Duduk di Teduh dan Panas Sekaligus Dilarang, Ini Alasannya

Rasulullah SAW melarang duduk di tempat teduh dan panas sekaligus

Mengapa Nabi Muhammad ﷺ melarang umatnya duduk dengan keadaan separuh tubuh berada di tempat yang teduh dan sebagian tubuh lainnya berada di tempat yang terkena panas terik matahari?

Pertanyaan tersebut diajukan oleh seorang penanya kepada pakar fiqih di Universitas Al Azhar Mesir, Syekh Abu Yazid Salamah. 

Dia mengutip sebuah hadits Nabi Muhammad ﷺ tentang larangan seseorang duduk sebagian di tempat teduh yang tidak terkena sinar matahari dan sebagian lainnya berada di tempat panas yang tersinari terik sang surya. 

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى أَنْ يُجْلَسَ بَيْنَ الضِّحِّ وَ الظِّلِّ وَ قَالَ مَجْلِسُ الشَّيْطَانِ

Rasulullah ﷺ melarang duduk di antara (tempat yang) panas (yang tidak ada naungannya) dan (tempat yang) dingin (yang ada naungannya), dan beliau ﷺ bersabda, “(Itu adalah) tempat duduknya setan,” (HR. Ahmad)

Ada dua alasan mengapa Nabi Muhammad ﷺ melarang umatnya duduk dengan separuh tubuh berada di tempat yang teduh dan sebagian tubuh lainnya berada di tempat yang terkena panas terik matahari. 

Pertama, menurut Syekh Salamah, itu adalah menyerupai setan. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Nabi Muhammad ﷺ bersabda bersabda: 

إذا كان أحدكم في الشمس، فقلص عنه الظل وصار بعضه في الظل وبعضه في الشمس فليقم؛ فإنه مجلس الشيطان

“Jika salah seorang diantara kalian berada di tengah sinar matahari, kemudian menghilang bayangan dirinya, dan sebagian (tubuh) menjadi teduh dan sebagian (tubuh) terkena matahari maka bangunlah, karena itu adalah tempat duduk setan.” 

Alasan kedua, yaitu berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena tubuh mengalami dua kondisi sebagian terkena panas dan sebagainya terkena dingin, hal itu dapat berpengaruh pada sistem saraf manusia yang bisa menyebabkan lumpuh.   

KHAZANAH REPUBLIKA

“Masya Allah” Kapan Diucapkan?

Bismillahirrahmanirrahim.

Kesempurnaan Islam sangat terasa manakala kita dapati di setiap keadaan ada doa atau zikir yang dianjurkan untuk dibaca. Salah satunya adalah ungkapan yang sangat populer, yaitu “masyaallah”.

Di dalam Al-Qur’an ungkapan ini banyak disebutkan. Seperti pada ayat berikut,

وَلَوۡلَآ إِذۡ دَخَلۡتَ جَنَّتَكَ قُلۡتَ مَا شَآءَ ٱللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِٱللَّهِۚ إِن تَرَنِ أَنَا۠ أَقَلَّ مِنكَ مَالٗا وَوَلَدٗا

“Mengapa ketika Engkau memasuki kebunmu tidak mengucapkan, ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh.’ (Sungguh, atas kehendak Allah, semua ini terwujud, tidak ada kekuatan, kecuali dengan (pertolongan) Allah), sekalipun Engkau anggap harta dan keturunanku lebih sedikit daripadamu.” (QS. Al-Kahfi: 39)

Ayat ini bercerita tentang nasihat seorang pemilik kebun kepada temannya yang sama-sama mempunyai kebun, namun ia kafir. Saat masuk ke kebunnya, dengan penuh kesombongan pemilik kebun yang kafir ini mengatakan, “Menurutku, kebun ini akan abadi. Dan kiamat itu tidak akan terjadi. Kalau pun aku diambil oleh Tuhanku, aku pasti akan dapat tempat tinggal yang lebih baik dari ini.”

Mendengar ucapan itu, sang pemilik kebun yang mukmin menasihati temannya itu, “Apa kamu berani ingkar kepada Tuhan yang menciptakan kamu dari tanah dan setetes air mani, kemudian kamu menjadi laki-laki yang matang?!”

(Percakapan mereka ada di surah Al-Kahfi, ayat 35 – 38)

Kemudian, pemilik kebun yang mukmin itu melanjutkan nasihat yang terekam pada ayat 39 surah Al-Kahfi di atas.

Baca Juga:  Hikmah dari Variasi Bacaan Doa dan Dzikir

Kapan ungkapan “masyaallah” diucapkan?

Ayat di atas mengandung tuntunan, kapan ungkapan “masyaallah” diucapkan?

Bila dilihat dari latar belakang munculnya nasihat itu, yaitu di saat menegur saudaranya yang sombong atau takjub melihat kebunnya yang indah dan menawan, maka ucapan “masyaallah” dituntunkan untuk diucapkan pada saat melihat hal-hal yang menakjubkan, baik pada rezeki kita atau milik orang lain.

Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah di dalam tafsirnya terhadap ayat ini,

أي هلا إذ أعجبتك حين دخلتها ونظرت إليها، حمدت الله ما أنعم به عليك وأعطاك من المال والولد ما لم يعطه غيرك، وقلت ما شاء الله لا قوة إلا بالله، ولهذا قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله أو ماله أو ولده، فليقل: ما شاء الله لا قوة إلا بالله، وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة.

“Maksud ayat ini, tidakkah Anda memuji Allah atas nikmat yang Allah berikan kepadamu yang tidak diberikan kepada orang lain berupa harta dan keturunan dengan mengucapkan ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh (masyaallah, tidak ada kekuatan, kecuali milik Allah, pent)’, saat Anda masuk ke kebun itu dan memandangnya? Oleh karenanya, sebagian ulama salaf mengatakan, ‘Jika kalian takjub dengan sesuatu, entah itu berupa keadaan, harta atau anaknya, hendaknya kalian mengucapkan, ‘Māsyā Allāh, lā quwwata illā billāh.’ Pesan ini diambil dari ayat di atas.”

Ibnul Qayyim rahimahullah di dalam kitab Al-Wabil As-Shoyyib (hal. 371) menulis sebuah bab dengan judul “Zikir yang Diucapkan saat Melihat Sesuatu yang Menakjubkan dan Dia Khawatir dengan ‘Ain.” Kemudian, beliau menyertakan ayat 39 surah Al-Kahfi di atas dan sabda Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam,

العين حق، ولو كان شيء سابق القدر لسبقته العين

Ain itu benar adanya. Andai ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, maka itu adalah ‘ain.(HR. Muslim)

Wallahua’lam bishshowab.

***

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/70496-masya-allah-kapan-diucapkan.html

Jiwa Guru

Tidak mengajarkan ilmu yang sudah diberikan oleh guru, dianggap laksana mati; tiada arti hidup tanpa mengajar; tanpa mengamalkan ilmu yang sudah diraihnya.

suatu saat di sebuah rumah makan di Kota Surabaya, seorang tokoh pendidikan, berkisah tentang ‘guru’.  “Dulu, di awal tahun 1960-an, lulus SMP saya mendaftar Sekolah Guru Atas (SGA).  Rapor saya dilihat, dan saya ditolak. Lalu, saya mendaftar ke SMA terbaik di Surabaya. Rapor saya dilihat, dan saya diterima,” kata pria 70 tahun yang kemudian menjadi dosen di ITS.

Ayah saya seorang guru Sekolah Dasar, di sebuah desa Kabupaten Bojonegoro.  Disamping tugas rutin mengajar, ia berlangganan majalah Panji Masyarakat pimpinan Buya Hamka. Saat duduk di bangku SD dan SMP (1971-1981), saya berkesempatan membaca berbagai berita dan tulisan-tulisan menarik di majalah yang dilanggan ayah saya itu.

Paman saya, seorang pedagang pasar, pun secara rutin membaca setiap edisi Panji Masyarakat yang datang. Dari paman saya itu, setiap habis maghrib, saya mengaji sejumlah kitab kuning, seperti Sullamut Tawfiq, Bidayatul Hidayah, al-Arba’in an-Nawawiyah, dan lain-lain.  Kadang di surau, kadang di rumahnya.

Setiap hari, usai shalat Subuh,  ia berangkat ke pasar, menjajakan kain dagangannya. Sore, setiba di rumah, ia menelaah kitab, persiapan untuk mengajar.  Berapa pun murid yang datang, ia mengajar dengan semangat. Sampai wafatnya, 1984 – saat saya kuliah tahun pertama di IPB —  itulah kegiatan rutin sang pedagang, yang juga kyai kampung itu.

Suatu ketika, seperti diceritakan dalam biografinya, KH Imam Zarkasyi bertanya kepada seorang santrinya yang sudah lulus, “Kamu sudah ngajar?”  Si santri menjawab, “Belum, Pak Kyai!”  Dan inilah komentar Kyai Imam Zarkasyi pada si santri, “Mati kamu!”

Tidak mengajarkan ilmu yang sudah diberikan oleh guru, dianggap laksana mati; tiada arti hidup tanpa mengajar; tanpa mengamalkan ilmu yang sudah diraihnya. Kata Imam al-Ghazali, dalam Kitab Ayyuhal Walad, “al-‘Ilmu bilā ‘amalin junūnun wal-‘amalu bilā ‘ilmin lam yakun.” (Ilmu tanpa amal itu gila. Dan amal tanpa ilmu, itu tidak bernilai).

***

Bertahun-tahun sebelum kemerdekaan RI, 1945,  tokoh pendidikan Indonesia Mohammad Natsir sudah mengingatkan umat Islam akan ‘nasehat’ Snouck Hurgronje, dalam bukunya Nederland en de Islam: ”Opvoeding en onderwijs zijn in staat, de Moslims van het Islamstelsel te emancipeeren.”  (Pendidikan dan pelajaran dapat melepaskan orang Muslimin dari genggaman Islam).

Pendidikan! Itu kata kuncinya.  Jatuh bangun dan masa depan umat Islam serta bangsa Indonesia ditentukan oleh kualitas pendidikan. Kondisi umat saat ini adalah buah dari proses pendidikan.  Kondisi sosial kita, tak ayal lagi, merupakan  refleksi dari lembaga pendidikan.

Jika umat Islam kalah di berbagai bidang dan lini kehidupan, lihatlah kondisi pendidikannya. Lihatlah keluarganya. Lihatlah masjidnya. Lihatlah sekolahnya. Lihatlah kondisi kampusnya.

Apakah konsep ilmu dan pendidikan Islam benar-benar diterapkan? Apakah pendidikan dipandang sebagai sebuah perjuangan atau peluang bisnis? Apakah murid dipandang sebagai penuntut ilmu atau sebagai pelanggan? Apakah guru diletakkan sebagai ‘pendidik’ (muaddib) atau ‘tukang ngajar’ bayaran?

Para santri biasanya hafal mahfudzat ini: “at-thariqatu ahammu minal māddah, wal-ustādzu ahammu minal tharīqah, wa-ruhul ustadz ahammu minal ustādz.” (Metode lebih penting daripada materi ajar; guru lebih penting daripada metode; dan jiwa guru lebih penting daripada guru).

Jadi, “jiwa guru” itulah kunci kemajuan pendidikan, dan sekaligus kemajuan bangsa.  Jiwa yang sehat adalah jiwa yang bersih dari penyakit syirik, munafik, riya’, cinta dunia, gila jabatan, sombong, dengki, lemah semangat, penakut, dan sebagainya.

Berapa pun anggaran pendidikan dikucurkan, jika jiwa guru tidak dibangun, maka jangan pernah mimpi kita akan menjadi bangsa hebat dan beradab! Wallahu A’lam.*

Artikel ditulis di kolom di Majalah Suara Hidayatullah edisi Maret 2017

HIDAYATULLAH

Beramal karena Allah

Anjuran untuk beramal sembunyi-sembunyi ini bukan berarti larangan beramal secara terang-terangan.

Kewajiban seorang Muslim dalam kehidupannya adalah beramal saleh dan beribadah kepada Allah dengan ikhlas semata-mata karena Allah, mengharapkan keridhaan dan pahala semata-mata dari-Nya. Dalam beramal dan beribadah ini, manusia tidak diperkenankan untuk pamer atau riya dengan tujuan agar orang-orang memuji-muji, menyanjung-nyanjung, dan mengaguminya sebagai ahli amal atau ahli…

KHAZANAH REPUBLIKA

Jawaban BPKH Soal Permintaan Pengembalian Dana Haji

Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umroh (Forum SATHU) meminta Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mengembalikan dana setoran awal milik para penyelenggara umroh dan haji khusus minimal 30 persen. Permintaan itu karena penyelenggara umroh dan haji khusus sedang memiliki masalah keuangan karena pandemi Covid-19.

“Kami minta dana kami minimal 20-30 persen tolong dikembalikan kepada kami,” kata Ketua Dewan Pembina Forum Silaturahmi Asosiasi Travel Haji dan Umrah (Sathu), Fuad Hasan Mansyur setelah rapat tertutup dengan, Menko Airlangga pekan lalu.

Fuad mengatakan, selama ini para penyelenggara ibadah umroh dan haji khusus (PPIU dan PIHK) tidak pernah persoalkan semua aturan dari pemerintah, termasuk harus menyetorkan uang sebesar 4 ribu dolar untuk mendapatkan nomor porsi haji khusus. Karena usaha umroh dan haji sedang mati suri, dana tersebut minta dikembalikan minimal 30 persen saja.

“Tapi tolong dalam situasi kesulitan ini, kawan-kawan kami sedang mati suri dana kami yang cukup besar di pemerintah melalui BPKH dikembalikan,” katanya.

Fuad menuturkan, dana 4 ribu dolar itu bersumber dari setoran masing-masing jamaah haji sebagai uang pendaftaran haji khusus. Karena jamaah mendaftar haji khusus melalui PIHK, maka uang tersebut haknya para pemilik PIHK.

“Yaitu setiap jamaah haji ketika mau mendaptarkan diri diwajibkan menyetor minimal 4 ribu dolar, dan menyetor dipercayakan kepada PIHK. Jadi itu adalah hak kami, kami menyetor 4 ribu untuk mendapatkan nomor porsi,” katanya.

Saat ini kata Fuad, karena usaha PPIU dan PIHK sedang krisis, dana yang sudah masuk rekening BPKH untuk sementara dikembalikan dulu. Tujuannya untuk membantu operasional perusahaan PPIU dan PIHK selama pandemi ini.

“Dalam situasi krisis bantu kami 1.500 atau 1000 dolar dikembalikan untuk sementara sebagai kredit lunak. Ingat sebagai kredit lunak,” katanya.

Fuad memastikan, meski sama-sama menyetorkan uang untuk mendapatkan nomor porsi, haji khusus tidak pernah menerima nilai manfaat. Tentu hal ini berbeda dengan haji reguler, yang mendapatkan nilai manfaat dari dana yang dikelola BPKH.

“Karena selama ini kami juga tidak pernah mendapatkan dana manfaat. Ini tolong dikembalikan kepada kawan kawan kami yang sulit bisa kembali normal,” katanya.

Dihubungi terpisah, anggota Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi dan Kerjasama Luar Negeri, Hurriyah El Islamy menegaskan bahwa meskipun BPKH mempunyai kewenangan untuk mengelola Keuangan Haji, hal-hal terkait penyelenggaraan haji merupakan kewenangan kemenag sehingga BPKH tidak dapat mengembalikan dana jamaah haji jika tidak ada intruksi dari Kementerian Agama (Kemenag). Ketentuan itu diatur berdasarkan UU No. 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji dan UU No. 8 tahun 2018 tentang penyelenggaraan haji dan umrah yang detail teknisnya diatur di Peraturan BPKH No 2 tahun 2020 tentang tata cara pengembalian setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji dan/atau biaya penyelenggaraan ibadah haji khusus. 

“Di situ sudah mengatur mengenai pengembalian haji khusus maupun haji biasa(reguler) bahwa apabila ada surat perintah pengembalian dari Kemenag kita pasti akan membayarkan,” kata Hurriyah saat berbincang dengan Republika kemarin.

Hurriyah menuturkan, apakah jamaah haji dapat melakukan pembatalan atau tidak bukan kewenangan BPKH. Jamaah atau KBIHU/PIHK harus mengajukan permohonan tersebut ke Kemenag.

Kenapa harus ke Kemenag, secara yuridis Hurriyah menjelaskan, ada dua peraturan perundang-undangan yang harus di perhatikan ketika berbicara tentang haji umroh dan bagaimana pengelolaan dana haji termasuk pengembalian.

Dua peraturan perundang-undangan yang harus diperhatikan itu di antaranya Undang-undang No 34 tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan haji. Peraturan inilah kata Hurriyah  yang menjadi dasar hukum atau kewenangan BPKH bekerja atau mengelola dana jamaah haji. 

Kedua ada Undang-undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Peraturan ini menjadi dasar hukum Kemenag bekerja dalam menyelenggarakan haji.

“Untuk penyelenggaraan ibadah haji ada Undang-undang Nomer 8 tahun 2019 nah itu tupoksinya dan kewenangannya ada di kemenag,” katanya.

Adapun untuk proses pengembalian dana kata Hurriyah ada di Peraturan BPKH Nomor 2 tahun 2020. Namun semua pengajuan pembatalan harus disampaikan kepada Kementerian Agama.

IHRAM

Kemana BPKH Investasikan Dana Haji?

Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) mempunyai kewenangan melakukan investasi dana haji ke beberapa sektor usaha. Anggota Badan Pelaksana Keuangan Haji (BPKH) Bidang Investasi dan Kerjasama Luar Negeri, Hurriyah El Islamy mengatakan BPKH harus investasi di ranah haji terutama akomodasi, makanan dan transportasi di Saudi.

Selain amanat Undang-undang, untuk meningkatkan kualitas pelayanan haji dan meningkatkan efisiensi biaya, investasi di ranah haji merupakan langkah konkrit. Apalagi mengingat penerimaan BPKH dalam rupiah sementara lebih 86 persen pengeluarannya dalam bentuk dolar AS dan SAR.

“Dan sebagai bentuk cost hedging untuk memastikan kesinambungan. Mengingat BPKH mensubsidi biaya haji dan melawan gerusan inflasi,” katanya.

Huriyyah menerangkan, keuangan haji adalah semua hak dan kewajiban pemerintah yang dapat dinilai dengan uang. Semua kekayaan dalam bentuk uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

“Baik yang bersumber dari jamaah haji maupun sumber lain yang sah dan tidak mengikat,” katanya.

Huriyyah ada tiga peraturan perundang-undangan sebagai dasar hukum BPKH mengelola dana jamaah haji. Peraturan perundang-undangan itu di antaranya UU No 34/2014 tentang pengelolaan keuangan haji, PP No 5 tahun 2018 Pelaksanaan UU 34/2014, dan Perpres 110/2017 tentang BPKH.

Berdasarkan UU No 34/2014 menjelaskan, pengelolaan keuangan haji dilakukan dalam bentuk investasi yang nilai manfaatnya digunakan untuk peningkatan kualitas penyelenggaraan ibadah Haji, rasionalitas, dan efisiensi BPIH, juga kemaslahatan umat Islam.

PP No 5 tahun 2018 Pelaksanaan UU 34/2014. Dalam ketentuan itu selama 3 tahun sejak BPKH terbentuk, pengeluaran Keuangan Haji dalam bentuk penempatan pada produk perbankan syariah paling banyak 50 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji.

Setelah tiga tahun terbentuk, penempatan pada produk perbankan syariah paling banyak 30 persen dari total penempatan dan investasi Keuangan Haji. Selisih dari total penempatan Keuangan Haji pada produk perbankan syariah dialokasikan untuk investasi.

“Keuangan haji dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung dan investasi lainnya,” katanya.

Sementara Perpres 110/2017 tentang BPKH menegaskan, bahwa badan pelaksana berwenang menempatkan dan investasikan keuangan haji sesuai dengan prinsip syariah, kehati-hatian, keamanan, likuid dan optimal. Dewan pengawas memberikan penilaian dan persetujuan penempatan dan investasi Keuangan Haji sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huriyyah menegaskan ada tiga tujuan pengelolaan keuangan haji. Pertama meningkatkan kualitas penyelenggaraan ibadah haji, kedua meningkatkan rasionalitas dan efisiensi penggunaan BPIH dan ketiga meningkatkan manfaat bagi kemaslahatan umat Islam.

Dalam pengelolaan keuangan haji, BPKH mengedepankan asas prinsip syariah, prinsip kehati-hatian, akuntabel, manfaat, transparan,  dan nirlaba. Agar pengelolaan dana haji optimal, BPKH telah investasikan ke produk perbankan, surat berharga, investasi langsung investasi lainnya dan emas.

IHRAM

Mantan JI : Berbohong adalah Strategi Jamaah Islamiyah

Pada tahun 2005 Mantan tokoh penting Jamaah Islamiyah (JI) pernah membuka gerakan radikal teror paling berpengaruh di Asia Tenggara ini dalam sebuah buku Membongkar Jamaah Islamiyah. Banyak hal yang ia ceritakan tentang gerakan ini. Salah satunya yang sangat menggelitik adalah perihal strategi kebohongan.

Kebohongan bagi anggota JI adalah kelaziman untuk dilakukan. Sebagai gerakan rahasia (Tanzim sirri) menuntut kelompok ini untuk melakukan manuver kebohongan. Seolah tampak berbeda dengan hati yang dirasakan dan seolah tampak baik dengan perbuatan yang telah dilakukan.

Dalam buku itu ia menarasikan dengan lugas :  Hampir semua anggota Al-Jamaah Al-Islamiyah rnengambil sikap berbohong dan menghindar dengan berbagai alasan untuk tidak mengaku sebagai anggota organisasi Al-Jamaah Al-Islamiyah.

Kalimat ini cukup jelas untuk menggambarkan bahwa anggota JI tentu tidak akan mengaku secara vulgar dirinya terkait dengan organisasi yang sudah dianggap organisasi teror. Dengan berbohong anggota JI bisa memasuki ruang kehidupan masyarakat di berbagai sektor. Anggota JI bisa menyusup ke lembaga manapun.

Praktek Tanzim Sirri betul-betul dijaga oleh anggota JI sebagai bagian dari strategi. Tidak mengherankan jika ada seseorang yang kemudian mendadak tertangkap karena terafiliasi dengan JI dan orang dekat pun bahkan keluarganya tidak mengetahui bahwa orang itu bagian dari JI. Atau ketika ada penangkapan di tengah masyarakat, tetangganya pun tidak akan pernah sadar ia bagian dari JI.

Mungkin saja para anggota JI mengamalkan salah satu hadist kebolehan berbohong yang diterapkan secara salah. Ibnu Syihab berkata (dalam riwayat lain) dan aku belum pernah mendengar Nabi mentolerir kebohongan kecuali dalam tiga kondisi; pada saat perang, mendamaikan dua orang, dan perkataan suami kepada istri, atau sebaliknya.

Kebohongan yang dimaksudkan sebenarnya bertuju pada kebaikan, termasuk dalam perang sekalipun. JI menganggap kondisi dan situasi selalu berada dalam kondisi perang sehingga kebohongan adalah absah dilakukan. Padahal sejatinya kebohongan dan keimanan sesuatu yang saling bertolak belakang.

Dalam Syarh Shahih Muslim Imam An Nawawi menjelaskan sejatinya toleransi kebohongan yang terkandung dalam hadist di atas semata bertujuan untuk kemashlahatan dan tidak mengandung mudharat.  Pertanyaan, kemashlahatan apa yang ingin diraih dengan kebohongan para anggota JI? Bukankah mudharat besar telah timbul dari kebohongan tersebut?

Sungguh ini harus menjadi perhatian bersama bagaimana bohong adalah bagian dari strategi JI yang patut diwaspadai oleh masyarakat. Dalam penutup buku itu Nasir Abbas menulis dengan cukup lugas :

Mereka (anggota JI) sebenarnya bukan hanya berbohong kepada polisi, bukan kepada jaksa dan juga bukan kepada hakim, tetapi mereka berbohong kepada umat Islam. Umat Islam disesatkan dengan semua kebohongan tersebut, mereka berlindung di balik kebohongannya karena tidak berani bertanggungjawab dengan apa yang diperjuangkan. Berjuang membela Islam dengan kebohongan itulah kenyataan yang diperlihatkan mereka. Apakah mereka tidak ingat dengan ancaman Rasulullah SAW terhadap orang yang berbohong? Sampai-sampai Rasulullah SAW tidak mengakui sebagai umatnya jika berbohong.

ISLAM KAFFAH

Jangan Sombong

Kesombongan adalah dosa yang paling Allah benci.

Dosa pertama yang diperbuat makhluk adalah dosa kesombongan. Aktornya iblis yang menolak perintah Allah SWT untuk melakukan sujud penghormatan kepada Nabi Adam AS. Alasannya karena iblis diciptakan dari api, sementara Nabi Adam diciptakan dari tanah.

Di mata iblis, zat api lebih mulia dari pada zat tanah. Iblis berkata, “Ana khairun minhu khalaqtanii min naarin wa khlaqtahuu min thiin.” (QS Sad: 76). Allah SWT berfirman tentang kesombongan iblis tersebut, “Abaa wastakbara wa kaana minal kaafiriin (ia enggan dan sombong karenanya ia menjadi kafir).” (QS al Baqarah: 34).

Kesombongan adalah dosa yang paling Allah benci. Dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman, “Alkibriyaau ridaaii, wal izzu izaari, faman naza’ani waahidan minhuma qazaftuhu fin naar (kesombongan adalah selendangku, dan keperkasaan adalah pakaianku, siapa yang mau menandingiku salah satu dari keduanya, pasti akan Aku masukkan ia ke neraka).” (HR Abu Daud).

Sebuah deklarasi bahwa yang berhak sombong hanya Allah. Selain-Nya hanya makhluk yang tidak berdaya. Maka apapun kehebatan makhluk tidak lain hanyalah karunia-Nya. Dalam hadis, Rasulullah SAW bersabda, “Laa yadkhulul jannata man kaana fii qalbihii mitsqaala zarratin min kibr (tidak akan masuk surga orang yang di hatinya ada kesombongan sekalipun hanya sebesar atom).” (HR Muslim).

Dalam surah al-A’raf, dengan tegas Allah mengancam orang-orang yang sombong.

Pertama, bahwa mereka tidak akan bisa masuk surga sampai kapan pun, “Innalladziina kazzabuu biaayaatina wastakbaruu ‘anha laa tufattahu lahum abwaabas samaai wa laa yadkhuluunal jannata hattaa yalijal jamalu fi sammil khiyaath” (QS al A’raf: 40).

Kedua, bahwa mereka pasti masuk neraka dan kekal di dalamnya, “Walladziina kazzabuu biaayaatina wastakbaruu anhaa ulaaika ashahabunnari hum fiiha khaaliduun.” (QS al-A’raf: 36).

Memang aktor dosa kesombongan pertama adalah iblis. Tetapi dalam perjalanannya, iblis tidak sampai ke level berani mengaku dirinya sebagai Tuhan.  Beberapa ayat telah merekam pernyataan iblis yang mengatakan kepada Allah SWT “rabbi” (wahai Tuhanku) dan “fabiizzatika” (maka dengan keperkasaan-Mu). Artrinya, iblis masih mengakui ketuhanan dan keperkasaan Allah SWT, sekalipun dalam perilakunya iblis membangkang kepada-Nya.

Pada saat memohon kepada Allah agar usianya ditangguhkan sampai hari kiamat, iblis berkata: “rabbi anzhirnii ilaa yaumi yub’atsuun” (QS Sad: 79). Lalu pada saat sesumbar akan menyesatkan semua manusia di muka bumi, iblis berkata: “fabi’izzatika laughwiyannahum ajma’iin” (QS Sad: 82).

Justru, puncak kesombongan itu ternyata diperbuat oleh manusia pengikut iblis. Dialah Fir’aun yang mendeklarasikan dirinya sebagai Tuhan. Fir’aun berkata, “Ana rabbukumul a’laa (aku tuhanmu yang paling tinggi).” (QS an-Nazi’at: 24).

Padahal, di hadapan badai, pasukan belalang, kutu, katak, dan banjir darah yang Allah kirimkan kepadanya, Fir’aun tidak berdaya. Itu pun ia masih sombong. Karena itu Allah menghinakannya.

DIASUH OLEH USTAZ DR AMIR FAISHOL FATH; Pakar Tafsir Alquran, Dai Nasional, CEO Fath Institute

KHAZANAH REPUBLIKA

10 Kunci Meraih Rasa Lapang Dada (Bag. 2)

Sebab Pertama: Tauhid, Kunci Utama Lapangnya Dada

Bismillah wal hamdulillah, wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Di antara makhluk-makhluk di langit dan di bumi yang Allah Ta’ala ciptakan, manusia telah dikaruniai begitu banyak keistimewaan. Allah Ta’ala berfirman,

لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.” (QS. At-Tiin: 4)

Al-Baghawi Rahimahullah menyebutkan di dalam tafsirnya,

وذلك أنه خلق كل حيوان منكباً على وجهه إلا الإنسان خلقه مديد القامة، يتناول مأكوله بيده، مزيناً بالعقل والتمييز.

“Dan itu karena Allah Ta’ala menciptakan semua hewan melata dengan postur tubuh yang membungkuk (sehingga karena kondisi tersebut ia tidak bisa melihat jalan dengan baik). Berbeda dengan manusia, dimana Allah menciptakan mereka dengan postur tubuh yang tegap (sehingga ia bisa melihat jalan dengan lebih baik). Dan (manusia) itu memakan makanannya dengan tangannya, lalu Allah telah hiasi manusia dengan akal sehat sehingga bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.”

Dari tafsir ini bisa kita ketahui, bahwa selain postur tubuh dan panca indera yang sempurna, manusia juga diberi akal sehat sehingga dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Manusia juga diberi hati untuk menimbang dan mengambil keputusan serta diberi petunjuk sebagai panduan hidup yaitu Al-Qur’an. Oleh karena itu, manusia juga-lah yang Allah Ta’ala berikan tanggungan serta kewajiban di dunia ini, dimana Allah Ta’ala akan meminta pertanggungjawabannya di akhirat kelak.

Dengan segala keistimewaan tersebut, pernahkah kita bertanya-tanya, mengapa Allah Ta’ala menciptakan kita dengan bentuk dan keadaan yang sebaik-baiknya? Apa sebenarnya tujuan manusia diciptakan?

Tauhid: Tujuan Utama Diciptakannya Manusia

Mengesakan Allah Ta’ala dan memasrahkan agama ini hanya kepada-Nya merupakan tujuan diciptakannya manusia, dan sudah menjadi kewajiban kita sebagai umat manusia untuk merealisasikan hal ini. Allah Ta’ala berfirman,

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, kecuali untuk menyembah-Ku(QS. Az-Zariat: 56).

Sungguh Allah Ta’ala telah menciptakan para makhluk untuk mentauhidkan-Nya dan memasrahkan agama ini hanya kepada-Nya dengan penuh rasa tunduk, taat dan menjalankan perintah-perintah-Nya serta mengesakan Allah di dalam seluruh amal ibadah. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

وَأَنَّ ٱلْمَسَٰجِدَ لِلَّهِ فَلَا تَدْعُوا۟ مَعَ ٱللَّهِ أَحَدًا

“Dan sesungguhnya masjid-masjid itu hanyalah untuk Allah. Maka janganlah kamu menyembah apapun di dalamnya selain Allah(QS. Al-Jin: 18).

Qatadah Rahimahullah berkata mengenai ayat ini, “Dahulu kala orang-orang Yahudi dan Nasrani, jika mereka memasuki gereja-gereja dan sinagog-sinagog mereka, mereka menyekutukan Allah. Maka Allah memerintahkan Nabi-Nya agar mentauhidkan (mengesakan Allah) satu-satunya” (Tafsir Ath-Thabari, 12: 271)

Sehingga bisa kita ketahui bersama, bahwa menjadikan seseorang atau sebuah benda sebagai sekutu di dalam menyembah Allah Ta’ala adalah bentuk nyata tasyabbuh (menyerupai orang-orang Yahudi dan Nasrani). Padahal, hal tersebut Allah Ta’ala haramkan dan Allah Ta’ala ancam pelakunya dengan ancaman yang berat. Rasulullah Shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

لَتَتْبَعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا شِبْرًا وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ ، حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ تَبِعْتُمُوهُمْ

“Sungguh kalian akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta. Sampai-sampai jika mereka masuk ke dalam lobang biawak gurun tentu kalian akan mengikutinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah Ta’ala juga berfiman,

وَمَآ اُمِرُوْٓا اِلَّا لِيَعْبُدُوا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ ەۙ حُنَفَاۤءَ وَيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَيُؤْتُوا الزَّكٰوةَ وَذٰلِكَ دِيْنُ الْقَيِّمَةِ

“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena menjalankan agama, dan juga agar melaksanakan sholat dan menunaikan zakat. Dan yang demikian itulah agama yang lurus(QS. Al-Bayyinah: 5).

Bukti lain yang menunjukkan bahwa tauhid adalah tujuan diciptakannya manusia adalah firman Allah Ta’ala,

وَما أَرْسَلْنا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ

Dan kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum kamu melainkan kami wahyukan kepadanya, “Bahwasanya tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Aku, maka sembahlah Aku (QS. Al-Bayyinah: 5).

Mengapa bisa begitu? Ayat ini menjelaskan bahwasannya tauhid adalah poros atau pokok dakwah seluruh Nabi dan Rasul. Sedangkan manusia pertama Nabi Adam Alaihissalam jugalah seorang nabi! Sehingga perintah untuk mengesakan Allah di dalam beribadah sudah ada semenjak diciptakannya manusia pertama kali.

Kunci Utama Lapangnya Dada

Setelah mengetahui esensi serta urgensi tauhid di dalam kehidupan kita, tentu kita harus mengetahui juga keutamaan-keutamaannya sehingga diri kita ini terus termotivasi untuk meningkatkan kualitas tauhid kita, serta semakin kuat hati kita di dalam menjalankannya.

Saat seorang hamba benar-benar merealisasikan tauhid, menjaganya serta perhatian dengan hak-hak dan kewajibannya, lalu menjauhkan diri dari hal-hal yang dapat membatalkan makna tauhid maupun mengurangi kualitasnya; maka ia akan memperoleh kelapangan dada dan ketenangan jiwa yang sempurna serta kebahagiaan di dunia dan akhirat, sesuai dengan kualitas keimanan dan tauhidnya.

Ibnul Qayyim Rahimahullah berkata,

فأعظم أسباب شرح الصدر: التوحيد، وعلى حسب كماله وقوته وزيادته يكون انشراح صدر صاحبه

Sebab terbesar untuk mendapatkan kelapangan dada adalah tauhid. Sebagaimana kesempurnaan serta kekuatan dan besarnya tauhid seorang hamba, maka seperti itulah kelapangan dada yang akan ia peroleh”.

Allah Ta’ala berfirman,

اَفَمَنْ شَرَحَ اللّٰهُ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِ فَهُوَ عَلٰى نُوْرٍ مِّنْ رَّبِّهٖ ۗ

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)?” (QS. Az-Zumar: 22).

Allah Ta’ala juga berfirman,

فَمَنْ يُّرِدِ اللّٰهُ اَنْ يَّهْدِيَهٗ يَشْرَحْ صَدْرَهٗ لِلْاِسْلَامِۚ وَمَنْ يُّرِدْ اَنْ يُّضِلَّهٗ يَجْعَلْ صَدْرَهٗ ضَيِّقًا حَرَجًا كَاَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِى السَّمَاۤءِۗ

Barangsiapa yang Allah kehendaki baginya hidayah, maka Allah akan lapangkan dadanya untuk menerima Islam. Dan barangsiapa yang Allah kehendaki kesesatan baginya, Allah akan jadikan dadanya sempit dan sesak seakan-akan dia sedang mendaki ke langit(QS. Al-An’am: 125).

Syaikh Abdur Razzaaq Hafidzahullah di akhir bab ini menuliskan, “(Kesimpulan yang bisa kita ambil setelah pemaparan ayat-ayat serta hadits-hadits di atas adalah) bahwa tauhid dan hidayah merupakan sebab terbesar untuk mendapatkan kelapangan dada. Sedangkan kesyirikan dan kesesatan merupakan sebab utama yang dapat menyempitkan dada kita. Dan sesungguhnya hati yang berada di dada manusia ini diciptakan hanya untuk mentauhidkan Allah Ta’ala. Sehingga jika keluar dari tujuan penciptaannya, hati ini akan bergoncang, rasa sedih, cemas, dan hal-hal yang dapat mengotorinya pun akan masuk ke dalamnya dan merusaknya, tergantung jauhnya hati ini dari tauhid.”

[Bersambung]

*** 

Penulis: Muhammad Idris

Sumber: https://muslim.or.id/70494-sepuluh-kunci-meraih-rasa-lapang-dada-bag-2.html

Khutbah Jumat: Halalan Thayyiban

Ada sejumlah etika Islam dalam menggunakan harta sesuai ajaran Alquran, apa saja?

إِنَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أشْهَدُ أنْ لاَ إِلٰه إلاَّ اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَاِركْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ اَجْمَعِيْنَ اَمَّا بَعْدُ : فَيَا عِبَادَاللهُ اُوصِيْكُمْ وَنَفْسِى بِتَقْوَاالله اِتَّقُواللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

Marialh kira panjatkan puji syukur kehadiarat Allah SwT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga sampai saat ini kita sebagai seoarang muslim masih sanggup melaksanak ibadah Jum;at di masjid dalam keadaan sehat wal afiat. Tak lupa saya sampaika shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Agung Muhammad saw.

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia

Beberapa etika dalam menggunakan harta sesuai ajaran Al-Qur’an, diantaranya : memakan harta yang halal dan thoyyib, jangan makan berlebihan atau melampaui batas, jangan mengikuti langkah setan, makan makanan hewan yang disembelih karena Allah, jangan memakan harta dengan cara yang batil, jangan makan riba. Sebaiknya makan makanan yang halal dan baik serta bertaqwa kepada Allah, makan makanan yang halal dan baik serta bersyukur kepada Allah.

Agar harta jadi berkah dan tentram maka dapat dilaksanakan sebagai berikut :

Pertama, memakan harta yang halal dan thayyib. Firman Allah Q,S Al Baqarah ayat 168

يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ كُلُواْ مِمَّا فِي ٱلۡأَرۡضِ حَلَٰلٗا طَيِّبٗا وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٌ

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.

Dari ayat tersebut ada tiga yang perlu mendapat perhatikan : 1) Ayat tersebut menyeru kepada semua manusia tidak hanya mukmin atau muslim saja. 2) Makanlah apa saja yang ada di bumi yang halal dan thayyib. 3) Jangan mengikuti langkah setan karena menjadi musuh yang nyata. Memakan sesuatu yang tidak halal dan baik itu termasuk mengikuti langkah setan. Baik itu zatnya maupun cara memperolehnya.

Baca juga : Sholat Bersentuhan dengan Kucing, Najis dan Batalkan Sholat?

Kedua, makan jangan berlebihan. Al-Qur’an melarang perbuatan yang melampaui batas dalam belanja dan menikmati rezeki yang baik. Allah tidak menyukai kepada mausia yang berlebihan. Termasuk perbuatan yang melampaui batas adalah pemborosan dalam mengkonsumsi makanan, atau berlebihan dalam mengkonsumsi makanan.

Firman Allah Q.S Al Maidah ayat 87

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تُحَرِّمُواْ طَيِّبَٰتِ مَآ أَحَلَّ ٱللَّهُ لَكُمۡ وَلَا تَعۡتَدُوٓاْۚ إِنَّ ٱللَّهَ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِينَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.

Pada ayat ini Allah SWT menunjukkan firmannya kepada kaum muslimin,yaitu melarang mereka mengharamkan bagi diri mereka segala yang baik yang telah dihalalkannya seperti makan, minum, pakaian, pernikahan, dan lain-lainnya yang baik dan halal

Perbuatan yang melampaui batas misalnya soal makan dapat diartikan dengan dua pengertian. Yaitu seseorang tetap makan makanan yang baik, yang halal, akan tetapi ia berlebih-lebihan atau terlalu banyak. Hal ini dapat merusak kesehatan dan merusak pikiran, sehingga kewajiban yang lain dapat terbengkelai. Agama Islam sangat mengutamakan kesederhanaan

Pengertian lainnya ialah melampaui batas berarti memakan sesuatu ynag tidak halal dan baik. Halal dan baik saja berpotensi merusak tubuh karena dikonsumsi terlalu banyak, maka yang tidak halal dan tidak baik itu dilarang dikonsumsi sebab lebih nyata dapat merusak organ tubuh manusia.

Baca juga : Densus 88 Ungkap Pendanaan Teroris Jamaah Islamiyah

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia

Ketiga, makan jangan mengikuti langkah setan. Firman Allah Q.S Al An’am ayat 142

وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ حَمُولَةٗ وَفَرۡشٗاۚ كُلُواْ مِمَّا رَزَقَكُمُ ٱللَّهُ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ

Dan di antara hewan ternak itu ada yang dijadikan untuk pengangkutan dan ada yang untuk disembelih. Makanlah dari rezeki yang telah diberikan Allah kepadamu, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.

Kemudian Allah memerintah kepada hamba-Nya supaya memakan rezeki yang Allah berikan dengan cara-cara yang halal dan baik. Sebaliknya cara yang tidak halal dan tidak baik merupakan langkah setan. Misalnya dengan korupsi, manipulasi dan sebagainya.

Dalam ayat lain Allah menjelaskan

أَلَمۡ تَرَوۡاْ أَنَّ ٱللَّهَ سَخَّرَ لَكُم مَّا فِي ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِي ٱلۡأَرۡضِ وَأَسۡبَغَ عَلَيۡكُمۡ نِعَمَهُۥ ظَٰهِرَةٗ وَبَاطِنَةٗۗ وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُجَٰدِلُ فِي ٱللَّهِ بِغَيۡرِ عِلۡمٖ وَلَا هُدٗى وَلَا كِتَٰبٖ مُّنِيرٖ

Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan. (QS Luqman ayat 20).

أَقُولُ قَوْ لِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ اِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

َلْحَمْدُ لِلَّهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ، وَلاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى نَبِيِّكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ. مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَرْشَدَكُمُ اللهُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ، أَمَّا بَعْدُ؛

Hadirin jamaah Jum’at yang berbahagia

Marilah kita sadari bahwa harta yang halal dan thayyib teramat penting. Memanfaatkanya pun tidak melampaui batas serta tidak mengikuti langkah-langkah setan Semoga umat Islam dapat terhidar dari makanan yang haram seperti yang saya sampaikan pada khutbah pertama, dengan demikian kita hidup bermasyarakat harus memiliki akhlak yang baik sehingga akan dihormati oleh orang lain. Insya-Allah senantiasa memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.

اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَقَرَابَتِهِ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّاتِهِ أَجْمَعِيْنَ.

 اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ.

عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَادْعُوْهُ يَسْتَجِبْ لَكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Oleh : Djumroni , Anggota LPCR PWM DIY

KHAZANAH REPUBLIKA