Meski Vaksin Meningitis Dihapus dari Syarat Umroh, Kemenag Tetap Anjurkan untuk Komorbid

Kementerian Agama (Kemenag) memastikan vaksinasi meningitis tidak lagi menjadi persyaratan keberangkatan jamaah umrah. Vaksin tersebut hanya diwajibkan bagi jamaah haji. 

“Vaksinasi meningitis bukan lagi menjadi persyaratan keberangkatan ke Arab Saudi bagi jamaah umrah. Vaksin meningitis hanya wajib bagi jemaah haji,” ujar Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Hilman Latief,  dalam keterangan yang didapat Republika.co.id, Rabu (16/11/2022). 

Penegasan ini didasarkan pada Surat Edaran (SE) Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan tentang Pelaksanaan Vaksinasi Meningitis bagi Jamaah Haji dan Umrah tertanggal 11 November 2022. 

Sebelumnya, otoritas penerbangan Arab Saudi atau Sirkular GACA juga sudah menerbitkan edaran yang sama, tertanggal 9 November 2022.

“Meski demikian, calon jamaah yang memiliki riwayat kesehatan dengan penyakit tertentu (komorbid), tetap dianjurkan untuk melakukan vaksinasi meningitis dan vaksinasi lainnya sesuai ketentuan yang ditetapkan,” lanjutnya. 

Dia menyebut langkah ini dilakukan demi memelihara kesehatan dan keselamatan jamaah umroh, khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya. 

Lebih lanjut, Hilman meminta Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk mensosialisasikan kebijakan baru ini dan mengedukasi tentang perlunya vaksinasi meningitis, khususnya bagi jmaah yang memiliki komorbid.

Berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah jamaah dan PPIU, mereka sebenarnya tidak keberatan dengan adanya vaksin meningitis. Hanya saja, mereka minta agar vaksin tersebut mudah diakses dan biayanya juga terjangkau.

“PPIU juga harus membantu jamaah yang ingin melakukan vaksinasi meningitis dengan berkomunikasi dengan fasilitas layanan kesehatan yang menyediakan vaksinasi meningitis tersebut. Kemenag ikut mendorong hal itu juga sebagai bagian dari upaya perlindungan,” kata dia. 

Terakhir, bagi PPIU yang telah menerima biaya dari jamaah untuk keperluan vaksinasi meningitis, diminta agar mengembalikan biaya tersebut kepada mereka yang memutuskan untuk tidak melakukan vaksinasi.       

IHRAM

Doa Setelah Mendengar Azan

Setelah azan berkumandang, orang yang mendengarkan sunah hukumnya membaca doa setelah mendengar azan. Adapun doa setelah mendengar azan bersumber dari hadis yang termaktub dalam Shahih Bukhari.

Azan adalah salah satu syiar Islam yang menjadi penanda masuknya waktu shalat. Azan dikumandangkan di surau atau di masjid dengan bantuan pengeras suara agar jangkauannya meluas.

Setelah muazin (seseorang yang melafalkan azan), seseorang yang mendengar disunnahkan untuk menjawabnya dan berdoa. Berikut akan dijelaskan mengenai lafaz doa azan dan keutamaannya.

Adapun kesunnahan menjawab azan berangkat dari hadis Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallama riwayat Muslim melalui penuturan Amru bin Ash,

وعن عبدِ الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما: أنّه سمع رسول الله – صلى الله عليه وسلم – يقول: إِذَا سَمِعْتُمُ النداء فَقُولُوا مِثْلَ مَا يَقُولُ، ثُمَّ صَلُّوا عَلَيَّ؛ فَإنَّه مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلاَةً صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ بِهَا عَشْرًا، ثُمَّ سَلُوا اللهَ لِيَ الوَسِيلَةَ؛ فَإنَّهَا مَنْزِلَةٌ في الجَنَّةِ لاَ تَنْبَغِي إِلاَّ لِعَبْدٍ مِنْ عِبَادِ اللهِ وَأرْجُو أَنْ أكونَ أنَا هُوَ، فَمَنْ سَألَ لِيَ الوَسِيلَةَ حَلَّتْ لَهُ الشَّفَاعَةُ . رواه مسلم.

Artinya: Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda:

“Jikalau engkau mendengar adzan, maka ucapkanlah sebagaimana yang diucapkan oleh muadzin, kemudian bacalah shalawat untukku, karena sesungguhnya barangsiapa yang membaca shalawat untukku sekali shalawat, maka Allah akan memberikan kerahmatan kepadanya sepuluh kali,

Selanjutnya mohonlah wasilah kepada Allah untukku, sebab sesungguhnya wasilah itu adalah suatu tingkat dalam surga yang tidak patut diberikan melainkan kepada seorang hamba dari sekian banyak hamba-hamba Allah dan saya mengharapkan agar sayalah hamba yang memperoleh tingkat wasilah tadi.

