Membayar Zakat Dari Tahun-Tahun Yang Sudah Berlalu

Pertanyaan. 
Ada rang kaya, namun dia tidak menunaikan kewajiban membayar zakat selama beberapa tahun yang lalu. Lalu, dia bertaubat, bagaimana dia harus mengeluarkan zakat beberapa tahun yang telah lalu? Dan apakah ada kafarah baginya?

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah menjawab:
Dia keluarkan zakat (yang belum sempat dia tunaikan pada tahun-tahun sebelumnya)  dengan cara menghitung nominal hartanya yang ada pada waktu terkena wajib zakat, dan lalu dia menghitung kadar zakatnya setelah itu dia harus mengeluarkan zakatnya itu. Karena sejatinya, zakat (yang belum ditunaikan itu) adalah hutang yang menjadi tanggungan si pemilik harta, sehingga dia akan tidak bisa lepas dari tanggungannya itu kecuali dengan menunaikan zakat tersebut.

Jika dia mengatakan, “Itu susah sekali!” dan juga ada kemungkinan dia tidak menghitung hartanya kala itu. Untuk orang seperti ini, kita katakan, “Berusahalah dan lakukanlah hal yang paling selamat!” Seandainya, saudara lebihkan dari yang seharusnya, maka itu lebih baik, misalnya, seharusnya 1000 riyal (sekitar Rp. 3.700.000,-) lalu saudara tambah lebih nominal itu atau saudara bayarkan dua kali lipat, itu lebih baik dari pada saudara menunaikan zakatnya dengan nominal yang kurang dari seharusnya. Jadi, kelebihan itu merupakan kebaikan untukmu, maksudnya, jika kelebihan masuk dalam nominal zakat yang memang wajib saudara tunaikan berarti saudara telah terbebas dari tanggungan kewajiban zakat itu, namun bila kelebihan itu bukan zakat wajib, berarti itu adalah ibadah sunnah bagi saudara. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

كُلُّ امْرِئٍ فِي ظِلِّ صَدَقَتِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Setiap orang akan berada dibawah naungan sedekahnya pada hari kiamat[1]

(Itu, jika nominal yang dikeluarkan berlebih), akan tetapi apabila yang saudara keluarkan itu masih kuranh dari seharusnya, maka saudara akan mendapatkan dosa dan akan masuk dalam ancaman Allah Azza wa Jalla dalam firman-Nya:

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ هُوَ خَيْرًا لَهُمْ ۖ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَهُمْ ۖ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُوا بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۗ وَلِلَّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۗ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allâh berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. dan kepunyaan Allâh-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. dan Allâh mengetahui apa yang kamu kerjakan. [Ali Imran/3:180]

Dan bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ آتَاهُ اللَّهُ مَالًا فَلَمْ يُؤَدِّ زَكَاتَهُ مُثِّلَ لَهُ مَالُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شُجَاعًا أَقْرَعَ

Barangsiapa diberi harta oleh Allâh, namun dia tidak menunaikan zakatnya, maka  pada hari kiamat hartanya dijadikan dalam wujud syujâ’an (ular besar) aqra’  (botak, tidak ada sisik di kepalanya karena terlalu banyak racun atau bisanya) – dan hanya kepada Allâh kita berlindung-

لَهُ زَبِيبَتَانِ

 Ular itu ada dua busa dipinggir dua mulutnya

(keduanya penuh racun. -dan hanya kepada Allah kita berlindung-)

 يَأْخُذُ بِشِدْقَيْهِ فيَقُولُ أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ, أَنَا مَالُكَ أَنَا كَنْزُكَ.

Ular itu mencengkeram dengan kedua sudut mulutnya, lalu ular itu berkata,’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. ’Saya adalah hartamu, saya adalah simpananmu’. [HR. Al-Bukhâri]

Oleh karena itu, hendaklah orang-orang bakhil yang enggan mengeluarkan zakat itu mewaspadai ancaman ini dan ancaman yang semisal dengannya. Hendaklah mereka takut kepada Allâh Azza wa Jalla yang telah memberikan harta kepada mereka untuk mereka infakkan, karena Allâh Azza wa Jalla dan untuk menambah kebaikan mereka.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XXI/1439H/2018M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] HR. Imam Ahmad, 4/147, no. 17371; Ibnu Hibban, 8/104,  no. 3310; Ath-Thabrani, 17/289, no. 771 dan al-Hakim, 1/576, no. 1517,  dan beliau rahimahullah mengatakan, “Shahih sesuai dengan syarat Imam Muslim”. Hadits ini juga dinilai shahih  oleh Syaikh al-Albani rahimahullah

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11492-membayar-zakat-dari-tahun-tahun-yang-sudah-berlalu.html

Mencegah Haid Agar Bisa Berpuasa

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Apa pendapat Anda tentang wanita yang mengkonsumsi pil pencegah haidh hanya untuk bisa berpuasa bersama orang-orang lainnya di bulan Ramadhan?

Jawaban
Saya peringatkan untuk tidak melakukan hal-hal semacam ini, karena pil-pil pencegah haid ini mengandung bahaya yang besar, ini saya ketahui dari para dokter yang ahli dalam bidang ini. Haidh adalah suatu ketetapan Allah yang diberikan kepada kaum wanita, maka hendaklah Anda puas dengan apa yang telah Allah tetapkan, dan berpuasalah Anda jika Anda tidak berhalangan. Jika Anda berhalangan untuk berpuasa maka janganlah berpuasa, hal itu sebagai ungkapan keridhaan pada apa yang telah Allah tetapkan.

