Tafsir Mimpi Masuk Ka’bah Menurut Ulama

Pada zaman dahulu, Ka’bah dibuka bagi semua orang. Siapa saja boleh masuk ke dalam Ka’bah, namun sekarang Ka’bah tertutup dan hanya bisa dimasuki oleh Raja Saudi, Perdana Menteri dan Presiden di berbagai negara.Terkadang banyak orang yang berharap sesuatu atau menginginkan sesuatu, membuatnya terbawa mimpi. Lantas, bagaimanakah tafsir mimpi masuk ka’bah menurut ulama?

Dalam literatur kitab klasik, dijumpai beberapa keterangan mengenai tafsir mimpi masuk ka’bah menurut ulama. Orang yang bermimpi masuk ke ka’bah merupakan pertanda dia akan aman dari apa yang ditakutkan. Apabila dia jomblo maka pertanda akan menikah, apabila non muslim maka pertanda akan masuk Islam. Apabila dalam keadaan durhaka, maka pertanda akan menjadi orang yang berbakti. 

Sebagaimana dijelaskan dalam keterangan kitab Tafsirul Ahlam berikut,

ومن رأى أنه دخل البيت فإنه يأمن  مما يخاف وإن كان عزبا تزوج أو كافرا أسلم أو عاقا لوالديه أبرهما أو يرجى  له الزهد والعبادة 

Artinya : “Barang siapa bermimpi masuk ke ka’bah, maka dia akan aman dari apa yang ditakutkan, apabila dia jomblo maka pertanda akan menikah, apabila non muslim maka pertanda akan masuk islam atau dalam keadaan durhaka maka pertanda dia akan menjadi orang yang berbakti atau akan akan melaksanakan ibadah.”

Selain itu. menurut sebagian pendapat menunjukan bahwa dia senantiasa melaksanakan sholat. Menurut pendapat yang lain menunjukan dia akan membangun masjid. Sebagaimana dijelaskan dalam keterangan kitab Tafsirul Ahlam berikut,

وقيل يدل على أنه ملازم للصلاة وقيل يعمر مسجدا

Artinya : “Menurut sebagian pendapat menunjukan bahwa dia senantiasa melaksanakan sholat. Menurut pendapat yang lain menunjukan dia akan membangun masjid. ”

Dari penjelasan diatas dapat diketahui bahwa orang yang bermimpi masuk ke ka’bah merupakan pertanda dia akan aman dari apa yang ditakutkan. Apabila dia jomblo maka pertanda akan menikah, apabila non muslim maka pertanda akan masuk islam. Apabila dalam keadaan durhaka, maka pertanda akan menjadi orang yang berbakti.

Selain itu, menurut sebagian pendapat menunjukan bahwa dia senantiasa melaksanakan sholat. Menurut pendapat yang lain menunjukan dia akan membangun masjid.

Demikian penjelasan mengenai tafsir mimpi masuk ka’bah menurut ulama. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Wahai Hamba, Malulah kepada Allah!

Keutamaan sifat malu

Banyak dalil yang memotivasi untuk memiliki sifat malu serta menjelaskan agung dan mulianya sifat ini. Begitu pula, terdapat banyak penjelasan tentang buah manis dari sifat malu ini yang akan dirasakan pemiliknya di dunia dan akhirat. Di antara yang menunjukkan hal ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bahwasanya beliau pernah melewati seseorang yang menasihati saudaranya berkenaan dengan sifat malu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada orang tersebut,

دَعْهُ فَإِنَّ الْحَيَاءَ مِنْ الْإِيمَانِ

“Biarkanlah dia, karena rasa malu itu merupakan bagian dari iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis yang lain, diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bahwa beliau bersabda,

الْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنْ الْإِيمَانِ

“Malu adalah bagian dari cabang keimanan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis lainnya, diriwayatkan dari ‘Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu itu hanya akan mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam riwayat Muslim disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

الْحَيَاءُ خَيْرٌ كُلُّهُ ، أَوْ قَالَ الْحَيَاءُ كُلُّهُ خَيْرٌ

“Rasa malu itu adalah kebaikan seluruhnya.” Atau beliau bersabda, “Rasa malu itu seluruhnya adalah kebaikan.” (HR. Muslim)

Hadis yang semakna dengan ini sangatlah banyak. Terdapat pula penjelasan lainnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang menyebutkan bahwasanya rasa malu itu adalah akhlak yang mulia dan dicintai oleh Allah Tabaraka wa Ta’ala sebagaimana dalam hadis Asyaj bin ‘Abdil Qais bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ ؛ الْحِلْمَ وَالْحَيَاءَ

“Sesungguhnya pada dirimu ada dua sifat yang Allah cintai, yaitu ketenangan dan rasa malu.” (HR. Bukhari)

Malu yang paling utama

Sifat malu yang paling tinggi dan mulia kedudukannya, serta yang paling utama untuk kita perhatikan adalah sifat malu kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala, sifat malu kepada Sang Pencipta alam semesta, sifat malu kepada Zat yang melihat kita di mana pun kita berada dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya segala yang kita lakukan. Allah Ta’ala berfirman,

أَلَمْ يَعْلَمْ بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

“Bukankah dia mengetahui bahwa sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?” (QS. Al-Alaq: 14)

إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

“Sesungguhnya Allah mengawasi kalian.” (QS. An-Nisa: 1)

وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dan Allah Maha Melihat terhadap apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 265)

Malulah kepada Allah yang mengetahui baik ketika seseorang bersama dengan banyak orang ataupun sendirian. Malulah kepada-Nya, baik ketika dilihat orang ataupun tersembunyi, karena tidak ada satu pun yang tersembunyi dari-Nya.

Kiat menumbuhkan sifat malu kepada Allah

Rasa malu kepada Allah Ta’ala  adalah akhak mulia dan sifat luhur yang bisa diperoleh dengan tiga cara berikut:

Pertama: Memperhatikan betapa banyak nikmat dan karunia Allah yang telah diberikan kepada kita.

Kedua: Melihat kekurangan yang ada pada kita dalam memenuhi hak-Nya dan melaksanakan hal-hal yang diwajibkan-Nya kepada kita, baik berupa pelaksanaan perintah-Nya ataupun menjauhi larangan-Nya.

Ketiga: Kita mengetahui dan berusaha memunculkan kesadaran bahwa Allah melihat setiap keadaan kita, setiap saat dan di mana pun berada. Tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari-Nya.

Apabila ketiga hal ini telah terkumpul dalam hati seorang hamba, ia akan merasakan rasa malu yang begitu besar kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala. Dari sifat malu inilah, akan muncul banyak kebaikan dan keutamaan lainnya. Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

الْحَيَاءُ لَا يَأْتِي إِلَّا بِخَيْرٍ

“Rasa malu itu hanya akan mendatangkan kebaikan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Apabila di dalam hati terdapat rasa malu kepada Allah Jalla wa ‘Ala, niscaya diri kita akan terhindar dari akhlak yang rendah, muamalah yang  buruk, dan perbuatan yang haram. Jiwa akan termotivasi dalam melakukan kewajiban, perhatian terhadap akhlak yang mulia dan adab yang  baik.

Bukti malu kepada Allah

Rasa malu kepada Allah bukan hanya keluar dari lisan seorang hamba. Akan tetapi, hakikatnya adalah berada di hati hamba, yang diikuti melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan yang jelek dalam setiap keadaan dan dalam waktu kapan pun juga. Renungkanlah sebuah hadis yang mulia yang menjelaskan kepada kita hakikat dan maksud dari rasa malu kepada Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اسْتَحْيُوا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ ، قَالَ قُلْنَا : يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّا نَسْتَحْيِي وَالْحَمْدُ لِلَّهِ ، قَالَ لَيْسَ ذَاكَ وَلَكِنَّ الِاسْتِحْيَاءَ مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى ، وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى ، وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى ، وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَدْ اسْتَحْيَا مِنْ اللَّهِ حَقَّ الْحَيَاءِ

“Hendaklah kalian malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sifat malu yang sebenarnya.” Perawi mengatakan, “Kami menjawab, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami malu (walhamdulillah).’” Rasulullah bersabda, “Bukan seperti itu. Tetapi malu kepada Allah dengan sebenarnya adalah hendaklah dia menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, hendaklah dia menjaga perut dan apa yang dikandungnya, dan hendaklah dia selalu ingat kematian dan busuknya jasad. Barangsiapa yang menginginkan kehidupan akhirat, hendaklah dia meninggalkan perhiasan dunia. Dan barangsiapa yang mengerjakan yang demikian, maka sungguh dia telah malu kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan sifat malu yang sebenarnya.” (HR. Tirmidzi, hasan)

Dalam sabda Nabi (أَنْ تَحْفَظَ الرَّأْسَ وَمَا وَعَى), maksudnya dalam kepala terdapat pendengaran, penglihatan, penciuman, dan lisan. Di dalam kepala juga terdapat ambisi dan keinginan. Apabila seseorang malu kepada Allah, maka dia akan menjaga hasrat dan keinginan apa yang ada di dalam kepalanya. Dia akan menjaga pendengarannya sehingga dia tidak akan mendengar apa yang Allah murkai karena malu kepada-Nya. Dia akan menjaga penglihatannya sehingga dia tidak akan memandang perkara yang membuat Allah marah karena malu kepada-Nya. Dia juga akan menjaga lisannya sehingga tidak akan berbicara yang dibenci Allah karena malu kepada-Nya.

