Hukum Karmin dalam Islam

Karmin adalah pewarna merah alami yang berasal dari serangga Cochineal. Serangga ini hidup di kaktus Opuntia, dan menghasilkan zat warna merah yang disebut karmin asam. Karmin asam ini kemudian diekstrak dan digunakan sebagai pewarna makanan, minuman, kosmetik, dan obat-obatan. Lantas bagaimana hukum karmin dalam Islam?.

Baru-baru ini viral pernyataan seorang kyai yang menyatakan bahwa karmin ini najis, sehingga haram untuk dikonsumsi. Demikian yang dinyatakan oleh Abah Yai Marzuki Mustamar, Ketua PWNU Jawa Timur yang mensosialisasikan hasil bahtsul masail (diskusi kasuistik fikih) LBM NU Jatim. Keputusan PWNU Jatim itu berbeda pandangan dengan fatwa MUI pusat yang mencetuskan fatwa semenjak tahun 2011 bahwa karmin ini halal. Lalu bagaimana menyikapi hukum karmin dalam Islam?

Pengertian Karmin

Sebelum membahas lebih lanjut, alangkah baiknya mengetahui definisi operasional dari karmin terlebih dahulu. Melansir dari laman CNN, karmin merupakan pewarna dari ekstrak serangga berjenis cochineal atau kutu daun. Pewarna karmin dapat ditemukan di antaranya dalam produk pangan komersial, seperti yoghurt, susu, permen, es krim, dan pangan lainnya yang berwarna merah hingga merah muda.

Hukum Karmin dalam Islam

Putusan hukum yang dicetuskan LBM PWNU Jawa Timur mengacu pada pandangan Madzhab Syafi’i  dan jumhur madzhab yang menyatakan bahwa Karmin dihukumi seperti serangga. Yakni tidak halal untuk dimakan, dan bangkainya najis.

Sedangkan putusan MUI berlandaskan pada analogi karmin dengan belalang, sehingga mereka menghukuminya halal. Logika hukumnya bisa dibaca di putusan masing-masing ormas. Jika dicek dalam kitab komparasi Madzhab, dua pendapat yang diusung kedua ormas ini bisa disimak dalam keterangan berikut yang menjelaskan status serangga ditinjau dari segi makanan;

لِلْفُقَهَاءِ فِي أَكْل الْحَشَرَاتِ اتِّجَاهَانِ:الاِتِّجَاهُ الأَْوَّل: هُوَ حُرْمَةُ أَكْل جَمِيعِ الْحَشَرَاتِ، لاِسْتِخْبَاثِهَا وَنُفُورِ الطِّبَاعِ السَّلِيمَةِ مِنْهَا، وَفِي التَّنْزِيل فِي صِفَةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ} وَهَذَا مَذْهَبُ الْحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالْحَنَابِلَةِ.

Artinya; Terkait masalah mengkonsumsi serangga, ulama terbagi menjadi 2 kubu. Menurut pendapat yang pertama, menghukumi haram. Karena menjijikkan dan watak yang sehat pasti menjauhinya, di samping itu juga mengikuti Nabi Muhammad Saw yang menyatakan keharamannya sesuatu yang menjijikkan. Pendapat ini dipedomani oleh 3 Madzhab, yaitu Syafi’i, Hanafi dan Hambali”. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 17 H. 219)

Ulama yang Mengatakan Hukum Karmin adalah Halal

Adapun pendapat yang menghalalkan adalah sebagai berikut;

 الاِتِّجَاهُ الثَّانِي: حِل جَمِيعِ أَصْنَافِ الْحَشَرَاتِ، وَهُوَ مَذْهَبُ الْمَالِكِيَّةِ، وَهُوَ فِي الأَْصْل إِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ فِيهِ، ثُمَّ انْعَقَدَ الْمَذْهَبُ عَلَيْهَا. قَال الطُّرْطُوشِيُّ: انْعَقَدَ الْمَذْهَبُ فِي إِحْدَى الرِّوَايَتَيْنِ وَهِيَ رِوَايَةُ الْعِرَاقِيِّينَ، أَنَّهُ يُؤْكَل جَمِيعُ الْحَيَوَانِ مِنَ الْفِيل إِِلَى النَّمْل وَالدُّودِ، وَمَا بَيْنَ ذَلِكَ إِلاَّ الْخِنْزِيرَ فَهُوَ مُحَرَّمٌ بِالإِِْجْمَاعِ. وَقَدْ ذَهَبَ بَعْضُ الْمَالِكِيَّةِ إِِلَى حُرْمَةِ الْحَشَرَاتِ وَالْهَوَامِّ، كَابْنِ عَرَفَةَ وَالْقَرَافِيِّ، وَلَعَلَّهُمْ أَخَذُوا بِالرِّوَايَةِ الأُْخْرَى فِي الْمَذْهَبِ. ثُمَّ إِنَّ الْقَوْل بِحِل جَمِيعِ الْحَشَرَاتِ لَيْسَ عَلَى إِطْلاَقِهِ، فَإِِنَّهُمْ قَدِ اخْتَلَفُوا فِي بَعْضِهَا وَذَلِكَ كَالْفَأْرِ.

Artinya; Menurut pendapat yang kedua, semua jenis serangga dihukumi halal. Ini adalah pendapatnya Madzhab Maliki. Hanya saja sebagian ulama’nya menyatakan keharamannya, misalnya adalah Ibnu Arafah dan Al-Qarafi.

Adapun pendapat yang memukul rata kehalalannya semua jenis serangga, ini tidak universal. Karena mereka banyak berbeda pendapat terkait kehalalan beberapa hewan, contohnya semisal Tikus”. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, Juz 17 H. 220)

Dengan demikian bisa diketahui bahwa mayoritas madzhab mengharamkan serangga, Madzhab Maliki pun juga berbeda pendapat di kalangan internalnya. Karena ini masalah makanan, seyogyanya memilih pendapat yang difatwakan oleh mayoritas. Karena pengaruh makanan haram ini berdampak pada berbagai aspek, misalnya adalah kesalehan spiritual.

Imam al-Ghazali dalam kitabnya yang berjudul Ihya’ Ulumiddin telah membahas ini dalam satu tema, di sana (Kitab Al-Halal Wa Al-Haram) beliau menjelaskan makanan haram dan dampaknya. Di antaranya adalah kutipan beliau atas riwayat dari Sahal al-Tusturi:

وقال سهل رضي الله عنه من أكل الحرام عصت جوارحه شاء أم أبى علم أو لم يعلم ومن كانت طعمته حلالاً أطاعته جوارحه ووفقت للخيرات

Sahl al-Tustari RA berkata, “Orang yang memakan sesuatu yang haram, maka tubuhnya telah bermaksiat. Baik dia mengetahuinya atau tidak. Adapun orang yang memakan sesuatu yang halal, maka tubuhnya telah taat kepada Allah dan dia akan diberi pertolongan untuk senantiasa melakukan banyak kebaikan.” (Ihya’ Ulum al-din, Juz 2 H. 21)

Al-Habib Abdullah Al-Haddad berkata;

ثم اعلموا رحمكم الله : أن أكـل الحـلال ينـور القلـب ويرفقه ، ويجلب له الخشية من الله والخشوع لعظمته ، وينشط الجوارح للعبادة والطاعة ، ويزهد في الدنيا ويرغب في الآخرة ، وهو سبب في قبول الأعمال الصالحة واستجابة الدعاء ؛ كما قال عليه الصلاة والسلام لسعد بن أبي وقاص رضي الله عنه : « أطب طعمتك تستجب دعوتك » . وأما أكل الحرام والشبهات فصاحبه على الضد من جميع : هذه الخيرات : يقسي القلب ويظلمه ، ويقيد الجوارح عن الطاعات ، ويرغب في الدنيا . وهو سبب في عدم قبول الأعمال الصالحة ورد الدعاء ؛ كما في الحديث : أنه عليه الصلاة والسلام ذكر الرجل أشعث أغبر ، يمد يديه إلى السماء يا رب يا رب ! ومطعمه حرام. الحديث ، وقد تقدم فاحرصوا على أكل الحلال وعلى اجتناب الحرام كل الحرص . وليس الورع خاصاً بالأكل فقط ، بل هو عام في جميع الأمور .

“Ketahuilah bahwa makanan halal bisa menyinari hati dan melunakkannya, mempertebal rasa takut kepada Allah menjadikan khusyuk, menggiatkan anggota tubuh untuk beraktivitas ibadah dan ketaatan, menzuhudkan dunia dan menjadikan suka akhirat, yang mana kesemuanya ini adalah sebab diterimanya amal baik dan dikabulkannya doa. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW kepada Sa’ad bin Abi waqqash “Perbaikilah makananmu, niscaya doamu dikabulkan”.

Adapun dampak dari makan makanan haram dan syubhat, maka yang mengkonsumsi akan mendapatkan hal-hal yang sebaliknya. Yakni keras dan matinya hati, memperberat jasmani untuk melaksanakan ketaatan, membuat senang atas dunia, yang mana kesemuanya ini adalah sebab tidak diterimanya amal baik dan ditolaknya doa sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah SAW”. (Nashaih Al-Diniyyah, halaman 326)

Demikian penjelasan terkait hukum karmin dalam Islam. Semoga keterangan ini memberikan manfaat bagi semua.

BINCANG SYARIAH

10 Tips Liburan Bersama Keluarga yang Menyenangkan dan Bawa Berkah

Apa saja tips liburan bersama keluarga agar lebih menyenangkan dan bawa berkah?

