Nabi Muhammad Mengerjakan Umroh Sebelum Haji

Nabi Muhammad umroh di sepanjang hayatnya sebanyak empat kali. Peristiwa ini diabadikan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin malik.

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم اعتمر أربع عمر كلهن في ذي القعدة إلا التي مع حجته : عمرة من الحديبية أو زمن الحديبية في ذي القعدة ، وعمرة من العام المقبل في ذي القعدة ، وعمرة من جعرانة حيث قسم غنائم حنين في ذي القعدة

“Bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berumroh empat kali, semuanya dilakukan di bulan Dzulqa’dah kecuali umroh yang dilakukan bersamaan dengan haji; yaitu umroh dari Hudaibiyah atau saat peristiwa Hudaibiyah di bulan Dzulqa’dah, umrah pengganti di tahun selanjutnya bulan Dzulqa’dah, dan umrah dari Ji’ranah bersamaan di antara waktu pembagian Ghanimah (harta rampasan perang) pada perang Hunain di bulan Dzulqa’dah.” (HR Bukhari dan Muslim).

Pembimbing Ibadah Haji dan Umroh Ustaz Rafiq Jauhary Lc, mengatakan, tiiga kali umrohnya Rasulullah dilakukan sebelum beliau berhaji dan satu kali bersamaan dengan pelaksanaan Haji secara Qiran. Ini sekaligus membantah pernyataan yang menyatakan bahwa tidak diperbolehkan umroh sebelum berhaji.

“Hadits di atas mengingat Rasulullah dan para sahabat pun melakukannya,” katanya.

Ustaz Rafiq menyampaikan, merujuk pada kitab Zadul Ma’ad, Ibnu Qayim menerangkan bahwa peristiwa umroh pertama dilakukan oleh Rasulullah pada bulan Dzulqa’dah tahun 6 hijriyah. Saat itu Rasulullah bermimpi dapat memasuki Kota Makkah dalam keadaan rambutnya digundul habis dan sebagian sahabat ada pula yang memendekkannya.

“Mimpi ini diabadikan dalam Alquran surat al-Fath ayat ke 27,” katanya.

Ustaz Rafiq mengatakan, perjalanan umroh perdana ini belum dapat berjalan sesuai rencana. Rasulullah dihadang pasukan kafir Quraisy di perbatasan Kota Makkah, tepatnya di daerah Hudaibiyah. Beliau bersama ummat Islam harus rela membatalkan niatannya beribadah umroh dengan menyembelih unta.

Di tahun selanjutnya, masih sama di bulan Dzulqa’dah Rasulullah kembali mengulang perjalanan umroh yang sama. Bedanya di perjalanan kali ini Rasulullah dapat menyelesaikan umroh dengan sempurna tanpa hambatan berarti.

“Ini adalah perjalanan umroh kedua bagi beliau dan para sahabat,” katanya.

Perjalanan umroh ketiga dilakukan oleh Rasulullah bersama para sahabat di tahun ke-8 hijriyah tepatnya setelah beliau selesai memenangkan perang Hunain. Hunain adalah sebuah lembah yang terletak sekitar 40 kilometer sisi Timur Kota Makkah, disana ummat Islam berperang melawan kabilah Hawazin dan Tsaqif dari Kota Thaif.

Peperangan pun dimenangkan ummat Islam. Setelah berperang Rasulullah membagi ghanimah (harta rampasan perang) di Ji’ranah perbatasan Kota Makkah. Di sela waktu pembagian ghanimah ini Rasulullah mengajak ummat Islam untuk mewujudkan rasa syukurnya dengan beribadah umroh.

Pada tahun ke-9 hijriyah Rasulullah kembali melakukan perjalanan ke Kota Makkah, namun yang membedakan perjalanan kali ini dengan sebelumnya adalah Makkah telah dikuasai oleh ummat Islam (telah dilakukan Fathu Makkah pada tahun 8 hijriyah) dan Rasulullah tidak sebatas berniat menjalankan umroh, melainkan beliau menjalankan haji secara Qiran .

Haji Qiran adalah menggabungkan antara pelaksanaan ibadah haji dan umroh secara bersamaan. Walaupun praktik pelaksanaannya mirip dengan Haji Ifrad namun di sini Rasulullah juga mendapatkan pahala umrah. Maka dapat dikatakan ini sebagai perjalanan umrah keempat sekaligus sebagai penutup bagi beliau.

IHRAM

MAU Cek Porsi Haji? Silakan gunakan aplikasi Android ini,… https://s.id/cekporsihaji

Disyariatkan Membaca Doa Qunut Dalam Shalat Witir

Soal:

Apa hukum doa qunut witir dan bagaimana tata caranya? Apakah dianjurkan membaca doa qunut witir setiap shalat malam ataukah hanya sebagiannya saja? Dan apakah doa qunut itu terbatas pada doa yang terdapat dalam hadits saja? Kemudian bolehkah menggunakan lafadz doa dengan shighah jamak (plural) ataukah hanya terbatas pada doa yang terdapat dalam hadits saja? Dan bagaimana menurut anda mengenai masalah melagukan doa qunut seperti melagukan Al Qur’an?

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah menjawab:

Pendapat yang disebutkan oleh Imam Ahmad dan banyak para ulama adalah bahwa doa qunut dianjurkan di rakaat terakhir dari shalat witir dan ini berlaku sepanjang tahun. Disebutkan dalam Al Mughni:

قال أحمد في رواية المروذي: كنت أذهب إلى أنه في النصف من شهر رمضان، ثم إني قلت: هو دعاء وخير، ووجهه ما روي عن أبي: “أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان يوتر فيقنت قبل الركوع

“Imam Ahmad dalam riwayat Al Marudzi mengatakan: dulu aku berpendapat bahwa qunut witir itu disunnahkan setelah pertengahan bulan Ramadhan, lalu aku berpendapat bahwasanya doa qunut itu adalah doa dan kebaikan (sehingga berlaku sepanjang tahun). Alasannya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ubay bin Ka’ab: ‘Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa membaca qunut dalam shalat witir sebelum rukuk’”

Dan dari Ali radhiallahu’anhu,

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم، كان يقول في آخر وتره: اللهم إني أعوذ برضاك من سخطك .إلخ

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam biasa berdoa di rakaat terakhir shalat witir: Allahumma inni a’udzu biridhaka min sakhatik… dst.

Dan كان (kaana) menunjukkan perbuatan yang dilakukan terus-menerus. Dan juga karena amalan ini disyariatkan di shalat witir maka ia disunnahkan di sepanjang tahun. Sebagaimana juga dzikir-dzikir yang lain.

Diriwayatkan dari Imam Ahmad bahwa beliau punya pendapat tidak dianjurkan membaca qunut witir kecuali pada pertengahan akhir bulan Ramadhan. Dan sebagian ulama Hanabilah berpendapat demikian. Ini juga pendapat madzhab Malik dan Syafi’i. Sebagian ulama juga berpendapat dianjurkan untuk terkadang meninggalkan qunut witir agar orang awam tidak menganggapnya wajib.

