BPKH: Kenaikah Bipih 2022 tak Dibebankan kepada Jamaah

Badan Penyelenggara Keuangan Haji (BPKH) menyampaikan kenaikan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2022 tidak dibebankan kepada jamaah calon haji.

Kepala Divisi Penghimpunan BPKH Muhammad Tabrani Nuril menyampaikan BPIH pada tahun ini meningkat menjadi sebesar Rp81 juta dibandingkan dengan tahun sebelumnya,sekitar Rp72 juta.

“Para jamaah calon haji hanya membayar biaya perjalanan ibadah haji kurang lebih Rp39 juta,” katanya dalam diskusi daring yang digelar Forum Merdeka Barat 9 bertema “Dana Amanah, Haji Mabrur”.

Ia mengatakan prinsip dasar pengelolaan dana haji oleh BPKH untuk mengoptimalkan nilai manfaat serta memberikan dukungan kepada pembiayaan haji di Indonesia. Salah satu yang dilakukan BPKH adalah memberikan virtual account bagi calon haji yang hendak turun dan akan berangkat.

“Antara lain kita diamanatkan untuk membagikan virtual account berupa nilai manfaat yang diberikan kepada seluruh jamaah haji baik yang turun, maupun yang akan berangkat,” tuturnya.

Dalam kesempatan itu, Nuril juga mengatakan, pada ibadah haji tahun ini BPKH melakukan terobosan baru dengan mengadakan uji coba pemberian uang saku secara nontunai kepada calon haji.Dia mengatakan 400 calon haji akan mengikuti uji coba menerima yang saku nontunai dalam bentuk riyal.

Ia menambahkan program ini pernah diinisiasi sebelumnya pada 2019. Namun, karena penyelenggaraan ibadah haji dibatalkan akibat pandemi, program ini tidak dijalankan.

“Pilot project(percontohan) ini memang baru akan kita laksanakan di tahun 2022 ini sambil berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan juga Bank Penerima Setoran Haji (BPSH),” katanya.

Sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, ia menjelaskanuang saku yang diberikan kepada setiap calon haji 1.500 riyal Saudi Arabia. Jumlah ini diberikan dalam bentuk tunai kepada para calon haji.

Untuk calon haji yang dipilih dalam ujicoba skema pemberian uang saku nontunai, tambah Nuril, akan diberikan kepada yang bersangkutan sebesar 1.000 riyal Arab Saudi, sedangkan sisanya akan diberikan secara tunai sebelum keberangkatan.

“Program ini akan diberlakukan kepada beberapa calon jamaah haji. 1.000 riyal akan diberikan dalam bentuk nontunai dengan dimasukkan ke dalam rekening yang bersangkutan sehingga bisa menggunakan kartu debit itu di Saudi Arabia,” ujarnya.

IHRAM

Komisi Fatwa MUI: Hewan yang Terkena Penyakit Mulu dan Kuku Tidak Sah Dijadika Kurban

Hewan yang terkena Foot and Mouth Disease atau Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) dan gejala klinis kategori berat tidak sah untuk dijadikan hewan kurban, Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh. Demikian disampaikan Komisi Fatwa MUI Pusat saat memberikan paparan dalam konferensi pers Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK, Selasa (31/05) di Gedung MUI Pusat, Jakarta.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan serta menyebabkan sangat kurus, hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban, ” ungkap Asrorun Niam Sholeh.

Menurut Komisi Fatwa MUI, hewan baru sah dikorbankan bila sudah sembuh dari PMK pada hari-hari berkurban yaitu 10, 11, 12, dan 13 Dzulhijjah. Bila hewan sembuh dari PMK setelah tanggal tersebut, maka penyembelihan hewan tersebut terhitung sebagai sedekah.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh PMK dalam waktu yang diperbolehkan kurban (tanggal 10 sampai 13 Dzulhijjah), maka hewan tersebut sah dijadikan hewan kurban, ” ungkapnya.

Niam menyampaikan, ketentuan-ketentuan khusus ini hanya pada hewan PMK kategori berat. Sementara pada PMK kategori ringan, ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya, hukumnya sah dijadikan hewan kurban.

Dia juga menambahkan, pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuh hewan tetap membuat hewan tersebut sah dikorbankan. “Pelubangan pada telinga hewan dengan ear tag atau pemberian cap pada tubuhnya sebagai tanda hewan sudah divaksin atau sebagai identitasnya, tidak menghalangi keabsahan hewan kurban, “ ungkapnya.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau dikenal dengan Foot and Mouth Disease adalah penyakit hewan yang disebabkan oleh virus yang sangat menular dan menyerang hewan berkuku genap/belah seperti sapi, kerbau, dan PMK dengan gejala klinis kategori berat adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas dan/atau menyebabkan pincang/tidak bisa berjalan, dan menyebabkan kurus permanen, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.

PMK dengan gejala klinis kategori ringan adalah penyakit mulut dan kuku pada hewan yang antara lain ditandai dengan lesu, tidak nafsu makan, demam, lepuh pada sekitar dan dalam mulut (lidah, gusi), mengeluarkan air liur berlebihan dari mulut namun tidak sampai menyebabkan pincang, tidak kurus, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, dan pemberian vitamin dan mineral atau herbal untuk menjaga daya tahan tubuh dalam waktu sekitar 4-7 hari.*

HIDAYATULLAH

MUI Keluarkan 10 Panduan Pemotongan Hewan Kurban

10 panduan ibadah berkurban dari MUI ini guna mencegah hewan kurban terpapar penyakit mulut dan kuku (PMK)

MAJELIS ULAMA INDONESIA Indonesia (MUI) mengeluarkan 10 panduan penyelenggaraan ibadah kurban untuk mencegah hewan kurban terpapar Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).  Panduan hewan kurban ini tertuang dalam Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi wabah PMK.

Fatwa ini ditetapkan pada Selasa, (31/5/2022) yang disampaikan langsung oleh Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh di Gedung MUI, Jakarta Pusat.  Berikut 10 panduan ibadah berkurban untuk mencegah hewan terpapar PMK:

-Umat Islam yang akan berkurban dan penjual hewan kurban wajib memastikan hewan yang akan dijadikan hewan kurban memenuhi syarat sah, khususnya dari sisi kesehatan sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh pemerintahUmat Islam yang melaksanakan kurban tidak harus menyembelih sendiri dan/atau menyaksikan langsung proses penyembelihan.

-Umat Islam yang menjadi panitia kurban bersama dengan tenaga kesehatan perlu mengawasi kondisi kesehatan hewan dan proses pemotongan serta penanganan daging, jeroan, dan limbah.

-Dalam hal terdapat pembatasan pergerakan ternak dari daerah wabah PMK ke daerah lain yang menyebabkan kurangnya stok, maka umat Islam yang hendak berkurban:

  • a. dapat berkurban di daerah sentra ternak baik secara langsung maupun tidak langsung dengan mewakilkan (tawkil) kepada orang lain.
  • b. berkurban melalui lembaga sosial keagamaan yang menyelenggarakan program pemotongan hewan kurban dari sentra ternak.

-Lembaga Sosial Keagamaan yang memfasilitasi pelaksanaan kurban dan pengelolaan dagingnya agar meningkatkan sosialisasi dan menyiapkan layanan kurban dengan menjembatani calon pekurban dengan penyedia hewan kurban.

-Daging kurban dapat didistribusikan ke daerah yang membutuhkan dalam bentuk daging segar atau daging olahan.

-Panitia kurban dan lembaga sosial yang bergerak di bidang pelayanan ibadah kurban diwajibkan menerapkan prinsip kebersihan dan kesehatan (higiene sanitasi) untuk mencegah penyebaran virus PMK secara lebih luas.

-Pemerintah wajib menjamin ketersediaan hewan kurban yang sehat dan memenuhi syarat untuk dijadikan kurban bagi masyarakat muslim. Namun, bersamaan dengan itu Pemerintah wajib melakukan langkah pencegahan agar wabah PMK dapat dikendalikan dan tidak meluas penularannya.

-Pemerintah wajib memberikan pendampingan dalam penyediaan, penjualan, dan pemeliharaan hewan kurban untuk menjamin kesehatan dan kesejahteraan hewan kurban.

-Pemerintah wajib mendukung ketersediaan sarana prasarana untuk pelaksanaan penyembelihan hewan kurban melalui rumah potong hewan (RPH) sesuai dengan fatwa MUI tentang standar penyembelihan halal agar penyebaran virus PMK dapat dicegah semaksimal mungkin.*

HIDAYATULLAH

Seruan Tuhannya Manusia untuk Seluruh Manusia (Bag. 6)

Seruan kesembilan: Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atas keyakinan tentang agamanya. Dia menyembah Allah Yang Menghidupkan dan Mematikan.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي شَكٍّ مِنْ دِينِي فَلا أَعْبُدُ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ أَعْبُدُ اللَّهَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ

“Katakanlah, “Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 104)

Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, penghulu para nabi, imam orang-orang bertakwa, yang terbaik dari orang-orang yang yakin, agar beliau menyeru kepada manusia, “Jika kalian masih ragu dan samar tentang agamaku yang aku dakwahkan pada kalian, dan kalian belum mendapatkan kejelasan bahwa agama tersebut adalah kebenaran, maka dengarkanlah tentang agama ini! Masukkan ke dalam akal kalian dan lihatlah baik-baik agar kalian paham bahwa tidak ada sedikit pun keraguan dalam agama ini. Bahkan aku memiliki ilmu yang meyakinkan bahwa agama ini adalah kebenaran dan apa yang kalian serukan itu adalah kebatilan. Aku memiliki dalil yang jelas dan bukti yang terang atas hal tersebut.

Aku pun tidak menyembah apa yang kalian sembah selain Allah, baik itu berhala, patung, atau yang lainnya. Karena benda-benda itu tidak bisa mencipta, tidak bisa memberi rezeki, tidak bisa mengatur urusan apapun. Benda-benda itu hanyalah makhluk yang diatur. Benda-benda itu tidak punya kemampuan apa-apa sehingga berhak diibadahi.”

Seruan kesepuluh: Al-Qur’an itu kebenaran dan jujur. Siapa mencari petunjuk di dalamnya, dia akan sukses dan bahagia.

Allah Ta’ala berfirman,

قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَكُمُ الْحَقُّ مِن رَّبِّكُمْ فَمَنِ اهْتَدَى فَإِنَّمَا يَهْتَدِي لِنَفْسِهِ وَمَن ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنَا عَلَيْكُم بِوَكِيلٍ

“Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya teIah datang kepadamu kebenaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu. Sebab itu, barangsiapa yang mendapat petunjuk, maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barangsiapa yang sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” (QS. Yunus: 108)

Katakan kepada mereka, wahai Rasul! Sampaikan kepada seluruh manusia! Yang hadir akan mendengar seruan tersebut, sedangkan yang tidak hadir akan ada yang menyampaikannya darimu. Katakanlah, “Sungguh telah datang Al-Qur’an ini kepada kalian. Al-Qur’an yang benar, penuh dengan bukti yang jelas, tidak ada keraguan sedikit pun dan dari sisi manapun. Al-Qur’an ini adalah kebenaran yang menjelaskan hakikat agama ini. Sungguh, orang-orang sebelum kalian juga sudah diberi wahyu dengan yang seperti ini. Di dalam Al-Qur’an ada penjelasan segala sesuatu berupa perintah dan larangan Allah juga penjelasan tentang akhlak yang mulia. Tidak ada kebatilan sedikit pun padanya, dari depan sampai belakang.

Barang siapa mencari petunjuk dengan hidayah dari Allah, dengan mempelajarinya dan memahaminya serta mendahulukannya dibandingkan selainnya, maka kebaikannya akan kembali pada dirinya. Buahnya akan dia petik karena dia akan bahagia dalam urusan dunia dan agamanya. Hal tersebut adalah buah dari amalnya, bukan buah dari selainnya.

Adapun yang menyimpang dari kebenaran yang datang dari sisi Allah, berpaling dari kitab-Nya dan dari ayat-ayat-Nya, maka akibat buruk kesesatannya akan kembali kepada dirinya sendiri. Dia tidak akan mendapatkan petunjuk di dunia dan akan tertimpa azab di akhirat karena kekufuran dan kejahatannya.

Aku bukanlah wakil Allah untuk mengurusi dan mengawasi segala urusan kalian sehingga aku bisa menjadikan kalian tidak suka dengan keimanan atau mencegah kalian dari kekufuran dan kemaksiatan dengan kekuatanku. Aku tidak bisa memberikan mudharat ataupun manfaat untuk kalian. Aku hanyalah seorang Rasul yang menyampaikan perintah Tuhan kalian. Membawa berita gembira bagi orang yang mengambil petunjuk dan memberi peringatan bagi orang yang sesat dan menyimpang. Aku bukanlah orang yang bisa mengawasi dan mengevaluasi amalan kalian. Maka, perhatikanlah diri kalian masing-masing, selama kalian masih diberikan waktu.”

[Bersambung]

***

Penerjemah: Amrullah Akadhinta, S.T.

Sumber: https://muslim.or.id/75460-seruan-tuhannya-manusia-untuk-seluruh-manusia-bag-6.html

Filosofi, Makna dan Simbol Pancasila

Dalam berbangsa dan bernegara, kita mempunyai dasar negara yang disepakati, yaitu Pancasila. Seluruh warga bangsa Indonesia, diharuskan peracaya dengan pancasila, sebab ini adalah simbol negara. Lalu apa filosofi, makna dan simbol pancasila, mengapa dijadikan sebagai dasar negara Repubik Indonesia?

Terlebih, pancasila merupakan titik temu (dalam terma Islam kita kenal dengan kalimatun sawa’), bagi seluruh warga Republik Indonesia yang majemuk dan plural.

Makna dan Simbol Pancasila

Sebelum itu mari kita ketahui, siapakah yang merancang simbol ini? adalah Sultan Hamid II atau yang memiliki nama asli Syarif Abdul Hamid Al-kadrie adalah orang yang merancang lambang negara Indonesia. Beliau merupakan Putra sulung dari Sultan Pontianak ke-6, yang mana waktu itu beliau ditunjuk sebagai Menteri Negara Zonder Portofolio, kisaran pada tahun 1949.

Beliau diperintahkan oleh Presiden Soekarno untuk merencanakan, merancang, dan merumuskan lambang negara. Hingga simbol Garuda Pancasila untuk pertama kalinya diperkenalkan oleh Soekarno kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta, 15 Februari 1950.

Di lain versi, ada yang mengatakan bahwasanya beliau ini bukan ditunjuk, namun beliau memenangkan sayembara dalam rancangan simbol negara.

Garuda digunakan sebagai lambang Negara kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan Negara yang kuat. Pada bagian dada garuda pancasila terdapat perisai yang didalamnya terdapat lima simbol gambar.

Kelima gambar di dalamnya yaitu gambar bintang, rantai, pohon beringin, kepala banteng, dan padi kapas. Masing-masing simbol gambar pancasila mempunyai makna, maknanya yaitu sebagai berikut:

  1. Bintang yang memiliki lima sudut melambangkan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa. Bintang melambangkan sebuah cahaya yang dipancarkan oleh Tuhan kepada setiap manusia. Lambang bintang juga diartikan sebagai sebuah cahaya untuk menerangi Dasar Negara yang lima.
  2. Gambar rantai dengan latar belakang warna merah dijadikan sebagai dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Simbol gambar rantai ini dijadikan sebagai lambang sila kedua dari pancasila. Makna simbol kedua sila pancasila adalah manusia Indonesia yang dapat menerapkan nilai kemanusiaan kedalam bentuk sikap tindak yang mengakui persamaan derajat, dengan mengembangkan sikap saling mencintai, bersikap tenggang rasa, tidak semrna-mena dengan orang lain.
  3. Pohon beringin melambangkan sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia. Pohon beringin melambangkan pohon besar yang bisa digunakan oleh banyak orang sebagai tempat berteduh di bawahnya. Hal ini mewakili keragaman suku bangsa yang menyatu di Indonesia. Makna sila ketiga pancasila adalah persatuan Indonesia merupakan nilai yang mengajarkan untuk selaras dengan hakikat satunya Indonesia.
  4. Kepala banteng melambangkan sila keempat pancasila, yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kepala banteng melambangkan hewan sosial yang suka berkumpul, seperti halnya musyawarah, dimana orang-orang harus berkumpul untuk mendiskusikan sesuatu.
  5. Padi dan kapas melambangkan sila kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Padi dan kapas dapat mewakili sila kelima, karena padi dan kapas merupakan kebutuhan dasar setiap manusia, yakni pangan dan sandang sebagai syarat mencapai kemakmuran.

Kelima sila tersebut menjadi titik temu antar warga bangsa Indonesia yang berbeda dalam berbagai aspek, sehingga meski berbeda, warga negara Indonesia bisa bersatu padu.(Baca juga:Mendialogkan Hubungan Islam dan Pancasila).

Demikianlah sejarah singkat dari makna dan simbol pancasila beserta filosofinya. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Sejarah Hari Lahir Pancasila

Terkait sejarah hari lahir Pancasila, ini merupakan buntut panjang dari beberapa fakta sejarah yang telah dilalui bangsa ini.Yang dalamnya terdapat perdebatan alot antara golongan Islam dan Kebangsaan. Inilah penjelasan sejarah singkat hari lahir Pancasila.

Sejarah Lahir Pancasila

Sejarah Perumusan Pancasila dimulai dari Pembentukan BPUPKI Jepang yang mana memberi janji kepada Indonesia bahwa akan diberi merdeka pada tanggal 24 Agustus 1945, sehingga untuk mewujudkan janji tersebut berdirilah BPUPKI (Dokuritsu Zyunbii Tioosakai).

Badan ini beranggota 60 orang, diketuai dr. Radjiman Wedjodiningrat, dan wakil ketua Raden Panji Soeroso serta Ichubangasa (Jepang). (Baca: Mendialogkan Hubungan Islam dan Pancasila).

Kelompok ini melakukan Sidang Pertama pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945, Agenda sidang dalam pertemuan ini adalah membicarakan tentang landasan-landasan bernegara, atau dasar-dasar Indonesia merdeka. Dalam kesempatan ini, setidaknya ada beberapa tokoh yang memaparkan gagasan dari dasar negara, yaitu sebagai berikut:

  1. Moh. Yamin (29 Mei 1945) mengusulkan dasar Indonesia merdeka, yaitu: Peri kebangsaan, Peri Kemanusiaan, Peri Ketuhanan, Peri kerakyatan, Kesejahteraan rakyat.
  2. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) mengusulkan Dasar yang diusulkan yaitu antara lain: Kebangsaan atau Nasionalisme, Kemanusiaan, Musyawarah, mufakat, perwakilan, Kesejahteraan sosial dan Ketuhanan yang berkebudayaan.

Untuk mengatasi perbedaan ini, dibentuklah Panitia Kecil 9 orang, yang anggotanya berasal dari golongan Islam dan golongan Nasionalis, yaitu : Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Yamin, Mr. A.A. Maramis, Ahmad Soebardjo, Abikusno Tjokrosoejoso, Abdul Kahar Muzakkir, A. Wachid Hasyim, dan H. Agus Salim.

Panitia Sembilan bersidang tanggal 22 Juni 1945, menghasilkan kesepakatan dasar negara yang tertuang dalam alinea keempat rancangan Preambule, yaitu “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya; Kemanusiaan yang adil dan beradab; Persatuan Indonesia; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Isi selengkapnya kesepakatan itu disebut Rancangan Preambule Hukum Dasar. Mr. Moh. Yamin mempopulerkan kesepakatan tersebut dengan nama “Piagam Jakarta”.

Lalu, BPUPKI melangsungkan sidang Kedua pada tanggal 10-16 Juli 1945, yang menghasilkan beberapa poin seperti: Dasar negara yang disepakati, yaitu Pancasila seperti dalam Piagam Jakarta, Bentuk negara republik (hasil kesepakatan dari 55 suara dari 64 yang hadir), Wilayah Indonesia dan sebagainya.

Dari pertemuan yang kedua ini, dasar negara yang dipilih adalah usulannya Ir Soekarno. Kemudian kelima prinsip tersebut diberi nama Pancasila. Dan pada perkembangannya, ada satu frasa yang dibuang dalam pancasila.

Yaitu pada kalimat “Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya” mengingat bangsa Indonesia ini juga merupakan tumpah darah dari non muslim yang ada. Hingga disepakatilah isi pancasila menjadi:

  1. Ketuhanan, yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Proses Lahir Pancasila Menurut Gus Wafiq

Menurut penuturan Gus Muwafiq, isi dari Pancasila tersebut disowankan kepada hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari. Syahdan beliau menyetujuinya, namun beliau tidak serta merta.

Sebelum menyetujuinya, beliau tirakat terlebih dahulu. Di antara tirakat Kiai Hasyim ialah puasa tiga hari. Selama puasa tersebut, beliau meng-khatam-kan Al-Qur’an dan membaca Al-Fatihah.

Setiap membaca Al-Fatihah dan sampai pada ayat iya kana’ budu waiya kanasta’in, Kiai Hasyim mengulangnya hingga 350.000 kali. Kemudian, setelah puasa tiga hari, Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah dua rakaat.

Rakaat pertama beliau membaca Surat At-Taubah sebanyak 41 kali, sedangkan rakaat kedua membaca Surat Al-Kahfijuga sebanyak 41 kali. Kemudian beliau istirahat tidur. Sebelum tidur Kiai Hasyim Asy’ari membaca ayat terkahir dari Surat Al-Kahfi sebanyak 11 kali.