Pertama-tama yang sebaiknya diingat, di balik kesibukan mencari nafkah dan bekerja, hendaklah seorang ayah menyediakan waktu berlibur dengan keluarganya.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membenarkan apa yang disampaikan oleh Salman pada Abu Darda’ karena Salman melihat Abu Darda’ tidak memperhatikan istri dan keluarganya dengan baik (tidak ada waktu yang diberi untuk keluarga). Nasihat tersebut sebagai berikut,

إِنَّ لِرَبِّكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلِنَفْسِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، وَلأَهْلِكَ عَلَيْكَ حَقًّا ، فَأَعْطِ كُلَّ ذِى حَقٍّ حَقَّهُ

Sesungguhnya bagi Rabbmu ada hak, bagi dirimu ada hak, dan bagi keluargamu juga ada hak. Maka penuhilah masing-masing hak tersebut.” (HR. Bukhari, no. 1968). Artinya, kita diperintahkan untuk membagi waktu dengan bijak, yaitu waktu untuk beribadah kepada Allah, waktu untuk keluarga, dan waktu untuk istirahat badan.

Wahai para ayah, sempatkanlah waktu berlibur bersama istri dan anak-anak. Kebersamaan bersama keluarga akan membangun kehangatan, komunikasi yang baik, bahkan akan mengurangi konflik dan kesalahpahaman yang selama ini terjadi.

TIPS LIBURAN BERSAMA KELUARGA AGAR LEBIH BERKAH

1. Sesuaikan isi dompet (jangan sampai berhutang).

Allah Ta’ala berfirman,

لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath-Thalaq: 7).

Ayat ini mengajarkan agar memberi nafkah sesuai kemampuan. Maka berbelanja dan berlibur perhatikanlah kemampuan, bahasa lainnya adalah PERHATIKAN ISI DOMPET.

2. Perhatikan waktu shalat, pilih liburan yang mudah untuk menjalankan ibadah shalat lima waktu.

Semoga dengan rutin menjaga shalat meskipun dalam keadaan safar dan berlibur, Allah menghapus dosa kita antara shalat yang satu dan shalat yang berikutnya.

Dari ‘Utsman, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَتَوَضَّأُ رَجُلٌ مُسْلِمٌ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ فَيُصَلِّى صَلاَةً إِلاَّ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الصَّلاَةِ الَّتِى تَلِيهَا

Tidaklah seorang muslim memperbagus wudhunya, lantas ia mengerjakan shalat melainkan Allah mengampuni baginya dosa di antara shalat tersebut dan shalat berikutnya.” (HR. Bukhari, no. 160 dan Muslim, no. 227)

Baca juga: Keutamaan Shalat Lima Waktu

3. Pelajari fikih safar.

Di antaranya yang mesti dipelajari:

  • kapan disebut safar, kapan disebut mukim sehingga boleh menjamak dan mengqashar shalat,
  • cara menjamak shalat, baik dengan jamak takdim dan jamak takhir,
  • cara mengqashar shalat,
  • cara bersuci baik dengan wudhu atau tayamum,
  • cara shalat di kendaraan, yaitu di bus, kapal, kereta, atau pesawat.

4. Cari makanan yang halal.

Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

Sesungguhnya Allah itu thayyib (baik). Allah tidak akan menerima sesuatu melainkan dari yang thayyib (baik).” (HR. Muslim, no. 1015)

5. Tetap memperhatikan aturan syariat, misalnya: jangan bermudah-mudahan membuka aurat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengingatkan wanita yang berpakaian tetapi telanjang. Dalam hadits disebutkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا

Ada dua golongan dari penduduk neraka yang belum pernah aku lihat: (1) Suatu kaum yang memiliki cambuk seperti ekor sapi untuk memukul manusia dan (2) para wanita yang berpakaian tapi telanjang, berlenggak-lenggok, kepala mereka seperti punuk unta yang miring. Wanita seperti itu tidak akan masuk surga dan tidak akan mencium baunya, padahal baunya dapat tercium dari jarak sekian dan sekian.” (HR. Muslim, no. 2128)

6. Perhatikan teman yang membersamai saat berlibur, yaitu teman yang senantiasa mengajak untuk ibadah dan menjauhi maksiat.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pada kita untuk mencari teman yang baik dengan membuat ibarat berteman dengan pemilik minyak wangi,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ ، وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ إِمَّا تَشْتَرِيهِ ، أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً

Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang saleh dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wa sallam bersabda,

الْمَرْءُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ

Seseorang akan mencocoki kebiasaan teman karibnya. Oleh karenanya, perhatikanlah siapa yang akan menjadi teman karib kalian.” (HR. Abu Daud, no. 4833; Tirmidzi, no. 2378; dan Ahmad, 2:344. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Teman yang shalih punya pengaruh untuk menguatkan iman dan terus istiqamah karena kita akan terpengaruh dengan kelakuan baiknya hingga semangat untuk beramal. Sebagaimana kata pepatah Arab,

الصَّاحِبُ سَاحِبٌ

“ٍSifat sahabat itu bisa saling mempengaruhi.”

7. Manfaatkan waktu dengan baik. Walau bersafar, tetaplah menjaga dzikir pagi dan petang, serta amalan-amalan saleh lainnya.

Karena nikmat waktu akan ditanya,

ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ

Kemudian kamu pasti akan ditanya tentang kenikmatan (yang kamu bermegah-megahan di dunia itu)”. (QS At Takaatsur: 8)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan, kita banyak lalai ketika sehat dan punya waktu luang sebagaimana disebutkan dalam hadits,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ ، الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ

Ada dua kenikmatan yang banyak dilupakan oleh manusia, yaitu nikmat sehat dan waktu luang”. (Muttafaqun ‘alaih)

Para ulama mengatakan,

الوَقْتُ أَنْفَاس لاَ تَعُوْدُ

Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.

8. Perhatikan waktu cuti, jangan sampai berlebih melebihi masa cuti karena seorang muslim hendaklah memenuhi perjanjiannya.

Allah Ta’ala berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (QS. Al-Maidah: 1)

Dalam kaidah fikih disebutkan,

الْمُسْلِمُوْنَ عَلَى شُُرُوْطِهِمْ إِلاَّ شَرْطًا حَرَّمَ حَلاَلاً أَوْ أَحَلَّ حَرَامًا

“Kaum muslimin harus memenuhi syarat-syarat yang telah mereka sepakati kecuali syarat yang mengharamkan suatu yang halal atau menghalalkan suatu yang haram.”

9. Banyak bersabar dan tahan emosi karena waktu liburan akan banyak berinteraksi dengan orang dengan berbagai macam karakter.

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِى يُخَالِطُ النَّاسَ وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِى لاَ يُخَالِطُ النَّاسَ وَلاَ يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

Seorang mukmin yang bergaul di tengah masyarakat dan bersabar terhadap gangguan mereka, itu lebih baik daripada seorang mukmin yang tidak bergaul di tengah masyarakat dan tidak bersabar terhadap gangguan mereka.” (HR. Tirmidzi, no. 2507. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini sahih).

10. Liburan ke Jogja yuk!

Kalau saran kami, liburan ke Jogja saja yuk mengikuti “Rihlah Keluarga Sakinah bersama MT. Shafiyah Shalehah dan Rumaysho”. Insya Allah tips-tips yang disampaikan di atas akan bisa didapatkan semuanya. Rihlah ini terbatas hanya untuk 50 keluarga dan akan dibersamai empat Ustadz:

  • Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal
  • Ustadz Ammi Nur Baits
  • Ustadz Abu Salma Muhammad
  • Ustadz Erlan Iskandar

Tema yang diangkat dari Rihlah Keluarga Sakinah ini adalah seputar permasalahan keluarga, yaitu seni memahami pasangan, menjadi ayah dan ibu yang baik, mengatasi konflik keluarga, dan bagaimana timbul saling cinta di dalam keluarga.

Anda bisa berlibur bersama keluarga dan sambil mendapatkan ilmu agama, begitu pula bisa dapat kesempatan konsultasi secara khusus bersama empat pembicara di atas. Bagi yang membawa anak-anak akan ditemani oleh Ustadz Erlan Iskandar dan Tim AMCA.

Kenapa memilih liburan ke Jogja?

Jogja sendiri memiliki banyak keistimewaan, salah satunya penduduk yang ramah tamah, banyak tempat bersejarah, berbagai universitas di Jogja dijadikan tempat mengenyam pendidikan yang lebih baik, tempat wisatanya mengasyikkan (di antaranya pantai-pantai selatan yang indah), dan beli jajanan di Jogja masih relatif murah dibanding kota lainnya.

Dalam rihlah kali ini, para peserta selain gali ilmu, juga akan berkunjung ke Pantai Mesra Gunungkidul dan menikmati menu masakan ndeso (seperti sayur lombok ijo) di Pondok Pesantren Darush Sholihin, Panggang Gunungkidul (binaan Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal). Masakan tersebut dibuat khusus dari ibu mertua.

Semoga Allah mudahkan untuk berliburan bersama keluarga. Semoga Allah senantiasa berkahi dan memberi kemudahan.

