Inilah Makna Shalat Arbain di Masjid Nabawi

Ustaz, selama 9 hari jamaah haji Indonesia melakukan arbain di Madinah. Apa sebenarnya makna arbain itu? Apakah masuk dalam rukun atau wajib haji? Amalan apa yang harus dilakukan selama arbain?

Ridwan
Bandung, Jawa Barat

Waalaikumussalam Wr Wb

Baik gelombang pertama maupun gelombang kedua, jamaah haji Indonesia akan melewati fase 8 atau 9 hari di Madinah. Baik sebelum maupun setelah ibadah haji. Sering dimotivasi agar melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi. Makna “arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.

Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama sekali tidak termasuk “wajib haji” apalagi menjadi “rukun haji” karena semua kegiatan haji itu adanya di Makkah bukan di Madinah.

Kalaupun jamaah tidak sampai berziarah ke Madinah maka tidaklah ia melanggar kewajiban haji dan membayar dam. Begitu juga hal itu tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya haji.

Selama di Madinah inti ibadah adalah memperbanyak shalat di Masjid Nabawi sesuai dengan sabda Nabi “Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi SAW bersabda: ”satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram” (HR Bukhori Muslim). Hadis muttafaq ‘alaih yang tidak diragukan keshahihannya ini sebenarnya sudah cukup untuk menyemangati kita agar selalu berupaya memaksimalkan ibadah di Masjid Nabawi.

Adapun pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis dari Anas bin Malik Ra “Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia  bebas dari kemunafikan” (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits ini tentu sangat mendorong untuk beribadah di Masjid Nabawi, akan tetapi Hadits ini ternyata banyak dikritisi oleh ulama. Sebagiannya menyatakan hadits ini dhoif  (lemah). Titik lemahnya adalah dimasukkannya Nubaith sebagai rawi yang memang tidak dikenal (majhul).

Syekh MuqbilAl Wadi’iy ulama hadis dari Yaman menilai bahwa hadit ini tidak shahih dari Rasulullah SAW. Syekh Nashiruddin Al Bany menilai hadits ini munkar ia menyatakan “sanad hadits ini dho’if. Ada seorang perawi yang bernama Nubaith yang tidak dikenal statusnya”. Syekh  Su’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini lemah karena status Nubaith bin Umar yang tidak diketahui.

Berbeda dengan pendapat Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawa’id yang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas itu //tsiqoh// (terpercaya). Akan tetapi Syekh Nashiruddin Al Bany mengomentari “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari Kitab Shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya”.

Hadis dari Anas Bin Malik Ra yang justru disepakati keshahihannya adalah hadits “arbain” lain, yaitu shalat berjamaah “empat puluh hari” yang membebaskan dari neraka dan bebas dari kemunafikan. Sabda Nabi SAW “Barangsiapa shalat empat puluh hari dengan berjamaah dan mendapati takbiratul ihramnya imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua perkara, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR Turmudzi).

Adapun amalan yang dikerjakan oleh jamaah selama  8 atau 9 hari di Madinah yaitu memperbanyak ibadah di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, menghayati kehidupan Nabi dan para shahabat dahulu, mengambil ibrah dari tempat tempat bersejarah, serta kegiatan amal-amal saleh lain seperti banyak membaca Alquran, bersedekah, shalawat dan salam kepada Nabi, menyerap ilmu dari taushiyah yang diadakan di Masjid Nabawi atau masjid lainnya.

Bagi jamaah yang akan berhaji dari Madinah, maka arbain adalah momentum untuk lebih memahami syari’ah, meluruskan aqidah, dan membina akhlakul karimah agar saat melaksanakan haji ia benar-benar tercelup “sibghah”  keteladanan Rosulullah SAW.

Sedangkan bagi yang telah melaksanakan haji, Madinah adalah tempat yang sangat mulia dan berguna bagi pemantapan perjalanan ibadah haji yang baru dilaluinya. Madinah adalah tempat untuk mewisuda kemabruran haji. Rasulullah SAW adalah “syahidan” (saksi) dan “mubasyiran” (pemberi kegembiraan) bagi jihad jamaah dalam beribadah kepada Allah SWT.

 

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

 

sumber: Republika Online

Afrizal Sinaro: Nikmatnya Berhaji Bersama Dua Wanita Istimewa

Kenikmatan menunaikan ibadah haji sulit dilukiskan dengan kata-kata. Apalagi jika  berhaji itu bersama dengan dua wanita istimewa.

Pengalaman itulah yang dirasakan oleh Afrizal Sinaro. Ketua Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi) DKI Jakarta itu pertama kali menunaikan ibadah haji tahun 2000. Ketika itu ia berhaji bersama dengan ibu kandungnya, Nadiar, yang ketika itu usianya sudah mencapai 60 tahun.

“Bagi saya, pergi haji yang pertama adalah kenikmatan yang luar biasa, karena saya bisa melayani ibu kandung saya selama 40 hari sejak awal kedatangan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air,” ungkap Afrizal Sinaro saat berbincang dengan Republika di Resto Ahmei, Pejaten Village, Jakarta, Senin (31/8).

Sambil menyeruput teh tarik kesukaannya, lelaki kelahiran Medan, 27 April 1965 itu, menambahkan, walaupun hatinya sangat bahagia, namun di sisi lain, ia merasa pun merasa sedih. “Saya sedih, sebab ayah saya belum bisa berangkat haji tahun itu, karena keterbatasan biaya,” tutur Afrizal yang juga Ketua Umum Perguruan Al-Iman Citayam, Bogor, Jawa Barat.

Karena itulah, di depan Ka’bah, Afrizal berdoa kepada Allah, agar bisa kembali lagi berhaji bersama ayahnya. “Doa saya adalah ‘Ya Allah, kembalikan saya ke Tanah Suci-Mu ini bersama ayah dan istriku, lima tahun ke depan’,” ujar Afrizal mengutip doanya ketika itu.

Ternyata Allah mengabulkan doanya. Lima tahun kemudian, yakni tahun 2005, Afrizal dapat mengajak ayahnya, Rusdi yang kala itu berumur 65 tahun, dan istrinya tercinta, Eka Putri Handayani, melaksanakan ibadah haji.

“Itulah sebabnya, saya sering mengatakan, saya beruntung bisa menunaikan ibadah haji bersama dua wanita istimewa,” ungkapnya penuh syukur.

Redaktur : Irwan Kelana

Ini alasan kuota haji Indonesia dibatasi oleh Arab Saudi

Dari seluruh negara yang memberangkatkan warganya ke Arab Saudi untuk menunaikan ibadah haji, Indonesia mendapat kuota tertinggi. Adapun alasan pemerintah Arab Saudi memberikan kuota lebih tinggi kepada Indonesia yaitu karena Indonesia memiliki jumlah penduduk muslim yang terbanyak di dunia.

Namun, kuota ini tidak permanen, setiap tahun kuota yang diberikan pemerintah Arab Saudi berubah-ubah sesuai situasi dan kondisi. Realitasnya, banyak calon jamaah haji Indonesia yang telah mendaftarkan diri namun harus menunggu keberangkatan sekitar 7 hingga 19 tahun kemudian.

“Kuota segitu, daya tampung juga tidak bisa dipaksakan. Masjid di Saudi masih direnovasi. Di samping keterbatasan tadi yang menjadi catatan masyarakat kita. Biro haji kita tidak bisa ditampung,” ungkap Ketua Umum Majelis Pengurus Pusat Rabithah Haji Indonesia, Ade Marfudinusai mengisi diskusi dengan topik persiapan pelaksanaan haji yang digelar di Hall Dewan Pers, di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Minggu (30/8).

Dengan adanya masa tunggu akibat kuota yang terbatas, Ade berharap kepada calon jamaah yang telah mendaftarkan diri agar menggunakan masa tunggu tersebut untuk belajar tentang ilmu haji (spiritual). Hal ini diungkapkan lantaran ada jamaah yang mengalami kesulitan saat menunaikan ibadah haji di Arab Saudi lantaran belum memahami lebih dalam ilmu spiritual.

“Masa tunggu itu masa persiapan diri, ilmu manasik yang disiapkan. Jadikan bagian dari persiapan.” imbuh Ade,

“Inikan efeknya kepada pembinaan. Di mana jamaah sudah terdaftar itu harus dalam pembinaan. Jadi haji itu bukan sekedar haji tapi ilmunya pak,” tutup Ade.

 

sumber Merdeka.com

Empat Etika Tamu Allah

Oleh: Mahmud Yunus

 

Sejak 21 Agustus 2015 calon jamaah haji (calhaj) Indonesia mulai diberangkatkan ke Tanah Suci. Mereka dalam Islam dinilai sebagai orang-orang terpilih yang memiliki kesempatan menjadi tamu Allah di rumah-Nya. Mereka adalah orang-orang yang beruntung karena termasuk salah seorang dari 186.800 calhaj Indonesia yang tahun ini berhak menyandang predikat tamu Allah. Maka, bersyukurlah.

Bentuk syukur yang selayaknya dilakukan bukan sekadar mengundang keluarga besar, handai tolan dan sebagainya dalam rangka kenduri keberangkatan (bagi Anda yang melaksanakannya). Tetapi, jauh lebih penting mempersiapakan diri menjadi tamu Allah yang paham akan etika/adab saat berada di Tanah Suci selama musim haji.

Boleh jadi, jamaah calhaj Indonesia sudah dibekali dengan hal-hal pokok yang selayaknya dilakukan oleh mereka sejak keberangkatan ke Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air. Misalnya, mereka telah diajarkan untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat bangsa dan negara Indonesia selama di Arab Saudi.

Umumnya calhaj Indonesia telah mendapat bimbingan saat mereka mengikuti manasik di kabupaten/kota masing-masing. Misalnya, tentang berdoa ketika naik kendaraan, memasuki Kota Mekkah dan Kota Madinah, memasuki Masjidil Haram, dan saat melihat Ka’bah/Baitullah. Juga, berdoa ketika memasuki Masjid Nabawi dan berziarah ke makam Rasulullah SAW dan seterusnya.

Namun, kenyataannya, berdasar pengalaman musim haji sebelumnya, masih banyak calhaj Indonesia yang seolah-olah tidak menyadari bahwa dirinya tamu Allah. Hal tersebut boleh jadi karena mereka belum mendapatkan penjelasan yang memadai saat mengikuti manasik dan/atau pembimbingan dari KBIH (kelompok bimbingan ibadah haji).

Pertama, banyak jamaah perempuan yang menempati shaf shalat jamaah laki-laki. Padahal, di Masjidil Haram sekali pun, sebaiknya jamaah perempuan dan jamaah laki-laki itu terpisah tempatnya, terutama pada saat shalat berjamaah.

Kedua, banyak jamaah yang memaksakan diri, dahulu-mendahului saat tawaf dan/atau saat sa’i. Tidak jarang terjadi desak-desakan dan sikut-sikutan. Lebih jauh, banyak jamaah yang memaksakan diri untuk mencium Hajar Aswad. Padahal, hukum menciumnya adalah sunah.

Ketiga, banyak jamaah dengan seenaknya masuk Masjidil Haram dan Masjid Nabawi tanpa “mematikan” telepon selularnya. Padahal, di sekitar dua masjid tersebut sudah ada tulisan berjalan (running text) yang mengingatkan jamaah untuk “mematikan” telepon selular.

Keempat, banyak jamaah yang memotret aktivitasnya saat berada di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Bahkan, banyak jamaah yang “berani” memotret saat imam sudah memulai shalat berjamaah.

Kelima, banyak jamaah yang ketika sedang berada di Tanah Suci perilakunya tetap tidak berubah, persis seperti kebiasaannya di Tanah Air. Misalnya, ngobrol ngalor-ngidul tanpa kontrol. Berkaca pada pengalaman musim haji sebelumnya, kita harus terus belajar menjadi tamu Allah yang beretika. Semoga.

 

sumber: Republika Online

Dasar Ibadah Haji

Haji adalah rukun Islam kelima, dimana merupakan kewajiban sekali seumur hidup bagi setiap orang Islam yang mampu menunaikannya. Secara bahasa, haji berarti Al-Qashd (bermaksud) adalah pergi mengunjungi tempat yang diagungkan. Sementara secara istilah, haji bermaksud mendatangi Baitullah untuk amal Ibadah tertentu yang dilakukan pada waktu dan cara yang tertentu juga. Dasar hukum haji Para ulama fiqih sepakat bahwa Ibadah Haji dan Umrah adalah wajib hukumnya bagi setiap muslim yang mempunyai kemampuan biaya, fisik dan waktu, sesuai dengan nash Al-Qur’an:

وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلاَ

                           Artinya : “Dan Allah mewajibkan atas manusia haji ke Baitullah bagi orang yang mampu mengerjakannya” . (QS. Al-Imran :97).

Waktu kegiatan yang dilakukan para jamaah ketika haji adalah waktu-waktu haji, atau sering biasa disebut sebagai musim haji, hal ini berbeda dengan umrah yang bisa dilaksanakan kapan saja atau tak terbatas dengan waktu.

Indonesia mempunyai jumlah penduduk Islam terbesar sedunia sehingga Penyelenggaraan Ibadah haji telah lama menjadi bagian dari tugas negara berlandaskan pada Undang-undang RI Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Haji.

Penetapan Kuota Haji tahun ini tertuang dalam Keputusan Menteri Agama RI Nomor 64  tahun 2014 menetapkan Kuota Haji Reguler 155.200 dan Haji Khusus 13.600, setelah dipotong 20% karena ada pembangunan pelebaran Masjidil Haram, Kuota tersebut akan berjalan normal setelah pembangunan selesai dan difungsikan sebagaimana biasanya, Indonesia diperkiraan akan mendapat tambahan kuota sekitar 100 – 150% Orang Jamaah dari Kuota musim haji tahun ini, jumlah jamaah yang besar menjadikan pokok permasalahan yang besar pula yang sedang dihadapi pada penyelenggaraan haji di Indonesia, baik dari sisi kepastian hukum, kelembagaan baik didalam negeri maupun diluar negeri, dan beberapa aspek teknis seperti, Pemondokan di Mekkah, Hotel Madinah, Hotel Jeddah, General Service, Transportasi, Konsumsi Luar Negeri, Asrama Haji, dokumentasi dan Operasional serta didalamnya adalah Pembinaan Haji dan Umrah.

Perlu untuk digaris bawahi bahwa penyelenggaraan Ibadah Haji itu merupakan investasi bathin bagi seluruh rakyat Indonesia, hal tersebut guna meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta peningkatan penyempurnaan ke-Islaman, akan tetapi menyadari betul bahwa Ibadah Haji dan Umrah merupakan Ibadah Maliah Mahdoh (terkait dengan harta benda) dimana harus memenuhi beberapa ketentuan yang dipersyaratkan untuk menyempurnakannya sebagaimana Fiman Allah SWT :

وَاَتِمُّواالْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ ِللهِ

                          Artinya : “Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah” (QS. Al-Baqaroh : 196 )

Penyempurnaan Ibadah Haji merujuk pada ketentuan yang telah di syari’-kan oleh baginda Rasullah SAW dengan beberapa syarat haji, dimana kententuan tersebut adalah Islam, dewasa (tidak gila), berakal sehat, merdeka dan mampu melaksanakan (bekal dan perjalanan). Syarat Mampu dalam Ibadah Haji diartikan bahwa mampu terhadap materi, pengetahuan, kesehatan, dan layak dalam perjalanan. Kemudian bagaimana kepada mereka yang mampu akan tetapi tidak melakukan haji? maka lebih dari itu, bagi orang yang sudah mampu tapi enggan berangkat menunaikan ibadah haji, maka baginya mati Yahudi atau Nasrani, sabda nabi.

مَنْ مَلَكَ زَادً وَرَاحِلَةً وَلَمْ يَحُجَّ بَيْتَ اللهِ فَلاَ يَضُرُّهُ مَاتَ يَهُوْدِيًّااَوْ نَصْرَانِيًّا

                          Artinya : “Barang siapa yang telah memiliki bekal dan kendaraan (sudah mampu), dan ia belum haji ke Baitullah maka tidak ada yang menghalangi baginya mati Yahudi atau Nasrani”. (HR. Tirmidzi).

Rukun Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji yang apabila tidak melaksanakan salah satu rukun haji tersebut maka hajinya menjadi tidak sah dan harus mengulangi haji tahun berikutnya, Rukun haji tersebut ada enam diantaranya yaitu Ihram (niat), Wukuf di Arafah, Thawaf Ifadah, Sa’I, Bercukur dan Tertib sesuai tuntutan manasik Haji. Sementara Rukun-Rukun Umrah ada Lima diantaranya Ihram (niat), Thawaf, Sa’I, Bercukur dan Tertib sesuai tuntutan manasik Haji. Apabila tidak melaksanakan salah satu rukun Umrah tersebut maka Umrahnya menjadi tidak sah

Wajib Haji adalah rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji sebagai pelengkap Rukun Haji, yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam (denda). Wajib Haji Menurut Mazhab Hanafi ada lima, yaitu: Sa’I, Mabit (keberadaan) di Muzdalifah, Melontar jamaah, Menggunting/memotong rambut dan Thawaf Wada’. Menurut Mazhab Maliki ada lima, yaitu : Mabit (keberadaan) di Muzdalifah, Mendahulukan melontar jamrah aqabah dan menggunting rambut dan thawaf ifadhah pada hari Nahr (10 Zulhijjah), Mabit di Mina pada hari Tasyriq (11 s/d 13 Zulhijjah), Melontar jamrah pada hari Tasyriq, dan Menggunting/memotong rambut. Menurut Mazhab Syafi’i ada lima yaitu : Ihram, Mabit di Muzdalifah, Melontar jamrah aqabah (10 Zulhijjah), Mabit di Mina dan melontar jamrah pada hari hari Tasyriq, dan Menjauhi larangan-Iarangan ihram. Menurut Mazhab Hambali ada tujuh yaitu : Ihram dari miqat, Wukuf di Arafah sampai mencapai malam hari, Mabit di Muzdalifah, Mabit di Mina, Melontar jamrah, Memotong menggunting rambut dan Thawaf wada’ dan Wajib umrah ada dua, yaitu ihram dari miqat dan menghindari semua larangan-Iarangan ihram. Pada dasarnya sama dengan wajib haji menurut tiap-tiap mazhab kecuali wukuf, mabit dan melontar jamrah, karena hal ini hanya ada dalam haji.

Sunat Haji dan Umrah sesuai dengan rangkaian masing-masing kegiatan dalam pelaksanaan ibadah haji dan umrah, mulai ihram, thawaf, sa’i, bercukur, wukuf, mabit di Muzdalifah/Mina, melontar jumrah, menyembelih binatang (hadyu) dan yang tidak kalah penting adalah memperbanyak ukhuwa Islamiah, membaca sholawat nabi dan memperbanyak bacaan talbiyah, seperti dibawah ini :

لَبَّيْكَ اَللهُمَّ لَبَّيْكَ – لَبَّيْكَ لاَشَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ

اِنَّ الْحَمْدَ وَالنِّمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ – لاَشَرِيْكَ لَكَ

                          Artinya : “Ya Allah kami datang memenuhi panggilanmu. Ya Allah tidak ada sekutu bagi-Mu sesungguhnya segala puji dan kenikmatan serta kerajaan (kekuasaan) adalah milik-Mu semua. Tidak ada sekutu bagi-Mu”.

Sukses dan terselenggaranya Ibadah Haji dengan baik didasari oleh beberapa hal diantaranya adalah Layanan Haji, Ibadah Haji dan Keuangan Haji. Setiap orang jamaah pasti mendambakan haji-nya akan menjadi Mabrur wa Mabruroh, untuk menuju kearah kemabruran tidak akan tercapai manakala tidak didukung pemahaman jamaah haji terhadap manasik dan ibadah lainnya serta dapat melaksanakannya sesuai tuntunan ajaran agama Islam, hal ini menjadi prasyarat kesempurnaan ibadah haji untuk memperoleh haji mabrur oleh karena itu maka diperlukan pembelajaran Praktek Haji atau dengan istilah yang biasa disebut dengan Pembinaan Manasik haji.

Pembinaan Manasik haji merupakan bagian penyuluhan dan pembimbingan bagi Jamaah Haji pada pelaksanaan Ibadah Haji sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam, serta negara menjamin atas pembinaan manasik haji yang tertuang dalam Undang-undang N0. 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 7 ayat (a) berbunyi :

“Jamaah haji berhak memperoleh pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dalam menjalankan Ibadah Haji, yang meliputi pembimbingan manasik haji dan/atau materi lainnya, baik di tanah air, di perjalanan, maupun di Arab Saudi “

Berlandaskan pada pengelolaan keuangan haji hanya pada prinsip profesional, amanah dan transparan tidaklah cukup masih dibutuhkan satu prinsip lainnya, yaitu optimal. Prinsip terakhir terkait dengan pengelolaan keuangan haji yang ditujukan untuk mendapatkan nilai manfaat seoptimal mungkin untuk peningkatan layanan bagi jamaah haji oleh karena itu untuk pengoptimalan layanan haji maka dilakukan Pembinaan Ibadah Haji tingkat KUA, Kantor Urusan Agama Kec. Purwakarta, melakukan penyuluhan, Pembinaan bagi calon Jamaah haji di kecamatan Purwakarta dengan membentuk sebuah Tim Pelaksana Pembinaan Manasik Haji.

 

Kalimat terakhir dari penulis, sesungguhnya fenomena huruhara atau gonjanggajing di kementerian agama akhir-akhir ini mengiris dan melukai segenap komponen, tak terlebih pelaksana penyelenggara haji dan umrah, bukan tidak mungkin dari ratusan ribu orang jamaah yang berangkat menyempurnakan haji salah satunya adalah Haji yang mabur wa mabruroh.

Penulis adalah Pegawai Honorer Kementerian Agama Kota Cilegon, yang tidak masuk kategori satu (K1) maupun kategori dua (K2) tapi tidak putus menumbuhbangkitkan dan menyukseskan penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah tahun 2014 M / 1435 H dan Tulisan ini telah dipublish untuk memenuhi Blog Pribadi Penulis dan juga artikel ini sebagai pendahuluan laporan kegiatan Pembinaan Manasik Haji tingkat KUA yang akan dilaksanakan minggu ke-3 atau minggu ke-4 bulan ini. Terima kasih.(Iwan Ampel/ar)

 

 

Sumber :

Website Kementerian Agama RI,  Http://www.Haji.kemenag.go.id dan Http://facebook.com/Informasi.Haji

Kementerian Agama RI, “Al-quran dan Terjemahan” Karya Toha Semarang,  tahun 1995

Drs. H. Mansyur Pribadi, M.Pd dan Dr. drh. Hj. Rr. Retno Widyani, MS, MH., dalam “Panduan Ibadah Haji dan Umrah” Swagati Press Cirebon, tahun 2007

MOH. HASAN AFANDI “Optimalisasi Nilai manfaat Dana Haji” Majalah Realita Haji Edisi April 2014

Kementerian Agama Kota Cilegon, “Panduan Ibadah Haji dan Umrah” Tahun 2012

Catatan Rangkuman Materi Pelaksanaan Binsik Haji, Tingkat KUA Kec. Purwakarta Tahun 2013

Pertama Kalinya Muslim Israel Naik Haji Pakai Pesawat

By , 07 Sep 2014

Musim haji telah dimulai. Umat muslim dari berbagai pelosok dunia bakal berdatangan memenuhi Kota Suci. Tak terkecuali muslim asal Negeri Zionis.

Ini adalah tahun pertama muslim Israel bisa melaksanakan haji dengan menaiki pesawat terbang. Selama ini mereka hanya bisa mengujungi Mekah lewat perjalanan darat via Yordania.

Kelompok awal yang bakal diterbangkan ini terdiri dari 766 penumpang. Mereka akan diberangkatkan pada akhir September 2014 ini.

Perusahaan Milad Aviation of Ramle yang mengatur penerbangan para muslim Israel itu akan mencarter pesawat dari Royal Jordanian Airlines dan anak perusahaannya, Royal Wings. Tarif untuk pulang pergi sekitar US$ 600 atau Rp 7.055.400 (kurs Rp 11,759 untuk setiap 1 US$).

“Untuk mengatur perjalanan haji perdana menggunakan pesawat ini dibutuhkan kontak dengan pihak berwenang Yordania dan Israel berlangsung selama sekitar 3 tahun,” kata Ibrahim Milad, pemilik sekaligus CEO Milad Aviation, seperti dikutip dari laman Haaretz, Minggu (7/9/2014).

“Selama kurun waktu itu, saya mengunjungi Yordania sekitar 100 kali untuk mendapatkan persetujuan yang diperlukan,” imbuh dia.

Ke depan, perusahaan ini berencana untuk mengatur penerbangan haji ini sepanjang tahun. Menurut Milad, ada sekitar 4 ribu muslim Israel yang berangkat ke Saudi Arabia setiap tahunnya.

Pemerintah Yordania telah berusaha untuk meningkatkan kapasitas penerbangan antara Tel Aviv (Israel) dan Amman (Yordania), dari 1.500 menjadi 1.700 setiap pekannya. Tapi pihak Israel menolak permintaan tersebut.

Padahal tak cuma haji, banyak warga Israel yang telah menggunakan maskapai Royal Jordanian lewat Amman untuk bepergian ke seluruh bagian dunia. Setelah pecahnya ketegangan antara Israel dan Hamas serta sekutunya di Gaza Juli 2014 lalu, Royal Yordania sempat ditangguhkan layanannya. (Yus)

 

sumber: Liputan6.com

Menabung 9 Tahun, Nenek 99 Tahun Akhirnya Bisa Pergi Haji

Pada usianya yang kini melewati 99 tahun, tak menyurutkan semangat Sukarni, warga Desa Pondok Wuluh, Kecamatan Leces, Probolinggo, Jawa Timur untuk menunaikan ibadah haji.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Selasa (9/9/2014), selama hampir 9 tahun menabung, Sukarni akhirnya masuk rombongan haji pada tahun ini. Bersama 567 calon jamaah haji lainnya, nenek dengan 6 anak, 89 cucu, dan cicit ini masuk dalam Kloter-47 Embarkasi Surabaya yang rencananya akan diberangkatkan pada 20 September mendatang.

Nenek Sukarni berangkat haji didampingi anak bungsunya, Sutikno. Meski masih 2 pekan lagi tapi seluruh barang bawaan termasuk pakaian serta obat-obatan sudah dipersiapkan.

Dengan bekal pengalaman umrah pada 5 bulan lalu, nenek berusia 99 tahun ini tetap yakin bisa menjalankan seluruh rukun haji di Tanah Suci. Itu sebabnya hampir setiap hari Sukarni selalu menghafal doa-doa dan tata cara berhaji.

Selain kloter 47, 567 calon jemaah haji asal Kabupaten Probolinggo juga masuk dalam kloter 46. (Riz)

 

Sumber: Liputan6.com

24 Tahun Menabung, Kakek Tukang Sapu di Depok Berhasil Naik Haji

Setelah 24 tahun menabung, seorang tukang sapu di SD Negeri Depok Jaya II, Depok, Jawa Barat akhirnya bisa berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Awalnya kakek bernama Ugan Suganda ini bekerja sebagai penjaga sekolah sejak tahun 1982 sebelum akhirnya beralih ke tenaga kebersihan.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Siang SCTV, Selasa (9/9/2014), kemudian pada 1990, kakek yang memiliki 3 cucu ini memantapkan niatnya untuk menunaikan rukun Islam ke 5, yakni menunaikan ibadah haji.

Kakek Suganda pun mengumpulkan tabungannya dari jerih payah bekerja sebagai tenaga kebersihan di sebuah sekolah di Depok. Setiap hari Kakek Suganda membersihkan halaman sekolah hingga ruang-ruang di gedung SD Negeri Depok Jaya II tersebut.

Setiap honor yang ia terima selalu disisihkan untuk biaya naik haji. Meski honornya relatif kecil, namun besarnya niat untuk memenuhi panggilan Ilahi itu telah memotovasi Kakek Suganda untuk gemar menabung sambil terus memantapkan niat.

Kini uang yang dikumpulkan dari hasil jerih payah selama hampir seperempat abad berhasil membayar cita-citanya. Kakek Suganda menjadi salah satu dari ribuan calon jemaah haji di Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci tahun ini. (Yus)

 

sumber: Liputan6.com

Sisihkan Rp 5 Ribu per Hari, Tukang Tambal Ban di Solo Naik Haji

Kesempatan beribadah haji tidak hanya untuk orang kaya. Suparto seorang tukang tambal ban di Solo, Jawa Tengah mampu berangkat ke Tanah Suci untuk beribadah haji setelah menyisihkan uangnya dari hasil menambal ban sebesar Rp 5 ribu setiap hari.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Rabu (10/9/2014), uang yang sudah ditabungnya sejak 2006 itu kini sudah bisa dipetik hasilnya. Warga Kadipiro, Banjarsari, Solo ini telah terdaftar sebagai calon jamaah haji kloter 55 dan akan berangkat pada 21 September mendatang.

Meskipun impiannya untuk bisa berangkat haji sudah diraih, pria berusia 65 tahun ini tetap giat bekerja sebagai tukang tambal ban. Tanpa merasa lelah, Suparto mulai menjalankan aktivitas di bengkelnya sejak usai ibadah salat Subuh hingga malam hari.

Bukan tanpa alasan bagi Suparto untuk tetap bekerja keras. Ia masih harus mengumpulkan rupiah untuk bekal keluarganya terutama saat mereka ditinggalkannya pergi ke Tanah Suci.

Siapa sangka pekerjaan yang digeluti Suparto sejak 1997 itu bisa mewujudkan impiannya menunaikan ibadah haji. Tentu tak mudah. Untuk mendaftar haji saja ia harus menyetorkan uang puluhan juta rupiah. Namun besarnya biaya tak membuatnya patah arang dan justru menjadi pemicu untuk semakin giat bekerja.

Bagi Suparto, pekerjaan sebagai tukang tambal ban semakin membuatnya bangga. Ia bangga karena bisa berangkat ke Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji menggunakan uang dari hasil keringatnya sendiri.

 

sumber: Liputan6.com

Hedley Churchward, Haji Pertama di Inggris

Hedley Churchward, kemudian dikenal sebagai Mahmoud Mobarek, adalah orang Inggris pertama yang tercatat menunaikan ibadah haji dalam sejarah.

Ia dilahirkan dari salah satu silsilah keluarga yang paling tua dan terkenal di Inggris. Kakek buyutnya memiliki rumah tertua kedua di Inggris, sekitar 700 tahun lebih daripada usia negara itu.

Dilansir dari onislam.net, Sabtu (1/8), Churchward telah terlahir dengan bakat seni sejak kecil. Spesialisasi bidangnya adalah lukisan adegan, dan di tahun 1880-an, ia menjadi terkenal berkat lukisannya.

Pada perjalanan inspirasionalnya lewat Spanyol, mata Churchward menangkap keindahan seni arsitektur Islam untuk pertama kalinya. Ia melanjutkan perjalanannya ke Maroko, yang juga membuatnya terkesan oleh keindahan gaya hidup Islam.

Setelah beberapa kali perjalanan ke Maroko, Churchward mengumumkan keputusan mengejutkan kepada keluarganya. Dia telah mengucapkan syahadat dan masuk Islam.

Churchward menorehkan prestasi besar di bidang studi Islam. Ia belajar di Al Azhar selama bertahun-tahun, kemudian menjadi seorang penceramah dan dosen sirah terkemuka di Qadi ‘Academy. Pria itu menikah dengan seorang wanita Mesir, putri salah satu ahli fiqh mahzab Syafii di Al Azhar.

Di Kairo, Churchward ditugaskan untuk menghias salah satu masjid di kota itu. Atas bantuan Churchward pula, Presiden Afrika Selatan, Paul Kruger, memberikan izin untuk pembangunan masjid pertama di Witwatersrand, Afrika Selatan.

Namun, sejak masuk Islam Churchward merasa belum sepenuhnya melebur dalam Islam. Ia pun memutuskan untuk pergi ke Mekkah melaksanakan ibadah haji, menggenapkan rukun Islam. Abdulhakim Murad menceritakan pengalaman mendalam Churchward lewat kata-kata Churchward sendiri.

“Suatu malam, saat aku berjalan di sepanjang Piramida menjulang dilatari matahari terbenam dan langit bergerigi Kairo, aku memutuskan untuk melaksanakan apa yang telah aku niatkan sejak masuk Islam. Aku akan pergi ke Kakbah di Mekkah.”

Churchward kemudian berangkat dari Afrika Selatan (Johannesburg) ke Mekkah pada tahun 1910. Paspornya disahkan oleh para qadi dan ulama terkemuka zaman itu untuk mengatasi hambatan birokrasi.

Dia melakukan perjalanan dengan kapal uap yang melelahkan melalui Bombay. Dari sana, ia naik kapal haji SS Islamic yang dikapteni seorang pelaut Skotlandia rewel. Mereka terpaksa melawan bajak laut dan mengambil rute perjalanan lewat Laut Merah.

Setiba di pelabuhan Suakin, Sudan, Churchward melakukan kunjungan ke British Council dan diberitahu bahwa ia tidak akan diizinkan turun di Jeddah. Tapi, Churchward mampu mengatasinya dengan menghubungi beberapa pejabat Ottoman Turki.

Ia juga berkomunikasi dengan pemandu haji. Mereka berangkat ke Mekkah dengan dua keledai pada malam berikutnya. Dalam perjalanan itulah, Churchward mengalami serangan dari orang-orang Arab gurun. Serangan macam ini wajar terjadi pada masa itu, meski para pejabat Ottoman sudah berupaya mengatasi.

Lagi-lagi, Churchward dan rombongannya berhasil melewati situasi berbahaya itu. Setelah lima bulan melakukan perjalanan penuh halang rintang, Churchward akhirnya menginjakkan kaki di Kakbah. Ia menjadi Muslim Inggris pertama yang bertamu ke baitullah pada tahun 1910.