangkaan adalah sesuatu yang di yakini di dalam hati.

Jikalau berprasangka buruk terhadap sesama saja sudah mendatangkan dosa. Maka, apalagi jika buruk sangka itu di tujukan terhadap Allah Swt. Seperti apa berburuk sangka kepada Allah itu?

Bentuk-bentuk contoh suuzhan kepada Allah Swt adalah sikap putus asa dari rahmat-Nya, merasa diri tidak disayangi oleh- Nya. Juga sikap tidak menerima takdir, menganggap Allah tidak adil, menganggap doanya tidak akan dikabulkan dan menganggap kaum Muslimin akan tetap dalam keadaan kalah dan kemenangan akan selama- lamanya berada ditangan orang- orang kafir. Serta masih banyak contoh lainnya.

Sedangkan Allah Swt dengan sangat tegas memperingatkan kita untuk tidak berburuk sangka pada-Nya. Dalam salah satu hadits qudsi disebutkan,

Aku senantiasa berada pada prasangka baik hamba-Ku dan aku akan bersama dia ketika ia mengingat-Ku (berdzikir kepada-Ku) kalau ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingat dia dalam Diri-Ku. Bila ia ingat Diri-Ku di tempat ramai, Aku akan mengingatinya di tempat keramaian yang lebih baik dari padanya. Kalau ia (hamba-Ku) mendekat kepada-Ku sejengkal, akan Ku dekati ia sehasta. Kalau ia mendekat kepada- Ku sehasta, maka Aku dekati dia sedepa dan bila dia datang kepada- Ku berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari. (HR. Bukhari Muslim. shahih)

Mungkin kita bertanya-tanya di dalam hati Lalu bagaimana cara kita membedakan antara sikap waspada dengan buruk sangka? pertanyaan seperti ini sangat wajar muncul di dalam benak kita. Karena, memang sangat halus perbedaanya dan juga sangat mudah sekali prasangka terbetik di dalam hati kita.

Sebagaimana sudah disinggung di atas, bahwa Allah akan memaafkan prasangka buruk yang muncul hanya selintas saja di dalam hati yang kemudian dilupakan. Karena manusia adalah makhluk yang lemah yang tidak mampu menghalang- halangi munculnya kilatan prasangka yang muncul secara tiba- tiba begitu saja di dalam hatinya. Namun, apabila kilatan prasangka tersebut dipelihara terus, dilanjutkan atau ditumbuhkan dengan kecurigaan- kecurigaan berikutnya apalagi hingga dibicarakan kepada orang lain, maka inilah yang mendatangkan dosa.

Sebagaimana dijelaskan oleh Imam Nawawi RA, bahwa buruk sangka yang hukumnya haram adalah prasangka buruk yang menetap di dalam hati seseorang. Sedangkan prasangka buruk yang muncul secara sekilat saja lalu hilang, itu tidaklah mendatangkan dosa karena memang di lur kemampuan manusia.

Pendapat Imam Nawawi tersebut didasarkan kepada sebuah hadits yang menjelaskan bahwasanya Allah Swt akan memaafkan seorang hamba yang di dalam hatinya muncul suatu hal terlarang secara selintas saja secara tidak sengaja, dan ia tidak melanjutkannya dengan cara menceritakannya atau melakukannya.

Hadits tersebut adalah sabda Rasulullah Saw, Sesungguhnya Allah memaafkan bagi umatku apa yang terlintas di hati mereka selama mereka tidak membicarakan atau melakukannya. (HR. Bukhari, Muslim.shahih)

Sebagaimana pengertiannya bahwa buruk sangka adalah menuduh orang lain berbuat keburukan tanpa didasari dengan bukti atau petunjuk yang kuat. Menurut penjelasan Imam Nawawi, maka jika persangkaan muncul karena didorong oleh petunjuk- petunjuk yang kuat dan bisa dipertanggungjawabkan, persangkaan ini tidaklah haram dan tidaklah termasuk kepada buruk sangka. Karena demikianlah tabiat manusia, jika ia mendapatkan petunjuk- petunjuk yang kuat, maka muncullah persangkaan di dalam dirinya. Persangkaan buruk yang sama sekali tidak didasari petunjuk- petunjuk yang kuat dan tidak bisa dipertanggungjawabkan.

Dalam hal buruk sangka kepda Allah Swt, hal ini biasanya terjadi manakala seseorang ditimpa kesulitan hidup. Ketika doanya tidak juga terkabul, keinginannya tidak juga terwujud, maka ia kecewa. Ia putus asa dan beranggapan bahwa Allah Swt tidak mau endengarkan doanya, tidak menyayanginya.

Dalam situasi itu biasanya seseorang menjadi gelap mata dan buta hati. Ia lupa padasekian banyak pemberian Allahyang terlimpah kepada dirinya selama ini. Ia lupa pada penjaganya, pemberian, dan kasih sayng Allah yang tiada pernah bisa terhitung disepanjang hidupnya, sejak ia di dalam rahim ibuya, hingga ia lahir tumbuh dan berkembang.

Padahal, ketika doanya tidak terkabul saat itu, maka itu sesungguhnya bukanlah tidak dikabulkan oleh Allah Swt. Melainkan Allah menundanya dan mengabulkannya berupa kebaikan di akhirat kelak. Atau Allah akan mengabulkannya dengan cara menyelaatkan dirinya dari keburukan.

Rasulullah Saw bersabda, Tidaklah seorang muslim memanjatkan doa pada Allah selama tida mengandung dosa dan memutuskan silaturahim, melainkan Allah akan beri padanya tiga hal: [1] Allah akan segera mengabulkan doanya, [2] Allah akan menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan [3] Allah akan menghindarkan darinya kejelekan yang semisal. Para sahabat lantas mengatakan, kalau begitu kami akan memperbanyak berdoa. Nabi Saw lantas berkata, Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan doa- doa kalian. (HR Ahmad.shahih)

Selain itu, sifat manusia yang selalu tak pernah puas mengakibatkan selalu bermunculan keinginan demi keinginan. Manusia mengira bahwa segala hal yang ia inginkan itu memang baik baginya. Setelah punya motor, ia ingin punya mobil. Setelah punya mobil, ia ingin punya mobil yang mewah. Setelah punya kontrakan, ia ingin punya rumah. Setelah punya rumah, ia ingin punya rumah yang lebih luas dan lebih indah. Begitulah seterusnya. Setelah punya pekerjaan, ia ingin punya jabatan atau kedudukan yang lebih tinggi lagi. Ingin punya penghasilan yang lebih tinggi lagi. Ingin punya penghasilan yang lebih besar lagi

Demikianlah manusia. Memang tidak salah manakalamanusia punya keinginan. Karena dengan adanya keinginan, manusiaakan hidup secara aktif dan kreatif. Namun yang keliru adalah ketika manusia memikirkan bahwa apa yang diinginkannya harus ia dapatkan sehingga ia berusaha mendapatkannya dengan menghalalkan berbagai macam cara. Dan ketika ia gagal mendapatkannya, lantas ia putus asa dan menghujat siapa saja, tak terkecuali Allah Swt. Inilah sikap yang salah.

Artinya: ..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. Al Baqarah: 216)

Sebagai contoh, ada yang ingin menjadi pegawai negeri. Ujian-ujian seleksi ia ikuti. Berbagai persyaratan ia penuhi. Ia menghindari praktik kotor melakukan sogokan untuk meloloskan keinginannya. Akan tetapi, ia tidak lulus ujian tersebut. Pada kesempatan berikutnya ia mencoba kembali, namun tidak juga lulus.

Orang yang mengalami hal demikian bisa jadi terjerumus pada sikap putus asa dan berburuk sangka kepada Allah Swt. Namun, bisa jadi juga dia tetap berprasangka baik kepada-Nya dengan meyakini bahwa kewajiban dirinya hanyalahberusaha seserius dan sebaik mungkin. Karena apapun hasilnya, itu adalah kekuasaan Allah Swt. Siapa yang tahu jika ternyata ketidaklulusannya yang berkali- kali itu mengantarkan dirinya menjadi seorang wirausaha sukses.

Berprasangka baik terhadap Allah Swt akan membuat kita senantiasa siap menerima ketetapan-Nya yang akan terjadi kepada kita. Baik itu kenyataan yang sesuai dengan keinginan, maupun yang tidak. Baik itu kenyataan berupa keberuntungan, maupun kenyataan berupa musibah. Prasangka baik terhadap Allah Swt membuat kita senantiasa yakin bahwasanya setiap ketetapan Allah Swt terhadap diri kita itu pada hakikatnya adalah kebaikan.

Sebagaiman firman Allah Swt.,Dan dikatakan kepada orang- orang yang bertakwa, Apakah yang telah diturunkan oleh Tuhanmu? Mereka menjawab, (Allah telah menurunkan) kebaikan!Orang- orang yang berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya kampong akhirat adalah lebih baik dan itulah sebaik- baik tempat bagi orang yang bertakwa. (QS. An Nahl [16]: 30)

Tidaklah semata- mata Rasulullah Saw melarang umatnya dari suatu perbuatan tertentu, kecuali karena perbuatan tersebut bisa berdampak buruk. Baik bagi dirinya maupun orang lain. Tak terkecuali buruk sangka.

Selain mendatangkan dosa, buruk sangka juga mengganggu kesehatan mental dan jiwa. Karena setiap kali seseorang berburuk sangka terhadap orang lain, maka selama itu pula dirinya akan dipenuhi dengan pikiran-pikiran negatif, kesehariannya tidak tenang, gundah gulana dan gelisah disebabkan prasangkanya sendiri .

Buruk sangka tanpa terasa membuat seseorang menjadi berjiwa pengecut. Karena ia terbiasa sibuk dengan prasangkanya tanpa ada keberanian untuk mencari kebenaran atau tabayyun langsung kepada orang bersangkutan.

Akibatnya kemudian, seseorang yang selalu berburuk sangka, tentunya sulit untuk bahagia. Bahagia adalah keadaan di mana hati tenang tentram. Sedangkan dengan buruk sangka, ketenangan hati akan sangat sulit di dapat. Mengapa? Karena rasa curiga dan pikiran negative lebih mendominasi diri kita. Jika sudah demikian, bagaimana mungkin bisa tenang?!

Semoga kita terhindar dari sifat buruk sangka. Sehingga tenanglah hati kita dan bahagialah hidup kita. [smstauhiid/bersambung]

KH Abdullah Gymnastiar

INILAH MOZAIK

 

Ibadah Harus Bagus

SEGALA puji hanyalah milik Allah Swt. Hanya kepada Allah semua makhluk akan kembali. Dan, hanya atas izin Allah setiap kejadian di alam semesta ini terjadi. Sholawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada nabi Muhammad Saw, sang penutup para nabi, pembawa risalah Islam, membawa manusia dari kegelapan kepada cahaya.

Saudaraku, Allah Swt berfirman di dalam Al Quran, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzaariyaat [51] : 56)

Jelas sekali dalam ayat tersebut Allah Swt menegaskan bahwa kita diciptakan oleh-Nya adalah untuk melakukan kegiatan, beramal, berbuat dalam rangka ibadah kepada-Nya. Allah Swt menghadirkan kita di dunia ini adalah untuk menjadi hamba-Nya, untuk mematuhi setiap perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya.

Kita ini ciptaan Allah, kita ini milik Allah, kita tinggal di bumi yang mutlak adalah milik Allah, segala kebutuhan kita hanya datang dari kekuasaan Allah, dan segala keperluan kita hanya akan tercukupi jikalau Allah yang memberi. Dan, tugas kita adalah patuh kepada-Nya.

Allah Swt berfirman, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath Thalaaq [56] : 2-3)

Saudaraku, Allah Swt mustahil inkar janji. Bagi hamba-Nya yang beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan memberi jalan keluar bagi setiap persoalan hidupnya. Betapa banyak manusia yang stress, putus asa, seolah hidupnya sebentar lagi berakhir disebabkan persoalan yang ia rasa pelik dan rumit. InsyaaAllah, jika ia bertakwa kepada Allah, mudah saja bagi Allah untuk membukakan jalankeluar yang selama ini tak terlihat oleh matanya.

Allah Swt juga akan memudahkan jalan rezeki bagi setiap hamba-Nya yang bertakwa, yang patuh, yang taat. Jalan-jalan rezeki yang tidak pernah diduga-duga, yang tidak sempat terdeteksi, yang datang begitu saja. Rezeki dari-Nya menggelontor dari berbagai arah, bahkan hingga ada yang tidak disadari kedatangannya.

Dan, barangsiapa yang hatinya betul-betul haqqul yaqin bahwa hanya Allah yang kuasa mencukupi karena segalanya adalah milik Dia, maka Allah akan mencukupi segala keperluan kita.

Oleh karena itu, jikalau kita memiliki keperluan, memiliki keinginan, maka periksalah kadar kepatuhan kita kepada Allah. Carilah ilmu tentang apa saja yang Allah sukai, kemudian lakukanlah. Dan, jagalah niat saat melakukannya. Karena ibadah yang bagus itu syaratnya dua, niat yang ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah Saw.

Mohon maaf, mungkin kita bisa mencoba untuk membayangkan jikalau ada seorang majikan memiliki seorang pembantu yang patuh, tidak rewel, akhlaknya baik, tidak banyak keinginan selain menunaikan tugas dengan baik, tentulah majikan itu akan menyukainya. Sang majikan akan menjaganya, mencukupi keperluannya, bahkan memberikan imbalan yang lebih dari yang sudah ditentukan.

Itu baru seorang majikan yang jelas hanyalah makhluk. Apalagi jika Allah Swt. mensikapi hamba-Nya yang taat dan patuh kepada-Nya. Jikalau kita menjadi hamba yang patuh dan taat kepada Allah Swt., maka pasti Allah akan menjaga kita, mencukupi keperluan kita, melimpahkan rezeki, dan memberikan jalan keluar dari setiap persoalan hidup kita. Karena inilah janji Allah dan Allah tidak inkar janji.

Jangan takut terhadap segala persoalan yang terjadi pada hidup kita. Tapi, takutlah kalau kita tidak beribadah dengan baik kepada Allah Swt. Mudah-mudahan kita menjadi orang-orang yang istiqomah dalam ibadah yang bagus.[smstauhiid]

 

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Israel Tutup Semua Gerbang Masjid Al-Aqsha

Polisi Israel menutup semua gerbang Masjid Al-Aqsha di Yerusalem pada Senin (18/2). Belum ada penjelasan tentang penutupan tersebut.

“Semua gerbang Masjid Al-Aqsha telah ditutup oleh polisi Israel,” ungkap Firas al-Dibs, juru bicara Otoritas Endowmen Keagamaan yang dikelola Yordania di Yerusalem, dikutip laman Anadolu Agency.

Selain menutup semua gerbang Al-Aqsha, menurut al-Dibs, polisi Israel juga menyerang jamaah yang sedang berada di dalam masjid. Belum ada keterangan resmi dari kepolisian Israel tentang kejadian tersebut.

Ini bukan pertama kalinya Israel menutup Masjid Al-Aqsha. Pada tahun lalu Israel tercatat beberapa kali melakukan hal tersebut dengan dalih keamanan.

Pada Juli 2017 Israel bahkan sempat memasang detektor logam di gerbang menuju kompleks Al-Aqsha. Hal itu dilakukan setelah terjadi aksi penikaman oleh tiga warga Palestina terhadap dua personel polisi Israel hingga tewas. Ketiga warga Palestina itu pun akhirnya meninggal setelah ditembak pasukan Israel.

Pemasangan detektor logam di Masjid Al-Aqsha diprotes keras oleh warga Palestina. Mereka menilai, tindakan Israel itu jelas telah mengintervensi kegiatan peribadahan umat Muslim. Mereka pun menolak untuk memasuki Masjid Al-Aqsha. Sebagai bentuk perlawanan terhadap Israel, umat Muslim di sana melaksanakan shalat di luar kompleks Al-Aqsha.

Namun, pada akhirnya bentrokan tetap tak terelakkan. Sebanyak empat warga Palestina tewas dan puluhan lainnya luka-luka akibat diserang pasukan Israel saat berdemo memprotes pengoperasian detektor logam di Masjid Al-Aqsha.

REPUBLIKA

Bedanya Iblis, Setan, dan Jin?

Mengenal musuh merupakan bagian dari perlawanan terhadapnya. Bagi orang beriman, iblis dan setan merupakan musuh yang nyata (QS Yasin [36]: 60).

Lantas, siapakah iblis dan setan itu? Kemudian, bagaimana pula perbedaannya?

Iblis

Iblis dalam etimologi bahasa Arab diambil dari kata balasa yang artinya tidak mempunyai kebaikan sedikit pun (man la khaira ‘indah). Sebagian pakar bahasa Arab ada pula yang mengatakan diambil dari kata ablasa yang berarti putus asa. Hal ini dimaksudkan karena iblis telah berputus asa dari rahmat Allah. Menurut riwayat, dahulu iblis bernama Naail atau sebagian riwayat mengatakan Azazil. Setelah dikutuk Allah, ia dipanggil dengan nama iblis.

Jadi, iblis merupakan nama sesosok makhluk. Ia adalah nenek moyang dari bangsa jin, sebagaimana Adam merupakan nenek moyang umat manusia. Seperti jin yang lain, iblis diciptakan Allah dari nyala api (QS al-A’raaf [7]: 12). Jadi, iblis sebangsa dengan jin sebagaimana firman Allah, “Dia (iblis) adalah dari golongan jin.” (QS al-Kahfi [18]: 50).

Dahulu, makhluk yang sebelumnya bernama Naail atau Azazil ini sebenarnya makhluk yang paling saleh di antara para malaikat. Secara penciptaan, ia lebih mulia dari malaikat yang hanya diciptakan dari cahaya. Sedangkan, ia diciptakan dari biang cahaya itu, yakni api.

Ketika Allah mengatakan, ada di antara makhluknya yang akan menjadi iblis, seluruh malaikat meminta kepada Naail agar didoakan tidak dijadikan Allah menjadi iblis. Ia mendoakan seluruh malaikat, tapi lupa mendoakan dirinya sendiri. Akhirnya, dirinyalah yang ternyata menjadi iblis.

Naail inilah yang dilaknat dan diusir dari surga karena membangkang kepada Allah ketika diperintahkan sujud kepada Adam (QS al-Baqarah [2]: 34). Setelah dilaknat, ia diberi nama iblis. Ia berdoa agar dipanjangkan umur untuk bisa menyesatkan manusia. Jadi, hingga saat ini iblis masih terus ada bersama anak keturunannya untuk menyesatkan umat manusia.

Setan

Adapun setan merupakan sifat dari iblis. Setan bukanlah makhluk, melainkan sifat. Sama halnya dengan kata munafik atau fasik. Jadi, sebutan setan tidak hanya berasal dari golongan jin, tetapi juga dari golongan manusia. Sebagaimana firman Allah, “Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi musuh, yaitu setan dari jenis manusia dan jin.” (QS al-An’am [6] :112).

Dalam Majma’ al-Bahrain, klausul sya-thana disebutkan, setan secara etimologi bahasa Arab diambil dari kata sya-tha-na yang bermakna menjauh. Ini dimaksudkan mereka yang disebut setan jauh dari Allah dan menjauhkan orang beriman dari Rabb mereka. Ja’far Syariatmadari dalam Syarh wa Tafsir Lughat Qur’anmendefinisikan, setiap makhluk yang sangat susah menerima kebenaran dan hakikat baik dari golongan manusia atau jin atau dari kalangan hewan sekalipun, maka ia termasuk setan.

Jadi, manusia bisa disebut setan jika ia menjauhkan orang dari Allah. Setan merupakan sebuah entitas dan laqab (gelar) yang memiliki makna pembangkang atau penentang. Setan dimaknai pula sebagai penyebar fitnah dan menyesatkan.

Muhammad Bistuni dalam bukunya Syaithan Syinasi az Didghae Qur’an Karim menyebutkan, setan memiliki makna yang beragam, yakni salah satu contoh yang paling nyata dari makna itu, iblis dan serdadunya. Contoh lain dari makna setan ini, yaitu manusia-manusia perusak dan menyesatkan. Dan, juga pada sebagian perkara bermakna mikroba-mikroba pengganggu.

Bagi orang beriman, iblis dan setan merupakan musuh yang nyata.

Jin

Sedangkan, jin adalah satu bangsa seperti halnya bangsa manusia. Kendati iblis berasal dari golongan jin, tidak seluruh jin menyesatkan. Ada pula di antara jin yang saleh dan beriman. Jadi, makhluk berakal dari bangsa jin dan manusia sama-sama berpotensi untuk bisa menjadi setan.

Allah telah menciptakan jin terlebih dahulu sebelum menciptakan Adam yang menjadi manusia pertama (QS al-Hijr [15]: 27). Jin telah menjadi penghuni pertama di muka bumi sebelum manusia. Namun, bangsa jin sering melakukan pertumpahan darah dan kerusakan.

Berdasarkan riwayat al-Baihaqi dari Tsa’labah al-Khasyani, Rasulullah pernah memberikan spesifikasi bangsa Jin. “Jin terdiri atas tiga jenis. Ada yang bersayap, mereka terbang di udara. Ada yang berupa ular dan anjing. Ada pula jin yang menempati (suatu tempat) dan berjalan (seperti manusia).” Selain riwayat ini, ada pula yang menyebutkan jenis jin yang disebut al-Ghilan yang mampu berubah berbagai rupa dan bentuk. Kaum cendekiawan dan bangsawan dari golongan jin disebut dengan ifrit. Kaum ini dikenal pula dengan kecerdikan dan kekuatannya. (QS an-Naml [27]: 39).

Jin

Sedangkan, jin adalah satu bangsa seperti halnya bangsa manusia. Kendati iblis berasal dari golongan jin, tidak seluruh jin menyesatkan. Ada pula di antara jin yang saleh dan beriman. Jadi, makhluk berakal dari bangsa jin dan manusia sama-sama berpotensi untuk bisa menjadi setan.

Allah telah menciptakan jin terlebih dahulu sebelum menciptakan Adam yang menjadi manusia pertama (QS al-Hijr [15]: 27). Jin telah menjadi penghuni pertama di muka bumi sebelum manusia. Namun, bangsa jin sering melakukan pertumpahan darah dan kerusakan.

Berdasarkan riwayat al-Baihaqi dari Tsa’labah al-Khasyani, Rasulullah pernah memberikan spesifikasi bangsa Jin. “Jin terdiri atas tiga jenis. Ada yang bersayap, mereka terbang di udara. Ada yang berupa ular dan anjing. Ada pula jin yang menempati (suatu tempat) dan berjalan (seperti manusia).” Selain riwayat ini, ada pula yang menyebutkan jenis jin yang disebut al-Ghilan yang mampu berubah berbagai rupa dan bentuk. Kaum cendekiawan dan bangsawan dari golongan jin disebut dengan ifrit. Kaum ini dikenal pula dengan kecerdikan dan kekuatannya. (QS an-Naml [27]: 39).

Jin

Sedangkan, jin adalah satu bangsa seperti halnya bangsa manusia. Kendati iblis berasal dari golongan jin, tidak seluruh jin menyesatkan. Ada pula di antara jin yang saleh dan beriman. Jadi, makhluk berakal dari bangsa jin dan manusia sama-sama berpotensi untuk bisa menjadi setan.

Allah telah menciptakan jin terlebih dahulu sebelum menciptakan Adam yang menjadi manusia pertama (QS al-Hijr [15]: 27). Jin telah menjadi penghuni pertama di muka bumi sebelum manusia. Namun, bangsa jin sering melakukan pertumpahan darah dan kerusakan.

Berdasarkan riwayat al-Baihaqi dari Tsa’labah al-Khasyani, Rasulullah pernah memberikan spesifikasi bangsa Jin. “Jin terdiri atas tiga jenis. Ada yang bersayap, mereka terbang di udara. Ada yang berupa ular dan anjing. Ada pula jin yang menempati (suatu tempat) dan berjalan (seperti manusia).” Selain riwayat ini, ada pula yang menyebutkan jenis jin yang disebut al-Ghilan yang mampu berubah berbagai rupa dan bentuk. Kaum cendekiawan dan bangsawan dari golongan jin disebut dengan ifrit. Kaum ini dikenal pula dengan kecerdikan dan kekuatannya. (QS an-Naml [27]: 39).

Sekolah Haji Indonesia Gelar Kelas Perdana

Sekolah Haji Indonesia (SHI) Provinsi Lampung menggelar kelas perdana. Peluncuran kegiatan itu berlangsung di Masjid Ad-Du’a, Wayhalim, Kota Bandar Lampung, Ahad (17/2).

Launching kelas perdana SHI itu mengambil tema “Menyelam Esensi Ibadah Haji.” Hadir antara lain Direktur Bina Haji Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementrian Agama (Kemenag) Khoirizi, yang sekaligus membuka acara.

Menurut Khoirizi, SHI telah memberikan edukasi, sehingga para peserta lebih terarah dan cenderung lancar dalam beribadah nantinya. SHI hadir untuk memberi poin-poin bimbinga dalam beribadah haji di Tanah Suci. Dia mengungkapkan, selama ini, sudah banyak yang berangkat haji, tetapi hanya sebatas beribadah.

”Saat ini, setiap orang yang berkeinginan berangkat ibadah haji, yang dipertanyakan pertama adalah layanannya. Untuk itu, saya ingin meluruskan sifat tersebut,” ujar Khoirizi di Masjid Ad-Du’a, Wayhalim, Bandar Lampung, Ahad (17/2).

Di antara pertanyaan yang diajukan para peserta kepadanya adalah terkait bagaimana pemerintah mengelola haji. Khoirizi menuturkan, peran negara harus ada di dalam pengelolaan haji.

“Karena setiap apa yang dilakukan pemerintah akan ada kesalahannya. Maka, untuk itu diadakan pembinaan haji tersebut, agar dapat menambah pengetahuan serta dapat melakukan pembinaan secara efektif Ibadah haji,” papar dia.

Sebagai informasi, SHI Lampung dirancang untuk memperkuat dan memperluas pengetahuan tentang haji secara utuh. Pada kesempatan ini, menurut Kepala SHI Provinsi Lapung Amir Mudaris, pihaknya juga mengajak seluruh lapisan masyarakat yang berminat.

“Kami tidak hanya mengundang para orang tua saja, melainkan juga kawula muda untuk lebih mengetahui, dan insya Allah di kemudian hari niat tersebut (menunaikan ibadah haji –Red) dapat terlaksana,” kata Amir Mudaris di lokasi acara, Ahad (17/2).

Selanjutnya, Syunada Bahri selaku pimpinan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) memberikan tausiyah kepada hadirin. Menurutnya, siapapun Muslim cenderung merindukan menunaikan ibadah haji.

Kerinduan itu dialami tidak hanya oleh mereka yang berada, tetapi juga kaum Muslimin yang hidup serba kekurangan. Dalam konteks Rukun Islam, haji menempati urutan kelima, yang dapat dimaknai sebagai penyempurna.

“Ibadah haji adalah proses penghapusan dosa setiap umat Muslim. Jika dijalankan dengan bersungguh-sungguh dan lewat bahasa ataupun doa, Allah Maha Mengetahui, dan Insya Allah akan terkabulkan,” tutur kiai yang juga alumnus Universitas Ibnu Sa’ud Riyadh Arab Saudi itu.

Wasiat Rasulullah untuk Abu Dzar

Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Turmudzi, Baihaqi, dan Darimi, dari Abdullah bin Umar, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang memilih (diam) akan selamat.”

Hadis ini dikuatkan dengan riwayat lain dari Anas bin Malik. Rasulullah menegaskan, barang siapa yang ingin selamat dunia akhirat maka hendaknya ia tidak mengumbar kata-kata dari lisannya. Menjaga lisan dengan tidak banyak bicara adalah aktivitas yang paling ringan. Tetapi, memiliki perhitungan yang cukup besar di sisi-Nya.

Rasulullah pernah memberikan wasiat kepada Abu Dzar. Dalam wasiat itu, Rasulullah menegaskan, “Aku berwasiat untukmu agar berakhlak baik dan tidak banyak bicara. Kedua nya adalah amalan yang paling ringan untuk dilakukan oleh tubuh. Tetapi, dua hal itu nilai pahalanya akan memberatkan timbangan perbuatan kelak di akhirat.”

Karena itulah, menjaga lisan adalah salah satu bentuk ibadah yang paling mulia. Penegasannya terdapat di hadis Abu Hurairah. Diam juga menjadi identitas yang membedakan kualitas dan kepribadian seseorang. Sebuah riwayat dari Abu Abdullah bin Muhriz bin Zahir al-Aslami menegaskan, diam adalah perhiasan bagi mereka yang berilmu dan kamuflase bagi orang yang bodoh. Karena itulah, diam adalah pamung kas akhlak, demikian ditegaskan Rasulullah sebagaimana diriwayatkan Anas bin Malik.

Diam, seperti yang dikemukan di berbagai riwayat di atas, merupakan etika yang sangat dianjurkan. Lantas, apakah ini berarti seseorang dilarang ber bicara? Tentu saja tidak. Berbi caralah, tetapi membicarakan kebaikan. Dan, berdiamlah bila menyangkut keburukan atau topiktopik yang tak patut dibicarakan.

Suatu saat, seperti diriwayat kan Ubadah bin Shamit, Rasulullah SAW bepergian bersama Mu’adz bin Jabal. Dalam perjalanan itu, sahabat yang terkenal dengan kepiawaiannya dalam hukum itu bertanya kepada Rasulullah, “Amalan apakah yang paling utama?” Rasulullah menjawabnya dengan memberikan isyarat menujuk ke bibirnya, “Diam, kecuali dari (hal) kebaikan.”

Lalu, apakah hikmah di balik tuntunan yang diserukan Rasulullah untuk berdiam kecuali dalam hal kebaikan? Riwayat lain yang dinukil dari sahabat Abu Dzar mengungkapkan maksud dan man faat yang bisa diambil dari etika ini. Sikap diam dan berbicara hanya terkait dengan perkara yang baik bisa membantu seseorang menghindari godaan setan dan membantu menjaga agamanya.

Selain itu, diam dengan pengecualian seperti ini merupakan bentuk dari kebijaksanaan. Karena itu, Rasulullah menyebutkan di hadis riwayat Abu Hurairah bahwa kebijaksanaan itu terdiri atas 10 ba gian. “(Sebanyak) sembilan darinya berasal dari mengasingkan diri ( ‘uzlah). Sedangkan, satu lagi terdapat di sikap diam.” Merasa penasaran, seorang salaf yang ber n ama Wahib bin al-Ward pernah mempraktikkannya. Ia sudah mencoba diam dan tidak banyak berbicara, tapi masih saja gagal. Ternyata, diam saja tak cukup. Sikap itu harus ditopang dengan beruzlah. Akhirnya, usahanya pun berhasil.

Tuntunan untuk diam dan menjaga lisan inipun disebarluaskan oleh para sahabat. Mereka saling berwasiat agar tidak sembarangan bicara. Seorang laki-laki pernah meminta wasiat kepada Sa’id al- Khudri. Permintaan itu pun akhir nya dikabulkan. Said al-Khudri berkata, “Berdiamlah kecuali tentang kebenaran. Dengan sikap itu maka engkau akan mengalahkan setan.”

Tetapi, sayang, keutamaan diam ini tidak dilakukan oleh kebanyakan orang. Padahal, di balik sikap diam yang proporsional— berbicara ketika dibutuhkan soal kebaikan—terdapat segudang hikmah. “Hanya sedikit pelakunya,” demikian sabda Rasulullah dalam hadis riwayat Anas bin Malik yang dinukil oleh Ibn ‘Addi, Baihaqi, dan Qudha’i.

Inilah salah satu alasan mengapa Rasulullah SAW menganjurkan agar diam dan menjaga lisan yang proporsional disosialisasikan dan ditradisikan di tengah masyarakat. Seseorang—dalam riwayat Abdullah bin Mas’ud—mendatangi Ra sulullah dan mengatakan, “Wahai Rasulullah, aku adalah orang yang paling ditaati di kaumku, perintah apa yang layak aku serukan ke mereka?” Rasulullah menjawab, “Serukan mereka menebar salam dan sedikit bicara kecuali berkaitan dengan perkara yang bermanfaat.”

Hadiah Sebongkah Batu dari Sahabat Buat Rasulullah

SAHABAT Bilal bin Rabbah Radiallahu anhu ketika Sayyidina Abubakar mengumumkan akan mengumpulkan Alquran, beliau mengambil bagian yang sering dianggap ringan dalam sejarah.

Beliau pergi dan berjalan ke tempat-tempat yang jauh, membawa kabar dan pengumuman. Menyeru kepada semua kaum Muslimin yang menghafal Alquran untuk datang ke Masjid Nabi, untuk dikumpulkan dan dibukukan.

Maka jika kini kita membaca Alquran, sungguh sahabat Bilal Radiallahu anhu akan mendapatkan pahala yang mengalir dari usaha yang beliau lakukan. Beliau mengambil peran dari sebuah perjalanan dan proses sejarah yang besar.

Sahabat Ammar bin Yassir juga punya peran yang sangat unik. Saat pembangunan Masjid Nabawi, beliau sangat semangat sekali. Diangkutnya batu di pundak kiri dan kanan. Berkali-kali beliau ulang alik memanggul batu, sampai keruntuhan.

Dan membuat khawatir Rasulullah dan semua sahabat yang lain. Mereka bertanya, mengapa membawa batu tak satu-satu? Mengapa harus membawa beban di kiri dan kanan?

Lalu sahabat Ammar memberikan jawaban, “Aku membawa dua. Yang satu untukku sendiri. Dan yang satu lagi, aku hadiahkan untuk Rasulullah Junjungan.”

Allahu Akbar! Agama ini dibawa dan didukung oleh manusia-manusia yang mengambil peran. Manusia-manusia yang bekerja dan tidak tinggal diam. Manusia-manusia yang maju dan bergerak mengusung dakwah dengan segala dan berbagai kemampuan.

Dengan tenaga, dengan pikirannya, dengan hartanya, dengan kemampuannya, dengan doanya, dengan waktu, bahkan keterampilannya.

Sekarang giliran kita untuk mengambil peran. Jangan berdiam diri, ambil bagian dalam dakwah dan perjuangan. Besar kecil tak jadi soal. Sebab Allah yang menilai dan memandang. []

 

 

INILAH MOZAIK