Tonton Video Tips Liburan Bersama Keluarga oleh Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal

https://youtube.com/watch?v=3YQ6Yq3v0FU%3Fsi%3D6-xnh_MZopKCtYwh

Selesai ditulis di YIA Kulonprogo, 9 Rabiul Awwal 1445 H, 25 September 2023

Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal 

Sumber https://rumaysho.com/37579-10-tips-liburan-bersama-keluarga-agar-lebih-berkah-dan-diberi-kemudahan.html

Jangan Berlebihan dalam Berpolitik! Dalam Islam, Politik Hanya Sarana Bukan Tujuan

Apakah ketika Rasulullah berhasil membangun komunitas atau negara kecil di Madinah itu berarti Rasulullah diutus untuk membangun sebuah negara? Apakah karena Rasulullah menjadi pemimpin agama sekaligus pemimpin negara, berarti risalah Rasulullah termasuk risalah politik?

Penting ditegaskan sejak awal bahwa misi Rasulullah adalah menyampaikan risalah untuk membangun peradaban yang berakhlak mulia. Sangat kecil jika membicarakan Rasulullah hanya dalam konteks negara, tetapi sebuah peradaban manusia. Politik adalah salah satu sarana membangun masyarakat, tetapi tidak menjadi inti pokok dalam agama.

Inti pokok dalam Islam, adalah keimanan, syariah dan akhlak. Politik  adalah sarana bagaimana keimanan itu tegak, syariah itu tertanam dan akhlak itu terimplementasi dalam kehidupan masyarakat.

Jangan d ibalik, politik menjadi inti dengan cara memperalat agama. Dalil agama diputar-putar dan dieksploitasi karena hanya ingin menegakkan politik kekuasaan. Pemikiran itu menyesatkan dan terlalu berlebihan dalam mikirin politik.

Kenapa ini penting ditegaskan? Kecenderungan saat ini adalah tokoh agama yang hanya membicarakan terus menerus politik dari A sampai Z sehingga lupa mengurusi keimanan, syariah dan akhlak umatnya. Ada pula media Islam yang isinya hanya mempersoalkan politik melulu dan porsi edukasi umatnya tentang pokok-pokok agama menjadi minor.

Jika yang diajarkan terus menerus tentang politik baik sistem politik, aliran politik, sekularisme, kapitalisme, sosialisme yang diangkat terus menerus tanpa henti, porsi membicarakan hal keimanan, praktek ibadah dan memperbaiki akhlak umat menjadi terbengkalai.

Bukan salah membicarakan politik, tetapi jadikanlah politik sebagai sarana bukan tujuan pokok dalam beragama. Misalnya, terus menerus mengkader anak-anak muda berbicara khilafah, memperjuangkan politik Islam, mengkritik sistem yang ada, dan sebagainya hanya menjerumuskan mereka pada hal sarana, bukan tujuan. Lahirlah kader-kader instan yang pintar berbicara politik, tetapi minim pengetahuan keagamaan.

Membangun peradaban yang islami dimulai dari keimanan yang kuat, konsisten dalam ibadah dan mempraktekkan akhlak yang mulia. Itu pilar Islam sebagaimana dalam hadist Nabi. Selanjutnya, kader-kader muda muslim harus diarahkan pada hal yang bermanfaat untuk peradaban manusia. Tidak semua kader muslim kita dicetak jadi aktivis politik yang hanya berbusa-busa berbicara khilafah.

Contoh-contohlah tokoh-tokoh Islam yang bisa membangun peradaban dengan pengetahuan yang kuat. Sebutlah Ibnu Sina, Al-Farabi, Ibnu Rusyd, Al-Khawarizmi, Ibnu al-Haytham, Ibnu Khaldun, Jabir bin Hayyan, dan masih lagi ilmuwan muslim yang berpengaruh terhadadap peradaban dunia.

Peradaban pengetahuan kita saat ini dikuasai Barat dengan dinamika penemuan teknologi dan ilmu yang terus dikembangkan. Sementara anak-anak muslim kita selalu disibukkan dengan urusan politik dan pertentangan politik. Itu layaknya kondisi di Timur Tengah yang selalu disibukkan dengan perebutan politik kekuasaan, mudah diintervensi asing dan tidak mempunyai waktu yang cukup mengembangkan pengetahuan dan teknologi.

Jadi, jika kita jauh ketinggalan dengan dunia Barat bukan karena sistem politik yang ada tidak mendukung. Tetapi energi umat Islam saat ini hanya berbusa-busa dalam politik dan terkadang harus bertikai dengan sesama muslim.

Kita menjadi lupa mendidik kader handal dalam berbagai ilmu pengetahuan. Seolah kita hanya mau mendidik anak-anak militan yang selalu siap perang. Seolah-olah Islam sudah terkepung dari berbagai penjuru sehingga perlu kader handal dalam politik kekuasaan. Anak-anak muda muslim selalu didoktrin tentang peta politik dan impian membangun politik kekuasaan masa lalu.

Mari luruskan kembali tugas membangun umat dan peradaban Islam. Jangan selalu cekoki anak-anak muda muslim dengan berbagai politik aliran dan gairah politik kekuasaan. Kembangkan keahlian dan kreatifitas kader muda muslim dalam berbagai bidang. Munculkan kader-kader muslim yang handal dalam berbagai bidang yang dijiwai dengan keimanan yang kuat, konsisten dalam ibadah dan berperangai akhlak yang mulia.

ISLAMKAFFAH

Balasan Bagi Jamaah Umrah yang Bermaksiat di Tanah Suci

Perbuatan buruk akan diganjar dosa berlipat ganda jika dilakukan di Makkah.

Oleh FUJI EP

Ibadah umrah di Tanah Suci kian populer di tengah masyarakat Indonesia. Terlebih, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi mempermudah baik akses imigrasi, transportasi maupun akomodasi bagi mereka yang ingin berangkat umrah. Faktor lainnya, lamanya antrean haji membuat masyarakat memilih umrah sebagai alternatif.

Jamaah melaksanakan rangkaian ibadah umrah di Makkah al-Mukarramah yang artinya Makkah kota yang mulia. Makkah juga disebut sebagai Tanah Haram atau Tanah Suci.

Ibadah yang dilakukan di Tanah Suci dilipatgandakan pahalanya. Hal itu merujuk pada hadis yang disampaikan Abdullah bin Zubair bin Awwam yang juga dikenal sebagai Ibnu Zubair Radhiyallahuanhu.

Shalat di Masjidil Haram lebih utama dibanding shalat di masjidku dengan kelipatan pahala 100 ribu shalat

HR IMAM AHMAD

Rasulullah SAW bersabda, “Shalat di Masjidku (Masjid Nabawi di Madinah) ini lebih utama dibanding seribu shalat di masjid lain kecuali Masjidil Haram (di Makkah). Sedangkan, shalat di Masjidil Haram lebih utama dibanding shalat di masjidku dengan kelipatan pahala 100 ribu shalat” (HR Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibban).

Jika ibadah yang dikerjakan di Tanah Suci dilipatgandakan pahalanya, lantas bagaimana perbuatan maksiat atau dosa yang dilakukan di Tanah Suci? Apakah dosanya akan berlipat ganda sebagaimana pahalanya berlipat ganda saat melakukan amal ibadah yang baik?

Menjawab pertanyaan tersebut, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin Muhammad al-Ghazali ath-Thusi an-Naysaburi al-Faqih ash-Shufi asy-Syafi’i al-Asy’ari yang dikenal sebagai Imam al-Ghazali dalam kitab Asrar al-Haj menjelaskan bahwa para ulama mengatakan bahwa tinggal lama di Makkah (Tanah Suci) bagi jamaah haji merupakan tindakan yang makruh.

Alasan dihukumi makruh karena khawatir muncul kebosanan atau perasaan nyaman dengan Baitullah. Perasaan semacam itu boleh jadi akan berdampak pada hilangnya bentuk penghormatan kepada Baitullah.

Alasan lainnya, ditakutkan berbuat kesalahan dan dosa di Makkah (Tanah Suci). Hal itu dilarang karena akan menimbulkan kemurkaan Allah SWT karena betapa mulianya Tanah Suci. Ibnu Mas’ud berkata, “Tidak ada satu pun negeri, kecuali di Makkah, di mana seorang disiksa hanya berdasarkan niat buruknya dan belum sempat melakukannya.”

Kemudian Ibnu Mas’ud membaca surah al-Hajj ayat 25.

اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَيَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ الَّذِيْ جَعَلْنٰهُ لِلنَّاسِ سَوَاۤءً ۨالْعَاكِفُ فِيْهِ وَالْبَادِۗ وَمَنْ يُّرِدْ فِيْهِ بِاِلْحَادٍۢ بِظُلْمٍ نُّذِقْهُ مِنْ عَذَابٍ اَلِيْمٍ ࣖ

“Sesungguhnya orang-orang yang kufur dan menghalangi (manusia) dari jalan Allah dan (dari) Masjidil Haram yang telah Kami jadikan (terbuka) untuk semua manusia, baik yang bermukim di sana maupun yang datang dari luar (akan mendapatkan siksa yang sangat pedih). Siapa saja yang bermaksud melakukan kejahatan secara zalim di dalamnya pasti akan Kami jadikan dia merasakan sebagian siksa yang pedih.”

Maksudnya, orang mendapatkan siksa meski hanya sekadar berkehendak. Dikatakan bahwa keburukan akan dilipatgandakan dosanya jika dilakukan di Makkah, sebagaimana kebaikan akan dilipatgandakan pahalanya. Para ulama menghukumi makruh berlama-lama tinggal di Tanah Suci karena khawatir manusia akan lupa dan berbuat dosa. Namun, jika manusia tersebut tidak lupa dan tidak berbuat dosa serta bisa memenuhi hak-hak Tanah Suci, ia tetap bisa mendapatkan keutamaan saat tinggal di Tanah Suci.