Maka dari itu barangsiapa yang memohonkan wasilah untukku -kepada Allah-, wajiblah ia memperoleh syafaatku.” (Riwayat Muslim)  

Saat mendengar azan, kita disunnahkan untuk menghentikan aktivitas dan menjawabnya. Cara menjawabnya adalah dengan membaca lafaz yang sama dan membaca doa setelahnya.

Dalam hadis tersebut, Nabi Muhammad menginformasikan kepada kita bahwa waktu adzan adalah waktu yang sangat baik untuk memanjatkan doa untuk memohonkan wasilah kepada Rasulullah karena ia akan mendapatkan wasilah dan syafaat dari Rasulullah.

Bagaimana doa setelah mendengar azan tersebut?

Doa tersebut berasal dari hadis yang tercatat dalam Shahih Bukhari melalui penuturan sahabat Jabir bin Abdullah,

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ وَالصَّلاَةِ الْقَائِمَةِ آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، حَلَّتْ لَهُ شَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Artinya: dari Jabir bin Abdullah, sesungguhnya Rasulullah bersabda, “siapapun yang berdoa setelah mendengar adzan dengan doa Allahumma rabba haadzihid da’watit taammati wash shalaatil qaaimah aati Muhammadanil wasilah wal fadhilah wab’atshu maqomam mahmudanil ladzi wa ‘adtahu, maka ia akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat. 

Keutamaan dari membaca doa setelah mendengar azan adalah memperoleh syafaat Rasulullah. Selain itu, seseorang yang berdoa setelah mendengar adzan disunnahkan berdoa karena waktu-waktu setelah adzan adalah waktu yang mustajab.

Sebagaimana hadis Rasulullah melalui penuturan sahabat Anas bin Malik,

الدُّعاءُ بين الأذانِ و الإقامةِ مُستجابٌ ، فادْعوا

Artinya: doa antara azan dan iqomah adalah doa yang mudah diijabah. Maka berdoalah! (HR. Abu Daud, Tirmizi, an-Nasa’i)

Maka saat azan berdoalah dengan doa yang berisi memohon wasilah lalu berdoa memohon apa saja kepada Allah. Demikian doa setelah mendengar azan. Semoga bermanfaat. (Baca juga: Doa Ketika Azan Magrib Berkumandang).

Artikel ini telah terbit di Bincangmuslimah.com

Doa Syekh Mutawalli As-Sya’rawi Agar Jauh dari Maksiat

Saban manusia manusia tidak lepas dari dosa. Setiap insan, tidak lepas pula dari khilaf. Perjalanan hidup umat manusia tidak pernah lepas dari dosa dan khilaf. Ia terkadang jatuh dalam kubangan maksiat secara sadar, terkadang juga terpengaruh oleh orang lain. Itulah manusia; penuh kotoran dosa.

Oleh karena itu, setiap manusia dianjurkan untuk melepaskan diri dari maksiat. Taubat pada Allah. Tempat meminta ampunan dan kasih sayang. Sekalipun dosa umat manusia sebanyak bintang di langit, sepenuh buih di lautan, maka bila taubat niscaya allah ampunkan.

Untuk itu, agar tak terjatuh dalam lubang maksiat ada pelbagai tips. Selain niat yang kuat untuk menjauhinya, manusia bisa memohon kepada Allah melalui doa. Pinta dalam doa agar diberi kekuatan untuk  menjauhi kemaksiatan tersebut. Syekh Mutawalli As-Sya’rawi memiliki doa agar  seorang hamba jauh dari perilaku maksiat. Inilah doa tersebut;

أللهمَّ احْرمْنِي لَذَّةَ مَعْصِيَتِكَ، وَارْزُقْنِي لَذَّةَ طَاعَتِكَ

Allâhumma ahrimnî ladzdzata ma‘shiyatika, warzuqnî ladzdzata thâ‘atika.

Artinya, “Ya Allah, haramkan bagi diriku dari kelezatan maksiat kepada Mu, dan berikanlah pada ku kelezatan melakukan ketaatan kepada Mu.

