Petugas Haji Diminta Tetap Layani Jamaah

Kepala Daerah Kerja Mekkah, Endang Jumali meminta petugas haji tetap disiplin melayani jamaah haji. Petugas harus tetap semangat menjaga posnya masing-masing kedisiplinan harus tetap ditingkatkan dan tidak boleh loyo.

Dia mengingatkan petugas agar tidak kehilangan fokus pada pelayanan jamaah usai fase Armina, muzdalifah, dan Mina (Armuzna). Pada masa Armuzna biasanya banyak jamaah bertumbangan ketika lempar jumrah dan mabit di Mina.

Usai fase tersebut, jamaah tinggal melaksanakan ibadah yang tergolong lebih ringan dari Armuzna, seperti Tawaf Ifadhah, Tawaf Wada’ dan kegiatan lainnya. Sebagian jamaah juga sudah mulai pulang ke Tanah Air usai Armuzna sementara lainnya secara berangsur bergerak ke Madinah.

“Dari masa puncak menanjak lalu sekarang sudah mulai berkurang sekarang semua petugas harus tetap fokus di posnya masing-masing,” tambah dia.

Dalam fase saat ini, sebut dia jamaah mulai meninggalkan Mekkah sedikit demi sedikit. Meski jamaah berkurang bukan berarti pelayanan di Makkah turun.

Daker Makkah, lanjut dia tidak memiliki waktu jeda untuk bertugas karena usai Armuzna petugas harus melayani jamaah yang beraktivitas di kawasan Masjidil Haram sementara yang lain ke Jeddah untuk pulang ke Indonesia dan sebagian lain jamaah ke Madinah untuk melakukan Shalat ‘Arbain.

“Jamaah Madinah dari Mekkah terakhir 16 September selesai, jadi fokus kita adalah pada persiapan pemulangan itu ke Jeddah maupun pendorongan ke Madinah,” kata dia.

Syekh Abdulrahman Al-Sudais Nilai Haji Tahun Ini Sukses

Ketua Presidensi Umum untuk Dua Masjid Suci, Syekh Abdulrahman Al-Sudais mengucapkan terima kasih pada pihak yang melayani jamaah haji. Ia menilai penyelenggaraan ibadah haji tahun ini sukses dan lancar.

Dilansir di Arab News pada Selasa (11/9), Al-Sudais memuji semua pihak atas upaya dan kontribusi pada keberhasilan musim haji. Ia juga memuji pejabat yang mengupayakan layanan terbaik mengurus kebutuhan jamaah selama tinggal di kota-kota suci.

Dia memuji Raja Salman Abdulaziz al-Saud dan Putra Mahkota Saudi atas dukungan penyelenggaraan ibadah haji. Tak lupa, dia berterima kasih kepada petugas keamanan atas upaya mengamankan ibadah haji. Secara khusus, dia mengapresiasi peran media atas berbagai pemberitaan layanan untuk jamaah haji dari Dua Masjid Suci.

Direktur Jenderal Pertahanan Sipil Brigjen Abdullah bin Eid Al-Qurashi juga mengapresiasi peran yang dilakukan berbagai institusi dalam melayani tamu-tamu Allah SWT. Gubernur Makkah Pangeran Khaled Al-Faisal menyatakan Saudi akan mengupayakan yang terbaik dalam melayani jamaah. Ia mengatakan pemerintah memastikan jamaah menikmati perjalanan haji dan umrah yang lebih nyaman dan mudah.

Dia berujar, Raja Salman telah membentuk Komisi Kerajaan untuk Makkah dan Tempat-Tempat Suci yang dipimpin Putra Mahkota Saudi. Komisi itu bertugas memfasilitasi prosedur haji dan umrah serta mengembangkan tempat-tempat suci.

REPUBLIKA

Al Fatihah, Surat Paling Istimewa dalam Alquran

Rafi bin Mu’alla az Zuraqi, atau nama kunyahnya Abu Sa’id, adalah seorang sahabat Anshar. Suatu ketika di dalam masjid, Nabi SAW mendekatinya dan berkata, “Maukah engkau kuberitahu tentang surat yang paling istimewa dalam Alquran, sebelum engkau nantinya keluar dari masjid?”

“Baiklah, ya Rasulullah,” ia menjawab.

Beberapa sahabat lainnya berdatangan, dan beliau disibukkan dengan berbagai pertanyaan dan melayani para sahabat lainnya. Setelah mereka semua berangsur habis, Nabi SAW memegang tangan Rafi bin Mu’alla dan menuntunnya keluar. Rafi sendiri menunggu akan apa yang diucapkan Nabi SAW, tetapi beliau sendiri tampaknya tidak akan mengucapkan sesuatu.

Mendekati pintu masjid, Rafi berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tuan tadi berjanji akan memberitahukan kepada saya tentang surat yang paling istimewa dalam Alquran.”

Nabi SAW memandangnya sesaat, entah beliau lupa atau memang beliau ingin mengetes keberanian sahabat ini, kemudian dengan tersenyum beliau bersabda, “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, as sab’ul matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, yakni al Fatihah) dan Alquranul ‘azhiim yang diturunkan kepadaku.

INILAH MOZAIK

Teguh Menjaga Amal

Amal saleh, baik yang bersifat mahdah (ritual) maupun ghair mahdah(sosial), perlu dijaga dengan terus-menerus melakukannya atau konsisten tanpa pernah bosan apalagi sampai berhenti.

Nabi SAW bersabda, Jangan membiasakan ibadah, lalu meninggalkannya. (HR ad Dailami). Allah sangat menyukai orang yang melakukan hal seperti itu, meskipun sedikit. Nabi ber sabda, Amal (kebaikan) yang disukai Allah ialah yang langgeng meskipun sedikit.(HR al-Bukhari).

Dikisahkan, pada suatu ketika, Alqamah pernah bertanya pada Ummul Mukminin Aisyah mengenai amal ke seharian Rasulullah, Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal? Aisyah menjawab, Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Jika beliau beramal, be liau selalu terus-menerus me la kukannya. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ibnu Rajab dalam kitabnya, Fath al- Bari, menjelaskan, Nabi selalu melakukan amal secara konsisten dan melarang memutuskan atau meninggalkan amal begitu saja. Dalam hadis di se but kan, Nabi pernah melarang melakukan hal ini kepada Abdullah bin Umar (Ibnu Umar).Nabi mencelanya karena meninggalkan amal (absen) shalat malam. Nabi berkata kepadanya, Wahai Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dahulu dia biasa mengerjakan shalat malam, tetapi sekarang dia tidak me nger jakannya lagi.(HR al-Bukhari dan Muslim).

Sementara itu, Imam Hasan al- Bash ri, seperti dikutip Ibnu Rajab dalam kitabnya yang lain, al-Mahajjah fi Sair ad-Duljah, berpesan kepada kita, Wahai kaum Muslimin, konsistenlah dalam ber amal, konsistenlah dalam beramal.Ingatlah! Allah tidaklah menjadikan akhir amal dari seseorang selain ke matiannya. Jika setan melihatmu konsisten dalam melakukan amal ketaatan, dia pun akan menjauhimu.

Namun, jika setan melihatmu beramal kemudian engkau meninggalkannya setelah itu, malah melakukannya sesekali saja, setan pun akan makin bersemangat untuk menggodamu.

Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit, begitulah amal yang dilakukan, meskipun sedikit tetapi terus-menerus dijaga. Pahalanya kian bertambah banyak. Pesan untuk menjaga amal saleh ini setidaknya berintikan pada dua hal. Pertama, agar kita terbiasa beribadah atau beramal dalam kehidupan kita karena hal itu menjadi jalan kita mendapatkan pahala dan keridhaan Allah. Kedua, agar kita menjadi orang yang rajin, tidak malas- malasan, apalagi beramal saleh dalam wujud ibadah mahdahyang merupakan takarub kepada Allah.

Imam an-Nawawi dalam kitabnya, Syarh Shahih Muslim, mengatakan, Ingatlah bahwa amal sedikit yang konsisten dilakukan akan melanggengkan amal ketaatan, zikir, takarub kepada Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amal tersebut diterima oleh Allah. Amal sedikit yang rutin dilakukan juga akan memberikan ganjaran yang besar dan berlipat dibandingkan dengan amal yang sedikit tetapi sesekali saja dilakukan.

Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitabnya, Fath al-Bari, menjelaskan, dengan melakukan amal secara rutin meskipun sedikit maka akan ber ke sinam bunganlah ketaatan dalam bentuk zikir, merasa diawasi oleh Allah, men jaga keikhlasan, dan hati senantiasa terhu bung kepada Allah. Berbeda halnya dengan amal yang sekaligus banyak dan berat. Hingga sesuatu yang sedikit tetapi rutin lebih cepat penambahannya daripada banyak tetapi terputus.

Melakukan satu amal saleh terkadang lebih mudah dibanding menjaganya di lain waktu. Rasa malas, bosan, dan enggan kerap kali menghalangi untuk itu. Di sinilah salah satu ujian besar dan berat seorang beriman yang sesungguhnya. Apakah ia berhasil melewati halangan itu, lalu dengan penuh semangat dan tulus menjaga amal untuk terus dilakukan, atau tidak. Nabi pernah mengingatkan bahwa Allah tidak akan pernah bosan memberikan pahala sampai seseorang bosan beramal (HR al-Bukhari).

REPUBLIKA

Serba-serbi Haji (18): Tantangan Cium Hajar Aswad

SIAPA yang tak ingin cium hajar aswad, beberapa keping batu surga yang disatukan dan terletak di salah satu pojok ka’bah itu? Pojok hajar aswad menjadi pojok yang paling ramai. Kata “berlomba” lebih tepat digunakan dari pada kata “antri” untuk menggambarkan kedahsyatan rebutan mencium batu hitam itu.

Orang-orang bertubuh besar sangatlah menyulitkan orang-orang bertubuh kecil tipikal kebanyakan jamaah Indonesia. Namun ada juga jamaah Indonesia yang berhasil mencium hajar aswad itu.

Seorang jamaah yang bertubuh mungil asal Madura, Mat Tellor namanya, berhasil menyelinap di antara ketiak orang-orang bertubuh besar itu. Tekniknya mudah, cukup membuat geli ketiak orang besar-besar itu maka jalan kepala menjadi terbuka. Kami yang mendengar kisah perjuangan Mat Tellor tertawa.

Lalu, banyak teman yang menantang Mat Kelor untuk bisa cium hajar aswad. Hadiahnya menarik, umroh gratis. Mereka yang memberikan tantangan ini tak yakin bahwa Mat Kelor yang kalem dan tubuhnya tak kecil akan selincah Mat Telor. Namun, Mat Kelor menerima tantangan itu. Hitung-hitung, hadiah UMROH.

Setelah makan siang, Mat Kelor berangkat menuju Masjid dengan membawa tongkat. “Dia agak sakit kaki mungkin,” duga teman-temannya. Teman-temannya mendampingi sebagai saksi. Rupanya Mat Kelor salah duga. Setelah makan siang, walau panas menyengat ternyata jamaah penuh di halaman masjid. Mat Kelor tak langsung ke Masjid, dia menuju toko kacamata sebelah mall. Dia membeli kaca mata hitam. “Untuk menahan panas,” duga teman-temannya. Mat Kelor cuma diam saja.

Masuklah Mat Kelor ke dalam masjid lalu mulai ikut thawaf. Temannya terus mengikuti dan mengamati apa yang akan dilakukan Mat Kelor untuk cium hajar aswad. Kira-kira jarak 2 meter dari hajar aswad, Mat Kelor berlagak seperti orang buta, tongkatnya dipindah-pindah seperti mencari jalan, matanya dengan kaca mata hitamnya tolah toleh ke atas ke bawah ke kanan dan ke kiri persis orang buta sambil teriak: “Allaaaah, thariq thariq thariq.” Banyak orang yang kasihan kepadanya dan bahkan polisi (Askar) penjaga kabah membantunya membuka jalan dan menuntunnya sampai mencium hajar aswad.

Tersenyumlah Mat Kelor, lalu pergilah dia dengan melepas kacamata hitamnya. Orang-orang pada melongo. Ada yang tertawa dan ada pula yang jengkel. Lalu pulanglah Mat Kelor untuk bertemu Sang Penantang. Mat Kelor ditantang. Ada yang mau coba trick ini? Dosa apa tidak?

 

KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Khalifah Umar Menetapkan Tahun Hijriah

SAMPAI saat wafat Rasulullah saw belum ada penetapan kalender Islam yang dipakai sebagai patokan penanggalan. Pada waktu itu, catatan yang dipergunakan kaum muslim belum seragam.