Meski jamaah dimakruhkan untuk berlama-lama di Tanah Suci, mereka tak perlu khawatir akan kehilangan panen pahala. Faktanya, ada amal ibadah yang bila dikerjakan oleh seorang Muslim maka diganjar dengan pahala seperti ibadah umrah dan haji. Hal itu berdasarkan pada hadis yang diriwayatkan dari Abu Umamah RA.

Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad SAW bersabda:

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ مُتَطَهِّرًا إِلَى صَلَاةٍ مَكْتُوبَةٍ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْحَاجِّ الْمُحْرِمِ وَمَنْ خَرَجَ إِلَى تَسْبِيحِ الضُّحَى لَا يَنْصِبُهُ إِلَّا إِيَّاهُ فَأَجْرُهُ كَأَجْرِ الْمُعْتَمِرِ وَصَلَاةٌ عَلَى أَثَرِ صَلَاةٍ لَا لَغْوَ بَيْنَهُمَا كِتَابٌ فِي عِلِّيِّينَ

“Siapa yang keluar dari rumahnya dalam keadaan bersuci menuju (untuk melaksanakan) shalat wajib maka pahalanya seperti pahala orang yang berhaji yang sedang ihram. Siapa yang keluar untuk shalat sunah Dhuha, yang dia tidak melakukannya kecuali karena itu, maka pahalanya (setara dengan) orang yang berumrah. Adapun menunggu shalat hingga datang waktu shalat lainnya, tidak melakukan perkara sia-sia antara keduanya, maka pahalanya ditulis di ‘illiyyin (kitab catatan amal orang-orang saleh)” (HR Abu Daud dan Ahmad).

Dalam hadis ini Rasulullah SAW memberikan petunjuk tentang keutamaan pergi ke masjid untuk menunaikan shalat berjamaah dan menjelaskan pahala yang disiapkan bagi mereka yang terbiasa pergi ke sana. Bersuci maksudnya ialah dalam keadaan wudhu dan suci dari hadas kecil maupun besar. Jika itu dilakukan, pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, maka pahalanya seperti jamaah haji yang sedang ihram.

Keadaan suci saat shalat ibarat memasuki ihram saat ibadah haji karena dengan ihramlah pahala haji menjadi sempurna

Keadaan suci saat shalat ibarat memasuki ihram saat ibadah haji karena dengan ihramlah pahala haji menjadi sempurna. Begitu pula dengan orang yang keluar untuk mendirikan shalat. Jika dia bersuci maka pahala shalatnya jadi sempurna. Adapun orang yang berjalan dengan niat murni untuk melaksanakan shalat Dhuha maka dia diganjar pahala yang setara dengan ibadah umrah.

Sedangkan, menunggu shalat sampai tiba waktu shalat berikutnya dan tidak melakukan sesuatu yang sia-sia di antara keduanya, maksudnya adalah tidak ada satu pun urusan duniawi mengalihkan perhatiannya kecuali berzikir dan berdoa.

Pahala yang tertulis di ‘illiyin adalah ketika seorang Muslim selesai melaksanakan shalat di masjid lalu dia tidak pergi keluar dan tetap berada di masjid untuk menunggu waktu shalat berikutnya dan tidak melakukan perbuatan batil selama rentang waktu tersebut. Adapun ‘illiyyin, malaikat naik ke ‘illiyyin untuk memuliakan orang-orang yang beriman atas amal saleh mereka. Pada dasarnya, hadis tersebut memerintahkan setiap Muslim untuk selalu dekat dengan masjid, dan shalat berjamaah di masjid.

REPUBLIKA

5 Motivasi Agar Semakin Semangat Berangkat ke Tanah Suci

Segala puji hanyalah milik Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang telah menjadikan rumah suci-Nya sebagai ladang pahala dan tempat yang aman bagi umat manusia. Tempat di mana hati seorang mukmin senantiasa tertambat kepadanya. Sampai-sampai mereka rela meninggalkan kampung halaman dan sanak saudara demi berangkat dan beribadah di sekitarnya. Menabung rupiah demi rupiah demi mewujudkan cita-cita menginjakkan kaki di bukit safa dan marwa, berdesak-desakan berjalan perlahan untuk melaksanakan tawaf mengelilingi baitullah yang menjadi saksi bisu peradaban manusia dan sejarah Islam yang penuh kemuliaan ini.

Tanah suci ini dinisbatkan oleh Allah sebagai rumah-Nya serta Allah Ta’ala amanatkan kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam untuk menjaganya dan mempersilahkannya bagi siapa saja yang ingin beribadah, tawaf, rukuk, dan sujud kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

وَطَهِّرْ بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْقَآئِمِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

“Dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, orang-orang yang beribadat, dan orang-orang yang rukuk dan sujud.(QS. Al-Hajj: 26)

Layaknya seseorang yang sedang mengejar impiannya untuk bisa diterima di sebuah perusahaan ternama, ia membutuhkan motivasi dan dorongan. Maka, seorang mukmin pasti juga membutuhkan motivasi dan dorongan yang kuat untuk mewujudkan impiannya berangkat ke tanah suci.

Saudaraku, berikut ini adalah beberapa motivasi yang semoga semakin menguatkan niat kita dan semangat kita untuk melaksanakan haji dan umrah ke baitullah yang penuh kemuliaan ini.

Pertama: Haji dan umrah wajib dilaksanakan sekali seumur hidup

Haji dan umrah merupakan dua ibadah agung yang diwajibkan oleh Allah Ta’ala dilaksanakan sekali seumur hidup bagi siapapun yang telah memenuhi syaratnya. Allah Ta’ala berfirman,

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS. Ali ‘Imran: 96-97)

Di ayat yang lain, Allah Ta’ala berfirman,

وَأَتِمُّواْ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ لِلّهِ

“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.” (QS. Al-Baqarah: 196)

Maksud ayat ini adalah sempurnakanlah kedua ibadah tersebut. Di dalam ayat tersebut, digunakan kata perintah yang menunjukkan wajibnya haji dan umrah.

Kewajiban haji dan umrah juga berdasarkan hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, tatkala Aisyah radhiyallahu ‘anha, istri beliau bertanya kepadanya,

هل على النِّساءِ مِن جِهادٍ؟ قال: نعمْ، عليهنَّ جِهادٌ لا قِتالَ فيه؛ الحجُّ والعُمرةُ.

“Wahai Rasulullah, apakah wanita juga wajib berjihad?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Iya. Dia wajib berjihad tanpa ada peperangan di dalamnya, yaitu dengan haji dan umrah.” (HR. Ibnu Majah no. 2901 dan Ahmad no. 25322)

Jika wanita saja diwajibkan umrah dan berhaji karena itu adalah jihad bagi mereka, maka begitu pula dengan pria.

Kedua: Allah Ta’ala sesuai persangkaan hamba-Nya

Betapa dahsyatnya keikhlasan dalam berdoa dan betapa agungnya sebuah kejujuran dan sangka baik kepada Allah Ta’ala. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَقُوْلُ اللهُ تَعَالَى : أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي ، وَأَنَا مَعَهُ إِذَا ذَكَرَنِي ، فَإِنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَإِنْ ذَكَرنِي فِي مَلَأٍ ذَكَرْتُهُ فِي مَلأٍ خَيْرٍ مِنْهُمْ

“Allah Ta’ala berfirman, ‘Aku sesuai persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya ketika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku saat bersendirian, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku di suatu kumpulan, Aku akan mengingatnya di kumpulan yang lebih baik daripada itu (kumpulan malaikat).’” (HR. Bukhari no. 7405 dan Muslim no. 2675)

Saat seorang hamba berprasangka baik bahwa Allah Ta’ala akan mengabulkan niat dan keinginannya untuk berangkat haji dan umrah, maka dengan izin Allah dan kehendak-Nya, Ia akan mengabulkannya sesuai dengan persangkaan hamba-Nya tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda,

إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ

“Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.” (HR. Muslim no. 2564)

Betapa banyak kita saksikan, orang-orang yang Allah Ta’ala karuniakan rezeki berlimpah, namun hatinya tidak terketuk untuk mengunjungi baitullah, melaksanakan ibadah haji dan umrah. Sedangkan sebaliknya, mereka yang ikhlas memohon kepada Allah Ta’ala dengan hatinya, jujur di dalam kerinduannya kepada-Nya, Allah mampukan untuk berangkat haji dan umrah dengan jalan yang tidak disangka-sangka. Sungguh Allah Maha Mendengar terhadap semua doa yang dipanjatkan hamba-Nya.

Ketiga: Ketahuilah! Haji dan umrah adalah ibadah yang sarat akan keutamaan dan faedah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اَلْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُوْرُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Umrah ke umrah adalah penghapus dosa antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tidak ada balasan baginya, selain surga.” (HR. Bukhari no. 1773 dan Muslim no. 1349)

Di hadis yang lain yang diriwayatkan oleh sahabat Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَابِعُوْا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوْبَ، كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ خَبَثَ الْحَدِيْدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ، وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُوْرَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ.

