Ketika Abu Bakar Menjabat Amirul Haj Pertama

Abu Bakar As-Shiddiq RA adalah lelaki dewasa yang pertama kali memeluk Islam. Keislaman Abu Bakar disebut-sebut paling banyak membawa manfaat besar terhadap Islam dan kaum Muslimin dibandingkan keislaman orang selainnya.

Abu Bakar berhasil mengislamkan tokoh-tokoh Quraisy diantaranya Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqqas, Utsman bin Affan, Zubair bin Awwarn, dan Thalhah bin Ubaidillah. Pria yang dijuluki Atiq karena wajahnya yang tampan dan gagah ini banyak menginfakkan hartanya di jalan Allah SWT dan banyak memerdekakan budak-budak yang disiksa karena keislamannya seperti Bilal.

Putra pasangan Abu Quhafah dan Ummu al-Khair ini selalu mengiringi keberadaan Rasulullah SAW, bahkan dialah yang mengiringi Nabi Muhammad SAW ketika hijrah dari Makkah ke Madinah. Abu Bakar setia berada di samping Rasulullah SAW, bahkan hingga ke medan perang, di antaranya Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq, Fath Makkah, Perang Hunain, maupun Perang Tabuk.

Dalam buku berjudul 198 Kisah Haji Wali-Wali Allah karya Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny disebutkan bahwa Abu Bakar merupakan pemimpin jamaah haji (amirulhaj) pertama yang ditunjuk Rasulullah SAW pada tahun 9 Hijriyah. Ketika Abu Bakar diangkat sebagai khalifah, beliau memerintahkan Umar bin Khattab untuk menjadi amirulhaj.

Beliau sendiri masih banyak kesibukan dalam mengurus Muslimin di Makkah pascawafatnya Rasulullah SAW. Barulah pada tahun berikutnya, Abu Baku dapat menunaikan ibadah haji dan beliau sendiri yang menjadi amirulhaj.

Perjalanan itu diiringi dengan penuh ketawajuhan dan ketawakalan kepada Allah yang tinggi. Sebagai amirulmukminin sekaligus sebagai amirulhaj, amanah tersebut tentu menuntut perhatian dan tanggung jawab lebih besar di atas pundaknya.

Beliau beserta rombongan memasuki Kota Makkah sekitar waktu duha. Abu Bakar menggunakan kesempatan itu untuk langsung menemui orangtuanya yang memang tinggal di Kota Makkah. Ketika itu, ayah Abu Bakar, Abu Quhafah, sedang berbincang-bincang dengan beberapa pemuda di teras rumahnya. Begitu Abu Bakar terlihat oleh mereka, orang-orang berseru kepada Abu Quhafah,“Hai, itu putramu telah datang!”

Abu Quhafah pun bangkit dari duduknya. Abu Bakar menyuruh untanya bersimpuh dan dia pun bergegas turun dari untanya. “Wahai, Ayah, engkau tidak perlu berdiri!” kata  Abu Bakar.

Abu Bakar memeluk ayahnya dan mengecup keningnya. Abu Quhafah menangis bahagia dengan kedatangan putranya tersebut karena sudah lama mereka tidak berjumpa. Berita kedatangannya segera meluas sehingga tidak lama kemudian datanglah beberapa tokoh Kota Makkah seperti Attab bin Usaid, Suhail bin Amru, Ikrimah bin Abi Jahal, dan Al-Harits bin Hisyam.

Mereka semua adalah para sahabat yang menetap tinggal di Makkah. Abu Quhafah berkata kepada Abu Bakar, “Wahai, ‘Atiq, mereka itu adalah orang-orang yang baik. Karena itu, jalinlah persahabatan yang baik dengan mereka.”

Abu Bakar pun menjawab, “Wahai Ayahku, tidak ada daya dan upaya kecuali hanya dengan pertolongan Allah. Aku telah diberi beban yang sangat berat (dengan menjadi khalifah). Tentu saja aku tidak akan memiliki kekuatan untuk menanggungnya, kecuali hanya dengan perotlongan Allah.”

Selain kunjungan untuk ibadah haji dan sebagai amirulmukminin, Abu Bakar juga menggunakan kesempatan itu untuk mengetahui hal ihwal kaum Muslimin di kawasan Makkah dan sekitarnya. Beliau bertanya kepada penduduk Makkah, “Adakah yang akan mengadukan kepadaku suatu kezaliman yang kalian alami?”

Ternyata tidak ada satu pun kasus kezaliman yang diadukan kepadanya. Sepanjang musim haji itu, beliau selalu mengulang-ulang pertanyaan di atas. Namun, rupanya tidak ada perlakuan zalim yang terjadi di bawah kepemimpinannya. Bahkan semua orang malah menyanjung kepemimpinan, kepedulian, dan kebijakan beliau terhadap umat.

Abu Bakar meninggal dunia pada malam Selasa, antara waktu magrib dan isya pada tanggal 8 Jumadil Awal 13 Hijriyah dalam usia 63 tahun. Beliau berwasiat agar jenazahnya dimandikan oleh Asma’ binti Umais, istri beliau. Abu Bakar dimakamkan di samping makam Rasulullah SAW. Shalat jenazahnya diimami Umar bin al-Khattab di Raudhah. Sedangkan yang turun langsung ke dalam liang lahat yakni putranya, Abdurrahman bin Abi Bakar, Umar, Utsman, dan Thalhah bin Ubaidillah.

 

 

IHRAM

——————–

TIPS: Temukan artikel kisah sahabatNabi lainya melalui kolom pencarian dg keyword: kisah sahabat nabi, sahabat nabi, Umar bin al-Khattab, Utsman, Ali bin Abi Thalib, atau nama lainnya.

Muslim yang Baik Tak Hanya Pintar Berteori, tapi…

BANYAK orang berpikir bahwa, menjadi muslim yang baik itu adalah apabila dia bisa menjelaskan teori tentang Islam. Menjadi muslim yang paling nyunah berarti adalah orang yang paling baik dalam menjelaskan, apa itu sunah.

Menjadi muslim yang paling tauhid adalah orang yang paling baik menjelaskan tentang apa itu akidah. Bukan, ternyata bukan itu yang dimaksud dengan muslim terbaik. Tetapi yang dimaksud muslim yang paling baik seperti apa kata ulama katakan adalah muslim yang paling bisa “menampilkan” teori islam di dalam dirinya. (Akhlak)

Aisyah radhiallahu ‘anha pernah ditanya tentang akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau pun menjawab, “Akhlak beliau adalah (melaksanakan seluruh yang ada dalam) Al-Qur`an”

Ada seorang ustadz di dalam suatu majelis, ketika beliau berbicara Al-Quran beliau seperti ahli tafsir, ketika berbicara tentang As-Sunah beliau seperti ahli hadist, ketika berbicara fikih, beliau seperti paling mengerti halal dan haram.