Adapun doa yang dibaca ketika qunut witir, hendaknya berdoa dengan doa yang diriwayatkan dari Al Hasan bin Ali, ia berkata: Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengajarkanku doa yang dibaca ketika qunut witir, yaitu:

اللهمَّ اهدِني فيمن هديتَ وعافِني فيمن عافيتَ وتولَّني فيمن تولَّيتَ وبارِكْ لي فيما أعطيتَ وقِني شرَّ ما قضيتَ إنك تَقضي ولا يُقضى عليك وإنه لا يَذِلُّ من واليتَ ولا يعِزُّ من عاديتَ تباركتَ ربَّنا وتعاليتَ

/Allahummahdini fiiman hadayta wa ‘aafinii fiiman ‘aafayta wa tawallanii fiiman tawallayta wa baariklii fiiman a’thoyta waqinii syarro maa qodhoyta wallaa yuqdhoo ‘alaika wa innahu laa yadzillu man waalayta walaa ya’izzu man ‘aadayta tabaarakta robbanaa wa ta’aalayta/

Ya Allah beri aku hidayah sehingga aku termasuk orang yang mendapat hidayah, beri aku keselamatan sehingga aku termasuk orang yang selamat, jadikanlah aku mencintai-Mu sehingga aku termasuk diantara orang-orang yang mencintai-Mu, berkahilah apa-apa yang engaku berikan kepadaku, lindungilah aku dari takdir yang buruk, sungguh engkau lah yang menetapkan taqdir dan tidak ada selain-Mu yang menetapkan takdir, karena orang yang engkau cintai tak akan terhinakan, dan orang yang engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci dan Maha Tinggi engkau Rabb kami” (HR. At Tirmidzi no. 464, Abu Daud no. 1425, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).

Juga doa yang diriwayatkan dari Ali radhiallahu’anhu, yaitu:

اللهم إِنَّي أعوذُ برضاكَ من سخَطِكَ وأعوذُ بمعافاتِكَ من عقوبَتِكَ وأعوذُ بك منكَ لا أُحْصي ثناءً عليكَ أنتَ كما أثنيتَ على نفسِكَ

/Allohumma inii a’uudzu biridhooka min sakhotika, wa a’uudzu bimu’aafatika min ‘uquubatika, wa a’uudzu bika minka laa uh-shii tsanaa-an ‘alaika, anta kamaa atsnayta ‘alaa nafsika/

Ya Allah, dengan ridha-Mu aku mohon perlindungan dari murka-Mu, dengan ampunan-Mu aku mohon perlindungan dari hukuman-Mu, dan dengan hikmah-Mu aku mohon perlindungan dari takdir yang buruk, tidak terhitung pujian untuk Mu, Engkau sebagaimana pujian yang Engkau sematkan pada Diri-Mu” (HR. Tirmidzi no. 3566, dishahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi).

Atau dengan doa yang dibaca Ubay[1. Demikian teks dari fatwa Syaikh Ibnu Jibrin, namun yang kami temukan doa ini diriwayatkan dari Ubaid bin Umair rahimahullah bukan Ubay. Wallahu a’lam.], yang pertama:

اللهمَّ إنَّا نستعينك ونستغفرك ، ونُثْنِي عليك ولا نَكفُرُكَ ، ونخلعُ ونتركُ من يفجرك

/Allohumma innaa nasta’iinuka wa nastaghfiruka wa nutsnii ‘alaika walaa nakfuruka, wa nakhla’u wa natruku man yafjuruka/

Yaa Allah aku memohon pertolonganMu dan memohon ampunanMu, aku memujiMu dan tidak kufur kepadaMu, dan kami berlepas diri dan meninggalkan orang yang berbuat maksiat kepadaMu

Yang kedua:

اللهمَّ إياكَ نعبدُ ، ولك نُصلِّي ونسجدُ ، وإليك نسعى ونحفدُ ، نخشى عذابكَ الجِدَّ ، ونرجو رحمتكَ ، إنَّ عذابكَ بالكفارِ مُلْحِقٌ

/Allohumma iyaaka na’budu, walaka nusholli wa nasjudu, wa ilaika nas’a wa nahfadu, nakhsya ‘adzaabakal hidda, wa narjuu rohmataka, innaa ‘adzaabaka bilkuffari mulhiqun/

Yaa Allah hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepadaMu kami shalat dan sujud, hanya kepadaMu kami memohon dan meminta pertolongan, kami takut akan adzabMu yang pedih, dan kami mengharapkan rahmatMu, sungguh adzabMu kepada orang-orang kafir itu pasti

Karena Umar bin Khathab radhiallahu’anhu membaca kedua doa tersebut ketika qunut. Dan ditambahkan juga dengan doa:

اللهمَّ عذِّبْ كَفَرَةَ أهلِ الكتابِ والمشركينَ الذين يَصُدُّونَ عن سبيلِكَ ويجْحَدُونَ آياتِكَ ويكذِّبُونَ رُسُلَكَ ويتَعدَّوْنَ حُدُودَكَ ويَدْعُونَ معَكَ إلهًا آخرَ لا إلهَ إلا أنتَ تبَارَكتَ وتعَالَيتَ عمَّا يقولُ الظالمونَ علوًّا كبيرًا

/Allohumma ‘adzib kafarota ahlil kitaabi wal musyrikiinalladziina yashudduna ‘an sabiilika wa yajhaduuna aayaatika wa yukadzibuuna rusulaka wa yata’addauna huduudaka wa yad’uuna ma’aka ilaahan aakhor laa ilaaha illa anta tabaarokta wa ta’aalayta ‘amma yaquuluzh zhoolimuuna ‘uluwwan kabiiron/

Yaa Allah adzablah orang-orang kafir dari kalangan Ahli Kitab dan musyrikin yang menyimpang dari jalanMu dan mendustakan ayat-ayatMu dan mendustakan para Rasul-Mu dan melewati batasan-batasanMu, dan menyembah sesembahan yang lain selain diriMu, tidak ada sesembahan yang haq kecuali Engkau, Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi Engkau terhadap apa yang dikatakan orang-orang zhalim itu, Engkau Maha Tinggi dan Maha Besar” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra, 2/211, dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil [2/170]).

Dari sini juga diketahui bolehnya menambah doa-doa tersebut dengan doa-doa yang sesuai dengan keadaan. Namun dengan berusaha memilih doa-doa yang diajarkan Rasulullah yang padat kalimatnya. Tapi hendaknya tidak terlalu banyak memberikan tambahan doa-doa, sehingga bisa membuat makmum bosan dan kesusahan.

Jika doa itu diaminkan banyak orang maka hendaknya menggunakan lafadz jamak. Dan terkadang lafadz jamak ini lebih afdhal walaupun ia berdoa sendirian.

Adapun melagukan dan mendayu-dayukan bacaan doa sehingga sampai taraf yang tidak lagi menjadi doa yang khusyuk dan penuh harap, maka ini tidak boleh. Karena yang dituntut dalam berdoa adalah ketundukan hati, tawadhu dan khusyuk. Ini lebih menguatkan untuk dikabulkannya doa.

Wallahu a’lam.

(Fatawa Syaikh Abdullah bin Jibrin, 24/42, Asy Syamilah)

***

Penerjemah: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/30446-disyariatkan-membaca-qunut-dalam-shalat-witir.html

Wajibkah Fidyah bagi Wanita Hamil atau Menyusui jika Tidak Puasa Ramadhan? (Bag. 2)

Bismillah walhamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du :

Pendapat ulama terkuat & alasan ilmiahnya

Wanita hamil / menyusui jika tidak puasa karena udzur Syar’i hamil/menyusui, maka wajib menunaikan fidyah saja. Sebagaimana ini kami sebutkan dalam pendapat ulama yang ketujuh pada artikel seri pertama.

Pendapat ini adalah pendapat terkuat dengan beberapa alasan ilmiah berikut ini :

  1. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala dalam Al-Baqarah :184 dengan tafsir dari pakar Tafsir dikalangan sahabat, yang tafsirnya lebih diutamakan daripada ulama Tafsir lainnya,

Allah Ta’ala berfirman :

وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ

Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa (jika mereka tidak berpuasa) menunaikan fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.

Banyak ulama menyatakan bahwa ayat ini tentang pria dan wanita yang sudah lanjut usia, wanita hamil dan menyusui yang berat melaksanakan puasa Ramadhan atau khawatir pada bayi/janinnya.

Ini adalah pendapat ulama dikalangan sahabat : Ibnu Abbas, Aisyah radhiyallahu ‘anhuma, dan pendapat ulama di kalangan tabi’in : Sa’id bin Jubair, Atha’, Mujahid, Ikrimah, dan sekelompok dari tabi’in rahimahumullah.[1]

Banyak ulama menyatakan bahwa ayat ini mansukh (dihapus hukumnya) dengan ayat setelahnya, Al-Baqarah :185.

Namun demikian, diantara ulama yang menyatakan ayat ini mansukh, ada yang menyatakan bagi wanita hamil/menyusui tetap fidyah tanpa qodho’, sebagaimana pendapat Qotadah dan Ikrimah rahimahumallah.[2]

Adapun maksud petikan ayat ini adalah wajib bagi orang-orang yang berat menjalankan puasa Ramadhan, apabila mereka tidak berpuasa, untuk menunaikan fidyah, yaitu : memberi makan seorang miskin. Sebagaimana ini tafsir dari pakar Tafsir di kalangan sahabat, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dalam menafsirkan petikan ayat di atas:

من لم يطق الصوم إلا على جهد فله أن يفطر، ويطعم كل يوم مسكيناً، والحامل، والمرضع، والشيخ الكبير والذي به سقم دائم

“Barangsiapa yang tidak mampu berpuasa (Ramadhan) kecuali dengan susah payah, maka ia punya udzur untuk tidak berpuasa, dan ia (berkewajiban) memberi makan seorang miskin untuk setiap hari (yang ia tidak berpuasa padanya), demikian pula hukumnya (orang-orang yang berat berpuasa seperti) wanita hamil dan menyusui, orang lanjut usia serta orang yang sakit terus menerus”.[3]

Dalam riwayat lainnya yang sanadnya shahih[4], Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma melihat wanita yang hamil atau menyusui lalu berkata :

أَنْتِ بِمَنْزِلَةِ الَّذِي لَا يُطِيقُهُ، عَلَيْكِ أَنْ تُطْعِمِي مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَلَا قَضَاءَ عَلَيْكِ

“Engkau seperti kedudukan orang yang tidak mampu puasa, maka wajib bagimu untuk memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang engkau tidak berpuasa padanya), dan tidak ada qodho’ bagimu”

Dan riwayat shahih, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan :

رخص للشيخ الكبير، والعجوز الكبيرة في ذلك وهما يطيقان الصوم أن يفطرا إن شاءا، ويطعما كل يوم مسكينا، ولا قضاء عليهما، ثم نسخ ذلك في هذه الآية: ﴿فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ﴾ [البقرة: 185]، وثبت للشيخ الكبير والعجوز الكبيرة إذا كانا لا يطيقان الصوم، والحبلى والمرضع إذا خافتا أفطرتا، وأطعمتا كل يوم مسكينا

“Diberi keringanan bagi pria & wanita yang lanjut usia dalam hal itu -sedangkan keduanya mampu puasa- untuk tidak berpuasa jika keduanya mau dan memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang tidak berpuasa padanya), dan tidak ada kewajiban qodho’ bagi keduanya, lalu dimansukh dengan ayat :

﴾ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ ﴿ ,

dan tetap hukumnya (menunaikan fidyah) bagi pria & wanita lanjut usia apabila keduanya tidak mampu puasa, serta wanita hamil & menyusui yang khawatir (terhadap janin/bayinya), maka keduanya (mendapatkan udzur) tidak berpuasa dan (wajib) memberi makan (fidyah) satu orang miskin untuk satu hari (yang keduanya tidak berpuasa padanya)”.

Riwayat lain yang sanadnya shahih, Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata :

إِذَا خَافَتِ الحَامِلُ عَلَى نَفْسِهَا وَالمُرْضِعُ عَلَى وَلَدِهَا فِي رَمَضَانَ

“Apabila wanita hamil mengkhawatirkan dirinya dan wanita menyusui mengkhawatirkan bayinya di bulan Ramadhan”

يُفْطِرَانِ، وَيُطْعِمَانِ مَكَانَ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا، وَلَا يَقْضِيَانِ صَوْمًا

“Keduanya (memiliki udzur untuk) tidak puasa dan (wajib) memberi makan untuk setiap hari (yang keduanya tidak berpuasa) kepada satu orang miskin dan keduanya tidak usah mengqodho’ puasa”.[5]

Dalam riwayat shahih dari Ad-Daruquthni, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata :

الحَامِلُ و المُرْضِعُ تفطر وَلَا تَقْضِي

“Wanita hamil dan menyusui itu (memiliki udzur Syar’i) untuk tidak berpuasa dan tidak ada kewajiban mengqodho’”.[6]

Dalam riwayat lainnya, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata kepada istrinya yang sedang hamil :

أَفْطِرِي وَأَطْعِمِي عَنْ كُلِّ يَوْمٍ مِسْكِينًا وَلَا تَقْضِي

“Berbukalah dan berilah makan (fidyah) untuk setiap hari (yang engkau tidak berpuasa) kepada satu orang miskin dan engkau tidak usah mengqodho’” [HR. Ad-Daruquthni, dengan sanad jayyid][7]

Apakah tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘an

huma memiliki hukum marfu’?

Imam As-Suyuthi rahimahullah dalam Al-Itqon fi ‘Ulumil Qur’an bahwa tafsir seorang sahabat yang terkait dengan sebab diturunkannya Alquran (sababun nuzul) itu dihukumi dengan hukum khabar yang marfu’. Kaedah ini juga ma’ruf di kalangan Ahli Hadits.

