Perbandingan Pahala Haji Berjalan Kaki dan Naik Kendaraan

Berangkat ibadah haji ke Baitullah dapat ditempuh dengan berjalan kaki atau menaiki kendaraan dari tempat mulai keberangkatan.

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi mengatakan, berangkat haji dengan berjalan kaki lebih utama dibandingkan menaiki kendaraan.   

Hal ini seperti dikatakan, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma meriwayatkan secara marfu’ bahwa barangsiapa yang pergi berhaji ke Makkah dengan berjalan kaki hingga dia kembali, maka setiap langkah dituliskan baginya satu kebaikan dari kebaikan-kebaikan tanah Haram. Seseorang bertanya,“Apa itu kebaikan-kebaikan tanah Haram?” Rasulullah SAW menjawab, “Satu kebaikan menyamai seratus ribu kebaikan.” (HR Hakim) 

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi menerangkan hadits di atas, menurutnya, berdasarkan perhitungan ini, tujuh ratus kebaikan menyamai tujuh puluh juta kebaikan. “Ini adalah pahala dari setiap langkah. Dengan demikian, bisakah pahala seluruh perjalanannya dihitung?” kata Syekh Maulana Muhammad Zakariyya dalam kitabnya Fadhila Haji. 

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma ketika hendak meninggal dunia berwasiat kepada putra-putrinya supaya pergi berhaji dengan berjalan kaki. Kemudian dia menerangkan hadits di atas.  

Dalam beberapa riwayat dinukilkan dari Rasulullah ﷺ bahwa pahala satu shalat di Masjidil Haram menyamai seratus ribu sholat. Hasan Bashri berkata, “Pahala satu puasa di tanah Haram menyamai pahala puasa seratus ribu kali. Dan bersedekah satu dirham mendapat pahala bersedekah seratus ribu dirham. Begitu juga setiap kebaikan yang dikerjakan di tanah Haram menyamai seratus ribu kebaikan di luar tanah Haram.”  

Syekh Zakariyya mengingatkan, bahwa terdapat satu perkara yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu sebagaimana pahala satu kebaikan di tanah Haram sama dengan seratus ribu kebaikan, begitu juga adzab terhadap dosa yang dilakukan di sana juga sangat banyak.  

“Oleh karena itu, sebagian ulama menulis bahwa bermukim di tanah Haram hukumnya makruh, karena seseorang pasti melakukan kesalahan dan dosa,” katanya. 

Sedangkan melakukan dosa di sana sangat keras hukumannya. Ibnu Abbas berkata, “Jika aku melakukan 70 dosa di ruqyah (nama sebuah tempat di luar tanah Haram), maka itu lebih baik daripada aku melakukan satu dosa di Makkah-Mukarramah.”   

IHRAM

Memakai Ihram dari Rumah Bentuk Kesempurnaan Haji dan Umroh

Syariat memerintahkan agar jamaah menyempurnakan haji dan umrohnya karena Allah SWT. Perintah itu tegas Allah SWT sampaikan dalam firmanya surah Al-Baqarah ayat 196.

“Dan sempurnakanlah Haji dan umrah karena Allah SWT.”

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi menafsirkan, ayat ini dengan hadits yang disebutkan bahwa maksud menyempurnakan haji dan umroh adalah berjalan dari rumah dengan memakai pakaian ihram untuk haji atau umroh. Maksud dari hadist ini adalah pentingnya memakai ihram dan menjaga larangan saat ihram.

“Yang paling utama adalah memakai pakaian ihram sejak keluar dari rumahnya,” tulis Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadilah Haji.

Syekh Maulana memastikan, banyak riwayat yang menyebutkan keutamaannya. Akan tetapi karena setelah ihram banyak sekali perkara yang harus dihindari dan karena lamanya seseorang berada dalam keadaan ihram, terkadang ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Islam

“Oleh karena itu, ulama memberitahukan bahwa kehati-hatian sangat perlu saat memakai ihram sejak dari miqat,” katanya.