Dalam sabda Nabi (وَالْبَطْنَ وَمَا حَوَى), maksudnya termasuk hakikat rasa malu adalah menjaga perut dan apa yang dikandungnya. Yang paling penting berada di dalam perut adalah hati, yang harus dijaga agar senantiasa memiliki rasa malu kepada Allah. Bahkan, hati merupakan tempat asal muasal rasa malu. Apabila telah terwujud rasa malu kepada Allah di dalam hati, maka niscaya anggota badan yang lain akan menjadi baik sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلَا إِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ

“Ketahuilah, sesungguhnya di dalam jasad itu ada segumpal daging. Apabila dia baik, maka baiklah anggota badan yang lain. Apabila dia rusak, maka rusaklah anggota badan yang lain. Segumpal daging itu adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di antara perwujudan realisasi rasa malu seorang hamba kepada Allah adalah hendaknya dia tidak disibukkan dengan fitnah dunia. Bahkan, dia harus ingat bahwa dia akan kembali kepada Allah dan meninggalkan kehidupan dunia ini dan dimasukkan di hari-hari kesendirian di dalam kubur. Tidak ada yang menemaninya, kecuali amal salehnya. Nabi bersabda (وَلْتَذْكُرْ الْمَوْتَ وَالْبِلَى). Jika engkau sadar bahwa akan mati dan berdiri menghadap Allah, dan kemudian Allah akan bertanya tentang apa yang telah kita perbuat di kehidupan dunia, niscaya hal ini akan membantu dan memotivasi untuk mewujudkan rasa malu kepada Allah.

Di antara perkara yang membantu untuk mewujudkan rasa takut kepada Allah adalah senantiasa menjadikan pandangan kita ke negeri akhirat dan apa yang Allah sediakan di sana berupa nikmat dan azab. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, (وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ تَرَكَ زِينَةَ الدُّنْيَا), maksudnya hendaknya engkau menginginkan dengan amalmu berharap wajah Allah dan negeri akhirat. Dengan demikian, maka segala aktifitas amal saleh dan ketaatan serta akhlak yang baik akan senantiasa mengisi kehidupan dunia ini. Allah Ta’ala befirman,

وَمَنْ أَرَادَ الْآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا

“Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (QS. Al-Isra’: 19)

Apabila rasa malu telah hilang

Ketika rasa malu telah dicabut dari diri hamba, maka jangan tanya tentang kebinasaan dan berbagai keburukan yang akan terjadi pada orang tersebut. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa di antara wasiat yang diwarisi sejak zaman dahulu, yang disampaikan oleh para Nabi adalah tentang sifat malu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا أَدْرَكَ النَّاسُ مِنْ كَلَامِ النُّبُوَّةِ الْأُولَى إِذَا لَمْ تَسْتَحْيِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ

“Sesungguhnya perkataan yang diwarisi oleh orang-orang dari perkataan nabi-nabi terdahulu adalah, ‘Jika engkau tidak malu, berbuatlah sesukamu.’” (HR. Tirmidzi)

Hadis yang agung ini menunjukkan secara jelas bahwa barangsiapa yang dicabut darinya rasa malu, maka dia tidak lagi peduli dengan kejelekan dan dosa serta maksiat yang terjadi. Hal ini karena telah hilang rasa malu kepada Allah dari dalam hatinya. Dia tidak lagi malu kepada Allah dan tidak peduli dengan dosa dan maksiat. Maka, jiwanya menjadi rendah dan hatinya sakit karena tidak ada lagi rasa malu kepada Allah. Hingga akhirnya, dia pun bertemu Allah dan berdiri di hadapan-Nya dengan dosa dan kejelekan yang membinasakannya.

Maka, wajib bagi kita untuk introspeksi selama kita masih hidup dan berada di dunia tempat kita beramal. Kita lihat diri kita tentang rasa malu kita kepada Allah yang telah menciptakan kita dan mengaruniakan kepada kita banyak nikmat, sementara kita senantiasa kurang dalam menunaikan kewajiban. Padahal kita tahu bahwa Allah melihat kita dan mengawasi kita dan tidak ada yang tersembunyi dari-Nya.

***

Penulis : Adika Mianoki

Referensi :

Khotbah Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr hafidzahullah dengan judul (الحياء من الله تعالى) dalam buku beliau Al-Jami’ lil Muallifat wa Ar-Rasail Jilid 19 hal 61-64

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85422-malu-kepada-allah.html

Potensi Jamaah Tersesat Masih Tinggi

Jamaah harus menempuh jarak sejauh empat kilometer pergi pulang ke Jamarat

Oleh AGUNG SASONGKO dan FUJI EP dari MAKKAH, ARAB SAUDI

MAKKAH — Jamaah haji sudah memasuki prosesi lontar jumrah kedua di Jamarat, Mina, Arab Saudi, pada 11 Dzulhijjah atau Kamis (29/6/2023) WAS. Meski tingkat kepadatan sedikit mereda ketimbang hari pertama saat jamaah melakukan prosesi lontar jumrah Aqabah, masih banyak jamaah yang tidak mengetahui dimana arah tenda.

Berkurangnya kepadatan jamaah ini dikonfirmasi oleh Kepala Seksi Layanan Lansia Daker Madinah Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Arief Nurawi. Menurut dia, prosesi lempar jumrah pada hari tasrik sudah longgar.

Kepadatan seperti saat jamaah melakukan jumrah aqabah sehari sebelumnya sudah berkurang. “Iya sudah longgar, puncaknya memang pas jumrah aqabah,” ucap dia di Mina, Kamis (29/6/2023).

Menurut Arief, hal itu terjadi karena banyak jamaah yang langsung melakukan tawaf ifadah di Masjidil Haram setelah melaksanakan jumrah aqabah. Mereka melakukan prosesi sai kemudian tahalul dan kembali ke hotel masing-masing untuk beristirahat.

Selain itu, ada jamaah yang memang masih kelelahan setelah mengikuti rangkaian puncak ibadah haji.

Kepala Satuan Operasi (Kasatops) Arafah Muzdalifah Mina (Armina) Kolonel (Laut) Harun Ar Rasyid mengatakan, banyak jamaah yang berangkat maupun kembali dari arah jamarat tidak tahu arah tenda. Dia mengatakan PPIH Arab Saudi berupaya membantu segala permasalahan yang dialami jamaah untuk memberikan solusi.

“Apalagi saat ini begitu datang jamaah dari Arafah kemudian Muzdalifah lalu datang ke Mina. Ketika kembali dari Jamarat para petugas akan membantu mencarikan jalan ke arah tenda,” kata dia.

Ketika kembali dari Jamarat para petugas akan membantu mencarikan jalan ke arah tenda

HARUN ARRASYID Kasatops Armina 

Harun mengatakan, jamaah haji di Mina harus menempuh perjalanan panjang saat lempar jumrah ke jamarat. Dari tenda pemondokan ke mulut terowongan jaraknya bervariasi yakni dari 500 meter hingga 1,5 kilometer. Sementara, panjang terowongan sekitar dua kilometer. Untuk pergi pulang, jamaah harus menempuh jarak sejauh empat kilometer.

