Selamat Menunaikan Ibadah Haji : Siapa dan Apa Indikator Haji Mabrur?

Selamat Menunaikan Ibadah Haji, Semoga menjadi Haji Mabrur. Kalimat ini biasanya nempel di rumah seseorang yang sedang mengadakan hajatan haji atau selamatan karena hendak berangkat menunaikan ibadah haji. Keluarga, tamu undangan, teman dan sahabat juga mengucapkan “Semoga Hajimu Mabrur”.

Doa “semoga menjadi mabrur” pada saat kita bertemu dengan keluarga, sahabat, dan teman yang hendak pergi menunaikan rukun Islam yang kelima. Kalau demikian, sebegitu pentingkah predikat “mabrur” bagi mereka yang menunaikan ibadah haji?

Suatu ketika Nabi ditanya, “amal apakah yang paling utama”? Beliau menjawab, “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian apa? Sahabat bertanya lagi, dijawab oleh beliau, “Jihad di jalan Allah”. Dan ditanyakan lagi, “kemudian apa?”, Beliau menjawab “Haji yang mabrur”. Dalam hadits ini ditegaskan, “Tidak ada pahala bagi haji mabrur kecuali surga”.

Siapa yang tahu seseorang menyandang haji mabrur? Hanya Allah yang tahu, karena gelar mabrur hak prerogatif Allah. Kepada siapa akan diberikan itu hak Dia.

Manusia hanya bisa melakukan ikhtiar dan doa semoga menjadi haji mabrur. Walaupun demikian, ada empat indikator yang bisa dijadikan tolak ukur, apakah capaian haji seseorang mabrur (diterima) atau mardud (ditolak)?

Pertama, niat yang baik dan lurus. Mengerjakan haji semata karena Allah dan atas dorongan keimanan menunaikan perintah Allah. Bukan karena dorongan nafsu, seperti gengsi, untuk menaikkan status sosial, dll.

Seperti kata Nabi, “Sesungguhnya, semua amal tergantung pada niatnya dan setiap orang akan dibalas berdasarkan apa yang ia niatkan…”. (HR. Bukhari)

Dalam riwayat Imam Baihaqi Nabi menyebutkan bahwa niat adalah ruh setiap ibadah. “Niat seorang mukmin lebih utama dari amalnya”.

Kedua dilihat sarana dan prasarananya. Indikator untuk memperoleh predikat mabrur bisa dinilai dari sarana dan prasarananya. Uang yang digunakan untuk menunaikan ibadah haji apakah dari uang halal atau tidak. Kalau dari rezeki yang halal ada harapan besar memperoleh predikat mabrur. Sebaliknya, kalau diperoleh dari hasil mencuri atau korupsi, jauh harapan menjadi mabrur.

Ketiga, harus tahu cara (kaifiyah) melaksanakan ibadah haji. Syarat dan rukunnya harus dipenuhi. Ini juga menjadi indikator seseorang memperoleh predikat mabrur. Apabila syarat dan rukun dipenuhi dengan sempurna, ibadah haji sah. Kalau tidak maka batal. Apabila batal tidak ada lagi harapan hajinya akan mabrur.

Dengan demikian, sebelum berangkat penting, bahkan wajib mempelajari segala hukum yang tertaut dengan ibadah haji. Maka tradisi manasik haji yang digelar oleh Kemenag adalah upaya memberikan pemahaman kepada calon jamaah haji supaya ibadahnya sah.

Keempat, mabrur atau tidak bisa dilihat dari dampaknya pasca menunaikan ibadah haji. Setelah haji apakah perbuatannya tambah baik atau tidak? Minimal mampu mempertahankan seperti sebelum berangkat haji.

Kalau ternyata ada Pak Haji/Bu Haji, gelar yang dipakai di Indonesia untuk mereka yang telah haji, masih senang melakukan kemaksiatan, kejahatan dan perbuatan-perbuatan dosa, besar kemungkinan hajinya tidak mabrur. Kalau ada Pak Haji berkopiah putih masih berjudi, mencuri, korupsi dll, itu menjadi indikator hajinya mardud atau ditolak.

Maka, kepada para jamaah haji yang berangkat pada musim haji tahun 2022, “Semoga Menjadi Haji Mabrur”.

ISLAM KAFFAH

Sekali Lagi Soal Pernikahan Nabi dan Sayyidah Aisyah

Pernikahan Nabi dengan Sayyidah Aisyah adalah pernikahan karena berlandaskan wahyu, tradisi Arab jahiliyah biasa menikah usia muda, tetapi mengapa Sayyidah Aisyah yang diserang?

UMAT Islam sedunia dibuat marah oleh pernyataan jubir sebuah partai nasionalis Hindu di India yang mempersoalkan pernikahan Nabi dengan Sayyidah Aisyah Ra. Pernyataannya itu dianggap mengandung unsur penghinaan terhadap sosok sentral umat Muslim, Nabi Muhammad ﷺ .

“Nabi Muhammad menikahi seorang gadis berusia enam tahun dan kemudian berhubungan dengannya pada usia sembilan tahun,” ujarnya dalam sebuah video yang kemudian dihapus oleh saluran televisi tersebut.

Perkataanya sangat jelas hendak menganggap Nabi Muhammad melakukan penyimpangan. Maka perlu ditegaskan kembali bahwa pernikahan Nabi Muhammad ﷺ dengan Sayyidah Aisyah bukanlah sesuatu yang menyimpang, sama sekali tidak mencoreng nama baik Nabi Muhammad ﷺ.

Kalau seandainya pernikahan Nabi adalah hal yang menyimpang, kata Syekh Al-Buthi,  kenapa tidak ada satupun masyarakat Arab jahiliyyah saat itu yang menentangnya? Praktik semacam ini tidaklah memicu pertentangan atau mendapat gugatan dari komunitas Makkah secara umum dan kaum Muslim secara khusus.

Jika hal ini benar melanggar fitrah kemanusiaan pasti ada segolongan orang yang mengecam dan merendahkan Rasulullah serta membela fitrah kemanusiaan yang dilanggar. Tapi realitasnya, kala itu, hal semacam ini tidak menjadi sebuah permasalahan.

Bahkan musuh Rasulullah ﷺ sekalipun di Makkah saat itu tidak menyinggungnya. Sebab, jika pernikahan ini memang dianggap melanggar, tentu mereka akan menyerang Muhammad habis-habisan lewat praktik ini, sebab kita tahu bagaimana bencinya mereka terhadap Nabi. Namun buktinya, tidak ada.

