Pembatal Keislaman: Meyakini Ada Orang yang Boleh Meninggalkan Ajaran Islam

Meyakini adanya orang yang boleh meninggalkan ajaran dan syariat Islam adalah salah satu pembatal keislaman. Orang yang meyakini demikian keluar dari Islam. Karena, hal ini berarti ia meyakini bolehnya menghalalkan yang haram dan bolehnya mengharamkan yang halal, serta meyakini bahwa ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak harus ditaati oleh sebagian orang dan tidak berlaku untuk sebagian orang.

Ajaran Islam bersifat universal

Syariat Islam ini yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berlaku untuk seluruh manusia sampai hari kiamat tanpa terkecuali. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

“Dan tidaklah Kami mengutus kamu melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Al-‘alamin artinya adalah seluruh makhluk. Ayat ini menunjukkan ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk seluruh manusia tanpa terkecuali. Allah Ta’ala juga berfirman,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا

“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada seluruh umat manusia sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan.” (QS. Saba’: 28)

Allah Ta’ala juga berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا

“Katakanlah, ‘Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.’” (QS. Al-A’raf: 158)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

فُضِّلْتُ علَى الأنْبِياءِ بسِتٍّ: أُعْطِيتُ جَوامِعَ الكَلِمِ، ونُصِرْتُ بالرُّعْبِ، وأُحِلَّتْ لِيَ الغَنائِمُ، وجُعِلَتْ لِيَ الأرْضُ طَهُورًا ومَسْجِدًا، وأُرْسِلْتُ إلى الخَلْقِ كافَّةً، وخُتِمَ بيَ النَّبِيُّونَ

“Aku diberikan 6 kelebihan yang tidak diberikan pada para Nabi terdahulu: [1] aku diberikan jawami’ul kalim, [2] aku dibantu dengan diberikan rasa takut pada hati musuhku, [3] ghanimah dihalalkan bagiku, [4] seluruh bumi dijadikan bagiku sebagai media untuk bersuci dan untuk tempat salat, [5] aku diutus untuk seluruh manusia, dan [6] aku adalah penutup para Nabi.” (HR. Muslim no. 523)

Dan dalil-dalil yang lain yang menunjukkan bahwa ajaran Islam berlaku universal, diperuntukkan bagi semua manusia sampai hari kiamat tanpa terkecuali.

Kufurnya orang yang tidak meyakini universalitas Islam

Maka siapa yang meyakini ada orang yang sudah mencapai derajat tertentu, sehingga ia boleh meninggalkan aturan syariat, misalnya :

* tidak lagi wajib salat

* tidak lagi wajib menutup aurat

* boleh minum khamr

* boleh zina

* boleh makan yang haram-haram

dll.

Orang yang meyakini demikian, maka ia telah mendustakan ayat-ayat dan hadis di atas.

Syekh Muhammad bin Abdil Wahhab dalam risalah Nawaqidhul Islam beliau mengatakan,

من اعتقد أن بعض الناس يسعه الخروج عن شريعة محمد – صلى الله عليه وسلم – كما وسع الخضر الخروج عن شريعة موسى – عليه السلام – فهو كافر

Barangsiapa yang meyakini bahwa ada sebagian orang yang dibolehkan untuk keluar dari syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sebagaimana Khidir keluar dari syariat Nabi Musa ‘alaihissalam, maka orang tersebut kafir.”

Dikarenakan orang yang berkeyakinan demikian telah mendustakan ayat-ayat dan hadis-hadis, dan juga telah menghalalkan yang haram. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan,

وبيان هذا أن من فعل المحارم مستحلاً لها فهو كافر بالاتفاق، فإنه ما آمن بالقرآن

Alasannya adalah karena orang yang melakukan hal yang haram dengan menghalalkan hal tersebut, maka ia kafir berdasarkan kesepakatan ulama. Karena berarti ia tidak mengimani Al-Qur’an.” (Ash-Sharimul Maslul, 3: 971).

Syubhat tentang Nabi Khidhir

Adapun mengenai kisah Nabi Khidir ‘alaihissalam yang beliau keluar dari syariat Nabi Musa ‘alaihissalam sehingga melakukan hal-hal yang dilarang dalam syariat Nabi Musa, maka hal ini karena Nabi Khidir tidak termasuk dalam umatnya Nabi Musa ‘alaihimassalam.

Ketika itu, syariat Nabi Musa ‘alahissalam tidak berlaku untuk seluruh manusia. Tidak sebagaimana syariat yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi wasallam. Sehingga, Nabi Khidir diperkenankan untuk tidak mengikuti syariat Nabi Musa.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menjelaskan,

إن موسى عليه السلام لم تكن دعوته عامة ولم يكن يجب على الخضر اتباع موسى عليهما السلام، بل قال الخضر لموسى إني على علم من الله علمنيه الله ما لا تعلمه وأنت على علم من الله علمكه الله لا أعلمه

Dakwah Musa ‘alaihissalam tidak kepada seluruh manusia. Nabi Khidir tidak wajib untuk mengikuti syariat Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan, Nabi Khidir berkata kepada Nabi Musa, ‘Aku melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadaku yang Engkau tidak tahu. Dan Engkau melakukan sesuatu berdasarkan ilmu yang diajarkan Allah kepadamu yang aku tidak tahu.’” (Majmu’ Fatawa, 27: 59).

Oleh karena itu, berbeda kasusnya dengan orang zaman sekarang yang diklaim boleh keluar dari ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Hal ini dikarenakan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berlaku untuk seluruh manusia sampai hari kiamat.

Alhasil, tidak benar keyakinan bahwa orang jika mencapai derajat tertentu, maka ia boleh untuk meninggalkan ajaran agama, boleh melakukan yang haram-haram, atau mengharamkan yang halal-halal. Bahkan, ini adalah kekufuran, nas’alullah as-salamah wal ‘afiyah.

***

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/70357-meyakini-ada-orang-yang-boleh-meninggalkan-islam.html

Tambah Miskin, Tambah Zuhud?

“Tambah miskin, tambah zuhud.” Apakah tagline ini benar?

Kalau Anda katakan, “iya”, berarti  apakah Anda juga mengatakan sekaliber Nabi Sulaiman dan Dawud Alaihimus salaam yang memiliki kerajaan yang begitu luasnya, merupakan orang yang tidak zuhud?

Lalu apa juga yang akan Anda katakan untuk sahabat sekelas ‘Abdurahman bin ‘Auf, yang jika hartanya dikumpulkan dapat menyentuh angka ribuan triliun? Belum lagi bagaimana dengan Abu Bakar yang dikenal pebisnis tersukses sejak dari era jahiliah? Atau ‘Utsman bin ‘Affan yang banyak “ngebayarin” kebutuhan perkembangan Islam di waktu itu yang mirip dengan Abu Bakar? ‘Abdullah bin Mubarak seorang tabiin yang terkenal, bukankah ia juga banyak hartanya, dan mampu menghajikan satu kampung dengan uangnya?

Lagi pula, tidak terdapat hadis yang mengatakan hal itu; kalau mau jadi zuhud harus miskin dulu.

Karena zuhud itu memang amalan hati, bukan penilaian atas dasar fisik saja.

Imam Ahmad rahimahullah pernah ditanya mengenai seseorang yang memiliki uang 1000 dinar. Apakah ia bisa disebut sebagai orang yang zuhud? Jawab beliau, “Iya, bisa saja. Asalkan ia tidaklah terlalu berbangga dengan bertambahnya harta dan tidaklah terlalu bersedih dengan harta yang berkurang” (Madarij As-Salikin, 2: 11, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 3: 138).

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,

الزُّهْدُ تَرْكُ مَالاَ يَنْفَعُ فِي الآخِرَةِ وَالوَرَعُ : تَرْكُ مَا تَخَافُ ضَرَرَهُ فِي الآخِرَةِ

“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat [1]. Sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di akhirat.”

Ibnul Qayyim rahimahullah lantas berkata, “Itulah pengertian zuhud dan wara’ yang paling bagus dan paling lengkap” (Madarij As-Salikin, 2: 10, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 3: 138).

Jika sampai ada yang masih bersikeras mengatakan orang zuhud harus miskin, maka ia dapat masuk kategori zuhud yang kelewat batas, karena telah berani mengharamkan apa yang Allah Ta’ala halalkan. Menjadi kaya dalam Islam tidak dilarang. Halal-halal saja. Jadi, mengapa mengharamkannya karena alasan zuhud?

Hasan Al Basri rahimahullah mengatakan,

ليس الزهد في الدنيا بتحريم الحلال ولا إضاعة المال

“Bukanlah zuhud itu dengan mengharamkan apa yang telah Allah halalkan” (Madarijus Salikin, 2: 15).

Selama kekayaan yang dimiliki bermanfaat dan tidak menjadikannya terlena dengan dunia, seperti para orang zuhud di atas, maka tentu hal ini terpuji dan termasuk zuhud.

Begitu juga yang miskin. Bukan berarti mereka zuhud. Karena zuhud juga keadaan pilihan. Bukan keadaan yang memang tidak memiliki pilihan. Apalagi orang miskin banyak yang berharap kepada manusia dan meminta-minta, yang mana hal tersebut sama sekali bukan zuhud. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersbada,

عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ السَّاعِدِىِّ قَالَ أَتَى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- رَجُلٌ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ دُلَّنِى عَلَى عَمَلٍ إِذَا أَنَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِىَ اللَّهُ وَأَحَبَّنِىَ النَّاسُ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ازْهَدْ فِى الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ وَازْهَدْ فِيمَا فِى أَيْدِى النَّاسِ يُحِبُّوكَ ».

“Dari Sahl bin Sa’ad As-Sa’idiy, ia berkata ada seseorang yang mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam lantas berkata, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah padaku suatu amalan yang apabila aku melakukannya, maka Allah akan mencintaiku dan begitu pula manusia.’ Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Zuhudlah pada dunia, Allah akan mencintaimu. Zuhudlah pada apa yang ada di sisi manusia, manusia pun akan mencintaimu’” (HR. Ibnu Majah no. 4102. Syekh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih).

Maka kemiskinan bukan tanda pasti zuhud. Sebagaimana kekayaan juga bukan berarti tidak zuhud.

Jakarta, 16 Agustus 2021

***

Penulis: Muhammad Halid Syarie, Lc.

Catatan Kaki:

[1] Penjelasan “meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat” dapat dilihat pada artikel Rumaysho Meninggalkan Hal yang Tidak Bermanfaat.

Sumber: https://muslim.or.id/70355-tambah-miskin-tambah-zuhud.html

Hikmah dari Variasi Bacaan Doa dan Dzikir

Penjelasan Syekh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin Rahimahullah

Pertanyaan:

Apakah hukum (membaca) doa istiftah?

Jawaban:

(Membaca doa) istiftah hukumnya sunah, bukan wajib, baik dalam salat wajib maupun salat sunah.

Hendaknya seseorang membaca doa istiftah dengan semua bacaan doa istiftah yang ada dalil dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dia terkadang membaca doa istiftah yang ini, dan terkadang membaca doa istiftah yang itu. Sehingga dia bisa mengamalkan sunah dengan semua bentuknya. Akan tetapi, kalau dia hanya mengetahui satu jenis doa istiftah saja, dan mencukupkan diri hanya membaca satu tipe doa istiftah tersebut, itu pun tidak mengapa. Hal ini karena yang tampak (dzahir) dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah beliau memvariasikan bacaan doa istiftah dalam salat dan juga dalam tasyahhud, dalam rangka memudahkan umatnya. Demikian pula zikir setelah salat, beliau pun membuat variasi bacaan karena ada dua faedah berikut ini.

Faedah pertama, agar seseorang tidak terus-menerus membaca satu jenis doa (bacaan saja). Karena jika seseorang terus-menerus hanya membaca satu jenis doa saja, maka hal itu akan menjadi perkara kebiasaan (secara otomatis membaca doa/zikir tanpa perenungan dan penghayatan, karena sudah terbiasa membaca doa/zikir yang itu-itu saja, pent.). Maksudnya, meskipun sebetulnya dia lalai, dia mendapati dirinya sudah secara otomatis membaca zikir tersebut meskipun tanpa disertai niat. Hal ini karena dia membaca secara otomatis. Akan tetapi, jika dia memvariasikan bacaan zikir, terkadang membaca yang ini, terkadang membaca yang itu, maka dia akan lebih bisa menghadirkan hatinya dan lebih terdorong untuk memahami apa yang (sedang) diucapkan.

Faedah kedua, memudahkan umat. Karena terkadang mereka membaca zikir yang ini, dan terkadang yang itu, sesuai dengan keadaan (kondisi) masing-masing. (Maksudnya, jika dalam kondisi ada keperluan yang mendesak, dia bisa memilih bacaan zikir yang lebih ringkas, pent.)

Dilatarbelakangi dua faedah ini, sebagian bentuk ibadah itu memiliki beberapa bentuk variasi, semisal doa istiftah, tasyahhud, dan juga zikir setelah salat.

***

Penerjemah: M. Saifudin Hakim

Sumber: https://muslim.or.id/70419-hikmah-dari-variasi-bacaan-doa-dan-dzikir.html

Saudi Jamin Pembukaan Umrah Indonesia Dalam Waktu Dekat

Direktur Jenderal (Dirjen) Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Hilman Latief menyebut Kerajaan Saudi telah memberikan jaminan untuk rencana umroh Indonesia. Dalam waktu dekat, akan ada pembukaan umroh bagi jamaah Indonesia.

“Menteri Urusan Haji dan Umrah Saudi, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan, H.E Tawfiq F. Al-Rabiah menyampaikan KSA memberikan jaminan rencana pembukaan umroh bagi Indonesia dalam waktu dekat,” kata dia dalam pesan teks yang diterima Republika, Selasa (23/11).

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas diketahui melakukan pertemuan dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Senin (22/11). Pertemuan ini disebut berlansung dengan hangat dan penuh keakraban, serta membicarakan berbagai hal.

Terkait kebijakan pembukaan umroh untuk jamaah asal Indonesia, Menteri Haji Saudi menegaskan pihaknya masih melakukan kordinasi antar kementerian, seperti Menteri Kesehatan, Menteri Luar Negeri, serta pihak lain.

Namun demikian, disampaikan mereka meyakini segera akan membuka kesempatan umroh untuk Indonesia. Menteri Haji juga mempertimbangkan fakta penaganan pandemi Covid-19 di Indonesia yang berjalan sangat baik.

“Dr. Taufik Rabiah juga menegaskan kementeriannya sudah mendapatkan arahan, agar jamaah dari Indonesia menjadi salah satu prioritas karena jumlah jamaahnya yang banyak,” lanjutnya.

Pertemuan antara Menteri Agama RI dan Menteri Urusan Haji KSA ini, lanjut Hilman, dilakukan sebagai bentuk penguatan komitmen politik dan hubungan bilateral antar dua negara, yang penduduknya mayoritas Muslim.

Seminggu sebelumnya, telah dilakukan perbincangan awal dalam bentuk Senior Official Meeting (SOM) antara Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag dan Wakil Menteri Urusan Haji dan Umrah KSA, Selasa (16/11).

Pertemuan ini dilakukan untuk mendiskusikan hal-hal yang lebih teknis. Selain Dirjen PHU, hadir pula dalam pertemuan tersebut, Konjen RI Jeddah, Staffsus Menag, Direktur Umrah dan Haji Khusus, serta Konsul Haji di Jeddah.

Dalam SOM tersebut disepakati beberapa hal teknis untuk mengatur dan menyiapkan perjalanan umrah dan haji dari Indonesia. Wakil Menteri Abdulfattah bin Sulaiman Mashat menekankan, pelaksanaan haji tahun 2022 sangat mungkin menggunakan  mekanisme dan protokol kesehatan yang sama dengan umrah di masa pandemik.

“Artinya, pemerintah Indonesia didorong dapat menyelenggarakan ibadah umrah serta manasiknya dengan protokol kesehatan yang akan disiapkan untuk pelaksanaan haji di masa pandemik,” ucap Dirjen PHU.

Tak hanya itu, kepada pihak Kerajaan Saudi, ia juga menyampaikan jika Indonesia sudah melakukan persiapan yang matang dan komprehensif agar dapat mengirimkan jamaah umrahnya ke Arab Saudi.

Pertemuan SOM, yang kemudian diperkuat secara diplomatik oleh Menag Yaqut Cholil Qoumas, menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam proses negosiasi dan komunikasi masalah haji dan umrah untuk jamaah Indonesia.

“Apalagi Pak Menag juga sudah bertemu dengan Gubernur Mekkah Pangeran Khalid Faisal dan Menteri Urusan Islam H.E Abdullatif Ali Sheikh. Mereka semua menerima kunjungan Menag dengan hangat, penuh keakraban dan rasa hormat. Mereka juga ikut bersyukur atas penanganan pandemi Covid-19 di Inodnesia yang terus membaik,” ujar dia.

IHRAM

Studi: Puasa 2 Hari Sepekan Bisa Bantu Turunkan Berat Badan

Para peneliti mengatakan bahwa diet 5:2 atau sejenis diet puasa (intermitten fasting) tidak lebih efektif daripada pendekatan tradisional untuk menurunkan berat badan. Akan tetapi, para peneliti menemukan bahwa pendekatan tersebut, yang melibatkan dua hari pembatasan kalori (500 kalori untuk wanita, 600 kalori untuk pria) dan lima hari makan yang masuk akal, dihargai lebih tinggi oleh orang gemuk dalam penelitian ini karena itu mudah untuk diikuti.

Diet puasa adalah metode untuk mengatur pola makan dengan cara berpuasa makan selama beberapa waktu. Namun di antara waku itu, Anda masih dapat mengonsumsi minuman. Metode ini mengatur kebiasaan makan, bukan berarti mengurangi atau membatasi makan.

“Di sini kami dapat memberikan hasil pertama tentang efektivitas dari saran diet sederhana 5:2 dalam pengaturan kehidupan nyata. Kami menemukan bahwa meskipun diet 5:2 tidak lebih unggul daripada pendekatan tradisional dalam hal penurunan berat badan, pengguna lebih menyukai pendekatan ini karena lebih sederhana dan lebih menarik,” kata psikolog kesehatan dan peneliti senior di Queen Mary University of London, Katie Myers Smith, dalam sebuah pernyataan berita, dilansir di CNN, Ahad (21/11).

Smith merupakan seorang penulis penelitian ini yang diterbitkan di jurnal ilmiah PLOS ONE. Ia mengatakan, dokter mungkin ingin mempertimbangkan untuk memasukkan diet 5:2 tersebut sebagai bagian dari saran manajemen berat badan standar mereka kepada pasien.

Beberapa pakar berpikir bahwa bergantian antara puasa dan makan dapat meningkatkan kesehatan sel dengan memicu peralihan metabolisme. Dalam peralihan metabolisme, sel menggunakan simpanan bahan bakar mereka dan mengubah lemak menjadi energi, yakni “membalik saklar” dari penyimpanan lemak ke penghematan lemak.

Menurut para pakar, diet puasa dapat mengurangi tekanan darah, membantu penurunan berat badan, dan meningkatkan umur panjang. Hal ini berdasarkan sebuah tinjauan penelitian pada hewan dan manusia sebelumnya yang diterbitkan dalam The New England Journal of Medicine. Namun, metode ini tidak cocok untuk semua orang, terutama wanita hamil dan mereka yang memiliki kondisi medis seperti diabetes atau gangguan makan.

Penelitian Smith melibatkan 300 orang gemuk di Tower Hamlets, sebuah daerah dalam kota yang sangat kekurangan di London. Para peserta mengikuti rejimen 5:2 atau pendekatan yang lebih konvensional untuk menurunkan berat badan yang menekankan makan lebih banyak sayuran dan makanan gandum, meninggalkan makanan tinggi gula dan lemak, makan porsi yang lebih kecil dan olahraga.

Penelitian tersebut lantas menunjukkan bahwa hasil dari kedua pendekatan itu sangat mirip dan sederhana. Pada enam bulan, mereka yang menggunakan diet 5:2 telah kehilangan, rata-rata, 1,8 kilogram (4 pon) dibandingkan dengan 1,7 kilogram (3,7 pon) pada saran diet standar. Pada 12 bulan, angka-angka itu masing-masing adalah 1,9 kilogram (4,2 pon) dan 1,8 kilogram (4 pon).

Sekitar 18 persen dari pelaku diet 5:2 telah kehilangan setidaknya 5 persen dari berat badan mereka setelah satu tahun dibandingkan dengan 15 persen yang menggunakan pendekatan konvensional. Dari kelompok yang mengikuti diet 5:2, setengahnya menghadiri enam sesi dukungan kelompok selama enam pekan pertama setelah sesi informasi awal.

Namun, studi itu menemukan bahwa dampak dari dukungan kelompok berkurang dari waktu ke waktu. Para peserta merasa yakin tentang pendekatan penurunan berat badan yang berbeda, tetapi mereka yang menjalani diet 5:2 lebih cenderung merekomendasikannya kepada orang lain dan mengatakan bahwa mereka lebih mungkin untuk melanjutkan pendekatan tersebut.

Penelitian ini merupakan uji coba kontrol secara acak, yang dianggap sebagai jenis penelitian yang paling ketat. Sedangkan jumlah peserta penelitian ini lebih besar daripada kebanyakan penelitian puasa intermiten sebelumnya.

Para peneliti mengatakan, beberapa temuan penting ambang batas bisa menjadi lebih jelas jika ukuran sampel lebih besar. Orang-orang yang mengikuti panduan penurunan berat badan konvensional juga lebih cenderung mencoba strategi lain seperti Weight Watchers, Slimming World atau diet lainnya. Penulis penelitian ini mengatakan, faktor ini dapat menutupi efeknya, tetapi tidak etis atau praktis untuk menghentikan peserta mencoba pendekatan alternatif.

IHRAM

Anak Jalanan; Tanggung Jawab Siapa?

Anak adalah titipan Tuhan. Ia menjadi asset sangat berharga baik di dunia maupun di akhirat. Rasulullah mengatakan doa anak shaleh pahalanya mengalir tidak terputus untuk orang tuanya di akhirat. Sedangkan di dunia, anak juga bisa menjadi kebanggaan orang tua dengan segala prestasi kerja yang memberikan manfaat untuk keluarga, negara dan bangsa.

Tetapi, tentu ada juga kewajiban yang harus diselesaikan oleh orang tua untuk mengayomi, mengasihi dan memenuhi segala kebutuhan anak. Terutama kebutuhan yang berkaitan dengan kemaslahatan kesehatan dan pendidikan. Seperti makan, biaya pendidikan dan lain-lain. Sebab, apabila anak ditelantarkan maka orang tua menanggung dosa yang harus dipertanggungjawabkan dihadapan Tuhan.

Banyak kita lihat dan ini menjadi pemandangan akrab di tanah air. Yaitu, adanya sekelompok anak-anak yang mengalami nasib kurang beruntung. Mereka menjadi penghuni persimpangan lampu merah sambil meminta sedekah atau mengamen, di terminal-terminal, di bis kota, dan tempat-tempat keramaian yang lain.

Banyak faktor yang melatari, bisa karena orang tuanya tidak acuh dan juga karena orang tuanya telah meninggal. Lalu, terlepas dari semua faktor penyebabnya, sebenarnya siapa yang seharusnya bertanggungjawab untuk mengatasi problem anak-anak jalanan?

Pertama adalah kewajiban orang tua untuk mengasuh dan menafkahi  anak-anaknya, khususnya yang belum mencapai usia baligh. Titah Allah, “Dan kewajiban ayah menanggung nafkah dan pakaian mereka dengan patut”. (al Baqarah; 233).

Rasulullah bersabda, “Seorang laki-laki adalah pemimpin yang bertanggungjawab atas keluarganya dan akan diminta pertanggungjawaban untuk itu. Sedangkan perempuan bertanggungjawab atas rumah suaminya dan anak-anaknya serta akan diminta pertanggungjawabannya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Kedua, apabila anak-anak jalanan tersebut karena memang tidak dihiraukan oleh orangtuanya, atau karena orang tuanya telah meninggal dan ia tidak memiliki keluarga, maka yang bertanggungjawab adalah masyarakat.

Dalam kitab al Bahjah al Wardiyah (1/13), setelah penduduk atau khalayak ramai mengambil anak-anak tersebut, lalu diketahui masih ada orang tua atau keluarga yang masih sanggup merawatnya, anak tersebut harus diserahkan kepada orang tua atau keluarganya tersebut.

Imam Nawawi dalam al Minhaj (1/259) menambahkan, anak yang tidak memiliki orang tua atau tidak memiliki orang tua asuh, entah keluarga atau orang lain, maka masyarakat berkewajiban untuk memungut, mengasuh dan merawatnya dengan layak. Selanjutnya, yang paling berhak mengasuh mereka adalah orang yang adil, bertanggungjawab dan cakap.

Dalam Syarah al Bahjah al Wardiyah (4/13) ditulis, apabila masyarakat enggan atau tidak memiliki kemampuan untuk merawat, mereka tetap berkewajiban mengentas anak-anak terlantar dari jalanan kemudian diserahkan kepada pemerintah.

Bagaimana dengan anak-anak yang menjadi korban premanisme. Mereka dibajak oleh para preman untuk mengemis dan meminta-minta di jalanan dan hasilnya tentu saja sebagian besarnya harus disetor kepada preman tersebut?

Jawabannya ada dalam kitab Mughni al Muhtaj (2/418). Anak-anak yang menjadi budak premanisme menjadi kewajiban pemerintah untuk mengentas mereka dari kungkungan tangan-tangan kejam para preman yang memaksa mereka untuk bekerja, mengamen atau mengemis. Bila orang tuanya masih ada, atau ada kerabat yang bisa merawatnya, anak tersebut diserahkan kepada mereka. Jika tidak, dicarikan orang tua asuh yang dapat menjamin kemaslahatan hidup anak.

Kewajiban terhadap masyarakat ini merupakan bagian dari amar makruf nahi mungkar. Maka, apabila khalayak banyak diam dan anti pati terhadap nasib anak-anak jalanan, tentu dosa karena abai akan perintah agama. Pengabaian terhadap mereka akan menjadi penyebab munculnya berbagai masalah kemanusiaan. Dan, sangat mungkin mereka akan direkrut oleh kelompok radikal untuk dijadikan pelaku terorisme.

Supaya tidak kehilangan asset bangsa yang berharga, kita semua harus peka terhadap fenomena anak-anak jalanan. Sebab bangsa ini butuh terhadap mereka untuk melanjutkan estafet perjalanan dan pembangunan bangsa ke depan. Dan, supaya mereka tidak direkrut oleh kelompok radikal untuk menghancurkan agama dan bangsa dari dalam.

ISLAM KAFFAH

Sang Titipan

“Ya Rasulallah”, demikian Ummu Sulaim bergegas menemui Sang Nabi ketika beliau tiba di Madinah dalam hijrah, “Semua lelaki dan perempuan penduduk Yatsrib telah menghaturkan hadiah kepadamu. Namun aku sungguh tak memiliki apa-apa untuk dipersembahkan. Maka inilah putraku Anas ibn Malik. Bahagiakanlah kami dengan menjadikannya sebagai pelayanmu.”

Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam menerima wakaf Ummu Sulaim itu dengan berbahagia. Beliau jadikan Anas sebagai sebaik-baik khadam, dan beliau perlakukan Anas dengan sebaik-baik keadaban. “Sepuluh tahun aku berada di rumah Rasulullah”, ujar Anas kelak, “Dan tak pernah sama sekali beliau menegurku dengan kata-kata, ‘Mengapa kau berbuat ini?’ atau ‘Mengapa tak kaukerjakan itu?’”.

Sejatinya, Anas bukan hanya menjadi pelayan, namun juga seakan dialah putra kesayangan dan murid Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang paling dekat. “Kami melihat Anas ibn Malik seakan-akan dia adalah bayang-bayang Rasulullah yang mengikuti beliau ke manapun pergi”, demikian kesaksian beberapa sahabat. “Tak ada yang shalatnya lebih mirip Rasulullah”, begitu kata Abu Hurairah, “Daripada putra Ummu Sulaim.”

Demikianlah. Selama sepuluh tahun, detak-detik kehidupan Anas ibn Malik berdenyut dan berdentam bersama derasnya wahyu dan luhurnya nubuwwah.Detak dan detiknya adalah lapis-lapis keberkahan.

Betapa berbahagianya dia menerima doa Rasulullah, “Ya Allah panjangkanlah umurnya, perbanyaklah anak dan hartanya, serta berkahilah baginya di dalam kesemua itu.” Maka Anas hidup hingga usia seratus tahun atau lebih, sentausa di tengah keluarga besarnya, sejahtera dengan kecukupan yang penuh berkah.

Dan Anas tahu, di rumah Rasulullah itu dia menghirup udara yang amat berharga, berada di antara debu-debu yang sangat bernilai, dan mengeja detak-detik yang penuh dengan lapis-lapis keberkahan. Maka dia mengerahkan segenap indranya untuk mengambil ayat-ayat ilmu, titis-titis rizqi, dan gerak-gerak ‘amal dari Sang Nabi, mendekapnya bagai permata di dalam jiwa, menuangkannya sebagai daya bagi raga.

Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan air bekas mandi Rasulullah, lalu mencampurkannya ke dalam air mandinya. Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan keringat Rasulullah, dan mencampurkannya ke dalam minyak wangi yang dibalurkan ke sekujur badannya. Adalah Anas ibn Malik mengumpulkan rambut yang jatuh, gigi yang tanggal, dan benda-benda peninggalan Rasulullah dari sandal hingga surbannya, untuk kelak dia wasiatkan diikutsertakan dalam penguburan dirinya.

Tapi yang paling berkah dari itu semua adalah, bahwa dari Anas ibn Malik kelak, ummat ini berhutang 2286 hadits yang dia riwayatkan. Betapa berharga matanya yang menyaksikan, telinganya yang menyimak, dan akalnya yang memahami sepanjang  detak-detik kebersamaannya dengan Rasulullah. Kini, tiap kali hadits-hadits itu ditulis, dihafal, diajarkan, dan diamalkan oleh ummat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Anas ibn Malik berhak atas pahala yang tak henti mengalir hingga hari kiamat.

Sang titipin, menjelma menjadi mata air ilmu dan samudra keberkahan.*

Oleh: Salim A. Fillah  

Twitter @Salimafillah
{dalam Inspirasi, Rajutan Makna}

HIDAYATULLAH

Mungkinkah Ulama Menjadi Teroris? Inilah Kriteria Ulama yang Sebenarnya

Sebelum pertanyaan ini dijawab, lebih dulu harus tahu definisi ulama. Ulama secara etimologi merupakan bentuk jamak (plural) dari isim fa’il ‘aalim dari akar akata ‘ilmu yang berarti pengetahuan. ‘Aalim artinya orang yang berpengetahuan. Dengan demikian, ulama salah orang-orang yang memiliki pengetahuan. Dari makna bahasa ini maka semua orang yang pintar dalam disiplin ilmu apa saja disebut ulama. Namun, menurut istilah ulama kemudian lebih spesifik pada mereka yang pintar ilmu agama beserta pengamalannya.

Imam Ghazali dalam Ihya’ ‘Ulumuddinnya menjelaskan, ulama adalah orang-orang yang tekun mengerjakan ibadah, Zuhud, menguasai ilmu akhirat, mengerti kemaslahatan umat (ilmu dunia), dan mempergunakan ilmunya untuk mengabdi kepada Allah.

Menurut Syaikh Muhammad bin ‘Ajibah, ulama adalah orang-orang yang pada dirinya melekat tiga karakter sekaligus. Yakni, ‘alim atau menguasai ilmu agama, ‘abid atau ahli ibadah dan ‘arif yang berarti meneladani akhlak Rasulullah, seperti zuhud (tidak memiliki ketergantungan kepada agama), wara’ (menjaga kehormatannya), hilm (toleran dan lapang hati) dan mahabbah (cinta kepada Allah dan kepada semua yang dicintai-Nya).

Dengan demikian, yang disebut ulama adalah mereka yang memahami ilmu keagamaan sampai ke dasarnya yang paling dalam, bukan mereka yang riuh dipermukaan. Orang-orang seperti ini yang disebut “Al Ulama Waratsatul Anbiya”.

Mungkinkah ulama menjadi teroris?

Karena ulama adalah orang-orang yang berpengetahuan mendalam terhadap ilmu agama, maka seluruh tindakannya didasarkan kepada al Qur’an dan hadis dengan pembacaan yang syamil dan komprehensif.

Dalam konteks keragaman; agama, suku, etnis dan golongan, ulama pasti mendasarkan pada dua sumber hukum pokok dalam Islam yakni al Qur’an dan hadis.

Titah-Nya, “Kalau seandainya Tuhanmu menghendaki, tentu berimanlah semua manusia di bumi. Maka apakah engkau (Muhammad) akan memaksa semua manusia hingga mereka menjadi orang-orang beriman semua?”. (QS. Yunus: 99).

“Dan tidaklah kami (Allah) mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta”. (QS. al Anbiya: 197).

Kalau begitu, umat Islam tidak perlu berdakwah? Tidak demikian. Justru tidak ada yang mampu menyamai ketulusan dan semangat dakwah Nabi. Amar makruf nahi mungkar yang dilakukan oleh Nabi tidak ada yang dapat membandingi, tetapi beliau tidak menggunakan cara-cara yang mungkar. Rasulullah selalu mendahulukan akhlak mulia dalam setiap dakwahnya. Bukan dengan kekerasan dan intimidasi. Justru karena itu, beliau sukses memikat manusia untuk memeluk agama Islam.

Ulama pewaris Nabi juga begitu. Setiap langkah dakwahnya selalu meniru Nabi. Mengedepankan keramahan, toleransi dan kearifan. Latar belakang penguasaan ilmu agama yang baik menjadi modal bagaimana cara berdakwah yang memang dituntunkan oleh Baginda Nabi. Tidak mencaci, serta ramah. Beda dengan penganut paham radikalisme yang selalu menuding pihak lain dalam posisi bersalah. Mereka melakukan justifikasi kebenaran yang dipahami sebagai kebenaran absolut. Padahal, mereka tidak memiliki latar belakang ilmu agama yang baik.

Sampai disini telah jelas, ulama sejati tidak mungkin melakukan tindakan terorisme. Kemapanan ilmu agama yang dimiliki menjernihkan pemahaman mereka tentang ajaran Islam yang sangat membenci radikalisme dan terorisme karena memang bukan ajaran Islam. Maka, kalau baru-baru ini ada anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia yang ditangkap karena kasus terorisme, sejatinya ia adalah oknum yang disusupkan oleh kalangan kaum radikal ke tubuh MUI supaya tujuan jahat mereka lebih mudah untuk direalisasikan.

ISLAM KAFFAH

Soal Umroh, Menag: Insya Allah Ada Kabar Baik

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas memberi kabar baru dari Arab Saudi. Menag mengatakan, pembicaraan dengan otoritas haji dan umrah Arab Saudi mengalami kemajuan yang menggembirakan.

Hal ini disampaikan Menag usai bertemu dengan Menteri Haji dan Umroh Arab Saudi, HE Taufig F Alrabiah di Makkah pada Senin (22/11).

“Alhamdulillah, hari ini saya bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi di Makah. Menteri Taufig mengatakan bahwa Indonesia adalah prioritas dalam masalah haji dan umrah,” kata Menag melalui pesan tertulis kepada Republika, Senin (22/11) malam.

Menag berharap jamaah Indonesia bisa segera melepas kerinduannya untuk menunaikan ibadah umrah. Menurut Menag, hasil pertemuannya dengan Menteri Haji Arab Saudi cukup progresif dan efektif.

Ia menjelaskan, hal itu tidak terlepas dari diskusi awal (Senior Official Meeting) yang dilakukan Wakil Menteri Haji Arab Saudi dengan tim Kementerian Agama (Kemenag) yang dikomandoi Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Staf Khusus Menteri Agama, dan tim Konsul Haji Jeddah.

Menag mengatakan, diskusi kedua pihak akan terus dilakukan secara intensif. Kemenag akan menyusun skenario dan timeline pemberangkatan jamaah umrah. Penerapan protokol kesehatan atau prokes akan menjadi aspek paling penting dalam pengaturan penyelenggaraan umrah. Rumusan itu selanjutnya disampaikan kepada Kementerian Haji Arab Saudi untuk dipelajari.

“Menteri haji tadi mengapresiasi progress pembahasan awal yang sudah dilakukan Wakil Menteri Haji dengan tim Kemenag. Kita berharap semoga persiapan lanjutan baik di Arab Saudi dan Tanah Air bisa segera selesai sehingga penyelenggaraan umroh bisa segera dibuka,” ujarnya.

Selain membahas penyelenggaraan umroh, pertemuan dua menteri ini juga mendiskusikan upaya peningkatan kerja sama bilateral dalam bidang haji dan umroh.

“Kami memiliki visi yang sama dalam meningkatkan kerja sama seperti di bidang manasik haji atau penyuluhan secara terpadu,” ujar Menag.

Ikut hadir dalam pertemuan tersebut, Ketua Komisi VIII DPR RI Yandri Susanto, Sekjen Kemenag Nizar Ali, Dirjen PHU Kemenag Hilman Latif, Konjen RI Jeddah Eko Hartono, Konsul Haji dan Kuasa Usaha ad interim KBRI Riyadh Arief Hidayat.

IHRAM