Tapi belum tentu beliaulah yang terbaik islam nya diantara orang-orang yang ada di dalam majelis tersebut karena yang paling terbaik Islam nya di antara mereka adalah:

Jika dalam majelis Al-Quran, berarti merekalah yang akhlaknya paling mendekati nilai-nilai Al-Quran yang ideal. Yang paling baik dalam Sunnah nya adalah dia yang paling mendekati akhlaknya dengan sunnah Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wasallam. Begitu juga dalam urusan fikih dan yang lainnya.

Jadi muslim yang terbaik adalah yang memegang teguh kepada agama Allah, bukan berpegang kepada teorinya untuk bisa menjelaskannya kembali kepada orang banyak, bukan yang paling panjang artikel nya tentang islam.

Bukan yang paling banyak follower-nya di akun-akun islami di medsos, bukan yang paing banyak jilid buku nya tentang fikih. Tetapi yang paling baik akhlaknya dan yang sesuai dengan al-quran dan as-sunah Rasulullah.

Sehingga jadilah muslim yang “menampilkan” keislaman kita di hadapan semua umat, bukan muslim yang “menjelaskan” keislaman kita di hadapan semua umat ataupun media.

Maka di sinilah peran cermin sangat penting sebagai guru terbaik kita, sudahkah kita menilai diri kita sendiri dan muhasabah diri kepada akhlak kita sebagai muslim, sudahkah kita menjadi akhlak yang terbaik diantara umat manusia?

Gunakan setap hari cermin itu untuk media bertanya kepada diri kita sendiri, sudahkah hari ini kita menunjukan akhlak terbaik dan tidak hanya berdakwah secara lisan saja tetapi secara perbuatan dan akhlak, apakah sudah benar-benar kita terapkan. Bercerminlah, jadikan cermin itu sebagai guru kita.

Rasulullah mengatakan, Innama buitstu liutammima makarimal akhlak (sesungguhnya saya diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak manusia).

Jadikanlah contoh cerminan kita sebagaimana sikap dan karakter Rasulullah karena perbuatan beliau adalah kebaikan, marahnya beliau adalah kebaikan, adab beliau adalah kebaikan, bahkan diam nya beliau adalah kebaikan.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah” (QS Al-Ahzab: 21)

Maka jika akhlak Rasulullah adalah Al-Quran sejatinya kita tidak hanya membaca atau menghafal Al-Quran saja, namun amalkan Al-Quran tersebut kepada orang lain dan kepada akhlak kita di dalam kehidupan sehari-hari. Agar kita senantiasa menjadi akhlak yang paling sempurna diantara umat manusia. Sebagaimana ayat berikut ini:

“Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu” (QS Al-Qiyamah: 18)

Dan apabila kita telah bersaksi bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallaam adalah utusan Allah maka pastikanlah, Rasulullah bersaksi dan mengakui bahwa kita adalah umat terbaiknya. Aamiin ya Allah ya Rabbal ‘alamin. [DJS/Kutipan Ust.Hanan Attakki,Lc]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2373881/muslim-yang-baik-tak-hanya-pintar-berteori-tapi#sthash.JE2JhP22.dpuf

Putra Aceh Wakil Indonesia pada MTQ Internasional di Turki

Putra Aceh, Hajarul Akbar Alhafizh SHI, MA dipercayakan oleh Kementerian Agama Pusat di Jakarta untuk mewakili Republik Indonesia dalam even Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) Internasional yang diselenggarakan Republik Turki di Istanbul. MTQ yang diadakan oleh Kementerian Agama Turki itu digelar 19-26 Mei 2017.

Keikutsertaan Hajarul Akbar — yang merupakan dosen luar biasa UIN Ar-Raniry Banda Aceh —  berdasarkan SK yang dikeluarkan oleh Dirjen Bimas Islam Kemenag RI. Siaran pers UIN Ar-Raniry yang diterima Republika.co.id, Kamis (18/5) menyebutkan, Hajarul Akbar dipercayakan untuk tampil pada cabang hafizh 30 juz.

Dengan demikian, alumnus Madrasah Ulumul Qur’an (MUQ) Pagar Air Aceh Besar itu akan bersaing dengan para huffazh (penghafal) Alquran peserta MTQ dari berbagai negara Islam lainnya yang akan berpartisipasi dalam even ini. Selain Hajarul Akbar, peserta lainnya dari Indonesia adalah M Riqon dari Kalimantan selatan cabang tilawah.

Hajarul Akbar yang lahir 29 tahun lalu ini berasal dari Gampong Lhang, Kecamatan Pidie,  Kabupaten  Pidie. Ia kini mengabdi di Aceh sejak setahun lalu setelah sebelumnya lebih kurang 11 tahun berada di Pulau Jawa mengenyam pendidikan S1 dan S2 sekaligus mengabdi sebagai satu Mudir di Pesantren Darul Qur’an Mulia di Serpong, Provinsi Banten yang memiliki ribuan santri.

Saat ini, setelah pulang ke Aceh, selain mengajar di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) UIN Ar-Raniry sebagai dosen luar biasa, ia juga sedang merintis pendidikan dayah Tahfizh Alquran di Samahani dengan nama Darul Quran Aceh (DQA). Di DQA ini, Hajarul Akbar mengembangkan metode praktis untuk hafal Alquran dimana ia memberikan keteladan full dalam menghafal Alquran.

Bahkan, untuk menunjukkan keseriusannya dalam membina para santri untuk hafal Alquran, Hajarul Akbar mengatakan siap ditest ayat apa saja oleh para calon santrinya sehingga diharapkan keseriusannya ini bisa menjadi motivasi bagi para santri lain untuk serius dalam menghafal Alquran.

Hajarul Akbar mengenyam pendidikan MIN dan MTsN di Tijue, lalu MA di Sigli, lalu ke Madrasah Ulumul Quran (MUQ) Pagar Air, setelah itu ke Jakarta di Ma’had An-Nuaimy, S1 di STAQ Depok, dan kemudian melanjutkan program magister ke beberapa kampus. Namun, kata Hajarul Akbar, ia hanya selesai program magisternya di Institute Ilmu Alquran (IIQ) Jakarta beberapa tahun silam.

