Menggapai Pahala dalam Amarah

Allah Ta’ala menganugerahkan perasaan bagi manusia dengan segala hikmahnya. Ada rasa senang, sedih, bahagia, cemas, bahkan rasa benci dan marah. Semua jenis perasaan tersebut apabila dapat dikendalikan dengan niat ingin mendapatkan rida-Nya, tentu akan berbuah pahala. Sebab, bagaimanapun keadaan kita, baik dalam kesusahan maupun kesenangan, tetap saja ada celah untuk mendapatkan limpahan pahala dari Allah Ta’ala. Itulah indahnya menjadi seorang muslim, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

عجبًا لأمرِ المؤمنِ . إن أمرَه كلَّه خيرٌ . وليس ذاك لأحدٍ إلا للمؤمنِ . إن أصابته سراءُ شكرَ . فكان خيرًا له وإن أصابته ضراءُ صبر . فكان خيرًا له

Alangkah mengagumkan keadaan orang mukmin (yang beriman). Semua keadaannya (membawa) kebaikan (untuk dirinya). Dan ini hanya ada pada seorang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia akan bersyukur. Maka itu adalah kebaikan baginya. Dan jika dia ditimpa kesusahan, dia akan bersabar. Maka itu adalah kebaikan baginya.” [1]

Amarah Ibarat Dua Sisi Mata Pisau

Kita ambil contoh rasa marah. Ketika melihat atau mendengar seseorang yang melakukan perbuatan melanggar syariat Allah Ta’ala, maka amarah yang kemudian timbul karena membenci perbuatan orang tersebut akan menjadi pahala. Hal ini karena kita telah menjalankan amanah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ ، فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ ، فَإِنَ لَـمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ ، وَذَلِكَ أَضْعَفُ اْلإِيْـمَـانِ

“Barang siapa dari kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah dia merubah kemungkaran tersebut dengan tangannya. Apabila tidak sanggup, (rubahlah) dengan lisannya. Apabila tidak sanggup, (rubahlah) dengan hatinya. Yang demikian adalah selemah-lemah keimanan.” [2]

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga mengajarkan kita untuk membenci perbuatan kufur untuk diri kita sendiri. Hal ini menandakan bahwa perasaan marah atau benci ada tempatnya. Bahkan rasa marah atau benci tersebut  bisa menghantarkan kita untuk mendapatkan manisnya iman. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيْمَانِ، مَنْ كَانَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُـحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلهِ، وَأَنْ يَكْرَهَ  أَنْ يَعُوْدَ فِـي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِـي النَّارِ.

“Ada tiga perkara yang apabila perkara tersebut ada pada seseorang, maka ia akan mendapatkan manisnya iman, yaitu:

(1) Siapa yang Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain keduanya.

(2) Apabila ia mencintai seseorang yang ia mencintainya hanya karena Allah.

(3) Ia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah Allah menyelamatkannya, sebagaimana ia benci untuk dilemparkan ke dalam Neraka.” [3]

Namun, ketika kita tidak mampu mengendalikan semua perasaan itu, maka kita justru akan melakukan banyak kekeliruan yang bermuara pada dosa dan penyesalan. Seperti dalam kondisi marah, kadangkala kita melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Mulai dari berkata kasar, memecahkan benda-benda, menyalahkan siapa saja, hingga bertindak di luar kesadaran yang pada akhirnya merugikan diri sendiri.

Oleh karenanya, penting bagi kita untuk membekali diri dengan mengetahui bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat perhatian terhadap pengendalian amarah. Kita dapat melihat banyak riwayat yang menerangkan betapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di banyak kesempatan selalu mengajarkan ummatnya agar mampu untuk mengendalikan amarahnya.

Pesan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang Amarah

  1. Wasiat dalam mengendalikan amarah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan pengendalian amarah sebagai wasiat kepada kita.

Sebagaimana hadis Abu Hurairah radhiyallahu anhu  bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam “Berilah aku wasiat!”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!” Orang itu mengulangi permintaannya berkali-kali, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Engkau jangan marah!” [HR Al-Bukhari].

  1. Kendalikan amarah dengan duduk, berbaring, dan diam

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan agar orang yang marah untuk duduk, berbaring, ataupun diam. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ قَائِمٌ فَلْيَجْلِسْ ، فَإِنْ ذَهَبَ عَنْهُ الْغَضَبُ ، وَإِلَّا فَلْيَضْطَجِعْ.

“Apabila seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri, hendaklah ia duduk! Apabila amarah telah pergi darinya, (maka itu baik baginya). Dan jika belum, hendaklah ia berbaring!” [4]

Diam juga menjadi solusi ketika amarah menghampiri diri. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا غَضِبَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْكُتْ

“Apabila seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam!” [5]

  1. Menahan amarah, bentuk kekuatan yang hakiki

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa kekuatan sejati ada pada seseorang yang mampu mengendalikan diri ketika marah. Sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam,

لَيْسَ الشَّدِيْدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيْدُ الَّذِيْ يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ.

“Orang yang kuat itu bukanlah yang pandai bergulat, tetapi orang yang kuat ialah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika marah.” [6]

  1. Janji surga bagi orang yang mampu menahan amarah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda kepada seorang sahabatnya,

لاَ تَغْضَبْ وَلَكَ الْجَنَّة

“Jangan kamu marah, maka kamu akan masuk Surga.” [7]

  1. Bidadari dan tempat khusus di hari kiamat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

« مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ »

Barangsiapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah Ta’ala akan memanggilnya (membanggakannya) pada hari kiamat di hadapan semua manusia sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.” [8]

Saudaraku, betapa kita dapat membuktikan kasih sayang Allah Ta’ala di setiap lini kehidupan yang kita jalani. Semua hal yang terjadi pada diri kita dapat berbuah pahala dan kemuliaan di sisi Allah yang kemudian dapat memberikan jalan untuk menggapai surga-Nya. Bahkan, rasa amarah yang dari sudut pandang lain, kita ketahui sebagai sumber malapetaka. Akan tetapi, dapat menjadi sumber pahala, tergantung pada bagaimana niat dan sikap kita dalam mengendalikannya sesuai dengan tuntunan syariat. Semoga Allah Ta’ala senantiasa menganugerahkan keimanan dan ketakwaan kepada kita agar selalu ingat bahwa kita selalu berada dalam pengawasan-Nya.

وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين

Catatan Kaki :

  1. HR. Muslim No. 2999 dari Shuhaib bin Sinan radhiyallahu ’anhu.
  2. HR. Muslim dan lainnya dari Abi Said Al-Khudri.
  3. HR. Bukhari (no. 16), Muslim (no. 43), At-Tirmidzi (no. 2624), An-Nasa’i (VIII/95-96), dan Ibnu Majah (no. 4033) dari Anas bin Malik radhiyallahu ’anhu.
  4. HR. Ahmad (V/152), Abu Dawud (no. 4782), dan Ibnu Hibban (no. 5688) dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu.
  5. HR Ahmad (I/239, 283, 365), Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad (no. 245, 1320), Al-Bazzar (no. 152- Kasyful Atsar) dari Sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma.
  6. HR. Bukhari (no. 6114) dan Muslim (no. 2609) dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
  7. HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jamul Ausath (no. 2374) dari Sahabat Abu Darda radhiyallahu ‘anhu.
  8. HR. Abu Dawud (no. 4777), At-Tirmidzi (no. 2021), Ibnu Majah (no. 4186) dan Ahmad (3/440).

Penulis: Fauzan Hidayat

Sumber: https://muslim.or.id/68825-menggapai-pahala-dalam-amarah.html

10 Keutamaan Sedekah Subuh dan Cara Melakukannya di Rumah Sendiri

Ada kebaikan yang sedang trending di masyarakat. Sedekah Subuh, namanya. Apa itu sedekah Subuh, apa saja keutamannya dan bagaimana cara mendapatkannya?

Tentu ini tren yang baik. Buah dari meningkatnya ilmu, tersebarnya hadits oleh para ulama dan juru dakwah. Masyarakat pun kemudian berbondong-bondong bersedekah. Tren yang sama juga terjadi pada busana dengan makin maraknya penggunaan hijab (jilbab) dan pada ekonomi dengan semangat meninggalkan riba.

Khusus untuk sedekah, bahkan Indonesia menduduki peringkat pertama sebagai negara paling dermawan di dunia dalam World Giving Index 2021. Pada tahun sebelumnya, Indonesia juga menempati peringkat pertama dari 140 negara.

Apa Itu Sedekah Subuh

Sedekah (shodaqoh) berasal dari kata shadaqa (صدق) yang artinya benar. Orang yang suka bersedekah (memberikan bantuan kepada orang lain) adalah orang yang benar pengakuan imannya.

Dalam pengertian umum, sedekah bisa berupa harta bisa pula berupa non harta. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ

Setiap kebaikan adalah sedekah. (HR. Bukhari)

Dalam Al-Qur’an, zakat juga disebut sedekah. Misalnya dalam Surat At Taubah ayat 60. Karenanya, zakat adalah sedekah wajib. Namun, jika disebutkan secara umum, sedekah adalah infaq sunnah. Yakni pemberian secara suka rela kepada orang lain yang jumlahnya tidak memiliki batasan tertentu.

Dengan demikian, sedekah Subuh adalah mengeluarkan harta di jalan Allah atau berbagi kepada yang membutuhkan pada waktu Subuh hingga matahari terbit. Bahkan sebelum Subuh pun termasuk dalam pengertian ini. Sebagaimana usai Shalat Subuh, Rasulullah bertanya kepada para sahabat siapa yang sudah bersedekah, Abu Bakar angkat tangan. Sahabat terdekat Rasulullah itu telah bersedekah sebelum Subuh. Luar biasa.

