Kanada Teliti Alasan Warganya Masuk Islam

Di tengah peningkatan jumlah mualaf, sebuah penelitian di Kanada baru-baru ini mencoba menjawab pertanyaan mengapa orang Kanada memilih Islam?

“Kanada adalah negara yang tidak memiliki satu pun artikel jurnal tentang mualaf. Jadi, saya pikir ini kesempatan besar,” kata Prof Scott Flower dari University of Melbourne dalam sebuah wawancara dengan Radio CBC Ottawa Morning, dilansir dari onislam.net, Ahad (26/7).

Atas alasan ini, Public Safety Canada mendanai proyek seorang akademisi Australia untuk mempelajari mengapa warga Kanada masuk Islam.

Penelitian ini akan menjadi studi pertama tentang mualaf di Kanada, mengikuti pola sejumlah penelitian lain yang menerima dana dari Public Safety melalui Kanishka Project. Sebelumnya, Kanishka Project juga mendanai penelitian mengenai terorisme dan kontraterorisme.

Flower berencana menghabiskan beberapa bulan ke depan di Kanada untuk mewawancarai para mualaf. Ia ingin mengetahui alasan di balik keputusan mereka.

“Anda pasti sangat abai bila tidak merasa peduli dengan masyarakat Muslim pada umumnya, terutama kalangan mualaf,” ungkap dia.

Pasalnya, kata Flower, sudah ada sejumlah RUU yang disahkan baru-baru ini di Kanada yang tidak bermaksud menggunakan kata menindas, tapi benar-benar membuat umat Islam tertekan.

Dia menambahkan, kondisi ini telah membuat penelitiannya semakin rumit. Ia dihadapkan pada tantangan mencari responden yang siap dengan risiko keamanan.

Kanishka Project didirikan pada Juni 2011 atas rekomendasi dalam laporan Air India. Proyek ini merupakan proyek lima tahun senilai 10 juta dolar.

Penelitian Flower mendapat dana senilai 169.240 dolar kanada dari putaran kelima hibah Kanishka, dengan judul, “Towards understanding the extremely rare: distinguishing ordinary processes of religious conversion from violent extremism.”

Kendati begitu, Flower mengaku tidak tahu bagaimana pemerintah Kanada akan menggunakan hasil penelitiannya. Sejauh ini, Muslim telah membentuk 2,8 persen dari 32,8 juta populasi penduduk Kanada. Jumlah itu menempatkan Islam sebagai agama minoritas terbesar di Kanada.

Paw Research Center menyimpulkan dalam studi, “Memetakan Populasi Muslim Global: Laporan Jumlah dan Persebaran Populasi Muslim Dunia,” umat Islam hampir berjumlah seperempat dari total populasi dunia. Jumlah Muslim mencapai 23 persen dari 6,8 miliar penduduk dunia.

 

 

sumber: Republika Online

 

Hukuman Berat Bagi Pemutus Silaturahim

Oleh: Supriyadi

 

Bulan Syawal merupakan bulan silaturahim bagi masyarakat Muslim Indonesia. Hal ini karena pada hari Lebaran tersebut diisi dengan saling bermaafan, saling berkunjung, dan saling menyapa antara yang satu dan lainnya.

Selain memeriahkan Lebaran dan memang sudah menjadi tradisi, masyarakat pun mudik hanya untuk bersilaturahim.

Secara bahasa, kata silaturahim merupakan kata serapan dari bahasa Arab, yaitu shilah al-rahim. Istilah tersebut terdiri atas dua kata, yakni shilah yang berarti sambung atau menyambung dan al-rahim yang berarti persaudaraan atau kekerabatan (bisa juga kasih sayang). Dengan demikian, secara bahasa, silaturahim berarti menyambung (tali) persaudaraan atau kekerabatan.

Sementara itu, jika kita mengorek arti silaturahim secara istilah yang disesuaikan dengan konteks masyarakat kita sekarang, kita bisa mengartikan bahwa silaturahim adalah upaya menyambung tali persaudaraan dengan saling mengunjungi antara yang satu dan yang lainnya agar terjalin rasa kasih sayang dan solidaritas antarsesama.