Kalau memang itu menyimpang, kenapa hanya Sayyidah Aisyah yang diserang, tidak yang lainnya? Padahal di sana ada sejumlah perempuan di masa Nabi yang menikah di umur belasan tahun.

Sebut saja Ruqayyah, salah satu putri Baginda Nabi. Ia menikah dengan Utbah bin Abu Lahab pada umur kurang dari sepuluh tahun.

Selanjutnya ia menikah dengan Utsman bin Affan pada usia dua belas tahun, setelah dicerai oleh Utbah. Fatimah pun tatkala menikah dengan Ali berumur 18 tahun.

Ini berarti praktik seperti ini memang tidak pernah dipermasalahkan sedari awal oleh penduduk Makkah. Sekali lagi, kenapa hanya sayyidah Aisyah saja yang diserang?

Kedua, pernikahan Nabi dan Sayyidah Aisyah adalah pernikahan yang suci; pernikahan yang langsung diwahyukan oleh Allah Swt. Dalam hadits dikatakan bahwa Nabi diperlihatkan akan Sayyidah Aisyah dalam mimpinya pada tiga malam berturut turut.

Jibril pun berkata kepada Rasulullah ﷺ, “Ini adalah istrimu.” Rasul pun menyingkapkan hijab dari wajah Aisyah dan tersingkaplah ia.

Lalu Rasul pun berkata, “Jika ia berasal dari sisi Allah maka biarkanlah ketetapan itu berlaku.”

Itu artinya ketentuan ini adalah murni dari wahyu. Bukan “angan-angan” Nabi ﷺ untuk mendapatkan Sayyidah Aisyah saat umur tiga atau empat tahun–sebagaimana yang dituduhkan oleh sebagian sejarawan. (lihat Syeikh Ramadhan Al-Buthi, Sayyidah Aisyah).

Jika dikatakan pernikahan itu adalah “angan-angan” Nabi sejak lama, maka itu salah. Sebab sepeninggalan Sayyidah Khadijah Nabi tak ada niatan untuk menikah. 

Kepergian Sayyidah Khadijah cukup membuat Nabi lama menyimpan duka dalam dirinya. Adalah Khaulah binti Hakim yang menawarkan Nabi untuk menikah kembali.

Sosok yang ditawarkan olehnya ada dua: Aisyah binti Abu Bakar dan Saudah binti Zam’ah. Jadi, Khaulah lah yang memilihkan kedua wanita itu pada Rasul.

Nabi pun menyutujuinya, meskipun pada hakikatnya Rasulullah ﷺ telah diwahyukan oleh Allah akan pernikahannya dengan Sayyidah Aisyah. Khaulah pun datang ke Abu Bakar untuk menyapaikan keinginan baik tersebut.

Dan Abu Bakar pun menyutujuinya. Jadi, tidak ada yang namanya Rasul “berangan-angan” dan mendambakan untuk menikah dengan Sayyidah Aisyah.

Ketiga, sebagian orang juga megatakan bahwasanya sekalipun disetujui oleh penduduk Makkah, namun tetap ia melanggar fitrah manusia. Untuk membantah ini Syekh Al-Buthi dengan tegas telah menulis:

“Mereka sepertinya lupa bahwa tingkat kematangan seksual pada perempuan berbeda-beda sesuai dengan perbedaan lingkungan dan iklim suatu daerah. Di negeri beriklim panas seperti Arab, Sudan, atau Mesir, perempuan telah mengalami kematangan seksual pada usia yang sangat muda. Jadi tak aneh apabila sepuluh tahun mereka sudah mengalami haid. Bahkan di Negara seperti Sudan, Nejed, dan lainnya, bisa kurang dari itu. Hal ini berbeda dengan perempuan-perempuan yang tinggal di negri beriklim dingin dan lembab seperti Asia Tengah dan sebagian Eropa. Mungkin di sana ada yang sudah berusia 14 tahun namun belum haid.” (lihat Syeikh Ramadhan Al-Buthi, Sayyidah Aisyah).

Karena itu, fitrah mana sebenarnya yang dilanggar? Adapun fatwa dari kebanyakan ulama termasuk di Mesir untuk tidak menikahi anak di usia belasan adalah mempertimbangkan kondisi saat ini yang berbeda dengan dulu. Bukan karena fitrah itu sendiri.

Pada intinya mereka yang menganggap pernikahan ini adalah sebuah penyimpangan telah salah kaprah. Sebab mereka membandingkan kehidupan pandangan masyarakat sekitarnya dengan kehidupan Rasulullah pada zamannya. Ya tentu beda. Dari cara pandangnya saja sudah berbeda.

Mereka tidak melihat pernikahan ini sebagai sebuah wahyu. Ia hanya melihat sebatas norma yang berlaku.

Padahal norma itu pun tidak bisa sepenuhnya dibenarkan. Adapun seorang Muslim melihat ini sebagai sebuah kemuliaan. Sayyidah Aisyah adalah wanita mulia. Nabi adalah sosok yang tidak dihantui oleh nafsunya, sebagaimana manusia biasa. Itulah bedanya.

Agaknya istilah pedofil adalah istilah yang memang dipopulerkan oleh Barat. Jika budaya yang menjadi tolak ukurnya maka akan rancu.

Sebab tradisi dan budaya itu sifatnya dinamis. Ia bisa berbeda-beda di setiap tempatnya dan akan berubah setiap zamannya.

Ia tidak bersifat universal sebagaimana hukum dalam sebuah agama. Inilah mengapa mereka menganggap menikah dengan anak usia dini adalah sebuah penyimpangan.

Kita tentu sering mendengar kisah nenek-nenek moyang kita yang menikah di umur mereka yang belia. Namun itu tidak pernah menjadi sebuah permasalahan bagi mereka. Jadi sekali lagi, tuduhan semacam ini memang datang dari orang yang tidak memahami ajaran, sejarah, dan kebudayaan Islam dengan baik.

Maka sebagai seorang muslim yang percaya akan Rasulullah ﷺ. kita tentu tidak perlu mengikuti tuduhan itu. Wallahu a’lam bi al-Shawab.*

Direktur Pesantren Adab, Shoul Lin al-Islami; Pesantren at-Taqwa Depok, alumnia Al-Azhar, Mesir

HIDAYATULLAH

Menyalati Jenazah, Tapi Tak Tahu Jenis Kelaminnya, Sahkah Shalatnya?