“Iringilah antara ibadah haji dan umrah karena keduanya meniadakan dosa dan kefakiran, sebagaimana alat peniup api menghilangkan kotoran (karat) besi, emas, dan perak. Dan tidak ada balasan bagi haji mabrur, melainkan surga.” (HR. Tirmidzi no. 810, An-Nasa’i no. 2631, dan Ahmad no. 3669)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  juga bersabda,

مَن حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ، ولَمْ يَفْسُقْ، رَجَعَ كَيَومِ ولَدَتْهُ أُمُّهُ.

“Barangsiapa melakukan haji karena Allah ‘Azza wa Jalla tanpa berbuat keji dan kefasikan, maka ia kembali (tanpa dosa) sebagaimana ketika ia dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari no. 1521 dan Muslim no. 1350)

Saudaraku, cukuplah tiga hadis di atas sebagai penyemangat bagi diri kita untuk semakin giat berdoa, berusaha, dan menabung agar dimampukan oleh Allah Ta’ala untuk melaksanakan kewajiban haji dan umrah yang mulia ini.

Jaminan pengampunan dosa kecil saat selesai melaksanakan rangkaian umrah, jaminan rezeki dan terhindarkan dari kefakiran, serta kembalinya keadaaan seseorang layaknya bayi yang baru dilahirkan tentu merupakan dambaan siapapun dari kita.

Keempat: Besarnya keutamaan dan pahala salat di masjidil haram dan masjid nabawi

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلاَةٌ فِى الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ

“Salat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 salat di masjid lainnya selain Masjidilharam. Salat di Masjidilharam lebih utama daripada 100.000 salat di masjid lainnya.” (HR. Ibnu Majah no. 1406 dan Ahmad no. 14694)

Bayangkan! Salat satu kali saja (salat Zuhur misalnya) di Masjidilharam, maka keutamaanya seperti salat 100.000 kali di masjid lainnya, dan itu setara dengan salat lima waktu selama 20.000 hari di masjid selainnya.

Sungguh, ini merupakan keutamaan dan kesempatan besar bagi siapapun yang Allah Ta’ala berikan kesempatan untuk berangkat haji maupun umrah. Sebuah kesempatan yang tak ternilai harganya. Karena dengan keutamaan tersebut, Allah berikan kita kesempatan untuk menyempunakan dan menambal kekurangan-kekurangan yang ada dalam ibadah kita sehari-hari.

Kelima: Makkah dan Madinah adalah sebaik-baik tempat di muka bumi yang bisa kita kunjungi

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda,

وَلا تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلَّا إِلَى ثَلاثَةِ مَسَاجِدَ: مَسْجِدِ الحَرَامِ، وَمَسْجِدِي، وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Tidaklah pelana itu diikat (yaitu tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan dalam rangka ibadah ke suatu tempat), kecuali ke tiga masjid: Masjidilharam, masjidku (Masjid Nabawi), dan Masjidilaqsa. (HR. Bukhari no. 1864 dan Muslim no. 8270)

Dan dari Jabir radhiyallahu ’anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

إنَّ خَيْرَ ما رُكِبَتْ إليه الرَّواحِلُ مَسجِدي هذا والبَيْتُ العَتيقُ

“Sesungguhnya sebaik-baik tunggangan yang dinaiki untuk suatu perjalanan adalah ke Masjidku ini dan ke Baitul Atiq (Masjidilharam).” (HR. Ahmad dalam Al-Musnad, 3: 350 dan Ibnu Hibban, 4: 495)

Belum lagi Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pernah mendoakan kota Madinah agar diberi limpahan keberkahan oleh Allah Azza wa Jalla. Di antara doa beliau,

اللَّهُمَّ بَارِكْ لَنَا فِي ثَمَرِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مَدِينَتِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي صَاعِنَا، وَبَارِكْ لَنَا فِي مُدِّنَا

“Ya Allah! Berilah kepada kami keberkahan pada buah-buahan kami dan berilah kepada kami keberkahan pada kota Madinah kami! Limpahkanlah keberkahan untuk kami pada setiap sha’ dan mud (takaran timbangan) yang kami dapatkan.” (HR. Muslim no. 1373)

Semoga Allah Ta’ala menjadikan kita semua sebagai salah satu tamunya yang  diundang oleh Allah untuk beribadah langsung di rumah-Nya, baitullah yang penuh kemuliaan dan keutamaan. Amin ya Rabbal ‘alamin.

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/87997-5-motivasi-agar-semakin-semangat-berangkat-ke-tanah-suci.html

Teladan Kasih Sayang Rasulullah (2) : Sangat Menyayangi Anak, Cucu serta Anak Yatim

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab: 21).

Role model insan yang sempurna adalah Rasulullah. Beliau menjadi teladan dalam hidup. Perkataan, pandangan, perilaku dan sikapnya adalah cermin pribadi yang sempurna yang tidak lain adalah pancaran wahyu dari ilahi. Rasulullah, benar, manusia biasa. Tetapi, kesempurnaanya karena ia selalu dibimbing cahaya wahyu dari Allah. Meneladani Nabi adalah jalan mengikuti petunjuk ilahi.

Setelah melihat betapa indah dan lembutnya, sikap Rasulullah di dalam rumah tangga bersama istri-istrinya, kali ini kita akan belajar, memahami dan meneladani sikap serupa terhadap anak cucu dan anak-anak kecil lainnya.

Kasih sayang Nabi Muhammad SAW terhadap anak-anak dan cucunya adalah salah satu sisi terindah dari karakternya yang luhur. Dalam banyak hadis dan kisah yang disampaikan oleh para sahabatnya, kita dapat melihat betapa Nabi Muhammad SAW memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan kelembutan.

Karena itulah, Sahabat Anas bin Malik begitu kagum dan bersaksi melalui ucapannya “Tidak pernah saya melihat seorang yang lebih cinta kepada keluarganya lebih dari Rasulullah.” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan Baihaqi). Sikap nabi terhadap keluarga istri, anak dan cucunya merupakan teladan sikap yang harus diteladani oleh umatnya.

Nabi adalah penerima wahyu ilahi, tetapi beliau juga manusia yang dianugerahi oleh Allah dengan hati, perasaan dan emosi. Kerinduan terhadap bagian dari dirinya adalah manusiawi. Masih dari Sahabat Anas, dia menyaksikan :  Saya tidak pernah melihat orang yang lebih berbelas kasih terhadap anak-anak selain Rasulullah SAW. Putranya, Ibrahim, sedang dirawat seorang suster di perbukitan sekitar Madinah. Dia akan pergi ke sana dan kami akan pergi bersamanya dan dia akan memasuki rumah, menjemput putranya, dan menciumnya, lalu kembali.” (HR Muslim).

Bahkan, ketika Ibrahim meninggal dunai dalam usia yang masih anak-anak, Rasulullah terlihat begitu sedih dan menangis. Beliau berkata: “Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, tetapi kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Tuhan kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergian engkau, wahai Ibrahim,” ucap Rasul SAW, seperti disebutkan dalam hadits sahih riwayat Bukhari.

Dari Riwayat inilah lahir hukum kebolehan berduka cita, sedih dan menangis ketika ditinggal orang yang dicintai. Namun, sebagaimana sabda Nabi kesedihan dan tangisan yang tidak berlebihan. Bukan tangisan yang keras dan meronta-ronta.

Nabi memperlakukan anak-anaknya dengan lembut dan mendidik. Dalam hadist Ibnu Hibban, ketika anaknya, Fatimah, datang beliau akan berdiri dan menyambutnya, menciumnya dan memeluknya. Nabu memegang tangannya dan mendudukkannya di sampingnya.

Kecintaan Nabi terhadap Fatimah sebagaimana dinukil dari perkataan beliau “Sesungguhnay Fatimah adalah bagian dariku, akan menyakiti aku apa yang menyakitinya.” (HR Muslim).

Kisah teladan yang tidak kalah menariknya adalah terhadap cucu-cucunya. Nabi selalu mencium pipi cucunya. Adalah Aqra seorang sahabat yang menegornya : “Sungguh saya memiliki sepuluh orang anak, tidak ada seorang pun yang pernah saya ciumi di antara mereka.” Rasulullah memandangnya kemudian bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Nabi sering mengajak cucunya Hasan dan Husain ke masjid. Ini pelajaran penting agar mengajak anak untuk membiasakan diri ke tempat ibadah. Tingkah anak-anak memang susah diprediksi. Karena keriangannya tidak seperti yang diinginkan orang dewasa. Nabi membiarkan cucunya ketika beliau shalat menaiki punggung beliau. Bahkan dalam suatu Riwayat beliau sengaja memperlama sujud karena tidak ingin menyebabkan keduanya terjatuh.

Suatu saat keduanya pernah datang ke masjid dengan jalan tertatih-tatih saat beliau menyampaikan khutbah. Melihat keduanya Nabi menghentikan sejenak ceramahnya, menghampiri keduanya dan mendudukkannya di samping beliau.

Umamah cucu Nabi dari Zainab juga sering digendong Nabi ketika shalat. Ketika hendak sujud, beliau meletakkan Umamah, ketika berdiri beliau mengambilnya kembali. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Malik, dan Ad-Darimi).

Begitulah sikap lembut Nabi yang layak ditiru para bapak-bapak masa kini. Jangan karena alasan ibadah lalu terkadang kita membentak anak-anak agar tidak menggangu. Berikan pelajaran terbaik dengan mendidik dengan lembut.