Dalam konteks tersebut, silaturahim dilakukan dengan bertamu, saling melihat keadaan dengan kunjungan, dan saling menyapa dengan komunikasi yang baik pada kunjungan tersebut.

Paling tidak, ada dua hal yang perlu kita ketahui dari silaturahim berkaitan dengan pengertiannya secara istilah. Pertama, menyambung tali persaudaraan yang sebelumnya belum tersambung, artinya berkenalan dengan orang lain kemudian menjalin persaudaraan. Kedua, mempererat persaudaraan atau kekerabatan sehingga jalinan tersebut semakin baik dari waktu ke waktu dan tidak dilepaskan.

Ajaran tentang silaturahim ini sungguh digaungkan oleh agama Islam untuk persatuan umat. Islam tidak menghendaki permusuhan, tetapi menghendaki persaudaraan. Hal itu sesuai dengan fitrah kemanusiaan bahwa manusia itu adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara yang satu dan yang lainnya.

Anjuran silaturahim ini sangat Rasulullah SAW tekankan kepada umat Islam. Ketika Rasulullah SAW hijrah dari Makkah ke Madinah, beliau pun melekatkan hubungan persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar yang sebelumnya kedua kaum tersebut belum saling kenal. Karena Rasulullah SAW memerintahkan silaturahim, hubungan kedua kaum tersebut sungguh sangat harmonis. Mereka terikat dalam sebuah tali persaudaraan yang sangat kuat.

Selain menambah jaringan dan saudara, silaturahim juga mempunyai manfaat lain. Rasulullah SAW menjelaskan, “Barang siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya (kebaikannya), maka bersilaturahimlah.” (HR Bukhari).

Sementara itu, Islam tidak menyukai orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. Islam mengancam dan mengecam secara tegas orang-orang yang memutuskan tali persaudaraan. Dalam hal ini, Rasulullah SAW bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang memutus (silaturahim).” (HR Bukhari dan Muslim).

Islam begitu tegas terhadap hubungan baik sesama manusia. Oleh karena itu, orang yang tidak mau berbuat baik dan justru memutus persaudaraan, Islam pun memberikan ancaman yang keras, yakni tidak akan masuk surga sebagai balasannya. Sungguh mengerikan. Na’udzu billah min dzalik.

 

sumber: Republika online

Huruf Muqathaah dan Hikmahnya

Di awal-awal surat dalam Al-Qur’an ada 29 tempat yang diawali dengan huruf muqatha’ah seperti alif laam miim, yaasin, dan thahaa. Apa maksud dari huruf muqatha’ah tersebut? Apa hikmahnya adanya huruf tersebut dalam Al-Qur’an?

Ibnu Katsir sendiri menyimpulkan bahwa huruf muqatha’ah kalau kita hitup seluruhnya ada 14 huruf (tanpa pengulangan). Huruf-huruf tersebut terangkai dalam kalimat berikut:

نَصَّ حَكِيْم قَاطِع لَهُ سِرٌّ

Tafsiran Huruf Muqatha’ah

Ketika membahas awal surat Al-Baqarah yang terdapat pula huruf muqatha’ah seperti alif laam miim, Ibnu Katsir menjelaskan yang intinya sebagai berikut.

Para ulama pakar tafsir berselisih pendapat mengenai hakikat huruf muqatha’ah yang terdapat di awal-awal surat.

Ada ulama yang mengatakan bahwa Allah yang mengetahui maksudnya. Hakikat huruf-huruf tersebut diserahkan pada Allah dan para ulama tidak menafsirkannya. Yang berpendapat seperti ini adalah dari sahabat-sahabat utama yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman, Ali, dan Ibnu Mas’ud.

Ada juga ulama yang menyatakan bahwa huruf muqatha’ah tersebut memiliki tafsiran. Namun mereka berselisih pendapat mengenai tafsirannya. Seperti ada pendapat yang menyatakan bahwa huruf muqatha’ah tersebut adalah di antara nama Al-Qur’an. Juga ada yang menyatakan bahwa huruf muqatha’ah adalah di antara nama Allah.