“Saya mulai menghafal Quran sejak usia MIN dibawah bimbingan orang tua dan kakek saya di rumah. Ketekunan dan kedisplinan orang tua membuat saya lebih mudah dalam menghafal Alquran dan mempelajarinya. Namun, Saya mulai intensif menghafal Alquran saat di MUQ Pagar Air dengan syaikh dan guru sangat senior seperti Ustaz Sualip Khamsin dan Ustaz Amin Chusaini, serta banyak guru saya lainnya, “ ujar Hajarul Akbar mengisahkan pengalaman ia menghafal Alquran.

Berbicara mengenail even MTQ, bagi Hajarul Akbar bukanlah sesuatu yang asing. Tercatat, Hajarul Akbar saat ini hampir seluruh Indonesia telah ia kunjungi berkaitan dengan even MTQ, baik sebagai peserta, pelatih, maupun hakim MTQ.

Sebelum malang melintang pada even MTQ nasional dan kemudian internasional, Hajarul Akbar telah mengawal sepak terjangnya sebagai peserta MTQ Prov Aceh tahun 2003 di Aceh Singkil, tahun 2005 di Langsa, tahun 2007 di Bireuen, tahun 2009 di Takengon, tahun 2011 di Tamiang,  dan tahun 2013 di Subulussalam.

“Semua even Provinsi Aceh ini saya ikuti bersama Kafilah Kabupaten Pidie. Sementara untuk tingkat nasional alhamdulillah saya sudah tampil sebanyak tujuh kali dan alhmdulillah dua kali mendapat juara. Sedangkan untuk tingkat internasional saya sudah dua kali mengikuti even MTQ, yaitu tahun 2016 lalu di Jordania dan meraih peringkat ke tujuh, dan tahun ini InsyaAllah ke Turki dengan harapan mudah-mudah bisa lebih baik lagi, “ ujar Hajarul Akbar berharap.

Tentu, doa dari masyarakat Aceh khususnya dan masyarakat Indonesia umumnya sangat diharapkan agar kiranya Hajarul Akbar bisa tampil maksimal di Turki sehingga bisa meraih peringkat memuaskan. Bukan suatu yang mudah menghafal 30 juz Alquran dan mengulang-ulangnya setiap hari, dan Hajarul Akbar telah melakukannya dengan baik.

 

REPUBLIKA

Islamku Paling Benar, yang Lain Sesat

JUJUR aku dulu pernah berpemahaman merasa kelompokku adalah paling benar sendiri dan yang lain adalah sesat. Pernah aku terperangkap dalam pemikiran bahwa kelompokku adalah Al-Firqatun Najiyah (golongan yang selamat) sedang yang lainnya adalah ahli neraka.

Alhamdulillah, akhirnya Allah berikan hidayah kepadaku untuk keluar dari pemikiran sempit seperti itu. Aku belajar ke banyak guru dan aku mencintai mereka semua dan tidak mungkin melupakan jasa-jasa mereka.. Walau akhirnya Allah arahkan aku untuk berada dalam barisan Ahlus Sunnah Wal Jamaah Salafi, ini adalah pilihanku..

Bagiku, semua umat Islam adalah saudaraku dan aku suka saling mengingatkan dan saling menasihati serta saling mendoakan.. Aku berharap kita semua sama-sama Allah masukkan ke dalam Jannah..

Pengalaman masa lalu, buku-buku yang dibaca, dan guru-guru yang mengajari serta lingkungan, kesemuanya itu akan berpengaruh dalam pemahaman keagamaan seseorang.

Berbicara tentang kelompok dalam Islam tidak akan pernah tuntas karena semua merasa paling benar dan menuduh yang lain tersesat.

“Kemudian mereka (pengikut-pengikut rasul itu) menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing).” [QS 23 Al-Mukminun Ayat 53]

Kita perlu selalu membaca dan merenungkan ayat ini secara rutin dan terus menerus disertai muhasabah, koreksi dan mawas diri;

“Maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa.” [QS 53 An-Najm Ayat 32]

Hanya Allah Yang Maha Tahu siapa yang terbaik diantara kita di SisiNya. Ada satu berhala dalam diri kita semua yang harus kita hancurkan, yaitu; NAFSU..!!!

“Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah menyesatkannya berdasarkan ilmu yang dimilikinya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” [QS 45 Al-Jatsiyah Ayat 23]

Tentang Diriku..

Daku hanyalah seorang hamba yang miskin papa di hadapanNya,dosa-dosaku teramat sangat banyak,amal ketaatanku teramat sangat sedikit,hatiku selalu berbolak-balik, perjalananku cukup jauh,bekalku belum mencukupi,ajalku telah dekat, harapanku Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang berkenan mengasihi lagi menyayangiku..

Ayat Harapanku..”Katakanlah: “Hai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS 39 Az-Zumar Ayat 53]

Ya Allah, ampunilah semua kejahilan hamba dan bimbinglah hamba istiqomah di jalanMu yang lurus.

 

[Ustaz Abdullah Sholeh Hadrami, Lc.]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379254/islamku-paling-benar-yang-lain-sesat#sthash.kTMdjePU.dpuf

Jangan Berhenti Perbaiki Diri

SAUDARAKU, tidak selamanya hal yang terjadi sesuai keinginan kita. Padahal, bisa jadi kepala terbentur itu adalah hal terbaik daripada dielus-elus orang. Anehnya, kita hanya siap jika yang terjadi adalah hal-hal yang menyenangkan. Giliran tidak menyenangkan, kita cenderung menghindar.

Beberapa prinsip yang bisa dijadikan acuan agar bisa menerima semua ketentuan Allah,di antaranya:pertama, berani melihat kekurangan diri. Tanyakan pada diri apakah saya orangnya pemarah, kikir, pembenci? Jika iya segera perbaiki. Jangan malu-malu.

Kedua, manfaatkan orang terdekat yang berani mengatakan kekurangan langsung kepada kita. Istri, suami, anak-anak adalah orang-orangterdekat. Mereka jauh lebih tahu tentang diri dibandingkan oranglain. Orang lain bisa saja menilai bapak itu saleh, padahal tidak menurut penilaian istrinya.

Ketiga, kunjungi orang-orang yang lebih adil dalam menilai pribadi. Seperti kita pergi ke dokter. Dokter tidak bangga dengan penyakit yang kita derita,tapi ada keinginan mengobati kita. Pun datang ke ulama. Tidak serta merta mereka menertawakan kita,tapi membantu mendeteksi kekurangan kita.

