Kiat-kiat Mengajari Anak Shalat

“Bu, sebentar bu, masih dingin, lagian kan masih panjang waktu shalatnya.”Di rumah lain terdengar, “Ibu nih, lagi seru-serunya diganggu.” Di kamar lain terdengar, “Aku gak mau shalat, bikin capek aja.”

Ungkapan-ungkapan di atas terkadang bahkan mungkin sering kita dengar sebagai orang tua dalam mendidik dan melatih anak-anak kita untuk shalat. Ada yang membantah, ada yang bermalas-malasan, ada yang menunda-nunda, ada pula yang memenuhi panggilan ibunya untuk shalat namun bercanda ria saat shalat.

Di sisi lain, kita dapatkan banyak sekali orang tua yang begitu perhatian dengan pendidikan formal, mendidik mereka mampu membaca, menulis, dan berhitung. Mereka rela mengantar di pagi hari dan menjemput di siang hari. Namun, sedikit sekali dari mereka yang perhatian terhadap pendidikan anak untuk shalat.

Siapakah yang salah? Anak yang bandel ataukah orang tua yang lalai? Dan kapan seharusnya anak dididik dan dilatih shalat? Haruskah menunggu berumur tujuh tahun baru diajari tata cara shalat?

Pertanyaan-pertanyaan ini telah dijelaskan jawabannya oleh Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – dalam sabdanya,

مُرُوا أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى الْمَضَاجِعِ

“Perintahkanlah anak-anak kalian untuk shalat saat berumur tujuh tahun dan pukulah mereka jika tidak shalat saat berumur sepuluh tahun, dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidur.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud II/167)

Dari hadits ini bisa diambil beberapa pelajaran, yaitu :

1. Kewajiban orang tua mendidik anak shalat.

Anak adalah amanah di benak orang tua. Maka, mendidik anak merupakan kewajiban orang tua karena termasuk pelaksanaan amanah. Terlebih khusus mendidik anak untuk shalat, karena ada perintah langsung dari Rasulullah untuk memerintahkan anak shalat. Dalam hadits disebutkan “perintahkanlah”, kalimat ini disebutkan dengan kalimat perintah, dan kalimat perintah menunjukkan wajibnya perkara yang diperintahkan.

Imam asy-Syaukani berkata, “Hadits di atas menunjukkan wajibnya orang tua memerintahkan anaknya untuk shalat …” ( Nailul Authar II / 377)

Syeikh Izzuddin bin Abdus Salam berkata, “Hadits ini adalah perintah untuk para wali bukan perintah untuk anak kecil, karena anak kecil bukan sasaran hadits ini” (Aunul Ma’bud II / 161)

Setelah kita mengenal bahwa mendidik anak untuk shalat merupkan kewajiban orang tua, maka jika ia melalaikan kewajibannya maka ia akan diminta pertanggungjawabannya. Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap dari kalian bertanggung jawab atas yang ia pimpin, seorang amir adalah pemimpin, dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya, seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya, dan ia bertanggung jawab atas keluarganya, seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan anaknya, dan ia bertanggung jawab atas mereka, seorang hamba adalah pemimpin atas harta tuannya, maka ia bertanggung jawab atasnya. Ketahuilah setiap dari kalian adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang ia pimpin.” (diriwayatkan oleh Bukhari no 7138 dan Muslim 1829)

Disebutkan dalam hadits ini “seorang lelaki adalah pemimpin bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas keluarganya”, maksudnya adalah bertanggung jawab atas pendidikan anak-anaknya terlebih khusus pendidikan agama.

2.Waktu yang tepat.

Setelah mengetahui bahwa mendidik anak untuk shalat merupakan kewajiban orang tua, lalu kapankah orang tua mulai mendidik anaknya untuk shalat?

Perlu diketahui, mendidik anak untuk shalat itu melalui beberapa tahap, yaitu : mengajarkan dan membiasakan anak shalat, memerintahkan anak untuk shalat, dan yang ketiga adalah memukul anak jika enggan atau membangkang saat diperintah untuk shalat.

Tahap pertama, yaitu tahapan mengajarkan dan membiasakan anak shalat harus dilakukan sebelum anak mencapai umur tujuh tahun. Karena saat anak berumur tujuh tahun, ia sudah diperintahkan untuk shalat, bagaimana mungkin anak akan menjalankan shalat jika belum diajari dan dibiasakan shalat sebelumnya?

Di antara perkataan salaf yang mendukung bahwa anak sudah mulai diajari shalat sebelum berumur tujuh tahun adalah perkataan Ibnu Umar, “Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam – mulai mengajari anak-anak shalat saat mereka bisa membedakan mana kanan mana kiri.”

Jundub bin Tsabit berkata, “Mereka mengajari anak-anak untuk shalat saat mereka bisa berhitung sampai angka dua puluh.”

Kedua atsar ini menjelaskan bahwa mengajari anak shalat dilakukan sebelum anak berusia tujuh tahun, karena usia-usia tersebut anak sudah mampu membedakan mana kanan dan mana kiri dan sudah mampu berhitung sampai angka dua puluh. Anak yang sudah bisa membedakan kanan kiri atau menghitung hingga angka dua puluh tidak harus berusia tujuh tahun.