Seperti ini mungkin saja terjadi. Tatkala seorang hendak menyalati jenazah, ia tidak tahu jenis kelamin jenazah yang hendak ia shalatkan. Boleh jadi karena keadaan yang tidak memungkinkannya untuk mengetahui jenis kelamin jenazah.

Apakah shalatnya sah? Lalu bagaimana dengan cara melafalkan doa untuk jenazah yang ia shalati ?

Pembahasan ini berkaitan erat dengan permasalahan niat. Perlu kita ketahui bahwa niat dalam melaksanakan shalat jenazah merupakan sebuah kewajiban, para ulama sepakat akan hal ini (red. terlepas dari silang pendapat di kalangan mereka mengenai status niat ini, apakah rukun ataukah syarat sah). Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam,

إنما الاعمال بالنيات، وإنما لكل امرئ ما نوى

Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya dan seseorang akan mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan” (HR Bukhari & Muslim)

Hanya saja mereka berselisih pendapat mengenai spesifikasi niat dalam shalat jenazah. Apakah harus dispesifikasikan bahwa shalat ini untuk mayit laki-laki, perempuan, atau balita, atau tidak perlu?

Ulama Malikiyyah berpendapat cukup bagi orang yang hendak menyolatkan jenazah, meniatkan shalat untuk si mayit, tanpa harus menspesifikasikan niat. Ulama mazhab Syafi’i juga berpendapat demikian. Adapun para ulama mazhab Hanafi, mereka mewajibkan ta’yiinun niyyah (menspesifikasikan niat) dalam shalat jenazah.
(Lihat: Al-Fiqhu ‘ala Madzahibi Al-Arba’ah, 1/182)

Pendapat yang paling kuat –allahu a’lam– dari pendapat di atas adalah pendapat yang dipegang oleh malikiyyah dan syafi’iyyah yang menyatakan bahwa tidak diharuskan ta’yiinun niyyah (menspesifikasikan niat) dalam shalat jenazah. Jadi niat untuk shalat jenazah saja sudah cukup. Sebagaimana dipaparkan oleh Imam Nawawi rahimahullah dalam kitab beliau, Al-majmu’ Syarhul Muhadzzab, setelah beliau mengutarakan silang pendapat di kalangan ulama mengenai masalah ini. Beliau menyatakan,

الصحيح: الاكتفاء بمطلق نية الفرض ولا يفتقر إلى تعيين الميت ، وأنه زيد أو عمرو أو امرأة أو رجل ، بل يكفيه نية الصلاة على هذا الميت وإن كان مأموما ونوى الصلاة على من يصلي عليه الإمام كفاه ، صرح به البغوي وغيره

“Yang benar adalah cukup dengan niat untuk melaksanakan kewajiban (kifaiyyah) secara umum saja. Tidak perlu menspesifikasikan niat pada mayit (yang hendak ia shalatkan). Seperti seorang berniat, shalat saya ini untuk Zaid atau Amr, laki-laki atau perempuan. Jadi cukup meniatkan shalat jenazah untuk mayit yang bersangkutan. Bila ia sebagai makmum, kemudian ia berniat sebagaimana niat imam (red. tanpa harus mencari tau niat sang imam) maka itu sudah mencukupi. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al-Baghawi dan yang lainnya. ”

Pendapat ini pula yang dipilih oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dan Syaikh Abdullah bin Jibrin -semoga Allah merahmati mereka berdua-.

Seseorang mengajukan sebuah pertanyaan kepada Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah mengenai hukum mengumumkan jenis kelamin mayit yang hendak dishalatkan , lantas beliau menjawab, “Tidak mengapa mengumumkan jenis kelamin mayit; apakah mayitnya laki-laki ataukah perempuan sebelum pelaksanakan shalat untuk mayit tersebut, ini bila memang orang-orang yang hendak menyolatkan tidak mengetahui jenis kelamin si mayit. Agar tatkala mereka tahu bahwa mayitnya laki-laki, mereka pun mendoakan dengan doa untuk mayit laki-laki . Bila mayitnya perempuan mereka mendoakan dengan doa untuk mayit perempuan.

Namun bila tidak dilakukan (red. tidak mengumunkan jenis kelamin mayit meskipun jamaah yang hendak menyolatkan tidak tahu), itu juga tidak mengapa. Dan bagi mereka yang tidak mengetahui jenis kelamin mayit, cukup meniatkan dengan niat orang-orang yang hadir dalam pelaksanaan shalat jenazah tersebut” (Majmu’ fatawa war rasaail Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah, 17/103)

Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah juga menfatwakan, “Telah dijelaskan (pada pertemuan sebelumnya) bahwa jika si mayit laki-laki, maka dhamir (kata ganti pada doa untuk jenazah) menggunakan kata ganti laki-laki pula. Bila mayitnya perempuan, maka kata ganti yang digunakan (dalam doa) adalah kata ganti perempuan pula. Seperti ini,

اللهم اغفر لها وارحمها وعافها واعف عنها…

/Allahummagh fir laHA warhamHA wa ‘aa fiHA wa’ fu’anHA/

Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya, sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..

Adapun doa untuk mayit laki-laki, seperti ini,

اللهم اغفر له وارحمه وعافه واعف عنه…

/Allahummagh firlaHU war hamHU wa ‘aafiiHI wa’fu’anHU/

Artinya: “Ya Allah berilah ampunan kepadanya, sayangilah ia, jagalah ia dan maafkanlah ia..

Namun bila ia tidak mengetahui jenis kelamin si mayit, maka ia (cukup berdoa) dengan menggunakan kata ganti ketiga laki-laki. Seandainya setelah itu diketahui ternyata jenazahnya perempuan, itu tidak masalah.

Bila ia shalat bersama imam, maka boleh baginya untuk meniatkan sama dengan niat Sang Imam. Tanpa harus mengetahui spesifikasi dari niat Sang Imam (pent. Meski ia tidak mengetahui niat Imam, apakah ia shalat untuk jenazah laki-laki ataukah perempuan)” (Sumber: http://www.ibn-jebreen.com/books/7-77–4305-.html)

Kesimpulannya adalah shalatnya tetap sah meski ia tidak mengetahui jenis kelamin mayit yang hendak ia shalatkan. Adapun cara meniatkannya, ia mengikuti niat Sang Imam bila shalat bersama imam. Atau ia meniatkan seperti niat orang-orang yang hadir dalam shalat jenazah tersebut. Tanpa harus mencari tau apa niat Sang Imam dan niat orang-orang yang hadir saat itu. Atau ia meniatkan untuk shalat jenazah begitu saja, itu juga boleh. Adapun cara mendoakannya adalah dengan menggunakan kata ganti laki-laki pada doa untuk mayit, sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdullah bin Jibrin dalam fatwa beliau di atas.

Allahu ta’ala a’lam bis shawab.

Derman, Sumbermulyo, 21 Agustus 2014

Penulis: Ahmad Anshori

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/22446-menyalati-jenazah-tapi-tak-tahu-jenis-kelaminnya-sahkah-shalatnya.html

Tips Sehat Bagi Jamaah Haji Pengidap Diabetes

Jumlah kunjungan jamaah haji Indonesia di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah sampai hari Selasa (14/6/2022) sebanyak 77 kunjungan. Dari jumlah tersebut kasus terbanyak didominasi oleh penyakit kencing manis atau diabetes melitus dan komplikasi.

Dokter Umar Muhammad spesialis penyakit dalam menyarankan bagi jamaah haji yang menderita penyakit diabetes melitus dan komplikasi, kadar gula harus konsultasi sebelum keberangkatan ke Tanah Suci. Konsultasi gula darah bisa dilakukan di puskesmas setempat atau datang ke dokter spesialis penyakit dalam.

“Sangat penting bagi jamaah untuk mengontrol gula darahnya bagi penderita diabetes,” kata dr Umar Muhammad saat diminta sarannya, tips haji sehat bagi jamaah penderita penyakit dalam, di KKHI Madinah, Selasa (14/6/2022).

Umar menyarankan, bagi jamaah haji yang memiliki penyakit diabetes yang menggunakan obat oral diabetes, maka jamaah bisa konsultasi ke dokternya untuk penyesuaian obat. Apabila belum terkontrol kadar gula maka mintalah agar dokter yang biasa tempat berkonsultasi untuk penyesuaian dosis.

Saran lain, sebelum berangkat ke Tanah Suci, maka jamaah haji ini harus mempersiapkan keperluan obat-obatannya yang harus dibawa. Seperti mempersiapkan alat cek gula sendiri.

“Jadi alat-alat cek gula sendiri ini sebaiknya dibawa sampai proses haji di tanah suci,” katanya.

Apabila dia menggunakan obat insulin maka persiapkanlah alat ini yang bisa dibawa pada proses ibadah haji. Jamaah haji harus bertanya ke dokternya untuk penyesuaian dosis insulin.

“Jamaah perlu mengetahui bahwa di tanah suci suhunya panas, maka perlu diperhatikan cara penyimpanan insulin selama proses haji,” katanya.

Umar mengatakan, selain melakukan konsultasi sebelum keberangkatan ke Tanah Suci, jamaah juga harus melakukan aktivitas rutin dengan berolahraga. K Kemudian mengatur pola makannya, terutama mengurangi konsumsi gula.

“Kemudian konsumsi cukup air putih supaya selain kadar gula yang terkontrol juga membantu metabolisme tubuh bagi penderita diabetes. Maka penting sekali minum jangan tunggu haus,”katanya.

IHRAM

Jamaah Haji Diminta Jangan Kurang Minum

Jamaah calon haji Indonesia diimbau untuk tetap minum yang cukup guna mencegah dehidrasi karena suhu udara di Mekkah, Arab Saudi pada Selasa (14/6) pukul 15.00 Waktu Arab Saudi (WAS) mencapai 46 derajat Celsius.Dari aplikasi cuaca di telepon pintar yang dipantau di Mekkah, menunjukkan cuaca mencapai 46 derajat Celsius, lebih tinggi dibandingkan beberapa hari sebelumnya pada jam yang sama mencapai 42 derajat Celsius.

Sebelumnya Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja Mekkah M Imran Saleh mengingatkan agar jamaah calon haji banyak minum air untuk mencegah dehidrasi karena cuaca panas di Saudi.”Kalau perlu pakai payung yang warna terang agar tidak menyerap panas, untuk melindungi dari sengatan matahari,” katanya.

Jika ingin bepergian, jamaah juga perlu menggunakan tabir surya agar menjaga kulit dari sengatan sinar matahari. Selain itu perlu juga membawa perlengkapan agar tidak mengalami heat stroke seperti topi, semprotan air dan air minum.

Petugas Pertolongan Pertama Pada Jamaah Haji (P3JH) Sektor Khusus (seksus) Masjidil Haram dr Yenny Purnama juga mengingatkan agar jamaah calon haji tidak memaksakan diri beribadah terutama yang sunah.Ia juga mengingatkan jamaah haji agar jangan lupa minum dan jangan menunggu haus karena cuaca Mekkah yang panas sama seperti di Madinah.

Cuaca dengan suhu mencapai lebih dari 40 derajat Celsius menyebabkan dehidrasi jika tidak diimbangi dengan minum yang cukup.”Satu atau dua jam berikutnya makan kurma dengan harapan membantu menaikkan gula darah,” demikian.

IHRAM

Doa Setelah Sholat Dhuha

Sholat Dhuha belum bisa dikatakan sempurna jika belum diikuti dengan doa setelahnya. Seperti yang sudah dijelaskan pada ayat dan hadis, seluruh umat muslim dianjurkan untuk membaca doa agar keinginan dan harapan bisa diijabah oleh Allah SWT. Ada  banyak doa setelah sholat Dhuha, yang bisa kita panjatkan. Terutama untuk mendapatkan kemuliaan hidup di dunia.

Menurut anjuran yang ada, sholat Dhuha didirikan dalam 2 rakaat sholat, dengan jumlah yang tidak terbatas. Untuk mendirikan sholat Dhuha waktu yang pas untuk melaksanakannya adalah sekitar pukul 08.0 sampai dengan 11.00 menjelang dzuhur. Dan setelah itulah doa setelah sholat sangat dianjurkan untuk diminta.

Tabiat Doa Setelah Sholat Dhuha yang Baik Untuk Kita Amalkan

Sholat Dhuha, sholat yang bisa dikerjakan pada saat waktu matahari telah naik. Sekurang-kurangnya sholat Dhuha dilaksanakan dalam 2 rakaat sholat, namun juga bisa dilakukan dalam 4 rakaat sholat. Nabi Muhammad SAW pernah menjelaskan dalam riwayat Abu Hurairah RA, bahwa siapa saja yang menjalankan sholat Dhuha, maka akan diampuni segala dosanya.

