Sejumlah Jamaah Haji Barito Selatan Dehidrasi dan Kelelahan

Beberapa calon jamaah haji Kabupaten Barito Selatan, dan tiga kabupaten lainnya di Kalimantan Tengah yang tergabung dalam kelompok terbang (Kloter) 8 mengalami dehidrasi, dan kelelahan.

“Secara umum alhamdulilah dalam keadaan sehat, namun ada beberapa jamaah yang mengalami dehidrasi, dan kelelahan,” kata dokter kloter 8, Mas’ud ketika dihubungi melalui Whatsapp, Kamis (23/8).

Ia mengatakan, dehidrasi dan kelelahan yang dialami beberapa orang jamaah haji tersebut akibat suhu yang cukup panas. “Jamaah haji yang mengalami dehidrasi, dan kelelahan itu dirawat di kemah Mina Kloter 8,” ucap Mas’ud yang juga pimpinan Puskesmas Kecamatan Gunung Bintang Awai, Kabupaten Barito Selatan itu.

Ketua Kloter 8, Arbaja ketika dihubungi mengatakan, saat jamaah Kloter 08 telah menyelesaikan melempar jamarat hari ke 12. “Jadi tinggal melempar jamarat hari ke-13 yang jadwalnya akan dilaksanakan pada Jumat, 24 Agustus 2018 dini hari pada pukul 01.40 Waktu Arab Saudi (WAS),” ucapnya.

Menurut dia, pada hari yang sama mulai pukul 08.00 WAS, jamaah haji akan kembali ke pemondokan 501 Marjanat Al Aseel Mahbas Jin di Makkah untuk selanjutnya  melaksanakan rukun haji thawaf ifadhah serta sa’i untuk menyelesaikan seluruh rukun haji.

“Kemudian, pada awal September, jamaah haji akan menuju Madinah untuk melaksanakan arbain,” katanya.

Setelah it, pada 10 September 2018 sekitar pukul 07.30 Waktu Arab Saudi, jamaah haji kloter 8 akan meninggalkan Madinah. Pada 11 September 2018 sekitar pukul 01.20 WITA, jamaah haji sudah berada di tanah air atau di Debarkasi Haji Banjarmasin.

“Kita berharap doa dari seluruh masyarakat di tanah air khususnya di Barito Selatan, dan tiga kabupaten lainnya agar calon jamaah haji yang tergabung dalam kloter 8 selalu diberikan kesehatan, sehingga bisa melaksanakan ibadah haji dengan baik, dan diterima oleh Allah SWT,” kata Arbaja.

REPUBLIKA

166 Juta Batu Dilemparkan ke Jamarat

Saat matahari terbenam di Mina pada Kamis (23/8) atau hari kedua tasyrik, 166.017.250 batu telah dilemparkan ke jamarat selama kegiatan lontar jumrah.

“Pada Kamis, sejumlah besar jamaah haji, sekitar 1,6 juta, merajam tiga pilar dan melakukan tawaf di Masjid al-Haram,” kata Direktur Komando dan Pusat Kontrol Saudi Kolonel Tariq Al-Ghabban dilansir di Arab News, Kamis (23/8).

Otoritas Umum untuk Statistik mengumumkan ada 2.371.675 jamaah melaksanakan ibadah haji tahun ini. Dari jumlah tersebut, sebanyak 1.758.722 jamaah berasal dari luar Kerajaan. Sementara, sebanyak 612.953 jamaah berasal dari dalam Kerajaan.

Al-Ghabban mengatakan otoritas telah membuat rencana matang untuk memastikan jamarat mampu menampung gelombang arus besar kedatangan jamaah dengan aman. Rencana itu juga termasuk memandu jamaah ke jamarat.

Al-Ghabban mengatakan jamaah haji yang melemparkan batu ke jamarat pada hari pertama dan kedua tasyrik, maka tak perlu mengulangi ritual pada hari ketiga dengan syarat jamaah sudah meninggalkan Mina sebelum matahari terbenam. Pada hari ketiga tasyrik, jamaah haji yang tersisa akan melontar jumrah sebelum menuju ke Makkah untuk tawaf ifadah.

 

REPUBLIKA

Jamaah Haji Filipina Dirampok di Kamar Hotel

Sejumlah jamaah haji asal Filipina mengalami perampokan di kamar hotel tempat mereka menginap. Kendati tidak banyak barang yang hilang, tetapi total kerugian akibat perampokan itu senilai 700 ribu peso (sekitar Rp 191 juta).

Dilansir di ABS-CBN News pada Jumat (24/8), petugas Unit Nasional di Kedutaan Besar Filipina Abdulhalim Langco mengatakan nilai barang yang dicuri mencapai 50 ribu Saudi riyal (sekitar Rp 195 juta). Delegasi Filipina itu langsung mengajukan laporan di Kantor Polisi Ajyad. Mereka dibantu oleh Kedutaan Filipina di Riyadh, bersama dengan Atase Haji Ahmad M Balindong, dan Komisi Nasional untuk Pejabat Muslim Filipina.

Saat ini, Langco mengatakan manajemen hotel mencoba bertanggung jawab terhadap peristiwa perampokan itu. Namun, manajemen hotel berharap jamaah haji Filipina bersedia mencabut laporannya itu.

“Manajemen hotel menyelesaikan kasus itu secara damai dan membayar jumlah barang curian sebagai ganti untuk menarik pengaduan,” kata Langco.

REPUBLIKA

 

Serba-serbi Haji (2): Pentingnya Pengetahuan Haji

KALI ini adalah kisah tentang jamaah haji bernama Mat Kelor, tetangga Mat Tellor kemaren itu. Mat Kelor ini bernama asli Suliman. Orangnya lugu dan lucu penuh jenaka. Tak jarang jamaah lain dibuat ketawa oleh caranya mengenalkan dirinya kepada orang-orang non Indonesia. Pasti dia berkata: “My name is Suliman, Es Yu El Ai Em E En, from Madura. I am a trader of Moringa or Kelor.”

Sesama Maduranya saya ketawa ngakak, apalagi saat dia promosi kelor dalam bahasa Arab yang penuh dengan kata “hadza” yang berarti “ini” atau bermakna “anu.” Dia berani tampil. Tapi saat ditanya oleh kyai tentang ibadah hajinya, dia gelagapan. Kiai bertanya: “Mas, kamu ini apa haji tamattu’?” Mat Kelor menjawab dalam logat Madura kentalnya: “Abbeee, bukan Pak Kiai, saya haji Suliman.” Kiai ngakak, Suliman tersinggung.

Kiai itu sesungguhnya bertanya jenis haji yang dilakukan apakah tamattu’, ifrad atau qiran. Suliman tak paham itu. Yang dia paham adalah tentang nama latin kelor dan manfaatnya untuk kesehatan. Iya, setiap orang punya penguasaan yang baik akan bidangnya sendiri-sendiri. Namun bab rukun Islam harusnya semua muslim mengetahui dasar pokoknya.

Sulaiman paham kesalahannya lalu minta maaf kepada kiai serta memberikan beliau moringa oleifera powder dan moringa om seed yang kaya manfaat itu. Pahamkah istilah itu? Belajarlah ke PT. Alami Moringa Plantation yang didirikan oleh, salah satunya, Suliman, Es Yu El Ai Em E En.

Sebentar lagi Suliman akan menjadi haji. Saya bertanya tentang nama hajinya siapa, karena kebiasaan orang Madura mengubah nama saat haji demi keberkahan katanya. Suliman menjawab bahwa Namanya dia ubah dan tambahi sedikit menjadi Haji Sulaiman Muhib Al-Qiluri. Mantap, tanpa Madura, Indonesia kehilangan sebagian kelucuannya. Salam, AIM. [*]

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Kursi Roda di Mina Jadi Evaluasi Penyelenggaraan Haji Tahun Depan

Makkah (PHU)—Kurangnya perlalatan kesehatan untuk di seputaran jamarat seperti kursi roda, dan tandu akan menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah Indonesia. Hal ini dikatakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin usai lontar jamarat. Kamis (23/08).

Menag mengakui walaupun relatif lancar, fase krusial pada saat lempar jamarat hari pertama menyisakan persoalan kurangnya kursi roda ini.

“Tahun ini yang lansia itu memang cukup banyak. Tentu ini menjadi bahan evaluasi kita mengenai bagaimana kursi roda ini bisa lebih mencukupi di tahun yang akan datang,” kata Menag.

Saat bekerja dilapangan Tim Mobile Crisis Rescue (MCR) sempat kewalahan karena banyaknya permintaan jemaah yang kelelahan dan meminta dibawa dengan kursi roda. Tentu saja skala prioritas kursi roda diperuntukkan bagi jemaah yang kondisinya kritis.

“Jadi kita memiliki kekurangan kursi roda dan tandu karena di sepanjang jalan itu tidak boleh ada pos kesehatan yang stasioner, yang menetap, dan harus mobile,” ujar Menag

Menag mengatakan kursi roda memang sangat diperlukan karena banyaknya jemaah haji yang masuk kategori berisiko tinggi.

“Kursi roda memang diperlukan karena jumlah jemaah haji kita yang lansia yang membutuhkan kursi roda itu cukup banyak ini menjadi bahan evaluasi kita tahun depan agar kita sikapi lebih baik lagi,” ujar Menag.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menempatkan Tim MCR di titik-titik krusial yang ada di jamarat. Tim MCR ini dibekali peralatan kursi roda, tandu, dan pertolongan darurat.(mch/ha)

 

KEMENAG RI

‘Ada Banyak Alasan Jamaah Memilih Berada di Luar Tenda’

Kasus mengenai banyaknya calon jamaah haji asal Indonesia yang berada di luar tenda dinilai karena banyak faktor. Ketua Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Syam Resfiadi menyebut salah satunya karena kuota haji.

Syam menilai ketika dua tahun lalu kuota calon jamaah haji Indonesia dipotong 20 persen, kondisinya pas dengan fasilitas yang disediakan. Namun saat kuota ini dinormalkan, maka terjadi masalah.
“Waktu kuota dipotong dan sekarang dikembalikan, jumlah fasilitasnya sama. Belum ada alokasi tenda baru. Ini mungkin salah satu masalah,” ujar Syam saat dihubungi Republika, Kamis (23/8).
Ia pun mencontohkan untuk kuota haji khusus saat terjadi pemotongan kuota, jumlah yang berangkat sebanyak 13ribu orang. Calon jamaah ini kemudian mendapat delapan maktab di Mina sebagai tempat istirahat.
Ketika 2016 jumlah kuota dinormalkan menjadi 17 ribu, jumlah maktabnya tetap hanya delapan. Ini jelas tidak sesuai. Belum lagi ada dari negara-negara asia tenggara lain yang satu maktab dengan Indonesia padahal sebelumnya tidak pernah terjadi.
Alasan kedua ada jamaah di luar tenda karena tidak tahan dengan kondisi di dalam yang terlalu dingin. Calon jamaah haji Indonesia yang berasal dari berbagai kelangan tidak menutup kemungkinan ada yang tidak terbiasa dengan pendingin ruangan atau AC.
“Bisa juga mereka ini yang maktabnya jauh dari tempat pelontaran jumrah. Bahkan di luar Mina atau yang disebut Mina Jadid,” ujarnya.
Untuk jamaah haji reguler, Syam menyebut semua sudah diperhitungkan. Tiap jamaah mendapat satu kasur secara adil.
Namun kondisi jamaah yang digabung antara wanita dan pria membuat beberapa jamaah pria mengalah. Jamaah laki-laki ini pun memilih keluar dari tenda untuk memberikan privasi dan kenyamanan bagi jamaah wanita.
Petugas dari Kementerian Agama (Kemenag) Indonesia disebut sering melakukan patroli dan kontrol. Tidak hanya di sekitaran maktab dan tenda tetapi juga di jalan besar.

Fisik Tidak Fit, PPIH Imbau Jemaah Jangan Paksakan Diri Lontar Jamarat

Mina (PHU)—Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengimbau jemaah haji jika fisiknya tidak mampu agar tidak dipaksakan untuk lontar jamarat. Hal ini didorong karena keinginan yang kuat dari jemaahnya sendiri karena ingin merasakan lontar jamarat.

“Perlu diketahui bahwa jemaah haji memaksakan pergi melontar Jumroh terutama dihari pertama, semua karena keinginan yang kuat untuk merasakannya,” kata Kepala Satuan Operasional (Kasatop) Arafah-Mina-Mudzalifah Jaetul Mukhlis melalui pesan singkatnya. Rabu (22/08)

Jaetul mengakui, edukasi ke jemaah saat ini hanya melalui perlindungan jemaah (linjam), seharusnya yang memberikan edukasi berasal dari Tim Promotif dan Preventif (TPP) bidang kesehatan terkait informasi cuaca yang menyebabkan heatstroke maupun dari sisi ibadah tentang status.

“Info ini bukan tidak sampai tapi suasana kebatinan yang kuat dari keberadaan psikis jamaah tadi (rasa ingin tahu ingin mencoba karena sudah jauh-jauh dari tanah air ingin menyempurnakan ibadahnya) semua mengalahkan akal sehatnya sehingga kalah dalam mengukur kemampuan dirinya ,” kata Jaetul.

Jaetul juga meminta khususnya jemaah sepuh dan mempunyai kemempuan fisik yang terbatas tidak memaksakan diri ke Jamarat dan dapat diwakilkan.

“Iimbauan saya orang tua sepuh dan kemapuan fisik terbatas jangan memaksakan diri ke Jamarot cukup diwakilkan dan istirahar saja di tendanya masing-masing,” imbaunya.(mch/ha)

KEMENAG RI

2 Syarat Hewan Kurban

SYAIKH Sayyid Sabiq Rahimahullah menuliskan ada dua syarat:

Pertama, hendaknya yang sudah besar, jika selain jenis Adh Dhanu (benggala, biri-biri, kibasy, dan domba). Jika termasuk Adh Dhanu maka cukup jadza atau lebih. Jadza adalah enam bulan penuh dan gemuk badannya. Unta dikatakan besar jika sudah mencapai umur lima tahun. Sapi jika sudah dua tahun. Kambing jika sudah setahun penuh.

Bila hewan-hewan ini telah mencapai umurnya masing-masing maka sudah boleh dijadikan hewan kurban.

Kedua, hendaklah sehat dan tidak cacat. Maka tidak boleh ada pincang, buta sebelah, kurap (penyakit kulit), dan kurus. Dari Al Hasan: bahwa mereka berkata jika seorang membeli Unta atau hewan kurban lainnya dan kondisinya sehat-sehat saja, namun sehari sebelum hari H mengalami pincang, buta sebelah, atau kurus kering, maka hendaklah diteruskan penyembelihannya, karena yang demikian telah cukup memadai. (HR. Said bin Manshur).[6] Demikian dari Syaikh Sayyid Sabiq.

Jadi, bisa diringkas, jika hewan kurbannya adalah jenis kibas, biri-biri, dan domba, maka minimal adalah setengah tahun penuh. Jika selain itu maka hendaknya yang sudah cukup besar, biasanya ukuran besar bagi kambing biasa adalah setahun penuh. Sapi adalah dua tahun penuh, dan Unta adalah lima tahun.

Jantan dan Betina Sama Saja. Tidak sedikit yang bingung tentang ini, padahal keduanya boleh dan sah sebagai qurban.

Tertulis dalam Al Mausu’ah:

Syarat pertama, dan ini disepakati mazhab-mazhab, bahwa hewan qurban adalah dari golongan hewan ternak. Yaitu Unta, Sapi peliharaan termasuk jawamis (sejenis banteng), dan juga kambing baik yang benggala atau biasa. Dan semua itu sah baik jantan dan betina. (Al Mausu’ah, 5/81-82)

 

INILAH MOZAIK

Jemaah Wajib Patuhi Waktu Lontar Jumrah

Mina (PHU)—Jemaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jemaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8/2018) dini hari, jemaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jemaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jemaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jemaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jemaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan.
Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jemaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia pada Selasa, 21 Agustus 2018 atau 10 Dzulhijah, pukul 06.00-10.30 WAS.
Larangan waktu lontar hari kedua Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS. Sedangkan Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), waktu terlaranh pukul 10.30-14.00 WAS.

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jemaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jemaah Indonesia yang terpisah dari rombongannya juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jemaah asal Medan salah satu yang terpisah rombongan.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jemaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jemaah terpisah sudah kesulitan berjalan, mereka diantarkan menggunakan kendaraan bermotor roda dua yang disediakan oleh Misi Haji Indonesia. (mch/ab).

 

KEMENAG RI

Jamaah Haji Menyemut di Mina

Jamaah haji Indonesia mulai menyemuti Mina untuk bermabit dan melempar jumrah. Terlepas dari larangan melontar pada pagi hari, sebagian jamaah masih melakukan hal tersebut.

Sejak Selasa (22/8) dini hari, jamaah Indonesia yang telah menyelesaikan mabit di Muzdalifah langsung menuju kawasan jamarat untuk melempar jumrah aqabah. Aliran jamaah Indonesia menuju lokasi itu tak berhenti seiring jamaah dari negara lain juga melaksanakan ritual tersebut.

Memasuki waktu duha, jamaah Indonesia masih nampak berjalan ke arah jamarat. Hal tersebut sedianya bertentangan dengan imbauan PPIH Arab Saudi yang memberi waktu pada siang hari untuk jamaah Indonesia melontar jumrah agar terhindar dari kepadatan

Waktu-waktu tersebut dianggap sebagai waktu afdhal melontar jumrah. Kendati demikian, sebagian jamaah terpaksa berangkat karena mengejar waktu.

Waktu Larangan Lempar Jumrah Jamaah Haji Indonesia
– Selasa, 21 Agustus 2018 (10 Dzulhijah), pukul 06.00-10.30 WAS
– Rabu, 22 Agustus 2018 (11 Dzulhijah), pukul 14.00-18.00 WAS
– Kamis, 23 Agustus (12 Dzulhijjah), pukul 10.30-14.00 WAS

“Bus kloter saya baru berangkat mau jam dua. Jalan dari maktab baru sampai di sini jam segini,” kata Amsori (70 tahun) seorang jamaah dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede pada Senin (21/8) pagi.

Jamaah Indonesia yang tersesat juga mulai menumpuk pagi itu. Supriyatin (60), seorang jamaah asal Medan salah satu yang tersesat itu hari.

“Saya sudah jalan lima jam, tadi pagi terpisah dari rombongan,” kata jamaah asal Medan tersebut di kantor Misi Haji Indonesia di Mina.

Sehubungan banyak jamaah tersesat sudah kesulitan berjalan, sebuah kendaraan roda dua merek Honda keluaran lama digunakan untuk mengantar jamaah tersebut.

Oleh: Fitriyan Zamzami dari Makkah, Arab Saudi

REPUBLIKA