Selain itu, makna sabda Nabi “perintahkanlah anak-anakmu untuk shalat” secara implisit merupakan perintah kepada orang tua untuk mengajari anak-anak shalat, termasuk rukun-rukun shalat, syarat-syarat sah shalat, dan lain sebagainya.

Adapun waktu untuk memerintahkan anak shalat adalah saat anak berusia tujuh tahun. Karenanya, Imam Abu Dawud membuat bab khusus dalam kitabnya “Bab kapan anak diperintahkan untuk shalat” lalu menyebutkan hadits di atas. Perlu dipahami, bahwa memerintahkan anak untuk shalat saat mereka berusia tujuh tahun bukanlah perintah bersifat wajib, namun perintah untuk membiasakan anak shalat.

Imam asy-Syaukani menyebutkan dalam Nailul Authar, “Bab diperintahkannya anak kecil untuk shalat sebagai pembiasaan bukan pengharusan”.

Mengapa harus usia tujuh tahun, di antara hikmahnya adalah:

Anak usia tujuh tahun sudah mulai meluas lingkungan bermainnya dan pengetahuannya, maka harus diimbangi dengan lingkungan agamis dan pengetahuan islami.

Masa-masa paling bagus bagi anak belajar segala macam ketrampilan, maka jika ia telah terampil menjalankan shalat, niscaya ia akan menjaga shalatnya saat telah tumbuh dewasa.

Anak usia tujuh tahun telah bisa membedakan, dan ia selalu melakukan perbuatan yang diperintahkan orang tuanya untuk mendapatkan pujian dan sanjungan dari orang tuanya, sehingga jika diperintahkan untuk shalat niscaya ia segera memenuhinya. Berbeda saat anak telah berusia sebelas tahun, maka memenuhi perintah orang tua tanpa ada perdebatan dulu merupakan sifat kekanak-kanakan menurut mereka. Dan jika anak telah tumbuh dewasa, maka jika ia bisa membantah perintah kedua orang tua biasanya ia akan merasa bahwa dirinya telah dewasa.

3. Boleh memukulnya.

Setelah orang tua mengajari anak tata cara shalat secara bertahap dan mengajaknya melaksanakan shalat, maka orang tua juga harus memerintahkan anaknya saat usia tujuh tahun dengan memberi motivasi dan ajakan yang baik agar anak terbiasa shalat. Kemudian saat anak usia sepuluh tahun, maka ia diperintahkan dengan perintah yang bersifat wajib, agar anak mau mengerjakan shalat. Jika anak enggan atau tidak memenuhi seruan orang tua, maka orang tua boleh memberikan pukulan mendidik yang bisa membuat mereka jera dan tidak menyakiti.

Perlu diperhatikan di sini, memukul adalah cara terakhir untuk mendidik anak. Maksudnya, sebelum memukul harus menempuh cara-cara lainnya terlebih dahulu, seperti menasihati, kemudian memperingatkan dengan keras, memberi ancaman hukuman jika memang anak termasuk orang yang jera hanya dengan ancaman. Jika ketiga cara ini tidak mempan, barulah ia memukul anaknya.

Tentunya, saat memukul harus memerhatikan beberapa hal sebagai berikut:

Tidak lebih dari sepuluh kali, karena tujuan memukul adalah mendidik bukan menyakiti.

Hal ini sesuai sabda rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -,

لاَ يُجْلَدُ فَوْقَ عَشْرِ جَلَدَاتٍ إِلاَّ فِى حَدٍّ مِنْ حُدُودِ اللَّه

“Tidak boleh memukul lebih dari sepuluh kali kecuali dalam hukuman pasti dari hukuman-hukuman yang Allah tentukan.” (Diriwayatkan oleh Bukhari no 6848)

Tidak memukul wajah, karena di wajah terdapat mata, hidung, mulut, lisan, dan bagian-bagian vital lainnya. Sehingga jika salah satu dari bagian ini cidera atau terganggu maka akan hilang fungsi vital dari organ tersebut.

Rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda,

إِذَا ضَرَبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَجْتَنِبِ الْوَجْهَ

“Apabila salah seorang di antara kalian hendak memukul, hendaklah ia menjauhi wajah.” (Diriwayatkan oleh Ahmad no. 7552)

Tidak memukul pada anggota tubuh yang vital dan membahayakan, seperti kemaluan, perut dan yang semisalnya.

Tidak memukul saat emosi dan marah. Karena marah hanya akan menyeret pelakunya kepada kebrutalan. Sehingga ia tidak bisa mengendalikan dirinya.

Jika orang tua memukul anaknya sesuai ketentuan-ketentuan di atas, maka hal ini diperbolehkan dan ia tidak berdosa. Adapun memukul anak dengan pukulan yang kelewat batas, maka ia berdosa. Hendaklah ia selalu ingat sabda rasulullah – shallallahu ‘alaihi wa sallam -,

إِنَّ اللَّهَ رَفِيقٌ يُحِبُّ الرِّفْقَ وَيُعْطِى عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِى عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِى عَلَى مَا سِوَاه

“Sesungguhnya Allah maka lembut dan menyukai kelembutan, Allah memberikan manfaat atas kelembutan dengan manfaat yang tidak diberikan atas kekerasan dan tidak diberikan kepada yang lainnya pula.” (Diriwayatkan oleh Muslim no 6766)

Demikianlah, sedikit pelajaran yang bisa kita petik dari sabda nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam – tentang cara mendidik anak untuk shalat, semoga Allah mengaruniakan kepada kita anak-anak yang shalih dan shalihah yang akan menjadi penyejuk mata kedua orang tuanya. Wallahu a’lam.(***)

 

Oleh : Abu Rufaid Agus Suseno, Lc

Sumber: Rubrik Fikih Keluarga, Majalah Sakinah, Vol. 11 No. 7

dikutip dari Majalah Sakinah

BPIH dalam Rupiah Dinilai Untungkan Jamaah

Pelunasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahap pertama sudah dimulai Kamis (19/5). Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, pelunasan BPIH tahun ini menggunakan mata uang rupiah, bukan lagi dolar AS.

Kepala Cabang Pembantu BNI Syariah, Tebet, Jakarta Selatan, Rachmat Basuki menilai, penggunaan mata uang rupiah dalam pelunasan BPIH menguntungkan calon jamaah haji (calhaj). “Lebih nyaman kurs rupiah karena ada angka kepastian,” ujar Rachmat yang ikut memantau pelunasan BPIH di BNI Syariah, Tebet, Kamis (19/5).

Pada musim-musim haji sebelumnya ketika pelunasan BPIH menggunakan dolar AS, jelas dia, banyak calhaj yang menunggu kurs dolar AS turun sebelum melunasi BPIH.

Hal senada dikatakan Pengganti Sementara General Operational Manager Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, Retno. Menurut dia, penggunaan mata uang rupiah dalam pelunasan BPIH  memudahkan pelayanan. Jamaah pun mendapat kepastian angka pelunasan.

Berkat penggunaan rupiah, lanjut Retno, calhaj tidak lagi harus menunggu pukul 10.00 WIB untuk melunasi BPIH seperti terjadi tahun-tahun sebelumnya. Kala itu, calhaj memilih menanti perkembangan harga kurs dolar AS terlebih dahulu sebelum melunasi BPIH. “Tahun ini mulai jam delapan sudah bisa langsung bayar,” katanya menerangkan.

Pantauan Republika di sejumlah bank penerima setoran (BPS) BPIH, suasana pelunasan tahap pertama masih relatif sepi. Belum banyak calhaj yang melunasi BPIH. Di Bank Muamalat Cabang Matraman, Jakarta, misalnya, belum ada satupun calhaj yang melakukan pelunasan.

Begitu pula di Kantor Cabang Pembantu (KCP) BNI Syariah Tebet. “Kalau di sini ada dua orang yang masuk list tahun ini,” ujar Customer Service KCP BNI Syariah Tebet Hanita Annisa.

Di KCP BRI Syariah Tebet Timur juga belum banyak yang melunasi BPIH pada hari pertama. Sedangkan di Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, baru enam calhaj yang melakukan pelunasan.

Menurut Pengganti Sementara General Operational Manager Kantor Cabang BNI Syariah Bendungan Hilir, Retno, masih sedikitnya calhaj yang melunasi BPIH karena masa pelunasan baru memasuki hari pertama. “Pelunasan juga dilakukan di delapan cabang pembantu,” katanya.

Pelunasan BPIH tahap pertama akan berlangsung hingga 10 Juni mendatang. Besaran BPIH berbeda-beda tiap embarkasi. Untuk Embarkasi DKI Jakarta, BPIH mencapai Rp 34.127.046. Selain DKI Jakarta, terdapat 11 embarkasi lainnya dengan besaran BPIH berbeda-beda. Embarkasi Aceh sebesar Rp 31.117.461, Medan Rp 31.672.827, dan Batam Rp 32.113.606.

Kemudian Embarkasi Padang sebesar Rp 32.519.099, Palembang Rp 32.537.702, Solo Rp 34.841.414, Surabaya Rp 34.941.414, Banjarmasin Rp 37.583.508, Balikpapan Rp 37.583.508, Makassar Rp 38.905.808, dan Lombok Rp 37.728.961.

 

 

sumber: Republika Online

Di Kabupaten Ini, Guru Dihadiahi Umrah Gratis

Sebanyak delapan orang pendidik yang terdiri dari tenaga guru, kepala sekolah dan pengawas di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo, akan ikut program ibadah umroh gratis, yang diberikan pemerintah daerah tersebut.

“Mereka terpilih karena berhasil mengukir prestasi selama pengabdiannya di daerah ini,” ujar Bupati Gorontalo Utara, Indra Yasin, Selasa (24/5).

Sejak tahun 2012, pemerintah daerah memprogramkan ibadah umroh gratis sebagai hadiah kepada para tenaga pendidik baik di tingkat SD, SMP dan SMA sederajat, untuk memacu kinerja mereka menyukseskan program pendidikan. Program yang menjadi kebijakan pemerintah daerah tersebut kata Indra, adalah bentuk penghargaan di dunia pendidikan daerah.

“Saya tahu persis, penghasilan tenaga pendidik belum signifikan sehingga apresiasi nyata atas prestasi mereka adalah dalam bentuk ibadah ke tanah suci, sebab diharapkan akan memacu kinerja serta meningkatkan sumber daya guru yang beriman dan bertakwa untuk disalurkan kepada anak didiknya,” ujar Indra.

Para guru tersebut mengikuti seleksi peraih penghargaan guru berdedikasi yang digelar setiap tahun bersamaan dengan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kemudian pelaksanaan ibadah dilakukan pada akhir tahun anggaran atau setiap bulan Desember, bersamaan dengan para peraih penghargaan lainnya, seperti pemanjat kelapa, penggali kubur, buruh cuci pakaian dan guru ngaji.

Indra meyakini, penghargaan tersebut akan berdampak positif pada peningkatan mutu dan kualitas pendidikan di kabupaten ini.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Gorontalo Utara, Aryati Polapa mengatakan, tahun ini ada 53 orang guru yang ikut seleksi dari seluruh sekolah di 11 kecamatan.

Delapan orang terpilih diharapkan memacu kinerja guru lainnya, untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalitas dalam kegiatan belajar mengajar.

 

Waktu Terbaik Bercinta secara Medis dan Syariat

SECARA umum, jam berapapun suami-istri diperbolehkan Islam untuk “bercinta.” Namun, perlu diperhatikan agar tidak menabrak waktu shalat jamaah sehingga suami ketinggalan shalat jamaah. Selain itu, perlu diperhatikan juga waktu yang tidak kondusif semisal ada anak-anak yang tengah terjaga dan lain-lain.

Secara khusus, ada tiga waktu yang diisyaratkan dalam Al Quran; yakni sebelum Subuh, tengah hari dan setelah Isya.

Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum baligh di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah shalat Isya. (Itulah) tiga aurat bagi kamu. Tidak ada dosa atasmu dan tidak (pula) atas mereka selain dari (tiga waktu) itu. Mereka melayani kamu, sebahagian kamu (ada keperluan) kepada sebahagian (yang lain)” (QS. An Nur : 58)

Ayat di atas memang tidak secara tegas menyebut waktu “bercinta” namun dalam tafsir Ibnu Katsir dijelaskan bahwa para sahabat menyukai saat-saat tersebut untuk “bercinta.”

Malam hari selalu dianggap merupakan waktu yang paling pas untuk berjima. Namun, medis juga mencatat bahwa jika jima dilakukan di pagi hari, banyak manfaat yang bisa didapatkan pasangan suami-istri.

Para peneliti kesehatan mengatakan bahwa orang yang memulai hari mereka dengan berjima akan merasa lebih sehat dan lebih senang daripada mereka yang tidak. “Berjima di pagi hari melepaskan hormon oksitosin yang membuat pasangan merasa lebih mencintai dan lebih dekat seharian,” ujar Debby Herbenick, Ph.D., penulis buku Because It Feels Good.

Sebuah penelitian yang dilakukan di Queens University, Belfast, menyebutkan kalau morning sex juga akan memberikan jantung yang sehat. Tak hanya sekadar menyehatkan, jima pagi hari juga banyak memberikan manfaat lainnya yang menguntungkan bagi hidup Anda.

Berikut beberapa manfaat melakukan jima di pagi hari:

1. Berjima di pagi hari akan meningkatkan sirkulasi darah. Ini tentu baik bagi Anda yang memiliki penyakit darah tinggi. Karena berjima di pagi hari bisa menurunkan tekanan darah.

2. Berjima di pagi hari bisa menurunkan kadar kalori Anda hingga 300 kalori per jam. Ini akan membuat Anda terhindar dari risiko diabetes.

3. Jima di pagi hari mampu mengurangi resiko serangan sakit kepala sebelah (migrain).

4. Jima di pagi hari yang biasanya tanpa persiapan dan tanpa kondom akan membuat Anda lebih bahagia dan mampu menghilangkan depresi.

5. Bagi wanita, morning sex dapat menambah kecantikan kulit dan rambut akan lebih nampak berkilau.

6. Berjima di pagi hari juga bisa meningkatkan sistem imun Anda dengan meningkatkan produksi antibodi IgA dalam tubuh.

7. Jima di pagi hari lebih mengasyikkan karena pria bisa tahan lebih lama setelah mendapatkan waktu istirahat yang cukup pada malam sebelumnya. Tak hanya itu, setelah tidur di malam hari, tingkat testosteron pria akan semakin melonjak dan membuat jima lebih menggairahkan.

8. Berjima di pagi hari akan mengurangi kadar stres dan kecemasan Anda. Jadi, ini adalah hal yang tepat dilakukan untuk membuat Anda bersemangat di pagi hari.

9. Apa lagi cara yang paling hebat untuk menambah energi serta memulai hari Anda selain melakukan jima di pagi hari? [popular-world]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296947/waktu-terbaik-bercinta-secara-medis-dan-syariat#sthash.sPGfvASZ.dpuf

Nikmat tak Terhingga

“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl [16]: 18)

Maksud dari ayat di atas adalah bahwa manusia tidak akan pernah mampu mengetahui serta memahami nikmat Allah secara sempurna. Hal ini disebabkan terbatasnya kemampuan akal manusia, sementara nikmat Allah begitu luasnya. Allahlah yang mengatur seluruh aktivitas anggota tubuh manusia secara sempurna, sementara manusia tidak memahaminya. Ketaatan manusia tidak akan pernah bisa membayar semua nikmat yang telah Allah berikan kepadanya. Demikian dijelaskan oleh Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatih al-Gaib.

Di dalam diri kita, begitu banyak nikmat Allah yang tak terhingga. Menurut sejumlah penelitian ilmiah bahwa otak manusia memiliki 100 miliar sel lebih. Otak manusia lebih cepat dari cahaya. Padahal kecepatan cahaya adalah 186 mil/detik. Otak manusia juga mampu menyimpan lebih dari 200.000 informasi/detik.

Mata kita memiliki kemampuan untuk membedakan lebih dari 10.000.000 warna dengan cepat. Penciuman kita mampu mengenal lebih dari 50.000 jenis bau-bauan dalam tempo yang singkat. Indra pengecap kita mampu mengenali banyak benda yang dingin, hangat, manis, pahit, dan berbagai rasa lainnya. Kerja jantung kita pun sangat mengagumkan, ia berdegup lebih dari 100.000 kali setiap hari.

Itu semua adalah nikmat yang Allah berikan kepada kita. Jika kita mampu melihat semua potensi yang kita miliki, maka kita akan senantiasa bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhingga.

Nikmat sehat juga tidak kalah pentingnya untuk kita syukuri. Setiap hari kita dapat bebas bernapas tanpa dipungut biaya sepeserpun. Bayangkan jika setiap tarikan napas, kita dibebani biaya lima rupiah saja. Berapa banyak uang yang harus kita keluarkan untuk membayar ongkos bernapas setiap hari, yang mana bisa jadi kita akan bernapas ratusan atau bahkan ribuah kali. Lihatlah bagaimana kondisi saudara-saudara kita yang tengah terbaring di ruang ICU, yang untuk bernapas saja harus menggunakan bantuan tabung oksigen yang harganya ratusan ribu rupiah. Dan masih banyak lagi nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita, yang sering kali tidak kita sadari.

Maka, nikmat Tuhanmu yang mana lagikah yang kau dustakan. Allah maha Rahman dan Rahim. Allah menyayangi hamba-hamba-Nya melebihi kasih sayang orangtua terhadap anaknya. Limpahan kasih-Nya tak bertepi, curahan sayang-Nya tak berkesudahan. [Didi Junaedi]

 

Baca juga: ‘Nikmat Tuhan Mana Lagi yang Kamu Dustakan?’

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297021/nikmat-tak-terhingga#sthash.FIiqxcls.dpuf

Apakah Dosa Zina Akan Diampuni?

Tidak sedikit pertanyaan yang kami dapat dari sahabat-sahabat Kabar Muslimah kita diluar sana tentang ini:Apakah dosa berzina itu diampuni?

Apakah dengan pembersihan diri ke jalan yang benar dan bertaubat dengan sungguh-sungguh (amal sholeh, dhuha, tahajud, shalat lima waktu dan bahkan iktikaf) dengan tujuan memohon ampun akan diterima?

Banyak sahabat kita yang tidak begitu beruntung dalam mendapatkan pendidikan agama sejak kecil, karena kurangnya pengetahuan tentang agama, dan lingkungan yang semakin carut marut membuat mereka terjerumus ke dalam lubang kegelapan.

Ketahuilah bahwa perbuatan zina termasuk dosa yang dapat diampuni oleh Allah Subhanahu wa Taala, berdasarkan firman-Nya:”Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisaa: 48)

Ayat diatas menerangkan bahwa dosa-dosa apapun yang telah diperbuat entah itu dosa kecil atau dosa besar selama hal itu tidak menyekutukan-Nya, maka jika sang pelaku tersebut bertaubat dengan taubatan nasuha, niscaya akan diampuni oleh Allah Subhanahuwataala.

Firman Allah yang lainnya :”Katakanlah, Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas, terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dial-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.S. Az Zumar: 54).

Dari Abu Dzarr al-Ghifary RA., dari Nabi SAW., meriwayatkannya dari Rabb-nya bahwa Allah berfirman (dalam hadits Qudsi) : “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat kesalahan di malam dan siang hari sedangkan Aku mengampuni semua dosa; maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya Aku ampuni kalian.” (H.R. Muslim)

Dari Abu Dzar r.a. berkata : Nabi SAW bersabda :”Telah datang kepadaku utusan Tuhanku dan memberitakan bahwa barang siapa yang mati dari umatku dalam keadaan tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun pasti masuk surga. Lalu aku bertanya : Meskipun ia berzina dan mencuri? Nabi SAW menjawab :Meskipun ia berzina dan mencuri. (H.R. Bukhari Muslim I/59 dalam kitab Alulu wal Marjan).

Selanjutnya jika orang yang telah terjerumus ke dalam perbuatan tercela ini jika dia bertaubat dengan taubatan nasuha, taubat yang benar yang diiringi dengan perbaikan diri dengan beramal shalih dengan berbagai macamnya, menyesalinya dan tidak ingin kembali melakukannya maka taubatnya ini akan dapat menghapuskan dosa atas idzin Allah.

Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: ” “. “Orang yang bertaubat dari perbuatan dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa”. (HR. Ibnu Majah)

Allah Subhanahuwataal juga berfirman dalam ayat lain:

“Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman dan mengerjakan amal shalih; maka mereka itulah yang kejahatannya diganti Allah dengan kebaikan, dan Allah maha Pengampun lagi maha Penyayang. Dan barang siapa bertaubat dan beramal shalih maka seseungguhnya dia telah bertaubat kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya “. (QS. Al-Furqan: 70-71)

Senada dengan ayat di atas dalam hadits dikatakan : dari Anas bin Malik r.a. dia berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda,”Allah SWT berfirman, “Wahai anak Adam, sepanjang engkau memohon kepada-Ku dan berharap kepada-Ku, maka akan Aku ampuni apa yang telah kamu lakukan. Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika dosa-dosamu sebanyak awan di langit kemudian engkau meminta ampunan kepada-Ku akan Aku ampuni. Wahai anak Adam, sesungguhnya jika engkau datang membawa kesalahan seluas dunia, kemudian engkau datang kepada-Ku tanpa menyekutukan (tidak syirik), maka Aku dengan sesuatu apapun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebesar itu pula.” (HR. Tirmidzi, menurutnya hadits ini hasan shahih.”)

Pertanyaannya adalah apakah taubatnya itu diterima Allah? Hal itu kembali kepada hak Allah untuk menerima taubat itu atau tidak. Nah agar diterima taubatnya, haruslah taubatan nasuha (taubat yang sungguh-sungguh).

Syarat taubat nasuha yang diterima adalah :

-Berangkat dari ilmu, dia mempelajari ayat-ayat Allah dan kemudian memahami keburukan dari perbuatannya sehingga membenarkan (tashdiq) dan mengimaninya sebagai sebuah perbuatan keji dan mungkar. Dengan cara ini Anda dianggap dulu belum nyadar atau belum tahu.

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. An-Nisaa : 17)

“Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya), sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. An-Nahl : 119)

“Sesungguhnya Allah memberikan kelebihan bagiku dengan memaafkan umatku dalam kesalahan yang tidak disengaja atau lupa dan dipaksa melakukannya” (H.R. Ibnu Majah).

Karena sudah meng-ilmu-i, dan memahami maka kini ia benar-benar menyesali perbuatannya. Terkadang ia benar-benar membenci dan menangis dalam sholatnya menyesali perbuatannya itu. Oleh karena itu Allah sangat mengapresiasi (memberi penghargaan lebih) atas air mata yang tumpah ketika menyesali dosa dalam kesendirian sholat di tengah malam.

“Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu.” (QS. Al-Israa : 109).

Nabi Muhammad SAW juga bersabda. “Tidak akan masuk neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allh sampai air susu kembali ke dalam teteknya. Dan debu di jalan Allh tidak akan berkumpul dengan asap neraka Jahannam”.(H.R. at-Tirmidzi, no. 1633, 2311; an-Nasi 6/12; Ahmad 2/505; al-Hkim 4/260; Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah 14/264).

-Dia berjanji tak akan mengulanginya lagi dan hal ini dibuktikan dengan menjauhi lingkungan atau situasi kondisi yang bisa membawa kembali ke arah perbuatan dosa itu. Jika kembali lagi dan tobat lagi lalu kembali lagi terus menerus demikian maka itu akan dianggap melecehkan Allah dan tidak akan diterima tobatnya.

“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia.” (QS. An-Nisaa : 31).

“Allah memperingatkan kamu agar jangan mengulangi lagi kejadian seperti itu untuk selamanya jika kalian benar-benar orang yang beriman” (QS. An-Nuur : 17)

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.”(QS. Ali Imran : 135)

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman kemudian kafir, kemudian beriman (lagi),lalu kafir lagi, kemudian bertambah kekafirannya, maka sekali-kali Allah tidak akan memberi ampunan kepada mereka, dan tidak (pula) menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (QS. An-Nisaa :137)

“Dia mengimbangi/menimpali dosanya (score negatif) dengan melakukan sebanyak-banyaknya ibadah dan amal sholeh (score positif) agar kelak timbangan kebaikannya melebihi amal buruknya.

“Dirikanlah sholat di kedua tepi siang dan pada bagian permulaan malam. Sesungguhnya amal baik (hasanat) menghapuskan amal buruk (Sayyiaat). Itulah peringatan bagi orang-orang yang mau ingat” (Q.S. Hud : 114)

“..kemudian keburukan mereka Kami ganti menjadi kebaikan” (Q.S. Al Araaf : :95)

“iringilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik maka kebaikan itu akan menghapuskan keburukan itu ” (H.R. At Tirmidzi no. 1978, Ahmad V/153, dihasankan oleh Syaikh Albani dalam Shahiihul Jaamino. 97)

“Seorang lelaki terlanjur mencium wanita ajnabiy (bukan mahram), lalu ia datang kepada Nabi saw. memberitahu hal itu. Maka Allah menurunkan (firman-Nya): Tegakkan sholat pada pagi dan sore, dan pada waktu malam. Sesungguhnya kebaikan itu dapat menghapus keburukan. Maka orang itu bertanya: Apakah hukum ini khusus untukku? Jawab Nabi saw: Untuk semua umatku “. (H.R.Bukhari Muslim Alulu wal Marhan II/ 1758 )

Dari Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdirrahman Muadz bin Jabal r.a., bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah di mana pun kamu berada, iringilah kesalahanmu dengan kebaikan, niscaya ia dapat menghapuskannya dan pergaulilah semua manusia dengan budi pekerti yang baik.” (H.R. Tirmidzi).

-Merahasiakan aibnya dan tidak membeberkan aibnya kepada orang lain. Jika Allah telah menutupi aibnya maka akan murka jika orang tsb justru membuka aibnya sendiri. Dan hal ini bisa menyebabkan tobatnya tidak diterima, karena dianggap melakukan perbuatan dosa secara terang-terangan.

Rasulullah bersabda: “Semua ummatku akan diampuni dosanya kecuali orang yang mujaharah (terang-terangan dalam berbuat dosa) yaitu seorang yang melakukan perbuatan dosa di malam hari, kemudian Allah telah menutupi dosanya itu hingga pagi hari, tapi kemudian dia berkata : wahai fulan semalam saya berbuat ini dan berbuat itu. Padahal Allah telah menutupi dosa tersebut semalaman, tapi di pagi hari dia buka tutup Allah tersebut.” (H.R. Bukhari Muslim)

Musnad Ahmad 21096: Telah bercerita kepada kami Abdullah telah bercerita kepadaku ayahku. telah bercerita kepada kami Abdur Rahman bin Mahdi dan Abu Said keduanya berkata; Telah bercerita kepada kami Za`idah dari Abdul Malik bin Umair. Berkata Abu Said telah bercerita kepada kami Abdul Malik bin Umair dari Abdur Rahman bin Abu Laila dari Muadz bin Jabal berkata;

Seseorang mendatangi Nabi s.a.w. lalu berkata; Wahai Rasulullah! Bagaimana menurut Tuan tentang seseorang yang bertemu dengan seorang wanita yang tidak dikenalnya kemudian ia tidaklah ia menggauli istrinya kecuali pasti bermesraan dengan wanita asing itu namun tidak ia tiduri. Berkata Muadz bin Jabal; Kemudian Allah AzzaWaJalla menurunkan ayat ini, “Tegakkanlah shalat didua ujung siang dan sebagian malam, sesungguhnya kebaikan-kebaikan menghapus kesalahan-kesalahan.”

Berkata Muadz bin Jabal; Kemudian Rasulullah Shallallahualaihiwasallam bersabda padanya; “Berwudhulah kemudian shalatlah.” Berkata Muadz bin Jabal; Saya bertanya; Wahai Rasulullah! Apa khusus untuk dia atau untuk seluruh kaum mu`minin. Rasulullah s.a.w. bersabda; “Untuk seluruh kaum mu`minin.” [ ]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2237745/apakah-dosa-zina-akan-diampuni/#sthash.VhzJRPsB.dpuf

Benarkah Wanita Menopause Tidak Wajib Berjilbab?

MEMANG ada yang berpendapat bahwa wanita yang telah menopause tidak diwajibkan mengenakan jilbab. Pendapat ini merujuk pada ayat dalam surat An-Nur ayat 60:

“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan berhenti mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak bermaksud menampakkan perhiasan, dan berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

Apabila ayat ini dijadikan alasan untuk membolehkan wanita yang sudah menopause untuk tidak menutup aurat maka pendapat tersebut terlalu dipaksakan, sebab yang dimaksud ayat di atas bukan ditujukan pada wanita yang sudah menopause semata, tetapi dimaksudkan untuk kaum wanita menopause yang sudah sangat tua dan pikun, karenanya di ayat itu ada penegasan ‘mereka tidak bermaksud menampakkan perhiasan’.

Kalimat ini menunjukkan bahwa wanita tersebut melakukannya karena pikun. Menurut hemat saya, untuk zaman sekarang, sangat banyak wanita yang sudah menopause tapi penampilannya masih fresh dan tidak pikun.

Dengan demikian, wanita yang sudah menopause tapi masih berakal sehat alias tidak pikun, bahkan masih berpenampilan fresh masih tetap wajib menutup aurat sesuai ketentuan yang termaktub dalam Surat Al Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31 walaupun mereka sudah tua.

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’.” (QS Al-Ahzab ayat 59)

“Katakanlah kepada wanita yang beriman, ‘Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) tampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya’.” (QS An-Nur ayat 31)

Wallahu a’lam. [Ustadzah Nurdiana/iman-manis]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296347/benarkah-wanita-menopause-tidak-wajib-berjilbab#sthash.vxbR9YDI.dpuf

Kerakusan Seorang Saudagar

“PERGI kau dari sini! Pengemis tua sepertimu tidak pantas menginjakkan kaki di rumah ini,” ucap seorang pengawal yang menjaga rumah mewah tersebut.

Pemilik dari bangunan megah bak istana raja tersebut adalah seorang saudagar yang sangat kaya dan memiliki bisnis yang sukses. Menurut cerita, seluruh tanah yang ada di sekitar tempat tinggalnya di salah satu wilayah kota Baghdad tersebut adalah miliknya. Sang saudagar juga memiliki pengawal dan pelayan yang setia. Kemanapun ia pergi, ia selalu diiringi dengan kendaraan mewah. Namun, masyarakat di sana begitu membencinya, karena ia begitu rakus dan pelit.

Hingga pada suatu hari seorang pengemis yang ingin mengharapkan sebagian dari rezekinya datang, lalu justru diusir oleh para pengawalnya. Tentu saja hal ini membuat sang pengemis tua bersedih hati. Ia pun berdoa kepada Allah agar kekayaan dicabut dari saudagar yang rakus tersebut. “Ya Allah, hamba mohon cabutlah harta yang Engkau titipkan pada saudagar ini. Sesungguhnya ia telah menyengsarakan orang lain karena hartanya.”

Benar saja. Allah mengabulkan doa sang pengemis tua yang teraniaya. Waktu bergulir dan bisnis saudagar tersebut mengalami kerugian sampai akhirnya bangkrut dan jatuh miskin. Ia pun ditinggalkan oleh keluarga yang selama ini tidak menerima perhatian dan kasih sayangnya. Saudagar tersebut mulai hidup menggelandang dan mencari belas kasihan dari orang lain. Lalu, tak jarang pula orang mengacuhkannya.

Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita untuk senantiasa tersadar bahwa harta kekayaan yang kita miliki adalah titipan dari Allah swt. Kita harus ingat bahwa di sana ada hak-hak orang lain, seperti anak yatim dan fakir miskin, yang harus dipenuhi. []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2294913/kerakusan-seorang-saudagar#sthash.EMywz03h.dpuf

Berilah Kailnya, Bukan Ikannya

PERNAH dikisahkan bahwa ada seorang yang kaya raya dan juga dermawan tinggal di kota Baghdad bernama Ayub. Karena sifatnya yang senang memberi, banyak pengemis mendatangi rumahnya setiap hari untuk meminta sedekah. Namun, suatu hari istrinya, Zainab, berpikir bahwa apa yang telah dilakukan suaminya telah memanjakan para pengemis tersebut.

“Zainab istriku, bersedekah tidak akan mengurangi harta kita.”

“Namun jika sedekah membuat mereka malas dan keenakan, bukankah tidak ada manfaatnya?”

Ayub pun memikirkan ucapan istrinya. Namun, ia masih memberikan sedekah kepada pengemis yang datang ke rumahnya. “Belilah makanan. Semoga perutmu kenyang.”

“Terima kasih, tuan. Semoga Allah membalas kebaikanmu,” ucap salah seorang pengemis.

Ayub masih melakukan sedekah di hari-hari berikutnya. Sampai kemudian ia pulang dari pasar dengan membawa begitu banyak barang dagangan. Saat matahari mulai bergerak kearah barat, para pengemis mulai berdatangan ke rumahnya. Kali ini, bukan sedekah seperti biasa yang ia berikan, melainkan sekotak barang dagangan.

“Kau bisa menjual barang dagangan ini, sehingga kau tidak lagi terus mengemis. Belajarlah berdagang dan tidak menggantungkan hidupmu dan keluargamu dari sedekah.” Ayub menjelaskan ketika seorang pengemis terheran dengan pemberian Ayub.

Pengemis itu pun terharu dan bersyukur. Sejak itu mereka berhenti mendatangi rumah Ayub, karena mereka telah memiliki sumber rezeki yang jauh lebih baik.

Fenomena pengemis yang suka meminta-minta masih dapat dengan mudah kita jumpai. Sesungguhnya kisah ini mengingatkan kita bahwa memberi sedekah berupa uang ibarat memberikan ikan kepada seseorang yang dapat membuatnya malas. Alih-alih membuat mereka tidak berusaha, berikan saja kail yang bisa membantu mereka mau berusaha untuk memperoleh sumber rezeki dengan jalan yang lebih mulia. []

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2297452/berilah-kailnya-bukan-ikannya#sthash.CBswqMqd.dpuf

Marilah Berinvestasi dengan Cerdas dan Tepat

KATA sebagian hukama’, manusia itu ada tiga jenis. Manusia yang bagai makanan pokok, manusia yang bagaikan obat dan manusia yang bagaikan penyakit

Yang bagai makanan pokok adalah manusia yang dibutuhkan setiap saat, yang bagai obat adalah manusia yang dibutuhkan hanya ketika sakit, sementara yang bagai penyakit adalah manusia yang tidak disuka kapanpun dan dimanapun.

Demikian perumpamaan penuh makna yang bisa kita kutip dari kitap Siyar A’lam al-Nubala’ juz 10 halaman 282. Alangkah indahnya jika hidup kita senantiasa punya makna bagi kehidupan orang lain, minimum dibutuhkan untuk suatu saat tertentu. Jangan sampai kita menjadi penyakit yang tak disuka siapapun dan kapanpun karena hadirnya adalah selalu merugikan dan meresahkan.

Setiap kita dianugerahi kelebihan-kelebihan. Marilah kita coba mensyukuri nikmat itu dengan cara mejadikan kelebihan-kelebihan itu memiliki manfaat lebih, manfaat yang terus mengalir bahkan sampai pada masa setelah kematian kita.

Mereka yang berorientasi dunia secara cerdas menginvestasikan kelebihan hartanya untuk masa pensiun dan kehidupan anak cucunya. Mereka yang berorientasi akhirat secara tepat menginvestasikan kelebihan-kelebihannya untuk masa depan abadinya, bukan hanya untuk diri dan anak cucunya melainkan pula untuk kedua orang tuanya dan nenek moyangnya.

Manakah yang lebih hebat dari kedua model manusia di atas? Yang paling bodoh adalah mereka yang menghabiskan apa yang dimilikinya adalah hanya untuk perutnya untuk kemudian dibuang dalam WC atau toiletnya dan tak berkesempatan bertemu lagi dengannya setelah semua digunakannya. Marilah berinvestasi dengan cerdas dan tepat, semoga kehidupan penuh berkah dan rahmah saat ini dan akan datang. Salam, AIM@PondokPesantrenKota Alif Laam Miim Surabaya. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2296503/marilah-berinvestasi-dengan-cerdas-dan-tepat#sthash.5ohPaDMx.dpuf