Paginya, Kiai Hasyim Asy’ari memanggil anaknya Wahid Hasyim dengan mengatakan bahwa Pancasila sudah betul secara syar’i sehingga apa yang tertulis dalam Piagam Jakarta (Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya) perlu dihapus karena Ketuhanan Yang Maha Esa adalah prinsip ketauhidan dalam Islam. (Ceramah Gus Muwafiq)

Demikianlah sejarah singkat dari hari lahirnya Pancasila, diperingati pada tanggal 1 juni, sebab pada tanggal tersebutlah Ir Soekarno, selaku penggagasnya, menyampaikan isinya. Pancasila sudah sesuai dengan syariat, tidak ada 1 sila pun yang bertentangan.

Jadi apa susahnya untuk menganggap bahwa pancasila adalah dasar negara, dan amat kejauhan jika pancasila dianggap sebagai thagut. Jika tidak percaya dengan Mbah Hasyim, yang mana kealimannya tidak ada yang menyangsikannya, maka silahkan percaya kepada elit agama yang menurut anda lebih alim dari pada Mbah Hasyim.

Demikian penjelasan sejarah hari lahir Pancasila. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Minum Sambil Berdiri Tidak Haram

Sebagian dari kaum muslimin bisa jadi beranggapan bahwa minum sambil berdiri itu hukumnya tidak boleh (baca: haram). Bahkan ada yang melarang langsung dengan keras tanpa disertai sikap hikmah ketika dia melihat ada orang yang minum sambil berdiri. Perlu dipahami bahwa pendapat terkuat -yang kami pegang- bahwa minum sambil berdiri hukumnya tidak sampai haram, tetapi makruh, sehingga tetap lebih utama (afdal) untuk minum sambil duduk.

Apabila ada hajat atau keadaan tidak memungkinkan untuk minum sambil duduk, maka tidak mengapa minum sambil berdiri, misalnya ketika sedang di jalan yang tidak memungkinkan duduk atau kondisi lainnya yang tidak memungkinkan duduk.

Memang terdapat beberapa hadis yang zahirnya menunjukkan terlarangnya minum sambil berdiri. Misalnya hadis berikut ini. Dari sahabat Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu, beliau berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- زَجَرَ عَنِ الشُّرْبِ قَائِمًا

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang minum sambil berdiri.” (HR. Muslim)

Namun, terdapat beberapa hadis juga yang menunjukkan bahwa minum sambil berdiri itu tidak mengapa. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah minum sambil berdiri, lalu beliau berkata,

إِنَّ نَاسًا يَكْرَهُ أَحَدُهُمْ أَنْ يَشْرَبَ وَهُوَ قَائِمٌ ، وَإِنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَعَلَ كَمَا رَأَيْتُمُونِي فَعَلْتُ .

Orang-orang membenci apabila ada yang minum sambil berdiri. Sesungguhnya aku melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan sebagaimana apa yang aku lakukan.” (HR. Bukhari no. 5615)

Hadis-hadis ini apabila dikompromikan (digabungkan) akan menghasilkan hukum makruh. An-Nawawi Asy-Syafi’i rahimahullah menjelaskan,

لَيْسَ فِي هَذِهِ الأَحَادِيث بِحَمْدِ اللَّه تَعَالَى إِشْكَال , وَلا فِيهَا ضَعْف , بَلْ كُلّهَا صَحِيحَة , وَالصَّوَاب فِيهَا أَنَّ النَّهْي فِيهَا مَحْمُول عَلَى كَرَاهَة التَّنْزِيه . وَأَمَّا شُرْبه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا فَبَيَان لِلْجَوَازِ

Tidak ada masalah dari hadis-hadis tersebut -alhamdulillah-, tidak ada yang dhaif (lemah), bahkan sahih semuanya. Yang benar adalah bahwa larangan tersebut maksudnya adalah makruh. Adapun perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi  wasallam yang berdiri sambil minum menunjukkan bolehnya (ketika ada hajat, makruh menjadi boleh).” (Lihat Syarh Shahih Muslim)

Demikian juga penjelasan Syekh Abdul Azis bin Baaz rahimahullah. Beliau rahimahullah berkata,

الشرب قاعدًا أفضل، والشرب قائمًا لا بأس به، …  والقعود أفضل،

“Minum sambil duduk itu lebih baik (utama), sedangkan minum sambil berdiri hukumnya tidak mengapa … Minum sambil duduk itu lebih baik (afdal).” (Sumber: https://binbaz.org.sa/fatwas/15965)

Hal yang hukumnya makruh itu boleh dilakukan jika ada hajat (kebutuhan), misalnya sulit untuk duduk, atau keadaan yang tidak memungkinkan lainnya. Hal ini dijelaskan oleh Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau berkata,

أن النهي للكراهة التنزيهية، وإن فعله صلى الله عليه وسلم بيان للجواز عند الحاجة

Larangan tersebut derajatnya makruh. Sesungguhnya perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bolehnya ketika ada hajat.” (Lihat Zaadul Ma’ad)

Kaidah fikihnya sebagai berikut,

الكَرَاهَةُ تَزُوْلُ بِالحَاجَةِ

“Sesuatu yang hukumnya makruh menjadi hilang (hukumnya) karena ada hajat (kebutuhan).

Demikian, semoga bermanfaat.

***

Penulis: Raehanul Bahraen

Sumber: https://muslim.or.id/75494-minum-sambil-berdiri-tidak-haram.html

Sinyo Egie, Pendiri Peduli Sahabat: Pelaku LGBT Harus Punya Niat dan Keinginan Sembuh

Yayasan Peduli Sahabat banyak membantu pelaku LGBT yang ingin kembali ke fitrahnya, syaratnya, mereka harus memiliki keinginan untuk sembuh

SEJAK viralnya kemarahan publik atas podcast seorang youtuber ternama dengan pelaku kelaianan seksual sejenis, isu lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) menjadi topik hangat yang selalu dibincangkan publik. Bahkan, beberapa pihak menjadikan isu ini  menjadi ‘ancaman serius’.

Tentu saja, para pegiat dan pelaku LGBT membantah kalau perilakunya dianggap ancaman serius. Sebagaimana jamak diketahui, LGBT dianggap sebagai perilaku yang menyimpang bahkan termasuk penyakit. 

“Bantahan seperti itu sudah banyak dan sangat wajar, sebab setiap orang ingin diakui eksistensinya termasuk kaum LGBT,” ujar pendiri Yayasan Peduli Sahabat (PS), Sinyo Egie kepada Suara Hidayatullah.

Kata Sinyo, tanpa harus diakui, sebenarnya masyarakat kita sudah sejak lama ‘bisa menerima’ kaum LGBT, misalnya Dorce. Tapi, menurut pria bernama asli Agung Sugiarto, yang menjadi masalah saat para pelaku LGBT mengkampanyekan diri secara masif sebagai ‘manusia normal’, padahal bertentangan dengan dasar negara sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.

“Saya dan pengurus PS lebih suka mengatakan ‘tidak sesuai fitrahnya’. Maksudnya sama, tapi pilihan katanya lebih disukai klien kami,” kata Konselor yang menangani masalah LGBT ini.

Sarah, koresponden Suara Hidayatullah, mewawancarai pria kelahiran Magelang ini  terkait pandangan dan pengalamannya mendampingi para penyuka sesama jenis yang ingin sembuh dan kembali kepada fitrahnya. Inilah wawancaranya;

Bisakah Anda jelaskan LGBT adalah sebuah penyakit yang menyimpang?

Menurut salah satu Dewan Pembina Yayasan Peduli Sahabat, Dr Fidiansjah, LBGT terbagi dua yaitu, orang dengan gangguan kejiwaan dan orang dengan masalah kejiwaan. Jika terjadi gangguan fisik, dokter melakukan diagnosis berdasarkan penyebabnya. Sedangkan jika terjadi gangguan jiwa, dokter melakukan diagnosis berdasarkan kumpulan gejalanya.

Untuk LGBT terbagi dua. Pertama, distonik, yaitu mereka yang merasa tidak nyaman dengan masalah kejiwaannya. Kedua, sintonik, mereka yang merasa nyaman dengan masalah kejiwaannya.

Kabarnya, LGBT termasuk penyakit yang menular. Melalui medium apa penularannya?

Melalui duplikasi perilaku, maksudnya kita adalah makhluk sosial yang bisa saling memengaruhi satu sama lain, termasuk perilaku seksual. Ingat perilakunya!

Jika LGBT suatu penyakit, apakah pelakunya bisa disembuhkan?

Perlu kita ketahui terlebih dulu, LGBT berbeda dengan Same Sex Attraction (SSA). LGBT ini identitas sosial sedangkan SSA merupakan orientasi seksual. LGBT sudah pasti SSA tapi SSA belum tentu menjadi seorang LGBT.

Di Peduli Sahabat para calon klien dan klien disebut dengan SSA, bukan LGBT, karena banyak dari klien kami yang tidak mau disebut dengan pelaku LGBT.  Mereka bisa dikembalikan ke fitrahnya (sembuh).

Tentu saja, tergantung dari analisa penyebab utamanya, pendekatannya harus holistik. Di Peduli Sahabat, kita memakai cara islami melalui pembekalan tool psikologis yang bisa digunakan klien dalam menghadapi dorongan seksual sesama jenis.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kemudian, hal yang lebih penting lagi adalah tergantung dari seberapa kuat niat dan seberapa besar usaha calon klien untuk kembali ke fitrahnya. Sebab, kami tak bisa memaksa seseorang untuk kembali ke fitrahnya, ini sesuai dengan salah satu prinsip kami “We help people who need us, we don’t look for people who don’t.”

Jadi, kami hanya melayani dan mendampingi mereka yang punya niat dan keinginan kuat untuk kembali ke fitrahnya dan sembuh. Bagi yang masih belum kami hanya bisa mendoakan sambil terus mengedukasi serta memperlihatkan contoh para klien kami yang sudah kembali ke fitrahnya.

Seperti apa upaya-upaya yang dilakukan untuk mengembalikan para pelaku SSA ke fitrahnya?

Saya dan pengurus PS memotivasi penuh ke para calon klien dalam menanamkan keyakinan, bahwa mereka bisa sembuh dengan niat dan kesungguhan yang kuat. Setelah melalui proses tahapan prosedur dan wawancara, biasanya kami memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada klien yang selesainya tergantung dari seberapa besar usahanya.

PR-PR tersebut ada enam, tapi bisa sampai tujuh apabila klien ingin ada pendampingan lagi setelah menikah. Dan secara garis besar meminta klien untuk taubatan nasuha (shalat Taubat), aktif di kegiatan-kegiatan keagamaan maupun kegiatan positif lainnya, memutus segala kontak dengan dunia sesama jenis, dan pornografi.

Kalau ada pelanggaran, mereka harus melapor pada pendamping. Di sini lah kejujuran para klien kami diuji.

Bagaimana sikap kita terhadap para pelaku LGBT? Apakah harus menjauhi mereka atau seperti apa?

Lihat situasi dan kondisi dulu, sebagai sesama manusia yang hidup bermasyarakat serta mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia, kita terima layaknya masyarakat umum. Tetapi, saat mereka mempromosikan seks sesama jenis secara massif maka harus segera dicegah.

Apa penyebab SSA yang paling kuat?

Terlepas perdebatan gay gene, data PS menunjukkan ada tiga kategori utama yang pemicu seseorang berbelok arah menjadi SSA. Pertama, pemaksaan dalam mengambil role model (contoh model). Misalnya, seorang anak laki-laki mengambil peran dari ibunya.

Pemaksaan ini disebabkan oleh beberapa hal seperti broken home, ketidakharmonisan keluarga, dominasi ibu atau ayah, kekerasan rumah tangga dan lainnya. Sekitar 60% klien kami mengalami masalah ini.

Kedua, over protective (terlalu dimanja atau dilindungi). Biasanya terjadi pada anak bungsu, tunggal, satu-satunya jenis kelamin dalam keluarga, atau anak istimewa, misalnya paling ganteng atau paling cerdas. Sekitar 30% klien kami mengalami masalah ini.

Ketiga, salah mengambil role model secara sukarela. Berbeda dengan poin pertama, situasi si anak diberi kebebasan memilih model sendiri, biasanya kedua orangtua sibuk bekerja dengan materi berlimpah atau anak yatim-piatu.

Jadi, secara hubungan keluarga harmonis tetapi anak-anak dibiarkan memilih model tanpa diberi contoh ataupun pemberitahuan. Sekitar 10% klien kami mengalami ini.

Sudah berapa klien yang akhirnya kembali ke fitrahnya dan sembuh?

Alhamdulillah, yang sudah tidak ada rasa lagi dengan sesama jenis ada empat dan mereka terdiri dari berbagai usia, paling muda usia 14 tahun. Belum lama ini, juga ada satu klien yang juga sudah mengalami perubahan luar biasa. Ia yang tadinya meyakini kalau dirinya homoseksual murni (100 persen) akhirnya sudah tertarik dengan perempuan, dan menikah, apalagi ditambah ia akan punya anak.*

HIDAYATULLAH

Bolehkah Istirahat Saat Melakukan Sa’i Antara Shafa dan Marwah?

Di antara rukun haji adalah melakukan sa’i. Yang dimaksud sa’i adalah lari-lari kecil dengan bolak-balik tujuh kali dari bukit Shafa ke bukit Marwah. Bagi sebagian jemaah haji, ibadah sa’i ini terasa berat jika dilakukan terus menerus tanpa istirahat karena berbagai faktor, baik karena faktor kesehatan, fisik, usia dan lainnya. Sebenarnya, apakah boleh istirahat saat melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah?

Istirahat saat melakukan ibadah sa’i antara Shafa dan Marwah hukumnya boleh, dan tidak membatalkan proses ibadah sa’i tersebut. Jika seseorang telah merasa capek saat melakukan sa’i, dan terutama jika dipaksa akan menyebabkan dirinya kelelahan, maka sebaiknya istirahat terlebih dahulu. Kemudian setelah istirahat, ibadah sa’inya dilanjutkan lagi.

Di antara ulama yang membolehkan istirahat ketika melakukan sa’i adalah Imam ‘Atha’. Sebagimana disebutkan dalam kitab Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, beliau berkata;

لا بأس أن يستريح الرجل بين الصفا والمروة

Tidak masalah seseorang beristirahat antara Shafa dan Marwah.

Juga disebutkan dalam kitab Al-Mushannaf Ibnu Abi Syaibah sebagai berikut;

عن أبي العالية الواسطي قال: رأيت الحسن يستريح بينهما، فذكرت لمجاهد فكرهه.

Dari Abu Al-Aliyah Al-Wasithi, dia berkata; ‘Saya melihat Hasan beristirahat antara keduanya (Shafa dan Marwah), kemudian saya laporkan pada Imam Mujahid namun beliau tidak menyukainya.

Berdasarkan penjelasan di atas, meski boleh beristirahat saat melakukan sa’i antara Shafa dan Marwah, namun jika mampu melakukannya terus menerus, maka sebaiknya tidak istirahat. Istirahat adalah alternatif bagi yang kelelahan saja.

BINCANG SYARIAH

Penting! Inilah Perbedaan Rukun dan Wajib Haji

Dalam beberapa pembahasan, biasanya rukun dan wajib itu tidak dibedakan, sebab keduanya merupakan terma yang sinonim. Hanya saja dalam konteks bab haji, maka rukun dan wajib ini dibedakan. Dan ini hanya ada pada bab haji saja, tidak pada bab fikih yang lainnya.  Inilah perbedaan rukun dan wajib haji yang perlu kamu!.

Syekh Khatib Al-Syirbini mengatakan:

وَغَايَرَ الْمُصَنِّفُ بَيْنَ الرُّكْنِ وَالْوَاجِبِ وَهُمَا مُتَرَادِفَانِ إلَّا فِي هَذَا الْبَابِ فَقَطْ، فَالْفَرْضُ مَا لَا تُوجَدُ مَاهِيَّةُ الْحَجِّ إلَّا بِهِ. وَالْوَاجِبُ مَا يُجْبَرُ تَرْكُهُ بِدَمٍ وَلَا يَتَوَقَّفُ وُجُودُ الْحَجِّ عَلَى فِعْلِهِ

Mushonnif membedakan antara rukun dan wajib, sebenarnya keduanya itu sinonim. Hanya saja dalam bab haji itu memang dibedakan, yakni rukun haji adalah sesuatu yang tidak terlepas dari ibadah haji dan merupakan substansi dari melakukan ibadah haji itu sendiri.

Adapun konsekuensi dari meninggalkannya adalah hajinya tidak sah (dan harus mengqadanya’). Sedangkan wajib haji adalah sesuatu yang jika tida dikerjakan itu harus membayar dam (denda), dan ibadahnya tetap sah. (Syekh Khatib Al-Syirbini, Iqna Fi hall Alfadz Abi Syuja’  I/256).

Penjelasan Rukun dan Wajib Haji

Maka dari itu, mari kita ketahui apa saja yang menjadi rukun dan wajib, agar Haji yang dilakukan tetap sah dan tidak membayar dam. (Baca juga:Jika Sudah Cukup Uang, Wajibkah Langsung Melaksanakan Haji?).

Menurut Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff, Rukun Haji itu ada 6, yaitu sebagai berikut:

  1. Ihram, yaitu niat melakukan haji.
  2. Wuquf atau berdiam diri di padang Arafah
  3. Tawaf, yakni mengelilingi ka’bah
  4. Sai, yakni lari-lari kecil di antara bukit safa dan marwah sebanyak 7 kali
  5. Tahallul, yakni memotong rambut, dan
  6. Tartib, yaitu mengerjakan kesemuanya sesuai dengan urutannya.

Adapun dalam konteks umrah, maka rukun haji itu sama dengan haji, hanya saja mengecualikan dari wuquf di padang Arafah. Adapun Wajib haji itu ada 7 yaitu sebagai berikut:

  1. Ihram dari Miqat

Yakni niat haji dari miqatnya, dan miqat ini ada 2. Yaitu miqat zamani yang bermakna waktu di mana melakukan ibadah haji di waktu tersebut itu sah. Waktunya haji itu di bulan Syawal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah.

Dan yang kedua yaitu miqat makani, yaitu niat ihram di daerah yang telah ditentukan. Semisal bagi jamaah haji yang berasal dari Mekkah sendiri, maka miqat makaninya dimulai dari rumahnya sendiri, adapun Miqat bagi penduduk Madinah terletak di Dzulhulaifah.

Sedangkan miqat bagi penduduk Syam (Palestina, Syiria, Yordan), Mesir serta Maroko adalah di Juhfah. Sementara miqat penduduk Yaman adalah Yalamlam sedangkan penduduk Nejd berada di Qarn. Bagi penduduk Iraq dan Khurasan, miqatnya berada di Dzatu Irq.

  1. Mabit atau menginap di Muzdalifah, paling minimal diwajibkan itu hanyalah lahdzah wahidah, yakni sebentar.
  2. Melempar jumrah aqabah, yang mana waktunya dimulai dari tengah malam nahar (hari raya idul adha) hingga terbenamnya matahari di akhir hari tasyriq.
  3. Melempar 3 jumrah di hari tasyrik, yakni 11, 12 dan 13 Dzulhijjah
  4. Mabit di Mina pada malam hari tasyriq.
  5. Tawaf wada’, yakni Tawaf yang dilakukan dalam rangka perpisahan atau pertanda sebagai selesainya nusuk.

Demikianlah beberapa perkara yang termasuk dari wajib haji. Adapun orang yang meninggalkan wajib haji, maka ia dikenai dam yang Tartib dan Taqdir Yakni menyembelih seekor kambing.

Jika tidak mampu atau tidak menemukan kambing untuk disembelih, bisa digantikan dengan berpuasa 10 hari, dengan ketentuan 3 hari dilaksanakan selama pelaksanaan ibadah haji dan 7 hari sisanya dilaksanakan di kampung halaman.

Jika tidak sanggup untuk berpuasa, baik dengan alasan sakit atau alasan syar’i yang lain, maka bisa digantikan dengan membayar 1 mud/hari (1 mud= 675 gr/0.7 liter) harga makanan pokok.

Dam yang ini, juga diperuntukkan bagi jamaah haji yang melakukan haji tamattu’, haji qiran, dan beberapa pelanggaran wajib haji yang telah dijelaskan di atas.

Hanya saja ada beberapa masalah yang penting untuk diketahui, Berikut adalah rincian dam yang sepsifik bagi orang yang meninggalkan sebagian wajib haji, antara lain:

  1. Jika seorang yang berhaji itu meninggalkan melempar jumrah aqabah atau jumrah di hari tasyrik, maka apabila ia meninggalkannya sama sekali, dalam artian tidak melempar jumrah satu pun, maka ia harus membayar dam. Adapun jika ia tidak melempar 1 kali, maka ia wajib membayar satu mud, dan jika tidak melempar 2 kali, maka ia membayar 2 mud.
  2. Jika meninggalkan mabit di mina selama 3 hari, maka ia harus membayar dam. Namun jika ia meninggalkan mabit 1 hari, maka ia membayar 1 mud. Dan jika 2 hari, maka ia membayar 2 mud.
  3. Jika ada orang meninggalkan tawaf wada, maka ia membayar dam. Adapun jika meninggalkannya karena sebab haid, maka tidak perlu membayar dam.

Demikianlah penjelasan mengenai perbedaan rukun dan wajib haji, beserta bayar dam.  Keterangan perbedaan rukun dan wajib haji ini disarikan dari kitab yang berjudul Al-taqrirat al-Sadidah fi al-Masail al-Mufidah  bab Haji karya Al-Habib Hasan bin Ahmad Al-Kaff.  Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH