Cinta Kepada Anak Anugerah Allah Kepada Hamba

SALAH satu perasaan mulia yang Allah Subhanahu Wa Ta’ala tanamkan di dalam hati kedua orang tua adalah rasa kasih sayang kepada anak-anak. Ini adalah perasaan mulia di dalam mendidik anak dan mempersiapkan mereka untuk memperoleh hasil terbaik dan pengaruh yang besar.

Hati yang tidak memiliki kasih sayang akan membuahkan sifat keras dan kasar. Tidak mustahil dari sifat-sifat yang buruk inilah akan menimbulkan perilaku-perilaku menyimpang pada anak-anak, membawa pada dekadensi moral, kebodohan, dan kesusahan.

Karena itulah, di dalam syariat Islam sangat menanamkan kasih sayang dan memotivasi orang-orang dewasa dari kalangan bapak-bapak, pendidik, penanggung jawab untuk menghiasi diri dengannya. Demikian ini adalah bentuk kasih sayang Rasulullah Shalallaahu ‘Alahi Wasallam dan motivasi dari beliau kepada orang-orang dewasa untuk menghiasi diri dengannya.

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, hadits riwayat dari sahabat ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya bahwa kakeknya berkata, Rasulullah bersabda:

“Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak menyayangi yang masih kecil dan yang menghormati yang sudah tua.”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari di dalam Al-Adab Al-Mufrad, Abu Hurairah r.a berkata, “Datanglah seorang lelaki kepada beliau, kemudian beliau memeluknya dan bersabda, ‘apakah kamu menyayanginya? Allah lebih sayang kepadamu daripada sayangmu kepada anakmu. Dan Dia lebih mengasihi dari orang-orang yang mengasihi.”

Ketika beliau mengetahui ada sahabatnya yang tidak menyayangi anaknya, maka beliau menghardik dan memarahinya. Tak lupa, beliau memberinya pengarahan akan sesuatu yang bisa membawa kepada kebaikan keluarga dan anak-anak.

Al-Bukhari meriwayatkan, ‘Aisyah berkata, “Ada seorang Arab badui datang kepada beliau kemudian berkata, ‘Apakah kalian sering mencium anak-anak kalian?’ ‘Kami tak pernah sekalipun menciumi mereka.’ Maka Nabi bersabda, ’Apakah engkau menghendaki jika Allah mencabut rasa kasih sayang dari hati kalian?’”

Al-Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a berkata, ”Rasulullah mencium cucunya, Hasan bin Ali, sedangkan di sisi beliau ada Al-Aqra’bin Habis At-Tamimiy yang sedang duduk. Aqra berkata, ’Aku mempunyai sepuluh orang anak, tapi aku tak pernah sekalipun mencium mereka.’ Kemudian Nabi menoleh kepadanya dan bersabda, ‘Barangsiapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.’”

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, juga di dalam Al-Adab Al-Mufrad, Anas bin Malik r.a berkata, “Seorang wanita datang kepada Nabi, kemudian ‘Aisyah memberinya tiga butir kurma dan sang wanita memberikan kepada setiap anaknya sebutir kurma, sedangkan dia memegang sebutir kurma. Kemudian kedua anaknya tersebut memakan kurmanya masing-masing sambil memandangi wajah ibunya. Setelah itu, sang ibu tadi sengaja membelah sebutir kurmanya menjadi dua, lalu ia berikan kepada kedua anaknya. Kemudian ‘Aisyah menceritakan kejadian itu kepada Nabi, lalu Nabi bersabda, ‘Apa yang membuatmu merasa heran? Allah telah mengasihi wanita tadi karena kasih sayangnya kepada kedua anaknya.”

Jika Nabi melihat anak kecil yang sedang sekarat dan nyawanya hendak dicabut, maka beliau berlinangkan air mata karena sedih dan merasa iba kepada sang anak kecil. Inilah pelajaran penting bagi umatnya perihal pentingnya rasa kasih sayang.

Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan, Usman bin Zaid r.a berkisah, “Sungguh anak perempuan Nabi telah mengutus seseorang menemui ayahnya untuk memberitahukan bahwa anaknya dalam keadaan sekarat. Kemudian Nabi mengutus kami mendatanginya dan mengucapkan salam kepadanya, untuk menyampaikan sabda beliau, “Sesungguhnya milik Allah-lah apa yang Dia ambil dan apa yang Dia berikan. Sesungguhnya segala sesuatu itu memiliki ketetapan waktunya, hendaklah bersabar dan tabah.”

Kemudian putrinya tadi kembali mengutus utusan kepada Nabi dan bersumpah mengharap kedatangan beliau. Maka datanglah beliau bersama Sa’ad bin ‘Ubadah, Mu’adz bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, dan beberapa sahabat lainnya. Bayi itu kemudian digendong di hadapan beliau dan didudukkan di atas pangkuannya. Napasnya tersengal-sengal.

Melihat hal itu, kemudian berlinanglah air mata beliau. Sa’ad pun berkata, ‘Apa ini wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “Ini adalah kasih sayang yang Allah tanamkan ke dalam hati hamba-hamba-Nya.”

Dalam riwayat yang lain: “(kasih sayang) yang Allah tanamkan ke dalam hati hamba-hamba-Nya yang di kehendaki-Nya. Dan Allah akan mengasihi hamba-Nya yang penyayang.”’

Maka dari itu tidak mengherankan jika rasa kasih sayang yang tertanam ke dalam hati orang tua akan mendorong mereka akan melaksanakan apa yang telah dipikulkan oleh Allah di atas pundak-pundak mereka berupa penjagaan dan tanggung jawab kepada anak-anak mereka.*

 

HIDAYATULLAH

Jangan Lupakan Doa untukku, Wahai Anakku…

RASULULLAH Shalallaahu ‘Alahi Wasallam bersabda, “Allah benar-benar akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga. Ia bertanya, ‘Wahai Rabbku, dari mana aku dapatkan semua ini?’ Allah menjawab, ‘Dengan istighfar yang dipanjatkan anakmu untukmu’.

Pada abad-abad awal Islam hiduplah seorang wanita ahli ibadah di Bashrah. Ia bernama Rahibah. Anaknya menceritakan perihal dirinya dengan mengatakan, “Ketika ibuku tengah dijemput ajal kematiannya, ia menengadahkan kepalanya ke langit. Ibuku berdoa, ‘Wahai yang menjadi andalan dan simpananku! Wahai yang menjadi peganganku dalam hidup dan setelah kematianku! Janganlah engkau telantarkan aku saat maut menjemputku. Jangan buat aku sunyi menyendiri di kuburku.’

Lalu ibuku pun meninggal. Aku selalu datang ke kuburnya setiap hari Jumat. Aku mendoakannya, memintakan ampun untuknya dan penghuni kubur lainnya.

Sang anak melanjutkan ceritanya, “Pada suatu malam, aku melihatnya dalam mimpi. Aku berkata, ‘Wahai ibunda, bagaimana keadaanmu?’ Ia menjawab, ‘Wahai anakku, sungguh kematian itu menyimpan kesusahan yang sangat parah. Namun aku ini, dengan segala puji bagi Allah, sungguh berada dalam alam barzakh yang penuh puji. Kami beralaskan tumbuhan raihan yang harum mewangi, berbantalkan sutera halus dan sutera tebal hingga hari kebangkitan.’

Aku bertanya, ‘Apa engkau membutuhkan sesuatu?’

Ibuku menjawab, ‘Ya! Janganlah engkau tinggalkan kebiasaan menziarahi kami dan mendoakan kami ini. Sungguh, aku diberi kabar gembira dengan kedatanganmu pada hari Jumat ketika engkau datang dari rumah keluargamu.

Ada yang mengatakan kepadaku, ‘Wahai Rahibah! Ini dia anakmu. Ia datang dari rumah keluarganya untuk mengunjungimu.’ Aku pun bergembira. Begitu pula orang-orang yang ada di sekelilingku yang telah meninggal dunia turut bergembira.”’

Salah seorang pemuda yang hidup pada abad kelima hijriyah mengatakan, “Aku merutinkan diriku sendiri untuk melakukan shalat dua rakaat tiap malam. Dalam dua rakaat itu aku banyak membaca Al-Qur’an. Aku hadiahkan pahalanya untuk dua orang tuaku.

Suatu ketika, dalam mimpi, aku melihat orangtuaku mengatakan, ‘Semoga Allah membalasmu dengan yang lebih baik wahai Anakku! Perbuatan baktimu dan juga apa yang engkau hadiahkan kepadaku telah sampai padaku.”’*/Andriy (Diambil dari buku Sebulan Membentuk Anak Idaman, karangan Abdullah Muhammad Abdul Mu’thi).

 

HIDAYATULLAH

Rayulah Tuhan dengan Berbagai Cara

SEPERTINYA ada hikmah yang bisa dipetik dari seorang lelaki anak tunggal yatim yang dituduh setengah stress oleh banyak orang. Ketika bersalaman dengan saya, aura tak begitu biasa memang sudah mulai terasa. Kalau yang lain mencium tangan saya, ini tradisi menyambut penceramah di desa tempat saya ceramah malam ini, lelaki ini justru menciumkan tangannya ke hidung saya. Tak mengapa, tapi banyak orang tertawa dan sebagian agak marah juga. Saya hanya tersenyum saja, hitung-hitung ada materi ceramah baru.

Dia duduk di samping saya lalu dengan terkekeh-kekeh berbicara banyak hal termasuk perjuangannya mendapatkan jodoh. Katanya, berbagai doa pengasihan sudah dibacanya, namun jodoh tak kunjung tiba. Sampai dia mengemis kepada Allah agar mengasihinya yang telah total bertekad mengakhiri kesendirian. Jodohpun tak kunjung datang. Sempat jengkel kepada Allah dengan menuduhNya pilih kasih pada hambaNya, namun kemudian dia bertaubat.

Tak mempan merayu Allah dengan doa pengasihan dan rintihan pengharapan diri, dia mengubah cara rayuannya pada Allah. Doa yang dipanjatkannya diubah redaksinya seperti ini: “Ya Allah, mungkin Engkau jengkel kepadaku karena aku banyak dosa. Mungkin Engkau marah kepadaku karena aku kurang taat. Namun sayangilah ibuku yang sudah sangat berharap memiliki menantu untuk menemaninya dan membantunya. Kalau Engkau tak sudi memberikan jodoh kepadaku, berikanlah menantu untuk ibuku.”

Penasaran juga dengan kelanjutan kisahnya. Lalu dia melanjutkan dengan semangat yang semakin menggebu bahwa akhirnya Allah memperkenankan doa terakhir itu. Allah kirimkan seorang wanita sebagai menantu ibunya yang otomatis adalah isterinya. Dia tak lagi sendiri barokah ibunya yang dijadikan sandarn rayuannya kepada Allah.

“Hahahahaha, Allah itu lucu juga ya.” Demikian kalimat terakhirnya. Orang yang duduk di sebelah saya mulai bisik-bisik pada saya bahwa istri lelaki itu agak aneh juga, mungkin karena doa yang agak aneh. Salam AIM. [*]

 

MOZAIK INILAHcom

Doa Perisai dari Berputus Asa

DOA adalah ibadah yang bisa mengantarkan kita kepada kedekatan dengan Allah SWT. Ketika doa diijabah, semestinya membuat kita sadar itu merupakan karunia Allah. Jika belum diijabah, maka doa menjadi perisai dari berputus asa.

Maka yang terpenting dari sebuah doa bukan doa itu sendiri, tapi suasana hati kita yang benar-benar memurnikan tauhid, dan kita menyadari betapa lemahnya kita, tanpa pertolongan-Nya mustahil kita mampu menjalani hidup ini. Seorang yang berdoa dengan baik adalah ia yang berhasil menemukan posisi yang paling tepat bagi seorang hamba, sebagaimana hal-hal berikut:

Merasa lemah tiada daya dan upaya, hanya Allah tempat satu-satunya memohon Yang Maha Perkasa, yang akan mengijabah hajatnya, tiada yang lain.

Merasa diri miskin tidak mempunyai apa pun, termasuk tidak memiliki diri ini. Sedangkan Allah SWT pemilik semua kekayaan.

Merasa sangat membutuhkan Allah, tidak ada lagi yang bisa menolong selain Allah. Tidak pernah hati ini bercabang mengharap-harap kepada selain Allah SWT. Saat berdoa hati kita merasa tidak tahu, bodoh, tidak mengerti dan hanya Allah satu-satunya yang Maha Tahu jalan keluar, ilmu, rejeki, dan pertolongan orang lain tidak ada yang bisa menjadi jalan, tanpa ijin-Nya. Selanjutnya, mestinya hal itu bukan hanya pada waktu berdoa saja, melainkan menjadi bagian dari sikap hidup kesehariannya.

Ada orang yang merasa berkedudukan di sisi Allah. Seakan-akan ia sudah shaleh, suci dan mulia, gara-gara dia memakai penampilan agamis. Maka akan menjadi hijab/penghalang bagi dirinya kepada Allah. Semestinya diri ini merasa kotor dan hina.

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa”. QS An-Najm:32

Masalah doa bukan hanya masalah redaksi doanya. Karena ada yang membaca sekali diijabah dan yang membaca ribuan kali tidak saja diijabah. Mengapa hal demikian terjadi, tentu di antaranya hatinya masih belum bulat, ia masih bersandar pada selain Allah SWT.

Memang doa itu bisa mengubah dari takdir satu ke takdir yang lain. Allah-lah yang memiliki takdir. Namun ada catatan pula di Lauhul Mahfudz, bahwa bila dia berdoa dengna sepenuh keyakinan, maka aka nada catatan takdirnya, demikian pun bila lalai dalam doanya, akan nada catatan takdir lainnya. Tidak ada yang luput dan baru, karena ada di Lauhul Mahfudz jauh sejak kita dilahirkan ke dunia. Tetap ada rangkaian takdirnya dengan detail di lauhul mahfudz. Namun tugas kita adalah berusaha.

Dengan demikian, yang terpenting bagi kita bukan terkabulnya doa, tapi dengan doa itu kita benar-benar menjadi hamba Allah. Perintah Allah adalah untuk menjadi mengabdi, bersih tauhid. berjiwa bulat hanya kepada Allah. Perkara dikasih, itu bonus, agar makin tambah keimanan kita. Perkara ijabah Allah Maha Kuasa. “Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku kepada diri-Ku.” (Hadis Qudsi). Maka berbaik sangka kepada Allah dengan kepatuhan, itu syaratnya.

Jangan ragukan dengan ijabahnya dari Allah atas doa-doa kita. Hal itu sudah janji Allah. Pasti diijabah, walau waktu, cara, bentuknya bisa tidak sesuai dengan yang dimohonkan.

Doa tidak ada yang disia-siakan Dari sebuah hadis disebutkan Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya doa dan musibah itu berada diantara langit dan bumi saling bertempur dan doa itu dapat mengalahkan musibah sebelum musibah itu turun.” (diriwayatkan Imam Atthabrani dalam kitab al-Ausath (2498).

Mana yang dapat mengalahkan, apa doa yang menang sehingga bisa menghindarkan musibah. Dengan memeriksa dosa-dosa diri dan menguatkan ibadah, maka itu menjadikan energi doa semakin besar. Yang paling penting juga dari unsur ibadah doa ini adalah melahirkan ketulusan dan silaturahmi.

Bagaimana keikhlasan itu? Allah Yang Maha Menyaksikan mengetahui persis keadaan setiap hambanya, dari mulai latar belakang keluarga, ilmu, lingkungan, lahirnya, karena Allah Yang menentukan. Allah Mengetahui persis.

Sementara, di antara manusia, ada yang diketahuinya hanya persoalan-persoalan duniawi belaka. Tatkala membutuhkan keperluan duniawinya, tetap ia memintanya hanya kepada Allah walaupun hanya untuk urusan dunia. Ia pun berhasil menaikan keimanannya dengan berlanjut kepada keyakinan bahwa ia tidak ragu terhadap jaminan Allah. Ia sudah naik lagi setahap menjadi orientasinya mengejar pahala Allah. Karena itu, ia menyukai segala hal yang terkait dengan pahala. Selanjutnya, ia pun semakin menyadari bahwa ia diciptakan hanya untuk beribadah kepada Allah dengan mencari rida-Nya.

Inti dari doa adalah benar-benar bisa menjadikan diri kita jadi hamba sejati, agar ngepas, kita sebagai hamba, Allah sebagai Tuhan. Doa itu ruhul ibadah. Bila seseorang rajin berdoa hatinya menjadi kerut, terasa hamba yang tidak punya apa-apa, bodoh; memohon kepada Allah Yang Maha Kuasa, satu-satunya yang bisa menolong, dan makin bulat makin lumpuh kepada Allah SWT, itulah saat-saat terbaik berdoa kepada Allah. Sebaliknya, jika hati tidak merasa makin mengkerut, la haula quwwata illa billah, maka tidak akan diperoleh tujuan dari ibadah doa itu sendiri.

 

MOZAIN INILAHcom

Bersiap Menyambut Ramadhan

“Ingar khidmat” malam Nishfu Sya’ban sudah sepekan berlalu. Semangat untuk menuliskan catatan kebaikan di buku baru terus tercanang lestari. Hal ini terbukti dengan banyak terdengar di  majelis-majelis pengajian, istilah “tawaqufan” yang tersanding sekaligus dengan “Tarhib Ramadhan”.

Istilah pertama untuk merujuk bahwa pengajian yang biasa digelar sepekan atau sebulan sekali, sementara ditutup. Dalihnya sebagaimana pada makna istilah kedua, “Tarhib Ramadhan”, karena akan menyambut datangnya bulan mulia nan agung bernama Ramadhan.

Dengan demikian, dalam beberapa hari ke depan kita akan benar-benar membersamai bulan yang dinanti-nantikan umat Muslim sejagat. Ya, Ramadhan akan segera tiba. Insya Allah, kita akan menemui tamu agung itu pada pekan terakhir bulan ini. Tentu saja ini sebuah kesempatan istimewa, karena bukan saja bilangan umur kita kian bertambah, melainkan juga belaian kasih Ar-Rahmaan akan menghampiri kita lagi.

Yuk, kita bersiap menyambutnya. Kita bentangkan kesadaran ruhiyah, demi rasa nyaman dan senangnya tamu mulia itu atas sambutan kita. Rasanya tidak salah jika kita buka lagi buku-buku atau informasi seputaran fikih puasa. Pelajari lagi tentang rukun, syarat sah, hal-hal yang membatalkan, perkara-perkara sunah dan makruh, serta hikmah yang terkandung di dalam berpuasa.

Berikutnya, lebih tumakninah, khusyuk, dan nikmat dalam berupaya menjemput dan menjalani Ramadhan sesuai tuntunan Rasulullah Saw. Beliau dan para sahabat mempersiapkan kedatangan Ramadhan sejak enam bulan sebelum bulan penghulunya para bulan tersebut tiba.

Di antara ciri bahwa kita telah memiliki kesadaran ruhiyah, hati dan jiwa kita sudah terkondisikan sejak sebelum Ramadhan dan rindu selalu untuk segera merasakan nikmatnya beribadah di dalamnya. Seperti doa yang terus didengungkan oleh para sahabat Nabi, “Allahumma baarik lanaa fii Rajab wa Sya’ban wa ballighnaa Ramadhan.” Artinya: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan sampaikan usia kami hingga bertemu bulan Ramadhan.”

Termasuk persiapan ruhiyah menjelang Ramadhan adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan ibadah wajib dan sunah. Serta menjauhi maksiat dan larangan-Nya. Semoga dengan kebiasaan untuk menahan diri sebelum Ramadhan, akan memudahkan kita menahan diri pada bulan Ramadhan dan menyempurnakan ibadah di dalamnya.

Tinggalkan kebiasaan yang memberatkan dan merugikan, seperti berbelanja berlebihan, tenggelam dalam arus maksiat, membuang waktu, dan melakukan perbuatan yang tidak mendatangkan faedah. Perhebat azzam (tekad) dengan memperbanyak ibadah, baik siang maupun malam.

Ucapkan tahniah kepada saudara seiman. Diriwayatkan oleh Ahmad dan Nasa’i dari Abi Hurairah RA bahwa Rasulullah senantiasa menggembirakan para sahabat saat kedatangan bulan Ramadhan. Rasulullah menggembirakan para sahabat dengan sabdanya, “Sesungguhnya akan datang kepada kamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkati, Allah mewajibkan kamu berpuasa di dalamnya. Pada bulan Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, semua pintu neraka dikunci, semua setan dibelenggu. Di malamnya, ada satu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Barang siapa yang tidak memperoleh kebajikan pada malam itu, berartilah diharamkan baginya segala kebaikan untuk dirinya.”

Insya Allah Ramadhan esok Ramadhan terbaik. Ramadhan Karim.

 

Oleh: Ustaz Arifin Ilham

REPUBLIKA

Ma’ruf Amin: Sekarang Ulamanya Kurang Pintar, Setannya Pintar-Pintar

Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kementerian Agama bekerja sama dengan Komisi Pendidikan dan Kaderisasi Ulama MUI menyelenggarakan ‘Halaqoh Ulama’ untuk Pendidikan dan Kaderisasi Santri. Halaqah yang digelar di Bogor ini berlangsung dari 18 – 20 Mei 2017.

Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag, Imam Syafei mengatakan, Kementerian Agama serius melakukan penguatan terhadap pondok pesantren. Menurutnya, sejak 2008 Kemenag telah melakukan berbagai penguatan pondok pesantren melalui kaderisasi ulama dan alumni pondok pesantren.

“Kaderisasi diperlukan karena pada akhirnya dibutuhkan SDM yang mampu menjaga, merawat, dan mengembangkan pondok pesantren,” ujarnya.

Beberapa tahun ini, kaderisasi difokuskan kepada sejumlah agenda. Mulai dari penguatan tafaquh fiddin melalui pengembangan pondok pesantren Muadallah dan Mahad Aly, serta mengembangkan pondok pesantren di daerah-daerah terpencil.

Ketua MUI KH Ma’ruf Amin berpesan kepada para peserta halaqah agar jangan meninggalkan keturunan yang lemah. Menurutnya, salah satu cara yang bisa dilakukan adalah dengan mengembangkan pendidikan.

Menurutnya, kaderisasi penting dilakukan agar dapat menyiapkan ulama-ulama yang juga sekaligus merupakan tokoh perubahan di tengah masyarakat. Terlebih tantangan yang dihadapi umat saat ini lebih kompleks, sehingga menurutnya ulama harus pintar. Oleh karena itu, menjadi tantantan bersama untuk bisa menyediakan ulama yang bisa merespon tantangan yang dihadapi.

“Sekarang ulamanya kurang pintar, setannya pintar-pintar,” katanya.

 

Umat Masa Nabi Terbaik Dibandingkan Umat Saat Ini

DIRIWAYATKAN dari Imran Ibn Husain RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Umatku yang terbaik adalah (umat) pada masaku, lalu (umat) setelah mereka, lalu (umat) setelahnya.

Setelah itu, akan muncul satu kaum yang bersaksi namun tidak bisa dipercaya, berkhianat dan tidak bisa memegang amanah, bernazar namun tidak melaksanakannya, serta terlihat gemuk.”

Kegemukan yang melanda sekarang ini mungkin disebabkan banyak orang yang serakah, kekayaan yang melimpah, terlalu banyak menikmati makanan dan minuman yang mudah tersedia, manisan, kudapan.

Kemudian banyaknya makanan praktis dan serba instan, sehingga tidak perlu repotrepot untuk memasak. Kecanggihan teknologi pun menjadikan banyak orang yang malas untuk bergerak dan olahraga. Seperti menggunakan mobil maupun motor yang semakin memudahkan untuk bepergian kemana-mana.

Menurut survei, seperenam penduduk di dunia banyak yang mengalami kelebihan berat badan atau yang lebih dikenal dengan obesitas. Mangkanya sekarang ini telah banyak dibuka solusisolusi alternatif untuk menurunkan berat badan, obat diet, operasi penyedotan lemak dan sebagainya mudah untuk ditemui di berbagai kota.

 

 

Sumber : Kiamat Sudah Dekat/Dr. Muhammad al-Areifi/ Qisthi Press /Maret 2011/Jakarta.

MOZAIK

Banyak Berselawat Bisa Dekat Rasulullah di Akhirat

DEKAT dengan seseorang yang berpengaruh adalah kebanggaan bagi banyak orang. Karenanya ada orang yang berusaha mendekati orang kaya, mendekati pengusaha, atau mendekati penguasa. Jika sudah dekat, tentu saja ia akan tertulari pengaruh tokoh tersebut.

Di akhirat, tidak berguna kekayaan dan jabatan. Pada saat itu, tidak ada bedanya antara orang kaya dan orang miskin. Tidak ada bedanya antara pengusaha dan buruh. Tak ada bedanya antara penguasa dan rakyat jelata. Yang membedakan adalah iman dan amalnya; yang membedakan adalah ketaqwaannya.

Di akhirat, Rasulullah adalah manusia sentral yang kepadanya manusia berbondong-bondong meminta syafaat. Maka dekat dengan Rasulullah pada saat itu adalah kesuksesan besar. Kedudukannya menjadi mulia, posisinya aman, dan dijamin selamat dari dahsyatnya adzab.

Bagaimana cara menjadi orang yang dekat dengan Rasulullah di akhirat? Siapakah orang yang paling dekat dengan Rasulullah di hari kiamat? Beliau sendiri telah memberitahukan kepada umatnya.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda

“Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak berselawat kepadaku” (HR. Tirmidzi; hasan)

Syaikh Mushthofa Al Bugho dan empat ulama lainnya dalam Nuzhatul Muttaqin menjelaskan, “Hadits ini berisi anjuran memperbanyak selawat atas Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan tingginya derajat orang yang memperbanyak selawat di hari kiamat kelak.”

Para ulama menerangkan, ketika dalam hadits disebut hari kiamat, yang dimaksud bukanlah sebatas saat kiamat saja. Tetapi sering kali maksudnya adalah akhirat. Tergantung konteks hadis tersebut. Sebagaimana sabda Rasulullah yang menyebutkan al hajju arafah. Haji adalah wukuf di Arafah. Tentu saja, wukuf bukanlah keseluruhan haji.

Hadits senada juga diriwayatkan oleh Ibnu Hibban dan Abu Yala:

“Sesungguhnya Orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak berselawat kepadaku” (HR. Ibnu Hibban dalam Shahih Ibnu Hibban)

“Ketahuilah, sesungguhnya orang yang paling dekat denganku di hari kiamat nanti adalah orang yang paling banyak berselawat kepadaku” (HR. Abu Yala)

Jadi, salah satu cara menjadi orang yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah dengan memperbanyak shalawat. Siapa mukmin yang paling banyak membaca selawat, insya Allah ia akan menjadi orang yang paling dekat dengan Rasulullah di akhirat.

Tentu saja ada amal lain yang menjadikan seseorang dekat dengan Rasulullah. Misalnya menyantuni anak yatim, yang oleh Rasulullah disebutkan keutamaannya:

“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” sabda beliau sambil mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau dengan agak merenggangkan keduanya. (HR. Al Bukhari). Wallahu alam bish shawab. [bersamadakwah]

 

MOZAIK

Cinta Sejati Kita kepada Rasulullah SAW

Mengimani Rasulullah SAW adalah bagian dari rukun iman yang mesti dimiliki oleh setiap mukmin. Keimanan tersebut salah satunya diwujudkan dalam bentuk kecintaan kita kepada Nabi Muhammad selaku utusan Allah yang terakhir.

Pertanyaannya, bagaimana caranya mencintai Rasulullah SAW dengan benar? Persoalan itulah yang berusaha dijawab oleh Dr Sofyan bin Fuad Baswedan dalam kajian Islam yang digelar oleh Majelis Taklim Sidra Masjid al-Hidayah Kompleks Bank Indonesia (BI) Pancoran, Jakarta Selatan, Sabtu (13/5) lalu.

Dalam kesempatan tersebut, mubaligh asal Surakarta, Jawa Tengah, itu menuturkan, cinta kepada Rasulullah antara lain dapat dibuktikan dengan menaati perintah agama, termasuk sunah-sunah yang dibawakan oleh beliau SAW. Selain itu, kecintaan kepada Rasulullah juga dapat ditunjukkan dengan cara menjauhi berbagai perkara yang dilarang oleh agama.

Kendati demikian, kata dia, dalam praktiknya tidak semua Muslim mampu menjalankan perintah agama secara menyeluruh. Sebagian dari mereka ada yang masih melalaikan kewajiban yang diperintahkan oleh Allah SWT dan rasul-Nya. Sebagian dari mereka ada pula yang melanggar larangan-larangan agama.

“Ketika seseorang meninggalkan perintah agama yang sifatnya wajib, dia merasa berdosa. Begitu pula ketika melanggar apa yang dilarang agama, dia merasa berdosa. Inilah bentuk cinta paling minimal dari seorang Muslim kepada Nabi Muhammad SAW,” ujar Sofyan.

Seseorang yang mengaku mencintai Rasullah SAW, kata dia, harus meyakini segala perkara gaib dalam Islam. Beberapa contoh perkara gaib itu antara lain turunnya wahyu dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, peristiwa Isra dan Mi’raj, datangnya hari kiamat, serta keberadaan surga dan neraka.

Dalam beberapa riwayat disebutkan, ketika Rasullah SAW menceritakan kepada penduduk Makkah tentang peristiwa Isra dan Mi’raj, banyak orang kafir di kota itu yang mengolok-olok nabi. Tidak hanya itu, di antara orang-orang yang baru memeluk Islam pada waktu itu bahkan ada yang menjadi murtad kembali, lantaran tidak percaya dengan mukjizat Rasulullah SAW tersebut.

Mereka menilai, baik peristiwa Isra (perjalanan Nabi SAW dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis) maupun Mi’raj (perjalanan Nabi SAW dari Baitul Maqdis ke Sidratul Muntaha), sangatlah tidak masuk akal. Pasalnya, jarak dari Masjidil Haram ke Baitul Maqdis di Palestina mencapai 1.500 kilometer, sehingga perjananan antara keduanya pada masa itu membutuhkan waktu lebih kurang satu bulan. Sementara, Rasulullah SAW mampu menuntaskan perjalanan tersebut hanya dalam waktu satu malam.

Apalagi dengan perjalanan menuju Sidratul Muntaha yang lokasinya berada di atas langit ketujuh. Kaum kafir Makkah dan orang-orang yang lemah iman menganggap peristiwa itu sebagai perkara yang mustahil untuk dicerna logika.

Namun, ketika kabar tentang Isra dan Mi’raj sampai ke telinga Abu Bakar RA, dia langsung menyatakan keyakinannya kepada Rasulullah. Tidak sekadar memercayai, Abu Bakar bahkan juga membenarkan seluruh peristiwa yang dialami oleh Nabi SAW tersebut, sehingga dia pun diberi gelar ash-Shiddiq (yang berkata ‘benar’).

“(Apa yang ditunjukkan oleh Abu Bakar) itu adalah sikap orang yang betul-betul memahami hakikat cinta kepada Nabi SAW. Karena konsekuensi dari iman kepada Rasulullah itu adalah memercayai apa pun yang beliau bawa, termasuk perkara-perkara gaib yang bahkan sulit dijangkau oleh akal kita sekalipun,” kata Sofyan.

Selanjutnya, cinta kepada Rasulullah dapat diwujudkan dengan mendahulukan syariat yang dibawa Nabi Muhammad SAW di atas semua ajaran yang ada di dunia ini. Dengan kata lain, setiap Muslim yang mengaku mencintai Rasulullah sudah seharusnya menjalankan perintah agama sesuai dengan sunah atau tuntunan yang beliau SAW ajarkan. Menurut Sofyan, seseorang yang menyelisihi sunah —atau bahkan merekayasa ritual peribadatan tertentu di dalam Islam— pada hakikatnya belum mampu menunjukkan cinta yang sejati kepada Nabi SAW.

Pada hari kiamat nanti, orang-orang yang melakukan bid’ah dalam urusan agama akan kecewa berat. Tak hanya itu, Nabi SAW pun akan kecewa berat dengan mereka. Dalam satu hadis disebutkan, “Sesungguhnya manusia pertama yang diberi pakaian pada hari kiamat ialah Ibrahim AS. Ingatlah bahwa nanti akan ada sekelompok umatku yang dihalau ke sebelah kiri. Maka kutanyakan: ‘Yaa Rabbi, bukankah mereka adalah sahabatku?’ Akan tetapi jawabannya adalah: ‘Kamu tidak tahu tentang apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” (Hadis muttafaq alaih).

Majelis Taklim Sidra Masjid al-Hidayah Pancoran rutin mengadakan kajian Islam sejak 2016. Setiap harinya, pemateri atau penceramah yang dihadirkan di majelis itu selalu berganti-ganti, dengan tema kajian yang cukup variatif. “Mulai dari fikih, akidah, akhlak, hingga tafsir,” ungkap salah satu jamaah MT Sidra, Fauzan Zaphran Hafiz.

 

REPUBLIKA

Riya, Syirik Kecil Paling Menakutkan Rasulullah

SYEIKH Ibnu Athaillah al Iskandari, wafat 709 H, menuturkan, dari Mahmud ibn Labid diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Yang paling aku takutkan atas kalian adalah syirik yang paling kecil.”

Para sahabat pun bertanya, “Apa syirik terkecil itu ya Rasulullah?” Beliau menjawab, “Riya.” “Wahai saudaraku, jadikanlah amal ibadahmu sebagai amal yang tulus hanya karena Allah, sehingga engkau bisa mendapatkannya dalam timbangan amal kebaikanmu di akhirat kelak.

Allah berfirman,”Pada hari ketika tiap tiap jiwa mendapatkan segala hasil perbuatan baiknya berada di hadapannya.” (Ali Imran 30).”

“Amal yang ikhlas laksana mutiara mutiara. Bentuknya kecil, namun mahal nilainya. Orang yang kalbunya senantiasa sibuk bersama Allah lalu ia bisa mwngalahkan hawa nafsu dan ujian yg muncul secara tepat, maka orang tersebut lebih baik daripada mareka yang banyak melakukan salat dan puasa sementara kalbunya sakit, dipenuhi keinginan untuk dikenal dan hasrat mendapatkan kesenangan.

Ada yg berpendapat bahwa perhatian seorang zuhud adalah bagaimana memperbanyak amal, sementara perhatian orang arif (mengenal Allah) adalah bagaimana memperbaiki kondisi jiwa dan mengarahkan kalbu hanya kepada Allah semata.” []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2377936/riya-syirik-kecil-paling-menakutkan-rasulullah#sthash.qYlp3M0N.dpuf