Namun pendapat pertama bahwa huruf muqatha’ah itu diserahkan maknanya pada Allah lebih tepat. Sedangkan pendapat kedua tidaklah didukung dengan dalil. Seperti misalnya ada yang menafsirkan surat Yasin dengan “wahai manusia”, karena yaa adalah huruf nida’ (panggilan) yang berarti wahai. Sedangkan siin adalah dari kata insan yang berarti manusia. Pendapat ini tidak didukung oleh dalil yang kuat sebagaimana dikemukakan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Tafsir Surat Yasin, hlm. 8.

Hikmah Adanya Huruf Muqatha’ah di Awal Surat

Ada beberapa pendapat mengenai hikmah huruf muqatha’ah di awal-awal surat:

1- Untuk menunjukkan awal-awal surat. Namun menurut Ibnu Katsir pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena tidak semua surat diawali dengan huruf muqatha’ah.

2- Awal-awal surat ini diawali dengan muqatha’ah supaya sampai di tengah orang musyrik yang menentang sehingga ketika mereka mendengar, mereka mau membaca. Pendapat ini adalah pendapat yang lemah karena jika maksudnya seperti itu tentu di setiap awal surat mesti ada huruf muqatha’ah. Begitu pula pendapat ini lemah karena surat Al-Baqarah dan Ali Imran diawali dengan huruf muqatha’ah namun pembicaraannya bukan ditujukan pada orang musyrik.

3- Huruf muqatha’ah yang terletak di awal surat ini untuk menunjukkan mukjizat Al-Qur’an. Artinya, manusia atau makhluk tidak bisa mendatangkan yang semisal Al-Qur’an. Padahal huruf muqatha’ah itu ada dalam bahasa Arab. Oleh karena itu, setelah penyebutan huruf muqatha’ah yang dibicarakan adalah tentang Al-Qur’an. Inilah yang terdapat dalam 29 surat.

Pendapat ketiga di atas dikemukakan oleh Fakhrudddin Ar-Razi dalam kitab tafsirnya, didukung pula oleh Az-Zamakhsyari dalam kitab Kasyafnya dan juga menjadi pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Abu Hajjaj Al-Mizzi. Demikian penjelasan yang disarikan dari Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 1: 241-248.

Hikmah terakhir itulah yang dikuatkan pula oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin dalam Tafsir Surat Yasin, hlm. 9.

Semoga bermanfaat.

 

Referensi:

Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Abu Ishaq Al-Huwaini. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Surat Yasin. Cetakan pertama, tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Dar Ats-Tsaraya.

Disusun di Darush Sholihin Panggang, Gunungkidul, 10 Syawal 1436 H di pagi hari

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com

Ikuti update artikel Rumaysho.Com di Fans Page Mengenal Ajaran Islam Lebih Dekat (sudah 3,6 juta fans),Facebook Muhammad Abduh Tuasikal, Twitter @RumayshoCom, Instagram RumayshoCom

Kisah Inspiratif Para Ahli Sedekah

Sudah sering kita dengar tentang keutamaan sedekah. Baik yang ditegaskan oleh Allah SWT melalui ayat-ayat suci Alquran maupun penuturan Rasulullah SAW yang terhimpun dalam sunah Rasul. Bagi orang-orang beriman, berbagai ayat Alquran dan hadis tentang keutamaan sedekah, niscaya akan membuat mereka bertambah imannya.

Sebab, mereka yakin Allah pasti benar dan tak pernah mengingkari janji-Nya, dan Rasulullah pun senantiasa dibimbing-Nya di setiap perkataannya. Seperti dikemukakan Alquran, “Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya.”

Penghayatan makna itu semakin berbekas dengan kisah nyata pengalaman para ahli sedekah. Pengalaman mereka yang memperoleh berbagai pertolongan dari Allah berkat sedekah, makin meresap ke dalam hati. Buku yang berjudul “Donat Kehidupan”ini, memuat kisah-kisah tersebut.

Bermacam-macam sedekah yang mereka lakukan. Misalnya, menyedekahkan rumah, mengikhlaskan (menyatakan lunas utang seseorang), menjadi kasir Allah (selalu bersedia membantu orang yang membutuhkan), memberikan ponsel kepada staf atau karyawan, memberikan hadiah komputer untuk masjid, mentraktir anak-anak yatim atau dhuafa makan di restoran, sampai mengumpulkan uang angin untuk sedekah seperti yang dilakukan seorang tukang tambal ban dan reparasi sepeda.

Balasan yang diberikan Allah atas sedekah itu luar biasa. Bukan hanya dari segi wujud fisik barang tersebut, melainkan juga dari segi waktu yang sifatnya sangat cepat bahkan seketika. Misalnya, memperoleh sebuah laptop yang sangat bermanfaat, mendapatkan hadiah Blackberry, bisa membeli rumah seharga ratusan juta rupiah dengan biaya yang sangat ringan, selamat dari musibah kecelakaan lalu lintas, bahkan penyakit diabetesnya pun sembuh.

Berbagai kisah nyata yang ditulis oleh penulis yang juga pelaku sedekah dan Ketua Yayasan Darul Quran Nusantara ini sangat menginspirasi. Penulis bahkan juga mengutip pernyataan tokoh-tokoh dari Barat dan non-Muslim yang me nyatakan keutamaan memberi (dalam bahasa agama Islam disebut berzakat dan bersedekah).

“Semakin kita rela dan banyak bersedekah, semakin banyak pula yang kita dapatkan. Lihatlah, selalu saja orang-orang paling dermawan di dunia, juga adalah yang paling kaya di dunia.” Karena itu, buku ini sangat layak dibaca oleh setiap Muslim.

Judul        : Donat Kehidupan
Penulis    : Anwar Sani
Penerbit  : Daqu Publishing
Cetakan  : I, 2012
Tebal        : 158 hlm

Peluk Islam karena Tak Kenal Lagi Alkohol

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,” kata Karen.

Karen Bujairami adalah seorang mualaf yang mendapat hidayah karena berteman dengan wanita muslim yang taat bernama Fatima. Mereka bertemu pertama kali saat menjalani kuliah di jurusan yang sama. Meski berbeda agama, Karen dan Fatima menjalin persahabatan yang kuat.

Meskipun non-muslim, Karen tertarik untuk mempelajari Islam, agama yang dianut Fatima. Itu karena Karen tidak terlalu bersemangat dengan agama yang dianutnya.

“Fatima selalu menjawab keingintahuanku dengan penuh semangat. Hal itu membuatku kagum,” kenang Karen.

Sesekali waktu, Karen sering berdebat dengan Fatima soal agama. Perdebatan itu kadang berakhir dengan kemarahan Karen karena dirinya merasa tidak bisa memberikan argumentasi yang baik.

Meski kadang berdebat, Karen dan Fatima tetap menjalin pertemanan dan memiliki banyak kesamaan.

Fatima merasa nyaman berteman dengan Karen. Itu karena Karen tidak pernah berkumpul dengan teman pria dan tidak suka mengenakan pakaian yang agak ‘terbuka’.

Mereka sering melakukan kegiatan bersama. Sampai suatu hari Karen merasa ada perasaan lain.

Dia teringat pernah bermimpi berjalan dengan wanita berhijab. Dia pun mengingat dalam mimpinya ada kesamaan lokasi tempat dia berjalan dengan Fatima. Padahal saat itu Karen tidak pernah punya teman atau bergaul dengan muslim.

“Aku yakin itu mimpi adalah petunjuk dari Tuhan. Atas kehendak-Nya, persahabatanku dengan Fatima adalah sebuah pintu mengenal Islam,” kata dia.

Sejak itu, dia makin tertarik dengan Islam. Karen mulai banyak bertanya kepada Fatima dan mulai kehilangan keyakinan pada agamanya sendiri.

Apalagi saat Fatima memberinya DVD yang berisi perdebatan agama oleh Syaikh Ahmad Deedat, membuat Karen semakin sadar bahwa agama yang dipeluknya bukan agama yang benar.

Tahun berganti tahun, Karen dan Fatima tetap bersahabat baik. Sebelumnya hubungan persahabatan mereka sempat tegang, karena kekasih Karen menuduh Fatima telah mencuci otak Karen dengan ajaran Islam.

Karen mulai sering menghabiskan waktu bersama keluarga Fatima. Menurut Karen, keluarga Fatima menyenangkan karena tidak ada alkohol dan hal-hal haram.

“Selama 8 tahun, aku melewati banyak tahapan dan yakin bahwa itu adalah rencana Tuhan untuk memberiku petunjuk dan bimbingan pada jalan Islam,”kata Karen.

Bagi Karen, sejak melihat DVD Syaikh Ahmad Deedat, dia sudah yakin akan menjadi seorang muslim. Namun dia memerlukan tekad yang bulat untuk menuju arah yang benar.

“Tuhan bekerja dengan cara-Nya sendiri. Dia menunjukkan Islam padaku delapan tahun yang lalu, ketika aku bermimpi wanita berhijab yang ternyata menjadi sahabat terbaikku.”

Akhirnya, pada tanggal 1 Januari 2009, Karen mengucapkan kalimat syahadat disaksikan ayahnya dan sahabatnya, Fatima.

“Alhamdulillah, aku bangga menjadi seorang muslimah,” kata Karen. (Ism)

Berakhirnya Ramadhan, Manusia Dibagi Jadi Tiga Kelompok

Oleh: Ahmad Agus Fitriawan

Sebagai seorang Muslim, kita patut sedih dan berat hati berpisah dengan bulan Ramadhan. Kita berharap dan berdoa agar amal ibadah kita diterima, istiqamah dalam ibadah dan amal saleh, dan dipertemukan kembali dengan Ramadhan mendatang.

Berbagai keutamaan bulan Ramadhan telah memotivasi kita untuk meraihnya. Tidak mengherankan bila pada Ramadhan, masjid dan mushala penuh dengan jamaah shalat lima waktu, Tarawih, dan witir serta tadarus Alquran. Begitu pula, umat Islam berlomba-lomba berbuat kebaikan dengan berinfak, bersedekah, dan lainnya.

Berakhirnya Ramadhan, menjadikan manusia terbagi dalam tiga kelompok. Pertama, golongan yang tetap taat dalam kebenaran dan kebaikan. Mereka menjadikan Ramadhan sebagai ghanimah rabbaniyah atau hadiah termahal dari Allah SWT untuk meraih takwa.

Kedua, golongan yang kembali kumat bakda Ramadhan. Inilah orang-orang yang dijajah oleh hawa nafsunya. Baginya, Ramadhan seperti obat nyamuk. Ketiga, golongan yang biasa-biasa saja, mau di bulan atau di luar Ramadhan, baginya sama saja, tak ada yang istimewa.

Golongan kedua dan ketiga, setali tiga uang. “Rugilah orang yang memasuki dan mengakhiri Ramadhan sementara dosanya tidak Allah ampuni.” (HR Tirmidzi). Ke mana pahala puasanya? Orang itu hanya kebagian haus dan lapar, hanya mendapat capai dan letih. Dan, inilah orang yang tekor, paling merugi tiada tara. (HR Nasa’i).

Golongan pertama ini, jika Ramadhan berlalu, berada di antara dua keadaan: antara khawatir dan harap. Khawatir jika umurnya tidak sampai ke Ramadhan berikutnya. Khawatir jika amalnya tidak bisa menebus dosa-dosanya. Dan, berharap semoga amal ibadah mereka diterima, dicatat sebagai amal saleh, dan keluar dari Ramadhan sebagai pemenang.

Sejatinya pasca-Ramadhan, kita tetap istiqamah dan mampu serta terbiasa melakukan aktivitas ibadah dan amal saleh untuk hari-hari berikutnya selama 11 bulan. Sungguh Ramadhan telah memberikan pembelajaran terhadap kepribadian seorang Muslim untuk melahirkan insan yang bertakwa.

Di antaranya, pertama, semangat beribadah dan beramal saleh secara kualitas maupun kuantitas. Kedua, menjaga diri dari maksiat. Ramadhan lalu telah mengajarkan kepada kita bagaimana mengendalikan diri dan hawa nafsu lewat ibadah puasa.

Maka, sudah sepatutnya setelah Ramadhan kita mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu dan maksiat, baik berupa perkataan yang haram, seperti ghibah, mencaci maki, menghina, menipu, memfitnah, maupun perbuatan yang haram, seperti mencuri, merampok, mencopet, korupsi, memukul, membunuh, dan sebagainya. Dengan begitu, pasca-Ramadhan perilaku kita menjadi lebih baik.