Keempat. Manfaatkan dengan baik orang-orang yang tidak menyukai kita. Jangan takut kepada orang yang terus gigih mencari kejelekan kita. Simak baik-baik. Jika benar adanya,segera perbaiki diri. Cukuplah orang mengkritik kita. Ada punkita, sibuk memperbaiki diri. Mungkin hari ini kita sesuai dengan yang dihinakan, bisa jadi suatu saat orang pun melihat siapa yang menghina dan siapa yang dihina. Maka sebaik-baik atas penghinaan, kritikan jawabannya adalah memperbaiki diri.

Kelima, tafakuri kejadian di sekitar kita. Apapun yang terjadi adalah ilmu, masukandari Allah. Kalau ada orang yang akhlaknya kurang baik, pertanyaan pertama adalah saya mirip dia atau tidak. Kalau ada orang yang bicaranya jelek, saya mirip dia atau tidak. Kalau ada yang pelit,tanyakan hal serupa.Apapun yang jelek,kita harus tanya pada diri.Jangan-jangan, kitabisa jadi lebih jelek. Maka dari itu, kitabelajar sebagai bahan pembanding.

Jadisaudaraku, andaikan kita mendapatkan kekurangan, seperti saat kita dicemooh, itu lebih baik daripada dipuji-puji padahal banyak kekurangan. Salah satu kecintaan Allah adalah menunjukan kekurangan diri untuk diperbaiki. Marilah kita belajar mengurangi kerinduan untuk dipuji orang, ketakutan dihina orang. Mulai minimalisir mengharapkan sesuatu dari mahluk. Senanglah dipuji Allah, PemilikAlam Semesta ini. Wallahu alam bishshawab.[*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2355632/jangan-berhenti-perbaiki-diri#sthash.rBM0ol9Y.dpuf

 

 

TIPS: Jangan lupa, carilah artikel mengenai Taubat dan Istigfar lainnya melalui kolom Pencarian ( masukkan keyword: taubat,tobat, atau istigfar)

Jangan Pernah Berhenti Tobat

NABI Muhammad Saw saja meminta ampunan Allah Swt hingga seratus kali sehari. Maka, marilah bertobat terus-menerus, dengan kesungguhan hati.

Saudaraku, sesungguhnya kita adalah makhluk lemah yang tiada pernah luput dari kesalahan. Setiap hari dosa-dosa kita lakukan. Baik dosa besar maupun dosa kecil. Namun, bukan besar-kecilnya dosa yang perlu kita waspadai. Yang penting kita waspadai adalah jikalau kita sampai meremehkan dosa.

Mari kita periksa hati kita, kita nilai diri kita sendiri dengan sejujur-jujurnya. Hari ini sudah berapa kali kita berburuk sangka kepada orang lain. Sudah berapa kali kita membicarakan keburukan orang lain. Sudah berapa kali kita mencibir dan memandang rendah orang lain. Atau, coba kita periksa juga diri kita hari ini, sudah berapa kali kita merasa bangga dan hebat karena perbuatan kita (ujub). Sudah berapa kali kita berbicara dengan tujuan didengar dan dipandang tinggi oleh orang lain (sumah). Sudah berapa kali hati kita meremehkan nasehat karena kesombongan kita.

Seandainya saja setiap perbuatan dosa kita mengeluarkan bau busuk, tentu saja tak akan ada orang yang sudi duduk di dekat kita. Anak kita tak akan mau berada di pangkuan kita. Pasangan kita tak akan mau berada di dekat kita. Akan tetapi, Allah Swt Yang Maha Pemurah masih menutupi semua dosa-dosa kita itu. Sehingga kita masih dihormati orang lain. Padahal mereka menghormati kita bukan karena kebaikan kita, tapi karena mereka tidak mengetahui keburukan-keburukan kita.

Betapa banyak kesalahan dan dosa yang kita lakukan. Hati kita yang awalnya putih bersih, kini sudah berlumur noda hitam legam karena bekas dari dosa-dosa yang kita lakukan. Oleh karenanya sahabatku, tiada pernah ada alasan bagi kita untuk menunda-nunda taubat. Tiada pernah ada alasan bagi kita untuk lalai memohon ampun kepada Allah Swt. Kita ini hanyalah manusia biasa. Bayangkan sosok mulia nana gung, kekasih Allah, Nabi Muhammad Saw. Beliau yang sudah dijamin oleh Allah untuk bersih dari dosa-dosa(mashum)saja masih memohon ampunan Allah Swt setiap hari hingga seratus kali. Maka, kita seharusnya kita serius untuk bertobat terus-menerus.

Rasulullah Saw. bersabda,”Tidakkah aku berada di pagi hari (antara terbit fajar hingga terbit matahari) kecuali aku beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali.”(HR. An Nasai). Dosa-dosa yang kita lakukan akan meninggalkan noda hitam pada hati kita. Sehingga hati kita tidak mampu menangkap sinyal-sinyal kebenaran, tidak peka pada panggilan-panggilan kebaikan. Lalu, kita pun semakin tersesat di jalan yang gelap gulita. Apa yang akan terjadi jika kita berjalan namun mata tak mampu memandang jalan yang akan kita lintasi? Kemungkinan besar kita akan celaka.

Begitulah hati apabila penuh noda. Seperti mobil yangwipernya rusak, ketika kita mengendarainya dan di luar sedang hujan deras, kemudian kita tak mampu melihat jalan di depan kita, maka tentu kita akan gelisah. Karena kita takut celaka. Apakah kita gelisah karena tidak ada jalan? Tentu bukan! Jalan itu ada, namun kita gelisah karena tidak bisa melihat jalan. Sesungguhnya inilah yang terjadi ketika kita diliputi kegelisahan, kecemasan, ketidakbahagiaan. Itu adalah ciri bahwa hati kita kotor. Maka, marilah kita perbanyak taubat agar Allah Swt mengampuni dosa kita, sehingga tenanglah hati kita.

Karena sesungguhnya Allah Swt sangat suka kepada hamba-Nya yang gemar bertobat. Allah Swt berfirman,”…Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.”(QS. Al Baqarah [2] : 222).

Jika Allah Swt sudah menyukai hamba-Nya, maka niscaya Allah akan memberikan petunjuk kepadanya sehingga selamat dalam kehidupan. Seorang ibu yang memandikan anaknya tiada lain bertujuan agar tubuh anaknya itu bersih dari berbagai kotoran. Semakin anak itu pasrah dan nurut kepada ibunya, maka semakin cepat tubuhnya bersih.

Demikian pula kita ketika bertobat kepada Allah Swt. Tak perlu macam-macam atas perintah dan larangan Allah. Nurut saja. Diperintah bertobat maka bertobat saja dengan kesungguhan hati. Sesungguhnya perintah dan larangan Allah tiada lain adalah bertujuan untuk kebaikan dan keselamatan kita.

Saudaraku, mari kita bertaubat secara serius, setiap hari, setiap saat, terus-menerus. Basahkan lisan dan hati kita dengan berdzikir dan beristighfar. Semoga Allah Swt. mengampuni setiap dosa-dosa kita. Aamiin yaa Allah yaa Mujibassaa-iliin. [*]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2379608/jangan-pernah-berhenti-tobat#sthash.OAh3hIa5.dpuf

Begini Istighfar Rasulullah SAW, Jumlah, dan Khasiatnya

Ada banyak manfaat dari beristighfar atau meminta ampunan kepada Allah SWT. Rasulullah SAW tak pernah melewatkan membaca istighar. Lalu, seperti apakah redaksi permintaan ampunan yang pernah dilafalkan Rasulullah, berapa kali jumlah istighfar yang beliau baca, dan apa pamungkas istighfar yang beliau rekomendasikan?

Sayyid Muhammad bin Alawi bin ‘Abbas al-Maliki al-Hasani dalam kitabnya Madza fi Sya’ban memaparkan dalam beberapa riwayat Rasul memberikan contoh redaksi istighfar yang komprehensif. Di antaranya adalah riwayat yang dinukilkan Imam al-Hakim.

Suatu ketika, seorang sahabat datang dan berkata,”Dosaku-dosaku.” Ini diulang-ulang selama dua kali.

Rasulullah pun memintanya mengucapkan kalimat istighfar, ”Allahumma maghfiratuka awsa’u min dzunubi wa rahmatuka arja ‘indi min ‘amali.”

Sahabat tadi menirukan bacaan Rasulullah. Kemudian Rasul meminta mengulanginya hingga tiga kali. Lalu Rasul berkata,” Allah telah ampuni dosamu.”

Lantas berapa jumlah istighfar yang dibaca Rasulullah setiap hari? Ada dua riwayat. Yang pertama menyebutkan Rasul membaca beristighfar tiap hari minimal 70 kali.

Riwayat ini seperti dinukilkan Imam al-Baihaqi dan Ibn Abi ad-Dunya dari sahabat Anas bin Malik RA. Riwayat tersebut juga menjelaskan khasiat beristighfar sebanyak 70 kali dalam sehari.

“Tidaklah seorang hamba beristighfar 70 kali sehari, kecuali Allah akan ampuni 700 jenis dosa (kecil), sebab tiap harinya seseorang itu sejatinya melakukan lebih dari 700 jenis dosa kecil.”

Riwayat lain menyebutkan, jumlah istighfar Rasulullah tiap harinya adalah 100 kali. Ini seperti riwayat Imam Muslim, Ahmad, at-Thabrani, dan lainnya. “Tidaklah aku melewatkan pagi hari kecuali beristighfar kepada Allah 100 kali.”

Dan yang terakhir, seperti dijelaskan oleh Sayyid Muhammad, redaksi istighfar pamungkas atau disebut sayyid al-istighfar yang sangat dianjurkan Rasulullah, seperti diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, sebagai berikut:

“Allahumma Anta Rabbi la ilaha illa Anta khalaqtani, wa ana abduka, wa ana ‘ala ‘ahdika wa wa’dika mastatha’tu, ‘audzubika min syarri ma shana’tu, abu’u laka bini’matika ‘alayya, wa abu’u bidzanbi, faghfirli, fainnahu la yaghfirudzzunuba illa ‘Anta.” 

Semoga kita senantiasi diberikan motivasi dan hidayah Allah SWT untuk senantiasa beristighfar. Dengan beristighfar, Insya Allah seperti disebutkan di banyak riwayat, selain akan menghapuskan dosa-dosa kita, juga akan membuka pintu rezeki, serta mendatangkan jalan keluar dari segenap persoalan, atas seizin Sang Khaliq.

 

REPUBLIKA

Mendapatkan Predikat Haji Mabrur

Ibadah haji mabrur selalu menjadi dambaan bagi setiap Muslim yang menunaikan ibadah haji. Hal tersebut bukan saja karena didorong oleh motivasi dari hadits Rasulullah SAW yang menyebut bahwa balasan haji mabrur adalah surga, tetapi juga karena sudah menjadi naluri manusia bahwa setiap individu itu ingin berubah menjadi yang lebih baik.

“Momentum haji adalah saat tepat seseorang untuk melakukan perubahan itu agar bisa mencapai predikat sebagai manusia yang saleh dan bertakwa,” ujar Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid Saadi kepada Republika.co.id, Rabu (17/5).

Dia mengatakan, seseorang bisa mendapatkan predikat haji mabrur apabila memiliki beberapa kriteria.  Pertama, motivasi dan niat ibadah tersebut ikhlas semata-mata mengharap ridha Allah SWT. Kedua, proses pelaksanaannya sesuai dengan manasik yang telah dicontohkan Rasulullah SAW yakni syarat, rukun, wajib bahkan sunah ibadah tersebut terpenuhi dengan tertib.

Ketiga, biaya yang digunakan untuk ibadah haji, biaya perjalanan maupun biaya untuk keperluan keluarga yang ditinggalkan diperoleh dengan cara yang halal. Keempat, dampak dari ibadah haji tersebut adalah positif bagi pelakunya, yaitu adanya perubahan kualitas perilaku ke arah yang lebih baik dan lebih terpuji.

Kelima, tidak melakukan rafats, fusuq, dan jidal. Rafats bukan sekadar hubungan seksual tapi termasuk bicara yang porno dan pandangan matanya juga harus dijaga. Fusuq adalah perbuatan fasik yang maksiat, misalnya, membicarakan kejelekan orang lain, memfitnah dan atau mengadu domba. Sementara, jidal artinya berkelahi atau berbantah-bantahan yang bisa menimbulkan permusuhan.

“Pokoknya selama di Tanah Suci, mereka bisa menahan hawa nafsu untuk tidak menimbulkan amarah orang sehingga dia harus banyak bersabar. Haji yang mabrur adalah haji yang diterima oleh Allah SWT dan lawannya adalah haji mardud (tertolak),” kata Zainut.

Banyak ulama menyatakan, bahwa ciri-ciri haji mabrur yang paling utama adalah berubahnya perilaku menjadi lebih baik setelah berhaji. Meningkat semangat ibadahnya, lebih mendalami ajaran agamanyya, meningkat hasil usaha dan prestasi kerjanya.

Selain itu, kata dia, dari segi keluarga juga semakin tumbuh rasa saling cinta, pengertian dan sayang diantara anggota keluarga. Dan lebih dari itu dengan masyarakat juga semakin tumbuh kepedulian sosialnya. “Jadi haji yang mabrur itu akan melahirkan kesalehan baik kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial,” ujarnya.

N Qommarria Rostanti

IHRAM

Awas! Akar Syirik Berasal dari Rumah Tangga

RASULULLAH shallallahu alaihi wasallam telah menyifati kesyirikan sebagai sesuatu yang sangat lembut dan sulit disadari adanya, sehingga ia sering kali terjadi di luar kesadaran pelakunya.

Sampai-sampai beberapa ragam kesyirikan pun bisa terjadi dalam kehidupan rumah tangga dan tidak di sadari oleh keluarga tersebut. Malahan, banyak di antara kesyirikan yang sudah sangat kental dengan pola kehidupan sebagian keluarga. Berbagai kesempatan dan keadaan yang ada selalu saja mengundang terjadinya kesyirikan. Tidak hanya dalam bulan Muharrom saja, namun hampir sepanjang tahun mereka bergelut dengan kesyirikan. Naudzu billah, kita berlindung kepada Alloh azza wajalla.

Di sini akan kita sebutkan sebagian bentuk kesyirikan, khurofat dan takhayul serta kebidahan yang sering terjadi dalam rumah tangga. Semoga dengan mengetahuinya kita bisa menghindar darinya. Dan semoga menjadi pelajaran berharga bagi saudara-saudara kita yang mau kembali ke jalan tauhid yang lurus.

1. Keyakinan adanya hari nahas (hari sial atau hari petaka). Yaitu keyakinan bahwa pada setiap tiga bulan dalam dua belas bulan pasti ada hari-hari nahasnya. Sehingga manusia dilarang bercocok tanam, bepergian, dan mendirikan rumah pada hari-hari nahas tersebut. Sebab diyakini bila itu dilakukan maka akan celaka atau tertimpa cobaan.

2. Tumpeng robyong untuk Selamatan Penganten dan lainnya. Tumpeng robyong ialah gunungan nasi putih di puncaknya diberi telur rebus, terasi bakar, bawang merah dan cabai, semuanya ditusuk memakai bilah bambu dan cabainya diletakkan paling atas. Pada lereng tumpeng ditaruh bermacam-macam sayur (kulupan: jawa). Tumpeng ini dihidangkan untuk meminta keselamatan yang kekal.

3. Upacara tingkep atau tingkepan. Ialah serangkaian kegiatan yang melibatkan wanita hamil, orang tua bahkan mertuanya serta dukun. Upacara ini dilakukan pada usia tujuh bulan kehamilan, jatuh pada hari Rabu atau Sabtu tanggal ganjil sebelum tanggal lima belas. Si wanita hamil tersebut dimandikan dengan air yang diberi berbagai bunga, dimandikan oleh dukun atau kerabat yang paling tua, dengan gayung buah kelapa. Upacara ini disertai dengan pembuatan beberapa tumpeng dan sesajen, di antaranya ialah tumpeng robyong. Upacara yang memayahkan dan tak bisa dipahami oleh logika akal sehat ini bertujuan agar janinnya selamat dan lahir sebagai bayi yang sehat sebagaimana permintaan mereka dalam upacara tersebut. Ritual ini selain menjerumuskan seseorang ke dalam jurang kesyirikan juga merupakan tradisi orang-orang musyrik terdahulu. Di negeri kita ini, khususnya di tanah Jawa, upacara ini terus diwarisi oleh sebagian masyarakat kita sampai kini.

4. Sesajen (sajian) di bawah kolong tempat tidur ibu nifas dan bayinya. Ialah berbagai sajian yang diterangi sebuah pelita kecil siang-malam, terbuat dari minyak kelapa dan seutas tali untuk sumbu. Di sampingnya ditaruh pisau atau pedang mainan, dan payung mainan terbuat dari bambu dan kertas. Dilengkapi dengan tanaman obat seperti dlingo dan bangle. Ada pula sebutir ubu yang digambari arang dan kapur sirih seperti kepala orang dengan mata melotot lebar. Semuanya diletakkan di kolong tempat tidur ibu nifas dan bayinya selama lima pekan sejak hari kelahiran. Tujuannya agar ibu dan bayinya selamat dari segala gangguan roh jahat dan segala penyakit karena telah disiapsiagakan penangkalnya, yaitu sesaji tersebut. Ini merupakan kesyirikan.

5. Memakai gelang, ikat pinggang, benang dan semacamnya untuk tolak bala. Termasuk hal ini ialah mengikatkan tali di perut bayi atau pergelangan tangannya. Yaitu tali khusus berwarna hitam campur merah yang diikatkan di perut dan tangan bayi, ada yang menyebutnya tali kendit. Tujuannya untuk tolak bala, agar anak tersebut tidak diganggu oleh roh jahat dan agar selamat dari bahaya sakit dan penyakit.

6. Masih pada anak-anak, berupa azimat tolak bala. Berupa secarik kertas yang ditulisi serangkaian huruf Arab namun tak terbaca meski sarat maknamenurut mereka(ada yang menyebutnya rajah). Ditulis pada tengah malam Jumat kliwon lalu dibungkus dengan kain dan semisalnya untuk dipakaikan sebagai kalung. Tujuannya agar anak terhindar dari berbagai penyakit, tidak mudah terkejut, dan lain-lainnya.

7. Azimat serupa dibuat untuk suami atau istri yang mandul. Untuk istri yang mandul, dicarikan pangkal batang pisang sobo dicampur dengan beberapa bahan jamu lainnya untuk diminum. Sedang bagi suami yang mandul, harus puasa selama tujuh hari dengan dibacakan surat Inna anzalnaahu (mungkin maksudnya surat al-Qodarpen.) seribu kali pada malam Jumat, dan ketika hendak berhubungan suami-istri masing-masing harus mengenakan azimat tersebut. Tujuannya agar mendapatkan keturunan.

8. Bagi para pedagang, pemilik toko, kedai, warung dan lain-lainnya, di rumah maupun di luar rumah dibuatlah azimat pelaris. Azimat ditulis di kertas pada malam Kamis Legi atau Senin Legi. Diletakkan di sekitar barang dagangan atau lebih utama di peti tempat uang. Tujuannya agar dagangannya laris terjual.

Dan masih banyak kesyirikan-kesyirikan lainnya yang masih belum kami sebutkan di sini. Semoga dengan mengetahui pokok-pokoknya akan kita ketahui yang lainnya.

Pengaruh jelek maupun baik, mara bahaya maupun kemanfaatan, semuanya Alloh-lah yang mengaturnya. Dia-lah yang menimpakan mara bahaya, Dia pula yang memberi kemanfatan. Tidak ada satu makhluk pun yang kuasa melakukannya selain Alloh semata. Dia azza wajalla berfirman:

Katakanlah: “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Alloh. Jika Alloh hendak mendatangkan kemadhorotan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemadhorotan itu? Atau jika Alloh hendak memberi rohmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rohmat-Nya? Katakanlah: “Cukuplah Alloh bagiku.” Kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal.” (QS. az-Zumar [39]: 38)

Jadi, mara bahaya bukan ditolak oleh hari, bulan maupun tahun tertentu. Bukan pula oleh tumpeng robyong, sesaji, gelang, ikat pinggang, gelang, benang, tali kendit, azimat atau rajah maupun yang lainnya. Semua perkara tersebut tidak memberikan manfaat apa pun, malah sangat besar bahayanya. Sebab mara bahaya terjadi atas kehendak Alloh subhanahu wataala, sehingga tidak ada yang kuasa menolaknya selain diri-Nya azza wajalla. Bila penolakan mara bahaya diminta dari selain-Nya, jelas itu merupakan kesyirikan. Sungguh syirik ialah dosa yang paling berbahaya.

Begitu juga kemanfaatan, tertolaknya mara bahaya, keselamatan, keberuntungan, keberhasilan dan kesuksesan, keturunan atau anak-anak, dan rezeki apapun, semua datangnya hanya dari Alloh azza wajalla semata. Dia-lah yang menyelamatkan dan Dia azza wajalla juga yang memberi rezeki. Firman-Nya azza wajalla:

Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Alloh dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Dan tatkala Alloh menyelamatkan mereka sampai di daratan, maka sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. (QS. Luqman [31]: 32)

Dia subhanahu wataala juga berfirman:

Sesungguhnya Alloh, Dia-lah Maha Pemberi Rezeki, Yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (QS. adz-Dzariyat [51]: 58)

Maka, kenalilah kesyirikan agar bisa menghindar darinya, sebagaimana Anda mengenal tauhid guna menunaikannya. Dengan begitu, kita telah berusaha menyelamatkan diri dan keluarga kita dari kekekalan di neraka. Semoga Alloh subhanahu wataala memberikan taufiq-Nya. [Al Ustaz Abu Ammar Abdul Adhim al-Ghoyami/Alghoyami]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2378805/awas-akar-syirik-berasal-dari-rumah-tangga#sthash.Zk0Kegmc.dpuf

Perempuan, di Antara Perhiasan dan Auratnya

DARI judul tulisan ini terasa ada yang aneh. Apa hubungan antara perhiasan dengan aurat? Bukankah perhiasan itu sesuatu yang lepas dari aurat?

Lalu apa kaitannya antara keduanya? Penjabaran dari masalah tersebut mengacu pada firman Allah Subhanahu wa Taala dalam surat an-Nur ayat 31 serta hadis Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam yang akan kita sebutkan di bawah ini.

Alloh Azza wa Jalla berfirman: “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau perempuan-perempuan Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman, supaya kamu beruntung. (QS. an-Nur [24]: 31)

Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam bersabda:

“Wanita itu aurat. Apabila ia keluar (dari rumahnya), setan senantiasa mengintainya.”[1]

Hadis Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam tersebut memberikan pengertian bahwa seorang perempuan mulai dari ujung rambut sampai ujung kakinya adalah aurat, yang apabila nampak akan menjadikan dirinya malu. Lalu apakah seorang perempuan itu harus selalu berkemul dan tidak boleh terlihat sedikit pun? Kalaupun ada yang boleh terlihat, lalu apakah yang boleh itu berarti boleh bagi seluruh manusia, baik laki-laki maupun perempuan?

Masalah seperti ini adalah masalah syariat yang mulia. Sebagaimana yang menetapkan bahwa perempuan seluruhnya aurat adalah syariat, sehingga tidaklah dikecualikan dari bagian-bagian tubuh seorang perempuan yang boleh terlihat kecuali harus menurut dalil-dalil syariat yang benar. Dan dalil syari tentang pengecualian tersebut ada di dalam ayat di atas.

Perhiasan yang biasa tampak

Dalam ayat di atas Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya.

Ibnu Jarir ath-Thobari Rohimallohu Taala dalam tafsirnya (18/92) membawakan riwayat yang shohih mauquf dari Abdulloh bin Masud Rodhiallohuanhu yang berkata: Allah Subhanahu wa Taala berfirman (yang artinya): “Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang (biasa) nampak darinya.” dia (Abdulloh bin Masud) berkata: (yaitu) tsiyab (pakaian luar).[2]

Dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh Syaikh Muhammad asy-Syinqithi Rohimallohu Taala (Adhwaul Bayan 6/197) dan juga oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rohimallohu Taala (Hijabul Marah al-Muslimah hlm. 17).[3] Sebab makna perhiasan ialah apa yang seorang perempuan berhias dengannya dan bukan termasuk asal penciptaan dirinya, dan yang melihatnya tidak mengharuskan melihat sebagian dari anggota badannya, seperti yang nampak dari pakaian luarnya yang tidak mungkin ditutup.[4]

Penjelasan ini semakna dengan hadis Rasulullah Shalallohu alaihi wa sallam di atas, bahwa seluruh tubuh serta perhiasan seorang perempuan adalah aurat yang tidak boleh terlihat oleh orang lain yang bukan mahromnya sedikitpun.[5] Berarti, seorang perempuan tidak boleh terlihat sedikit pun, bagian tubuh maupun perhiasannya, oleh laki-laki lain yang bukan mahromnya selain pakaian luar yang menutup dari ujung rambut sampai ujung kakinya. Dan inilah yang dimaksud dengan perhiasan yang biasa nampak dalam ayat di atas. Wallohu alam.

Perhiasan yang Tersembunyi

Selanjutnya ayat, Allah Subhanahu wa Taala berfirman:

Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka,.

Ibnu Jarir ath-Thobari Rohimallohu Taala dalam tafsirnya (18/94) menyebutkan riwayat yang shohih dari Qotadah Rohimallohu Taala tentang firman Alloh Subhanahu wa Taala (yang artinya): “Dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka dst”, dia Rohimallohu Taala berkata: “Seorang wanita boleh menampakkan kepalanya kepada mereka (yang tersebut dalam ayat).”

Diriwayatkan dari Abu Salamah Rodhiallohuanhu ia berkata: “Aku datang bersama saudara laki-laki Aisyah Rodhiallohuanha kepada Aisyah. Lalu bertanyalah saudaranya kepadanya tentang mandinya Rasululloh Sholallohu alaihi wa sallam. Maka ia (Aisyah) meminta diambilkan wadah seukuran satu sho kemudian ia mandi dengan mengguyurkan air ke atas kepalanya. Sedangkan antara kami dan dia ada hijab (penghalang)nya.” (HR. al-Bukhori dalam Fathul Bari 1/364)

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqolani Rohimallohu Taala dalam Fathul Bari (1/465) berkata: “Al-Qodhi Iyadh berkata: “Yang nampak bahwa kedua laki-laki tersebut melihat yang dilakukan Aisyah pada kepalanya dan juga bagian atas tubuhnya dari yang boleh dilihat oleh mahromnya, sebab Aisyah adalah bibi susuan dari Abu Salamah di mana dia telah disusui oleh Ummu Kultsum, saudari Aisyah. Dan ia menutup bagian tubuhnya yang bawah dari yang tidak halal dilihat meski oleh mahromnya.”[6]

Berdasarkan ayat di atas dengan keterangan riwayat-riwayat yang ada, bisa diambil beberapa pelajaran sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan perhiasan di sini ialah yang ditutupi dengan pakaian luar seorang perempuan, yang tidak boleh terlihat oleh laki-laki lain yang bukan mahromnya. Karena itulah perhiasan ini disebut juga dengan perhiasan yang tersembunyi, yaitu yang disembunyikan dari selain mahrom dan dari selain orang-orang yang disebutkan oleh Allah Azza wa Jalla dalam ayat di atas.

Berdasarkan beberapa riwayat di atas, yang dimaksud perhiasan di sini ialah termasuk anggota tubuh yang perhiasan biasa dikenakan padanya, bukan hanya pada perhiasannya itu sendiri. Perhatikan beberapa riwayat di atas yang jelas menyebutkan bahwa yang boleh terlihat dari seorang perempuan muslimah di antaranya ialah kepala dan anggota wudhunya, bukan sekadar perhiasan yang dikenakannya. Oleh karenanya, para ulama mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perhiasan dalam ayat tersebut termasuk mawadhiuz zinah, artinya tempat-tempat di mana perhiasan itu dikenakan padanya. Seperti di kepala ada anting-anting di telinga, di leher ada kalung, di tangan ada gelang, di kaki ada gelang kaki. Maka maksudnya ialah bukan sekadar tidak boleh menampakkan berbagai perhiasan tersebut, namun juga tidak boleh menampakkan anggota tubuh yang perhiasan biasa dikenakan padanya meski ketika perhiasan tidak sedang dikenakan.

Dan berdasarkan keumuman hadis Rasululloh Shalallohu alaihi wa sallam bahwa seluruh tubuh seorang perempuan muslimah dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah aurat yang tidak boleh terlihat, maka ayat tersebut telah mengecualikan anggota tubuh yang mana yang boleh terlihat dan oleh siapa boleh terlihat. Sehingga seorang wanita muslimah tidak diperbolehkan memperlihatkan anggota tubuhnya kepada orang-orang yang disebutkan dalam ayat melebihi yang disebutkan dalam ayat tersebut, yaitu selain tempat-tempat yang perhiasan biasa dikenakan padanya dan anggota wudhunya saja.

Berdasarkan ayat di atas, yang diperbolehkan melihat kepala seorang wanita muslimah dengan perhiasannya serta anggota wudhunya juga dengan perhiasan yang biasa ada padanya hanyalah mereka yang disebutkan di dalam ayat tersebut saja. Hal ini sebagaimana tegasnya Allah Azza wa Jalla mengecualikan orang-orang yang disebutkan dalam ayat tentang bolehnya mereka melihat perhiasan dan anggota tubuh yang biasanya sebagai tempat perhiasan juga anggota wudhu seorang perempuan muslimah.

Perhiasan yang paling tersembunyi

Adapun anggota tubuh yang lain, selain dari anggota wudhu dan tempat-tempat perhiasan seorang perempuan muslimah, maka yang boleh melihatnya ialah suaminya. Sehingga seorang perempuan muslimah tidak diperbolehkan memperlihatkan dadanya ke bawah, dan dari betisnya ke atas selain kepada suaminya. Sebagaimana pengecualian yang Allah Azza wa Jalla sebutkan dalam ayat di atas.

Sedangkan antara suami istri maka tidak ada batasan aurat antara keduanya, di mana mereka boleh melihat bagian tubuh pasangannya yang mana saja yang ia inginkan. Hal ini sebagaimana disebutkan oleh Ummul Mukminin Aisyah Rodhiallohuanha, yang mengatakan: “Dahulu aku pernah mandi bersama Nabi Sholallohu alaihi wa sallam dalam satu bejana yang disebut al-Faroq.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Al-Hafizh Ibnu Hajar alAsqolani Rohimallohu Taala dalam Fathul Bari (1/364) mengatakan: “Dan ad-Dawudi berdalil dengan hadits ini atas bolehnya seorang suami melihat aurat istrinya dan sebaliknya. Dan hal ini dikuatkan oleh riwayat Ibnu Hibban dari jalan Sulaiman bin Musa bahwa ia ditanya tentang hukum seorang suami melihat farji istrinya lalu dia mengatakan: “Aku bertanya kepada Atho, maka beliau berkata: Aku bertanya kepada Aisyah Rodhiallohuanha lalu dia Rodhiallohuanha menyebutkan makna hadis tersebut.”

Maka ini sebagai dalil dalam masalah ini (dibolehkannya seorang suami melihat farji istrinya dan sebaliknya). Wallohu alam. [Abu Ammar al-Ghoyami/Alghoyami]
_______________________________________________

Referensi:

Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi

Irwaul Gholil, Muhammad Nashiruddin al-Albani

Shohihul Jami, Muhammad Nashiruddin al-Albani

Tafsirul Quranil Azhim, Ibnu Katsir

Kaset kajian Aurotul Marah Muslimah Amama Ukhtihal Muslimah oleh Muhammad Nashiruddin al-Albani.

[1] HR at-Tirmidzi, dishohihkan oleh al-Albani dalam al-Irwa no: 273 dan dalam Shohihul Jami no: 6690

[2] Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi, 4/486

[3] Jami Ahkamin Nisa, Musthofa al-Adawi, 4/489-491

[4] Ibid

[5] Tafsirul Quranil Azhim, Ibnu Katsir, 6/45

[6] Juga diriwayatkan oleh Muslim 1/618 dan an-Nasai 1/127

 

MOZAIK