Niat Puasa Cukup di Awal Ramadhan atau Setiap Hari?

Niat adalah termasuk syarat sahnya puasa. Seorang yang tidak berniat, maka puasanya tidak sah. Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar biasa. Menahan lapar bisa jadi hanya sekadar kebiasaan, dalam rangka diet, atau karena sakit sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah.

Namun, satu hal yang perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan sesuatu dan niat letaknya di hati [1]. Semoga Allah Ta’ala merahmati Imam An-Nawawi Rahimahullah, ulama besar Syafi’iyah yang mengatakan, “Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para ulama”[2].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan, “Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di hatinya tanpa ia lafazkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah berdasarkan kesepakatan para ulama” [3].

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahullah menjelaskan pula, “Siapa saja yang menginginkan melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya. Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.”[4]

Wajib Berniat sebelum Fajar

Dalilnya adalah hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma dari Hafshah Radhiyallahu ‘anha, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ لَمْ يُجْمِعِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلاَ صِيَامَ لَهُ

Barangsiapa siapa yang tidak berniat sebelum fajar, maka puasanya tidak sah.”[5]

Syarat ini adalah syarat puasa wajib menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah dan Hambali. Yang dimaksud dengan berniat di setiap malam adalah mulai dari tenggelam matahari hingga terbit fajar. [6]

Adapun dalam puasa sunnah boleh berniat setelah terbit fajar menurut mayoritas ulama. Hal ini dapat dilihat dari perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dalil masalah ini adalah hadits ‘Aisyah ketika beliau berkata, “Pada suatu hari, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menemuiku dan bertanya, “Apakah kamu mempunyai makanan?”, kami menjawab, “Tidak ada.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Kalau begitu, saya akan berpuasa.” Kemudian beliau datang lagi pada hari yang lain dan kami berkata, “Wahai Rasulullah, kita telah diberi hadiah berupa hais (makanan yang terbuat dari kurma, samin dan keju).” Maka beliau pun berkata, “Bawalah kemari, sesungguhnya sejak pagi aku berpuasa.”[7]

Imam An-Nawawi r mengatakan, “Ini adalah dalil bagi mayoritas ulama, bahwa boleh berniat di siang hari sebelum waktu zawal (matahari bergeser ke barat) pada puasa sunnah”[8].

Di sini disyaratkan bolehnya niat di siang hari yaitu sebelum melakukan pembatal puasa. Jika ia sudah melakukan pembatal sebelum niat (di siang hari), maka puasanya tidak sah. Hal ini tidak ada perselisihan di dalamnya [9].

Niat Cukup Sekali di Awal atau Tiap Hari?

Dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama kita.

Pendapat pertama, menyatakan bahwa niat cukup sekali di awal bulan. Ini adalah pendapat ulama Malikiyah. Pendapat ini juga dipilih Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin. Beliau berkata, “Cukup dalam seluruh bulan Ramadhan kita berniat sekali di awal bulan, karena walaupun seseorang tidak berniat puasa setiap hari pada malam harinya, semua itu sudah masuk dalam niatnya di awal bulan. Tetapi jika puasanya terputus di tengah bulan, baik karena bepergian, sakit dan sebagainya, maka dia harus berniat lagi, karena dia telah memutus bulan Ramadhan itu dengan meninggakan puasa karena perjalanan, sakit dan sebagainya” [10].

Pendapat kedua, niat ini harus diperbaharui setiap harinya. Ini adalah pendapat jumhur (mayoritas) ulama. Alasannya, karena puasa setiap hari di bulan Ramadhan masing-masing hari berdiri sendiri, tidak berkaitan satu dan lainnya, dan tidak pula puasa di satu hari merusak puasa hari lainnya. Hal ini berbeda dengan rakaat dalam shalat.[11]

Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hafidzahullah berkata, “Puasa bulan Ramadhan wajib di lakukan dengan berniat pada malam harinya, yaitu seseorang harus telah berniat puasa untuk hari itu sebelum terbit fajar. Bangunnya seseorang pada akhir malam kemudian makan sahur menunjukkan telah ada niat pada dirinya (untuk berpuasa). Seseorang tidaklah di tuntut melafadzkan niatnya dengan berucap: “Aku berniat puasa (hari ini)”, karena yang seperti ini adalah bid’ah, tidak boleh dikerjakan! Berniat puasa selama bulan Ramadhan haruslah dilakukan setiap hari, karena (puasa pada) tiap-tiap hari (di bulan itu) adalah ibadah yang berdiri sendiri yang membutuhkan niat. Jadi, orang yang berpuasa harus berniat dalam hatinya pada masing-masing hari (dalam bulan itu) sejak malam harinya. Kalau misalnya dia telah berniat puasa pada malam harinya kemudian dia tertidur pulas hingga baru terbangun setelah terbitnya fajar, maka puasanya sah, karena dia telah berniat sebelumnya. Wallahu a’lam”[12]. [AW/Tutorial Ramadhan]

 

sumber: PanjiMas

Menipu Jamaah dari Atas Mimbar Masjid

Peristiwa berikut terjadi di Kuwait. Bukan di Indonesia. Salah satu negara kaya di Teluk itu beberapa waktu lalu ramai memperbincangkan tentang seseorang — media al Sharq al Awsat tidak menyebutkan namanya — yang memanfaatkan mimbar masjid untuk mengumpulkan infaq dan sedekah.

Sampai di sini tentu tidak ada persoalan. Bukankah mimbar masjid memang diperuntukkan bagi para ulama, kiai, ustad atau siapa saja, untuk menyampaikan dakwah? Menyerukan pada kebaikan dan menyampaikan larangan untuk berbuat kemungkaran? Termasuk menghimbau kepada umat untuk berinfak, berwakaf, dan bersedekah di jalan Allah SWT?

Yang jadi masalah, orang tersebut memanfaatkan mimbar masjid untuk menipu jamaah. Caranya, dengan mengatasnamakan sebuah lembaga ia lalu mengumpulkan dana dari para jamaah masjid, yang ia katakan untuk menyantuni para fakir-miskin, yatim piato atau untuk membantu pihak mana saja yang membutuhkan. Namun, dana bantuan yang telah terkumpul ternyata untuk kepentingan diri sendiri. Untung saja kedoknya terbongkar. Orang ini pun ditangkap yang berwajib.

Yang lebih gila dari orang ini, penipuan dengan memanfaatkan mimbar masjid ini bukan hanya dilakukan terhadap satu kelompok atau komunitas. Di komunitas sufi ia mengaku sebagai mursyid. Lalu mengumpulkan dana bantuan dari kolompok ini. Kali ini ia katakan untuk membantu para pengungsi Suriah dan Irak.

Setelah itu ia pindah ke komunitas Suni lainnya. Ia sempat memberikan ceramah di tiga mimbar masjid Suni ini. Tentu saja diakhiri dengan pengumpulan dana dari para jamaah yang ia katakan untuk membantu mereka yang membutuhkan. Kali  ini untuk para fakir miskin di Afghanistan.

Terakhir ia sempat berpakaian jubah hitam dan mengaku sebagai imam Syiah. Ia pun memberikan ceramah di komonitas-komunitas Syiah di Kuwait. Ujungnya, sekali lagi, ia pun mengumpulkan dana dari para jamaah. Kali ini, ia mengaku untuk membantu para pejuang al Khouthi di Yaman.

Seandainya di Kuwait ada gereja pun, kata pengamat Timur Tengah, Abdul Rahman al Rasyid, yang menulis cerita ini, orang seperti itu pun akan berlagak laiknya pendeta. Ia akan berbicara di depan jemaat dan mengumpulkan dana yang ia katakan untuk membantu orang-orang miskin padahal untuk diri sendiri.

Ya, menipu dengan mengatasnamakan agama adalah hal yang mudah dan ‘barang dagangan’ yang sangat menguntungkan. Bukan hanya terbatas pada penipuan dana, tapi juga ‘mencuri atau mencuci’ otak umat Islam dan anak-anak mereka.

Saksikanlah berapa banyak pemuda dari seluruh dunia yang telah menyabung nyawa mereka atas nama jihad. Mereka rela meninggalkan rumah dan orang tua demi berperang di Irak, Suriah, Afghanistan, Libia, Yaman, Filipina, dan seterusnya. Mereka kemudian bergabung dengan ISIS, Alqaida, dan kelompok-kelompok teroris lainnya. Semua itu bukti nyata betapa mudahnya mereka tertipu oleh propaganda orang-orang yang mengatasnamakan jihad. Mengatasnakamakan agama. Sementara itu mereka kini tidak tahu apa yang harus diperbuat ketika terjebak dalam perang yang tidak ada ujung-pangkalnya.

Cerita paling terkenal adalah apa yang diperankan oleh seorang dai Suriah yang dikenal dengan nama alias Abu al Qaqa. Selama bertahun-tahun ia menjadi semacam agen pencari calon ‘pejuang’ dari berbagai negara untuk dikirim berperang di Irak. Ia pula yang mengatur perjalanan mereka, mengawasi keberadaan selama di Irak, dan melatih perang sebelum mereka diterjunkan dalam perang beneran. Namun, peran yang paling penting dari Abu al Qaqa adalah bagaimana mencuci otak para pemuda itu untuk dijadikan martir di Irak.

Pada 2007 Abu al Qaqa terbunuh. Di mata pengikutnya mungkin ia dianggap sebagai pahlawan. Namun, sebenarnya ia hanyalah perwira menengah interjen Suriah. Namanya Mahmoud Agassi.

Ya, agama memang menyangkut kepercayaan, keimanan, dan keyakinan hidup seseorang. Apalagi ia juga terkait dengan surga dan neraka. Karena itu agama sangat rawan untuk disalah-gunakan oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab. Ia sangat berpotensi untuk dimanfaatkan para penipu berkedok agama, para petualang perang, dan para politisi haus kekuasaan.

Apa yang terjadi di negara-negara Timur Tengah sana tentu menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita di sini. Penyalahgunaan dan penipuan dengan kedok agama juga sangat rawan terjadi. Saksikanlah orang-orang Indonesia yang telah bergabung dengan kelompok yang mengklaim sebagai Negara Islam di Irak dan Suriah sana. Juga mereka yang menjadi anggota kelompok-kelompok teroris. Mereka menghalalkan segara cara, termasuk membunuh sekali pun.

Lalu, negara Islam macam apa yang akan mereka dirikan? Apa yang dilakukan oleh kelompok teroris jelas tidak ada hubungannya dengan Islam. Saya yakin mereka yang bergabung dengan kelompok teroris sebagian besar hanya tertipu oleh propaganda orang-orang yang berkedok jihad/agama. Namun, kepentingan sebenarnya adalah kekuasaan. Tidak ada hubungannya dengan agama.

Lalu bagaimana dengan zakat, infaq, sedekah, wakaf, dan amalan derma lainnya? Agama memerintahkan kita untuk berjihad fi sabilillah dengan harta dan jiwa. Bahkan banyak ayat Alquran yang menyandingkan keimanan dengan infak (termasuk sedekah dan wakaf) dan zakat.

‘‘Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapatkan bahagian.” (QS. Adz-Dzariyat: 19). ‘’Hai orang-orang yang beriman, keluarkanlah/nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.’’ (QS. Al-Baqarah: 267).

Kerelaan umat untuk berjuang dengan harta — dan bahkan jiwa — adalah salah satu kunci kemajuan umat Islam dari dulu hingga sekarang. Banyak masjid yang dibangun dengan swadaya masyarakat. Juga perguruan tinggi, sekolah-sekolah, pesantren, rumah sakit, dan sebagainya. Bahkan Al Azhar di Mesir yang sangat terkenal itu merupakan hasil dari wakaf. Begitu pula Pondok Modern Gontor di Jawa Timur itu.

Namun, yang perlu terus kita ingatkan — wa tawashou bil haq wa tawashou bi al sobr — adalah jangan sampai kita tidak amanat dengan dana umat yang telah berhasil kita kumpulkan. Entah itu dari infak, sedekah, zakat, wakaf ataupun CSR dan sumbangan lainnya.

Kita sudah sering menyaksikan berapa banyak aset-aset yayasan — berupa institusi sosial, pendidikan dan agama — yang didapat dari sumbangan masyarakat, kemudian jadi rebutan antar-anggota keluarga atau antar-pengurus yayasan sendiri. Juga tidak sedikit aset-aset yayasan yang mustinya berstatus wakaf yang kemudian diantasnamakan sebagai milik pribadi, keluarga, saudara, dan anak-anak.

Selain itu ada pula lembaga-lembaga sosial yang bangga dengan apa yang telah mereka kumpulkan. Namun, tidak jelas berapa orang yang telah berhasil mereka entaskan dari kemiskinan? Tak ada data berapa murid dan mahasiswa miskin yang telah sukses mereka antarkan menjadi sarjana. Berapa orang sakit yang telah mereka bantu? Berapa banyak pengusaha kecil yang telah mereka bantu agar berputar roda perekonomiannya?

Karena itu, demi menghindari su-u al dzonn atau buruk sangka, dan apalagi penipuan, sebaiknya setiap lembaga sosial yang mengumpulkan dana dari masyarakat harus dilakukan audit. Hasil audit ini lalu dilaporkan kepada masyarakat secara berkala, persis seperti yang dilakukan takmir masjid yang melaporkan keuangannya sebelum khutbah Jumat.

Selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan!

 

Oleh : Ikhwanul Kiram Mashuri

sumber: Republika Online

Amalan Rasulullah pada Bulan Ramadhan

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Anwar Abbas mengatakan, begitu banyak amalan yang dicontohkan Rasulullah dalam mengisi hari-hari di bulan Ramadhan. Amalan yang paling utama adalah menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Sementara amalan-amalan lainnya adalah tadzarus, i’tiqaf, memperbanyak sedekah, memperbanyak berdzikir dan berdoa, mengejar laillatul qadar dan yang paling utama adalah shalat malam yang salah satunya adalah shalat Teraweh.

“Bahkan kalau kita mempunyai uang ya lebih bagus pergi ke Makkah sana. Shalat di depan Ka’bah sana karena shalat di sana kan sama dengan 1000 kali shalat di tempat lain,” kata dia.

Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain berpendapat, Rasulullah pada hari-hari terakhir di bulan Ramadhan membiasakan diri beri’tikaf di masjid. Beliau tidak pulang ke rumah selama 10 hari terakhir. Rasul juga meningkatkan Membaca Alquran.

“Biasanya nabi menamatkan tadarus bersama Jibril AS pada malam-malam terakhir ramadhan. Beliau juga memperbanyak dzikir dan doa yang di antara doa yang dianjurkan nabi untuk banyak dibaca pd 10 malam terakhir ramadhan adalah dua, yakni, ‘Allahumma inni as-aluka ridhoka waljannata wa a’dzubika min sakhotika wa annaru’ serta ‘Allahumma innaka ‘afuwun Karim tuhibbu al afwa fa’fu ‘Anna ya Karim,’” kata Tengku.

Lebih jauh Tengku memaparkan, ada beberapa cara yang mesti dijalankan agar semangat ibadah kita tetap terjaga hingga akhir Ramadhan. Cara yang pertama adalah ibadah mesti didasarkan pada Iman sebab jika didasarkan pada nafsu, maka semakin akhir Ramadhan semakin lemah.

“Karen nafsu hancur jika ditempa degan ibadah. Lain halnya jika ibadah didasarkan pada Iman, semakin akhir Ramadhan, Iman akan semakin kokoh dan amal akan semakin banyak. Sebab, iman semakin ditempa degan ibadah maka akan semakin kuat dan kokoh,” tambah dia.

 

sumber: Republika Online

Mencium Pasangan dalam Keadaan Puasa

Apa hukumnya mencium pasangan bagi orang yang sedang menjalankan ibadah puasa? Bagaimana pula dengan hukumnya bersentuhan bagi orang yang berpuasa?

Seperti diriwayatkan Asy Syaikhan, Abu Daud, dan At Turmudzi, Aisyah Ra berkata bahwa Rasulullah SAW mencium dalam keadaan puasa dan bersentuhan dalam keadaan puasa.

‘’Namun yang paling kuat di antara kalian ialah yang paling mampu mengekang nafsunya,’’  kata Aisyah Ra seperti diriwayatkan Asy Syaikhan, Abu Daud, dan At Turmudzi.

Mencicipi makanan juga dibolehkan bagi orang yang berpuasa. Tapi, hal tersebut dibolehkan selama makanan tidak sampai masuk kerongkongan.

‘’Tidak dilarang mencicipi cuka atau lainnya, selama tidak memasuki kerongkongan orang berpuasa,’’ demikian riwayat Ibnu Abbas Ra dalam kitab shahih Al Bukhari.

Hal ini terikat syarat bahwa makanan yang dicicipi tersebut tidak sampai memasuki kerongkongan. (Sumber: Berpuasa seperti Rasulullah terbitan Gema Insani)

 

 

sumber: Republika Online

4 Keutamaan Ramadhan

Ibnu Al-Qayyim mengatakan dalam Zad al-Ma`ad, Fakta bahwa bulan Ramadhan adalah di atas semua bulan lainnya, dan sepuluh malam terakhir lebih unggul malam-malam lainnya.

Berikut adalah empat keutamaan bulan Ramadhan yang dilansironislam.net:

1. Di dalamnya terdapat malam terbaik, Lailatul Qadar
Allah SWT berfirman,  “Sesungguhnya Kami telah menurunkanya (Al-Quran) pada malam kemuliaan. Dan taukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari 1.000 bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhanya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh dengan kesejahteraan sampai terbit fajar” (Al-Qadr 97:1-5).

2. Bulan diturunkanya Alquran.
Allah SWT berfirman, “bulan Ramdhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai pentunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petuntuk itu dan pembeda antara yang hak dengan yang bathil” (Al-Baqarah 2: 185).

3. Pintu-pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup serta setan dibelenggu. “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a bahwa Rasulullah mengatakan, “Ketika Ramadhan tiba, pintu surga dibuka dan pintu-pintu neraka ditutup, dan setan yang dimasukkan ke dalam penjara.”(HR Al-Bukhari dan Muslim).

4. Ada banyak jenis ibadah di bulan Ramadhan, seperti puasa, berdoa Qiyam Al-Layl, memberi makan orang miskin, melakukan i`tikaf, memberikan amal, dan membaca Alquran. Semua ibadah tadi ribadatan akan dilipatgandakan balasannya.

 

 

sumber: Republika Online

Capai Kasih Sayang Allah dengan Melakukan Hal Ini

Memasuki bulan suci Ramadhan 1437 H/2016, Ustaz Bendri Jaisyurrahman dari Ar-Rahman Qur’anic Learning (AQL) menghimbau kepada seluruh umat Islam agar mempersiapkan diri tidak hanya lahiriah tetapi juga rohaniah.

Sebab, Ramadhan merupakan bulan penuh kemuliaan yang harus dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.

“Jangan sampai kita gagal untuk meraih ridha dan kasih sayang Allah SWT,” kata Bendri saat dihubungi Republika, Rabu (1/6).

Secara rohaniah, Bendri mengatakan, umat Islam harus memperkuat tingkat ketaatannya kepada Allah SWT selama bulan Ramadhan melebihi ketaatan di bulan-bulan sebelumnya. Untuk mencapai ketaatan tersebut harus dengan meminta pertolongan Allah SWT.

Salah satunya dengan memperbanyak doa dan istighfar agar hatinya bersih. Orang-orang yang tidak bisa membersihkan hatinya maka tidak ada perbedaan memasuki bulan Ramadhan dengan bulan-bulan lain.

Selain persiapan rohaniah, umat Islam juga diminta mempersiapkan manajemen waktu. Jangan sampai waktu yang seharusnya untuk fokus beribadah malah justru berantakan karena sibuk dengan urusan duniawi seperti lembur pekerjaan.

Menurut Bendri, sangat rugi sekali mereka yang menghabiskan waktu malamnya di bulan Ramadhan untuk urusan duniawi. Sebab, malam-malam Ramadhan merupakan malam yang baik untuk beribadah.

“Urusan pekerjaan sebaiknya diselesaikan sebelum memasuki ramadhan. Di bulan ramadhan ini sebisa mungkin mengurangi aktivitas berbau duniawi terutama pada 10 hari terakhir,” jelas Bendri.

Mempersiapkan kondisi keluarga menjadi salah satu agenda penting yang harus dilakukan menjelang Ramadhan. Masing-masing anggota keluarga harus saling mendukung dalam mencapai kasih sayang dan ridha Allah di bulan Ramadhan.

Sementara bagi yang memiliki anak usia dini, menurut Bendri, bulan Ramadhan adalah momen yang tepat untuk mengajarkan ibadah puasa. Anak-anak harus disosialisasikan sejak jauh hari agar dapat beradaptasi dengan kondisi puasa. Ini penting karena puasa dapat melatih anak menahan hawa nafsu dan mengendalikan diri.

Memasuki Ramadhan, Bendri mengatakan, akan lebih baik untuk mempersiapkan harta. Hal ini perlu juga dilakukan agar selama bulan Ramadhan umat Islam tidak lagi disibukkan dengan kebutuhan duniawi. Umat Islam harus sudah mulai membuat perencanaan anggaran selama bulan Ramadhan.

“Ini tujuannya agar ibadah selama Ramadhan bisa dijalankan dengan khusyuk dan maksimal,” tutup dia.

 

sumber: Republika Online

Kisah Orang Puasa yang Khilaf Hubungan Intim

Bersetubuh, yang dilakukan dengan sengaja, sudah dipastikan membatalkan ibadah puasa. Siapa yang puasanya dirusak dengan persetubuhan, maka ia harus mengganti puasanya (qadha) dan membayar kifarat.

Seperti diriwayatkan Abu Hurairah Ra dalam Al Bukhari (11/516), Muslim (1111) dan At Turmudzi (724), ada seorang laki-laki datang menemui Rasulullah SAW lalu berkata:

‘’Celaka saya, ya Rasulullah!!’

‘’Apa yang membuatmu celaka?’’

‘’Saya terlanjur bersetubuh dengan istri saya.’’

‘’Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?’’

‘’Tidak.’’

‘’Apakah kamu mampu memberi makan 60 orang miskin?’’

‘’Tidak.’’

‘’Kalau begitu, duduklah!’’

Kemudian Nabi Muhammad SAW pergi dan kembali membawa sewadah kurma. Rasul kemudian memerintahkan lelaki tersebut.

‘’Sedekahkan kurma ini kepada fakir miskin!’’

‘’Apakah ada orang yang lebih miskin dari kami?’’

Kemudian Rasulullah SAW tertawa lebar sehingga gigi taringnya terlihat. Beliau kemudian bersabda,’’Kalau begitu, pergilah dan berikan kurma itu kepada keluargamu.’’ (Sumber: ‘Berpuasa seperti Rasulullah’ terbitan Gema Insani)

 

sumber:Republika Online

Zakat Tubuh adalah Puasa

Segala sesuatu menuntut dikeluarkan zakatnya. Harta, ilmu, hadis, rumah, mobil, tubuh, dan sebagainya. Zakat harta adalah mengeluarkan sebagiannya (2,5 persen -20 persen) untuk orang-orang yang berhak menerima.

Zakat ilmu adalah mendakwahkan ilmu itu kepada orang lain. Zakat (mempelajari) hadis adalah mengamalkannya walau hanya sekali. Zakat rumah ialah merenovasinya atau mengecatnya paling tidak. Zakat kolam adalah dikuras dan dibersihkan. Zakat mobil adalah diservis dan direparasi. Sedangkan, zakat tubuhadalah berpuasa, diet, dan berpantang untuknya.

Rasulullah SAW bersabda, “Segala sesuatu ada zakatnya danzakat tubuh adalah puasa.” (HR. Ibnu Majah)

Zakat menurut bahasa berarti ‘suci, subur, berkah, bagus, terpuji, meningkat, dan berkembang’. Sesuai dengan arti ini, gala sesuatu yang telah dikeluarkan zakatnya, maka akan menjadi suci, subur, berkah, bagus, terpuji, berkembang, dan meningkat.

Tubuh misalnya, bila telah dizakati dengan puasa, maka tubuh akan menjadi sehat, bersih, bagus, subur, berseri-seri, dan indah, karena puasa meningkatkan daya serap makanan, menyeimbangkan kadar asam dan basa dalam tubuh, meningkatkan fungsi organ reproduksi, meremajakan sel-sel tubuh, dan membuat kulit lebih sehat dan berseri.

SUMBER: PUSAT DATA REPUBLIKA

Mengapa Rasul Memilih Berbuka dengan Kurma dan Air?

Dari Anas bin Malikradhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka dengan ruthab (kurma muda) sebelum shalat, jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan kurma, jika tidak ada kurma, beliau minum dengan satu tegukan air.” (HR Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah).

Banyak manfaat yang terkandung dalam kurma. Salah satunya, membantu proses pencernaan makanan berlangsung lebih baik dan efisien. Sehingga mampu meringankan kerja sistem pencernaan seseorang.

Kurma mengandung kadar gula alami yang cukup tinggi (glukosa, sukrosa dan fruktosa) yang bermanfaat untuk mengembalikan energi tubuh yang terkuras.

Serat dalam kurma membantu melancarkan proses pembuangan melalui usus dan mencegah kolesterol jahat LDL terserap bersama zat-zat kimia penyebab kanker. Zat besi dalam kurma merupakan komponen utama dalam pembentukan hemoglobin dalam darah merah, menentukan keseimbangan oksigen di dalam darah.

Sementara, Vitamin B di dalam kurma dapat diserap retina dan mampu mengoptimalkan fungsi filter cahaya dan melindungi dari degenerasi makular. Vitamin A dan K melindungi mata dan menjaga kulit tetap sehat.

Dengan memberi sesuatu yang manis (kurma) pada perut yang kosong, maka tubuh akan lebih siap menerima dan mendapatkan manfaatnya, terutama tubuh yang sehat, akan bertambah kuat dengannya. Dan bahwasanya puasa itu menghasilkan keringnya tubuh, maka air akan membasahinya, hingga sempurnalah manfaat makanan.

Bila tidak ada kurma, Rasul pun memberikan alternatif pilihan bagi umatnya untuk berbuka puasa dengan seteguk air (air putih). Dalam ilmu kesehatan, air putih pun memiliki manfaat yang sangat besar bagi kondisi tubuh manusia. Manfaat pertama, air putih penangkal racun alami di dalam tubuh.

Air putih akan membantu membuang racun-racun yang ada dalam tubuh anda melalui urine yang anda keluarkan. Untuk itulaha, minum air putih 2-3 liter perhari sangat dianjurkan untuk tubuh anda.

Manfaat kedua, air putih mampu membantu melancarkan sistem pencernaan. Sama seperti halnya kurma, air putih juga ikut membantu proses pencernaan makanan yang kita makan berjalan dengan baik. Sehingga sangat dianjurkan minum air putih yang cukup bagi tubuh kita.

Semoga dengan menu berbuka puasa sehat yang dianjurkan Rasulullah Saw tersebut, dapat menjadi kebiasaan baik yang selalu diterapkan umat muslim di seluruh penjuru dunia ketika saat berbuka puasa. Selamat mencoba. 

Sumber: Diolah dari Berbagai Sumber

Pemikiran Sukarno Tentang Islam Saat Diasingkan

Sudah berkali-kali Sukarno diasingkan. Salah satu yang menjadi tempat pembuangannya adalah Endeh, Flores (1934-1941). Selama dalam pengasingan, ia rutin menyurati Ustaz A Hasan, pemimpin Persatuan Islam (Persis) di Bandung, yang bersimpati kepada dia.

Surat-surat yang ditulis Sukarno itu menjadi pengobat kesepian dalam pengasingan lantaran ia hanya ditemani istrinya Inggit Ganarsih (setelah ia menceraikan Utari, putri Haji Oemar Said Tjokroaminoto), anak angkatnya, dan mertuanya.

Pada 18 Agustus 1936, dari Endeh Sukarno menuangkan pemikirannya tentang Islam, ”….Tetapi apa jang kita ‘tjutat’ dari Kalam Allah dan Sunnah Rasul itu? Bukan apinja, bukan njalanja, bukan flamenja, tetapi abunja, debunja, asbesnja. Abunja jang berupa tjelak mata dan sorban, abunja yang yang mentjintai kemenjan dan tunggangan onta, abunja jang bersifat Islam mulut dan Islam-ibadat —zonder taqwa, abunja jang cuma tahu batja Fatihah dan tahlil sahaja— tetapi bukan apinja jang menjala-njala dari udjung zaman jang satu ke udjung zaman jang lain ….”

Dalam 12 pucuk suratnya, Sukarno memperlihatkan keresahan, kerisauan, dan keprihatinan melihat umat Islam yang dihinggapi penyakit kekolotan, kejumudan. Islam, menurut dia, agama yang tidak pernah membedakan harkat dan derajat manusia.

Ia mengkritik keras kaum sayid, yang disebutnya sebagai pengeramatan atas manusia dan telah menghampiri kemusyrikan. “Tersesatlah orang yang mengira bahwa Islam mengenal suatu ‘aristokrasi Islam’. Tiada satu agama yang menghendaki kesamarataan lebih daripada Islam. Pengeramatan manusia adalah salah satu sebab yang mematahkan jiwanya suatu agama dan umat, oleh karena pengeramatan manusia itu melanggar tauhid. Kalau tauhid rapuh, datanglah kebencanaan,” tulis Sukarno.

 

Kritik Mubaligh

Dalam suratnya yang lain, Sukarno menulis: Demi Allah, Islam science bukan hanya pengetahuan Alquran dan hadis saja. Islam science adalah pengetahuan Alquran-hadis plus pengetahuan umum! Orang tidak akan dapat memahami betul Alquran dan hadis kalau tidak berpengetahuan umum.

Walau tafsir-tafsir Alquran yang masyhur dari zaman dulu —yang orang sudah beri titel ‘keramat’, seperti tafsir Al-Baghowi, tafsir Al-Baidhowi, tafsir Al-Mashari— masih bercacat sekali; cacat-cacat yang saya maksudkan ialah, misalnya bagaimanakah orang bisa mengerti betul-betul firman Tuhan, bahwa segala sesuatu itu dibikin oleh-Nya, berjodoh-jodohan, kalau tidak mengetahui biologi, tak mengetahui elektron, tak mengetahui positif negatif, tak mengetahui aksi reaksi? Bagaimanakah mengerti ayat-ayat yang yang meriwayatkan Iskandar Zulkarnain, kalau tak mengetahui sedikit history dan archaeologi.

Sukarno berharap mubaligh-mubaligh berilmu tinggi. Ia memuji M Natsir —salah seorang murid Hassan— yang pada hari kemudian berpolemik keras dengannya tentang Islam dan politik. Sebaliknya, Sukarno secara keras mengkritik mubaligh-mubaligh yang tidak bisa memadukan pengajaran Islam dengan pengetahuan modern itu.

Ia menulis surat kepada Ustaz Hassan: Tanyalah kepada itu ribuan orang Eropa yang masuk Islam di dalam abad ke-20 ini. Dengan cara apa dan dari siapa mereka mendapat tahu, baik tidaknya Islam dan mereka akan menjawab bukan dari guru-guru yang hanya menyuruh muridnya ‘beriman’ dan ‘percaya’ saja. Bukan dari mubaligh-mubaligh yang tarik muka angker dan hanya tahu putarkan tasbih saja, tetapi dari mubaligh yang memakai cara penerangan yang masuk akal —karena berpengetahuan umum.

Mereka masuk Islam karena mubaligh-mubaligh yang menghela mereka itu ialah mubaligh-mubaligh modern dan scientific dan bukan mubaligh ‘ala Hadramaut’ atau ‘ala kiai bersorban’. Percayalah bila Islam dipropagandakan dengan cara yang masuk akal dan up to date, seluruh dunia akan sadar kepada kebenaran Islam.

 

Ingin Dimakamkan Membawa Nama Muhammadiyah

Sukarno dilahirkan 6 Juni 1901 di Surabaya. Ayahnya, Raden Sukemi Sastrodihardjo, seorang guru. Ibunya, Ida Ayu Nyoman Rai masuk Islam setelah menikah dengan Sukemi. Kusno —nama kecil Sukarno— tidak mendapatkan pendidikan yang cukup tentang Islam.

”Ibu adalah meskipun beragama Islam asal daripada agama lain, orang Bali. Bapak, meskipun beragama Islam, beliau adalah beragama, jikalau boleh dinamakan agama, teosofi. Jadi kedua kedua orang tua saya ini yang saya cintai dengan segenap jiwa saya, sebenarnya tidak dapat memberikan pengajaran kepada saya tentang agama Islam,” ujar Sukarno ketika berpidato di hadapan Muktamar ke-32 Muhammadiyah di Gelora Sukarno, Jakarta, 25 November 1962.

Sukarno wafat di RSPAD Jakarta pada 21 Juni 1970 pukul 03.30 WIB dalam keadaan merana, setelah tiga tahun menjalani karantina politik. Semasa hidup, Sukarno meminta dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafannya.

Ia juga meminta dimakamkan di suatu tempat di Kebun Raya Bogor. Pada wasiat lain, ia meminta dimakamkan di Batutulis, Bogor. Tetapi Sang Proklamator akhirnya dimakamkan di Blitar.

 

Sukarno Kagumi KH Ahmad Dahlan

Perkenalan Sukarno dengan Islam tidak diawali dari surat menyurat dengan Hasan. Setelah tamat dari sekolah dasar Ropa (Europese Lagera School), 1915, Sukarno memperoleh kesempatan melanjutkan studinya di Hogere Burger School (HBS) di Surabaya.

Selama di Surabaya, Sukarno menumpang di rumah Haji Oemar Said Tjokroaminoto, tokoh Islam pimpinan kharismatik Serikat Islam (SI). Di sinilah ia mulai ikut dalam pergerakan Islam dan di sini pula ia lebih mengenal Islam melalui ceramah-ceramah pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.

Perkenalannya dengan Dahlan ketika Dahlan berceramah di dekat rumah Tjokroaminoto di Penilih. Setelah itu, setiap Dahlan ceramah, ia selalu ikut.

”Sejak umur 15 tahun, saat saya berdiam di rumah Tjokroaminoto, saya telah terpukau dengan KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, dan saya sering mengikuti ceramah-ceramahnya,” kata Sukarno di Muktamar Muhammadiyah.

”Saya sudah menjadi anggota resmi Muhammadiyah dalam tahun 1938…. Tahun 46 ini saya berkata, moga-moga jikalau saya diberi umur panjang oleh Allah, saja dikubur dengan membawa nama Muhammadiyah atas kain kafan saya.”

 

sumber: Republika Online