Tujuannya agar terhindar dari dosa. Untuk itu hendaknya lebih diutamakan dan lebih didahulukan daripada mendapat keutamaan memakai pakaian ihram sejak dari rumah.

Dalam hadis terdapat banyak riwayat tentang keutamaan umroh yang sebagian telah disebutkan bersama dengan keutamaan haji pada banyak hadits.

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi mengatakan, setelah berhijrah Nabi SAW hanya satu kali melakukan haji. Akan tetapi beliau melakukan umrah empat kali salah satunya tidak bisa beliau sempurnakan.

“Karena orang-orang musyrik tidak mengizinkan beliau memasuki Makkah,” katanya.

Pada waktu itu diputuskan bahwa pada tahun tersebut supaya tidak berumurah, dan pada tahun depan diperintahkan supaya datang dan mengerjakan umroh. Beliau mengerjakan tiga umroh dengan sempurna.

IHRAM

Transformasi Pengelolaan Keuangan Haji Indonesia

Undang-undang Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Haji menjelaskan bahwa keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban Pemerintah yang dapat dinilai dengan uang terkait penyelenggaraan ibadah haji serta semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut, baik yang bersumber dari jemaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat.

Jumlah dana haji Indonesia yang dikelola setiap tahun meningkat. BPKH mencatat per akhir Mei dana haji yang dikelola mencapai 150 triliun rupiah. Hal tersebut merupakan imbas dari animo masyarakat yang sangat tinggi untuk melaksanakan ibadah haji. Meskipun biaya haji tiap tahun meningkat, bahkan pada tahun 2021 kenaikan sebesar 9,1 juta rupiah tidak menyurutkan keinginan masyarakat untuk berhaji.

Tingginya animo masyarakat untuk berhaji berdampak pada waiting list yang semakin panjang, seperti Provinsi Aceh yang harus menunggu 32 tahun untuk pemberangkatan (haji.kemenag.go.id). Keinginan untuk berhaji bukan hanya milik orang kaya saja, masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah kebawah rela menabung hingga puluhan tahun agar dapat melaksanakan ibadah haji. Untuk melayani hasrat masyarakat berhaji, pemerintah dari tahun ke tahun telah membuat, memperbaiki, mengatur regulasi hingga mekanisme pengelolaan keuangan haji. Lantas bagaimana pengelolaan keuangan haji Indonesia selama ini?

Sebelum BPKH Lahir

Menilik ke kebelakang, pelaksanaan ibadah haji di Indonesia sudah dilaksanakan jauh sebelum Indonesia merdeka, namun tidak ada catatan pasti kapan pelaksanaan haji untuk pertama kalinya (M. Arief Mufraini, 2021). Penyelenggaraan haji oleh pemerintah melalui proses panjang dengan mengikuti dan menyesuaikan perkembangan negara.

Sebelum Indonesia merdeka, masyarakat yang akan berhaji menggunakan kapal hingga berbulan-bulan agar sampai ke Kota Makkah. Pada zaman Belanda, masyarakat yang akan berhaji dapat menaiki Kapal Kongsi Tiga milik Belanda, meskipun pelayanan maskapai tidak memuaskan seperti terjadi penipuan dan pemerasan (Zainal 2012: 86). Baru tahun 1950 dengan dibentuknya Panitia Perbaikan Perjalanan Haji Indonesia (PPHI) yang di ketua oleh KHM Sudjak seluruh rangkaian penyelenggaraan ibadah haji menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Agama. Masyarakat yang akan berhaji pun dapat memilih moda transportasi yang akan digunakan baik pesawat terbang maupun kapal laut. Kedudukan PPHI dikuatkan dengan dikeluarkannya surat Kementerian Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 yang ditanda tangani oleh Menteri Agama RIS K.H Wahid Hasyim disusul dengan surat edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/I/648 tanggal 9 Februari 1950.

Pada Tahun 1964 pemerintah membubarkan PPHI dan menyerahkan kewenangan haji kepada Dirjen Urusan Haji (DUHA). Pada tahun itu juga biaya haji naik dua kali lipat karena tidak ada lagi subsidi dari pemerintah. Biaya haji menggunakan kapal laut ditetapkan sebesar Rp400.000 sedangan pesawat terbang sebesar Rp1.400.000 (Zainal, 2012: 86).

Tahun 1966 sejak Orde Baru berkuasa, sistem penyelenggaraan haji dibenahi. Mulai dari struktur tata organisasi, pengalihan penyelenggaraan haji sampai penetapan besaran biaya haji. Melalui Keputusan Presiden Nomor 92 Tahun 1967 Menteri Agama berwenangan terhadap penyelenggaraan haji dan menentukan besarnya biaya haji, meskipun di tahun 1968 biaya haji kembali ditetapkan oleh DUHA dengan Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 1968. Pada tahun ini banyak calon jemaah haji swasta gagal berangkat karena biro perjalanan haji swasta memiliki keterbatasan moda transportasi laut. Bercermin dari permasalahan tersebut pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969 menetapkan bahwa seluruh pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji diproses dan diurus oleh pemerintah.

Seiring berjalannya waktu, penyelenggaraan ibadah haji terus berkembang. Pada tahun 1999 pemerintah mengesahkan Undang-undang Nomor 17 Tahun 1999 yang berisi tentang pembagian pelaksanaan haji menjadi haji regular dan haji khusus serta membentuk Badan Pengelola Dana Abadi Umat yang diketuai oleh Menteri. Selanjutnya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dinyatakan Menteri Agama sebagai koordinator yang bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan haji dibantu oleh Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah (DPHU).

Dalam rangka mengoptimalkan pengelolaan keuangan haji pemerintah menggunakan strategi kebijakan investasi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau Sukuk melalui MoU antara Departemen Keuangan dengan Departemen Agama yang ditanda tangani pada 22 April 2009 (Kementerian Agama, 2021:188). Pada 17 Oktober 2014, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji. Undang-undang tersebut memisahkan aspek penyelenggaraan ibadah haji dibawah DPHU Kementerian Agama, dimana aspek pengelolaan keuangan menjadi domain BPKH.

Lahirnya BPKH

Terbentuknya Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bertujuan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH, serta meningkatkan manfaat bagi umat Islam. BPKH dibentuk pada bulan Juni 2017 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 74/P Tahun 2017 dalam rangka mendukung penyelenggaraan ibadah haji yang lebih berkualitas melalui pengelolaan keuangan haji yang efektif, efisen, transparan, akuntabel dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Sumber:

bpkh.go.id

haji.kemenag.go.id

Bolehkan Ibadah Haji Menggunakan Alat Bantu?

Rasulullah adalah sosok yang menjaga kesehatannya termasuk saat ibadah haji. Hal yang dilakukan Rasulullah Saw patut diteladani umatnya dalam menjaga keseimbangan selama menjalankan ibadah haji.

Dalam buku Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko karya M Imran S Hamdani dipaparkan pentingnya keseimbangan ketika menjalankan ibadah haji. Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ummu al-Husain ra dengan berkata.

“Aku pernah berhaji bersama Rasulullah Saw pada saat haji wada. Kemudian aku melihat Usamah dan Bbilal salah seorang dari mereka memegang tali kekang unta Rasulullah, sementara yang lain mengangkat pakaiannya agar menutupinya dari panas, hingga beliau melempar jumroh aqobah.”

Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw mengendarai unta saat melontar aqabah. Tak hanya itu Rasulullah Saw juga pernah tawaf dan Sa’i dengan menggunakan unta. Beliau biasa saja jalan kaki, tetapi ada tujuan dibalik itu semua, yaitu mengajarkan kepada orang-orang yang berhaji tentang bagaimana melakukan manasik.

“Hal ini juga menunjukkan bahwa jamaah haji boleh menggunakan alat yang membantunya dalam beribadah,” katanya.

Menggunakan kursi roda untuk tawaf dan Sa’i tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kendala pada kedua kaki. Akan tetapi, jamaah penderita penyakit paru kronis atau penyakit jantung, meskipun dapat berjalan sangat dianjurkan untuk menggunakan kursi roda.

Hal ini karena aktivitas ibadah fisik pada level sedang sampai berat seperti umroh atau berjalan menuju jamarat dapat memicu penyakit yang diderita menjadi lebih berat. Mereka menjadi lebih rentan terhadap serangan jantung atau distres saluran pernapasan.

Bahkan usia lanjut yang renta dan dikhawatirkan menjadi sakit karena tidak mampu berjalan kaki jauh juga dapat menggunakan kursi roda. Hal ini merupakan keringanan dalam beribadah bagi mereka yang rentan.

“Bentuk keringanan dalam ibadah haji seperti ini harus disampaikan kepada jamaah haji yang rentan agar mendapatkan pemahaman yang baik tentang resiko penyakitnya dan keabsahan ibadahnya,” katanya.

IHRAM

Kemenag: Calhaj Lansia Menjadi Perhatian Kita

Kementerian Agama menekankan perhatiannya terhadap para calon jamaah haji dari kalangan lanjut usia (lansia) sehingga mereka mendapat prioritas keberangkatan ke Tanah Suci. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang nomor tahun 2019 tentang penyelenggaraan ibadah haji dan umrah.

Kepala Sub Direktorat Bimbingan Jamaah Haji Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag), Arsyad Hidayat, menyampaikan, sebetulnya prioritas terhadap lansia sudah terdapat secara di dalam UU 8/2019. Dalam regulasi ini, kalangan lansia mendapat kuota secara khusus dari total kuota jamaah haji reguler.

“Besarannya 1 persen dari total kuota jamaah haji reguler di masa normal. Pada 2019, kita yang saat itu dalam situasi normal mendapat kuota jamaah haji secara keseluruhan sebanyak 221 ribu yang mencakup haji reguler dan khusus,” kata dia kepada Republika.co.id, Ahad (14/11).

Dari total kuota itu, lanjut Arsyad, 204 ribu di antaranya adalah jamaah haji reguler. Dengan demikian, kuota untuk calon jamaah haji lansia pada 2019 lalu sebanyak 2.040 yang setara dengan satu persen dari kuota 204 ribu tersebut.

“Kita alokasikan 2.040 untuk kuota jamaah haji lansia. Ini satu persen dari total jamaah haji reguler saat itu. Karena pengaturan di dalam UU 8/2019 itu kuotanya adalah 1 persen (untuk lansia) dari kuota yang diterima,” jelasnya.

Untuk saat ini, Arsyad mengatakan, belum diketahui berapa kuota yang diterima Indonesia karena belum ada informasi lebih lanjut dari otoritas Arab Saudi. Ketika kuota haji untuk jamaah Indonesia dirilis Saudi, Ditjen PHU tentu akan segera mengeluarkan kebijakan lanjutan dengan memperhatikan jamaah haji untuk lansia.

“Karena faktor usia ini, sementara waktu tunggunya sangat panjang, maka ini menjadi concern kita. Pemerintah menaruh perhatian terhadap kalangan jamaah haji lansia,” tuturnya.

Menurut Arsyad, tidak menutup kemungkinan pihaknya akan melakukan kajian soal penambahan besaran kuota jamaah haji lansia. “Nanti kita lihat kemaslahatan yang dianggap paling perlu dilakukan pada 2022. Nanti ketika kuota diberikan (dari Saudi), berapa persennya tentu ada kebijakan yang dikeluarkan pemerintah,” ucapnya.

IHRAM

Kemenag akan Cetak Kartu Vaksin untuk Jamaah

Kementerian Agama (Kemenag) RI akan mencetak kartu vaksin untuk jamaah umroh Indonesia. Selain itu, Kemenag juga akan tetap mengupayakan integrasi aplikasi PeduliLindungi, sehingga bisa terbaca oleh sistem yang dikembangkan Pemerintah Arab Saudi.

“Kita memang sudah melakukan rapat dan sudah diputuskan nanti integrasi data itu, baik dalam bentuk aplikasi PeduliLindungi dengan Tawakkalna. Kita juga menerbitkan kartu terutama untuk jamaah yang lansia,” ujar Direktur Bina Haji dan Umrah Kementerian Agama Nur Arifin kepada Republika, Ahad (24/10).

Menurut dia, cetak kartu vaksin untuk jamaah umrah tersebut sudah diputuskan menjadi kebijakan. Dengan kartu vaksin itu, nantinya setiap jamaah bisa memindai barcode vaksin yang disediakan Pemerintah Arab Saudi.

“Maka, cukup dengan kartu nanti bisa di-scan, itu sudah diputuskan menjadi kebijakan dan sekarang sedang berproses menuju ke situ,” ucapnya.

Menurut dia, kartu vaksin tesebut akan sangat berguna bagi jamaah yang masih kurang paham menggunakan gawai atau gadget. Karena itu, menurut dia, pihaknya telah melakukan persiapan teknis sejak dini.

“Tentunya kita ingin memberikan layanan terbaik agar jamaah merasakan kemudahan, gak ada kesulitan, dan lebih nyaman dalam beribadah, serta tidak disetreskan oleh hal-hal yang menyangkut teknis, terutama orang-orang tua yang masih gaptek dari teknologi,” katanya.

Namun, meskipun sudah memiliki kartu vaksin, nantinya jamaah tetap perlu untuk mengisi data di aplikasi PeduliLindungi. “Jadi, aplikasi harus tetap diisi semua. Misalnya, jika jamaah yang lansia, nanti bisa dibantu mengisi oleh ketua rombongannya. Cuma, ketika waktu scan itu tidak harus membawa HP-nya, karena sudah ada kartu,” jelasnya.

Terkait biaya pencetakan kartu vaksin tersebut, menurut dia, nantinya akan dibebankan kepada jamaah umrah dan haji khusus. Sedangkan biaya cetak kartu vaksin untuk jamaah haji reguler kemungkinan akan diambil dari nilai manfaat setoran awal calon jamaah haji . “Karena umrah itu bagian dari wisata, maka segala hal yang berkaitan dengan perjalanan umrah menjadi tanggung jawab untuk jamaah,” kata Nur Arifin.

Dia menambahkan, penyelenggaraan ibadah umrah ke Tanah Suci sampai saat ini masih belum dibuka pemerintah. Kendati demikian, menurut dia, persiapan teknisnya sudah harus dilakukan sejak dini, termasuk soal kartu vaksin. 

“Untuk umrah kan sekarang sedang proses. Sekarang sedang dipersiapkan langkah-langkah teknis semua. Sehingga nanti begitu umrah dinyatakan dibuka, maka secara teknis kita sudah siap. Jangan sampai umrah dinyatakan dibuka, ternyata teknisnya belum siap,” ujar Nur Arifin.

IHRAM

Kemenag Luncurkan Buku Manasik Haji dan Umrah Masa Pandemi

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU) Kementerian Agama (Kemenag) meluncurkan buku Tuntunan Manasik Haji dan Umrah pada Masa Pandemi. Kehadiran buku  ini merupakan respon Kemenag menjawab kebutuhan umat di masa pandemi.

Peluncuran dilakukan Dirjen PHU Hilman Latief, didampingi Direktur Bina Haji (Dirbina Haji) Khoirizi H. Dasir, dan Kasubdit Bimbingan Jemaah Arsyad Hidayat, di Yogyakarta. “Apresiasi saya berikan kepada Dirbina dan tim yang telah menyusun buku ini, semoga dapat menjadi rujukan masyarakat luas,” ungkap Hilman, Selasa (19/10/2021). 

