Pentingnya Menerapkan Al-Muhaimin di Kehidupan Sehari-hari

Pimpinan Arrahman Qur’anic Learning Center (AQL) Ustadz Bachtiar Nasir pada kajian Tadabbur Asmaul Husna Sabtu (20/09) pagi tadi di masjid Baitul Ihsan, kompleks Bank Indonesia menyatakan pentingnya menerapkan Al-Muhaimin di kehidupan sehari-hari.

Dalam kajian rutin tadabbur Asma ul-Husna yang dilaksanakan minggu ketiga setiap bulannya tersebut, kali ini bertemakan “Tadabbur Asma Al-Muhaimin”.

“Banyak orang yang ingin usahanya lancar, mereka lebih memilih menggunakan tata cara yang musyrik dan sangat jauh dari ajaran Islam, seperti melempar beras dan lainnya,” ucap ustadz yang juga merupakan Sekjen Majelis Intelek dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Ustadz yang akrab disapa UBN tersebut menambahkan, “Padahal ada cara yang sesuai dengan syariat agama Islam seperti doa Masya Allah, la quwwata illa billah, yang terdapat di surat Al-Kahf ayat 39.”

Secara garis besar, kata UBN, ada empat poin yang harus diperhatikan umat manusia dalam menerapkan Al Muhaimin di keseharian, yaitu:

  1. Dalam kehidupan sehari-hari kita akan merasa dalam penguasaan, pengawasan, penjagaan dan pemeliharaan Allah.Tid
  2. Selalu percaya kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya, sehingga tidak ada perasaan takut kepada apapun dan siapapun, kecuali kepada-Nya.
  3. Memberikan kekuatan kepada jiwa seseorang mukmin, untuk dapat menghadapi segala cobaan dan tantangan hidup.
  4. Meningkatkan rasa mendekatkan diri dan rasa malu terhadap Allah SWT dalam diri seorang mukmin, karena mengetahui Allah maha mengetahui dan mengawasi. (TOM/UL/bumisyam)

 

sumber: BumiSyam.com

Buah Manis bagi Sesiapa yang Beriman kepada Al ‘Aziz

Orang-orang yang beriman kepada Allah Al ‘Aziz akan selalu mendapatkan kemenangan. Meski demikian, ukuran kemenangan bagi orang yang beriman tidaklah mesti di dunia.

Hal ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir dalam kajian Tadabbur Al Quran Asma Al ‘Aziz “Allah Maha Perkasa Tak Terkalahkan” di Masjid Baitul Ihsan, Jakarta, Sabtu (18/10).

“Seperti kisah orang-orang beriman yang oleh Ashabul Ukhdud dibakar di dalam parit demi mempertahankan keimanan mereka kepada Allah Al ‘Aziz,” kata UBN di hadapan jamaah yang memadati ruang utama Masjid Baitul Ihsan.

Kisah tersebut Allah abadikan dalam Al Quran Surat Al Buruuj ayat 9 yang artinya:

“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”

UBN, demikian sapaan akrabnya, menjelaskan ada empat makna Al ‘Aziz secara bahasa, yaitu yang pertama berarti tidak mempunyai tandingan, tidak ada yang menyerupai-Nya. Kedua, Al ‘Aziz berarti yang selalu menang tidak akan pernah dikalahkan. Dan, Allah adalah Dzat yang Maha menang dan tidak terkalahkan sebagaimana dalam firman Allah dalam Al Quran Surat Yusuf ayat 21 yang artinya:

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

Kemudian makna yang ketiga, Al ‘Aziz berarti yang maha kuat. Makna ini ditunjukkan dalam firman Allah dalam Al Quran Surat Yaasin ayat 14, yang artinya:

“(yaitu ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang di utus kepadamu.””

Sedangkan yang keempat Al ‘Aziz dalam artian Al Mu’iz yang artinya Yang Maha memuliakan dan menguatkan. Dengan makna ini, Al ‘Aziz adalah nama Allah Subhanallahu ta’alau yang menunjukkan nama perbuatan. Dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 26 Allah berfirman yang artinya:

“Katakanlah: wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Buah Keimanan Kepada Al ‘Aziz

UBN mengatakan, jika seorang hamba mengenal dan meyakini Allah sebagai Al ‘Aziz, Yang Maha Perkasa dan Tidak Terkalahkan, maka dia tidak akan pernah mengagungkan selain Allah Subhanallahu ta’ala. Orang yang beriman kepada Al ‘Aziz akan memiliki ‘izzah yang berarti kekuatan diri di dunia.

“Orang yang punya ‘izzah di dunia adalah orang yang dimuliakan Allah Subhanallahu ta’ala,” kata UBN. Dia melanjutkan, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah Ta’ala semata yang disembah dan tidak dipersekutukan dengan-Nya sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” (Hadits Riwayat Ahmad, Thabrani dan Baihaqi).

Terkait masalah ‘izzah, lanjut UBN, Al Quran menjelaskan bahwa seluruh kekuatan kepunyaan Allah dan tiada guna manusia mencari kekuatan di sisi orang-orang yang kafir, seperti dalam An Nisa ayat 139 yang artinya:

“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”

Buah keimanan kepada nama Allah Al ‘Aziz adalah menjadi sebab ditinggikan dan dimuliakannya seseorang oleh Allah Subhanallahu ta’ala dengan sifat pemaaf dan rendah hati, sesuai hadits riwayat Muslim yaitu:

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah tidaklah akan mengurangi harta sedikitpun, dan tidaklah seorang hamba memberi maaf, melainkan Allah akan menambahkan baginya kemuliaan dan kehormataan, dan tidaklah seseorang itu merendahkan diri di hadapan Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (Hadits Riwayat Muslim).

Dengan nama Allah Al ‘Aziz pun kita bisa berdoa memohon perlindungan saat sedang dirundung kegelisahan, ketakutan, sakit bahkan ketika susah tidur, yaitu:

Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kau merasakan sakit maka taruhlah tanganmu di bagian tubuh yang terasa sakit dan ucapkan, “bismillaahi a’uudzu bi’izzatillaahi wa qudratihi min syarri maa ajidu min waja’iy hadzaa (Dengan nama Allah, aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sakit yang aku derita ini), kemudian angkat kedua tanganmu lalu ulangi lagi seperti itu dengan bilangan ganjil.” (Hadits Riwayat Tirmidzi).

Maka, kelemahan, kehinaan dan keterbelakangan yang menimpa umat Islam sekarang ini adalah akibat maksiat dan dosa yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri dan akibat mereka jauh dari agama Allah Subhanallahu ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab. (UL/bs)

 

sumber: Bumi Syam

Inilah Pentingnya Azan di Telinga Kanan Bayi yang Baru Lahir

Abu Rafi’ berkata, “Aku melihat Rasulullah mengumandangkan azan di telinga Al-Hasan bin Ali saat baru dilahirkan oleh Fathimah [HR. Abu Dawud, Kitabul Adab, 5105].

Ibnul Qayyim mengatakan bahwa hikmah azan dan iqamah di telinga bayi yang baru lahir adalah agar suara pertama yang didengar oleh sang bayi adalah seruan azan. Seruan yang mengandung makna keagungan dan kebesaran Allah serta syahadat yang menjadi syarat utama bagi seseorang yang baru masuk Islam. Jadi, tuntunan pengajaran ini menjadi perlambang Islam bagi seseorang saat dilahirkan ke dunia.

Kita tahu bahwa setan akan lari terbirit-birit manakala mendengar suara azan. Karena itu setan berupaya mengganggunya akan mendengar kalimat yang paling dibenci olehnya saat sang bayi memasuki permulaan kehidupannya di dunia.

Hal ini menjelaskan kepedulian Nabi Muhammad terhadap akidah tauhid yang harus ditanamkan sejak dini dalam jiwa sang anak dan sekaligus untuk mengusir setan yang selalu berupaya mengganggu bayi sejak kelahirannya dan memulai kehidupam barunya.

Setan juga selalu memukul bayi saat baru dilahirkan, sebagaimana yang disebutkan dalam riwayat Abu Hurairah.

Abu Hurairah berkata, “Saya mendengar Rasulullah bersabda: ‘Tiada seorang pun dari anak Adam yang baru dilahirkan kecuali setan menyentuhnya ketika ia dilahirkan, sehingga ia menangis karena sentuhan setan itu. Kecuali Maryam dan putranya’,” Kemudian Abu Hurairah berkata, “Jika kalian tidak keberatan, bacalah firman-Nya : ‘wa inni u idzu haa bika wadzurriyyatahaa minassyaithonirrajim (Ali Imran:36)’ [HR. Al Bukhari, Kitab Ahaditsul Anbiya, 3177].”

Ibnu Abbas berkata, “Setiap bayi yang baru dilahirkan pasti menangis, kecuali Isa putra Maryam. Bayi itu menangis karena perutnya diperas oleh setan, sehingga si bayi menjerit,” [HR. Ad-Darimi, no.2999].

Dengan demikian, azan yang diserukan di telinga sang bayi akan menjadi pukulan balasan terhadap setan yang selalu berupaya dengan sekuat tenaganya untuk merusak keturunan Adam dan menghancurkan generasinya. [sumber: Islamic parenting/aqwam]

 

 

sumber: Bumi Syam

Peliharah Iman, Bersahabatlah dengan Orang Shalih

Dalam kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, Imam al-Ghazali mengatakan bahwa berkawan dengan orang baik karena Allah adalah salah satu pilar memperkuat agama (Kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, hal. 63).

Allah SWT berfirman: “Perumpamaan orang-orang yang mengambil pelindung-pelindung selain Allah adalah seperti laba-laba yang membuat rumah. Dan sesungguhnya rumah yang paling lemah ialah rumah laba-laba jika mereka mengetahui.” (QS. Al-‘Ankabut: 41).

Pergaulan merupakan faktor yang mempengaruhi pemikiran, lebih-lebih keimanannya. Seseorang dapat menjual iman, karena tergiur tipuan kawannya. Sebaliknya, seseorang bisa menjadi orang shalih karena selalu dinasihati teman dekatnya.

Maka dari itu, Rasulullah SAW bersabda: “Seseorang dapat dinilai dari agama kawan setianya, maka hendaklah di antara kalian melihat seseorang dari siapa mereka bergaul.” (HR. al Hakim).

Yang harus diutamakan kawan adalah orang yang berilmu. Sebab sedikit atau banyak akan mempengaruhi pemikiran kita.

Dituturkan oleh Rasulullah SAW bahwa, lebih baik bersendiri dari pada bergaul dengan orang-orang yang rusak. Dan lebih baik bergaul dengan orang-orang baik daripada menyendiri (HR. Al Hakim).

Orang baik (ahl al-khoir) adalah orang yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia. Individu yang baik ini adalah orang yang beradab. Bukan sekedar beretika, tapi juga bertauhid.

Syed Muhammad Naquib al-Attas mendefinisikan orang baik sebagai orang yang mengamalkan adab secara menyeluruh.

Pengamalan adab ini meliputi adab kepada Allah SWT, sebagai tingkatan adab tertinggi. Kemudian adab dengan sesama manusia, kepada ilmu, kepada alam dan sebagainya. Adab-adab ini dipandang dengan kacamata tauhid.

Karena orang baik (insan adabi) memberi pencerahan dalam segala aspek bidang kehidupan, makanya Rasulullah SAW menganjurkan kita untuk mempergaulinya.

Orang yang demikian akan melihat realitas secara konstan dari kacamata ketuhanan – sebagai fondasi utamanya. Orang yang demikianlah yang dimaksud Rasulullah SAW untuk kita pergauli. Tidak memberi faedah kecuali faedah agama.

Sebaliknya, bergaul dengan orang-orang dzalim dan lalai bisa membutakan hati. Allah SWT bersabda: “Dan janganlah kamu condong kepada orang-orang dzalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka. Dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolong pun selain dari Allah SWT, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (HR. QS. Hud: 113).

Condong dalam ayat tersebut di atas maksudnya, mendukung, melapangkan jalan, memuji-muji dan bersekutu bersama mereka. Tujuannya tidak lebih untuk kepentingan materialistik.

Setiap kita bergaul secara akrab dengan orang-orang lalai maka, saat itu iman kita mengalami pelemahan (Kitab Al-Arba’in fi Ushul al-Din, hal. 61).  Duduk bersama orang-orang fasik oleh Rasulullah SAW dikaitkan dengan kadar keimanannya. Tidak mungkin orang beriman bergaul akrab bersama mereka dalam bersekutu melakukan aktifitas tidak baik.

Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, janganlah ia duduk (di suatu majelis) yang dihidangkan padanya minuman keras.” (HR. Abdu Dawud dan Ibn Majah).

Ketika kita memiliki kecondongan kepada mereka, maka cepat-cepatlah memutus kecondongan itu. Sebab dikhawatirkan akan mendapatkan kemungkaran. Karena mereka sangat pandai dalam tipu daya dan penipuan. Terkecuali jika kita memiliki misi khusus, berbekal ilmu akan mendakwahi mereka. Sikap ini bukan dinamakan memiliki kecondongan sebab tujuannya adalah dakwah.

Pernah Khalifah ‘Umar bin Abdul ‘Aziz mendapat laporan tentang adanya suatu kaum yang sedang meminum khamr. Beliaupun memerintahkan agar mereka semua dicambuk. Kemudian seseorang berkata kepada beliau; “Sesungguhnya di antara mereka ada orang yang sedang berpuasa.”

‘Umar bin Abdul ‘Aziz menjawab: “Mulailah darinya (dalam mencambuk). Tidakkah kalian mendengar firman Allah SWT: “Dan sesungguhnya Allah SWT telah menurunkan kepada kalian di dalam al-Qur’an bahwa apabila kalian mendengar ayat-ayat Allah SWT diingkari dan diperolok-olok, maka janganlah kalian duduk bersama mereka. Sehingga mereka pindah kepada pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (jika kalian berbuat demikian), maka tentulah kalian serupa dengan mereka.” (QS. Al-Nisa’ : 140).

Hal yang perlu digaris bawahi di sini adalah, sebenarnya bergaul dengan siapa pun kita mesti memiliki cara pandang Islam yang kokoh. Semua harus atas dasar berukhuwah karena Allah SWT. Jika kita ingin memasuki majelis orang-orang fasik, maka pertama-tama yang harus dipertanyakan dalam hati adalah, atas dasar apa kita masuk dalam majelis itu?

Jika dasarnya adalah karena Allah SWT dengan maksud berdakwah, maka itu adalah langkah baik. Memberi nasihat, meluruskan pandangan orang-orang fasik dan mengajak bertaubat. Jika kita mendapati sebuah majelis di dalamnya ajaran Islam dihina, maka jika kita mampu maka luruskan mereka atau janganlah duduk-duduk bersama. Jika kita diam, berarti kita setuju dengan mereka.

Namun, jika iman kita masih lemah. Terlalu mudah terbuai godaan, maka lebih baik tidak memasukinya, dan sebaliknya bergabunglah bersama orang-orang shalih.
Faedah bergaul dengan orang shalih ada dua, yaitu mengambil ilmu dan menjaga keimanan agar tetap konstan. Iman itu diperkuat dengan ilmu, maka hendaklah kita mengambil faedah ilmu dari orang shalih agar keimanan selalu terjaga.

Oleh : Kholili Hasib – Anggota MIUMI Jawa Timur dan Peneliti Institut Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya

 

 

sumber: Bumi Syam

Komunikasi Nyaman, Bentengi Anak dari Perilaku LGBT

Orang tua disarankan menjalin komunikasi yang terbuka dan nyaman dengan anak. Kebiasaan tersebut diyakini dapat membantu anak menyampaikan apapun yang mereka temui di luar sana, termasuk hal yang menyangkut perilaku lesbian, ga, biseksual, dan transgender (LGBT).

Komunikasi nyaman akan membuat orang tua menjadi pihak pertama yang tahu ketika terjadi sesuatu pada anak. Saat menemukan sesuatu hal yang tidak lazim di media sosial misalnya akun penyuka sejenis yang beberapa waktu lalu sempat ramai, anak dapat langsung menanyakan dan berdiskusi ke orang tua tanpa takut dimarahi atau disalahkan.

“Cara melindungi anak adalah dengan membangun komunikasi,” ujar psikolog Vera Itabiliana Hadiwidjojo kepada Republika.co.id, Selasa (26/1).

Ketika anak memiliki teman LGBT, setiap orang tua mempunyai cara tersendiri dalam menghadapinya. Vera mengatakan setiap orang tua berhak memiliki nilai dan aturan yang mereka terapkan ke buah hati. Termasuk menunjukkan sikap yang berbeda

Vera namun tidak dapat menyarankan langkah terbaik apa yang mestinya dilakukan orang tua. Masing-masing keluarga mempunyai latar belakang, budaya, dan agama berbeda sehingga sikap dan solusinya penanganannya pun berbeda.

“Ada keluarga yang ekstrim menyuruh anak menjauhi temannya itu. Tapi ada juga orang tua yang meminta anaknya tidak menjauhi temannya, asal jangan ikut-ikutan perlaku tersebut,”  kata dia.

Yang terpenting, kata Vera, orang tua jangan terlalu menutup anak dari informasi mengenai perilaku LGBT. Pasalnya akses informasi saat ini sangat luas. Jika orang tua menutup rapat-rapat informasi ini, dikhawatirkan anak bisa mendapatkannya dari mana saja. “Kalau tidak ada pengetahuan dan benteng yang cukup, bisa saja anak mempunyai persepsi salah,” ujar Vera.

 

sumber: Republika Online

Cerdas Pilih Mainan Hindari Anak dari Kecenderungan LGBT

Orang tua berperan penting untuk membentuk karakter anak sejak kecil dan menghindarkannya dari kecenderungan seksual yang menyimpang. Psikolog pendidikan Alfa Restu Mardhika mengatakan, salah satu contohnya adalah memilihkan anak usia dini dengan mainan sesuai gendernya.

“Seperti kalau anak laki-laki jangan diberikan boneka, namun mobil-mobilan. Dan, kalau anak perempuan, dipilihkan boneka,” ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/1).

Restu mengatakan, membentuk karakter anak dapat dimulai sejak umur dua tahun sampai lima tahun. Dia mengaku, sebagian individu yang memiliki kelainan saat remaja, terjadi karena pola asuh yang salah. Sebab, anak lahir bagaikan kertas kosong dan murni.

Selain itu, ada anak laki-laki yang lebih suka bermain dengan anak perempuan. Kemudian, anak perempuan lebih suka bermain dengan anak laki-laki saat masih kecil. Padahal, saat usia anak masih berumur dua hingga lima tahun, kecenderungan anak menjadi penyuka sesama jenis dapat dihindari, terutama kalau orang tua jeli melihat pertumbuhan si anak.

“Atau orang tua juga bisa menceritakan, kalau laki-laki itu nanti akan menjadi seorang ayah. Sedangkan, kalau perempuan nantinya akan menjadi ibu,” tutur dia.

Kemudian, kalau memiliki seorang anak laki-laki dan lebih banyak anak perempuan di rumah, tetap saja sebagai orang tua harus bijak memilihkan mainan untuk sang anak. Meskipun saudaranya perempuan dan dia sendiri laki-laki, bermain dan berkumpul di rumah bersama.

Karena dari hal sederhana, juga termasuk sesuatu yang dapat membentuk karakter anak ke depannya nanti. Jika tidak ditangani sejak kecil, sang anak yang salah asuh dapat salah pergaulan dan menjurus ke pelaku LGBT saat remaja.

 

sumber: Republika Online

Cegah LGBT Anak, Orang Tua Harus Lakukan Pendampingan Penuh

TERSEBARNYA fenomena Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT) di kalangan anak-anak semakin memprihatinkan dan menyedihkan. Pada masa itu, anak-anak sebenarnya tengah mencari jati diri dan perlu mendapatkan arahan dari orang tua.

Demikian dikatakan Widianingsih, M.Pd Pengasuh Rubrik Me and The Children Islampos pada hari Selasa (26/01/2015).

“Persoalan LGBT pada anak ini memang kompleks, tapi salah satu faktor yang sangat mempengaruhinya adalah orang tua kurang memperhatikan mereka,” ujar penggagas Komunitas Sekolah Orang Tua Smart ini kepada Islampos.

Widia menilai, baik orang tua yang bekerja maupun tidak bekerja, harus memperhatikan bagaimana tahap perkembangan anaknya.

“Kita mengenal yang namanya fitrah seksualitas di mana anak-anak itu sudah mengenal gender yang seharusnya sudah dikenalkan sedini mungkin,” tuturnya.

Lebih lanjut Widia menyatakan, penyimpangan itu muncul biasanya pada saat anak sudah mengenal kasih sayang. Sebenarnya, lanjut Widia, dari usia SD, anak sudah mulai terlihat tentang penyimpangan ini.

Widia menilai apabila orang tua dekat dengan anak dan paham tentang perkembangan anak, akan lebih mudah terdeteksi sedini mungkin.

“Orang tua harus serta merta melakukan pendampingan penuh dengan memberikan arahan dan bimbingan kepada anaknya,” tambahnya.

Dalam Al Quran, Allah berfirman, anak sesungguhnya terlahir dalam keadaan fitrah tergantung orang tuanya yang menjadikan anak tersebut yahudi atau nasrani.

“Berarti dalam hal ini, tergantung bagaimana orang tua mendidik anaknya. Harusnya sejak usia dini, anak sudah dibangun mengenai pendidikan akidah dan bagaimana menerapkan nilai-nilai dalam kehidupan,” tegasnya.

Lebih lanjut Widia menjelaskan, jika anak-anak mengalami masa labil, mereka tidak diterima di rumah maka mereka akan mencari pelarian.

“Pelarian yang mereka lakukan bisa dengan teman sebaya, mendapatkan sesuatu dari internet, sinetron ataupun bacaan yang masih dapat menerima mereka,” lanjutnya.

 

Widia menambahkan, mengatasi hal ini diperlukan kerja keras, kerja cerdas, dan perlu kerja sama dari semua pihak.

“Semua komponen yang berhubungan dengan anak-anak seperti guru, orang tua dan lingkungan harus benar-benar membangun kecerdasan spiritual,” terangnya.

Semua komponen ini bisa saling menguatkan pondasi akidah, menanamkan nilai-nilai islami sejak dini kepada anak. [ry/islampos]

 

sumber: Islam Pos

Muhammadiyah: Cegah LGBT, Tanamkan Pendidikan Agama kepada Anak

Fenomena lesbian dan gay telah merambah dunia kampus. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta para orang tua agar berhati-hati dan senantiasa memberikan perhatian kepada anak-anaknya.

“Ini pelajaran dan peringatan penting bagi para orang tua dan institusi keluarga agar lebih perhatian terhadap anak-anaknya,” ujar Haedar saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (26/1).

Haedar menyampaikan, orang tua berkewajiban memberikan pendidikan kepada anak agar mereka tidak salah memilih jalan hidup. Terutama, orang tua harus bisa memberikan pendidikan agama, akhlak, dan nilai-nilai hidup yang luhur terhadap anak.

Penanaman nilai agama, pengawasan yang positif, dan pola asuh terhadap anak harus ditingkatkan. Haedar mengingatkan agar orang tua selalu mendampingi anak dalam seriap pertumbuhannya. Ia mengatakan, akan tidak boleh dibiarkan tumbuh sendiri, apalagi di tengah gempuran media elektronik dan media sosial yang serbabebas seperti sekarang ini.

“Jangan mengurusi anak sekadar lahir dan materi belaka,” katanya menegaskan.

 

sumber: Republika Online

Perilaku Homoseksual tak Dapat Dilihat dari Pilihan Bermain Saat Anak-Anak

Orang tua harus jeli melihat keseharian perilaku buah hati. Sebagai pihak yang sering menghabiskan waktu bersama anak, orang tua tentu dapat mengamati perilaku anak. Cara tersebut bisa menjadi titik awal mengetahui apakah ada perbedaan dalam orientasi seksual si anak.

“Perhatikan gaya bicara, berpakaian, tingkah laku, dan juga teman-temannya,” ujar psikolog anak Vera Itabiliana Hadiwidjojo dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia kepada Republika.co.id, Selasa (26/1).

Namun, kata dia, ada juga anak yang menutup rapat-rapat tentang dirinya. Apabila anak bersikap seolah ada rahasia dan tidak ingin orang tuanya tahu, inilah yang harus diwaspadai ayah dan ibu.

Orientasi seksual tidak dapat ditentukan dari permainan apa yang dipilihnya. Ciri-ciri apakah seorang anak termasuk homoseksual baru bisa terlihat ketika anak sudah memasuki masa pubertas. Kalau masih di bawah masa pubertas, lanjut dia, tidak masalah anak mau main apa saja.

“Walaupun tidak apa-apa, orang tua bisa mengarahkan anak saat bermain. Misalnya, ketika anak laki-laki bermain boneka, sebaiknya dia berperan sebagai ayah,” kata Vera menjelaskan.

Perilaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) dapat terpengaruh dari lingkungan. Namun, kata Vera, prosesnya tidak semudah itu. Banyak hal yang membuat seseorang mampu terpengaruh, di antaranya latar belakang, nilai agama, dan pengalaman. Seandainya anak memperoleh pengasuhan yang tepat, dekat dengan orang tuanya, baik ayah dan ibu, serta memiliki nilai agama yang kuat, Vera jamin tidak akan terpengaruh.

 

sumber: Republika Online

Bukti Gay-Biseksual Berisiko Terbesar Mengidap HIV

Pasangan sejenis dari kelompok pria, yakni gay dan biseksual, ternyata memiliki risiko untuk mengidap HIV tertinggi di Amerika Serikat.

Gay, biseksual, dan pria yang memiliki kecenderungan seksual dengan pria saat ini mencapai dua persen dari total populasi penduduk di Amerika Serikat.

Dikutip dari Pusat Kendali Penyakit dan Pencegahan (CDC) Amerika Serikat tentang HIV yang beralamat di www.cdc.gov, kelompok gaydan biseksual usia muda (13-24 tahun) tercatat sebanyak 72 persen di antaranya terinfeksi HIV dari kelompok usia penduduk 13-24 tahun.

Sementara, sebanyak 30 persen yang terkena infeksi HIV dari total jumlah kelompok gay dan biseksual (penelitian 2010). (Link sumber CDC).

Pada akhir 2011, setidaknya 500.022 (57 persen) orang yang didiagnosis menderita HIV di Amerika Serikat adalah gay, biseksual, dan kelompok tersebut yang juga menggunakan narkoba.

Pada 2010, sebanyak 63 persen dari jumlah gay dan biseksual pria (semua kelompok umur) diketahui mengidap HIV. Jumlah tersebut diketahui menyumbang 78 persen dari semua pria yang baru terkena penyakit HIV.

Pada akhir 2011, sebanyak 311.087 gay dan biseksual dengan AIDS telah meninggal dunia di Amerika Serikat karena adanya epidemik yang merepresentasikan 47 persen semua orang dengan AIDS.

Dari penelitian tersebut, disimpulkan bahwa “gay dan biseksual pria lebih berpeluang terinfeksi HIV ketimbang kelompok lain di Amerika Serikat”.

Kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) semakin eksis di Amerika Serikat usai adanya putusan Mahkamah Agung (MA) yang melegalkan pernikahan sesama jenis di semua negara bagian pada 28 Juni 2015 lalu. Sebelumnya, terdapat 14 negara bagian yang masih melarang pernikahan sesama jenis.

Di Indonesia, kelompok LGBT kembali ingin menunjukkan eksistensinya di kampus-kampus. Kelompok kajian seks, seperti SGRC UI, didirikan sebagai tempat konsultasi para LGBT. Beberapa pendirinya mengaku sebagai gay.

 

sumber: Republika Online

 

ihh. Amit,..Amit, deh!