Ini Penyebab Crane Jatuh Versi Saksi Mata

REPUBLIKA.CO.ID, MAKKAH — Seorang karyawan Masjidil Haram Abdel Aziz Naqoor mengaku melihat crane jatuh setelah badai besar datang. “Kalau bukan karena Tawaf, cedera dan kematian akan lebih banyak lagi,” ujar Aziz Naqoor, dilansir dari the Guardian, Sabtu (12/9).

Dia mengatakan seperti itu karena melihat bagaimana situasi jalan sangat tertutup dan semua orang padat sedang mengelilingi Kabah. Sedangkan mengenai banyaknya korban yang berjatuhan akibat peritiwa tersebut, itu bukan lagi menjadi hal yang aneh.

Cuaca ekstrem, seperti hujan lebat, petir, dan angin kencang dinyatakan pihak berwenang Arab Saudi menjadi penyebab awal keruntuhan tersebut. Sedangkan di Masjidil Haram sendiri sudah dua tahun sedang dalam masa perluasan masjid.

Pekerjaan kontruksi dipimpin oKontruksi raksasa milik Saudi Binladin Group, namun masih belum mendapatkan konfirmasi apakah crane yang menimpa jamaah itu milik mereka.

Pada zaman modern ini, Makkah menjadi tempat satu-satunya berkumpul ratusan ribu manusia dari seluruh penjuru dunia. Maka ketika tiba-tiba datang musibah, wajar jika menelan banyak korban sekaligus.

Sedangkan mengenai kronologis peristiwanya, saat itu Makkah sedang malam. Sebuah derek kontruksui jatuh menimpa para jamaah haji dan bangunan masjid. Data terakhir menunjukkan sebanyak 107 orang tewas dan 201 luka-luka.

Hingga saat ini, pemerintah Arab Saudi masih terus melakukan evakuasi dan memastikan identitas korban yang meninggal dan mereka yang luka-luka. Diketahui, sembilan dari warga India teramsuk dalam jamaah yang mengalami luka-luka.

Kondisi masjid sendiri dikabarkan seperti terlihat ada kawah besar pada lantai masjid, kemudian puing-puing bangunan dan noda darah berserakan di lantai masjid. Gubernur wilayah Makkah, Pangeran Khaled Faisal, memerintahkan penyelidikan atas peristiwa tersebut.

Redaktur : Erik Purnama Putra
Reporter : Mabruroh

‘Mewukufkan’ Ketauhidan Allah dalam Hati

Wukuf di Padang Arafah menjadi aktivitas puncak dalam ritual ibadah haji. Seluruh jamaah haji wajib melakukan wukuf atau berdiam di Padang Arafah dalam kondisi apa pun.

Namun, apa itu wukuf?
Guru Besar Ilmu Quran dan Tafsir UIN Sunan Ampel, Surabaya, Aswadi mengatakan, jamaah perlu memaknai wukuf dalam prosesi ibadah haji. “Mengapa sih di Arafah? Apa yang dilakukan di Arafah? Apa itu wukuf?” kata dia, kepada jamaah haji yang tinggal di Pemondokan 208, Sektor 2, Mahbas Jin, Makkah, seperti dilaporkan wartawan Republika, Ratna Puspita, Selasa (8/9)

Secara harafiah, wukuf berarti berdiam diri atau berhenti. Namun, menurut Aswadi, pemahaman wukuf jangan terbatas pada berdiam diri di Arafah. Jamaah perlu mencamkan dalam diri bahwa wukuf di Arafah untuk mendapatkan ma’rifat atau pengertian yang maksimal.

Untuk mendapatkan pengertian yang maksimal, jamaah perlu mewukufkan ketauhidan dan iman kepada Allah Swt dalam hatinya. Setelah mewukufkan ketauhidan dan iman kepada Allah SWT, jamaah dapat mengembangkan agar menjadi pengajaran dalam kehidupannya.

Aswadi menerangkan makna wukuf di Padang Arafah harus dapat dikembangkan ketika jamaah berada di tanah air. Lalu, makna itu ditularkan sehingga jamaah dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat itu harus dikembangkan.

“Bukan berarti wukuf di sana lalu itu hanya berada di sana. Wukuf itu iman dan takwa berada di dalam hatinya menjadi pedoman sehingga dalam kehidupannya dapat menjadi kebaikan bagi masyarakat,” kata Aswadi.

Wukuf di padang Arafah merupakan salah satu rukun haji. Jika prosesi ini tidak dilakukan maka tidak sah ibadah haji seorang jamaah. Jika jamaah sakit maka dia harus disafariwukufkan. Apabila dia meninggal dunia sebelum sempat melaksanakan wukuf di Arafah maka dia harus dibadalhajikan. Ritual ini dilakukan mulai dari tergelincirnya matahari pada 9 Dzulhijjah.

Ikhlas

Prosesi setelah wukuf, yaitu mabit atau bermalam di Mudzalifah. Dari Mudzalifah, jamaah bergerak ke Mina untuk bermalam dan melontar jumrah. Aswadi menerangkan makna melontar jamrah aqabah adalah jamaah siap meninggalkan keburukan, dosa, dan noda. “Kita lempar sampai tujuh kali, itu adalah lapisan sistem kemanusiaan, sampai ruhnya terkena,” kata dia.

Aswadi mengatakan prosesi melontar jamrah jangan disertai dengan kebencian, kecongkakan, dan kebohongan. “Doa melontar itu dengan ridho Allah Swt,” kata dia. Dia menambahkan melontar disertai hati senang dan ikhlas untuk melepaskan segala yang buruk.

Setelah tahalul, Aswadi mengatakan, tidak berarti jamaah bebas melakukan hal yang buruk. Sebaliknya, jamaah harus meneruskan melakukan perbuatan positif dan menghindari hal-hal buruk.

 

sumber: Republika Online

Inilah Makna Shalat Arbain di Masjid Nabawi

Ustaz, selama 9 hari jamaah haji Indonesia melakukan arbain di Madinah. Apa sebenarnya makna arbain itu? Apakah masuk dalam rukun atau wajib haji? Amalan apa yang harus dilakukan selama arbain?

Ridwan
Bandung, Jawa Barat

Waalaikumussalam Wr Wb

Baik gelombang pertama maupun gelombang kedua, jamaah haji Indonesia akan melewati fase 8 atau 9 hari di Madinah. Baik sebelum maupun setelah ibadah haji. Sering dimotivasi agar melaksanakan shalat arbain di Masjid Nabawi. Makna “arba’in” atau “arba’un” adalah melaksanakan shalat empat puluh waktu tanpa terputus berjamaah di Masjid Nabawi.

Kadang jamaah merasa melaksanakan arbain ini menjadi keharusan dan ketika tidak bisa melakukannya maka ia sangat menyesal dan meyakini hajinya tidak afdhal bahkan tidak sah. Sebenarnya arbain itu sama sekali tidak termasuk “wajib haji” apalagi menjadi “rukun haji” karena semua kegiatan haji itu adanya di Makkah bukan di Madinah.

Kalaupun jamaah tidak sampai berziarah ke Madinah maka tidaklah ia melanggar kewajiban haji dan membayar dam. Begitu juga hal itu tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya haji.

Selama di Madinah inti ibadah adalah memperbanyak shalat di Masjid Nabawi sesuai dengan sabda Nabi “Dari Abu Hurairah Ra bahwa Nabi SAW bersabda: ”satu kali shalat di masjidku ini lebih baik dari seribu shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram” (HR Bukhori Muslim). Hadis muttafaq ‘alaih yang tidak diragukan keshahihannya ini sebenarnya sudah cukup untuk menyemangati kita agar selalu berupaya memaksimalkan ibadah di Masjid Nabawi.

Adapun pelaksanaan arbain didasarkan pada hadis dari Anas bin Malik Ra “Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh shalat tanpa ketinggalan sekalipun, dicatatkan baginya kebebasan dari neraka, keselamatan dari siksaan dan ia  bebas dari kemunafikan” (HR Ahmad dan Thabrani). Hadits ini tentu sangat mendorong untuk beribadah di Masjid Nabawi, akan tetapi Hadits ini ternyata banyak dikritisi oleh ulama. Sebagiannya menyatakan hadits ini dhoif  (lemah). Titik lemahnya adalah dimasukkannya Nubaith sebagai rawi yang memang tidak dikenal (majhul).

Syekh MuqbilAl Wadi’iy ulama hadis dari Yaman menilai bahwa hadit ini tidak shahih dari Rasulullah SAW. Syekh Nashiruddin Al Bany menilai hadits ini munkar ia menyatakan “sanad hadits ini dho’if. Ada seorang perawi yang bernama Nubaith yang tidak dikenal statusnya”. Syekh  Su’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini lemah karena status Nubaith bin Umar yang tidak diketahui.

Berbeda dengan pendapat Al Haitsami dalam Majma’ Az Zawa’id yang mengatakan bahwa periwayat hadits di atas itu //tsiqoh// (terpercaya). Akan tetapi Syekh Nashiruddin Al Bany mengomentari “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari Kitab Shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya”.

Hadis dari Anas Bin Malik Ra yang justru disepakati keshahihannya adalah hadits “arbain” lain, yaitu shalat berjamaah “empat puluh hari” yang membebaskan dari neraka dan bebas dari kemunafikan. Sabda Nabi SAW “Barangsiapa shalat empat puluh hari dengan berjamaah dan mendapati takbiratul ihramnya imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua perkara, yaitu bebas dari api neraka dan bebas dari kemunafikan” (HR Turmudzi).

Adapun amalan yang dikerjakan oleh jamaah selama  8 atau 9 hari di Madinah yaitu memperbanyak ibadah di Masjid Nabawi, berziarah ke makam Rasulullah, menghayati kehidupan Nabi dan para shahabat dahulu, mengambil ibrah dari tempat tempat bersejarah, serta kegiatan amal-amal saleh lain seperti banyak membaca Alquran, bersedekah, shalawat dan salam kepada Nabi, menyerap ilmu dari taushiyah yang diadakan di Masjid Nabawi atau masjid lainnya.

Bagi jamaah yang akan berhaji dari Madinah, maka arbain adalah momentum untuk lebih memahami syari’ah, meluruskan aqidah, dan membina akhlakul karimah agar saat melaksanakan haji ia benar-benar tercelup “sibghah”  keteladanan Rosulullah SAW.

Sedangkan bagi yang telah melaksanakan haji, Madinah adalah tempat yang sangat mulia dan berguna bagi pemantapan perjalanan ibadah haji yang baru dilaluinya. Madinah adalah tempat untuk mewisuda kemabruran haji. Rasulullah SAW adalah “syahidan” (saksi) dan “mubasyiran” (pemberi kegembiraan) bagi jihad jamaah dalam beribadah kepada Allah SWT.

 

Diasuh oleh: Ustaz HM Rizal Fadillah

 

sumber: Republika Online

Menyiasati Waktu Makan Siang dan Ibadah di Masjidil Haram

Jamaah haji Indonesia mengapresiasi upaya pemerintah menyediakan layanan 15 kali makan siang selama tinggal di Makkah, Arab Saudi. Kendati demikian, jamaah perlu menyiasati waktu makan siang dan waktu ke Masjidil Haram.

Seperti yang diungkapkan oleh jamaah calon haji asal Ngawi, Sanuri (58 tahun). Menurutnya, saat layanan makan siang dikirimkan sebelum pukul 11.00 waktu Arab Saudi, biasanya jamaah calon haji sudah hendak pergi ke Masjidil Haram. Waktu makan siang itu juga masih berdekatan dengan makan pagi.

“Jadi masih kenyang juga,” kata dia, kepada REPUBLIKA.CO.ID, Selasa (1/9).

Karena itu, dia dan beberapa jamaah lainnya perlu menyiasati waktu makan siang dan pergi ke Masjidil Haram. Mereka memilih berangkat ke Masjidil Haram untuk shalat Dhuhur. “Lalu, kembali ke pemondokan untuk makan siang,” kata dia.

Mereka akan kembali lagi ke Masjidil Haram untuk melakukan shalat Ashar, Maghrib, dan Isya. Sanuri tidak mempermasalahkan harus bolak-balik pemondokan dan Masjidil Haram. Sebab, cara serupa dilakukan ketika tinggal di Madinah.

Menurut dia, layanan transportasi bus shalawat juga tersedia selama 24 jam. “Waktu dulu saya berangkat 2009, busnya belum 24 jam,” kata pria yang berencana melakukan badal haji untuk ayahnya, Imam Supangat.

Suminingsih punya cara yang berbeda untuk menikmati layanan makan siang. Dia lebih memilih shalat Dhuhur di pemondokan sekaligus beristirahat. Dia akan berangkat ke Masjidil Haram ketika shalat Ashar.

 

sumber: Republika Online

Menag: Tidak Ada Istilah Gagal Berangkat

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, tidak akan ada yang gagal berangkat menunaikan ibadah haji pada tahun ini kendati terdapat jamaah yang mengalami masalah visa.

“Tidak ada istilah gagal berangkat. Ini penundaan berangkat. Seluruh jamaah yang mendapatkan porsi dan ditetapkan berangkat haji tahun ini ‘insya Allah’ akan kami berangkatkan,” kata Menag Lukman seusai melepas penerima beasiswa Program 5000 Doktor di kantornya, area Lapangan Banteng, Jakarta, Senin (24/8).

Menurut dia, memang ada sebagian jamaah yang tertunda keberangkatannya kendati penundaan itu hanya berlangsung satu-tiga hari pertama sejak keberangkatan kelompok terbang awal dilakukan 21 Agustus 2015.
Kemenag, kata dia, terus berupaya menyelesaikan persoalan visa calon jamaah haji ini. Bagi mereka yang tertunda keberangkatannya akan menjadi prioritas untuk diselesaikan urusan visanya.

Kendala visa, kata dia, banyak disebabkan oleh sistem digitalisasi dokumen haji “e-hajj” yang diterapkan oleh otoritas Arab Saudi mulai tahun ini. Sementara tahun lalu, sistem haji elektronik tersebut baru berupa tahapan uji coba.
Meski sudah diuji coba, kata Lukman, Kemenag tetap mengalami kendala dalam mengurusi visa haji.

“Antisipasi sudah dilakukan tapi terkait visa ini domain pemerintah Arab Saudi. Ini harus diketahui masyarakat luas bahwa permasalahan itu bukan di pihak pemerintah,” kata dia.

Sementara itu,Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil mengatakan masih terdapat 4.312 calon jamaah haji yang belum menerima visa dari otoritas Arab Saudi. Ditargetkan, semua jamaah yang visanya masih bermasalah akan kelar pada Senin malam.

Cegah Kepanasan di Tanah Suci, Alat Semprot Air Dibagikan Buat Calon Haji

Kementerian Agama Kantor Wilayah Sumatra Barat (Kemenag Sumbar) melalui panitia penyelenggara ibadah haji, akan membagikan alat semprot air untuk perlengkapan beribadah calon jamaah haji (calhaj) ketika berada di Tanah Suci.

Kepala Bidang Penyelenggara Haji dan Umrah Kemenag Sumbar,Syamsuir menuturkan, pemberian alat semprot merupakan kerjasama antara pemerintah dengan BRI sebagai upaya untuk memberikan pelayanan dan persiapan kepada calhaj.

“(Perlengkapan) termasuk nanti dibagikan alat semprot air,” kata dia di Padang, Jumat (15/8).

Ia mengatakan, berdasarkan hasil komunikasi terakhir dengan direktur luar negeri, suhu di Tanah Suci mencapai 46 derajat Celsius.

Sehingga, menurutnya alat semprot air sangat berguna mengantisipasi kondisi cuaca yang akan dihadapi calhaj. Serta untuk mengantisipasi kondisi dehidrasi sampai heat stroke akibat suhu udara yang tinggi.

“Jadi semua jamaah diberi alat semprot, diisi air, jalan ke masjid bisa sambil semprot-semprot,” ujar Syamsuir.

Sebelumnya, melalui program pembinaan kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terus memantau kondisi kesehatan jamaah calon haji (calhaj) agar mereka benar-benar siap diberangkatkan ke Tanah Suci.

Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes Fidiansjah menjelaskan, para calhaj juga akan diberi pelatihan untuk menghadapi kondisi cuaca dan lingkungan di Tanah Suci.

Misalnya, berlatih membiasakan diri minum air dua liter sehari, membiasakan terpapar panas matahari karena suhu di Tanah Suci saat musim haji nanti diprediksi di atas 40 derajat Celsius, serta membiasakan diri memakai masker.

Hal ini penting karena mereka akan berinteraksi dengan jamaah dari berbagai negara, termasuk jamaah dari sejumlah negara tertentu yang dinilai rentan menularkan virus berbahaya, seperti ebola dan virus korona yang menyebabkan sindroma pernapasan Timur Tengah (MERS).

 

sumber: Republika Online

Agar tak Tersesat, Calon Haji Harus Unduh Aplikasi Haji Pintar

Kementerian Agama meluncurkan aplikasi untuk ponsel pintar atausmartphone yang bernama Haji Pintar di Jakarta, Jumat (31/7). Aplikasi ini berisi panduan dan informasi dalam melaksanakan ibadah haji di Tanah Suci.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, aplikasi ini merupakan upaya Kemenag untuk terus meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji. Aplikasi yang dapat dioperasikan menggunakan ponsel berbasis Android ini membuat pelayanan semakin transparan.

“Haji Pintar ini maksudnya apa? Akan sepintar apa haji kita nanti? Maksudnya Haji Pintar adalah adanya informasi yang lebih luas untuk jamaah haji kita. Sehingga, jamaah haji kita bisa lebih pintar,” kata dia.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Abdul Djamil mengatakan, aplikasi itu untuk memudahkan jamaah mendapatkan informasi. “Untuk haji, ada poin-poin penting yang harus diketahui oleh jamaah seperti lokasi pemondokan,” kata dia.

Aplikasi itu memudahkan jamaah mendapat informasi pemondokan di Madinah dan Makkah serta lokasi tenda maktab di Arafah dan Muzdalifah. Jamaah juga dapat mengakses informasi jadwal keberangkatan dan kepulangan, bus shalawat selama di Makkah, dan pelayanan katering.

Aplikasi dapat diunduh di Google Play dan laman Kementerian Agama RI. Berbagai feature yang termuat dalam aplikasi ini, yaitu informasi pemondokan, transportasi, katering, penunjuk jalan, dan kesehatan. “Sudah bisa diunduh,” kata Abdul.

sumber: Republika Online

———————————————-

Buat calon Jemaah Haji bisa mengecek jadwal keberangkatan hajinya melalui smartphone dengan mendownload aplikasi Androidnya. Selengkapnya, klik di sini!

Saudi Harus Jamin Keamanan Haji

Imbas konflik Yaman terhadap penyelenggaraan ibadah haji mendatang Pemerintah Arab Saudi harus beri jaminan keamanan.

Komisioner Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), KH Syamsul Maarif, mengatakan keterlibatan militer negara Arab Saudi dalam serangan udara terhadap gerilyawan Al-Houthi Yaman merupakan urusan politik luar negeri.

Menurutnya serangan tersebut belum memberikan dampak yang signifikan terhadap penyelenggaraan Ibdah Haji di musim haji mendatang yang akan jatuh pada bulan September 2015.

Meskipun demikian, jika permasalah tersebut tidak kunjung selesai, menurut Syamsul bisa saja akan berdampak pada penyelenggaraan ibadah haji.

“Selama ini kita belum bisa mengambil sebuah kesimpulan, tapi nanti kalau ada perkembangan berikutnya bisa saja,” ujar Syamsul kepada Republika saat dihubungi, Senin (30/3).

Syamsul mengharapkan agar pemerintah Indonesia atau Kementrian Agama selalu melakukan komunikasi yang baik kepada Pemerintah Arab saudi terkait jaminan keamanan penyelenggaraan ibadah haji di musim mendatang.

“Pemerintah Saudi hendaknya memperhatikan aspek ini (ibadah haji) dalam bidang keamanan, jangan sampai hajat internasional dikotori oleh oknum-oknum,” kata Syamsul mengingatkan.

Menurutnya, ibadah haji merupakan hajat umat Islam sedunia, oleh sebab itu pelaksanaan ibadah tersebut harus berjalan dengan baik.

”Jangan sampai ada pihak-pihak yang menggunakan dalih kepentingan politik semata sehingga tidak mengindahkan pelaksanaan ibadah haji dengan baik dan benar,” kata Syamsul Maarif.

 

sumber: Republika Online