Selanjutnya, Hilman berharap  buku dapat diperbanyak dan sejak dini bisa diberikan kepada jemaah haji. “Sebab saat ini perlu edukasi manasik di masa pandemi sebagai antisipasi. Kita tingkatkan profesionalisme layani jemaah,” ajaknya.

Di sisi lain Hilman juga menyinggung pelonggaran social distancing yang dilakukan Saudi. “Saudi bisa setenang itu karena sebagian besar penduduknya sudah divaksin. Mudah-mudahan ini menjadi angin segar bagi kita,” urai Hilman.

“Kita perlu meyakinkan ke pemerintah Saudi bahwa jemaah kita clearsecure,” sambungnya lagi. Untuk itu, lanjut Hilman, kebijakan pemberangkatan haji dan umrah harus berbasis data.

Sebelumnya, Kasubdit Bimbingan Jemaah Arsyad Hidayat menyebutkan peluncuran buku panduan ini merupakan bagian dari kegiatan sosialisasi penyelenggaraan haji dan umrah di masa pandemi. Kegiatan yang berlangsung hingga Kamis, 21 Oktober 2021 ini diikuti 70 peserta yang terdiri dari pejabat dan pelaksana Ditjen PHU, Kasi pada Bidang PHU Kanwil Kemenag DIY dan Jateng, serta pimpinan KBIHU Jateng dan DIY. 

“Tujuan kegiatan ini untuk menyosialisasikan penyelenggaraan haji dan umrah di masa pandemi. Selain itu juga meningkatkan pengetahuan dan menyamakan persepsi manasik haji dan umrah,”ujar Arsyad menerangkan. (Bram)

KEMENAG RI

Jangan Naik Haji karena Nafsu Sosial

“Terlalu banyak jemaah haji yang berangkat karena nafsu, mulai dari nafsu ekonomi, nafsu politik dan nafsu sosial. Buktinya tidak jarang orang yang berangkat haji shalat lima waktunya belum disiplin,” kata Khoirizi, di Batusangkar, Jumat (8/10).

Ia melihat masih banyak jemaah yang bacaan Alfatihahnya belum benar tapi menggebu-gebu berangkat haji dan umrah. Menurut dia, kurang baik bila calon jamaah haji bila bacaa shalatnya belum benar. Karena selama berhaji di tanah suci, menurut dia, mayoritas kegiatan adalah shalat dan melakukan ibadah dengan melafalkan ayat-ayat Alquran.

Untuk itu lanjut Khoirizi, pembimbing haji diharapkan ikut membenarkan ibadah dan bacaan shalat jamaah. Petugas haji kata dia jangan hanya fokus kepada materi manasik dan bacaan talbiyah semata. Karena pembimbing dan pembina juga bertanggungjawab terhadap sah tidaknya ibadah jemaah haji.

“Perbaiki pola dan materi manasik haji. Kita punya KBIH yang sudah ditentukan undang-undang. Kita punya pembimbing yang bersertifikat, punya penyuluh dan ustad yang bisa kita berdayakan dalam melakukan manasik haji,” ucap Khoirizi.

IHRAM

Ibadah Haji Pengorbanan untuk Allah SWT

Haji merupakan rangkaian ibadah yang sarat pengorbanan kepada Allah SWT. Ibadah haji selain ibadah rohaniah, badaniah, dan maliyah (jiwa, raga, dan harta), ia juga ibadah yang sarat akan nilai-nilai luhur; pengorbanan, pemberian, dan kesungguhan.

“Mereka yang telah melakukan perjalanan haji pasti mengerti makna pengorbanan, makna pemberian, dan makna kesungguhan yang terbingkai indah dalam rasa syukur kepada Allah Ta’ala,” tulis H. Rustam Koly, Lc., MA dalam tulisnya Haji dan Pengorbanan.  

Pada saat ibadah haji, sehingga yang tampak darinya adalah kesungguhan dalam menempa diri ke arah yang lebih baik. Betapa tidak, harta, keluarga, dan handai tolan serta kampung halaman ia tinggalkan demi mendekatkan diri kepada Allah serta mengharapkan karuniaNya, di saat banyak dari manusia tidak mendapatkannya. 

Mengapa Harus Berkorban? 

Pengorbanan adalah bumbu utama kehidupan, tanpanya hidup ini hambar tanpa rasa, sama halnya dengan cinta. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa pengorbanan adalah bukti cinta dan cinta membutuhkan pengorbanan. Pengorbanan yang tulus memberikan nuansa kebahagiaan tersendiri, yang tidak dapat diukur dengan nilai materi, terlebih demi seseorang yang spesial dan istimewa dalam hidup yang hanya sekali. Melalui pengorbanan manusia mengikis sifat kikir dan egois dalam diri yang hanya akan menyesakkan dada karena bertentangan dengan fitrah nurani.  

“Oleh sebab ini Allah mengukur kadar cinta manusia terhadapNya melalui pengorbanan, sejak umat Nabi Adam AS hingga umat Nabi Muhammad SAW,” katanya. 

Pada sejarah panjang perjalanan manusia, pengorbanan dan penebusan diri merupakan karakter tertinggi manusia-manusia pilihan, bahkan ia tergolong sifat terpuji yang dikhususkan oleh Allah bagi hambahambapilihanNya.  

Ada tiga macam bentuk pengorbanan, di antaranya pertama pengorbanan jiwa dan raga, kedua pengorbanan harta dan ketiga pengorbanan keluarga. 

Tentang hal ini Allah SWT dalam At-Taubah 111 berfirman yang artinya:

 “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri danharta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh.” Dalam surah lain Ali Imran ayat 92 Allah SWT berfirman yang artinya:  

“Kamu sekali-kali tidak akan mendapatkan kebajikan yang sempurna sehingga kamu menafkahkan dari sesuatu yang kamu cintai,sesungguhnya Allah pasti mengetahuinya.” 

At-Taubah ayat 24 Allah SWT berfirman yang artinya: “Katakanlah: “Jika ayah, anak, saudara, istri, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah, 

RasulNya, dan dari berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusanNya.” Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.”

IHRAM

Ilmu yang Mesti Dimiliki Calon Jamaah Haji

Calon jamaah haji harus memiliki mempersiapkan ilmu agar ibadah haji yang dijalankannya sesuai yang dicontohkan Rasulullah SAW. “Seorang yang hendak melaksanakan ibadah haji, di samping bekal materi, ia perlu mempersiapkan bekal ilmu yang cukup,” kata H Aswanto Muhammad, Lc dalam tulisannya Haji dan Urgensi Ilmu.

Menurutnya ilmu yang dibutuhkan jamaah haji minimal ada dua hal:

1. Ilmu tentang pelaksanaan ibadah haji.

Wajib baginya mempelajari tata cara haji Rasulullah SAW, mulai dari tata cara berihram, thawaf, sa’i, wukuf, sampai melontar jumrah. Tidak cukup mengerjakan amalan-amalan tersebut hanya karena dikerjakan orang lain tanpa mengetahui dasarnya dari Rasulullah Saw.

2. Ilmu tentang hukum-hukum dan adab-adab yang berkaitan dengan safar (perjalanan). Misalnya; bagaimana tata cara bersuci (wudhu’ dan tayamum), sholat (jamak dan qasar) dalam perjalanan, doa dan zikir yang dianjurkan selama perjalanan haji hingga pulang ke tanah air, serta adab dan akhlak yang patut dijaga selama berada di tanah haram (Makkah dan Madinah).

Menurutnya terdapat banyak ayat di dalam Alquran di mana Allah memuji orang-orang yang berilmu dan mengangkat kedudukan mereka lebih dari yang lain.  Demikian juga dalam hadits-hadits Rasulullah SAW, cukup banyak sabda beliau yang menganjurkan umatnya untuk berilmu.

IHRAM