Ada yang memakai tahun gajah, peristiwa bersejarah, yaitu tahun penyerangan Abrahah terhadap kabah dan kebetulan pada saat itu bertepatan dengan tanggal kelahiran Rasulullah saw. Ada pula yang menggunakan tahun diutusnya Rasulullah saw sebagai nabi, atau awal penerimaan wahyu. yang penting mereka belum mempunyai penanggalan yang tetap dan seragam. Pada zaman khalifah Abubakar ra sudah mulai para sahabat melontarkan gagasan tentang perlunya adanya penanggalan, tapi belum pula diterapkan.

Penetapan penanggalan yang dipakai oleh umat Islam dimulai pada zaman khalifah Umar ra. Menurut keterangannya, ide ini diterapkan setelah beliau menerima sepucuk surat dari Abu Musa al-asyari yang menjadi gubernur di Bashrah, isinya menyatakan “Kami telah banyak menerima surat perintah dari anda tapi kami tidak tahu kapan kami harus lakukan. Ia bertanggal Syaban, namum kami tidah tahu Syaban yang mana yang dimaksudkan?”

Rupanya surat Abu Musa diterima oleh khalifah Umar ra sebagai saran halus tentang perlu ditetapkannya satu penanggalan (kalender) yang seragam yang dipergunakan sebagai tanggal bagi umat Islam.

Budaya penanggalan ini rupanya belum ada dalam Islam sedangkan penanggalan Masehi sudah diterapkan sebelum adanya Islam beberapa abad lalu. Tapi Islam adalah agama yang menerima budaya dari luar semasih budaya itu baik dan tidak bertentangan dan keluar dari rel agama. contohnya; disaat Rasulullah saw berada di Madinah beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada tanggal 10 muharam. Beliau bertanya kenapa mereka berpuasa. Lalu dijawab karena hari itu nabi Musa as diselamatkan dari serangan Fir’aun. Rasulullah saw mejawab “kita lebih utama dari mereka atas nabi Musa”. Maka beliau menganjurkan umat Islam untuk berpuasa, dan dianjurkan pula berpuasa sebelumnya atau sesudahnya. Tujuanya untuk tidak bertasyabbuh (menyamakan) dengan Yahudi. Contoh lain, disaat Rasulullah saw mengirim surat kepada penguasa dunia, beliau disarankan untuk membubuhi surat-surat beliau dengan stempel, karena mereka tidak mau menerima surat-surat kecuali ada stempelnya. Nabi pun menerima saran tersebut. Lalu beliau membuat stempel yang berupa cincin tertulis “Muhammad Rasulullah”.

Kemudian khalifah Umar ra menggelar musyawarah dengan semua sahabat Nabi saw untuk menetapkan apa yang sebaiknya dipergunakan dalam menentukan permulaan tahun Islam. Dalam pertemuan itu ada empat usul yang dikemukakan untuk menetapkan penanggalan Islam, yaitu :

1. Dihitung dari mulai kelahiran nabi Muhammad Saw
2. Dihitung dari mulai wafat Rasulullah saw
3. Dihitung dari hari Rasulullah saw menerima wahyu pertama di gua Hira
4. Dihitung mulai dari tanggal dan bulan Rasulullah melakukan hijrah dari Mekkah ke Madinah

Usul pertama, kedua dan ketiga ditolak dan usul yang terakhir merupakan usul yang diterima suara banyak. Usul ini diajukan oleh imam Ali bin Abi Thalib ra. Akhirnya, disepakatilah agar penanggalan Islam ditetapkan berdasarkan hijrah Rasulullah saw dari Mekkah ke Medinah.

Ketika para sahabat sepakat menjadikan hijrah Nabi saw sebagai permulaan kalender Islam, timbul persoalan baru di kalangan mereka tentang permulaan bulan kalender itu. Ada yang mengusulkan bulan Rabiul Awal (sebagai bulan hijrahnya Rasulullah saw ke Medinah). Namun ada pula yang mengusulkan bulan Muharram. Akhirnya khalifah Umar ra memutuskan awal bulan Muharam tahun 1 Islam/Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622 M. Dengan demikian, antara permulaan hijrah Nabi sa dan permulaan kalender Islam terdapat jarak sekitar 82 hari.

Jadi, peristiwa penetapan kalender Islam oleh khalifah Umar ra ini terjadi tahun ke 17 sesudah hijrah atau pada tahun ke-4 dari kekhalifahan beliau.

Dari latar belakang sejarah di atas dapat diambil kesimpulan bahwa :

Penetapan bulan Muharram oleh Umar bin khattab ra sebagai permulaan tahun hijriah tidak didasarkan atas peringatan peristiwa hijrah Nabi. Buktinya beliau tidak menetapkan bulan Rabiul Awwal (bulan hijrahnya Rasulullah saw ke Medinah) sebagai permulaan bulan pada kalender hijriah. Lebih jauh dari itu, beliau pun tidak pernah mengadakan peringatan tahun baru hijriah, baik tiap bulam Muharram maupun Rabiul Awwal, selama kekhalifahannya.

Peringatan tahun baru hijriah pada bulan Muharram dengan alasan memperingati hijrah nabi ke Madinah merupakan hal yang kurang pas, karena Rasulullah saw hijrah pada bulan Rabiul Awwal bukan bulan Muharram.

Menyelenggarakan berbagai bentuk acara dan upacara untuk menyambut tahun baru hijriah dengan begadang semalam suntuk, pesta kembang api, tiup terompet pada detik-detik memasuki tahun baru adalah hal yang tidak pernah disarankan agama.

INILAH MOZAIK

Hudaibiyah Jadi Pilihan Miqat Jamaah Indonesia

Jamaah haji Indonesia mengisi waktu mereka di Makkah dengan melakukan umrah sunah. Mereka  memilih titik mula (miqat) berumrah dari Masjid Hudaibiyah. Alasannya, memilih miqat di kawasan tersebut untuk sekaligus menapaktilasi perjuangan Nabi Muhammad SAW beserta sahabatnya.

Meski begitu, jarak antara miqat Hudaibiyah dan Makkah sekitar 38 kilometer sebagaimana ditunjukkan aplikasi peta telepon seluler. Untuk menuju kawasan itu jamaah haji menggunakan bus yang disewa secara berombongan dan beberapa dikoordinasi oleh Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).

Masjid Hudaibiyah itu terletak di pinggiran kota Mekkah yaitu di Jalan Jeddah Lama. Tengara masjid ini menjadi salah satu tujuan wisata rohani jamaah dari seluruh dunia, termasuk Indonesia. Di dekat kawasan masjid tersebut terdapat juga Benteng Hudaibiyah yang juga menjadi daya tarik tersendiri bagi jamaah haji yang ingin dalam satu waktu melakukan wisata rohani.

Sebagai titik miqat umrah, Hudaibiyah sejatinya memiliki nilai historis yang tinggi bagi perjuangan Islam di masa Rasulullah Muhammad SAW. Di tempat inilah terjadi Perjanjian Hudaibiyah antara Muslimin dan musyrikin Quraisy untuk gencatan senjata selama 10 tahun.

Terdapat butir-butir perjanjian penting lainnya yang akhirnya menjadi titik tolak Muslimin untuk menaklukkan kota Makkah dari kekuasaan musyrikin karena terjadi pelanggaran perjanjian oleh Kafir Quraisy. Kaum musyrikin ditengarai melakukan penyerangan atas sekutu Muslimin di mana tindakan itu tidak boleh dilakukan selama Perjanjian Hudaibiyah berlaku.

Penaklukan yang dikenal sebagai Fatkhul Mekkah itu terjadi tanpa ada pertumpahan darah dan awal Muslimin bisa menguasai kota dengan Ka’bah dan Masjidil Haram itu. Setelah penaklukan, Muslimin bisa menghancurkan berhala-berhala jahiliyah di sekitar Ka’bah.

Kendati memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi, Masjid Hudaibiyah cenderung kurang terawat jika dibanding miqat umrah lain seperti Masjid Ji’ronah dan Masjid Tan’im. Salah satu pengukurnya adalah karpet yang cenderung usang jika dibanding di Ji’ronah dan Tan’im. Selain itu, toilet dan tempat wudhu di Masjid Hudaibiyah relatif kurang bersih dan sesekali tercium aroma tidak sedap.

Tempat parkir di Hudaibiyah juga kurang luas yaitu bus peziarah hanya bisa berhenti di pinggiran jalan saja. Berbeda dengan di Ji’ronah yang memiliki parkir luas, toilet dan tempat wudhu lebih bersih dan tempat lebih nyaman untuk shalat.

REPUBLIKA

Muharram Awal Kebangkitan Islam

Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti mengatakan, secara teologi, Muharram merupakan bulan yang suci. Pada bulan ini diharamkan untuk berperang.