(52 Su’alan an Ahkaiml haidh, Syaikh Ibnu Utsaimin, halaman 19)

SAYA PERNAH BERTANYA KEPADA SEORANG DOKTER, IA MENGATAKAN, BAHWA PIL PENCEGAH HAIDH ITU TIDAK BERBAHAYA

Pertanyaan
Syaikh Ibnu Utsaimin ditanya : Saya seorang wanita yang mendapatkan haidh di bulan yang mulia ini, tepatnya sejak tanggal dua lima Ramadhan hingga akhir bulan Ramadhan, jika saya mendapatkan haidh maka saya akan kehilangan pahala yang amat besar, apakah saya harus menelan pil pencegah haidh karena saya telah bertanya kepada dokter lalu ia menyatakan bahwa pil pencegah haidh itu tidak membahayakan diri saya ..?

Jawaban
Saya katakan kepada wanita-wanita ini dan wanita-wanita lainnya yang mendapatkan haidh di bulan Ramadhan, bahwa haidh yang mereka alami itu, walaupun pengaruh dari haidh itu mengharuskannya meninggalkan shalat, membaca Al-Qur’an dan ibadah-ibadah lainnya, adalah merupakan ketetapan Allah, maka hendaknya kaum wanita bersabar dalam menerima hal itu semua, maka dari itu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Aisyah yang kala itu sedang haidh :

إن هذا أمر كتبه الله على بنات آدم

Sesungguhnya haidh itu adalah sesuatu yang telah Allah tetapkan kepada kaum wanita”.

Maka kepada wanita ini kami katakan, bahwa haidh yang dialami oleh dirinya adalah suatu yang telah Allah tetapkan bagi kaum wanita, maka hendaklah wanita itu bersabar dan janganlah menjerumuskan dirinya ke dalan bahaya, sebab kami telah mendapat keterangan dari beberapa orang dokter yang menyatakan bahwa pil-pil pencegah kehamilan berpengaruh buruk pada kesehatan dan rahim penggunanya, bahkan kemungkinan pil-pil tersebut akan memperburuk kondisi janin wanita hamil.

(Durus wa Fatawa Al-Harram Al-Makki, Ibnu Utsaimin, 3/273-274)

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami’ah Lil Mar’atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita, Penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, Penerjemah Amir Hamzah Fakhrudin. Penerbit Darul Haq Jakarta]

Baca Selengkapnya : https://almanhaj.or.id/11571-mencegah-haid-agar-bisa-berpuasa.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (5)

Selanjutnya, di bagian akhir dari muqaddimah kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an, Syaikh Badrud Din Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasy Asy-Syafi’i rahimahullah menerangkan alasan penulisan kitabnya tersebut. Beliau rahimahullah mengatakan,

وَلَمَّا كَانَتْ عُلُومُ الْقُرْآنِ لَا تَنْحَصِرُ وَمَعَانِيهِ لَا تُسْتَقْصَى وَجَبَتِ الْعِنَايَةُ بِالْقَدْرِ الْمُمْكِنِ وَمِمَّا فَاتَ الْمُتَقَدِّمِينَ وَضْعُ كِتَابٍ يَشْتَمِلُ على أنواع علومه وكما وَضَعَ النَّاسُ ذَلِكَ بِالنِّسْبَةِ إِلَى عِلْمِ الْحَدِيثِ فَاسْتَخَرْتُ اللَّهَ تَعَالَى- وَلَهُ الْحَمْدُ- فِي وَضْعِ كِتَابٍ فِي ذَلِكَ… وَسَمَّيْتُهُ البرهان في علوم القرآن

“Ketika (telah diketahui bahwa) ilmu-ilmu Al-Qur`an itu tak terbatas dan makna-maknanyapun tak terliputi (oleh ilmu manusia), maka haruslah diberikan perhatian sekadar yang memungkinkan (untuk dilakukan). Dan salah satu yang terluput dilakukan ulama terdahulu adalah menuliskan kitab (secara khusus dalam bidang) yang mencakup berbagai macam ilmu-ilmu Al-Qur`an (Ulumul Qur`an). Dan sebagaimana ulama menuliskan kitab-kitab secara khusus dalam bidang ilmu Hadits, maka saya memohon petunjuk kepada Allah Ta’ala -Alhamdulillah-, untuk menuliskan sebuah kitab dalam disiplin ilmu Ulumul Qur`an….dan aku beri nama kitab ini dengan:  Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an.

(Selesai ringkasan muqoddimah Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an).

Nasehat Penutup

Di akhir serial artikel yang sederhana ini, penulis ingin menasehati diri sendiri khususnya, dan kaum muslimin semuanya -semoga Allah menambahkan hidayah-Nya kepada kita semua- bahwa menyibukkan diri dengan Al-Qur`an Al-Karim, baik dengan membacanya, memahaminya, mengamalkannya dan mendakwahkannya, adalah aktifitas yang sangat besar pengaruhnya bagi perbaikan keimanan diri kita. Karena orang yang mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, dijamin keluar dari kegelapan kemaksiatan kepada cahaya ketaatan kepada Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman tentang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَىٰ صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ  

(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” (Q.S. Ibrahim: 1).

Syaikh Abdur Rahman As-Sa’di rahimahullah menjelaskan,

“Allah Ta’ala mengabarkan bahwa Dia telah menurunkan kitab-Nya kepada Rasul-Nya, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyampaikan manfaat kepada makhluk, mengeluarkan manusia dari kegelapan, kebodohan, kekufuran, akhlak yang buruk dan berbagai macam kemaksiatan kepada cahaya ilmu, iman dan akhlak yang baik. Firman Allah, {بِإِذْنِ رَبِّهِمْ}

“dengan izin Tuhan mereka” maksudnya adalah tidaklah mereka mendapatkan tujuan yang dicintai oleh Allah melainkan dengan kehendak dan pertolongan dari Allah, maka di sini terdapat dorongan bagi hamba untuk memohon pertolongan kepada Tuhan mereka. Kemudian Allah menjelaskan tentang cahaya yang ditunjukkan kepada mereka dalam Al-Qur`an, dengan berfirman,

{إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ} “(yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji” maksudnya adalah yang mengantarkan kepada-Nya dan kepada tempat yang dimuliakan-Nya, yang mencakup atas ilmu yang benar dan pengamalannya. Dalam penyebutan {العزيز الحميد} setelah penyebutan jalan yang mengantarkan kepada-Nya, terdapat isyarat kepada orang yang menitinya bahwa ia adalah orang yang mulia dengan pengaruh kemuliaan Allah, lagi kuat walaupun tidak ada penolong kecuali Allah. Dan terpuji dalam urusan-urusannya lagi memperoleh akibat yang baik” (Tafsir As-Sa’di, hal. 478).

Dari penjelasan di atas, sangatlah jelas bahwa barangsiapa yang ingin keluar dari dosa-dosa, ingin keluar dari kekurangan dan kelemahannya, maka perbanyaklah mempelajari Al-Qur`an dan mengamalkannya, bukannya justru menyedikitkan hal itu, sembari sibuk dengan urusan-urusan dunia dan memperbanyaknya sehingga sampai mengutamakannya melebihi Al-Qur`an.

Dari sini nampak sekali kerugian yang sangat besar ada pada diri orang yang terlena dengan dunia, sedangkan ia jarang menyentuh dan membaca Al-Qur`an, sedikit mengetahui tafsirnya, dan sedikit pula mengamalkannya. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa penulis, memperbaiki keimanan penulis, dan menerima amal penulis. Semoga Allah menganugerahkan kepada penulis kemudahan untuk banyak membaca Al-Qur`an dan Al-Hadits, mempelajari keduanya, serta mengamalkan keduanya. Sebagaimana penulis juga berdoa agar Allah anugerahkan hal itu semua kepada para pembaca. Amiin. Wallahu a’lam.

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

Penulis: 

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30648-kemuliaan-al-quran-al-karim-5.html

Daerah Diminta Bersiap Pelunasan Kuota Tambahan

Jakarta (PHU)—Kuota haji tambahan sebanyak 10.000 orang telah ditetapkan pembagiannya melalui Keputusan Menteri Agama Nomor 176 Tahun 2019. Disebutkan dalam KMA tersebut pembagian kuotanya digunakan untuk nomor porsi berikutnya sebanyak 5.000 orang dan untuk lansia serta pendamping 5.000 orang.

Direktorat Jenderal Penyeleggaraan Haji dan Umrah telah mengirimkan surat edaran kepada seluruh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi agar melakukan persiapan pelunasan kuota haji tambahan. Di dalam surat edaran nomor B-8011/DJ/Dt.II.II/KS.02/05/2019 pembagian kuota haji tambahan sebagaimana KMA 176/2019 serta berbagai hal teknis pengisian kuota serta hal lainnya.

Pengisian kuota haji tambahan jemaah haji reguler berdasarkan nomor urut porsi berikutnya diatur dengan ketentuan:
1. bagi jemaah haji cadangan yang telah melunasi BPIH.
2. nomor urut porsi berikutnya yang belum berhaji dan berusia 18 tahun atau sudah menikah.
3. serta jemaah haji cadangan nomor porsi berikutnya tahun 1441H/2020M sebanyak 10% dari kuota tambahan provinsi yang belum haji dan berusia 18 tahun atau sudah menikah.

Sedangkan pengisian kuota untuk jemaah haji lanjut usia dan pendamping diatur dengan ketentuan:
1. jemaah haji lansia dan pendamping yang telah mengajukan dan telah diinput ke dalam data SISKOHAT dan tidak masuk dalam pengisian kuota tahap kedua.
2. Pengajuan paling lambat 10 Mei 2019.
3. Prioritas bagi jemaah lansia berdasarkan urutan usia tertua pada masing-masing embarkasi.

Surat edaran yang ditandatangani Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri, Muhajirin Yanis, pada 8 Mei 2019 (kemarin) juga menjelaskan bahwa jemaah haji wajib melakukan pemeriksaan kesehatan. Pemeriksaan dilakukan di Puskesmas/Rumah Sakit yang ditunjuk oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten/Kota.

Sementara apabila terdapat sisa kuota pada pelunasan kuota haji tambahan akan dialokasikan bagi jemaah haji cadangan yang telah melunasi BPIH sesuai nomor urut porsi berikutnya. Terkait dengan pembayaran dan pelunasan BPIH kuota haji tambahan akan diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal. (ab/ab).

KEMENAG RI

Kemuliaan Al Qur`an Al-Karim (4)

Profil Pakar Tafsir Al Qur`an, Abdullah bin ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhu

Kesaksian ilmiah sesama pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim tentu lebih didahulukan daripada ulama dalam bidang lainnya, karena sesama Ahli Tafsir tentunya lebih tahu kehebatan sesama mereka. Adalah ‘Ali radhiyallahu ‘anhu, sosok pakar Tafsir yang lebih dahulu dari ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pun mengakui kehebatan ilmu Al-Qur`an Al-Karim ‘Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. ‘Ali radhiyallahu ‘anhu berkomentar tentang keilmuan sosok ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu,

كَأَنَّمَا يَنْظُرُ إِلَى الْغَيْبِ مِنْ وراء سِتْرٍ رَقِيقٍ

Seolah-olah ia melihat sesuatu yang gaib dari belakang tabir yang tipis.”

Ahli Tafsir lainnya, ‘Abdullah Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu pun mempersaksikan kepakaran ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau berucap,

نِعْمَ تَرْجُمَانُ الْقُرْآنِ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ

Sebaik-baik penafsir Al-Qur`an adalah Abdullah bin Abbas.”

Padahal ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu ketika itu masih berusia muda. Beliau masih sempat hidup selama 36 tahun setelah wafatnya Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Apabila pujian Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu terhadap sosok pemuda yang bernama ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu setinggi itu maka bagaimana lagi dengan ketinggian ilmu ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu pada saat tiga puluh tahun lebih, sesudah wafatnya Ibnu Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu?

Ibnu Athiyyah rahimahullah menyebutkan sederetan nama-nama para pakar Tafsir Al-Qur`an Al-Karim,

فَأَمَّا صَدْرُ الْمُفَسِّرِينَ وَالْمُؤَيَّدُ فِيهِمْ فَعَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ وَيَتْلُوهُ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا وَهُوَ تَجَرَّدَ لِلْأَمْرِ وَكَمَّلَهُ وَتَتَبَّعَهُ الْعُلَمَاءُ عَلَيْهِ كَمُجَاهِدٍ وَسَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ وَغَيْرِهِمَا

“Adapun para ulama tafsir pendahulu dan mereka diteguhkan (oleh Allah Ta’ala), yaitu Ali bin Abi Thalib, selanjutnya Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma -beliau mengkhususkan diri dalam menekuni ilmu tafsir dan menyempurnakannya- dan diikuti hal tersebut oleh para ulama sesudah beliau, seperti Mujahid, Sa‘id bin Jubair, dan selain keduanya.

Sebenarnya masih ada ulama-ulama besar dari Salafush Shalih, seperti Sa‘id bin Al-Musayyab, Asy-Sya‘bi, dan selain keduanya yang mereka ini sangat mengagungkan ilmu tafsir Al-Qur`an Al-Karim, namun mereka tidak berani tampil, padahal mereka mampu, hal itu karena kehati-hatian dan wara’ mereka.

Kandungan Tafsir Al Qur`an  Sangat Luas Tanpa Batas

Kemudian datang sesudah mereka tingkatan generasi para ulama Ahli Tafsir setingkat demi setingkat, semuanya menginfakkan rezeki ilmu Tafsir yang Allah Ta’ala anugerahkan kepada mereka, namun ketahuilah wahai para pembaca, tafsir yang mereka sampaikan tetap saja belum bisa meliputi semua penjelasan kandungan Al-Qur`an Al-Karim dari berbagai sisi dengan sempurna, masih banyak sekali mutiara-mutiara kandungan Al-Qur`an Al-Karim yang tidak bisa diliputi oleh ilmu seluruh makhluk, karena Al-Qur`an Al-Karim adalah sifat Allah Ta’ala, sedangkan sifat Allah tidak ada penghujung akhirnya!

Oleh karena inilah, Sahl bin Abdullah berkata,

لَوْ أُعْطِيَ الْعَبْدُ بِكُلِّ حَرْفٍ مِنَ الْقُرْآنِ أَلْفَ فَهْمٍ لَمْ يَبْلُغْ نِهَايَةَ مَا أَوْدَعَهُ اللَّهُ فِي آيَةٍ مِنْ كِتَابِهِ لِأَنَّهُ كَلَامُ اللَّهِ وَكَلَامُهُ صِفَتُهُ وَكَمَا أَنَّهُ لَيْسَ لِلَّهِ نِهَايَةٌ فَكَذَلِكَ لَا نِهَايَةَ لِفَهْمِ كَلَامِهِ وإنما يفهم كل بمقدار مَا يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَيْهِ وَكَلَامُ اللَّهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ وَلَا تَبْلُغُ إِلَى نِهَايَةِ فَهْمِهِ فُهُومٌ مُحْدَثَةٌ مَخْلُوقَةٌ

“Seandainya seorang hamba dianugerahi seribu pemahaman pada setiap huruf Al-Qur`an, maka tidak akan bisa membatasi kandungan yang Allah simpan dalam suatu ayat di Kitab-Nya, karena Al-Qur`an itu adalah Kalamullah, sedangkan Kalamullah adalah sifat-Nya, sebagaimana Allah itu tidak berakhir, maka demikian pula (sifat-Nya, sehingga) tidak ada batas akhir untuk pemahaman terhadap Al-Qur`an. Yang ada hanyalah masing-masing (ulama) memahami (Al-Qur`an) sekadar ilmu yang Allah bukakan untuknya. Kalamullah itu bukan makhluk, maka pemahaman (manusia) -yang merupakan makhluk yang dulunya tidak ada- tentunya tidak akan sampai meliputi (seluruh) kandungan Al-Qur`an (dengan sempurna).”

Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30559-kemuliaan-al-quran-al-karim-4.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (3)

Apakah Maksud Ah-Shirath Al-Mustaqim dalam Surat Al-Faatihah?

‘Abdullah bin Mas‘ud radhiyallahu ‘anhu menafsirkan firman Allah Ta’ala,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ

Tunjukilah kami jalan yang lurus” (Q.S. Al-Faatihah) dengan berkata, “Maksud jalan yang lurus dalam ayat di atas adalah Al-Qur`an. Beliaupun menjelaskan lebih lanjut makna tunjukilah kami jalan yang lurus.

أَرْشِدْنَا إِلَى عِلْمِهِ

Tunjukilah kami ilmu tentang Al-Qur`an.

Seorang tabi‘in yang kata-katanya banyak dicatat dengan tinta emas dalam sejarah, Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan,

عِلْمُ الْقُرْآنِ ذِكْرٌ لَا يَعْلَمُهُ إِلَّا الذَّكُورُ مِنَ الرِّجَالِ

Ilmu Al-Qur`an adalah sebuah peringatan/nasihat, tidak ada yang mampu mengetahui (mengambil pelajaran)nya kecuali orang-orang yang hebat.”

Al-Qur`an Al-Karim adalah Rujukan untuk Setiap Masalah

Allah Ta‘ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur`an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya” (Q.S. An-Nisaa`: 59).

وَمَا اخْتَلَفْتُمْ فِيهِ مِنْ شَيْءٍ فَحُكْمُهُ إِلَى اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبِّي عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَإِلَيْهِ أُنِيبُ

Tentang sesuatu apapun kamu berselisih, maka keputusannya dikembalikan kepada Allah. (Yang mempunyai sifat-sifat demikian) itulah Allah Tuhanku. Kepada-Nya lah aku bertawakkal dan kepada-Nya-lah aku kembali” (QS. Asy-Syuuraa: 10).

Maksud dikembalikan kepada Allah pada ayat di atas, adalah

dikembalikan kepada Kitabullah

Al-Qur`an Al-Karim adalah Sumber Seluruh Ilmu yang Ada Di Dunia Ini

Az-Zarkasy rahimahullah dalam menyampaikan pendahuluan kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an ini juga membawakan kalimat yang mendalam,

وَكُلُّ عِلْمٍ مِنَ الْعُلُومِ مُنْتَزَعٌ مِنَ الْقُرْآنِ وَإِلَّا فَلَيْسَ لَهُ بُرْهَانٌ

Setiap ilmu dari berbagai macam ilmu (yang ada di dunia ini sesungguhnya) diambil dari Al-Qur`an, jika ilmu itu tidak diambil dari Al-Qur`an, maka ilmu tersebut tidaklah memiliki burhan.

Pakar tafsir di kalangan sahabat, Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu menyatakan,

مَنْ أَرَادَ الْعِلْمَ فَلْيُثَوِّرِ الْقُرْآنَ فَإِنَّ فِيهِ عِلْمَ الْأَوَّلِينَ وَالْآخِرِينَ رَوَاهُ الْبَيْهَقِيُّ فِي الْمَدْخَلِ وَقَالَ: أَرَادَ بِهِ أُصُولَ الْعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan ilmu (yang bermanfaat), maka hendaklah ia mendalami Al-Qur`an, karena di dalamnya terdapat ilmu orang-orang terdahulu dan orang-orang sekarang dan akan datang” (Diriwayatkan Al-Baihaqi di Al-Madkhal, dan beliau mengatakan yang dimaksud Ibnu Mas’ud adalah pokok-pokok ilmu [yang bermanfaat]).

Siapakah Satu-Satunya Sahabat yang Bergelar Lautan Ilmu Umat Ini?

Para ulama di kalangan sahabat radhiyallahu ‘anhum dahulu dikenal dengan keahliannya di dalam disiplin ilmu masing-masing. Di antara mereka ada yang dikenal ahli dalam bidang kehakiman dan peradilan, seperti ‘Ali radhiyallahu ‘anhu. Ada pula seperti Zaid radhiyallahu ‘anhu yang dikenal dengan keahliannya dalam bidang ilmu Waris. Mu‘adz radhiyallahu ‘anhu terhitung sebagai ulama yang ahli dalam masalah halal-haram. Ada pula yang dikenal sebagai Ahli Qira`ah, seperti Ubay radhiyallahu ‘anhu.

Kendati demikian, tidak ada satu pun yang digelari dengan Bahrul Ummah (Lautan ilmu Umat ini) kecuali Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu. Tahukah sebabnya? Karena keahlian ‘Abdullah bin Abbas yang mendalam dalam disiplin ilmu Tafsir Al-Qur`an Al-Karim.

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30202-kemuliaan-al-quran-al-karim-3.html

Kemuliaan Al Qur`an Al Karim (2)

Siapakah Ulama yang Paling Mulia?

Al-Harali rahimahullah berkata,

وَأَكْمَلُ الْعُلَمَاءِ مَنْ وَهَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى فَهْمًا فِي كَلَامِهِ وَوَعْيًا عَنْ كِتَابِهِ وَتَبْصِرَةً فِي الْفُرْقَانِ وَإِحَاطَةً بِمَا شَاءَ مِنْ عُلُومِ الْقُرْآنِ

“Ulama yang paling sempurna adalah orang yang diberikan anugerah oleh Allah Ta’ala berupa pemahaman terhadap firman-Nya, hafal Kitab-Nya, mengajarkannya, dan mengetahui ilmu-ilmu yang terkandung di dalamnya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki.”

Al Qur`an Al Karim adalah Kalamullah, Lebih Mulia dari Seluruh Ucapan Selainnya

Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan,

جَمِيعُ مَا تَقُولُهُ الْأُمَّةُ شَرْحٌ لِلسُّنَّةِ وَجَمِيعُ السُّنَّةِ شَرْحٌ لِلْقُرْآنِ وَجَمِيعُ الْقُرْآنِ شَرْحُ أَسْمَاءِ اللَّهِ الْحُسْنَى وَصِفَاتِهِ الْعُلْيَا

Seluruh yang dikatakan (ulama) umat ini (tentang Hadist), hakikatnya merupakan penjelas As-Sunnah, sedangkan seluruh As-Sunnah merupakan penjelas Al-Qur`an, sedangkan seluruh isi Al-Qur`an adalah penjelas nama Allah yang terindah dan sifat-Nya yang paling sempurna.

Ada pula keterangan dari selain beliau yang menambahkan kalimat berikut.

وَجَمِيعُ الْأَسْمَاءِ الْحُسْنَى شَرْحٌ لِاسْمِهِ الْأَعْظَمِ وَكَمَا أَنَّهُ أَفْضَلُ مِنْ كُلِّ كَلَامٍ سِوَاهُ فَعُلُومُهُ أَفْضَلُ مِنْ كُلِّ عِلْمٍ عَدَاهُ

Seluruh nama Allah yang terindah adalah penjelas nama-Nya yang teragung, dan sebagaimana firman-Nya lebih mulia dari seluruh ucapan selainnya, maka ilmu yang terkandung di dalam Al-Qur`an lebih mulia pula dari semua ilmu selainnya.

Barangsiapa yang Dianugerahi Kefahaman yang Dalam tentang Al-Qur`an, Ia Benar-Benar Telah Dianugerahi Karunia yang Banyak!

Allah Ta’ala berfirman,

أَفَمَنْ يَعْلَمُ أَنَّمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ الْحَقُّ كَمَنْ هُوَ أَعْمَىٰ ۚ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Adakah orang yang mengetahui bahwasanya apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta? Hanyalah orang-orang yang berakal (baik) saja yang dapat mengambil pelajaran.” (Q.S. Ara‘du: 19).

يُؤْتِي الْحِكْمَةَ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَمَنْ يُؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ أُوتِيَ خَيْرًا كَثِيرًا  ۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّا أُولُو الْأَلْبَابِ

Allah menganugerahkan Al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al-Qur`an) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakal (baik)lah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)” (Q.S. Al-Baqarah: 269).

Mujahid rahimahullah menafsirkan Al-Hikmah dalam ayat di atas dengan,

الفهم والإصابة في القرآن

“Pemahaman (yang bagus) dan kebenaran dalam memahami Al-Qur`an.”

Muqatil rahimahullah pun menyampaikan hal yang semakna,

يَعْنِي عِلْمَ الْقُرْآنِ

“(Al-Hikmah) maksudnya adalah ilmu Al-Qur`an.”

Apakah Penghalang Seseorang dari Memahami Al-Qur`an?

Sufyan bin ‘Uyainah menjelaskan firman Allah Ta’ala,

سَأَصْرِفُ عَنْ آيَاتِيَ الَّذِينَ يَتَكَبَّرُونَ فِي الْأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ

Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi tanpa alasan yang benar dari ayat-ayat-Ku” (Q.S. Al-A’raaf: 146). Beliau berkata,

أَحْرِمُهُمْ فَهْمَ الْقُرْآنِ

“Aku akan halangi mereka dari memahami Al-Qur`an (sebagai hukuman bagi mereka.”

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah menyatakan di antara sebab seseorang tidak memahami Al-Qur`an adalah sibuknya hati memikirkan dunia, berikut ini pernyataan beliau.

لَا يَجْتَمِعُ فَهْمُ الْقُرْآنِ وَالِاشْتِغَالُ بِالْحُطَامِ فِي قَلْبِ مُؤْمِنٍ أَبَدًا

“Tidak akan berkumpul di hati seorang mukmin selamanya antara memahami Al-Qur`an (dengan baik) dan sibuk memikirkan perhiasan dunia.”

(Ringkasan Muqaddimah Kitab Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an)

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30170-kemuliaan-al-quran-al-karim-2.html

I’tikaf di Masjid Bukan Syarat Mendapatkan Lailatul Qadar

Tentu semua muslim telah tahu keutamaan malam lailatul qadar yang luar biasa. Hanya satu malam tetapi sama nilainya dengan beribadah 1000 bulan. Seribu bulan ini jika dikonversi ke tahun sekitar 83 tahun. Umur manusia saja belum tentu sampai 83 tahun, maka sungguh sangat beruntung mereka yang mendapatkan malam lailatul qadar dan diisi penuh dengan ibadah.

Allah berfirman mengenai keutamaan malam lailatul qadar.

إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْرٍ تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِم مِّن كُلِّ أَمْرٍ سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar, tahukah engkau apakah malam Lailatul Qadar itu ? Malam Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala usrusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar” [Al-Qadar : 1-5]

Malam tersebut sangat diberkahi, Allah berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا ۚ إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui” [Ad-Dukhan : 3-6]

Sebagian kaum muslimin mungkin bertanya-tanya, apakah ia bisa mendapatkan malam lailatul qadar sedangkan ia tidak i’tikaf di masjid. Tidak semua manusia bisa i’tikaf di masjid pada malam hari. Bisa jadi ia mendapatkan udzur semisal harus bekerja menjaga rumah sakit yang 24 jam atau petugas keamanan yang berjaga 24 jam. Bisa juga orang tersebut memang sedang butuh dengan safar di jalan atau wanita yang sedang haid atau para istri yang sibuk mengurus anak dan bayi di rumah.

Jawabannya adalah mereka bisa mendapatkan malam lailtul qadar, karena i’tikaf di masjid bukanlah syarat untuk mendapatkan malam lailatul qadar dengan keutamaannya. Lailatul qadar terkait dengan waktu, bukan dengan tempat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ

“Pada bulan Ramadhan terdapat suatu malam yang lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak mendapati malam tersebut, maka ia akan diharamkan mendapatkan kebaikan.” (HR. An-Nasai no. 2106, shahih)

Mereka yang tidak i’tikaf seperti musafir, wanita nifas dan haid serta orang yang udzur, bisa mendapatkan malam lailatul qadar jika mereka mengisi dengan beribadah kepada Allah dengan ikhlas pada malam tersebut.

Juwaibir berkata kepada Ad-Dhahaak,

أرأيت النفساء و الحائض و المسافر و النائم لهم في ليلة القدر نصيب ؟ قال : نعم كل من تقبل الله عمله سيعطيه نصيبه من ليلة القدر

“Bagaimana pendapatmu mengenai wanita yang nifas dan haid, musafir dan orang yang tidur, apakah mereka bisa mendapatkan malam lailatul qadar?”

Ad-Dhahaak menjawab: “Iya, semua orang yang Allah terima amal mereka akan mendapatkan bagian lailatul qadar.” (Al-Lathaif Al-Ma’arif hal. 341)

Semoag kita termasuk orang yang bisa mendapatkan keberuntungan dengan malam lailatul qadar dan mengisinya dengan ibadah yang diterima oleh Allah dan diampuni dosa-dosa kita.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Barangsiapa melaksanakan shalat pada malam lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari no. 1901)

 

Demikian semoga bermanfaat

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30518-itikaf-di-masjid-bukan-syarat-mendapatkan-lailatul-qadar.html

Kemuliaan Al Qur’an Al Karim (1)

Ramadhan dan Al Qur’an

Segala bentuk pujian yang sempurna kita persembahkan hanya untuk Allah Ta’ala saja, Dia Ta’ala telah menganugerahkan kepada bulan Ramadhan yang sangat mulia ini untuk kita syukuri. Bulan Ramadhan adalah bulan yang paling mulia sekaligus bulan Al-Qur`an, hati kaum muslimin demikian terikat dengan Kitabullah ini, baik dengan membacanya, memahaminya, mengamalkannya, maupun mendakwahkannya.

Sangat pantaslah pada bulan yang paling mulia ini diturunkan Kitabullah yang paling mulia pula. Al-Qur`an Al-Karim merupakan Kitabullah paling mulia ditinjau dari segala sisi. Hal ini sebagaimana penuturan Ibnu Katsir rahimahullah berikut ini.

أنزلَ أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرف شهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه

Diturunkan Kitab yang paling mulia (Al-Qur`an) dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan kepada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang paling mulia sepanjang tahun, yaitu bulan Ramadhan. Dengan demikian sempurnalah Kitab suci Al-Qur`an dari berbagai sisi” (Tafsir Ibnu Katsir).

Syaikh Badrud Din Muhammad bin Abdullah Az-Zarkasy Asy-Syafi’i rahimahullah dalam memberi muqaddimah kitabnya yang terkenal Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an menjelaskan kemuliaan dan keutamaan Al-Qur`an Al-Karim, berikut ini ringkasannya.

Segala puji yang sempurna hanya untuk Allah yang telah menyinari hati manusia dengan Kitab-Nya dan menurunkannya dengan lafal yang mudah dipahami dan dengan metode yang sempurna, sehingga manusia tak mampu menandinginya, sastranya pun membuat takluk para ahli sastra, hikmah yang terkandung di dalamnya tak ada satupun ahli hikmah yang sanggup menyainginya, serta kefasihannya membuat decak kagum singa podium dimanapun juga mereka berada.

Asyhadu an la ilaha illallah wahdahu la syarika lahu wa anna muhammadan ‘abduhu wa rasuluhuAmma ba’du,

Setelah penulis Al-Burhan Fi ‘Ulumil Qur`an ini memuji keistimewaan Al-Qur`an Al-Karim, kembali beliau memuji Allah Ta’ala yang telah mengarahkan hati orang-orang yang beriman untuk mencintai Al-Qur`an Al-Karim dengan memperindah maknanya dan mengistimewakan metodenya. Tak mampu seorang makhluk pun meliputi seluruh mutiara makna-maknanya dengan sempurna.

Hidup Bahagia dengan Al Qur’an

Orang yang berbahagia (As-Sa’iid) adalah orang yang perhatiannya tertuju kepada Al-Qur`an Al-Karim, pikiran dan tekad kuatnya tertuju kepada memahaminya dan mengamalkannya. Orang yang diberi taufik oleh Allah Ta’ala (Al-Muwaffaq) adalah orang yang dengan taufik-Nya bisa mentadabburi Al-Qur`an Al-Karim dan dipilih oleh-Nya untuk bisa mengingat-Nya dan memperingatkan manusia dengan Kitab-Nya tersebut.

Mengapa Al Qur’an Al Karim disebut Ruh?

Al-Qur`an Al-Karim menyebabkan hidupnya hati manusia, oleh karena itu Allah Ta’ala menyebut Kitab-Nya dengan ruh, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

رَفِيعُ الدَّرَجَاتِ ذُو الْعَرْشِ يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَىٰ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِ

(Dialah) Yang Maha Tinggi, Yang mempunyai ‘Arsy, Yang menurunkan ruh (Al-Qur`an ) dengan perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya supaya ia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat)” (Q.S. Al-Mu`min: 15).

Al-Qur`an Al-Karim disebut ruh, karena mempelajari dan mengamalkannya itu menghantarkan kepada kehidupan hati manusia di dunia, dengan ketakwaan, dan menghantarkan kepada kehidupan abadi di akhirat dengan kebahagiaan selamat dari siksa dan masuk kedalam Surga, sebagaimana ruh pada jasad yang menyebabkan kehidupan jasad.

[Bersambung]

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30120-kemuliaan-al-quran-al-karim-1.html

Tahapan Mengambil Pelajaran dari Al-Qur’an

Bulan Ramadhan Bulannya Al-Qur’an

Kebiasaan Nabi, para sahabat dan orang-orang shalih terdahulu adalah memperbanyak berinteraksi dengan Al-Qur’an di bulan Ramadan. Oleh karena itu marilah kita jadikan bulan Ramadan ini untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an dan mempelajarinya.

Bentuk Tilawah (Membaca) Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَنْفَقُوا مِمَّا رَزَقْنَاهُمْ سِرًّا وَعَلَانِيَةً يَرْجُونَ تِجَارَةً لَنْ تَبُورَ

Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. (QS. Fathir: 29).

Macam-Macam Tilawah (membaca) Al-Qur’an

(1) Tilawah lafdzi

Tilawah lafdzi, yaitu dengan membacanya. Membaca Al-Qur’an sendiri memiliki banyak keutamaan. Satu hurufnya diganjar dengan satu kebaikan dan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan.

Rasulullah shallallahualaihiwasallam bersabda:

مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُولُ الم حرْفٌ وَلَكِنْ أَلِفٌ حَرْفٌ وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيمٌ حَرْفٌ

Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Al-Qur’an maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kebaikan semisalnya. Aku tidak mengatakan الم  satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Lam satu huruf dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi, sahih)

Rasulullah shallallahualaihiwasallam juga bersabda:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِهِ

Bacalah Al-Qur’an karena sesungguhnya dia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat kepada orang yang membacanya” (HR. Muslim).

(2) Tilawah secara hukum

Tilawah secara hukum, yaitu dengan membenarkan kabar yang tercantum di dalamnya, menerapkam hukum-hukumnya serta melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi seluruh larangan-Nya. Allah berfirman :

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

Al-Qur’an ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkahan agar mereka menadaburkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.” (QS. Shad : 29).

Para shalafus shalih (orang-orang shalih terdahulu) menjalani berbagai tahapan dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an. Mereka memepelajari, membenarkan, dan menerapkan hukumnya secara nyata. Semua itu lahir dari akidah yang kokoh dan keyakinan yang benar terhadap Al-Qur’an.

Abu ‘Abdirrahman As-Sulami rahimahullah berkata: “Kami diberitahu oleh orang-orang yang membacakan Al-Qur’an kepada kami, seperti ‘Utsaman bin Affan, ‘Abdullah bin Mas’ud, dan yag lainnya bahwa jika mereka mempelajari Al-Qur’an dari Nabi shallallahualaihiwasallam sebanyak sepuluh ayat, mereka tidak melewatinya hingga mereka mempelajarinya beserta kandungannya secara ilmu dan pengamalan. Mereka mengatakan: “Maka kami mempelajari Al-Qur’an dalam ilmu dan amal secara keseluruhan.“ (Lihat Majalis Syahri Ramadhan oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah)

Tiga Tahapan Mengambil Pelajaran dari Al-Qur’an

Allah Ta’ala berfirman :

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُوْلُوا الْأَلْبَابِ

Al-Qur’an ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan keberkahan agar mereka menadabburkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran bagi orang-orang yang mau berpikir.” (QS. Shad: 29).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan penjelasan tentang ayat ini:

“Disebutkan ‘tadzakkur’ (mengambil pelajaran) setelah ‘tadabbur’ (memahami maknanya), karena tidak mungkin seseorang bisa mengambil pelajaran dari sesuatu kecuali jika dia telah mengetahui makna yang terkandung di dalamnya. Maka dengan menadaburkan terlebih dahuhu pada awalnya, baru kemudian setelahnya akan mendapat pelajaran.”

Tahapan seseorang dalam mengambil pelajaran dari Al-Qur’an ada tiga :

(1) Tahap pertama yaitu dengan membaca Al-Qur’an,

(2) Kemudian tahap kedua menadabburkannya untuk memahami maknanya,

(3) Kemudian tahap ketiga mendapat pelajaran darinya.”

(Lihat Tafsir Surat Shad oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin )

Pengaruh Al-Qur’an bagi Hati dan Badan

Syaikh Ibnu Al-‘Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan, “dengan mengambil pelajaran dari Al-Qur’an akan memberikan pengaruh bagi hati dan badan. Pengaruh bagi hati akan menimbulkan keikhlasan hamba kepada Allah, taubat dan kembali kepada-Nya, bertawakal hanya kepada-Nya dan amal-amal hati lainnya. Adapun pengaruh bagi anggota badan adalah mampu melaksanakan ketaatan kepada Allah dengan seluruh anggota badannya seperti bersuci, salat, zakat, puasa, dan ibadah-ibadah lainnya.” (Lihat Tafsir Surat Shad oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin )

Semoga kita dimudahkan untuk senantiasa membaca, mempelajari, dan mengamalkan Al-Qur’an. Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad.

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/30165-tahapan-mengambil-pelajaran-dari-al-quran.html