Keutamaan Sedekah Subuh

Sedekah Subuh memiliki keutamaan yang luar biasa. Setidaknya, ada 10 keutamaan amal ini berdasarkan Al-Qur’an dan hadits shahih. Keutamaan pertama dan kedua khusus untuk sedekah Subuh, sedangkan delapan keutamaan berikutnya berlaku umum untuk semua infak (sedekah).

1. Mendapat Doa Malaikat

Setiap pagi, dua malaikat berdoa. Satu malaikat mendoakan orang-orang yang berinfak, satu malaikat lagi mendoakan orang-orang yang bakhil.

مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا ، وَيَقُولُ الآخَرُ اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا

Tidaklah ada suatu hari pun di mana hamba-hamba Allah masuk pada waktu pagi harinya, kecuali ada dua malaikat yang turun. Maka salah satu di antara mereka berdoa, “Ya Allah berikanlah ganti kepada orang-orang yang berinfak.” Dan malaikat yang lainnya berdoa, “Ya Allah berikanlah kerugian kepada orang-orang yang menahan hartanya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Doa pagi malaikat yang pertama untuk orang-orang yang berinfak. Malaikat berdoa kepada Allah agar memberikan ganti. Allah pasti mengabulkan doa malaikat, mereka tak pernah bermaksiat. Karenanya, orang yang sedekah Subuh pasti mendapatkan ganti dan keberkahan sebagaimana doa pagi malaikat ini.

2. Mendapat Doa Rasulullah

Orang yang sedekah Subuh, pasti ia bangun pagi. Umumnya bangun sebelum fajar. Ketika seseorang bangun sebelum fajar, apalagi didahului dengan sholat tahajud, lalu berpagi hari dalam ketaatan termasuk bersedekah, ia mendapatkan doa dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

اللَّهُمَّ بَارِكْ لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا

Ya Allah, berkahilah umatku di waktu pagi mereka. (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Tirmidzi, An Nasa’i dan Ibnu Hibban; shahih lighairihi)

Doa ini bahkan lebih mustajabah dari doa para malaikat. Sebab Rasulullah adalah kekasih Allah, yang selalu Dia istijabah doanya.

3. Pasti Mendapat Ganti dan Balasan

Keutamaan ini berlaku umum untuk semua orang yang bersedekah. Bahwa ia pasti akan mendapat ganti dan balasan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah akan mengganti sedekah itu segera di dunia. Entah bentuknya pertambahan nikmat atau minimal keberkahannya. Dan Allah akan memberikan balasan terbaik di akhirat kelak.

مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ

“Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia-lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’: 39)

4. Pahala 700 Kali Lipat

Tak sekadar balasan. Allah Subhanahu wa Ta’ala akan melipatgandakan balasan sedekah hingga 700 kali lipat. Sebagaimana firman-Nya:

مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِئَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 261)

5. Diberkahi Allah

Keutamaan berikutnya, Allah akan memberkahi dan menyuburkannya. Orang yang gemar bersedekah, hartanya akan barakah. Yakni menambah kebaikannya. Menambah ketaatannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ

“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah.” (QS. Al Baqarah: 276)

6. Memperlancar Rezeki

Allah akan melancarkan rezeki orang yang suka bersedekah. Sebaliknya, Allah akan menahan rezeki orang yang menahan hartanya tanpa mau bersedekah.

لاَ تُوكِي فَيُوكى عَلَيْكِ

“Janganlah engkau menyimpan harta (tanpa mensedekahkannya). Jika tidak, maka Allah akan menahan rizki untukmu.” (HR. Bukhari)

Dengan sedekah Subuh, insya Allah rezeki justru menjadi lebih lancar dan mengalir deras.

7. Takkan Mengurangi Harta

Tidak sedikit orang yang enggan bersedekah karena khawatir hartanya berkurang. Khawatir menjadi miskin. Ini adalah matematika manusia yang tidak sama dengan matematika Allah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menegaskan bahwa sedekah tidak akan mengurangi harta.

مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ

“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR. Muslim)

Para sahabat telah menjadi saksi nyata atas kebenaran hadits ini. Umar bin Khattab pernah menyedekahkan separuh hartanya menjelang Perang Tabuk. Abu Bakar Ash Shiddiq menyedekahkan seluruh hartanya. Namun keduanya tidak pernah bangkrut atau menjadi fakir miskin. Justru kemudian hartanya bertambah. Bal yazdad, bal yazdad, bal yazdad.

8. Menjadi Naungan di Akhirat

Sedekah akan menjadi naungan pada yaumul mahsyar kelak. Ketika semua orang kepanasan karena begitu dekatnya matahari hingga banyak yang tenggelam dengan keringatnya sendiri, orang yang bersedekah akan mendapat naungan dari sedekahnya. Apalagi jika sedekahnya secara sembunyi-sembunyi.

كُلُّ امْرِئٍ فِى ظِلِّ صَدَقَتِهِ حَتَّى يُفْصَلَ بَيْنَ النَّاسِ

“Setiap orang berada di bawah naungan sedekahnya hingga diputuskan di antara manusia.” (HR. Ahmad)

9. Menyelamatkan dari Neraka

Sedekah menjadi wasilah yang dengannya Allah menyelamatkan pelakunya dari neraka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

اِتَّقُوْا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

“Berlindunglah kalian dari api neraka walaupun dengan separuh kurma.” (Muttafaq ‘Alaih)

10. Kunci Surga

Sedekah merupakan salah satu amal yang mengantarkan orang beriman masuk surga. Bahkan, orang yang ahli sedekah akan dipanggil untuk masuk surga dari pintu khusus. Yakni Baab Ash Shadaqah (pintu sedekah).

وَمَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الصَّدَقَةِ دُعِىَ مِنْ بَابِ الصَّدَقَةِ

“Barangsiapa yang termasuk ahli sedekah, niscaya ia dipanggil (masuk surga) dari pintu sedekah.” (HR. Bukhari)

5 Cara Sedekah Subuh dari Rumah Sendiri

Sedekah Subuh bisa dilakukan dengan banyak cara. Bisa dengan memasukkannya ke kotak infak masjid saat Subuh, bisa memberikan kepada tetangga yang membutuhkan, tukang becak, dan sebagainya.

Terkadang muncul pertanyaan, khususnya dari ibu-ibu, bagaimana cara sedekah Subuh jika tidak keluar rumah? Berikut ini cara melakukannya dari rumah sendiri.

1. Transfer ke Orang yang Membutuhkan

Dengan mobile banking, seseorang bisa transfer ke orang lain tanpa perlu ke bank atau ke ATM. Nah, kita bisa sedekah Subuh dengan cara transfer ke orang yang membutuhkan.

Bahkan di masa sekarang, tak harus transfer antar bank. Bisa juga transfer melalui rekening elektronik seperti GopayOvoShopeepaye-Money, dan sebagainya.

2. Transfer ke Lembaga Amil Zakat

Bagaimana kalau tidak tahu nomor rekening orang yang membutuhkan? Kita bisa sedekah Subuh di rumah sendiri dengan cara transfer ke lembaga amil zakat. Tidak hafal? Tinggal cari di internet.

3. Transfer Pulsa

Bagi yang tidak punya mobile banking atau kehabisan saldo, bisa sedekah Subuh dalam bentuk transfer pulsa. Hampir semua kartu saat ini menyediakan fasilitas transfer pulsa. Tak harus keluar rumah.

4. Titip Suami atau Anak

Bagi Anda para muslimah yang ingin sedekah tunai, bisa titip ke suami atau anak yang mau berangkat shalat Subuh untuk dimasukkan ke kotak infak. Bisa pula titip sayur atau bahan makanan ke suami untuk dicantolkan di pagar tetangga yang membutuhkan. Masya Allah, Barakallah.

5. Menyediakan Kotak Infaq di Rumah

Ada pula cara yang praktis, menyediakan kotak infaq khusus di rumah. Setiap pagi, kita bisa memasukkan  sedekah di sana. Setelah terkumpul cukup banyak, bisa kita setor ke lembaga zakat atau berikan kepada orang yang membutuhkan.

Demikian pengertian sedekah Subuh, keutamaannya, hingga lima cara sedekah Subuh dari rumah sendiri. Semoga bermanfaat dan memotivasi kita untuk memperbanyak infak. Wallahu a’lam bish shawab. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH

Hukum Bekerja di Rumah Sakit Non Muslim

Di antara perkara yang kadang ditanyakan oleh sebagian orang adalah mengenai hukum bekerja di rumah sakit non muslim. Pertanyaan ini muncul karena saat ini banyak dijumpai orang muslim dan muslimah yang bekerja di rumah sakit yang dimiliki oleh non-muslim. Sebenarnya, bagaimana hukum bekerja di rumah sakit non muslim, apakah boleh?

Bekerja di rumah sakit non muslim hukumnya boleh bagi seorang muslim dan muslimah. Tidak ada larangan dalam Islam bagi seorang muslim dan muslimah untuk bekerja kepada non muslim, baik bekerja sebagai sopir pribadi, karyawan toko, dokter atau perawat di rumah sakit milik non muslim, pembantu rumah tangga dan lain sebagainya.

Menurut pendapat yang shahih dari kalangan ulama Syafiiyah, bekerja kepada non-muslim dinilai sah dan uang yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut dihukumi halal. Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi sebagai berikut;

يجوز أن يستأجر الكافر مسلماً على عمل في الذمة كدين ويجوز أن يستأجره بعينه على الأصح حراً كان أو عبدا

Diperbolehkan bagi non muslim menyewa orang muslim untuk mengerjakan sesuatu yang masih ada dalam tanggungan (masih akan dikerjakan kemudian) sebagaimana orang muslim boleh membeli sesuatu dari orang non-muslim dengan bayaran yang masih ada dalam tanggungan (hutang), dan diperbolehkan bagi orang muslim menyewakan dirinya (tubuh/tenaganya) kepada non-muslim menurut pendapat yang paling shahih, baik ia merdeka atau hamba sahaya.

Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah dari kalangan ulama Hanabilah juga menegaskan keabsahan bekerja kepada non muslim. Beliau berkata sebagai berikut;

وَلَوْ أَجَّرَ مُسْلِمٌ نَفْسَهُ لِذِمِّيِّ ، لِعَمَلٍ فِي ذِمَّتِهِ ، صَحَّ ؛لِأَنَّ عَلِيًّا ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَجَرَ نَفْسَهُ مِنْ يَهُودِيٍّ ، يَسْتَقِي لَهُ كُلَّ دَلْوٍ بِتَمْرَةٍ ، وَأَتَى بِذَلِكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Jika seorang muslim menyewakan dirinya (bekerja) kepada seorang non muslim untuk sebuah pekerjaan dalam bentuk dzimmah atau tanggungan, maka hukumnya sah. Ini karena Sayidina Ali pernah menyewakan dirinya (bekerja) kepada seorang Yahudi. Beliau memberi minum untuknya dengan upah satu kurma untuk setiap ember air. Kemudian beliau membawa kurma itu kepada Nabi Saw dan beliau memakannya.

Dengan demikian, bekerja di rumah sakit milik non muslim hukumnya boleh. Ini karena Islam tidak melarang umatnya untuk bermumalah dengan pemeluk agama lain, apalagi pekerjaan itu masih berkaitan dengan kepentingan umum semisal bekerja sebagai dokter dan perawat di rumah sakit.

BINCANG SYARIAH

Sepuluh Kaidah Pemurnian Tauhid

Bismillah.

Tidaklah diragukan oleh seorang muslim bahwa tauhid merupakan pondasi agama Islam. Oleh sebab itu para ulama dari masa ke masa senantiasa memprioritaskan dakwah tauhid di tengah manusia.

Kaidah pertama: mengapa Allah menciptakan jin dan manusia?

Allah menciptakan kita untuk beribadah kepada-Nya dan menjauhi syirik. Allah berfirman,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku” (QS. adz-Dzariyat: 56).

Dan dalam rangka mewujudkan tujuan inilah Allah pun mengutus para rasul dan menurunkan kitab-kitab. Allah berfirman,

وَمَآ أَرۡسَلۡنَا مِن قَبۡلِكَ مِن رَّسُولٍ إِلَّا نُوحِيٓ إِلَيۡهِ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Kami utus seorang pun rasul sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya; bahwa tidak ada ilah/sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku” (QS. al-Anbiya: 25).

Kaidah kedua: tidak akan benar ibadah tanpa tauhid

Sebagaimana salat tidak sah tanpa bersuci, maka ibadah tidak akan menjadi benar tanpa tauhid. Apabila ibadah tercampur dengan syirik, maka seluruh amalan akan lenyap dan sia-sia.

Allah berfirman tentang ibadahnya kaum musyrik,

مَا كَانَ لِلۡمُشۡرِكِينَ أَن يَعۡمُرُواْ مَسَٰجِدَ ٱللَّهِ شَٰهِدِينَ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِم بِٱلۡكُفۡرِۚ أُوْلَٰٓئِكَ حَبِطَتۡ أَعۡمَٰلُهُمۡ وَفِي ٱلنَّارِ هُمۡ خَٰلِدُونَ

“Tidak selayaknya kaum musyrik memakmurkan masjid-masjid Allah seraya mempersaksikan atas diri mereka kekafiran, mereka itulah yang terhapus amal-amal mereka dan di dalam neraka mereka itu kekal” (QS. at-Taubah: 17).

Allah juga berfirman,

لَئِنۡ أَشۡرَكۡتَ لَيَحۡبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ ٱلۡخَٰسِرِينَ

“Sungguh jika kamu melakukan syirik pasti akan lenyap seluruh amalmu dan benar-benar kamu akan termasuk golongan orang yang merugi” (QS. az-Zumar: 65).

Kaidah ketiga: apa makna ibadah yang harus ditujukan kepada Allah semata?

Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah dengan penuh ketaatan; melaksanakan perintah-perintah-Nya, disertai ketundukan dan kepatuhan kepada syariat-Nya, dengan dilandasi kecintaan kepada-Nya. Maka simpul ibadah itu adalah melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ibadah harus dilandasi dengan kecintaan dan pengagungan.

Kaidah keempat: bagaimana mengenali macam-macam ibadah?

Segala sesuatu yang dicintai oleh Allah untuk kita lakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya, maka itu adalah ibadah. Ia mencakup keyakinan hati, ucapan lisan, dan amal dengan anggota badan. Kita bisa mengenali bahwa hal itu dicintai Allah apabila Allah memerintahkannya, memuji pelakunya, meridainya, atau memberikan janji pahala atasnya.

Diantara contoh ibadah hati adalah inabah/ kembali kepada Allah. Allah berfirman,

وَأَنِيبُوٓاْ إِلَىٰ رَبِّكُمۡ وَأَسۡلِمُواْ لَهُ

“Dan inabah/kembalilah kalian kepada Rabb kalian dan pasrahlah kepada-Nya” (QS. az-Zumar: 54).

Demikian pula khasyyah/ rasa takut kepada Allah. Allah berfirman,

إِنَّ ٱلَّذِينَ يَخۡشَوۡنَ رَبَّهُم بِٱلۡغَيۡبِ لَهُم مَّغۡفِرَةٞ وَأَجۡرٞ كَبِيرٞ

“Sesungguhnya orang-orang yang merasa takut kepada Rabb mereka dalam keadaan ghaib/ tidak tampak, bagi mereka ampunan dan pahala yang sangat besar” (QS. al-Mulk: 12).

Diantara contoh ibadah lisan adalah berzikir. Allah berfirman,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ ذِكۡرٗا كَثِيرٗا

“Wahai orang-orang yang beriman berzikirlah kepada Allah dengan sebanyak-banyak zikir” (QS. al-Ahzab: 41).

Diantara contoh ibadah anggota badan adalah mendirikan salat dan menunaikan zakat. Allah berfirman,

وَأَقِيمُواْ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَٱرۡكَعُواْ مَعَ ٱلرَّٰكِعِينَ

“Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. al-Baqarah: 43).

Begitu pula menyembelih kurban. Allah berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنۡحَرۡ

“Maka salatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah kurban” (QS. al-Kautsar: 2).

Dengan demikian segala bentuk ibadah itu tidak boleh dipalingkan kepada selain Allah. Tidak ada yang berhak mendapatkan ibadah selain Allah. Allah berfirman,

فَٱعۡبُدِ ٱللَّهَ مُخۡلِصٗا لَّهُ ٱلدِّينَ

“Maka beribadahlah kepada Allah dengan memurnikan agama/ ketaatan untuk-Nya” (QS. az-Zumar: 2).

Kaidah kelima: syirik kepada Allah adalah dosa terbesar dan paling berbahaya

Syirik menyebabkan semua amalan akan terhapus dan tidak akan mendapatkan ampunan dari Allah apabila pelakunya tidak bertaubat sebelum meninggal. Allah berfirman,

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغۡفِرُ أَن يُشۡرَكَ بِهِۦ وَيَغۡفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُۚ

“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa-dosa lain yang berada di bawah tingkatan itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. an-Nisa: 48).

Allah juga berfirman,

إِنَّهُۥ مَن يُشۡرِكۡ بِٱللَّهِ فَقَدۡ حَرَّمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِ ٱلۡجَنَّةَ وَمَأۡوَىٰهُ ٱلنَّارُۖ وَمَا لِلظَّٰلِمِينَ مِنۡ أَنصَارٖ

“Sesungguhnya barang siapa yang mempersekutukan Allah benar-benar Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tidak ada bagi orang-orang zalim itu sedikit pun penolong” (QS. al-Maidah: 72).

Kaidah keenam: apakah hakikat syirik yang wajib diwaspadai?

Syirik kepada Allah adalah menjadikan sekutu bagi Allah dalam hal-hal yang termasuk dalam kekhususan-Nya. Kekhususan Allah itu mencakup perkara rububiyahuluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya. Allah sebagai satu-satunya pemelihara, penguasa, dan pengatur alam semesta; ini adalah kekhususan Allah dalam hal rububiyah. Adapun kekhususan Allah dalam hal uluhiyah yaitu bahwa hanya Allah yang berhak disembah.

Allah berfirman,

إِنَّنِيٓ أَنَا ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱعۡبُدۡنِي وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ لِذِكۡرِيٓ

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah; Yang tidak ada ilah/ sesembahan yang benar selain Aku, maka sembahlah Aku, dan tegakkanlah salat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaha: 14).

Allah pemilik segala sifat kesempurnaan dan nama-nama yang terindah; ini merupakan kekhususan Allah dalam hal nama dan sifat-Nya (asma’ wa shifat).

Allah berfirman,

ۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan-Nya sesuatu apapun, dan Dia Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. as-Syura: 11).

Oleh sebab itu tidak boleh mempersekutukan Allah dalam hal rububiyahuluhiyah maupun nama dan sifat-sifat-Nya (asma’ wa shifat). Tidaklah seorang menjadi ahli tauhid kecuali apabila dia mengesakan Allah dalam hal rububiyahuluhiyah, dan asma’ wa shifat-Nya.

Kaidah ketujuh: doa ibadah yang paling agung

Ada dua macam bentuk doa; doa dalam bentuk ibadah secara umum dan doa dalam bentuk permintaan dengan lisan. Salat, puasa, dsb adalah doa dalam makna yang umum. Adapun meminta berbagai kebutuhan kepada Allah maka ini adalah doa dalam makna yang khusus. Allah berfirman,

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

“Dan Rabb kalian berkata; Berdoalah kalian kepada-Ku niscaya Aku kabulkan permintaan kalian, sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada-Ku pasti akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina” (QS. Ghafir: 60).

Doa dan segala bentuk ibadah yang lain harus ditujukan kepada Allah. Tidak boleh menyeru atau beribadah kepada selain Allah; siapa pun atau apa pun ia. Allah berfirman,

وَأَنَّ ٱلۡمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدۡعُواْ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدٗا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu adalah milik Allah, maka janganlah kalian menyeru/ berdoa kepada selain Allah bersama-Nya; siapa pun juga” (QS. al-Jin: 18).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَإِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu memohon maka mohonlah kepada Allah, dan apabila kamu meminta pertolongan maka mintalah pertolongan kepada Allah” (HR. Tirmidzi).

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda, “Sesungguhnya tidak boleh beristighotsah/ meminta keselamatan kepadaku, sesungguhnya istighotsah itu hanya boleh ditujukan kepada Allah ‘azza wa jalla” (HR. Thabarani).

Dengan demikian doa, istighotsah, dan isti’adzah/ meminta perlindungan adalah murni milik Allah. Oleh sebab itu tidak boleh menujukan ibadah itu kepada selain-Nya. Barangsiapa berdoa kepada selain Allah atau ber-istighotsah kepada selain-Nya maka sesungguhnya dia telah beribadah kepada selain Allah kecuali apabila orang yang dia minta pertolongan itu masih hidup, hadir atau bisa berkomunikasi dengannya, dan mampu memberikan pertolongan.

Kaidah kedelapan: syarat meminta bantuan kepada makhluk

Diperbolehkan berdoa – dalam artian meminta bantuan – kepada makhluk dengan syarat orang yang dimintai pertolongan itu masih hidup, hadir atau bisa berkomunikasi dengannya, dan mampu memberikan bantuan. Seperti misalnya meminta bantuan kepada teman untuk mengerjakan suatu urusan. Sebagaimana kisah seorang Bani Israil yang meminta bantuan kepada Musa ‘Alaihis salam. Allah berfirman,

فَٱسۡتَغَٰثَهُ ٱلَّذِي مِن شِيعَتِهِۦ عَلَى ٱلَّذِي مِنۡ عَدُوِّهِ

“Maka meminta bantuan kepadanya (Musa) orang yang berasal dari kelompoknya, untuk menghadapi gangguan dari musuhnya” (QS. al-Qashash: 15).

Dengan demikian perbuatan meminta kepada selain Allah itu dihukumi syirik apabila:

Pertama; meminta kepadanya sesuatu yang hanya dikuasai oleh Allah. Misalnya meminta kepada makhluk agar memberikan hidayah ke dalam hati, mengampuni dosa, memberikan anak/ keturunan, menurunkan hujan, dsb.

Allah berfirman,

وَإِن يَمۡسَسۡكَ ٱللَّهُ بِضُرّٖ فَلَا كَاشِفَ لَهُۥٓ إِلَّا هُوَۖ وَإِن يُرِدۡكَ بِخَيۡرٖ فَلَا رَآدَّ لِفَضۡلِهِ

“Dan apabila Allah teimpakan kepadamu suatu bahaya maka tidak ada yang bisa menyingkapnya kecuali Dia, dan apabila Dia menghendaki kebaikan bagimu maka tidak ada yang bisa menolak karunia-Nya” (QS. Yunus: 107).

Kedua; berdoa/ meminta kepada orang yang sudah mati. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ تَدۡعُونَ مِن دُونِهِۦ مَا يَمۡلِكُونَ مِن قِطۡمِيرٍ (١٣) إِن تَدۡعُوهُمۡ لَا يَسۡمَعُواْ دُعَآءَكُمۡ وَلَوۡ سَمِعُواْ مَا ٱسۡتَجَابُواْ لَكُمۡۖ وَيَوۡمَ ٱلۡقِيَٰمَةِ يَكۡفُرُونَ بِشِرۡكِكُمۡۚ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثۡلُ خَبِيرٖ (١٤)

“Dan orang-orang yang kalian seru selain-Nya tidaklah menguasai walaupun setipis kulit ari. Apabila kalian berdoa kepada mereka maka mereka tidak bisa mendengar doa kalian, seandainya mereka bisa mendengar maka mereka tidak bisa memenuhi perimintaan kalian, dan pada hari kiamat mereka akan mengingkari syirik kalian, dan tidak ada yang bisa memberitakan kepadamu sebagaimana [Allah] Yang Maha teliti” (QS. Fathir: 13-14).

Ketiga; berdoa/meminta kepada orang/makhluk yang gaib/ tidak hadir dan tidak bisa berkomunikasi dengannya secara wajar. Tidak ada yang bisa mendengar suara segenap makhluk – dimanapun mereka berada – dalam setiap keadaan selain Allah. Allah berfirman,

أَلَمۡ تَرَ أَنَّ ٱللَّهَ يَعۡلَمُ مَا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِۖ مَا يَكُونُ مِن نَّجۡوَىٰ ثَلَٰثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمۡ وَلَا خَمۡسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمۡ وَلَآ أَدۡنَىٰ مِن ذَٰلِكَ وَلَآ أَكۡثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمۡ أَيۡنَ مَا كَانُواْۖ

“Tidaklah terjadi bisik-bisik diantara tiga orang kecuali Allah lah yang keempat, dan tidak pula lima orang kecuali Allah lah yang keenam. Tidak pula kurang atau lebih daripada itu melainkan Dia bersama dengan mereka di mana pun mereka berada” (QS. al-Mujadilah: 7).

Kaidah kesembilan: hukum memalingkan ibadah kepada selain Allah

Barang siapa memalingkan suatu bentuk ibadah kepada selain Allah, maka dia telah berbuat syirik kepada Allah. Hal tersebut sama dengan meyakini bahwa apa yang dia seru itu bisa mendatangkan manfaat atau mudarat, atau dia beribadah kepadanya dengan tujuan semata-mata demi memperoleh syafaat darinya di sisi Allah.

Dalilnya adalah bahwa orang-orang kafir yang diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengakui bahwa Allah satu-satunya yang mencipta, pemberi rizki, yang menghidupkan dan mematikan, dan mengatur segala urusan; tetapi hal itu belum memasukkan mereka ke dalam Islam.

Allah berfirman,

قُلۡ مَن يَرۡزُقُكُم مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلۡأَرۡضِ أَمَّن يَمۡلِكُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَمَن يُخۡرِجُ ٱلۡحَيَّ مِنَ ٱلۡمَيِّتِ وَيُخۡرِجُ ٱلۡمَيِّتَ مِنَ ٱلۡحَيِّ وَمَن يُدَبِّرُ ٱلۡأَمۡرَۚ فَسَيَقُولُونَ ٱللَّهُۚ فَقُلۡ أَفَلَا تَتَّقُونَ

“Katakanlah; Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang menguasai pendengaran dan penglihatan, siapa yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan? Niscaya mereka akan menjawab ‘Allah’. Maka katakanlah, ‘Mengapa kalian tidak bertakwa?’” (QS. Yunus: 31).

Lantas mengapa mereka dinyatakan sebagai orang kafir? Jawabannya adalah karena mereka telah mempersembahkan ibadah kepada selain Allah, walaupun dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah atau untuk mencari syafaat. Allah berfirman,

وَٱلَّذِينَ ٱتَّخَذُواْ مِن دُونِهِۦٓ أَوۡلِيَآءَ مَا نَعۡبُدُهُمۡ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَآ إِلَى ٱللَّهِ زُلۡفَىٰٓ إِنَّ ٱللَّهَ يَحۡكُمُ بَيۡنَهُمۡ فِي مَا هُمۡ فِيهِ يَخۡتَلِفُونَۗ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَهۡدِي مَنۡ هُوَ كَٰذِبٞ كَفَّارٞ

“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai wali/penolong/sesembahan; mereka mengatakan, ‘Tidaklah kami menyembah mereka melainkan supaya mereka lebih mendekatkan diri kami kepada Allah.’ Sesungguhnya Allah akan memberikan keputusan hukum atas apa-apa yang mereka perselisihkan, sesungguhnya Allah tidak akan memberikan petunjuk kepada pendusta lagi ingkar” (QS. az-Zumar: 3).

Allah juga berfirman,

وَيَعۡبُدُونَ مِن دُونِ ٱللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمۡ وَلَا يَنفَعُهُمۡ وَيَقُولُونَ هَٰٓؤُلَآءِ شُفَعَٰٓؤُنَا عِندَ ٱللَّهِۚ قُلۡ أَتُنَبِّ‍ُٔونَ ٱللَّهَ بِمَا لَا يَعۡلَمُ فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَلَا فِي ٱلۡأَرۡضِۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ عَمَّا يُشۡرِكُونَ

“Dan mereka beribadah kepada selain Allah; sesuatu yang tidak mendatangkan bahaya dan tidak pula manfaat kepada mereka, mereka mengatakan ‘Mereka ini adalah para pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.’ Katakanlah; Apakah kalian hendak memberitakan kepada Allah dengan sesuatu yang tidak diketahui-Nya di langit dan di bumi; Maha suci dan Maha tinggi Allah dari apa-apa yang mereka persekutukan” (QS. Yunus: 18).

Kaidah kesepuluh: selain Allah tidak boleh disembah apa pun atau siapa pun dia

Tidak ada bedanya antara beribadah kepada selain Allah apakah yang disembah itu berupa malaikat, manusia, jin, batu, atau pohon. Maka perbuatan beribadah kepada selain Allah – apapun bentuknya sesembahan itu – tetap dihukumi sebagai perbuatan syirik. Hal ini bisa kita lihat di tengah kaum yang didakwahi oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam; ada diantara mereka yang menyembah matahari dan bulan, ada yang menyembah orang-orang saleh, ada yang menyembah malaikat, ada yang menyembah nabi, dan ada pula yang menyembah batu dan pohon.

Mereka semuanya diperangi oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tanpa membeda-bedakan diantara mereka. Allah berfirman,

وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ كُلُّهُۥ لِلَّهِۚ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِمَا يَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ

“Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah/syirik. Dan agama/amal itu semuanya menjadi milik Allah. Maka apabila mereka berhenti -dari syirik-, sesungguhnya Allah Maha melihat apa-apa yang mereka kerjakan” (QS. al-Anfal: 39).

Terjadinya penyembahan kepada matahari dan bulan dikisahkan oleh Allah. Allah berfirman,

لَا تَسۡجُدُواْ لِلشَّمۡسِ وَلَا لِلۡقَمَرِ وَٱسۡجُدُواْۤ لِلَّهِۤ ٱلَّذِي خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمۡ إِيَّاهُ تَعۡبُدُونَ

“Janganlah kalian sujud kepada matahari dan bulan, dan sujudlah kepada Allah Yang telah menciptakan itu semuanya jika kalian benar-benar beribadah hanya kepada-Nya” (QS. Fushshilat: 37).

Penyembahan kepada orang-orang saleh dan malaikat juga telah diceritakan di dalam al-Qur’an. Allah berfirman,

قُلِ ٱدۡعُواْ ٱلَّذِينَ زَعَمۡتُم مِّن دُونِهِۦ فَلَا يَمۡلِكُونَ كَشۡفَ ٱلضُّرِّ عَنكُمۡ وَلَا تَحۡوِيلًا (٥٦) أُوْلَٰٓئِكَ ٱلَّذِينَ يَدۡعُونَ يَبۡتَغُونَ إِلَىٰ رَبِّهِمُ ٱلۡوَسِيلَةَ أَيُّهُمۡ أَقۡرَبُ وَيَرۡجُونَ رَحۡمَتَهُۥ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُۥٓۚ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحۡذُورٗا (٥٧)

“Katakanlah; Serulah apa-apa yang kalian sangka -sebagai sesembahan- selain-Nya, maka mereka itu tidak menguasai untuk menyingkap bahaya dari kalian dan tidak pula memalingkannya. Mereka itu yang diseru justru mencari wasilah/ sarana untuk mendekatkan diri kepada Rabb mereka; siapakah yang lebih dekat -dengan Allah- dan mereka mengharapkan rahmat-Nya, dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Rabbmu sangat layak untuk ditakuti” (QS. al-Israa: 56-57).

Ibnu ‘Abbas mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang yang beribadah kepada Isa, ibunya, dan Uzair. Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa ayat ini turun berkaitan dengan orang-orang yang beribadah kepada para malaikat.

Peribadatan kepada selain Allah adalah syirik. Hal tersebut sama dengan mereka menyembah malaikat, nabi, wali, patung, atau meyakini yang disembah itu menguasai manfaat atau mudarat, atau mereka hanya meyakini apa yang disembah hanya menjadi perantara atau pemberi syafaat di sisi Allah. Semuanya itu adalah termasuk perbuatan syirik.

Demikian, semoga bermanfaat.

Referensi:

Artikel ini merupakan ringkasan dari sebagian kaidah yang ditulis oleh Syekh Faishal bin Qazar al-Jasim Hafizhahullah dalam kitabnya ‘Tajrid at-Tauhid min Daranisy Syirki wa Syubahit Tandid’.

Penulis: Ari Wahyudi

Sumber: https://muslim.or.id/68750-sepuluh-kaidah-pemurnian-tauhid.html

Suriah, Dajjal, dan Turunnya Nabi Isa

SURIAH mengalami konflik kepanjangan. Umat Islam ditindas rezim Syiah. Ratusan ribu nyawa umat Islam melayang. Akankah penindasan it uterus berlangsung? Berikut nubuwat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassallah terkait Syam dan Negeri Akhir Zaman dikutip dari buku Negeri-negeri Akhir Zaman karya Abu Fatiah al Madani

Saksi  Pertempuran Besar Malhamah Al Kubra

Imam Muslim dalam hadits yang panjang menerangkan perang ini dengan detail. Lengkapnya sebagai berikut:

“Tidak akan terjadi kiamat sehingga bangsa Romawi sampai di A’maq atau Dabiq. Kedatangan mereka akan dihadapi oleh sebuah pasukan yang keluar dari kota Madinah yang merupakaan penduduk bumi yang terbaik pada masa itu. Apabila mereka telah berbaris (dan berhadap-hadapan untuk berperang), bangsa Romawi akan menggertak, ‘Biarkan kami membuat perhitungan dengan orang-orang kami yang kalian tawan! (maksud mereka orang Romawi yang telah masuk Islam). Mendengar gertakan itu, kaum Muslimin menjawab, “Demi Allah, kami tidak akan membiarkan kalian mengusik saudara-saudara kami!”

Maka terjadilah pertempuran antara dua pasukan. Sepertiga pasukan Islam akan melarikan diri dari medan pertempuran, maka Allah tidak akan mengampuni mereka (memberi taufiq untuk bertaubat) selama-lamanya. Sepertiga pasukan Islam yang lain terbunuh dan mereka adalah sebaik-baik mati syahid di sisi Allah. Sepertiga pasukan Islam lainnya akan memenangkan peperangan, tanpa mendapatkan fitnah (bencana atau kesesatan) sedikitpun selamanya.

Kemudian mereka menaklukan Konstatinopel. Ketika mereka tengah membagi-bagi harta rampasan perang dan telah menggantungkan pedang-pedang mereka pada pohon zaitun, mendadak terdengar suara teriakan setan, “Sesungguhnya  Dajjal telah menguasai keluarga kalian!”

Mereka pun segera bergegas pulang, namun ternyata berita itu bohong. Tatkala mereka telah sampai di Syam, barulah Dajjal muncul. Ketika mereka lagi mempersiapkan diri untuk berperang dan merapikan barisan, tiba-tiba datang waktu shalat. Pada saat itulah Nabi Isa turun. Ia memimpin mereka (memerangi Dajjal). Begitu melihat Isa, si Dajjal meleleh hancur bagaikan garam yang mencair. Sekiranya ia membiarkannya, sudah tentu musuh Allah itu akan hancur leleh. Namun Allah membunuhnya melalui perantara tangan Isa, sehingga Isa menunjukkan kepada kaum Muslimin darah Dajjal yang masih segar menempel di ujung tombaknya.”

Rasulullah menyebut Romawi dalam Hadits yang menceritakan Malhamah Kubra ini, mengisyaratkan bahwa Amerika bukan unsur utama. Amerika saat itu sudah hancur. Sedangkan Romawi yang dimaksud di sini adalah Eropa. Ini persis mengulang masa lalu saat Perang Salib. Pada akhirnya pada Perang Salib itu umat Islam keluar sebagai pemenangkan. Kemenangan itu juga bakal di raih umat Islam pada akhir zaman kelak. Itulah janji Allah yang tak pernah ingkar.

Ghautah Menjadi Pusat Pertahanan

Rasulullah bersabda, “Perkemahan kaum Muslimin pada saat terjadinya malhamah (perang besar) adalah Gauthah, disamping Damaskus. (Riwayat Ibnu Majah, Al Hakim dan Ibnu Asakir).

Realitas sekarang ini menjadi bukti awal kebenaran nubuwat Rasulullah ini. Ghautah  dibagi menjadi dua distrik (kabupaten): distrik Ghautah Timur dan distrik Ghautah Barat. Selama  revolusi rakyat Suriah (2011-2013), Ghautah Timur menjadi salah satu kekuatan mujahidin. Rakyat Muslim di distrik ini sangat mendudung mujahidin, meski puluhan ribu di antara mereka sudah dibantai rezim Suriah.

Nabi Isa Turun di Damaskus

Salah satu tanda-tanda kiamat, turunnya Nabi Isa menjelang akhir zaman. Berdasarkan Hadits shahih Muslim, Isa turun di menara putih sebelah timur Damaskus. Isa mengenakan dua pakaian yang dicelup dengan waras dan za’faran. Kedua telapak tangannya diletakkan di sayap dua malaikat. Bila ia menundukkan kepala maka menurunlah rambutnya. Dan jika diangkatnya kelihatan landai seperti mutiara. Tidak ada orang kafir yang mencium nafasnya kecuali pasti mati. Padahal nafasnya itu sejauh mata memandang.  Isa kemudian mencari Dajjal hingga menjumpainya di pintu Lud, lantas dibunuhnya. Isa lalu datang kepada suatu kaum yang telah dilindungi Allah dari Dajjal. Isa mengusap wajah mereka dan memberi tahu derajat mereka di surga.

Ibnu Katsir menjelaskan Hadits ini, “Berdasarkan beberapa kitab yang saya baca,  beliau turun di menara putih sebelah timur Masjid Jami’ Damaskus.”

Di Damaskus, lanjut Ibnu Katsir, tidak ada menara di bagian timur selain di sebelah Masjid Jami’ Damaskus.

Rasulullah bersabda, “Sebelum terjadi kiamat akan keluar api dari Hadhramaut atau dari laut Hadhramaut yang mengumpulkan manusia. Kami bertanya, “Apa yang engkau perintahkan kepada kami, wahai Rasulullah? Beliau menjawab, hendaklah kalian berada di Syam.” * (bersambung)

HIDAYATULLAH

Mengapa Sholat Harus Dikerjakan?

Setiap Muslim wajib untuk menunaikan sholat lima waktu. Sebagaimana firman Allah SWT :  

فَإِذَا قَضَيْتُمُ الصَّلَاةَ فَاذْكُرُوا اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ ۚ فَإِذَا اطْمَأْنَنْتُمْ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ ۚ إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

Maka apabila kamu telah menyelesaikan sholat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah sholat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya sholat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Alquran surat An nisa 103).

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku ( Alquran surat Al baqarah ayat 43).

حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ

Peliharalah semua sholat(mu), dan (peliharalah) sholat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu. (Alquran surat Al baqarah ayat 238).

Berikut empat alasan mengapa harus sholat.

1.Mencegah dari perbuatan keji dan mungkar

اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ ۖ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ۗ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ

Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (sholat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Alquran surat Al ankabut 45).

2.Sholat tiang agama

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : اَلصَّلَاةُ عِمَادُالدِّيْنَ فَمَنْ تَرَكَهَافَقَدْهَدَمَ الدِّيْنَ

Rasulullah ﷺ bersabda: Sholat itu tiang agama, barangsiapa meninggalkan sholat, maka sesungguhnya ia merobohkan agama.

3.Sholat Kunci Masuk Surga

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : مِفْتَاحُ الْجَنَّةِ الصَّلَاةُ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Kunci surga adalah sholat.

4.Sholat, amal yang menentukan di hari perhitungan

وَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  : اِنَّ أَوَّلَ مَايُنْظَرُفِيْهِ مِنْ عَمَلِ الْعَبْدِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ الصَّلَاةُ فَاِنْ وُجِدَتْ تَامَّةً قُبِلَتْ مِنْهُ وَسَائِرُ عَمَلِهِ وَاِنْ وُجِدَتْ نَاقِصَةً رُدَّتْ عَلَيْهِ وَسَائِرُعَمَلِهِ.

Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya pertama kali yang diperiksa dari amal seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Jika didapati sholatnya sempurna, maka diterima sholat dan semua amalnya. Dan apabila sholatnya ada yang kurang, maka ditolak sholatnya juga semua amalnya.

IHRAM

Merasakan Manisnya Iman

Menguatkan iman akan meningkatkan ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT.

Iman adalah keyakinan yang diteguhkan dalam hati, diikrarkan dalam lisan, dan dibuktikan dalam tindakan. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Iman memiliki lebih dari 70 cabang. Yang paling tinggi ialah bersyahadat. Adapun yang terendah, menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR Muslim).

Menguatkan iman akan meningkatkan ketaatan seorang hamba kepada Allah SWT. Sebaliknya, melemahnya iman akan membuat orang tersebut cenderung mengabaikan perintah-Nya dan mudah terjerumus dalam maksiat.

Sering kali, intensitas keimanan tidak stabil. Adakalanya naik. Tidak jarang pula melandai. Karena itu, penting sekali untuk selalu berupaya menjaga kualitas dan kuantitas amalan. Berikut ini adalah beberapa perbuatan yang, insya Allah, membuat seseorang bisa merasakan lezatnya iman.

Cinta yang Utama

Rasulullah SAW pernah mengungkapkan, “Ada tiga perkara yang apabila ada dalam diri seseorang, niscaya ia akan merasakan manisnya iman.” Hal pertama ialah menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada yang lain. Itu selaras dengan firman Allah Ta’ala dalam Alquran surah at-Taubah ayat 24.

Artinya, “Katakanlah, ‘jika bapak-bapakmu, anak-anakmu, saudara-saudaramu, istri-istrimu, keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, lebih kamu cintai daripada Allah dan Rasul-Nya serta berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-Nya.’ Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.”

Maka, dalam hidup ini seorang Muslim hendaknya menyadari adanya cinta yang utama. Yakni, mencintai Allah dan Nabi Muhammad SAW.

Alasan Mencinta

Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, hakikat cinta merupakan gerak jiwa dari sang pencinta menuju yang dicintainya. Dalam pandangan seorang sufi abad ke-10 M, ar-Rudzbari, cinta berarti menanggalkan egoisme pribadi. Katanya, “Selama belum keluar sepenuhnya dari dirimu, engkau belum masuk ke dalam batas cinta.”

Apabila cinta dihubungkan dengan keterangan dari Nabi SAW, maka diperoleh kesimpulan bahwa Allah-lah tujuan cinta yang paling luhur. Karena itu, lezatnya iman akan dirasakan orang yang mencintai hanya karena-Nya. Dalam rumusan Rasulullah SAW, “Mencintai seseorang, dan ia (seorang Muslim) tidaklah mencintai kecuali karena Allah.”photoILUSTRASI Salah satu perkara yang memungkinkan orang merasakan manisnya iman ialah benci tidak berislam. – (DOK EPA Bagus Indahono)

Alasan Membenci

Ada cinta, ada pula kebencian. Perasaan itu bisa timbul dari dalam diri seorang manusia. Islam mengajarkan bahwa rasa benci tidak otomatis salah, asalkan diarahkan secara tepat. Misalnya, benci bermaksiat.

Dalam hadis sahih riwayat Imam Bukhari di atas, Nabi SAW menjelaskan, salah satu perkara yang memungkinkan seseorang merasakan manisnya iman ialah benci tidak berislam. “Benci untuk kembali pada kekufuran, sebagaimana ia (seorang Muslim) enggan dilemparkan ke neraka.”

Dengan demikian, benci dengan alasan itulah yang sebenarnya dianjurkan. Pada akhirnya, seorang Mukmin akan betul-betul bersyukur bahwa dirinya telah meyakini kebenaran Islam.

OLEH HASANUL RIZQA

KHAZANAH REPUBLIKA

Anjuran Alquran untuk Memikirkan Pergantian Siang dan Malam

Tujuan merenung itu untuk mengenal keagungan, kemuliaan dan kebesaran Allah SWT.

Alquran sebagai panduan dan petunjuk bagi umat manusia telah memberi tahu agar manusia memikirkan dan merenungkan fenomena yang terjadi di alam semesta. Salah satunya fenomena tersebut adalah pergantian siang dan malam. 

Tujuan merenung itu untuk mengenal keagungan, kemuliaan dan kebesaran Allah SWT. Dalam Surah Ali Imran Ayat 190 dijelaskan terdapat tanda-tanda kebesaran Allah pada penciptaan alam semesta dan pergantian siang serta malam.

اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَاٰيٰتٍ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۙ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal,” (QS Ali Imran: 190).

Dalam penjelasan Tafsir Ringkas Kementerian Agama, pada ayat ini Allah menganjurkan manusia untuk mengenal keagungan, kemuliaan, dan kebesaran-Nya. Sesungguhnya dalam penciptaan benda-benda angkasa, matahari, bulan, beserta planet-planet lainnya dan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit dan perputaran bumi pada porosnya yang terhampar luas untuk manusia, dan pergantian malam dan siang, pada semua fenomena alam tersebut terdapat tanda-tanda kebesaran Allah, bagi orang yang berakal yakni orang yang memiliki akal murni yang tidak diselubungi oleh kabut ide yang dapat melahirkan kerancuan.

Tafsir Kementerian Agama menerangkan ayat ini dengan mengutip kisah Nabi Muhammad SAW.

Diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW berkata, “Wahai Aisyah, saya pada malam ini beribadah kepada Allah.” Jawab Aisyah, “Sesungguhnya saya senang jika Rasulullah berada di sampingku. Saya senang melayani kemauan dan kehendaknya. Tetapi baiklah, saya tidak keberatan.”

Maka bangunlah Rasulullah SAW dari tempat tidurnya lalu mengambil air wudhu, tidak jauh dari tempatnya lalu sholat. Pada waktu sholat beliau menangis sampai air matanya membasahi kainnya karena merenungkan ayat Alquran yang dibacanya.

Setelah sholat, beliau duduk memuji Allah dan kembali menangis tersedu-sedu. Kemudian beliau mengangkat kedua belah tangannya berdoa dan menangis lagi dan air matanya membasahi tanah.

Setelah Bilal datang untuk adzan subuh dan melihat Nabi Muhammad SAW menangis ia bertanya, “Wahai Rasulullah, mengapakah Rasulullah menangis, padahal Allah telah mengampuni dosa Rasulullah baik yang terdahulu maupun yang akan datang?”

Nabi menjawab, “Apakah saya ini bukan seorang hamba yang pantas dan layak bersyukur kepada Allah? Dan bagaimana saya tidak menangis? Pada malam ini Allah telah menurunkan ayat kepadaku.”

Selanjutnya beliau berkata, “Alangkah rugi dan celakanya orang-orang yang membaca ini dan tidak memikirkan dan merenungkan kandungan artinya.”

Memikirkan pergantian siang dan malam, mengikuti terbit dan terbenamnya matahari, siang lebih lama dari malam dan sebaliknya. Semuanya itu menunjukkan atas kebesaran dan kekuasaan penciptanya bagi orang-orang yang berakal. Memikirkan terciptanya langit dan bumi, pergantian siang dan malam secara teratur dengan menghasilkan waktu-waktu tertentu bagi kehidupan manusia merupakan satu tantangan tersendiri bagi kaum intelektual beriman. Mereka diharapkan dapat menjelaskan secara akademik fenomena alam itu, sehingga dapat diperoleh kesimpulan bahwa Allah tidaklah menciptakan semua fenomena itu dengan sia-sia.

KHAZANAH REPUBLIKA

Syubhat-Syubhat Penghalal Musik

Musik telah jelas keharamannya dalam syariat Islam. Karena dalil-dalil dari Al-Qur’an, hadis, serta perkataan para salaf sangat tegas menyatakan keharamannya. Demikian juga, para ulama 4 mazhab sepakat akan keharamannya. Yang tunduk kepada dalil dan tidak mengikuti hawa nafsu dan seleranya, tidak akan ragu akan keharaman musik.

Namun, orang-orang yang menghalalkan musik banyak sekali mengutarakan syubhat (kerancuan) untuk memunculkan keraguan di tengah masyarakat akan keharaman musik. Berikut ini beberapa syubhat tersebut dan jawaban ringkasnya.

Syubhat: “Tidak ada dalil yang melarang musik.”

Dalil yang melarang musik sangat banyak sekali, dari Al-Qur’an, sunnah, dan ijma‘ ulama. Di antaranya, Allah Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an Al-Karim,

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ

“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan lahwal hadis untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman: 6).

Mayoritas ahli tafsir menafsirkan lahwal hadis dalam ayat ini maknanya adalah al-ghina’ (nyanyian). Ini merupakan tafsir Ibnu Abbas, Jabir bin Abdillah, Mujahid, dan Ikrimah. Namun, yang dimaksud nyanyian di sini adalah nyanyian yang diiringi alat musik. Sebagaimana dikatakan oleh Mujahid,

عن مجاهد، قال: اللهو: الطبل

“Dari Mujahid, ia berkata, ‘Yang dimaksud al lahwu di sini adalah gendang.’” (lihat Tafsir At-Thabari).

Al-Imam Ibnu Katsir juga mengatakan,

نزلت هذه الآية في الغناء والمزامير

“Ayat ini turun terkait dengan nyanyian dan seruling.” (lihat Tafsir Ibnu Katsir).

Juga hadis dari Abu Malik Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam bersabda,

لَيَكُونَنَّ مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الحِرَ والحريرَ والخَمْرَ والمَعَازِفَ

“Akan datang kaum dari umatku kelak yang menghalalkan zina, sutera, khamr, dan ma’azif (alat musik).” (HR. Bukhari secara mu’allaq dengan shighah jazm, Ibnu Hibban no. 6754, Abu Daud no. 4039).

Hadis ini tegas menyatakan haramnya musik. Dalil-dalil lainnya sangat banyak yang tidak bisa kami sampaikan di sini karena tulisan ini hanya akan membahas dengan ringkas.

Syubhat: “Makna lahwal hadis adalah hal yang melalaikan, maka musik boleh selama tidak melalaikan.”

Jumhur ulama tafsir menafsirkan “lahwal hadis” dengan al-ghina’ (nyanyian dengan musik). Sebagian ulama, menafsirkan “lahwal hadis” dengan semua bentuk lahwun (kesia-siaan).

Ini sebenarnya bukan ikhtilaf. Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahullah mengatakan,

اختلاف التنوع معناه أنه يجمع بين القولين في الجنس ويختلفان في النوع، فيكون الجنس اتفق عليه القائلان ولكن النوع يختلف، وحينئذ لا يكون هذا اختلافاً؛ لأن كل واحد منهما ذكر نوعاً كأنه على سبيل التمثيل

Ikhtilaf tanawwu’, maknanya adalah dua pendapat yang ada sebenarnya sama kategorinya, namun berbeda macamnya. Sehingga kedua ulama tafsir yang berbeda tadi, sebenarnya sependapat, hanya berbeda macam tafsirnya saja.

Dengan demikian, maka sejatinya ini bukan ikhtilaf. Karena masing-masing dari pendapat tersebut menyebut salah satu macam (dari hal yang sama), seolah-olah untuk memberikan contohnya.” (Syarah Muqaddimatut Tafsir, hal. 30).

Kalau kita paham penjelasan ini, maka cara memahami tafsir para ulama tentang ayat di atas dengan benar adalah bahwa ayat tersebut melarang semua bentuk lahwun (kesia-siaan), dan salah satu contoh lahwun adalah musik. Sehingga dengan kata lain, ayat ini mengharamkan semua bentuk lahwun dan juga mengharamkan musik. Semua pendapat digabungkan, bukan dipilih-pilih seenaknya.

Syubhat: “Hadis Bukhari tentang haramnya musik adalah hadis lemah, dinilai lemah oleh Ibnu Hazm.”

Hadis dalam Sahih Bukhari itu tallaqqal ummah bil qabul (telah diterima sebagai hujjah oleh umat Islam secara umum). Bahkan An-Nawawi mengatakan ia adalah kitab paling sahih setelah Al-Qur’an.

Hadis riwayat Bukhari tentang haramnya musik adalah hadis yang sahih. Ditegaskan kesahihannya oleh banyak imam besar dalam bidang hadis seperti Al-Bukhari, Ibnu Shalah, Ibnu Hajar, Ibnu Taimiyah, Ibnu Rajab, An-Nawawi, Asy-Syaukani, dan ulama besar lainnya.

Klaim dari Ibnu Hazm bahwa hadis tersebut munqathi’ (terputus sanadnya) antara Al-Bukhari dan Hisyam bin ‘Ammar, adalah klaim yang keliru, dan telah dibantah oleh banyak ulama. Selain itu, Ibnu Hazm tidak dikenal sebagai ulama hadis.

Di antara yang membantah Ibnu Hazm dalam masalah ini adalah Ibnu Shalah. Ibnu Shalah mengatakan bahwa Ibnu Hazm salah dalam beberapa hal, hadis ini sahih dari Hisyam bin ‘Ammar. Hadis ini diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya, Abu Daud dalam Sunan-nya, Al-Burqani dalam Sahih-nya, dan yang lainnya. Semua riwayatnya musnad muttashil (bersambung) sampai kepada Hisyam bin ‘Ammar dan gurunya.

Dan andai kita asumsikan hadis tersebut lemah, masih banyak dalil lain yang menunjukkan haramnya musik.

Syubhat: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersyair.”

Melantunkan syair atau nasyid jika tanpa musik maka hukum asalnya mubah. Dan ini yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang dilarang adalah al-ma’azif (alat musik).

Syubhat: “Rasullullah membolehkan bermain duff (rebana) di hari pernikahan dan hari raya.”

Hukum asal bermain alat musik adalah haram. Yang melarang adalah Allah dan Rasul-Nya. Namun, Rasulullah mengecualikan permainan duff (rebana) para hari raya Idul Fitri dan Idul Adha sebagaimana dalam hadis Aisyah radhiyallahu ’anha serta pesta pernikahan sebagaimana dalam hadis Ar-Rubayyi’ bintu Mu’awwidz radhiyallahu ’anha. Itu pun yang dibolehkan hanya duff (rebana) saja, bukan semua alat musik. Dan dimainkan oleh anak-anak perempuan, bukan dimainkan oleh anak-anak laki-laki atau orang dewasa.

Syubhat: “Jika untuk dakwah, maka musik dibolehkan.”

Berdakwah itu baik, namun bagaimana mungkin berdakwah dengan sesuatu yang diharamkan oleh agama? Al-ghayah la tubarrir al-washilah (tujuan tidak menghalalkan segala cara). Mencuri tidak diperbolehkan walaupun tujuannya untuk memberi makan orang miskin. Berzina tidak diperbolehkan walaupun niatnya untuk mengekspresikan rasa cinta.

Dan bukankah dakwah itu mengajak kepada ketaatan dan melarang perbuatan yang haram? Selain itu, musik sudah ada di zaman Nabi, namun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat tidak ada yang berdakwah dengan musik. Demikian juga, para tabi’intabi’ut tabi’in, serta para imam Ahlussunnah, tidak ada yang berdakwah dengan musik.

Syubhat: “Sebagian ulama membolehkan musik.”

Yang benar, sebagian ulama mazhab membolehkan beberapa model alat musik seperti ribab (semacam biola), syababah (semacam seruling), dan duff (rebana) secara mutlak. Bukan membolehkan semua alat musik. Namun, ini pun pendapat yang keliru dan bertentangan dengan dalil-dalil yang ada. Karena tidak terdapat dalil yang mengecualikan alat-alat musik ini, kecuali rebana ketika dimainkan pada hari raya atau pernikahan.

Selain itu, telah dinukil ijma’ oleh belasan ulama di antaranya: Al-Ajurri, Abu Thayyib Asy-Syafi’i, Ibnu Qudamah, Ibnu Shalah, Abul Abbas Al-Qurthubi, Ibnu Taimiyah, Tajuddin As-Subki, Ibnu Rajab, Ibnu Hajar Al-Haitami, Ibnu Abdil Barr, dan lainnya. Mereka semua menukil kata kesepakatan ulama tentang haramnya musik. Tentu saja, dengan nukilan ijma sebanyak ini, menjadi suatu hal meyakinkan.

Adapun perkataan ulama kontemporer yang membolehkan musik seperti Syekh Yusuf Al-Qardhawi, Syekh Shalih Al-Maghamisi, Syekh Wahbah Az-Zuhaili, dan semisalnya, maka kita katakan, “Perkataan ulama bukan dalil.” Tidak boleh meninggalkan dalil demi membela perkataan ulama. Terlebih sudah ada ijma‘ ulama dalam masalah ini. Pendapat yang menyelisihi ijma‘ adalah pendapat yang keliru.

Syubhat: “Asy-Syaukani dalam Nailul Authar membawakan riwayat bahwa Ahlul Madinah membolehkan musik.”

Pertama, Asy-Syaukani tidak membolehkan musik, beliau hanya menukilkan riwayat. Dan riwayat yang beliau nukilkan juga sebagiannya sahih dan sebagiannya lemah. Dan Asy-Syaukani pun dalam Nailul Authar memerintahkan kita untuk menjauhi musik.

Kedua, apa yang difatwakan oleh Ahlul Madinah ketika itu adalah bentuk zallatul ulama (ketergelinciran ulama), yang tidak boleh diikuti. Oleh karena itu, Al-Auza’i mengatakan,

نتجنب من قول أهل العراق خمسا ، ومن قول أهل الحجاز خمسا …  فذكر من قول أهل العراق : شرب المسكر ، ومن قول أهل الحجاز : استماع الملاهي، والمتعة بالنساء

“Jauhilah 5 pendapat Ahlul Iraq dan 5 pendapat Ahlul Hijaz (Madinah termasuk Hijaz)! Di antara pendapat Ahlul Iraq yang dijauhi adalah pembolehan minuman yang memabukkan. Di antara pendapat Ahlul Hijaz yang dijauhi adalah pembolehkan alat musik dan nikah mut’ah.” (Lihat Siyar A’lamin Nubala, 7/131).

Bagi yang sudah belajar kitab Syarhus Sunnah Al-Barbahari tentu sudah tahu perkataan Ibnul Mubarak rahimahullah,

لا تأخذوا عن أهل الكوفة في الرفض شيئاً ولا عن أهل الشام في السيف شيئاً، ولا عن أهل البصرة في القدر شيئاً، ولا عن أهل خراسان في الإرجاء شيئاً، ولا عن أهل مكة في الصرف شيئاً، ولا عن أهل المدينة في الغناء، لا تأخذوا عنهم في هذه الأشياء شيئاً

“Jangan ambil pendapat Ahlul Kufah tentang syiah Rafidhah sama sekali! Jangan ambil pendapat Ahlus Syam tentang pemberontakan sama sekali! Jangan ambil pendapat Ahlul Bashrah tentang takdir sama sekali! Jangan ambil pendapat Ahlul Khurasan tentang irja‘ sama sekali! Jangan ambil pendapat Ahlu Makkah tentang transaksi sharf sama sekali! Jangan ambil pendapat Ahlul Madinah tentang musik sama sekali! Jangan ambil pendapat mereka dalam masalah-masalah ini sama sekali!”

Ini semua bentuk-bentuk zallatul ulama (ketergelinciran ulama), yang tidak boleh diikuti. Dan pendapat mereka pun bukan dalil. Tidak boleh meninggalkan dalil demi mengikuti pendapat orang. Jika yang seperti ini diikuti, maka nikah mut’ah bisa jadi dihalalkan, minuman keras dan narkoba dihalalkan, pemahaman menolak takdir dianggap benar, dan lainnya.

Syubhat: “Musik itu seperti pisau, tergantung digunakan untuk apa. Jika untuk kebaikan, maka baik. Jika untuk keburukan, maka buruk.”.

Kaidah “hukmul wasa’il hukmul maqashid” (hukum sarana tergantung apa tujuannya) ini diterapkan pada perkara-perkara yang mubah (boleh). Sedangkan musik, bukan perkara mubah. Banyak dalil yang mengharamkannya. Adapun pisau, tidak ada dalil yang mengharamkannya. Maka ini qiyas ma’al fariq (menganalogikan dua hal yang berbeda).

Syubhat: “Kalau musik haram, maka bagaimana dengan suara burung, suara rintik hujan, suara ombak dan berirama seperti musik?”

Yang diharamkan oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah adalah al-ma’azif (alat musik). Adapun suara burung, rintik hujan, dan suara ombak, itu semua tidak diharamkan oleh dalil. Dan tidak bisa diqiyaskan karena suara-suara tersebut berbeda dengan suara alat musik.

Syubhat: “Kalau musik haram, maka mengapa banyak sekali masyarakat yang memainkan?”

Patokan kebenaran adalah dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan perbuatan kebanyakan orang. Kebenaran adalah kebenaran, walaupun tidak ada yang melakukannya. Kesalahan adalah kesalahan, walaupun dilakukan oleh semua orang. Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah (wafat 187 H) berkata,

لا تستوحِشْ طُرُقَ الهدى لقلة أهلها، ولا تغترَّ بكثرةِ الهالكين

“Janganlah engkau mengangap buruk jalan-jalan kebenaran karena sedikit orang yang menjalaninya! Dan jangan pula terpedaya oleh banyaknya orang-orang yang binasa!” (Dinukil dari A-Adabusy Syar’iyyah 1/163).

Syubhat: “Kalau musik haram, maka silakan diam di rumah saja karena di mana-mana banyak musik.”

Tidak dipungkiri bahwa benar bahwa di mana-mana banyak musik. Ini hal yang kita patut disesalkan. Karena banyak masyarakat Islam tidak paham hukum Islam. Namun, bukan berarti dalam keadaan seperti ini, kita tidak bisa beraktifitas. Karena yang keliru adalah yang memainkan musik dan mendengarkannya dengan sengaja. Adapun yang mendengarkan musik karena tidak sengaja, maka ia tidak berdosa. Dan boleh saja masuk ke tempat-tempat yang ada musiknya seperti minimarket, pasar, bank, kantor-kantor, terminal, bandara, dan semisalnya jika tujuannya bukan untuk mendengarkan musik. Kaidah fiqhiyyah mengatakan,

يثبت تبعاً ما لا يثبت استقلالاً

“Terkadang suatu hukum berlaku jika ia sebagai perkara sekunder, padahal tidak berlaku jika ia menjadi perkara primer.”

Boleh masuk ke minimarket yang ada musiknya, karena musik di sana bukan tujuan primer kita. Namun, ia perkara sekunder yang sifatnya mengikuti. Namun, jika musik dijadikan tujuan primer ketika masuk ke minimarket, maka menjadi tidak boleh.

Itu pun dengan tetap berusaha tidak berlama-lama dan berusaha untuk mengingkari sesuai kemampuan.

Syubhat: “Kalau musik haram, mengapa pak Haji Fulan dan pak Ustadz Alan main musik?”

Perbuatan orang, apalagi orang zaman sekarang, sama sekali bukan dalil. Tidak kita bayangkan ada orang yang meninggalkan Al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ ulama demi mengikuti si Fulan dan si Alan orang zaman sekarang. Mereka telah melakukan kemungkaran. Dan kita doakan semoga mendapat hidayah. Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata,

أجمع الناس على أن من استبانت له سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم لم يكن له أن يدعها لقول أحد من الناس

“Para ulama bersepakat bahwa jika seseorang sudah dijelaskan padanya sunnah Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam tidak boleh ia meninggalkan sunnah demi membela pendapat siapapun.” (Diriwayatkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al-I’lam 2/361. Dinukil dari Ashl Sifah Shalatin Nabi, 28).

Wallahu a’lam. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/68748-syubhat-syubhat-penghalal-musik.html

Doa Imam Syadzili Agar Terlindungi dari Pikiran Jahat

Perbuatan maksiat, dosa dan kejahatan bukan hanya terjadi karena ada kesempatan semata, namun juga banyak yang terjadi karena didorong oleh pikiran yang jahat. Karena itu, kita harus memohon kepada Allah agar dijauhkan dari pikiran jahat ini. Di antara doa yang perlu kita baca agar terhindar dari pikiran jahat adalah doa Imam Syadzili berikut;

اَللّٰهُمَّ اِنَّا نَساَلُكَ التَّوبَةَ وَدَوَامَهَا وَنَعُوذُبِكَ مِنَ المَعصِيَةِ وَاَسبَابِهَا وَذَكِّرنَا بِالخَوفِ مِنكَ قَبلَ هُجُومِ خَطَرَاتِهَا وَاحمِلنَا على النَّجَاةِ مِنهَا وَ مِنَ التَّفَكُّرِ فِى طَرَائِقِهَا وَامحُ مِن قُلُوبِنَا حَلَاوَةَ مَااجتَنَينَاهُ مِنهَا وَاستَبدِلْهَا بِالكَرَاهَةِ لَهَا وَالطَّمَعِ لِمَا هُوَ بِضِدِّهَا.

Allohumma inna nas-alukat taubata wa dawamahaa wa na’uuzubika minal ma’shiyati wa asbaabihaa wa dzakkirnaa bil khoufi minka qobla hujuumi khothorootihaa wahmilnaa ‘alan najaati minhaa wa minat tafakkuri fii thoroo-iqihaa wamhu min quluubinaa halaawata majtanabnaahu minhaa wastabdilhaa bil karoohati lahaa wat thoma’i limaa huwa bi dhiddiha.

Ya Allah, kami memohon kepada-Mu taubat dan senantiasa bertaubat, aku berlindung kepada-Mu dari perbuatan maksiat dan sebab-sebabnya, dan ingatkan kami agar senantiasa takut kepada-M sebelum datangnya hasrat untuk berbuat maksiat yang penuh bahaya, dan selamatkan kami dari perbuatan maksiat dan berfikir untuk mencari jalan berbuat maksiat, hapuskanlah dari hati kami kesenangan terhadap apa yang kami jauhi, dan gantilah dengan benci melakukan maksiat dan loba untuk berbuat sebaliknya.

Doa ini disebutkan dalam kitab Al-Thuruqus Shufiyah fi Mishr oleh Dr. Amir Al-Najjar.

BINCANG SYARIAH