Pada bulan ini juga Allah menyelamatkan para nabi dari serangan musuh. Sedangkan secara historis, Muharram merupakan awal kebangkitan Islam.

Karena itu, kata Mu’ti, umat Islam menyambut bulan tersebut dengan beragam tradisi.

Sebagian dari tradisi tersebut bentuk peng amalan ajaran Islam. Ia mencontohkan berzikir dan bershalawat.

Meskipun dalam Islam terdapat perbedaan pendapat mengenai zikir itu sendiri. Mu’ti mengamini bahwa banyak tradisi ketika bulan Muharram.

Di Jawa sebagian menandai datangnya 1 Muharram dengan bertapa dan menyucikan pusaka. Tradisi seperti ini lebih didominasi oleh mitos kepercayaan Jawa.

“Sebaiknya perayaan Muharram dirayakan sesuai ajaran Islam. Jangan merayakan 1 Muharram dengan boros, kata Mu’ti.

Muhammadiyah tak mengagendakan acara khusus ketika Muharram. Hanya, mereka memperingatinya dengan berpawai atau pengajian. Warga Muhammadiyah tidak mengadakan acara zikir ataupun tradisi lainnya.

 

REPUBLIKA

Beda Kalender Hijriyah dan Masehi

Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin menjelaskan perbedaan antara bulan Hijriyah dan Masehi. Menurutnya, keduanya memiliki kelebihan dan kelemahan.

Tahun Masehi didasarkan pada peredaran bumi mengitari matahari dan hari didefinisikan berdasarkan posisi matahari. Ia mengatakan, tahun masehi sangat berguna untuk kegiatan-kegiatan yang berbasis pada musim.

Misalnya terkait pertanian, pelayaran, dan aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan musim, yaitu perayaan. “Kalau suatu perayaan, kalau memperhitungkan musim harus menggunakan kalender musim,” ujarnya menjelaskan.

Sementara, kalender Hijriyah, lanjutnya, yaitu didasarkan peredaran bulan mengitari bumi. Keuntungannya adalah setiap perubahan dari hari ke hari dapat diketahui.

Perubahan tersebut dapat diketahui dari bentuk dan posisi bulan.

Ia mengungkapkan, kalender berbasis bulan tidak hanya digunakan oleh umat Islam, tetapi juga bagi agama- agama lain. Contohnya, agama Hindu untuk menentukan hari raya Nyepi yang berdasarkan bulan mati. Kemudian, Waisak bagi umat Buddha berdasarkan bulan purnama.

Ia juga menjelaskan, penyebab sering tidak tepat antara kalender Masehi dan Hijriyah setiap tahunnya. Menurut Thomas, perbedaan tersebut disebabkan oleh panjang tahun dari kedua kalender tersebut yang berbeda.

Dalam kalender Masehi, kata Thomas, peredaran bumi mengitari matahari rata-rata selama 365,24, 22 hari sehingga, dibulatkan menjadi 365,24,25 hari. Sedangkan, kalender Hijriyah satu bulannya, yaitu 29,53 hari. Jika dikalikan 12 dalam satu tahun, sekitar 354 hari.

“Jadi, ada perbedaan sekitar 11 hari,” kata dia.

 

REPUBLIKA

Kewajiban Muslimah Terhadap Suaminya

Ikatan pernikahan sangat dimuliakan dalam Islam, menjaga dengan pagar yang kokoh serta menjadikannya salah satu tanda kebesaranNya.

”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dun dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang…” (Ar-Rum: 21)

Suatu kalimat sederhana, yang dengannya Allah menghalalkan berbagai perkara yang sebelumnya haram bagi mereka berdua. Kemudian tumbuh rasa saling memahami antara suami dan istri dalam menjalani roda kehidupan. Inilah yang menguatkan ikatan pernikahan yang dengan ikatan ini akan lestari keturunan anak manusia dan akan terjadi proses pergantian generasi.

Rasulullah SAW bersabda, ”Pilihlah (wanita) untuk (tempat) nuthfahmu, nikahkanlah (mereka) yang kufu, dan nikahkanlah (para wanita) dengan mereka.” (HR. Ibnu Majah)

Hadits ini umum, mencakup pilihan pria atas wanita dan pilihan wanita atas pria. Karenanya, syariat mewajibkan persetujuan bagi wanita berakal dan telah balig. Jika dia tidak memberi persetujuan dan tidak ridha dinikahi, dia boleh memilih. Sebagaimana disebutkan dalam kisah Al-Khansa binti Khidam.Masalahnya bahkan lebih dari itu.

Kisah Barirah ketika dia telah dimerdekakan dan suaminya masih berstatus sebagai budak. Barirah memilih untuk berpisah dengan suaminya karena tidak suka kepada suaminya, Rasulullah pun tidak memaksanya, meski suaminya sangat mencintainya. (HR Bukhari).

Wanita bebas memilih, tetapi siapakah yang layak dia pilih?

Seorang muslimah hendaknya mengutamakan orang yang beragama dan berakhlak mulia daripada yang lainnya. Begitu pula dirinya yang juga dipilih-oleh calon suami-karena kekayaannya, kecantikannya, keturunannya, dan agamanya. Ujung-ujungnya, yang beruntung ialah yang memilih wanita karena agamanya. Demikian juga bagi wanita, dia akan beruntung jika memilih pria yang beragama.

Nabi bersabda:

“Jika seorang laki-laki yang kau ridhai agama dan akhlaknya melamar (anak perempuan)mu maka nikahkanlah dia. Jika tidak, akan timbul fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR Ibnu Majah).

Seorang muslimah senantiasa menaati suaminya selama suaminya itu tidak bermaksiat kepada Allah. Nabi menjelaskan dalam sabdanya.

“Sekiranya aku (boleh) menyuruh seseorang bersujud kepada orang lain, niscaya kusuruh para istri untuk bersujud kepada suami-suami mereka.” (HR Ibnu Majah).

Di dalam ajaran Nabi Muhammad SAW, sujud hanya boleh dilakukan kepada Allah. Hadits ini menerangkan kedudukan dan derajat seorang suami, sampai-sampai Rasulullah menjadikannya sebagai jalan surga dan neraka bagi seorang istri.

Beliau juga menjelaskan bahwa melayani suami dengan baik, setara dengan nilai jihad fii sabilillah.

Sungguh bentuk ketaatan paling utama dari seorang istri salihah kepada suaminya dan merupakan bentuk baktinya kepada suaminya ialah hendaknya dia memenuhi berbagai keinginan suami, seperti yang telah disyariatkan. Yaitu hak untuk menikmati kehidupan bersuami-istri dengan utuh dan sempurna serta bergaul dengannya secara baik karena memang inilah tujuan pokok pernikahan.

Seorang istri salihah hendaknya memerhatikan kegemaran suami dalam hal makanan, pakaian, ziarah, obrolan, dan semua yang terlihat dalam kesehariannya. Apabila setiap istri memenuhi keinginan suami maka kehidupan mereka akan semakin bahagia, tenteram, dan penuh kedamaian. Namun, jika sang istri durhaka kepada suaminya dan tidak memenuhi haknya maka sang istri berada dalam laknat Allah dan Malaikat sehingga suaminya meridhainya.

Puasa sunnah bahkan tidak boleh dilakukan seorang istri jika dia sedang bersama suaminya, kecuali dengan izin suami.

Seorang istri salihah juga diperintah untuk tidak berlebih-lebihan dalam membelanjakan harta (jika suaminya bakhil) dari batasan yang sewajarnya. Nabi bersabda, “Ambillah secukupnya untukmu dan anakmu dengan cara yang baik.” (HR Bukhari).

Istri shalihah juga bertanggung jawab mendidik dan mengatur perabot rumah agar menjadi tempat tinggal yang nyaman dan tenteram.

Nabi bersabda, “Seorang wanita adalah pemimpin di rumah suaminya dan dia bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR Bukhari).

Tabiat yang dituntut dari seorang istri agar hidup bersama dengan kehidupan yang mulia, tercermin dalam sifat menerima apa adanya (qanaah), mau mendengar (sam’u) dan taat (tha’ah), menjaga kebersihan lahir batin, mengatur waktu makan, menjaga ketenangan saat istirahat, menjaga harta, menjaga rahasia dan menaati perintah suami.

Apabila seorang istri memenuhi kriteria di atas pasti Allah SWT dan ridha suaminya akan diperolehnya. Adapun salah satu cara mengambil hati suami adalah dengan memuliakan dan menghormati orangtua dan saudaranya.

Wallahua’lam.

[@paramuda/BersamaDakwah]