Sedangkan tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma,  demikian pula riwayat shahih tafsir yang semisal dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, kedua tafsir ini dihukumi hukum marfu’ karena sababun nuzul.[8]

Mana yang didahulukan, seandainya tafsir Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma bertentangan dengan sahabat lainnya?

Berkata Az-Zarkasi rahimahullah dalam Al-Burhan fi ‘Ulumil Qur’an :

إن تعارضت أقوال جماعة من الصحابة، فإن أمكن الجمع فذاك، وإن تعذر؛ قُدِّم ابن عباس رضي الله عنهما؛ لأن النبي صلى الله عليه وسلم بشّره بذلك حيث قال: (اللهم علمه التأويل)

“Apabila ucapan sekelompok sahabat saling bertentangan, jika bisa digabungkan maka digabungkan, namun jika tidak memungkinkan, maka didahulukan ucapan (tafsir) Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi kabar gembira tentangnya, dengan bersabda : ‘Ya Allah, ajarkanlah kepadanya (Ibnu Abbas) ilmu Tafsir’

(Bersambung, in sya Allah)

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/63345-wajibkah-fidyah-bagi-wanita-hamil-atau-menyusui-jika-tidak-puasa-ramadhan-bag-2.html

Ketika Anggota Badan Kita Memberikan Persaksian (Tafsir Surat Yasin Ayat 65)

Kelak di akhirat, anggota badan kita akan memberikan persaksian terhadap apa yang telah kita lakukan di dunia. Allah ta’ala akan menjadikan anggota badan kita bisa berbicara untuk memberikan persaksian. Ketika itu kita tidak bisa lagi mengelak untuk mempertanggung-jawabkan apa yang telah kita kerjakan.

Allah ta’ala berfirman,

الْيَوْمَ نَخْتِمُ عَلَى أَفْوَاهِهِمْ وَتُكَلِّمُنَا أَيْدِيهِمْ وَتَشْهَدُ أَرْجُلُهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Artinya:

“Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan” (QS. Yasin: 65)

Ada beberapa faedah yang berharga dari ayat yang mulia ini:

Faedah 1: Ngerinya kesyirikan, kekufuran dan kemunafikan

Karena ayat di atas, jika kita melihat pada ayat-ayat sebelumnya, bicara tentang keadaan orang-orang yang melakukan kesyirikan dan penyembahan kepada Selain Allah. Allah ta’ala berfirman,

أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَا بَنِي آدَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا الشَّيْطَانَ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

Artinya:

“Bukankah Aku telah memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu” (QS. Yasin: 60).

Allah ta’ala juga berfirman,

هَذِهِ جَهَنَّمُ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Artinya:

“Inilah Jahannam yang dahulu kamu diancam (dengannya)” (QS. Yasin: 63).

Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan surat yasin ayat 65 di atas dengan mengatakan:

هذا حال الكفار والمنافقين يوم القيامة حين ينكرون ما اجترموه في الدنيا ويحلفون ما فعلوه

Artinya:

“Ini adalah keadaannya orang-orang kafir dan munafik di hari Kiamat. Ketika mereka mengingkar kejahatan yang mereka lakukan di dunia, dan mereka bersumpah atas apa yang mereka lakukan” (Tafsir Ibnu Katsir).

Di sini kita dapati kengerian yang akan dirasakan orang-orang yang berbuat kekufuran, kesyirikan dan kemunafikan. Mereka tidak akan diampuni oleh Allah ta’ala, dan tidak bisa mengelak dari hukuman Allah. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنْصَارٍ

Artinya:

“Sesungguhnya orang yang berbuat syirik terhadap Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maidah: 72).

Allah ta’ala juga berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

Artinya:

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An Nisa: 48)

Maka jauhkanlah diri kita dari kekufuran, kesyirikan dan kemunafikan.

Faedah 2: Anggota tubuh kita akan menjadi saksi

Ayat di atas juga menunjukkan bahwa anggota badan kita akan menjadi saksi atas apa yang kita kerjakan di dunia. Di sebutkan dalam ayat yang lain:

حَتَّى إِذَا مَا جَاءُوهَا شَهِدَ عَلَيْهِمْ سَمْعُهُمْ وَأَبْصَارُهُمْ وَجُلُودُهُمْ بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (20) وَقَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ (21) وَمَا كُنْتُمْ تَسْتَتِرُونَ أَنْ يَشْهَدَ عَلَيْكُمْ سَمْعُكُمْ وَلَا أَبْصَارُكُمْ وَلَا جُلُودُكُمْ وَلَكِنْ ظَنَنْتُمْ أَنَّ اللَّهَ لَا يَعْلَمُ كَثِيرًا مِمَّا تَعْمَلُونَ (22)

Artinya:

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap mereka tentang apa yang telah mereka kerjakan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan.” Kamu sekali-sekali tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu kepadamu bahkan kamu mengira bahwa Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Fushilaat: 20-22).

As Sa’di menjelaskan:

شهد عليهم كل عضو من أعضائهم، فكل عضو يقول: أنا فعلت كذا وكذا، يوم كذا وكذا. وخص هذه الأعضاء الثلاثة، لأن أكثر الذنوب، إنما تقع بها، أو بسببها

Artinya:

“Anggota badan akan bersaksi memberatkan manusia. Setiap anggota badan akan mengatakan: “saya telah melakukan ini dan itu, pada hari ini dan itu”. Dan dikhususkan tiga anggota badan dalam ayat ini (pendengaran, penglihatan dan kulit) karena mereka lah yang paling banyak berbuat dosa. Mereka yang mengerjakannya atau mereka menjadi sebab terjadinya dosa” (Tafsir As Sa’di).

Anggota badan akan bisa bicara untuk menyampaikan apa yang diperbuat oleh manusia, yang tidak disampaikan oleh lisannya. Dijelaskan dalam Tafsir Al Baghawi:

قال السدي وجماعة : المراد بالجلود الفروج . وقال مقاتل : تنطق جوارحهم بما كتمت الألسن من عملهم

Artinya:

“As Suddi dan sejumlah ulama mengatakan: yang dimaksud dengan “kulit” di sini adalah farji (kemaluan). Muqatil juga mengatakan: setiap anggota badan akan bisa bicara untuk menyampaikan apa yang disembunyikan oleh lisan”.

Adapun mengenai bagaimana anggota badan berbicara? Bagaimana bentuknya? Bagaimana sifatnya? Apakah mereka memiliki bibir dan lidah masing-masing? Kita katakan: wallahu a’lam. Ini adalah perkara gaib yang Allah rahasiakan. Yang jelas Allah Maha Kuasa untuk membuat hal tersebut terjadi. Oleh karena itu, disebutkan dalam surat Fushilat ayat 21 di atas:

قَالُوا لِجُلُودِهِمْ لِمَ شَهِدْتُمْ عَلَيْنَا قَالُوا أَنْطَقَنَا اللَّهُ الَّذِي أَنْطَقَ كُلَّ شَيْءٍ وَهُوَ خَلَقَكُمْ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ

Artinya:

“Dan mereka berkata kepada kulit mereka: “Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?” Kulit mereka menjawab: “Allah yang menjadikan segala sesuatu pandai berkata telah menjadikan kami pandai (pula) berkata, dan Dia-lah yang menciptakan kamu pada kali pertama dan hanya kepada-Nya lah kamu dikembalikan”.

Maka hendaknya kita bertakwa kepada Allah dan menjauhkan diri dari semua maksiat. Selain karena malaikat mencatat semua perbuatan kita tanpa luput sedikit pun, juga anggota badan kita akan bersaksi memberatkan kita di hari kiamat. Nas’alullah as-salamah wal-‘afiyah!

Faedah 3: Perhatikan akhirat kita!

Jika kita telah memahami hal di atas, maka hendaknya kita jadikan perkara akhirat sebagai perhatian utama kita. Kita berupaya keras bagaimana agar kita berbahagia di akhirat dan selamat dari siksaan berat di sana. Jangan sampai kita tertipu dengan kenikmatan dunia, sehingga menjadikan dunia sebagai tujuan utama. Allah ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا

Artinya:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di (dunia) ini apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki. Kemudian Kami sediakan baginya (di akhirat) neraka Jahannam; dia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir” (QS. Al-Isra’: 18).

Allah ta’ala juga berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

Artinya:

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan” (QS. Hud: 15-16).

Orang yang cerdas adalah yang sibuk menyiapkan bekal untuk akhirat. Karena ia tahu, akhirat itu kekal dan dunia hanya sementara. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ’anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda:

يا رسولَ اللَّهِ أيُّ المؤمنينَ أفضلُ ؟ قالَ : أَحسنُهُم خُلقًا ، قالَ : فأيُّ المؤمنينَ أَكْيَسُ ؟ قالَ : أَكْثرُهُم للمَوتِ ذِكْرًا ، وأحسنُهُم لما بعدَهُ استِعدادًا ، أولئِكَ الأَكْياسُ

Artinya:

“Wahai Rasulullah, orang Mu’min mana yang paling utama? Nabi menjawab: yang paling baik akhlaknya. Orang Anshar bertanya lagi: lalu orang Mu’min mana yang paling cerdas? Nabi menjawab: yang paling banyak mengingat mati, dan yang paling baik dalam menyiapkan bekal untuk akhiratnya, itulah orang-orang yang cerdas” (HR. Ibnu Majah no. 3454, dihasankan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah).

Wallahu a’lam. Semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Simak selengkapnya disini. Klik https://muslim.or.id/63343-ketika-anggota-badan-kita-memberikan-persaksian.html

Kapan Waktu Terbaik untuk Bertaubat?

Umumnya, manusia akan menyesal setelah melakukan kesalahan. Ketika melakukan kesalahan, ia merasa ada sesuatu yang tidak tepat yang tidak dilakukan. Permasalahannya, ia mau tidak mengakuinya sebagai kesalahan. Banyak juga yang sulit untuk mengakuinya, karena sekian alasan. Begitu juga kesalahan yang berupa dosa. Allah Swt. sebenarnya begitu luas rahmat-Nya untuk menerima permohonan ampun berupa bertaubat. Tapi adakah waktu terbaik untuk bertaubat ?

Untuk menjawab itu, saya mengutip penjelasan Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, mendiang ulama Suriah, pakar fikih, tafsir, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya dalam bukunya Akhlaq al-Muslim wa ‘Alaaqatuh bi al-Khaliq (Akhlaq Seorang Muslim: Hubungan Muslim dengan Tuhannya). Menurut Syaikh Wahbah, taubat yang diridhai dan diterima (meski bukan berarti di waktu lain ditolak sama sekali) adalah taubat yang dilakukan segera atau sesaat setelah berbuat dosa atau maksiat tanpa ditunda-tunda. Dan, taubat tersebut tetap diterima baik melakukan maksiat itu karena tidak tahu, sengaja, atau secara terpaksa. Dalilnya adlaah surah An-Nisa’ ayat 17-18,

إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا *** وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ وَلَا الَّذِينَ يَمُوتُونَ وَهُمْ كُفَّارٌ ۚ أُولَٰئِكَ أَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا

Sesungguhnya taubat di sisi Allah itu hanyalah bagi mereka yang melakukan keburukan disebabkan karena kejahilan, kemudian mereka bertaubat segera (setelah tahu itu keburukan). Maka sesungguhnya mereka itulah yang disisi Allah taubatnya. Dan Allah itu maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan taubat tidaklah terdapat pada orang-orang yang melakukan aneka keburukan sampai ketika kematian menemui mereka, mereka (baru berkata) sesungguhnya sekarang saya sudah bertaubat, dan tidak juga (taubat) diberikan kepada mereka yang meninggalkan dalam keadaan tidak beriman. Mereka itulah yang telah Kami sediakan azab yang pedih.

Hakikatnya, pintu taubat itu selalu terbuka selama manusia itu hidup dan belum sampai masa sakaratul maut, yaitu ketika ruh sudah berada di kerongkongan. Kenapa di saat sudah sakaratul maut tersebut tidak diterima ? Menurut Syaikh Wahbah, karena taubat tidak lagi bisa bermanfaat. Taubat itu bermanfaat di kehidupan, karena kehidupan itulah ruang yang terbuka bagi manusia untuk memperbaiki kesalahan, dan jihad manusia untuk menjadi pribadi yang lurus, mulia, pemurah dan tidak menjadi hina. Maksiat, sesungguhnya membuat manusia terhina, dan ia senantiasa merasa gelisah akibat kemaksiatan yang dilakukan dan penyimpangannya. Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Hukum Tidak Berpuasa bagi Pekerja Berat

Datangnya bulan Ramadan bagi sebagian pekerja berat mendatangkan dilema; antara ibadah puasa dan mencari nafkah untuk keluarga. Terlebih, keduanya sama-sama wajib. Kuli bangunan, pekerja tambang, atlet olahraga dan pekerja berat lainnya mungkin merasakan puasa yang lebih berat dibanding orang dengan profesi “biasa-biasa saja”. Bagaimana hukum tidak berpuasa bagi pekerja berat?

Mengingat puasa termasuk rukun Islam jadi bagaimana pun kondisinya seorang muslim tetap harus berpuasa. Atau justru sebaliknya mereka boleh-boleh saja membatalkan puasa dengan beberapa catatan.

Terkait hukum tidak berpuasa bagi pekerja berat, Syekh Wahbah Zuhayli dalam karyanya al-Fiqhu al-Islamy wa Adillatuhu mengutip pendapat Abu Bakar Al-Ajiry :

قَالَ أَبُو بَكْرٍ الآجِرِي: مَنْ صَنَعَتْهُ شَـاقَـةٌ : فَـإِنْ خَافَ بِالصَّوْمِ تَلَفاً ، أَفطَرَ وَقَضَى إِنْ ضَرَّهُ تَرْكُ الصَنْعَةِ ، فَإِنْ لَمْ يَضُرُّهُ تَرْكُهَـا ، أَثِمَ بِالفِطْرِ ، وَإِنْ لَمْ يَنْتَفِ التَّضَرُّرُ بِتَرْكِهَا ، فَلاَإِثْمَ عَلَيْهِ بِـالفِطْرِ لِلْعُـذْرِ . وَقَرَّرَ جُمْهُورُ الفُقَهَاءِ أَنَّهُ يَجِبُ عَلَى صَاحِبِ العَمَلِ الشَّاقِّ كَالحَصَّادِ والخَبَّازِ وَالحَدَّادِ وعُمَّالِ المنَاجِمِ أَنْ يَتَسَحَّرَ وَيَنْوِيَ الصَّوْمَ ، فَإِنْ حَصَلَ لَهُ عَطَشٌ شَدِيْدٌ أَوْ جُوْعٌ شَدِيْدٌ يَخَافُ مِنْـهُ الضَّرَرُ ، جَازَ لَهُ الفِطْرُ ، وَعَلَيْهِ القَضَـاءُ ، فَـإِنْ تَحَقَّقَ الضَّرَرُ وَجَبَ الفِطْرُ

Abu Bakar al-Ajiri berpendapat pekerja berat boleh membatalkan puasa kemudian nanti mengqadlanya dengan catatan pekerjaan tersebut memang tidak bisa ditinggalkan. Jika ditinggalkan akan berdampak buruk baginya. Apabila pekerjaan tersebut bisa saja ditinggalkan dan tidak berdampak buruk setelahnya, maka dia berdosa jika membatalkan puasa. Apabila setelah meninggalkan pekerjaan tersebut akan tetapi dampaknya masih terasa maka ia boleh membatalkan puasanya karena uzur. Kebanyakan ahli fikih menetapkan kewajiban sahur dan berniat puasa di malam hari bagi para petani, pandai besi, pembuat roti, pekerja tambang, dan para pekerja berat lainnya. Jika memang di tengah pekerjaan dia merasakan sangat haus dan lapar, kemudian dia khawatir hal ini berdampak buruk bagi dirinya boleh baginya membatalkan puasa kemudian nanti mengganti puasanya di kemudian hari. Bahkan, jika dampak buruk ini benar-benar sangat terasa dan memprihatinkan wajib baginya membatalkan puasa. (Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu, Darul Fikr, Damaskus hlm. 648 juz 2)

Dari pendapat Abu Bakar al-Ajiry yang dikutip Syekh Wahbah ini kita dapat memetakan beberapa hal. Pertama, jika pekerjaan berat memang tidak bisa ditinggalkan dan membuat khawatir jika tetap berpuasa akan berdampak buruk, maka boleh membatalkan puasa. Kemudian nanti menggantinya di hari lain. Kedua, jika pekerjaan berat ini masih bisa ditinggalkan, maka membatalkan puasa itu dosa.

Ketiga, seberat apa pun pekerjaan kita, tetap tidak boleh niat tidak puasa sejak awal. Para ahli fikih menetapkan bagi para pekerja berat tetap harus sahur dan berniat puasa di malam hari. Nah, jika memang setelah berpuasa kita merasakan kesusahan karena sangat lapar atau sangat haus, barulah kita boleh membatalkan puasa. Keempat alias terakhir, jika dampak buruk tadi berdampak sangat memprihatinkan, para pekerja berat wajib membatalkan puasa.

Hal ini senada dengan firman Allah :

وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu. (An-Nisa [4] : 29). Wallahu A’lam.

BINCANG SYARIAH

Bulan Dzikir dan Mendekatkan Diri Kepada Allah

Allah Swt Berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS.al-Baqarah:152)

Kita berada di bulan taubat dan pengampunan. Bulan takwa dan Al-Qur’an. Bulan dzikir dan berbagi kebaikan. Bulan sedekah dan menebar kecintaan.

Di bulan ini Allah mengajak kita untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan kadar yang lebih dan lebih dari bulan-bulan lainnya. Dengan memperbanyak ketaatan, menjalankan ibadah dan sunnah-sunnah dengan janji pahala yang berlipat ganda, agar di kita meraih rahmat serta ridho-Nya, padahal Allah Swt mampu memaksa semua hamba untuk beriman dan patuh pada-Nya.

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا ۚ

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. (QS.Yunus:99)

Tapi ketaatan karena paksaan tak memiliki nilai sama sekali. Karena itu bukan berasal dari kesadaran pelakunya. Sementara Allah Swt ingin kita datang kepada-Nya dengan penuh cinta dan kesadaran. Dengan penuh ketaatan dan harapan. Karenanya dalam ayat di atas Allah berfirman :

فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu.” (QS.al-Baqarah:152)

Dan begitu pula dalam sebuah Hadist Qudsi disebutkan :

“Tidaklah hamba-Ku mengingat-Ku dalam kesendiriannya kecuali Aku juga mengingat-Nya di antara malaikat-malaikat-Ku.

Dan tidaklah hamba-Ku mengingat-Ku di tengah keramaian kecuali Aku mengingat-Nya di keramaian yang lebih baik dan lebih mulia”

Allah Swt berfirman :

وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS.al-Ankabut:45)

Sebagian ulama’ tafsir menjelaskan ayat ini dengan sangat indah bahwa :

Dzikir Allah kepadamu jauh lebih besar dari dzikirmu kepada-Nya.

Kamu mengingat-Nya, namun ketika Dia mengingat-Mu maka Dia akan mengisi hatimu dengan ketentraman dan rasa cukup.

Jika Dia mengingatmu, maka segala urusanmu akn dimudahkan.

Jika Dia mengingatmu, maka hatimu akan dipenuhi dengan harapan.

Jika Dia mengingatmu, maka jiwamu akan dipenuhi rasa aman.

Maka bila kau mencari nikmatnya rasa aman, nikmatnya ketentraman hidup, nikmatnya rasa optimis dengan masa depan dan nikmatnya kebahagiaan dalam hidupmu maka ingatlah Allah selalu ! Karena disaat Allah mengingatmu, maka seluruh kebahagiaan itu akan memenuhi hatimu.

Mari kita manfaatkan bulan mulia ini untuk selalu mengingat dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.

KHAZANAH ALQURAN

Usia Ideal Membiasakan Anak Berpuasa Menurut Dokter

Dokter menjelaskan kapan usia ideal anak untuk berpuasa.

Sebagian orang tua barangkali masih bertanya-tanya, kapan waktu ideal untuk mengajari anak untuk berpuasa. Dokter Spesialis Anak Primaya Evasari Hospital, Desy Dewi Saraswati, menyampaikan pandangannya terkait topik tersebut.

Anak-anak yang belum balig atau mencapai masa pubertas tentunya tidak diwajibkan berpuasa Ramadhan. Akan tetapi, menurut Desy, anak-anak perlu diperkenalkan dengan ibadah tersebut, yang idealnya bisa mulai dilakukan saat mereka berusia tujuh tahun.

Desy menyebutkan sejumlah manfaat belajar berpuasa bagi anak, di antaranya menyehatkan tubuh, membuat jadwal makan lebih teratur, dan membuang racun dari dalam tubuh. Anak belajar menjadi lebih disiplin, bersabar, serta mengendalikan diri.

“Melembutkan hati sang anak untuk membantu sesama, memupuk jiwa sosial tinggi pada anak, dan yang pasti dapat meningkatkan keimanan kepada Allah SWT,” ujar Desy pada rilis pers yang diterima Republika, Selasa (27/4).

Supaya tetap optimal beraktivitas di bulan puasa, Desy menganjurkan orang tua membuat penyesuaian jadwal tidur anak. Jika biasanya anak tidur pukul 21:00, coba ajak mereka tidur lebih awal seperti pukul 20:00 atau 20:30 selama bulan puasa.

Waktu tidur yang lebih awal membuat anak cenderung lebih mudah untuk dibangunkan saat sahur. Saat berbuka puasa, saran Desy kepada orang tua adalah menyiapkan menu takjil yang bisa memasok tubuh dengan kadar gula dengan segera.

Orang tua bisa memberi si kecil santapan takjil seperti buah segar, manisan buah, donat, kentang, roti, atau kurma. Namun, anak tetap harus mengonsumsi makanan seimbang dengan nutrisi lengkap, seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Begitu juga asupan cairan dalam jumlah cukup.

“Jangan lupa untuk menyediakan menu favorit anak saat berbuka sebagai motivasi mereka. IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) merekomendasikan agar orang tua memberikan variasi makanan dalam hal bentuk, rasa, dan bahan dasarnya,” kata Desy.

KHAZANAH REPUBLIKA

5 Pemberian Allah pada Umat Nabi Muhammad di Bulan Ramadhan

Umat nabi Muhammad merupakan umat yang oleh Allah swt sangat dimulyakan. Meski harus diakui, bahwa umat nabi Muhammad merupakan umat akhir zaman, dimana menjadi umat paling mendekati pada hari qiyamat. namun, oleh Allah sangat dihormati. Allah mengistimewakan umat nabi Muhammad dengan nikmat-nikmat yang agung dan pemberian yang mulia. Karunia demikian merupakan penghormatan dari Allah kepada nabi Muhammad dan umatnya, bahkan ada pemberian yang Allah berikan secara khusus tanpa melibatkan umat-umat sebelumnya. Ada 5 pemberian Allah pada umat nabi Muhammad yang tidak Allah berikan pada umat sebelumnya. Dalam sebuah hadist Rasulullah saw berdabda:

أُعْطِيَتْ أُمَّتِيْ فِي شَهْرِ رَمَضَانَ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ نَبِيٌ قَبْلِي: أَمَّا وَاحِدَةٌ، فَإِنَّهُ اِذَا كاَنَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَيْهِمْ، وَمَنْ نَظَرَ اللهُ إِلَيْهِ لَمْ يُعَذِّبْهُ أَبَدًا. وَأَمَّا الثَّانِيَةُ: فَإِنَّ خُلُوْفَ أَفْوَاهِهِمْ حِيْنَ يَمْسُوْنَ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ. وَأَمَّا الثَّالِثَةُ: فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَسْتَغْفِرُ لَهُمْ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ. وَأَمَّا الرَّابِعَةُ: فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَأْمُرُ جَنَّتَهُ فَيَقُوْلُ لَهَا اِسْتَعِدِّيْ وَتَزَيِّنِي لِعِبَادِيْ أَوْشَكَ أَنْ يَسْتَرِحُوْا مِنْ تَعْبِ الدُّنْيَا إِلَى دَارِيْ وَكَرَامَتِي. وَأَمَّا الخَامِسَةُ: فَإِذَا كاَنَ آخِرُ لَيْلَةٍ غَفَرَ اللهُ لَهُمْ جَمِيْعًا». فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْقَوْمِ: هِيَ لَيْلَةُ الْقَدْرِ يَا رَسُوْلَ الله؟ قَالَ: «لَا، أَلَمْ تَرَ إِلَى الْعُمَّالِ إِذَا فَرَغُوْا مِنْ أَعْمَالِهِمْ وَفّوُا أُجُوْرَهُمْ».

Artinya, “Telah diberikan kepada umatku di bulan ramadhan, 5 pemberian yang belum pernah diberikan kepada nabi sebelumku yaitu: pertama, pada awal bulan ramadhan, Allah swt melihat umatku. Siapa yang dilihat oleh Allah, maka dia tidak akan disiksa untuk selama-lamanya. Kedua, bau mulut orang yang berpuasa, di sisi Allah lebih baik dari bau minyak misik (kasturi). Ketiga, para Malaikat memohon ampunan untuk umatku siang dan malam. Keempat, Allah swt memerintahkan (penjaga) syurga-Nya, Allah berkata kepadanya:

“Bersiap-siaplah dan berhiaslah kamu untuk hamba-hambaKu, mereka akan beristirahat dari kesulitan hidup di dunia menuju tempat-Ku dan kemuliaan-Ku”. Kelima, pada akhir malam bulan ramadhan Allah mengampuni dosa-dosa mereka semuanya”.

Seorang sahabat bertanya: “Apakah itu lailatul qadr wahai Rasulullah?”. Nabi menjawab: “Tidak, tidakkah kamu mengetahui bahwa para pekerja, apabila mereka selesai dari pekerjaannya, niscaya akan dibayar upahnya”. (HR. Al-Baihaqi)

Syekh Abil Fadl al-Ghumari memberikan penjelasan lebih lanjut dalam kitab Ghayatul Ihsan fi Fadli Syahri Romadhon terkait hadist di atas. Beliau menjelaskan: yang dimaksud pada pemberian pertama adalah, Allah melihat umat nabi Muhammad dengan pendangan penuh perhatian dan penuh rahmah, sehingga orang yang dilihat oleh Allah dengan pandangan tersebut tidak akan disiksa selamanya disebabkan rahmah Allah kepadanya.

Yang dimaksud “mulut orang berpuasa lebih baik dari bau minyak misik” ialah, dengan puasa oleh Allah akan diberkan pahala, sehingga dengan pahala tersebut bau orang berpuasa akan melebihi harumnya minyak misik. Atau bisa juga diartikan bahwa orang puasa akan mendapatkan pahala melebihi orang yang menggunakan minyak misik.

Dengan dua penjelasan di atas, Imam asy-Syafi’i menghukumi makruh melakukan siwak setelah tergelincirnya mata hari (dzuhur), karena siwak bisa menghilangkan bau mulut orang berpuasa, sementara bau mulut orang puasa lebih baik dari minyak misik.

Yang dimaksud “para malaikat memohon ampunan” ialah sebagaimana ganti atas kekeliruan malaikat. Kekeliruan itu disebabkan sanggahan malaikat kepada Allah ketika hendak menciptakan manusia. Dalam Al-Quran Allah berfirman:

قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ

Artinya, “Mereka (malaikat) berkata, apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?”. (QS. Al-Baqarah: 30)

Dengan kejadian tersebut, Allah memerintah para malaikat untuk memohon ampunan untuk menutupi kekeliruan tersebut. Namun, yang terpenting adalah bahwa para malaikat memohon ampunan untuk nabi Muhammad merupakan sebuah kenikmatan luar bisa yang tidak Allah berikan pada selain umat nabi Muhammad.

Yang dimaksud pemberian Allah keempat ialah, syurga sudah mempersiapakn dirinya dengan penuh kenyamanan dan kenikmatan selama bulan puasa untuk orang-orang yang berpuasa.

Sedangkan yang dimaksud “Allah mengampuni dosa umat Islam pada malam akhir ramadhan” ialah Allah akan mengampuni dosa umat nabi Muhammad ketika selesai melakukannya pada akhir bulan ramadhan, dan sama-sama melakukan takbir kepada Allah atas nikmat yang Allah berikan nerupa nikmat bisa melakukan puasa dan ibadah lainnya. Dalam sebuah keterangan juga disebutkan, bahwa pada malam tersebut dikenal dengan istilah malam kebolehan (lailatul jaizah), karena keesokan harinya, Allah memberikan kebebasan perihal makanan untuk umat nabi Muhammad, serta Allah berikan ampunan dan ridho-Nya kepada umat nabi Muhammad.

Pada akhir penjelasan dalam kitab Ghayatul Ihsan fi Fadli Syahri Romadhon, menurut Syekh Abil Fadl al-Ghumari pemberian Allah swt kepada umat nabi Muhammad secara khusus tidak hanya 5 pemberian Allah di atas, karena masih banyak pemberian Allah selain yang telah disebutkan, juga hanya diberikan kepada umat nabi Muhammad. Diantaranya adalah: Pertama, Menyelamatkan manusia dari neraka setiap buka puasa. Pemberian ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadist. Rasulullah bersabda:

لِلهِ عِنْدَ كُلِّ فِطْرٍ عِتْقَاءُ

Artinya, “bagi Allah dalam setiap buka puasa terdapat menyelamatkan (dari api neraka)”. (HR. Al-Baihaqi)

Hanya saja, ada syarat yang harus dipenuhi bagi orang puasa agar bisa mendapatkan jaminan kebebasan dari api neraka ketika buka puasa, syaratnya yaitu: tidak boleh buka puasa dengan sesuatu yang haram, karena orang yang buka puasa dengan makanan haram tidak akan mendapatkan jaminan selamat dari neraka.

Kedua, dibukanya pintu-pintu surga dan ditutupnya pintu-pintu neraka, serta dibelenggunya syetan. Ketiga, diterimanya doa. Pemberian ini sebagaimana yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sebuah hadist. Rasulullah bersabda:

اِنَّ لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ دَعْوَةٌ مَا تُرَدُّ

Artinya, “Sesungguhnya orang berpuasa memiliki doa yang tidak ditolak ketika buka puasa”. (HR. Al-Baihaqi)

Penjelasan di atas sebagaimana yang disampaikan oleh Syekh Abil Fadl al-Ghumari dalam kitab Ghayatul Ihsan fi Fadli Syahri Romadhon, halaman 23-24.

BINCANG SYARIAH

Mualaf, Bintang NBA Kyrie Irving Tetap Puasa Saat Tanding

Bintang Basket NBA, Kyrie Irving, akhirnya secara terbuka mengakui masuk Islam

Setelah dikabarkan memeluk agama Islam, bintang NBA Kyrie Irving akhirnya secara terbuka mengakuinya. Ia bahkan mengatakan tetap berpuasa saat bertanding memperkuat klubnya, Brooklyn Nets.

Setelah Brooklyn Nets mengalahkan Boston Celtics 109-104 pada Jumat (23/4) malam waktu setempat, Kyrie Irving melakukan sesuatu yang sangat langka baginya, dia berbicara tentang kehidupan pribadinya.

Selama konferensi pers pascapertandingan, Irving membahas tentang menjadi bagian dari komunitas Muslim dan bagaimana rasanya menjalankan Ramadhan, bulan suci kontemplasi spiritual, puasa, dan komunitas Islam.  Mereka yang menjalankan puasa Ramadhan setiap hari dalam sebulan, tidak mengonsumsi makanan atau cairan dari matahari terbit hingga terbenam.

“Segala puji bagi Tuhan, Allah, untuk ini …. Bagi saya, dalam hal iman saya dan apa yang saya yakini, menjadi bagian dari komunitas Muslim, berkomitmen pada Islam, dan juga berkomitmen untuk semua ras dan  budaya, agama, hanya memiliki pemahaman dan rasa hormat. Saya hanya ingin meletakkannya sebagai fondasi,” kata Irving.

Irving menambahkan, “Ada energi yang memecah belah di sini, atau sudah seperti itu dalam masyarakat kita, begitu memecah belah, membawanya ke dalam permainan. Saya tidak mau, tapi jelas banyak orang memiliki pertanyaan.”


“Tapi ya, saya ikut Ramadhan dengan banyak saudara laki-laki dan perempuan Muslim saya. Dan, itu merupakan penyesuaian. Itu benar-benar yang bisa saya katakan. Itu hanya berkomitmen untuk melayani saya kepada Tuhan, Allah, dan kemudian melanjutkan dengan  apa pun yang saya pandu,” lanjut Irving.

“Saya hanya senang menjadi bagian dari komunitas saya dan melakukan hal yang benar. Jadi, puasa jelas merupakan bagian darinya–jika Anda tahu sesuatu tentang komunitas Muslim. Tapi ya, benar-benar diberkati  dan bersyukur bisa ambil bagian dalam ini,” ujarnya dilansir Yahoosports.

Irving tidak banyak bicara tentang puasa selain mengatakan itu  “penyesuaian”. Untuk diketahui, ini pertama kalinya Irving berbicara di depan umum tentang imannya. Meski sebelumnya ia pernah menyinggung soal keimanan di media sosial beberapa kali. Misalnya pada Maret lalu, dia menge-tweet tentang Allah, yang adalah Tuhan dalam Islam. Namun, kala itu ia tak menyebut secara eksplisit tentang Islam karena Allah merupakan kata bahasa Arab untuk Tuhan.

Pada 9 April, menjadi lebih jelas ketika dia menanggapi tweet dari seseorang yang berharap dia mendapatkan Ramadhan yang hebat.

Jumat malam adalah pertama kalinya Irving secara terbuka menyampaikan keyakinannya, tetapi dia mendapatkan kritik ketika hari pertama Ramadhan bertepatan dengan pertandingan. Stephen A.Smith dari ESPN mengkritik Irving karena melewatkan lebih banyak permainan karena alasan pribadi, tanpa menyadari alasan Irving sebenarnya melewatkan permainan tersebut.

Beberapa fan membela Irving di media sosial. Smith kemudian mengklarifikasi pernyataannya setelah mengetahui Irving mengambil cuti untuk mengamati awal Ramadhan, tetapi tidak benar-benar berubah pikiran tentang Irving yang melewatkan permainan lain.

KHAZANAH REPUBLIKA