Selagi dosa itu sebanyak busa di lautan lautan. Ada beberapa doa yang bisa dipanjatkan seusai sholat Dhuha. Dan berikut adalah beberapa diantaranya.

“allohumaghfir-lii wa tub ‘alayya, innaka antat tawwabur rahim” (Hadis Riwayat. Buhkhori)

Yang artinya    : Ya Allah ampunilah aku dan terimalah taubatku, sesungguhnya engkau maha penerima taubat lagi maha penyayang.

“Allahumma innadh dhuha-a dhuha-uka, walbahaa-abahaa-uka, wal jamala jamaaluka, wal quwwata quwaatuka, wal qudrota qudrotuka, wal ‘ishmata ishmatuka. Allahuma inkaana rizqi fissamma-I fa anzilhu, wa inkaana fil ardhi fa-akhrijhu, wa inkaana mu’siron fayassirhu, wainkaana harooman fa thohhirhu, wa inkaana ba’idan faqoribhu, bihhaqqiDhuhaa-ika wa bahaaika, wa jamaalika wa quwwatika wa qudrotika, aatini maa ataita ‘ibaadakash shoolohiin”

Yang artinya    : Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha adalah waktu dhuha-mu, keagungan adalah keagungan-mu, keindahan adalah keindahan-mu, kekuatan adalah kekuatan-mu, penjagaan adalah penjagaan-mu. Ya Allah apabila rezekiku berada di atas langit maka turunkanlah, apabila berada di bumi maka keluarkanlah, apabila sukar mudahkanlah, apabila haram sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah dengan kebenaran dhuha-mu, keagunganmu, keindahan-mu dan kekuatan-mu, berikanlah kepadaku apa yang engkau berikan kepada hamba-hambamu yang shalih”.

Rutin Membaca Doa Setelah Sholat Dhuha, Urusan Rezeki Akan di Mudahkan Allah

Membaca doa selepas menjalankan sholat Dhuha tentu tidak ada salahnya, sebab Allah menganjurkan bagi siapa saja untuk berdoa setelah menjalankan sholat. Entah itu sholat wajib, maupun sholat sunnah. Bahkan keutamaan sholat Dhuha beserta membaca doa atas keinginan hambanya telah dijelaskan dalam hadis rasulullah, yang diriwayatkan oleh HR Muslim.

Hadis ini menegaskan tentang kedudukan yang mulia bagi seseorang yang mampu menjalankan sholat Dhuha. Salah satu manfaat dari sholat Dhuha yang paling banyak diinginkan oleh umat muslim semasa hidup di dunia adalah dibukanya rizki setiap hari dengan mudah oleh Allah SWT.

Seperti doa sholat Dhuha yang sudah kami jelaskan sebelumnya yakni kemudahan dalam meminta rezeki kepada Allah. Seperti kutipan arti bacaan dalam sholat Dhuha berikut ini,

“jika rezekiku di atas langit maka turunkanlah, jika dibumi maka keluarkanlah, apabila sukar maka mudahkanlah, apabila haram maka sucikanlah, apabila jauh dekatkanlah”

Kalimat ini jelas-jelas menjelaskan bahwa permintaan doa seorang hamba kepada Allah, agar dimudahkan rezekinya di dunia. Namun sebenarnya tidak hanya sekadar untuk mencari rizeki saja, tetapi juga untuk mendapatkan banyak manfaat di dalam mengamalkannya.

Banyak Manfaat Membaca Doa Setelah Sholat Dhuha

Setiap doa yang dipanjatkan setelah sholat, memang memiliki banyak manfaat, bagi siapa saja yang menjalankannya. Tak terkecuali dikala kita memanjatkan doa setelah sholat Dhuha. Sebab di balik sunnah menjalankan sholat Dhuha, ternyata ada banyak sekali manfaat yang bisa kita dapatkan, di kala rutin menjalankannya.

Beberapa manfaat diantaranya bahkan telah dijelaskan dalam ayat Al-Quran. lantas apa saja manfaat yang bisa kita dapatkan dengan mendirikan sholat Dhuha lengkap dengan doa setelahnya? Berikut adalah 3 diantaranya.

  1. Rezeki yang Berlimpah

Dari riwayat Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash berkata bahwa Rasulullah bersabada dari “medan perang”. Yang menjelaskan bahwa seseorang yang berwudhu kemudian melanjutkan sholat Dhuha, maka dialah orang yang lebih cepat selesai perangnya, dan lebih cepat kembalinya. Dalil ini dijelaskan pada HR. Ahmad.

  1. Ampunan Segala Dosa

Selain jaminan rezeki yang berlimpah, menjalankan sholat Dhuha juga dapat memberikan keutamaan yang lain. Seperti firman Allah yang telah menjanjikan, barang siapa saja yang menjalankan sholat Dhuha, maka niscaya akan diampuni segala dosa. Walaupun sebanyak buih yang ada di lautan. Hadis ini dijelaskan pada HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad.

  1. Dibuatkan Istana Emas di Surga Kelak

Keutamaan menjalankan sholat dan doa setelah Dhuha juga memberikan banyak manfaat kepada diri kita. Seperti yang sudah dijelaskan dalam hadis HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, bahwa siapa saja yang menjalankan sholat Dhuha 12 rakaat maka Allah akan membangun istana dari emas di surga.

  1. Mendapat Pahala Setara Dengan Umrah

Sholat Dhuha, merupakan salah satu ibadah dari sekian banyaknya sholat yang memiliki pahala besar. Bahkan 2 rakaat Dhuha sama dengan 360 sedekah. Namun jika seseorang menjalankan sholat shubuh berjamaah, kemudian tidak pulang tetapi menunggu waktu dhuha. Maka seorang hamba tersebut akan mendapatkan pahala setara umroh jika dilanjutkan dengan mendirikan sholat Dhuha.

  1. Sedekah Untuk Seluruh Tubuh

Dalam sebuah Hadis Riwayat Ahmad, Muslim, dan Abu daud, dari Abu Dzar Al Ghiffari menyebutkan bahwa, sholat Dhuha merupakan pengganti sedekah dari setiap ruas tubuh. Beliau menyebutkan bahwa setiap kali bacaan tasbih adalah sedekah, baca tahmid adalah sedekah, tahlil adalah sedekah, dan tiap kali baca takbir juga sedekah.