Ketiga, suka membantu dan mencintai saudara seiman. Keempat, selalu menjaga shalat berjamaah di masjid atau mushala. Sejatinya semangat shalat berjamaah ini bisa dipertahankan dan dilanjutkan pada shalat lima waktu setelah Ramadhan.

Kelima, menjaga shalat sunah. Keenam, suka membaca Alquran. Sepeninggal Ramadhan, kita diharapkan terbiasa membaca Alquran dan berinteraksi dengannya pada setiap saat.

Semoga nuansa Ramadhan senantiasa membekas dan memancar dalam hidup dan kehidupan kita pada bulan-bulan di luar Ramadhan sehingga tujuan ibadah Ramadhan menjadikan manusia sebagai insan takwa terus terpelihara dengan baik. Amin. n

Kisah Hijrah Mantan Anggota Geng Yakuza Jadi Imam Besar

Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Hidayah Allah seringkali datang dengan berbagai cara tak terduga dan bisa menghampiri siapapun yang dikehendaki-Nya. Seperti yang dialami oleh seorang mantan anggota geng Yakuza, Taki Takazawa.

Dahulu Takazawa adalah tukang tato para anggota kelompok mafia paling ditakuti di Jepang, Yakuza. Penampilannya begitu menakutkan dengan rambut gondrong dan tubuh dipenuhi tato. Selama 20 tahun profesi itu digelutinya.

Namun siapa sangka kini Takazawa berubah 180 derajat. Perubahan besar dalam hidup dialaminya setelah ia memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat, kini ia mengganti namanya menjadi Abdullah yang berarti ‘Hamba Allah SWT’. Takazawa kini bahkan telah menjadi Imam besar di sebuah masjid di Ibukota Jepang, Tokyo.

Suara indahnya ketika mengumandangkan azan bisa terdengar hingga seantero Tokyo tiap kali waktu salat tiba.

Dilansir Dream dari Islamicmovement.org, perkenalan Takazawa dengan Islam berlangsung secara tidak sengaja. Berawal ketika dirinya sedang ada di wilayah Shibuya.

Ia melihat seseorang dengan berkulit putih dan berjanggut putih. Orang itu mengenakan baju dan turban yang juga berwarna putih. “Orang itu memberikan sebuah kertas dan menyuruh saya untuk membaca kalimat yang tertera di dalamnya,” ujar Takazawa.

Kalimat itu ternyata syahadat, pengakuan pada keesaan Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya. Seperti kebanyakan penduduk Jepang, saat itu Takazawa masih menganut aliran kepercayaan Shinto sehingga ia kesulitan untuk memahami keseluruhan maksud kalimat syahadat tersebut. Namun diakuinya, ia pernah sepintas mendengar nama Allah dan Muhammad.

Pertemuan dengan orang serba putih itu rupanya begitu membekas di ingatan Takazawa. Ia pun terus mencaritahu makna di balik pesan kalimat syahadat yang diterimanya.

Hingga akhirnya, dalam pencarian tersebut Takazawa mendapatkan hidayah dan memutuskan untuk menjadi seorang mualaf.

Tak dinyana, dua tahun setelah memeluk Islam, ia bertemu lagi dengan sosok pria serba putih yang mengubah hidupnya. “Ternyata dia adalah salah seorang Imam di Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi. Saya sangat bersyukur bisa bertemu dengannya,” kata Takazawa.

Setelah pertemuan kedua itu, Imam Masjid Nabawi tersebut meminta Takazawa untuk melaksanakan ibadah haji dan menimba ilmu di Kota Mekah selama beberapa bulan.

Ia pun melakukan haji ke Mekah atas undangan pemerintah Arab Saudi pada tahun 2008, melanjutkan studi dan melakukan dakwah selama berada di Saudi. Saat Takazawa berada di Madinah ia bahkan pernah menjadi Imam di Masjid Nabawi.

Sepulangnya dari Arab, Takazawa dipercaya untuk menjadi Imam di sebuah masjid besar di wilayah Kabukicho, Tokyo. Kini, Abdullah Taki Takazawa dikenal sebagai satu dari lima Imam besar Masjid yang ada di Jepang. (Ism)

 

sumber: Dream.co.id

Apa yang Perlu Ditingkatkan Setelah Ramadhan?

Oleh: Ustaz Muhammad Arifin Ilham

 

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR — Dan Ramadhan pun berlalu. Tidak ada perjumpaan terindah kecuali berjumpa dengan Ramadhan. Sekaligus tidak ada perpisahan yang mengharukan terselip kesedihan kecuali berpisah dengan Ramadhan.

Disebut perjumpaan terindah karena di bulan ini banyak di antara kaum Muslimin mendadak saleh dan berwajah taat. Ramadhan sebagai syahrut tarbiyah berhasil mendidik mereka menjadi pribadi elok, gampang beringsut untuk berbuat baik.

Dan disebut perpisahan yang mengharukan karena Ramadhan yang setahun sekali datangnya ini belum tentu kita adalah yang akan menemuinya lagi. Syawal sebagai bulan setelahnya, apakah bisa melesatkan minimal mengamankan dan melestarikan semua amal kebaikan Ramadhan yang indah itu.

Nah, kita bersedih karena khawatir diri kita tidak bisa meneruskannya apalagi meningkatkannya, sebagaimana yang diminta dengan kehadiran Syawal sebagai syahrut tarqiyah (bulan peningkatan).

Apa yang perlu kita tingkatkan? Pertanyaan ini menarik, sebab banyak kita tidak menyadari Ramadhan itu sebenarnya prosesi awal dari 11 bulan berikutnya. Bagaimana Allah menguji kita, apakah kebiasaan tilawah minimal sehari satu juz dapat bertahan. Bahkan seharusnya dilebihkan.

Perlunya melebihkan karena pahalanya tidak digandakan lagi sebagaimana di bulan Ramadhan sementara sebagai bekal untuk menghalau godaan maksiat dan berdosa sedikit. Bukankah setelah Ramadhan pintu maksiat dan dosa semakin terbuka, disebabkan setan telah terlepas dari belenggunya?

Untuk itulah kita perlu melebihkan bacaan tilawah Alquran. Ketika Ramadhan kita sibuk tadarus Alquran, tiada hari tanpa membaca firman Allah. Itu mengapa hati kita selalu tenang selama menjalani sakralitas ibadah shaum. Sebab, kalimat Alquran mengendap kuat di hati kita.

Berikutnya tentu tarqiyatul ‘ibadah, peningkatan ibadah khususnya amal sunah.  Kalau amal wajib sudah pasti, tidak boleh sedikit pun terpikir untuk meninggalkannya. Yang sunah harus menjadi kecintaan sebagaimana cintaya kita dengan Tarawih, shalat berjamaah selalu di masjid dan tepat waktu, sedekah atau berbagi takjil, iktikaf, dan lain sebagainya.

Dari kecintaan itu tumbuh semangat untuk menghidupkannya, di mana pun, kapan pun dan dalam kondisi bagaimana pun. Harusnya semua amal sunah itu kita teruskan dan tingkatkan.

Tarqiyatul akhlaq, peningkatan akhlak dan kepribadiaan adalah hal yang juga harus kita teruskan di bulan Syawal dan bulan-bulan berikutnya. Selama Ramadhan kita melatih lidah kita untuk berpuasa dari amarah, ucapan kotor, dusta, fitnah, gibah, sifat dengki, dan berkata kasar. Proses itu berujung terciptanya manusia saleh yang berakhlak mulia seperti yang dicontohan Rasulullah SAW.

Sebagai pihak yang kedatangan tamu Syawal harusnya kita meneruskan dan berikhtiar kuat untuk meningkatkan kualitas kepribadian itu, demi terbukanya tabir kebaikan yang Allah janjikan kepada siapa pun yang berakhlak mulia. Sebuah maqalah Arab menyebutkan, maa syarafal makhluq illa bihusnil khuluq, tidak ada kemuliaan seorang makhluk kecuali pada kemuliaan akhlak.

Walhasil, setelah Ramadhan benar-benar berlalu renungi firman-Nya dalam surah al-Insyirah [94], ayat 7, fa idza faraghta fanshab, jika engkau sudah selesai dengan satu urusan, kembalilah tegak (untuk meneruskan dan beramal lain). Dari tarbiyah kita menuju tarqiyah. Wallahu a’lam.

 

sumber: Republika Online