Kepala Bidang Perlindungan Jamaah (Linjam) PPIH Arab Saudi Harun Al Rasyid mengatakan, untuk memberikan rasa aman dan memitigasi risiko yang menimpa jamaah, pihaknya membentuk 5 Pos MCR. “Di terowongan di jamarat, Ula, Wustha, Aqabah, kita siapkan pos MCR,” kata dia, Kamis (29/6/2023).

photo

Menurut Arief, hal itu terjadi karena banyak jamaah yang langsung melakukan tawaf ifadah di Masjidil Haram setelah melaksanakan jumrah aqabah. Mereka melakukan prosesi sai kemudian tahalul dan kembali ke hotel masing-masing untuk beristirahat. Selain itu, ada jamaah yang memang masih kelelahan setelah mengikuti rangkaian puncak ibadah haji. Kepala Satuan Operasi (Kasatops) Arafah Muzdalifah Mina (Armina) Kolonel (Laut) Harun Ar Rasyid mengatakan, banyak jamaah yang berangkat maupun kembali dari arah jamarat tidak tahu arah tenda. Dia mengatakan PPIH Arab Saudi berupaya membantu segala permasalahan yang dialami jamaah untuk memberikan solusi. “Apalagi saat ini begitu datang jamaah dari Arafah kemudian Muzdalifah lalu datang ke Mina. Ketika kembali dari Jamarat para petugas akan membantu mencarikan jalan ke arah tenda,” kata dia.

 
Ketika kembali dari Jamarat para petugas akan membantu mencarikan jalan ke arah tenda
HARUN ARRASYID Kasatops Armina 
 

Harun mengatakan, jamaah haji di Mina harus menempuh perjalanan panjang saat lempar jumrah ke jamarat. Dari tenda pemondokan ke mulut terowongan jaraknya bervariasi yakni dari 500 meter hingga 1,5 kilometer. Sementara, panjang terowongan sekitar dua kilometer. Untuk pergi pulang, jamaah harus menempuh jarak sejauh empat kilometer. Kepala Bidang Perlindungan Jamaah (Linjam) PPIH Arab Saudi Harun Al Rasyid mengatakan, untuk memberikan rasa aman dan memitigasi risiko yang menimpa jamaah, pihaknya membentuk 5 Pos MCR. “Di terowongan di jamarat, Ula, Wustha, Aqabah, kita siapkan pos MCR,” kata dia, Kamis (29/6/2023).

photo

Di setiap pos, ada petugas gabungan dari berbagai unsur seperti kesehatan, Penanganan Krisis dan Pertolongan Pertama pada Jemaah Haji (PKP3JH), Emergency Medical Team (EMT), Linjam, dan pelayanan lansia yang sama-sama memperhatikan jamaah saat melakukan lontar jumrah. “Dengan adanya petugas jamaah akan merasa aman karena ada hubungan emosional dan motivasi,” katanya. Dia menyebut pos MCR tersebut berada di Jamarat lantai atas dan di lantai dasar atau bawah. Pos MCR ini bersinggungan dengan petugas yang berjaga di rute pos Jamarat. “Jadi 5 pos MCR ada di lantai atas dan 5 pos di lantai dasar. Jadi selain kita buat rute pos Jamarat 1 sampai 8 di situ juga ada MCR 1-5. Itulah pos yang berasiran yang bisa memberikan pelayanan juga bisa memantau jamaah terutama yang lansia,” kata dia. Kepala Daerah Kerja (Kadaker) Mina Zaenal Muttaqin mengatakan, 5 Pos MCR dibentuk untuk memantau pergerakan jamaah saat di Jamarat. Pos-pos tersebut bertujuan untuk melayani jamaah haji yang menjalankan lempar jumrah pada tanggal 10, 11, 12 Dzulhijah untuk nafar awal dan tambahan 13 Dzulhijjah untuk nafar tsani. “Termasuk saat pendorongan jamaah ke Makkah,” ujar dia. Dari pantauan Republika, situasi di terowongan jamarat tidak padat seperti sebelumnya saat lempar jumrah aqobah. “Alhamdulillah, jamarat sekarang sudah lebih sepi, enggak kaya kemarin yang padat,” ujar Mahyudin (83) pada Kamis (29/6/2023).

 
Alhamdulillah, jamarat sekarang sudah lebih sepi, enggak kaya kemarin yang padat
MAHYUDIN Jamaah asal Aceh 
 

Jamaah haji asal Aceh yang mendatangi Jamarat bersama rekannya ini mengaku, bersyukur bisa melaksanakan lempar jumrah yang merupakan wajib haji dengan lancar tanpa ada halangan. “Saya semangat terus, semoga dikasih kesehatan sama Allah jadi bisa laksanain ibadah haji sampai selesai,” ucapnya. Seperti diketahui, lempar jamarat adalah bagian dari rangkaian prosesi ibadah haji sebagai perlawanan terhadap setan. Hal ini merupakan tindakan yang mencontoh Nabi Ibrahim ketika dia dan putranya, Nabi Ismail, mendapatkan godaan setan. Lontar jumrah dilakukan dengan melempari batu ke tiang-tiang jamarat. Penjagaan dan pengawasan terus dilakukan oleh tim petugas haji di berbagai pos Mina.

Hukum Menghadiri Perayaan Pernikahan di Gedung Pernikahan

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus

Pertanyaan:

Keluarga istri saya mengundang saya untuk menghadiri perayaan pernikahan saudaranya yang akan diadakan di sebuah gedung pernikahan. Dan akan ada tabarruj (berhias), nyanyian, dan kemungkaran lainnya. Saya khawatir (jika saya tidak pergi), mereka akan meminta saya untuk bercerai dan membatalkan perjanjian sewa rumah yang saya sewa dari mereka. Jadi, apa yang Anda sarankan? Semoga Allah memberi Anda kebaikan.

Jawaban:

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Semoga keselamatan dan keberkahan tercurah kepada yang Allah utus sebagai rahmat bagi seluruh alam, kepada keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan pengikut-pengikutnya hingga hari kiamat.

Saya sudah menjawab pertanyaan tentang mengadakan pesta pernikahan di gedung pernikahan, dan Anda dapat melihat fatwa tersebut di situs web. [1]

Adapun bagi seseorang yang takut dengan hal-hal buruk yang disebutkan (di atas) dan mengetahui bahwa kemungkinan besar hal tersebut akan terjadi jika ia tidak menerima undangan, maka ia dapat datang sebelum waktu perayaan sebelum mereka berangkat ke gedung pernikahan, disertai dengan hadiah untuk menyenangkan pengantin, sesuai dengan kemampuan keuangan yang dimilikinya. Namun, jika hal ini sulit dicapai, dan posisi agama/imannya lemah karena tekanan keluarga, dan ia terpaksa menghadiri tempat pernikahan, maka ia berusaha sebanyak mungkin untuk segera pergi, tanpa menyetujui kemungkaran yang ada di gedung pernikahan. Ia juga seharusnya membenci apa yang terjadi di sana, seperti pesta musik dengan “seruling setan”, tarian, dan campur baur (ikhtilat antara pria dan wanita) dan sebagainya. Sesungguhnya orang yang membenci perbuatan maksiat dan mengingkari perbuatan dosa tersebut dianggap tidak ada di tempat tersebut dan dosa tidak mempengaruhinya sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

إِذَا عُمِلَتِ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا ـ وَقَالَ مَرَّةً: أَنْكَرَهَا ـ كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا، وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا

“Jika sebuah perbuatan maksiat dilakukan di bumi, maka orang yang menyaksikan dan membencinya (dalam versi lain: mengingkarinya) seperti orang yang tidak menyaksikannya. Sebaliknya, orang yang tidak menyaksikan (perbuatan maksiat) tersebut tetapi meridainya, seperti orang yang menyaksikannya”. [2]

Pengetahuan yang sempurna hanya milik Allah عز وجل, dan doa terakhir kami adalah segala puji dan syukur bagi Allah, Tuhan semesta alam, serta selawat dan salam kepada Nabi Muhammad dan keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan pengikut-pengikutnya hingga hari kiamat.

Baca juga: Agungnya Sebuah Ikatan Pernikahan

***

Sumber: https://ferkous.com/home/?q=fatwa-1199

Penerjemah: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

[1] Lihat fatwa nomor (290) yang berjudul  “Hukum Mengadakan Pesta Pernikahan di Gedung Pernikahan” di situs resmi Syekh Abu Abdil Ma’az Muhammad Ali Forkus – hafizahullah [https://ferkous.com/home/?q=fatwa-290]

[2] HR. Abu Dawud dalam kitabnya “Al-Malahim”, bab “Al-Amru wa An-Nahyu” no. 4345 dari hadits Al-’Urs bin ‘Amirah Al-Kindiy radhiyallahu ‘anhu, dihasankan oleh Al-Albani dalam Kitab “Shahih Al-Jami’” (689)

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85474-hukum-menghadiri-perayaan-pernikahan-di-gedung-pernikahan.html

Khutbah Idul Adha1444 H: Keteladanan Nabiullah Ibrahim Memimpin Umat

Kepemimpinan di dunia ini terkadang jatuh ke tangan orang-orang yang dzalim akibat lengah dan lemahnya orang-orang shaleh, padahal orang-orang shaleh-lah yang paling berhak pemimpin bumi, inilah ringkasan Khutbah Idul Adha kali ini

Oleh: Marni Mulyana, LC, MHI

NABIULLAH IBRAHIM ALAIHISSALAM dipilih Allah Swt, untuk menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim adalah pemimpin mulia yang layak dicontoh manusia. Pemimpin yang menjadi tauladan, berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang dipimpinnya, berbeda dengan orang dzalim. Di bawah ini teks lengkap khutbah Idul Adha 2023 M:

***

الله اكبر…..9x  

الله اكبر كبيرا, والحمد لله كثيرا, وسبحان الله بكرة وأصيلا.

الحمدُ لله الذي قال فى كتابه الكريم, أعوذ بالله من الشيطان الرجيم: وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ, قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا, قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي, قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ. والصلاةُ والسلامُ على حبيبِنا وشفيعِنا سيدِنا محمد القائل : كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته, وقال : سبعة يظلهم الله في ظله يوم لا ظل إلا ظله: وذكرَ أوَّلَهم : إمامٌ عادلٌ. وعلى آله وأصحابه ومن تبعَهم بإحسانٍ إلى يوم الدين.

 أما بعد: فيا عبادَ الله أوصِيكم ونفسي بتقو الله فقد فاز المتقون: ……

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Marilah peringatan Idul Adha ini kita jadikan momentum untuk meningkatkan kwalitas ketakwaan kita kepada Allah SWT, dalam arti yang sebenar-benarnya.

Yaitu menjalankan segala perintah-perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-laranganNya. Baik dalam keadaan susah ataupun gembira. Baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Baik dalam keadaan ramai ataupun sepi.

Sebab takwa adalah sebuah kewajiban bagi setiap umat Islam yang tidak boleh ditunda-tunda melainkan harus dilaksanakan seketika dan seterusnya selama nyawa masih dikandung badan.  

Dan salah satu cara kita bertakwa adalah dengan cara bersyukur kepada Allah atas semua nikmat-nikmat-Nya. Bersyukur kita diberi umur yg panjang, diberi kesehatan, diberi kelapangan rizki, diberi taufiq dan hidayah untuk beriman dan beramal dan lain sebagainya.

Allahu Akbar …..3x  Walillahi al-Hamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah jamaah shalat Idul Adha

Sungguh tidak ada yang lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang beriman kepada Allah. Sungguh tidak ada orang yang lebih tenang dibandingkan dengan orang yang telah membersihkan hatinya dari segala sifat kotor.

Sungguh tidak ada yang lebih senang dibandingkan dengan orang yang istiqamah dalam amal kebaikan. Allah menyatakan hal ini dalam banyak firman-Nya, dan nabi Ibrahim besama Rasulullah menjadi contoh teladan yang telah menjadi bukti bagi seluruh alam.

Sungguh tidak ada kemusyrikan, kemunafikan dan  kekafiran, yang mengantarkan pada kebahagiaan hakiki. Sungguh tidak ada maksiat dan pengingkaran yang akan mengantarkan pada ketenangan hidup.

Sungguh tidak ada kejahatan dan perbuatan menyakiti orang lain yang mengantarkan pada hidup senang dan tenang. Allah telah menyatakan dalam banyak ayatnya, dan musuh-musuh Allah telah menjadi bukti sejarah yang tidak mungkin dipungkiri dan terlupakan.

Di manakah Fir’aun yang katanya dulu gagah perkasa, mulia dan mengaku menjadi Tuhan? Di manakah sekarang Raja Namrud yang dengan bengisnya telah membakar kekasih Allah Ibrahim As?

Di manakah sekarang Abrahah Sang Gubernur Yaman yang gagah berani mau merobohkan Ka’bah? Di manakah sekarang kaum ‘Ad yang arogan, yang menganggap dirinya paling hebat sehingga melupakan Allah?

Di manakah pula Qarun yang katanya kaya raya tapi bakhil itu? Di manakah sekarang Abu Jahal yang mata hatinya tertutup rapat oleh ambisi dan kesombongannya sehingga tidak mau mengakui kenabian ponakannya sendiri, Nabi Muhammad ﷺ. Adakah yang masih mulia? Jawabannya tidak ada.

Allahu Akbar …..3x  Walillahi al-Hamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Jamaah Shalat Idul Adha

Lewat peringatan Idul Adha ini, Allah SWT pada dasarnya mengajarkan banyak hal kepada kita semua melalui teladan suci dari nabiyullah Ibrahim dan keluarganya. Sebagaimana penegasan Allah dalam firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ

“Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya.”

Banyak hal yang harus kita teladani dari Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya. Salah satu yang urgen untuk kita jadikan suri tauladan dalam kehidupan kita saat ini adalah aspek kepemimpinan Ibrahim.

Maka, bagi setiap kita, mengambil pelajaran dari kepemimpinan Ibrahim menjadi penting. Allah menegaskan sosok Ibrahim dan karakter dasar yang dimiliki dalam firman-Nya:

إِنَّ إِبْرَٰهِيمَ كَانَ أُمَّةً قَانِتًا لِّلَّهِ حَنِيفًا وَلَمْ يَكُ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ  ,شَاكِرًا لِّأَنْعُمِهِ ۚ ٱجْتَبَىٰهُ وَهَدَىٰهُ إِلَىٰ صِرَٰطٍ مُّسْتَقِيمٍ. وَءَاتَيْنَٰهُ فِى ٱلدُّنْيَا حَسَنَةً ۖ وَإِنَّهُۥ فِى ٱلْاخِرَةِ لَمِنَ ٱلصَّٰلِحِينَ

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan, lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan (Tuhan), (lagi) yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah. Allah telah memilihnya dan menunjukinya kepada jalan yang lurus. Dan Kami berikan kepadanya kebaikan di dunia. Dan sesungguhnya dia di akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang saleh.(An-Nahl: 120-122)

Pertama: Keteladanan Ibrahim Memimpin Keluarga

Nabi Ibrahim adalah sosok pribadi yang sukses dalam memimpin keluarganya. Sehingga keluarganya menjadi keluarga yang memiliki visi-misi yang benar dan mampu berlayar mengarungi bahtera kehidupan diatas visi-misi mulia itu.

Keluarga Ibrahim adalah keluarga muwahhid. Visi akherat, ketaatan dan keikhlasan yang dibangun Ibrahim menjadikan istrinya, Sarah, Hajar dan putra-putranya selalu tunduk dan taat dalam melaksanakan perintah Allah, walaupun perintah itu berat sekalipun.

Sikap sabar dan tawakkal yang kokoh selalu menjadi solusi instan dari semua kisah tugas berat kepada mereka. Komunikasi yang baik antar mereka juga menjadikan semua tugas berat itu dapat dilalui dengan penuh kesabaran dengan ending yang penuh kebahagiaan.

Di saat mendapatkan perintah dari Allah untuk berjalan dari Palestina menuju Makkah bersama Siti Hajar dan anaknya, mereka tunduk dan patuh. Padahal itu perjalanan yang jauh dan tidak pernah terbayang seperti apa tempat yang dituju.

Dan ternyata, tempat itu penuh gunung batu, pasir yang tandus, kering tanpa ada penghuni dan tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Perintah berikutnya, lebih mengagetkan lagi. Ketika sudah tiba di lembah Bakkah, datang perintah Allah kepada Ibrahim, “Tinggalkan istri dan anakmu di lembah ini wahai Ibrahim.”

Jangan tanya betapa beratnya perasaan Ibrahim saat itu, harus meninggalkan istri yang dicintainya dan anak semata wayang yang sudah puluhan tahun dirindukan kelahirannya. Jangan tanya betapa bergolaknya hati Hajar ibu muda yang baru melahirkan,  ditinggal di tempat asing, hanya bersama bayi yang baru lahir. Sendiri, sepi, panas menyengat di siang hari dan dingin mencekam di malam hari, tak ada tempat berteduh dan berbaring.

Ketika Ibrahim melangkah pergi, wajar jika Hajar mengejar Ibrahim dan bertanya-tanya. “Wahai Ibrahim, apakah engkau tega meninggalkan istri dan anakmu di sini sendirian?”

Ibrahim diam dan tetap melangkah pergi tanpa menjawabnya. Berkali-kali Hajar bertanya dan Nabi Ibrahim tetap diam tidak menjawabnya.

Hingga akhirnya Hajar mengubah pertanyaannya “Wahai Ibrahim, apakah ini perintah Allah?”. Ibrahim berhenti sejenak dan menjawab, “Iya, betul”.

Hajar berhenti mengejar, tidak bertanya lagi dan berkata, “Jika ini perintah Allah, pergilah wahai Ibrahim karena pasti Allah tidak akan mensia-siakan kami di sini.”

Itulah momentum akal berhenti di hadapan perintah wahyu. Keraguan menjadi keyakinan dan kepasrahan  tanpa pertanyaan. Inilah watak dari kerja iman. Keyakinan selalu melampui batas kemampuan akal. Hingga akhirnya Allah memberi solusi instan atas ketundukan, ketaatan dan kepasrahan itu dengan munculnya mata air kehidupan yang tidak pernah berhenti mengalir hingga kini yaitu air zam-zam.

Sejak itulah Makkah menjadi simbol arah kehidupan baru umat manusia karena ada Ka’bah yang menjadi pusat peribadatan dengan jutaan orang datang setiap tahunnya.

Ketika Ismai tumbuh menjadi remaja yang menggemaskan, tiba-tiba datang perintah dari Allah untuk menyembelihnya. Dengan tangannya sendiri. Jangan ditanya betapa beratnya perintah Allah ini.

Tapi, kembali tinta emas sejarah mencatat, Ibrahim dan keluarganya mampu melaksanakan perintah ini.  Keteladanan dalam ketundukan, ketaatan, kesabaran dan sikap tawakkal dalam menjalani perintah Allah kembali ditunjukkan oleh Ibrahim dan keluarganya.

Bahkan Ismail kecil, dengan suara tegas dan tanpa gentar, berucap dihadapan Bapaknya;

يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ, سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِيْنَ

“Duhai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan kepadamu, engkau insyaAllah akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”

Itu semua karena suksesnya Ibrahim dalam memimpin keluarganya dan mendidik mereka dengan pendidikan tauhid.

Pertanyaannya, sebagai instropeksi bagi kita , seperti apa kita memimpin keluarga kita, membangun visi-misi kehidupan meraka? Apakah ketundukan, ketaatan, dan kesabaran dalam menjalani perintah Allah sudah seperti Ibrahim dan keluarganya? Sudahkah sepirit keluarga kita adalah “sami’na wa atha’na” aku dengar aku taat” atas semua perintah Allah? Atau masih banyak tawaran-tawaran dengan beribu alasan; mulai dari kemalasan sampai pembangkangan?

Mari kita teladani Ibrahim dalam memimpin keluarga kita masing-masing. Apapun posisi kita, apakah sebagai suami, apakah sebagai istri, apakah sebagai anak.

Karena kita adalah pemimpin dalam posisi masing-masing, bertanggung jawab pada posisi itu, dan kelak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah SWT. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ:

كلكم راع وكلكم مسؤول عن رعيته

“Setiap kalian adalah pemimpin dan semuanya akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya”.

Allahu Akbar …..3x  Walillahi al-Hamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Jamaah Shalat Idul Adha

Kedua: Keteladanan Ibrahim Memimpin Umat

Allah telah memilih Nabi Ibrahim sebagai pemimpin bagi umat manusia, atas berbagai prestasinya yang gemilang dalam banyak ujian yang telah dilaluinya. Dalam hal ini Allah menyebutkan dalam Al Qur’an:

وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ, قَالَ إِنِّي جَاعِلُكَ لِلنَّاسِ إِمَامًا, قَالَ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي, قَالَ لاَ يَنَالُ عَهْدِي الظَّالِمِينَ

” Dan (ingatlah) ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya secara sempurna. Allah berfirman: “Sesungguhnya Aku akan menjadikanmu pemimpin bagi seluruh manusia”. Ibrahim berkata: “(Dan saya mohon juga) dari keturunanku”. Allah berfirman: ” Janjiku ini tidak mencakup orang-orang yang dzalim.”(QS: Al-Baqarah: 124)

Ujian Allah terhadap Nabi Ibrahim AS. cukup banyak, di antaranya; perintah untuk berdakwah memurnikan ketauhidan ummat manusia yang telah terkontaminasi oleh perbuatan syirik (menyekutukan Allah), perintah membawa istrinya ke Makkah, lalu diperintah untuk meninggalkannya, perintah menyembelih puteranya Ismail, membangun Ka’bah dan membersihkan Ka’bah dari kemusyrikan, menghadapi Raja Namrudz dan lain-lain.

Selanjutnya Allah mengangkat Ibrahim sebagai pemimpin bagi manusia. Pemimpin yang menjadi tauladan yang baik, karena  berlaku bijak dan adil terhadap rakyat yang dipimpinnya. Pemimpin manusia di bidang misi risalah yang diembannya dari Allah SWT, di bidang kehidupan beragama, politik, hukum, ekonomi dan lain-lain.

Pemimpin yang berjuang untuk mengangkat martabat rakyatnya agar menjadi bangsa yang punya ‘izzah, berwibawa di mata Allah dan di dalam percaturan dunia. Sebagaimana tergambar dalam doa Ibrahim kepada Allah:

وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ اجْعَلْ هَٰذَا بَلَدًا آمِنًا وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَرَاتِ مَنْ آمَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki berupa buah-buahan kepada penduduknya, yaitu diantara mereka yang beriman kepada Allah dan hari akhir.” (QS: Al-Baqarah: 126).

Nabi Ibrahim juga berharap agar kepemimpinannya itu kelak akan diwariskan kepada anak cucunya, tetapi Allah memberikan ketentuan bahwa Imamah atau kepemimpinan ini tidak akan diberikan-Nya kepada orang-orang yang berbuat dzalim; dzalim terhadap dirinya dengan berbuat syirik kepada Allah, atau berbuat dzalim kepada umat manusia dengan cara mengkhianati amanah yang telah dipercayakan kepadanya.

Di dalam sejarah, kita mengenal banyak nabi dan rasul yang diutus oleh Allah untuk menjadi pemimpin manusia dari anak keturunan Nabi Ibrahim AS, dan yang terakhir adalah Nabi kita Muhammad ﷺ.

Tapi tidak jarang dari anak keturunan Ibrahim yang berlaku dzalim seperti orang-orang Yahudi dan bangsa Arab Jahiliyah yang tidak mampu mewarisi misi dakwah yang dibawa oleh Nabi Ibrahim AS, yang akhirnya Allah menghinakan mereka.

Belajar dari kisah Ibrahim dalam memimpin umat, umat Islam harus ambil peran maju ke gelanggang untuk menjadi pemimpin-pemimpin umat, yang menghantarkan mereka kepada visi-misi hidup yang benar. Karena kalau tidak, maka orang-orang dzolim-lah yang akan mengambilnya.

Allah telah mengingatkan dalam firmanya:

فَأَوْحَى إِلَيْهِمْ رَبُّهُمْ لَنُهْلِكَنَّ الظَّالِمِينَ

 “..maka Tuhan mewahyukan kepada para rasul: Kami pasti akan membinasakan orang-orang yang dzalim. (QS: Ibrahim:13).

Dan di akhirat, para pemimpin yang dzalim dan pengikutnya akan sama-sama disiksa di neraka dengan azab yang sangat pedih. Mari kita simak firman Allah berikut ini:

 ) 66) يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَالَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولاَ

67) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلاَ

68) رَبَّنَا ءَاتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا

 “Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikkan (atau disate) di neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya seandainya kami taat kepada Allah dan taat pula kepada Rasul”. Dan mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan kebenaran. Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar.” (QS: Al-Ahzab: 66-68)

Kepemimpinan di dunia ini memang terkadang jatuh ke tangan orang-orang yang dzalim akibat lengah & lemahnya orang-orang yang shaleh, padahal orang-orang shalehlah yang paling berhak menjadi pemimpin di muka bumi ini. Allah berfirman:

أَنَّ الأَرضَ يَرِثُهَا عِبَاديَ الصَّالِحُونَ

..Sesungguhnya bumi ini akan diwarisi oleh hamba-hamba-Ku yang shaleh“. (Al-Ambiya’: 105)

Berbagai prilaku arogan yang dipertontonkan oleh orang-orang dzalim di dunia kini adalah akibat dari kelemahan orang-orang shaleh, praktek-praktek buruk seperti korupsi, kolusi, nepotisme dan berbagai ketidak-adilan dalam pemerintahan yang dilakukan orang-orang yang dzalim adalah akibat dari lemahnya orang-orang yang shaleh.

Karena itu orang-orang yang beriman haruslah memilih orang yang shaleh yang memiliki visi dan misi kepemimpinan sebagaimana misi kepemimpinan nabi Ibrahim, yakni misi dakwah dan reformasi di semua sektor kehidupan.

Barangsiapa yang memilih orang dzalim sebagai pemimpinnya, maka ia ikut bertanggung jawab atas semua kedzalimannya di hadapan mahkamah Allah SWT dan bertanggung jawab juga kepada rakyat.

Untuk memilih pemimpin yang shaleh, kita dapat melihat track record kepribadiannya di masa lalunya, secara vertikal ia harus baik hubungan ibadahnya kepada Allah SWT, dan secara horisontal ia selalu berbuat adil dan bijaksana serta penuh kasih sayang dan berakhlak baik kepada sesama manusia. Kondisi akhlak dan pendidikan keluarga dan anak-anaknya.

Karena atas dasar inilah Nabi Ibrahim dipilih oleh Allah SWT. sebagai imam (pemimpin) bagi semua manusia. Hanya dengan kejelian dan penuh rasa tanggung jawab kita dalam memilih pemimpin yang shalih, beriman dan bertakwa serta memiliki dedikasi yang tinggi kepada Sang Khalik, di samping berakhlak mulia dan penuh kepedulian kepada sesamanya, negeri ini diharapkan dapat keluar dari krisis multidimensi, dan menjadi negeri yang penuh berkah dan maghfirah dari Allah SWT. “Baldatun Thoyyibatun Warobbun Ghofuur”.

Allahu Akbar …..3x  Walillahi al-Hamd

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah Jamaah Shalat Idul Adha

Di akhir khutbah ini, dengan penuh khusyu’ dan tadharru’, mari kita berdo’a kepada Allah SWT semoga kita semua bisa menjadi pemimpn-pemimpin yang amanah dalam menjalani amanah hidup dan kehidupan ini sebagaimana Ibrahim, Hajar dan Ismail telah mencontohkan kepada kita. Semoga, bangsa kita dikaruniai oleh Allah pemimpin-pemimpin yang beriman, bertakwa, adil dan amanah sebagaimana dicontohkan oleh Ibrahim AS. Amin Ya Robbal ‘Alamain

اللهم صل على محمد وعلى آل محمد والحمد لله رب العالمين

أللهم اغفر لنا ولوالدِينا وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات الأحياء منهم والاموات انك سميع قريب مجيب الدعوات

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين .

رَبِّ هَبْ لَنا مِنْ لَّدُنْكَ ذُرِّيَّةً طَيِّبَةًۚ اِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاۤءِ

رَبنا  اجْعَلْنا  مُقِيمِي الصَّلَوٰةِ  وَمِن  ذُرِّيَّتِنا رَبَّنَا  وَتَقَبَّلْ  دُعَآءنا

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

اللهم إنا نعوذبك من إمارةِ الصبيان والسفهاء

اللَّهُمَّ لَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا بِذُنُوْبِنَا مَنْ لَا يَخَافُكَ وَلَا يَرْحَمُنَا

اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اَللَّهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَى الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ. اَللَّهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ, اَللَّهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ.

اللهم أعز الإسلام والمسلمين, وأهلك الكفرة والمبتدعة والمشركين, اللهم دمّر أعداءنا أعداءك أعداء الدين, اللهم انصر من نصر الدين واخذل من خذل المؤمنين.

اَللَّهُمَّ انْصُرْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ النَّاصِرِيْنَ , وَافْتَحْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْفَاتِحِيْنَ , وَاغْفِرْ لَنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الْغَافِرِيْنَ , وَارْحَمْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ , وَارْزُقْنَا فَاِنَّكَ خَيْرُ الرَّازِقِيْنَ , وَاهْدِنَا وَنَجِّنَا مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِيْنَ وَالْكَافِرِيْنَ.

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار.

رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا اِنَّكَ اَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ وَتُبْ عَلَيْنَا اِنَّكَ اَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ.

وصلى الله على نبينا محمد, والحمد لله رب العالمين.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

HIDAYATULLAH

30 Persen Jamaah Lansia di Maktab 66 Bakal Dibadalkan Lempar Jumrahnya

Di Maktab tersebut terdapat 2.880 jamaah haji.

Petugas Layanan Bimbingan Ibadah Iyong Sahrial menyebut sekitar 30 persen jamaah lanjut usia (lansia) dan jamaah risiko tinggi (risti) di Maktab 66 meminta dibadalkan lontar jumrohnya. Di maktab tersebut terdapat 2.880 jamaah haji.

“Di maktab 66 ini lumayan jauh (8,6 Km) kalau menuju jamaratnya. Cuaca di Mina juga sedang kurang baik. Telah disarankan bagi lansia dan jamaah risiko tinggi untuk mewakilkan lempar jumrahnya. Kalkulasinya sekitar 30 persen. Ketua kloter sudah mencatat orang-orang yang akan dibadalkan dan siapa yang akan membadalkannya,” kata Iyong, Kamis (29/6/2023).

Selanjutnya, bagi jamaah yang dibadalkan, mereka akan mendapatkan informasi soal kesudahan badal lontarnya dan diminta untuk potong rambut oleh ketua rombongannya masing-masing.

“Sebagai tanda bahwa sudah dibadalkan lempar jumrahnya, jamaah akan diminta potong rambut,” ujar Iyong.

Sebelumnya, kata Iyong, pada 10 Dzulhijjah sampai sangat banyak jamaah lansia dari maktab 66 yang memaksakan diri untuk pergi ke jamarat. Selepas pulang, sebagian ada yang lemas dan sebagian lain tersesat saat menuju tendanya.

“Kemarin jamaah lansia banyak yang ikut saat jumrah Aqabah. Kami memantau dari tim, termasuk tim kesehatan dan EMT,” kata Iyong.

Diketahui Maktab 66 yang berada pada Ad Hoc 10 itu ditempat oleh delapan kloter, yaitu SOC 46 sampai SOC 53. Maktab ini berada di wilayah puncak gunung Mina. Jamaah harus melewati jalan yang mendaki untuk bisa sampai di tenda penginapannya.

IHRAM

Hukum Mewakilkan Lempar Jumrah Boleh, Sah, dan tidak Perlu Bayar Dam

Banyak jamaah lansia paksakan diri melempar jumrah sendiri hingga kelelahan.

Seluruh jamaah haji Indonesia berada di Mina untuk menjalani rangkaian haji yaitu melempar jumrah Ula, Wustha, dan Kubra. Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) kembali mengingatkan jamaah haji agar mematuhi jadwal atau waktu dan jalur melempar jumrah yang telah ditetapkan dan yang telah diberikan sesuai kloternya masing-masing.

Pada Rabu (28/6/2023) sore hingga malam berdasarkan pantauan Republika di sepanjang jalur tempat lempar jumrah menuju Mina, masih banyak jamaah haji lansia yang memaksa melempar jumrah sendiri.

Akibatnya mereka kelelahan. Ada yang tidak sanggup lagi berjalan hingga harus menyewa kursi roda. Bahkan, ada yang harus dibawa ke rumah sakit atau klinik akibat kelelahan karena memaksakan diri melempar jumrah sendiri.

“Diimbau jamaah tidak melempar jumrah setelah sinar matahari mulai memanas (ba’da zawal) karena alasan keselamatan dan menghindari risiko cuaca panas dan bahaya kepadatan jamaah. Pilih waktu sore atau malam hari, agar terhindar dari sengatan cuaca panas,” kata Juru Bicara PPIH Pusat, Akhmad Fauzin, Kamis (29/6/2023).

Fauzin mengatakan, jamaah lanjut usia dan kategori risiko kesehatan tinggi agar mewakilkan lontar jumrahnya kepada keluarga, sesama jamaah atau petugas yang telah melaksanakan lontar jumrah.

“Orang yang mewakili lempar jumrah boleh yang sudah berhaji ataupun yang belum berhaji. Jamaah atau petugas boleh melaksanakan badal lempar jumrah untuk satu orang atau lebih hingga tak terbatas,” ujar Fauzin.

Dikatakan Fauzin, hukum mewakilkan lempar jumrah adalah boleh dan status hukumnya sah serta tidak dikenakan dam.

“Boleh mengakhirkan lempar jumrah hari tasyrik pada hari terakhir tanggal 12 Dzulhijah (bagi jamaah nafar awal) atau tanggal 13 Dzulhijah (bagi jamaah nafar tsani),” katanya.

Ia mengatakan, pemerintah berharap agar jamaah lebih bijak dan lebih mengutamakan keselamatan serta kesehatan masing-masing. Sehingga pelaksanaan melontar jumrah sebagai bagian wajib haji dapat terlaksana dengan aman dan tertib.

Pemerintah juga mengingatkan pada saat menuju dan saat di tempat melempar jumrah, jamaah haji agar tetap berkelompok dan jangan memisahkan diri.

“Jangan sungkan untuk meminta bantuan petugas yang berada di setiap titik di jalur menuju jamarat bila menemui hambatan dan kesulitan. Membekali diri dengan air putih untuk menjaga kebugaran tubuh dan mencegah dehidrasi,” kata Fauzin.

IHRAM

Apakah Wanita Salat di Hotel Makkah Itu Lebih Baik daripada Salat di Masjidilharam?

Bismillah.

Walhamdulillah wash-shalatu was-salamu ‘ala rasulillah. Amma ba’du,

Syekh Al-Albani rahimahullah pernah berfatwa dengan fatwa sebagai berikut: [1]

Pertanyaan:

Seorang wanita bertanya, “Dalam hadis,

صلاة المرأة في بيتها أفضل من صلاتها في المسجد

‘Salat seorang wanita di rumahnya lebih baik daripada salatnya di masjid.’

Apabila seorang wanita sedang berada di Makkah, apakah salatnya di hotel lebih baik daripada salat di Masjidilharam?”

Jawaban Syekh Al-Albani rahimahullah:

Jelas, tentulah! Yakni, salat wanita di mana pun ia berada, di negeri mana pun ia singgah, meskipun ia sedang di Makkah, atau di Madinah, atau di Baitul Maqdis, maka salatnya di tempat tinggalnya (termasuk rumah atau hotel, pent.) lebih utama daripada di masjid.

Demikian pula bagi seorang laki-laki, apabila terkait dengan salat sunah, maka lebih utama ia salat sunah di rumahnya. Dan (yang lebih utama) bukan di masjid, meskipun itu di Masjidilharam. Hal ini berdasarkan dua dalil [2] berikut ini:

Dalil pertama (dalil umum):

Keumuman sabda Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam  dalam kisah salat tarawih di bulan Ramadan. Saat beliau ‘alaihish shalatu wassalam mengimami orang-orang pada malam pertama, kedua, dan ketiga dengan kisah rinci yang sudah diketahui (dalam versi kisah lengkapnya, pent). Lalu, mereka berkumpul pada malam yang keempat, namun Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam tidaklah keluar mengimami, sampai sebagian orang yang lalai melempar beberapa kerikil ke pintu beliau. Kemudian beliau keluar menemui mereka sambil marah. Beliau pun bersabda kepada mereka,

إنه لم يخفَ عليَّ مكانكم هذا ، وعمدًا فعلت ذلك ، فصلوا – أيها الناس – في بيوتكم ؛ فإن أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

“Bahwa aku sebenarnya tahu kehadiran kalian (di masjid untuk salat bersamaku), dan sengaja aku lakukan ini [3]. Wahai manusia, salatlah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya salat seorang laki-laki [4] yang paling utama itu di rumahnya, kecuali salat wajib (lima waktu) [5].[6]

Maka, sabda Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam,

فصلوا أيها الناس في بيوتكم ؛ فإن أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

“Wahai manusia, salatlah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya salat seorang laki-laki yang paling utama itu di rumahnya, kecuali salat wajib (lima waktu).”

Ini mencakup seluruh salat sunah dan mencakup seluruh salat wajib juga. [7]

Ini dalil pertama, dan sebagaimana telah kami sebutkan di awal jawaban bahwa ini berarti berdalil dengan dalil umum,

فصلوا أيها الناس في بيوتكم ؛ فإن أفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

“Wahai manusia, salatlah di rumah-rumah kalian, karena sesungguhnya salat seorang laki-laki yang paling utama itu di rumahnya, kecuali salat wajib (lima waktu).”

Dalil kedua (dalil khusus):

Dalil khusus ketika datang seorang sahabat di masjid Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu bertanya dengan pertanyaan semisal pertanyaan di atas:

Apakah saya salat sunah di masjid atau di rumah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidakkah engkau tahu betapa dekatnya rumahku dengan masjidku?” Ia pun menjawab : “Ya.” Beliau bersabda,

فأفضل صلاة المرء في بيته إلا المكتوبة

Salat seorang laki-laki  yang paling utama itu di rumahnya, kecuali salat wajib (lima waktu).

Setelah kita mengetahui jawaban terkait dengan salat wanita (di hotel) tersebut. Dan kami telah tambahkan jawaban tentang masalah yang terkadang terbetik pada benak sebagian manusia, terkait dengan salat sunah bagi laki-laki. (Maka di sini perlu) saya tekankan tentang orang yang sedang berada di masjid-masjid yang memiliki keutamaan khusus, seperti Masjidilharam, Masjid An-Nabawi, dan Masjidilaqsa. Bahwa salat wajib wanita di rumahnya dan salat sunah laki-laki di rumahnya atau di tempat tinggal mana pun (hotel, dan semisalnya, pent) bukan berarti (keafdalan salat di rumah tersebut) dikecualikan jika dilakukan di Masjidilharam, atau Masjid An-Nabawi, atau Masjidilaqsa. Sehingga (tidaklah berarti) salat sunah pria atau salat wajib wanita itu lebih utama dilakukan di ketiga masjid tersebut (daripada di rumah). [8]

Maksudnya begini. Sebagaimana kalian ketahui sabda Rasulullah ‘alaihish shalatu wassalam dalam Shahih Muslim,

صلاة في مسجدي هذا بألف صلاة مما سواه من المساجد ؛ إلا المسجد الحرام

“Salat di masjidku ini (pahalanya) seribu kali lipat salat di masjid-masjid lainnya, kecuali Masjidilharam.”

Dalam hadis lainnya, selain dalam Shahih Muslim, namun hadis ini adalah hadis yang sahih juga, (yaitu) dalam Shahih Ibnu Hibban dan selainnya,

والصلاة في مكَّة بمائة ألف صلاة

“Salat di (Masjidilharam) Makkah itu (berpahala) seratus ribu kali lipat salat.” [9]

Jadi, seorang laki-laki apabila salat sunah di Masjidilharam, maka ia dapat pahala seratus ribu kali lipat salat. Dan wanita pun apabila salat di Masjidilharam, maka ia dapat pahala seratus ribu kali lipat salat.

Akan tetapi, seorang laki-laki jika salat sunah di rumahnya dan wanita apabila salat wajib di rumahnya, maka masing-masing salat tersebut berpahala lebih dari seratus ribu kali lipat salat. (Ya, benar-benar) masing-masing salat tersebut berpahala lebih dari seratus ribu kali lipat salat.

Inilah (konsekuensi) makna salat wanita itu lebih utama di rumahnya dan salat sunah laki-laki itu lebih utama di rumahnya. [Selesai Fatwa Syekh Al-Albani rahimahullah. [10]

Kesimpulan

Pertama: Salat wanita di rumahnya atau di hotel secara sendirian, atau bersama temannya di apartemen itu lebih baik dan lebih utama dibanding salatnya di Masjidilharam atau Masjid An-Nabawi. Meskipun hukum ia salat di masjid tersebut boleh. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ ، وَبُيُوتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ

“Jangan kalian mencegah istri-istri kalian dari minta izin pergi ke masjid, namun (salat di) rumah-rumah mereka lebih baik bagi mereka (daripada di masjid).”

(Hadis riwayat Abu Dawud, dinilai sahih oleh Syekh Al-Albani rahimahullah dalam kitab Shahih Sunan Abu Dawud)

عن أم حُمَيد امرأة أبي حميد الساعدي رضي الله عنها قالت : ” يا رسول الله : إني أحب الصلاة معك ، قال : ( قَدْ عَلِمْتُ أَنَّكِ تُحِبِّينَ الصَّلَاةَ مَعِي ، وَصَلَاتُكِ فِي بَيْتِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي حُجْرَتِكِ ، وَصَلَاتُكِ فِي حُجْرَتِكِ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكِ فِي دَارِكِ ، وَصَلَاتُكِ فِي دَارِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ ، وَصَلَاتُكِ فِي مَسْجِدِ قَوْمِكِ خَيْرٌ لَكِ مِنْ صَلَاتِكِ فِي مَسْجِدِي

Dari Ummu Humaid, istri Abu Humaid As-Sa’idi radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Ya Rasulullah, saya senang salat bersama Anda.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun bersabda, ”Saya tahu, engkau senang salat bersamaku, tetapi salatmu di kamar tidurmu itu lebih baik bagimu dibanding salatmu di ruang keluargamu. Dan salatmu di ruang keluargamu itu lebih baik bagimu dibanding salatmu di rumahmu [11]. Dan salatmu di rumahmu itu lebih baik bagimu dibanding salatmu di masjid kaummu. Dan salatmu di masjid kaummu itu lebih baik bagimu dibanding salatmu di masjidku.” (HR. Ahmad, dan Syekh Al-Albani menilai hadis ini hasan dalam Kitab Shahihut Targhib wat-Tarhib)

Kedua: Tidak mengapa seorang wanita salat di masjid. Terlebih lagi jika salat di masjid pada kondisi tertentu menyebabkan lebih khusyuk dan lebih semangat dalam beribadah kepada Allah semata, karena adanya gangguan kekhusyukan dan kesempurnaan salat jika dilakukan di rumah, sebagaimana fatwa Samahatul Mufti Abdul Aziz Alusy Syaikh hafizhahullah berikut ini:

Pertanyaan:

“Apa hukum salat tarawih bagi wanita di rumahnya? Dan apakah yang afdal ia salat di rumah atau di masjid?”

Beliau menjawab:

“Tergantung keadaannya. Jika ia mampu melakukannya di rumah, bisa kosentrasi melakukan salat tersebut dan tidak disibukkan dengan kesibukan, baik berupa mengurus anak atau perkerjaan rumah tangga (lainnya), maka salat di rumahnya lebih utama (afdal). Namun, jika ia memandang bahwa salat di masjid itu (menyebabkan) ia lebih semangat melakukannya karena ia makmum dibelakang seorang imam. Dan lebih semangat baginya dengan menyaksikan para wanita muslimah (lainnya) salat, maka dalam hal ini tidak ada larangannya.” [12]

Wallahu a’lam

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/84450-wanita-salat-di-hotel-makkah-atau-masjidilharam.html

Banyak Jamaah Haji Indonesia Terkena Heatstroke

Jamaah haji terpapar heatstroke karena tidak menggunakan pelindung diri.

Jamaah haji Indonesia yang dirawat di RSAS yang berada di Mina Al Wadi kurang lebih ada 56 orang termasuk di Mina Azzasir. Sementara jamaah haji yang diobservasi di rumah sakit Mina ini ada 189 orang.

“Ini merupakan data hari kedua dari tanggal 28 Juni selama jamaah berada di Mina. Penyebab terbanyak itu penyakit heatstroke. Mereka rata-rata berusia di batas 55 tahun,” ungkap Kasi Kesehatan Satgas Mina Thafsin Alfarizi, Rabu (29/6/2023).

Thafsin menyebut, ada tiga jenis penyakit yang menyerang jamaah. Di antaranya, heatstroke sebanyak 39 jamaah, penyakit pernapasan sebanyak 19 orang, dan kelelahan 17 orang.  “Ini adalah penyakit tiga terbesar dari angka kunjungan pos pelayanan selama dua hari di Mina hingga pukul 10.00 ini,” ucapnya.

Tahfsin menjelaskan, jamaah haji heatstroke karena kena sengatan atau terpapar cukup lama panas tanpa menggunakan pelindung diri dan juga kurangnya cairan.

“Imbauan untuk melontar sebaiknya ikutilah aturan yang sudah diatur pemerintah Indonesia, jam-jam tertentu sehingga untuk kepadatan maupun cuaca apabila ada cuaca cukup panas menggunakan penutup kepala atau payung kemudian kaca mata,” katanya.

Selain itu, kata Thafsin, jangan lupa minum oralit dengan air sebanyak 300 ml sekali dalam sehari sebelum pergi. “Siapkan minum selama di perjalanan dan semprotan-semprotan yang mungkin bisa mengurangi dehidrasi selama melempar di jamarat. Ya itu jadi pemicu hit steoke,” katanya.

Untuk itu, Thafsin menyarankan agar jamaah yang tidak bisa melontar jumrah karena kondisi kesehatan sebaiknya dibadalkan saja.

IHRAM

Hukum Bekerja di Perusahaan yang Berurusan dengan Bank Ribawi

Fatwa Syekh Muhammad Ali Farkus

Pertanyaan:

Saya ingin bertanya mengenai hukum bekerja di perusahaan-perusahaan yang melakukan transaksi dengan bank. Yaitu, perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam bidang perdagangan dan industri. Akan tetapi, mereka bergantung pada bank untuk meminta pinjaman yang mereka butuhkan dalam kegiatan sehari-hari. Wajazakumullah khairan.

Jawaban:

Puji syukur kepada Allah, Tuhan semesta alam. Selawat dan salam semoga tercurah kepada hamba yang Allah utus sebagai rahmat bagi semesta alam, serta kepada keluarga, sahabat, dan pengikutnya hingga hari kiamat. Amma ba’du.

Jika perusahaan-perusahaan ini adalah cabang dari bank-bank ribawi atau lembaga yang didirikan berdasarkan pinjaman ribawi, dan terus-menerus melakukan transaksi ribawi dengan bank, maka tidak boleh bekerja di dalamnya atau pun bekerja sama dengannya. Hal ini karena akan membantu mereka dalam melanjutkan transaksi ribawi yang dilarang dengan bank. Terutama jika karyawan di dalamnya meminta pinjaman ribawi untuk perusahaannya.

Namun, jika perusahaan-perusahaan ini tidak mengambil bank ribawi sebagai tempat mendapatkan modal atau tidak terus menerus, maka jika ada pilihan lain yang dapat menjaga agamanya (itu yang dipilih). Namun, jika tidak ada pilihan lain selain perusahaan ini, maka hal itu diizinkan karena terpaksa. Karena adanya bencana umum dan kebutuhan yang pasti, selama hukum dasar pekerjaan perusahaan tersebut diperbolehkan.

Jika dia menerima pekerjaan (bekerja di tempat tersebut), dia tidak boleh meridai apa yang dilakukan perusahaannya dalam bertransaksi dengan bank-bank dalam bentuk pinjaman ribawi. Sebaliknya, dia harus mengingkari dan membencinya, tidak boleh bughah (melakukan kejahatan) atau menjadi biasa, sehingga dosa tidak dibebankan padanya karena terikat berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

إِذَا عُمِلَتِ الخَطِيئَةُ فِي الأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا ـ وَقَالَ مَرَّةً: «أَنْكَرَهَا» ـ كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا، وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا

“Jika dosa dilakukan di bumi, orang yang menyaksikannya dan membencinya, (dan Rasulullah berkata sekali) mengingkarinya, maka dia seperti tidak ada di sana. Dan orang yang tidak menyaksikannya dan meridainya, maka dia seperti orang yang menyaksikannya.” [1]

Dan pengetahuan (yang benar) adalah hanya milik Allah Ta’ala. Wa’akhiru da’wana, Walhamdulillahi rabbil ‘alamin. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Nabi Muhammad, keluarga, sahabat, dan semua pengikutnya hingga hari pembalasan, serta memberikan selawat dan salam dengan sempurna.

Baca juga: Benarkah Tidak Boleh Berinteraksi dengan Bank Ribawi Sama Sekali?

***

Penerjemah: Fauzan Hidayat

Artikel: Muslim.or.id

Sumber:

https://ferkous.com/home/?q=fatwa-255

Catatan kaki:

[1] HR. Abu Dawud dalam kitab “Al-Malahim“, dalam bab Al-Amru wa An-Nahyu (4345), dari hadis Ar-Rus bin ‘Amirah Al-Kindi, semoga Allah meridainya. Dihasankan oleh Al-Albani dalam “Shahih Al-Jami“.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85543-hukum-bekerja-di-perusahaan-yang-berurusan-dengan-bank.html