Sungguh luar biasa bukan, Allah telah menjanjikan banyak pahala dan kenikmatan untuk hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Sebagai umat muslim yang harus tetap taat kepada tuhannya, kita perlu memperbanyak amalan-amalan di luar ibadah wajib. Namun juga ibadah-ibadah sunnah yang juga memiliki banyak manfaat nya, terutama untuk bekal di akhirat kelak. Sebagai contohnya adalah sholat Dhuha beserta memanjatkan doa setelahnya.

Itulah mengapa kita sebagai umat muslim tentu akan merasa rugi jika tidak menjalankan sholat sunnah semasa hidup. Karena allah telah menjanjikan banyak pahala dan keutamaan dalam menjalankan ibadahnya. Tak terkecuali mendirikan sholat sunnah dan doa setelah sholat Dhuha yang bisa membawa kelancaran rezeki kita selama hidup di dunia, serta kebahagiaan di akhirat.

Terkait dengan informasi mengenai keagamaan, berita harian, dan trending topik saat ini, maka anda bisa mengeceknya di situs informasi dari website kami Hidayatullah.com. Kami disini akan selalu menyajikan informasi yang baik, aktual, dan pastinya real. Untuk informasi selebihnya bisa anda baca di bagian beranda. Karena anda bisa menemukan berbagai jenis informasi disana.

Tak lupa pula agar kita senantiasa selalu taat kepada allah, untuk terus menunaikan ibadah wajib serta menjalankan pula yang sunnah. Karena Allah telah menjanjikan banyak kemuliaan di dunia maupun di akhirat, tentunya bagi siapa saja umat muslim yang selalu taat.*

HIDAYATULLAH

Jamaah Haji dari Madinah akan Tempati Hotel Kiswah dan Luluah di Makkah

Sebanyak 753 jamaah haji RI gelombang satu mulai diberangkatkan ke Makkah setelah mengambil miqat untuk ihram di Bir Ali, Madinah, Ahad (12/6/2022) sore WAS. Jamaah yang berasal dari Kloter Solo (SOC) 1 dan Jakarta-Pondok Gede (JKG) 1 itu akan ditempatkan di Hotel Kiswah dan Hotel Luluah, Makkah, usai menempuh perjalanan maksimal tujuh jam.

Kepala Daker Makkah Mukhammad Khanif menjelaskan, kompleks hotel kiswah terletak di Sektor 4. Perhotelan ini memiliki kapasitas berkisar 24-25 ribu jamaah. Kompleks dengan lima tower tersebut merupakan  perhotelan dengan daya tampung terbesar dari sektor-sektor akomodasi lainnya. “Ini disewa semua untuk jamaah haji Indonesia khususnya SOC (Solo),”jelas dia kepada Tim MCH di Makkah, Arab Saudi, Sabtu (11/6/2022).

Sementara itu, jamaah dari Kloter JKG 1 akan ditempatkan di Hotel Luluah yang berada di Sektor 3. Jamaah yang berasal dari Embarkasi Jakarta-Pondok Gede itu akan menempati hotel 301.Dia menjelaskan, jamaah akan melaksanakan umrah wajib setelah menaruh koper di pemondokan dan beristirahat. Setelah itu, mereka diantar ke Masjidil Haram dengan menggunakan bus shalawat.

Bus ini disiapkan untuk mengantar jamaah Indonesia sholat lima waktu di Masjidil Haram. 

Dia menjelaskan, seluruh petugas Daker Makkah sudah berkoordinasi untuk menyiapkan kedatangan para jamaah ke Makkah. Semua seksi dari akomodasi, transportasi, bimbingan ibadah, kesehatan, hingga pelayanan kedatangan dan  kepulangan sudah siap untuk melayani para jamaah. 

Menurut dia, pihak PPIH juga sudah berkoordinasi dengan Muasasah Asia Tenggara.

Menurut dia, kooordinasi penting dilakukan mengingat pihak muasasah masih menjadi pihak yang ditunjuk Arab Saudi untuk melayani jamaah haji. “Ketika ada jamaah yang akan rotasi keberangkatan nanti semua paspor ada di muasasah. Demikian jika ada jamaah yang wafat kita koordinasi dengan muasasah,”jelas dia. 

Dari Bir Ali

Kepala Sektor Bir Ali Daker Madinah PPIH Arab Saudi Aruji Maswatu menjelaskan, jamaah diminta untuk mengenakan kain  ihram sejak di hotel. Mereka akan diberangkatkan ke Bir Ali pukul 17.00 WAS. Setelah tiba di Bir Ali, mereka diarahkan untuk ke kamar mandi untuk berwudhu di pintu yang sudah disediakan. Setelah itu, jamaah diarahkan untuk ke masjid guna menunaikan sholat sunah dua rakaat untuk kemudian berniat melaksanakan ihram. 

“Teknisnya ketika setelah sholat sampai di bus kami pastikan petugas masuk ke dalam bus akan ditanya niat umrah atau tidak,”ujar Aruji di Bir Ali, Madinah, Sabtu (11/6/2022) Waktu Arab Saudi (WAS). 

Bir Ali  menjadi tempat miqat jamaah yang akan melakukan umrah wajib dalam rangkaian haji tamattu (umrah dulu sebelum berhaji). Jamaah akan berada di Bir Ali selama satu jam.  Aruji menjelaskan, dia akan memastikan seluruh jamaah singgah di Bir Ali terlebih dahulu mengingat sebelumnya ada sopir bus yang tidak masuk tempat miqat tersebut.

Untuk memastikan itu, Aruji menjelaskan, petugas sudah menyimpan kontak semua sopir yang akan mengantar para jamaah. Jika tigapuluh menit belum sampai dari pemondokan, pihaknya akan menghubungi sopir terkait dan memintanya kembali ke Bir Ali. 

Kedua, pihaknya memastikan seluruh jamaah (pria) memakai ihram sejak dari hotel. Tentunya hal itu akan menjadi tugas PPIH di sektor. Petugas juga akan  memastikan seluruh jamaah tidak melanggar larangan ihram. Hal itu khususnya untuk jamaah laki-laki.”Kami harus memastikan mereka tidak mengenakan apa-apa lagi di balik ihram,”ujar dia. 

Adapun beberapa larangan ihram yakni memakai minyak wangi, memakai penutup kepala, memakai pakaian berjahit, memakai alas kaki yang tertutup dan sebagainya. 

Keempat, pihaknya memastikan semua jamaah sudah berniat umrah. Terakhir pastikan tidak ada jemaah yang tertinggal menuju Makkah.Di Bir Ali mereka turun sesuai urutan busnya.

Di sana  ada pintu-pintu khusus untuk berwudu dan terpisah laki-laki dan perempuan. Setalah itu mereka akan salat sunah dua rakaat. Jamaah kemudian akan dibimbing untuk berniat.

Jamaah kemudian masuk ke bus dan akan kembali dicek jumlahnya.

Jika semua sudah sesuai maka bus akan diberangkatkan ke Mekah.  Aruji menjelaskan, Di Bir Ali akan ada 15 petugas dan tiga di antaranya adalah perempuan. Mereka akan bekerja mulai pukul 7.00 sampai 16.00. Hal itu karena untuk malam hari tidak boleh ada perjalanan ke Makkah. Sebaliknya pasca wukuf, tim akan bertugas di Terminal Hijrah. Petugas akan menyambut jemaah gelombang dua dari Mekah menuju Madinah. 

IHRAM

Tata Cara Wudhu Saat Anggota Tubuh Terluka

Berikut tutorial atau tata cara wudhu saat anggota tubuh terluka. Hal ini sangat berguna bagi orang yang sakit atau dalam dilarang terkena air.

Wudhu adalah syarat wajib bagi orang yang hendak melaksanakan shalat. Tanpa wudhu, shalat seorang muslim tidaklah sah. Dalam literatur fikih, ulama sepakat berdasarkan nash yang jelas bahwa anggota wudhu adalah wajah, kedua tangan sampai siku, kepala, dan kedua kaki sampai mata kaki.

Adapun keseluruhannya dengan cara dibasuh saat wudhu kecuali kepala yang hanya diusap. Jika dalam suatu kondisi, seorang muslim terluka sebagian anggota wudhunya, bagaimana tata cara wudhu bagi seseorang yang salah satu anggota wudhunya terluka?

Ada dua kemungkinan saat seorang muslim memiliki luka di bagian tubuh yang wajib dibasuh atau diusap saat wudhu. Luka yang dibalut oleh perban dan luka yang terbuka. Ketetapan para ulama dalam menentukan cara wudhu seseorang yang anggota tubuhnya terluka berlandaskan pada nash dan kaidah fikih.

Terkait masalah ini, beberapa ulama menghasilkan produk hukum yang berbeda antara ulama empat mazhab. Dalam kitab al-Mughni karya Ibnu Qudamah, ulama masyhur dari kalangan mazhab Hanbali menuliskan,

: ومنها: أن الجريح والمريض إذا أمكنه غسل بعض جسده دون بعض، لزمه غسل ما أمكنه، وتيمم للباقي، وبهذا قال الشافعي. وقال أبو حنيفة، ومالك: إن كان أكثر بدنه صحيحا غسله، ولا تيمم عليه، وإن كان أكثره جريحا، تيمم ولا غسل عليه. انتهى.

Artinya: di antara masalah lainnya adalah: sesungguhnya orang yang terluka dan orang yang sakit apabila memungkinkan untuk membasuh sebagian jasadnya tanpa sebagian lainnya (yang bukan anggota wudhu), wajib baginya untuk membasuh anggota yang memungkinkan untuk dibasuh (anggota yang sehat atau tidak terluka) dan melengkapinya dengan tayammum. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Syafi’i.

Sedangkan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik: Jika sebagian besar anggota tubuhnya sehat (alias lukanya hanya sebagian kecil) maka basuhlah anggota yang seat itu dan tidak perlu tayammum. Jika sebagian besar anggota (wudhunya) terluka maka diganti saja dengan tayammum tanpa wudhu.

Selain Ibnu Qudamah yang mencatat perbedaan hukum antara mazhab, Imam Nawawi dalam al-Majmu’ juga demikian. Berikut kutipannya, Baca Juga:  Apakah Menyentuh Rambut Istri Dapat Membatalkan Wudhu?

 فرع: قد ذكرنا أن مذهبنا المشهور أن الجريح يلزمه غسل الصحيح والتيمم عن الجريح. وهو الصحيح في مذهب أحمد. وعن أبي حنيفة ومالك: أنه إن كان أكثر بدنه صحيحا، اقتصر على غسله ولا يلزمه تيمم، وإن كان أكثره جريحا كفاه التيمم ولم يلزمه غسل شيء انتهى

Cabang (masalah): kami telah menyebutkan bahwa mazhab kami (Syafi’iyyah) yang masyhur bahwa orang yang memiliki luka wajib membasuh anggota tubuhnya yang sehat dan melengkapinya dengan tayammum. Hal itu juga dibenarkan oleh Imam Ahmad.

Adapun dari Imam Abu Hanifah dan Imam Malik berkata: jika sebagian besar anggota tubuhnya sehat maka cukup dengan membasuh anggota yang sehat saja tanpa melengkapinya dengan tayammum. Sebaliknya, jika sebagian besar anggota tubuhnya terluka, maka cukup dengan tayammum tanpa wudhu.

Bagaimana jika luka terbalut perban?

Imam Ibnu Utsaimin dalam karyanya asy-Syarhu al-Mumti’ menyebutkan, jika luka terbalut perban maka bagian tersebut diusap saja jika memungkinkan. Jika hal itu membahayakan maka tidak perlu diusap tapi dilengkapi dengan tayammum. Artinya, dalam permasalahan luka yang terbalut perban diganti dengan “diusap” atau “dicipratkan” air saja jika tidak berbahaya.

Demikian penjelasan tata cara wudhu saat anggota tubuh terluka, baik luka yang terbuka maupun luka yang terbalut perban. Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH

Panduan Lengkap Tata Cara Wudhu

Sahabat Bincang Syariah, kali ini kami mau mempraktikkan tutorial atau tata cara wudhu versi kitab fikih kontemporer. Yang berjudul Taqrirat al-Sadidah, karya Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff. Dalam kitab ini tertera tata cara wudhu lengkap.

Sahabat, sebelum kita beranjak ke prakteknya. Alangkah baiknya jika kita mengetahui terlebih dahulu II mengenai konsep dasar dari wudu’ II sebab II meski sudah terbiasa wudhu 5 hari sekali. Setidaknya, mungkin saja kita melewatkan beberapa amalan yang para ahli fikih menganjurkannya.

Pengertian Wudhu

Sahabat Bincang Syariah, wudhu yang kita kenal dalam bahasa Indonesia itu, merupakan serapan atau adopsi dari bahasa Arab. Yang merupakan derivasi dari fiil madi tawaddo’a yatawaddo’u .

Secara bahasa wudhu bermakna nama atas pekerjaan membasuh sebagian anggota tubuh. Adapun secara istilah, wudhu bermakna, nama atas suatu pekerjaan membasuh anggota tubuh tertentu, dengan adanya niat yang tertentu.

Sebutan  wudhu untuk pekerjaan sebelum sholat itu dengan dibaca dhummah huruf waw– nya yakni wudhu’.  Sebab jika wawunya dibaca fathah, maka sudah beda makna II yakni wadu’ berarti nama atas air yang digunakan untuk berwudu’  jadi jangan keliru menyebutnya.

Rukun Wudhu

Menurut madzhab Syafii, rukunnya wudhu itu ada 6.  Ada 4 rukunnya dijelaskan oleh Al-Qur’an yakni di surat Al-Maidah Ayat 6,  Allah berfirman;

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki.

Rukun Wudhu

Niat dan tartib. Keterangan ini terdapat dalam hadis Nabi. Jadi demikianlah sekilas asal usul rukunnya wudhu. Melalui fakta ini, maka tentu kita mengetahui  bahwasanya tidaklah benar anggapan mereka yang mengatakan jikalau madzhab fikih itu tidak sesuai al-Qur’an dan al-Sunnah.

Baiklah sahabat Bincang Syariah, sekarang mari kita mempraktekkan wudhu, seraya melakukan kesunnahan-kesunnahan yang ada.

Rukun Pertama;

Yaitu niat, sebelum wudu’ kita membaca basmalah dan taawwudz terlebih dahulu. Jika di dalam kamar mandi, maka bacalah di dalam hati, redaksi yang sempurna adalah dengan membaca;

أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ، بِسْمِ اللَّـهِ الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ، رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ

Kemudian disambung dengan siwakan, membasuh kedua telapak tangan berkumur istinsyaq yakni menghirup air ke dalam hidung, istintsar yakni mengeluarkan air dan sunnah juga untuk melakukan kesemuanya sejumlah 3 kali.

Setelah selesai, pastikan sudah bersih semua anggota tubuhnya jangan sampai masih ada kotoran atau segala sesuatu yang bisa mencegah masuknya air ke anggota wudu’. Yang jarang diperhatikan adalah wudu ketika baru bangun tidur pastikan sudah tidak ada kotoran matanya.

Jika segala sesuatunya sudah dipastikan tidak ada penghalang masuknya air, maka siapkanlah air wudhu kemudian niatlah, tapi niat ini dibarengkan dengan rukun yang kedua.

Rukun Kedua

Membasuh wajah, jadi langsung dibarengkan antara keduanya. Redaksi niat wudu’nya, bisa membaca;

نَوَيْتُ الْوُضُوْءَ لِرَفْعِ الْحَدَثِ اْلاَصْغَرِ فَرْضًا ِللهِ تَعَالَى

 Nawaitul wudhuu-a liraf’ll hadatsil ashghari fardhal lilaahi ta’aalaa

Artinya :”Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil fardu karena Allah”.

Dalam membasuh wajah, disunnahkan dimulai dari bagian atas yakni dari tempat tumbuhnya rambut dan perlu diketahui batasan wajah yang harus dibasuh adalah mulai dari tempat tumbuhnya rambut hingga tempat tumbuhnya jenggot.

Adapun batasan luasnya itu adalah di antara kedua telinga.

Rukun Wudhu ketiga;

Yaitu Membasuh kedua tangan. Yakni dari ujung tangan sampai siku-siku, dalam rukun ini  disunnahkan untuk memulai basuhan dari tangan dulu lalu ke siku.

Demikian jika ia wudhu dengan sendiri lain halnya ketika ia itu wudhu dengan bantuan orang lain yakni airnya dituangkannya, maka baginya sunnah untuk memulai dari siku-siku terlebih dahulu dalam membasuhnya.

Sunnah untuk mendahulukan bagian kanan. Sunah menggosok tangan sebanyak tiga kali. Adapun jika memakai cincin, maka sunnah untuk menggerak-kan cincinnya agar supaya air benar-benar merasuk ke dalam.

Rukun yang keempat;

Yaitu mengusap sebagian kepala. Saat mengusapnya sunnah untuk mengusap semua rambutnya, lehernya serta kedua telinganya. Kita melakukan hal itu sejumlah 3 kali.  Jadi mengusap telinga itu sunnah ya sahabat bukan rukun  meninggalkannya pun tidak apa-apa, wudu’nya tetap sah kok.

 Rukun yang kelima;

Yaitu membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki. Saat membasuhnya, disunnahkan untuk memulai dari jari-jari terebih dahulu. Tentunya yang bagian kanan dan sunnah pula untuk melakukannya sejumlah 3 kali. Maka selesailah wudu’nya.

 Rukun yang keenam;

Yaitu tartib.  Dalam pengertian ini melakukan rukun-rukun tadi dengan sesuai urutannya.  Yakni wajah dulu, kemudian tangan dan seterusnya jadi tidak boleh mengedepankan yang akhir.  Semuanya harus berurutan yang.

Demikian lah yang dimaksud dengan tartib, jika telah selesai  maka sunnah baginya untuk berdoa seraya menghadap kiblat.

Doa Selepas Wudhu

أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا اللهَ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِيْ مِنْ الْمُتَطَهِّرِينَ سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إلَهَ إلَّا أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ

Asyhadu al laa ilaaha illallah wahdahu laa syariika lah, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahumma ij’alni minat tawwaabiina waj’alni minal mutathahhiriin. Subhaanaka allahumma wa bihamdika asyhadu al laa ilaaha illa nta astaghfiruka wa atuubu ilaik. Wa shallallahu ‘ala sayyidina Muhammad wa `aali Muhammad.

Yang Artinya: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan Allah.

Ya Allah, jadikanlah aku sebagian dari orang-orang yang bertaubat, dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang suci. Maha suci engkau Ya Allah, dan dengan memuji-Mu.

Aku bersaksi tiada Tuhan selain Engkau, aku meminta ampunan pada-Mu, dan bertaubat pada-Mu. Semoga berkah rahmat Allah senantiasa terlimpahkan pada nabi Muhammad dan keluarganya.”

Setelah selesai berdoa kita sambung dengan membaca surat Al-Qadar sebanyak 3 kali, kemudiandilanjutkan ayat kursi. Surat al-Ikhlas. Kemudian, kita melakukan sholat sunnah wudu’.

Demikian penjelasan panduan tata cara wudhu lengkap. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH