Zakat dan wakaf merupakan potensi yang menjanjikan untuk menumbuhkan sektor keuangan sosial Islam. Menurut Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo, keuangan sosial Islam memungkinkan pemerintah untuk mencapai segmen masyarakat yang lebih luas.
Khususnya, masyarakat berpenghasilan rendah lantaran adanya keterbatasan menyediakan dana murah. “Untuk selanjutnya, hal ini menjadi tantangan nyata bagi kami untuk lebih merumuskan dan mendefinisikan konsep ekonomi Islam, agar mencapai kompatibilitas dan implementasinya di kedua konsep. Sehingga, ke depan, dapat diintegrasikan ke kebijakan ekonomi mainstream,” kata Agus Martowardojo pada perhelatan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/10).
Berdasarkan hasil penelitian Islamic Research and Training Institute of Islamic Development Bank (IRTI-IDB), pemanfaatan zakat dan wakaf dapat menjadi titik terang bagi perkembangan sektor itu secara global. Diperkirakan, potensi pengumpulan zakat di Asia Selatan dan negara-negara Asia Tenggara pada 2011, yakni sekitar 30 miliar dolar AS.
Di sisi lain, pemanfaatan wakaf lebih menantang karena tidak ada data di sebagian besar negara. Agus menambahkan, melihat besarnya potensi zakat dan wakaf. Sejak 2014, BI bersama IRTI-IDB dan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) telah menyusun prinsip-prinsip utama pengaturan zakat atau zakat core principles.
Agar pengelolaan zakat dan wakaf bisa berjalan efektif, perlu dilakukan secara serius dalam konteks keuangan syariah. Zakat dan wakaf bersifat bebas riba, maysir, dan gharar sehingga lebih memiliki daya tahan terhadap krisis keuangan, dibandingkan keuangan konvensional.
Oleh karena itu, pengembangan pengelolaan zakat dan wakaf harus dilakukan bersamaan dengan pengembangan keuangan syariah. Bagian dari usaha tersebut adalah dengan melakukan berbagai penelitian dan kajian terkait keuangan syariah.
Deputi Gubernur BI Hendar mengatakan, upaya penguatan pembiayaan sosial melalui zakat dan wakaf belum banyak dilakukan. Hendar menjelaskan, berdasarkan data dari Baznas, potensi pembiayaan dari pemanfaatan zakat sangat besar, yakni mencapai Rp 200 triliun, akan tetapi realisasinya masih relatif kecil.
Sementara potensi wakaf, menurut Badan Wakaf Indonesia, tercatat diperkirakan Rp 120 triliun. “Oleh karena itu, apabila potensi tersebut bisa digali, dapat menjadi sumber pembiayaan ekonomi yang aman dan inklusif untuk mencapai stabilitas ekonomi,” kata Hendar.
Kemarin, Gubernur BI Agus Martowardojo dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution resmi membuka ISEF 2016. ISEF merupakan salah satu kegiatan ekonomi dan keuangan syariah, yang menyatukan pengembangan keuangan syariah dan kegiatan ekonomi di sektor riil.
Agus mengatakan, tantangan pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah kesenjangan dan kemiskinan. Ekonomi syariah dapat menjadi jawaban karena menitikberatkan pada distribusi pendapatan di semua segmen masyarakat, selain juga optimalisasi produksi.
Ekonomi syariah diarahkan pada pencapaian pertumbuhan yang tinggi dan merata, berbasis sinergi elemen masyarakat. Dengan demikian, kesenjangan akan terkikis dan kemiskinan berkurang.
“Selain itu, ekonomi dan keuangan syariah juga dianggap lebih mampu bertahan terhadap goncangan krisis pada sistem keuangan,” ujar Agus.
Darmin mengatakan, pertumbuhan pangsa pasar perbankan syariah di Indonesia cenderung lebih lambat, ketimbang pertumbuhan perbankan konvensional. Menurut dia, ada dua hal yang bisa dilakukan untuk meningkatkan pangsa pasar industri keuangan syariah, yakni dengan melakukan identifikasi dan peningkatan sumber daya manusia.
“Kita bisa mengidentifikasi beberapa kegiatan yang berkembang cepat dan punya identitas syariah, misalnya saja fashion. Saya menyarankan bahwa dengan mengidentifikasi itu, kita bisa mengenali ke arah mana potensi perkembangannya,” ujar Darmin. rep: Rizky Jaramaya, ed: Muhammad Iqbal
sumber: Republika ONline