Rasulullah tidak hanya sayang anak-anak dan cucunya. Beliau begitu sayang terhadap anak-anak kecil, apalagi anak yatim. Dari Anas bin Malik Rasulullah pernah mempercepat shalat karena mendengar tangisan anak yang menangis. Rasulullah tahu perasaan sedih ibunya.

Dalam beberapa kisah yang diriwayatkan Nabi adalah begitu peyanyang terhadap anak-anak. Setiap ketemu anak kecil nabi selalu mengusap kepala dan pipinya. Adalah Jabir bin Sumarah yang pernah merasakannya. Ketika diusap Rasulullah, ia merasakan tangannya dingin dan berbau harum seakan-akan keharuman tersebut keluar dari tas penjual minyak wangi.” (Shahih Muslim, hal VII/81).

Aisyah juga meriwayatkan bagaimana interaksi Rasulullah dengan anak-anak kecil. Ketika mendatangani anak-anak, cerita Aisyah, Rasulullah jongkok di hadapan mereka lalu memberikan pengertian dan mendoakan mereka.

Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Beliau mengajarkan pentingnya merawat dan menyantuni anak-anak yang kehilangan orang tua. Hadis yang menyebutkan bahwa orang yang merawat anak yatim akan bersama-sama dengan Nabi di surga adalah bukti nyata betapa besar perhatian beliau terhadap mereka.

Selain itu, beliau juga memberikan nasihat dan bimbingan yang bijak kepada anak-anak dan cucunya dalam hal agama dan etika. Kasih sayangnya tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk pedoman dan bimbingan moral yang membantu mereka tumbuh menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Termasuk meyayangi anak adalah dengan memberikan nama yang baik sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah.

Penting bagi umat Islam untuk meneladani sikap kasih sayang Nabi ini. Ini bukan hanya relevan dalam hubungan dengan anak-anak biologis, tetapi juga dalam interaksi dengan semua anak-anak dalam masyarakat, terlebih anak-anak yatim.

Kita harus memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, mendengarkan mereka, memberikan pedoman yang baik, dan memberikan contoh moral yang benar. Kelak anak-anak itu akan menelani kasih sayang yang kita berikan kepada mereka.

ISLAMKAFFAH

Teladan Kasih Sayang Rasulullah (1) : Pribadi Penyayang Istri

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab: 21).

Rasulullah adalah teladan umat Islam. Keteladanan ini meliputi berbagai aspek kehidupan. Letak keteladanan Nabi dalam aspek akhlak yang dicontohkan dalam kehidupan beliau. Banyak dari kita umat Islam hanya memahaminya dari sekedar formalitas mengikuti kebiasaan (sunnah) Nabi, tetapi mengabaikan akhlak Nabi dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu yang paling penting diteladani oleh umat Islam adalah akhlak Nabi dalam rumah tangga. Keteladanan seputar rumah tangga beliau penting bagi umat Islam teladani untuk mencapai keluarga yang harmonis, tentram dan penuh nuansa kasih sayang.

Banyak cerita hari ini pernikahan yang disudahi dengan perceraian. Cerai memang dibolehkan, tetapi salah satu hal yang sangat dibenci Allah. Perceraian terjadi karena ketidakmampuan mengelola persoalan dalam rumah tangga.

Banyak kekerasan terjadi dalam rumah tangga baik dilakukan suami ataupun istri. Kekerasan itu akhirnya mempengaruhi anak yang bermental penakut, pendiam atau memilih jalur kekerasan.

Banyak sekali dampak yang ditimbulkan dari unit kecil yang bernama keluarga, terutama terkait hubungan suami dan istri. Kali ini kita akan membahas akhlak Rasulullah terhadap istrinya. Pelajaran ini penting agar umat Islam dapat meneladani Rasulullah dalam perangai dan perilaku beliau dalam rumah tangga.

1. Suami dengan akhlak terbaik dalam keluarga

Rasulullah seringkali menempatkan kebaikan yang tampak di luar sebagai bagian dari ekspresi dan kesempurnaan iman. Artinya, tidak cukup iman seseorang jika tidak ditampilkan dalam bentuk akhlak yang baik, salah satunya terhadap keluarga, khususnya istri.

Abu Hurairah ra meriwayatkan secara marfū’, “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap istrinya.” Hadis hasan – Diriwayatkan oleh Tirmiżi.

Dalam hadist yang lain Rasulullah bersabdar : “Sebaik-baik kalian adalah yang terbaik sikapnya terhadap keluarga. Dan aku adalah yang terbaik di antara kalian terhadap keluargaku.” (HR Ibnu Majah).

Memberikan pergaulan yang baik dan menyenangkan terhadap keluarga adalah bagian penting dari akhlak seorang muslim. Nabi menjadi salah satu teladan terbaik dalam memberikan sikap terbaik kepada keluarganya.

2. Suami yang lembut dan anti kekerasan

Rasulullah adalah pribadi suami yang sangat santun, lembut dan anti kekerasan di dalam rumah tangga. Hal ini sebagaimana dari pengakuan Aisyah, “Rasulullah tidak pernah memukul istrinya walau sekalipun,” (HR. Muslim). Walau sekalipun! Artinya Rasulullah tidak pernah berlaku kasar terhadap istrinya.

Meskipun dalam suatu hadist Nabi menganjurkan suami memukul istri ketika tidak taat, tetapi hal yang perlu digarisbawahi dengan tebal, dengan pukulan yang tidak menyakiti sebagai tegoran. Namun, Nabi tentu saja tidak pernah mempraktekkan memukul terhadap istri-istrinya.

3. Suami yang Tahu Mendekati Istri Ketika Marah dan Cemburu

Nabi sangat memahami perasaan seorang perempuan. Jika didapati istrinya marah dan cemburu, Nabi tidak ikut marah. Nabi memilih pendekatan yang berbeda dan romantis. Sebagaimana pernah diceritakan Aisyah ketika cemburu kepada sayyidah Khadijah. Nabi pun marah melihat perilaku Aisyah. Tetapi apa yang beliau lakukan?

Kemudian Rasulullah berkata dan memerintahkan Aisyah untuk menutup matanya. “Tutuplah matamu”, Aisyah pun menutup matanya kemudian Rasulullah mendekat dan memeluk Aisyah seraya berkata “Ya Humaira ku, marahku telah pergi setelah aku memelukmu,” (HR. Muslim).

Banyak cerita-cerita Rasulullah yang dengan lemah lembut mendekati istrinya yang dihinggapi rasa marah dan cemburu. Rasulullah pun melakukan pendekatan lembut dan dalam suatu Riwayat meminta istrinya membaca taawudz agar dijauh dari godaan syetan.

4. Suami yang sangat perhatian

Diriwayatkan oleh Aisyah r.a, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam adalah orang yang penyayang lagi lembut. Beliau orang yang paling lembut dan banyak menemani istrinya yang sedang mengadu atau sakit. (HR Bukhari No 4750, HR Muslim No 2770).
Tidak hanya perhatian saat sakit, Dalam hadist yang lain Rasulullah sering memberikan hadiah kepada istri-istrinya. Bahkan shafiyyah pernah diperlakukan dengan penuh perhatian ketika menunggangi unta. Beliau menyiapkan tempat duduknya dan membantu mengangkatnya.

5. Suami yang tidak malu mengerjakan pekerjaan rumah tangga

Rasulullah sebagaimana diriwayatkan dari Al-Aswad ra “Aku pernah bertanya kepada Aisyah: Apa yang dikerjakan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam di rumahnya? Aisyah berkata: Beliau membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga, maka apabila telah masuk waktu shalat beliau keluar untuk shalat.” (HR. Al-Bukhari).

Betapa mulianya akhlak Rasulullah. Pemimpin agama, pemimpin negara, tetapi juga pemimpin rumah tangga yang tidak pernah merasa gengsi mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Inilah yang patut dicontoh dan diteladani sehingga rumah tangga bisa rukun dan saling melengkapi.

6. Suami yang tidak kaku dan sering bersenda gurau

Dalam banyak hadist diceritakan bagaimana Rasulullah sering bercanda dengan istri-istrinya. Canda merupakan sarana untuk mendekatkan dan menyelimuti suasana dengan kehangatan.

Rasulullah Saw. bersabda, “Segala sesuatu selain dzikrullah itu permainan dan kesia-siaan, kecuali terhadap empat hal; yaitu seorang suami yang mencandai istrinya, seseorang yang melatih kudanya, seseorang yang berjalan menuju dua sasaran (dalam permainan panah, termasuk juga dalam berlomba), dan seseorang yang berlatih renang.” (HR. An-Nasa’i).

Dalam suatu Riwayat An-nasai Rasulullah pernah bergurau dengan melumuri wajah istrinya dengan kue dan Rasulullah pun membalasnya. Masih banyak hadist lain yang menceritakan bagaimana Rasulullah memberikan nuansa kedekatan dan kehangatan dengan istrinya melalui canda dan guruan. Inilah yang juga penting diteladani para suami, janganlah jadi suami yang kaku.

7. Suami yang romantis

Cerita keromantisan Rasulullah banyak diceritakan dalam berbagai hadist. Nabi mengekspresikan kasih sayang dan cinta dengan beragam bentuk. Dalam Riwayat Aisyah Rasulullah sering mencium istrinya. Beliau pernah makan satu piring berdua. Beliau sering pula tidur di pangkuan istrinya. Dan Rasulullah pernah mandi berdua dengan istrinya.

Sikap romantis Rasulullah ini penting juga dicontoh oleh para suami agar tetap menjaga hubungan keluarga menjadi hangat dan tidak kering. Keluarga seringkali dibunuh oleh perasaan hambar karena hanya melakukan rutinitas. Carilah sesuatu kondisi dan waktu untuk berbuat romantis dengan istri.

8. Suami yang selalu menasehati Istrinya dengan lemah lembut

Untuk urusan menasehati istri, Rasulullah telah berpesan kepada umat Islam dalam suatu Riwayat dari Abu Hurairah RA, dia mengatakan, Rasulullah SAW bersabda,
“Berikanlah nasihat dengan baik kepada kaum wanita, karena wanita diciptakan dari tulang rusuk, dan tulang rusuk yang paling bengkok ada pada bagian atasnya. Karena itu, jika engkau meluruskannya dengan paksa, tulang itu akan patah. Jika engkau biarkan, dia akan terus membengkok. Karena itu, bicaralah dengan baik kepada kaum wanita.” (HR Muttafaq Alaih).

Saking pentingnya menasehati istri, bahkan dalam Riwayat Imam Tirmidzi Rasulullah menyempatkan memberikan khutbah khusus dalam haji wada’ tentang keluarga dan pemberian nasehat terhadap istri. “Inganlah, berilah nasihat yang baik kepada istri-istri kalian. Sungguh, mereka memerlukan perlindungan kalian.

Mari dalam merayakan Maulid Nabi, kitab isa meneladani akhlak Rasulullah di dalam rumah tangga. Rumah tangga yang berkaitan hubungan suami dan istri adalah bagian penting yang mempengaruhi kehidupan sosial. Keluarga yang baik akan menciptakan lingkungan yang baik dan generasi yang baik.

ISLAMKAFFAH

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Berikut ini 3 syarat yang membolehkan tayamum. Secara definisi, tayamum adalah salah satu bentuk ritual bersuci dalam agama Islam yang dilakukan ketika air tidak tersedia atau tidak dapat digunakan untuk wudhu (bersuci dengan air).

Tayammum dilakukan dengan menggantikan air dengan menggunakan tanah yang suci sebagai pengganti. Allah berfirman dalam Q.S an Nisa [4] ayat 43;

وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَفُوًّا غَفُوْرًا

Artinya; Jika kamu sakit, sedang dalam perjalanan, salah seorang di antara kamu kembali dari tempat buang air, atau kamu telah menyentuh perempuan, sedangkan kamu tidak mendapati air, maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci). Usaplah wajah dan tanganmu (dengan debu itu). Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.

Dari surah al-Maidah di atas, setidaknya ada dua sebab atau alasan dibolehkannya bertayamum, yaitu, pertama, ketidakadaan air. Kondisi ini dapat terjadi dalam keadaan apa pun, baik sedang sakit, bepergian, sepulang dari buang air, atau junub.

Kedua, karena kondisi sakit. Jika seseorang menggunakan air untuk bersuci, maka akan memperparah penyakitnya atau lambat sembuhnya menurut keterangan ahli medis.

3 Syarat yang Membolehkan Tayamum

Semantara itu, Imam Al-Ghazali , Ihya Ulumiddin dalam kitab Jilid 1, Tahun 2000, halaman 222 mengatakan bahwa ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang boleh melaksanakan tayamum. Pertama, Ketiadaan air. Kedua, Jauhnya air. Ketiga, Sulitnya menggunakan air. Keempat, kondisi sangat dingin.

  مَنْ تَعَذَّرَ عَلَيْهِ اسْتِعْمَالُ الْمَاءِ لفقده بعد الطلب أو بمانع لَهُ عَنِ الْوُصُولِ إِلَيْهِ مِنْ سَبُعٍ أَوْ حَابِسٍ أَوْ كَانَ الْمَاءُ الْحَاضِرُ يَحْتَاجُ إِلَيْهِ لِعَطَشِهِ أَوْ لِعَطَشِ رَفِيقِهِ أَوْ كَانَ مِلْكًا لِغَيْرِهِ وَلَمْ يَبِعْهُ إِلَّا بِأَكْثَرَ مِنْ ثَمَنِ الْمِثْلِ أَوْ كَانَ بِهِ جِرَاحَةٌ أَوْ مَرَضٌ وَخَافَ مِنَ اسْتِعْمَالِهِ فَسَادَ الْعُضْوِ أَوْ شِدَّةَ الضنا فَيَنْبَغِي أَنْ يَصْبِرَ حَتَّى يَدْخُلَ عَلَيْهِ وَقْتُ الْفَرِيضَةِ

Artinya: Siapa saja yang kesulitan menggunakan air, baik karena ketiadaannya setelah berusaha mencari, maupun karena ada yang menghalangi, seperti takut hewan buas, sulit karena dipenjara, air yang ada hanya cukup untuk minim dirinya atau minum kawannya, air yang ada milik orang lain dan tidak dijual kecuali dengan harga yang lebih mahal dari harga sepadan (normal), atau karena luka, karena penyakit yang menyebabkan rusaknya anggota tubuh atau justru menambah rasa sakit akibat terkena air, maka hendaknya ia bersabar sampai masuk waktu fardhu.

Sementara itu dalam kitab Fiqhu Ibadah Ala Mazhabi Syafi’i, dijelaskan bahwa ada 3 keadaan yang membolehkan seseorang bertayamum, yaitu  pertama, tidak adanya air. Hal ini berarti bahwa tidak ada air sama sekali di sekitar tempat tersebut, atau ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi.

Jika tidak ada air sama sekali, maka orang tersebut boleh bertayammum tanpa perlu mencari air terlebih dahulu. Namun, jika ada air tetapi tidak cukup untuk berwudu atau mandi, maka orang tersebut harus mengutamakan untuk minum dan memasak, daripada untuk bertayammum.

Kedua, sakit. Hal ini berarti bahwa orang tersebut sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya. Jika seseorang sakit dan menggunakan air akan membahayakan kesehatannya, atau memperlambat kesembuhannya, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang memiliki luka terbuka yang tidak tahan air, atau orang yang sedang demam tinggi.

Ketiga, dalam keadaan yang cuaca yang tengah dingin sekali. ika cuaca sangat dingin dan menggunakan air akan membahayakan kesehatan, maka orang tersebut boleh bertayammum. Misalnya, orang yang sedang berada di daerah pegunungan yang sangat dingin, atau orang yang sedang sakit dan tidak tahan air dingin.

الحالات التي يباح فيها التيمم: هي ثلاث: فقد الماء، والمرض، والبرد

Artinya; Keadaan-keadaan yang diperbolehkan untuk tayammum adalah tiga: tidak adanya air, sakit, dan kedinginan.

Selain tiga keadaan di atas, tayammum juga diperbolehkan bagi orang yang takut akan binatang buas atau perampok saat ingin mengambil air.

Tayammum dilakukan dengan cara memukulkan kedua telapak tangan ke tanah atau debu, lalu mengusap wajah dengan telapak tangan kanan dan kedua tangan dengan telapak tangan kiri.

Tayammum hanya berlaku untuk satu kali shalat, jadi jika seseorang melakukan tayammum kemudian menemukan air, maka ia harus mengulang wudunya atau ghuslnya sebelum shalat lagi.

Semoga penjelasan terkait 3 syarat yang membolehkan tayamum. Semoga keterangan ini memberikan manfaat, yang bisa diamalkan ketika ada kesulitan air.

BINCANG SYARIAH

Cinta Nabi adalah Cahaya Menuju Ilahi Tak Terbatas Ruang dan Waktu

Dalam perjalanan spiritual, cinta merupakan matahari yang bersinar terang. Dan jika kita membicarakan cinta, seorang yang penuh cinta kepada Allah dan sesama yang tak terelakkan muncul dalam pikiran kita: cinta kepada sang kekasih, Nabi Muhammad.

Lahir di Mekkah, beliau adalah cahaya di tengah kegelapan, memberikan arah kepada umatnya yang terpinggirkan. Hadir laksana cahaya (nur) dari pancaran ilahi yang menerangi semesta dengan rahmatNya. Nabi layak dicintai bukan karena ia telah menebar rahmat, tetapi tidak hentinya Nabi mencintai umatnya.

Cinta Nabi adalah cinta yang mengalir dari sumber yang tak terbatas, yaitu Allah. Ia menekankan bahwa cinta Nabi adalah cinta suci, cinta yang membawa kedamaian dan keselamatan. Nabi sebagai “sang bulan purnama” yang memberikan cahaya malam kita, membimbing kita dari kegelapan menuju cahaya.

Cinta kepada Allah dan Rasul bukan cinta basa-basi. Bukan cinta pujangga yang hanya dengan kata. Cinta ini adalah ungkapan yang tak terbatas. Cinta Nabi melampaui dimensi ruang dan waktu. Cinta Nabi melampaui batasan-batasan dunia materi dan mencapai dimensi spiritual yang lebih tinggi. Cinta Nabi adalah cinta yang membebaskan jiwa dari belenggu duniawi dan mengantarkannya kepada Allah.

Cinta yang tak terbatas ini juga diekspresikan melalui cinta yang inklusif. Nabi Muhammad datang bukan hanya untuk satu bangsa atau satu agama, melainkan untuk seluruh umat manusia. Cinta Nabi adalah cinta yang mempersatukan orang-orang dari berbagai latar belakang dan keyakinan. Ia adalah teladan kesatuan dalam perbedaan.

Cinta Nabi adalah jalan menuju cinta yang mendalam terhadap Allah. Cinta Nabi adalah ekspresi cinta yang lebih besar, cinta kepada Sang Pencipta. Cinta Nabi menjadi kiblat cinta kepada Allah. Dalam cinta Nabi, kita menemukan jalan menuju Allah, dan dalam Allah, kita menemukan jalan menuju cinta yang sejati.

Cinta Nabi adalah sumber inspirasi dan keselamatan. Ia adalah sumber rahmat dan syafaat dari Allah yang dipancarkan melalui diri Nabi. Melalui cinta Nabi, kita dapat menemukan makna sejati dalam hidup ini. Hidup adalah hanya tentang saling mencintai. Cinta memberikan cahaya dan menyembuhkan.

Cinta Nabi adalah cinta yang tak pernah padamyang akan terus bersinar selama-lamanya. Cinta Nabi adalah warisan yang abadi bagi umat manusia, sebuah cinta yang akan terus menginspirasi dan membimbing kita sepanjang masa.

Manusia selalu diingatkan setiap tahun melalui peristiwa Maulid. Ini bukan tentang ajaran baru dan ritual baru. Tetapi ini adalah sumbu yang akan memantik kembali cahaya cinta yang lebih besar dalam diri manusia. Insan yang tak pernah lepas dari salah dan lupa harus selalu diingatkan dengan momentum.

Bagi penikmat cinta Nabi tentu tidak membutuhkan Maulid. Dalam tahun, bulan, hari, jam bahkan detik, mereka tidak pernah lepas dari dzikir dan pujian terhadap Sang Nabi. Tetapi, bagi diri ini yang mudah silau dengan cahaya palsu dunia. Kita yang terlena dengan kenikmatan cinta materi dunia. Rasanya perlu diingatkan dengan momentum.

Maulid adalah pengingat dan pengikat rasa cinta kita kepada Nabi. Memperkokoh dan memperbanyak lisan kita dihiasi dengan shalawat. Maulid adalah membantu kita mengingat sosok besar yang mengilhami kita menjadi orang yang baik, santun, penyabar, dan penuh kasih sayang. Sosok yang selalu mencintai dan menangisi umatnya setiap waktu.

Jika beliau selalu mengingat umatnya, rasanya Maulid ini hanya seujung kuku dari ekspresi cinta sejati kita untuk Nabi. Bershalawatlah!

ISLAMKAFFAH

Tafsir Al-Maidah Ayat 32; Membunuh Satu Jiwa Sama dengan Membunuh Semua Manusia

Berikut ini akan membahas Tafsir al-Maidah ayat 32 tentang ISlamDalam Al-Qur’an dengan tegas Allah melarang untuk membunuh orang tanpa hak. Tindakan kekerasan tersebut akan diancam dengan neraka jahanam. Allah berfirman dalam Q.S al-Maidah ayat 32;

مَنۡ قَتَلَ نَفۡسًۢا بِغَيۡرِ نَفۡسٍ اَوۡ فَسَادٍ فِى الۡاَرۡضِ فَكَاَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيۡعًا ؕ وَمَنۡ اَحۡيَاهَا فَكَاَنَّمَاۤ اَحۡيَا النَّاسَ جَمِيۡعًا ‌ؕ

Artinya: barangsiapa membunuh seseorang, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena berbuat kerusakan di bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh semua manusia. Barangsiapa memelihara kehidupan seorang manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan semua manusia.

Tentang Tafsir al-Maidah ayat 32, dalam kitab Tafsir Jami’ al Bayan, [Mekkah: Dar Tarbiyah wa at-Turats, tt], halaman 232 karya Ibnu Jarir at Thabari dijelaskan ayat ini menegaskan terkait larangan membunuh orang tanpa hak. Tindakan tersebut  tergolong dalam dosa besar, yang pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka. Lebih dari itu, membunuh satu jiwa yang diharamkan, pembunuhnya akan masuk neraka sebagaimana jika dia telah membunuh semua manusia.

وقال آخرون: معنى ذلك: إن قاتل النفس المحرم قتلُها، يصلى النار كما يصلاها لو قتل الناس جميعًا=”ومن أحياها”، من سلم من قتلها، فقد سلم من قتل الناس جميعًا.

Artinya; Dan orang lain berkata, maksudnya, jika seseorang membunuh jiwa yang diharamkan, pembunuhnya akan masuk neraka sebagaimana jika dia telah membunuh semua manusia. Dan barang siapa yang memelihara jiwa itu, maka dia telah memelihara seluruh umat manusia dari pembunuhan.

Di sisi lain, para ahli takwil menafsirkan ayat ini, larangan membunuh dalam ayat ini ditujukan kepada larangan membunuh Nabi dan pemimpin yang adil. Mengutip pendapat Ibnu Jarir, bahwa siapa yang membunuh seorang nabi atau imam yang adil, maka seolah-olah dia telah membunuh seluruh manusia, dan barang siapa yang mendukung atau membantu seorang nabi atau imam yang adil, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.

فقال بعضهم: معنى ذلك: ومن قتل نبيًّا أو إمام عدل، فكأنما قتل الناس جميعًا، ومن شدَّ على عضُد نبيّ أو إمام عدل، فكأنما أحيا الناس جميعًا

Artinya; Ada  diantara mereka yang berpendapat: artinya, siapa yang membunuh seorang nabi atau imam yang adil, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya, dan siapa yang membantu atau mendukung seorang nabi atau imam yang adil, maka seakan-akan dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya.”

Sementara itu, Abu Al Muzhaffar As-Sam’ani, dalam Tafsir as-Sam’ani, jilid II, [Riyadh, Darul Wathan, 1997],  halaman 33, dengan mengutip pendapat Ibnu Abbas, ayat ini memiliki pengertian bahwa seseorang yang membunuh seseorang tanpa alasan yang sah, maka ia seakan-akan telah membunuh seluruh manusia. Sedangkan siapa saja yang memelihara kehidupan manusia, maka seakan-akan dia telah memelihara seluruh manusia. Artinya, barang siapa yang menahan diri dari membunuh satu orang dari manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia.

وَقَالَ قَتَادَة: مَعْنَاهُ من قتل نفسا فَكَأَنَّمَا قتل النَّاس جَمِيعًا من الْإِثْم، وَمن أَحْيَاهَا، أَي: تعفف وَامْتنع عَن قَتلهَا، فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاس جَمِيعًا فِي الثَّوَاب

Artinya; Artinya, siapa pun yang membunuh jiwa, maka seolah-olah dia telah membunuh seluruh manusia dengan dosa, dan siapa pun yang memelihara jiwa itu, yaitu menahan diri dari membunuhnya, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan seluruh manusia dalam pahala.

Pada sisi yang lain, terdapat hadis Nabi Muhammad yang melarang tegas melakukan tindakan membunuh seorang muslim.  Demikian itu termaktub dalam hadis riwayat Imam Bukhari dan Muslim. Nabi bersabda;

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ

Artinya: Dari Abu Hurairah R.a, dari baginda Nabi, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh dosa yang akan membua binasa”, lantas sahabat  bertanya, “Wahai Rasullah, dosa apakah itu?” Beliau menjawab, “Syirik kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, berpaling dari perang yang berkecamuk, menuduh zina terhadap wanita-wanita merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang bersih dari zina”. (HR. Imam Bukhari & Muslim).

Pesan Damai dalam Islam

Dengan demikian, Islam adalah agama yang menekankan perdamaian, toleransi, dan keadilan. Larangan membunuh adalah bagian dari pesan damai yang ingin disampaikan Islam kepada seluruh umat manusia. Islam memandang bahwa kehidupan manusia harus dihormati dan dijaga, bahkan jika itu adalah kehidupan seorang non-Muslim atau musuh.

Ali Musthafa Ya’qub dalam buku Islam Antara Perang dan Damai,  menjelaskan bahwa Islam adalah agama yang diturunkan untuk umat manusia. Sejak awal, Al-Qur’an dan Hadis, khitabnya Islam itu ditujukan untuk manusia. Kendati, tak bisa dinafikan banyak sekali ayat yang berbicara tentang perang, akan tetapi banyak juga hadis nabi yang menjelaskan tentang damai.

Lebih jauh, meskipun Islam ada konsep “jihad”, akan tetapi maknanya sendiri tidak tunggal [beragam]. Makna jihad g lebih dalam daripada perang fisik. Lebih dari sekadar pertempuran, jihad juga mencakup perjuangan untuk mencapai kebaikan, keadilan, dan perdamaian dalam masyarakat. Pemahaman yang salah tentang jihad telah menyebabkan konflik dan kekerasan yang tidak berdasar dalam nama Islam.

Kesimpulan, larangan membunuh dalam Al-Qur’an dan hadis Nabi Muhammad SAW merupakan bagian integral dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya menjaga kehidupan manusia dan menjauhi tindakan kekerasan yang tidak sah. Pesan damai dalam Islam adalah pesan yang sangat kuat, dan penting bagi umat Muslim untuk menghayati serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, mempromosikan perdamaian, toleransi, dan keadilan di seluruh dunia.

Sekian penjelasan terkait membahas Tafsir al-Maidah ayat 32, yang melarang manusia untuk membunuh orang lain. Semoga kita senantiasa menyemarakkan kedamaian di dunia dan akhirat.

BINCANG SYARIAH