Pada sisi lain, terdapat pula doa agar terlepas dari perbuatan maksiat yang diajarkan oleh Al-Syadzili dalam kitab Al-Mafakhir Al-Aliyyah fi Al-Maatsir Al-Syadziliyah.  Sebagaimana dinukil oleh Ustadz  Juriyanto dalam Doa Saat Seseorang Sering Bermaksiat. Inilah bunyi doa tersebut;

اَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِكَ يَوْمَ تَبْعَثُ عِبَادَكَ وَ اَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَاجِلِ اْلعَذَابِ وَمِنْ سُوْءِ اْلحِسَابِ فَاِنَّكَ لَسَرِيْعُ اْلعِقَابِ وَاِنَّكَ لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ رَبِّ اِنِّيْ ظَلَمْتُ نَفْسِيْ ظُلْمًا كَثِيْرًا فَاغْفِرْلِيْ وَتُبْ عَلَيَّ لاَ اِلَهَ اِلَّا اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ

A’ūdzubika min ‘adzābika yawma tab’atsu ‘ibādaka wa ‘aūdzubika min ‘ājilil ‘adzāabi wa min sū-il hisābi fa innaka lasarī’ul ‘iqābi wa innaka laghafūrur rohīm. Robbi innī dzolamtu nafsī dzulman katsīron faghfirlī wa tub ‘alayya lā ilāha illā anta subhānaka innī kuntu minadz dzālimīn.

Artinya: Aku berlindung kepada-Mu dari azab-Mu pada hari Engkau mengazab hamba-hamba-Mu. Aku berlindung kepada-Mu dari azab yang cepat menimpa dan dari keburukan hitungan amal.

Sesungguhnya Engkau sungguh sangat cepat siksaannya dan Engkau Maha Pengampun dan Maha Pengasih.Tuhanku, sungguh aku dzalim pada diriku dengan kedzaliman yang banyak, maka ampunilah aku dan terimalah taubatku. Tiada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zalim.

Demikian doa  dari Syekh Mutawalli As-Sya’rawi agar jauh dari maksiat. Semoga bermanfaat.

BINCANG SYARIAH

Riya’: Ujian bagi Orang-Orang Saleh

Cara setan menggoda seorang hamba sangatlah beragam. Beda jenis dan beda bidang, beda pula cara menggoda dan menghasutnya. Hamba yang berprofesi sebagai pedagang, maka dihasut untuk memakan harta riba. Kaum hawa digoda agar mengenakan perhiasan yang diharamkan. Begitu pula dengan hamba yang saleh, maka setan akan menggoda mereka melalui pintu riya’.

Imam At-Tayyibi rahimahullah mengatakan tentang riya’,

”Ia merupakan tipuan hawa nafsu dan intrik kejahatan yang paling berbahaya, ujian bagi para ulama, ahli ibadah dan mereka yang antusias bersemangat meniti jalan akhirat.”

Sungguh riya’ merupakan jebakan paling tersembunyi, namun sangat membahayakan seorang hamba. Disebutkan di dalam kitab Taysiir Al-Aziiz Al-Hamid (hal. 354),

الرِّيَاءُ أَخْوَفُ عَلَى الصَّالِحِين مِنْ فِتْنَةِ الدَّجَّال

“Riya’ lebih menakutkan bagi orang-orang saleh daripada fitnah dajjal.”

Bahkan, Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam khawatir bila riya’ ini akan menimpa para sahabatnya. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Abu Said Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِمَا هُوَ أَخْوَفُ عَلَيْكُمْ عِنْدِي مِنَ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ؟، قَالَ: قُلْنَا: بَلَى، فَقَالَ: الشِّرْكُ الْخَفِيُّ، أَنْ يَقُومَ الرَّجُلُ يُصَلِّي، فَيُزَيِّنُ صَلَاتَهُ، لِمَا يَرَى مِنْ نَظَرِ رَجُلٍ

“Maukah kalian kuberitahu tentang sesuatu yang menurutku lebih aku khawatirkan terhadap kalian daripada (fitnah) Al-Masih Ad-Dajjal?” (Abu Said) berkata, “Para sahabat berkata, ‘Tentu saja.’” Beliau bersabda, “Syirik khafi (yang tersembunyi), yaitu ketika seseorang berdiri mengerjakan salat, kemudian dia memperbagus salatnya karena mengetahui ada orang lain yang memperhatikannya.” (HR. Ibnu Majah no. 3408. Dihasankan oleh Syekh Albani)

Orang saleh, jika melakukan sebuah ibadah karena riya’, di akhirat nanti ia akan diadili sebelum orang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِنَّ اَوَّلَ النَّاسِ يُقْضَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَيْهِ رَجُلٌ اسْتُشْهِدَ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: قَاتَلْتُ فِيْكَ حَتَّى اسْتُشْهِدْتُ قَالَ: كَذَبْتَ وَلَكِنَّكَ قَاتَلْتَ ِلأَنْ يُقَالَ جَرِيْءٌ, فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ تَعَلَّمَ الْعِلْمَ وَعَلَّمَهُ وَقَرَأَ اْلقُرْآنَ فَأُُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَعَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: تَعَلَّمْتُ الْعِلْمَ وَعَلَّمْتُهُ وَقَرَأْتُ فِيْكَ اْلقُرْآنَ, قَالَ:كَذَبْتَ, وَلَكِنَّكَ تَعَلَّمْتَ الْعِلْمَ لِيُقَالَ: عَالِمٌ وَقَرَأْتَ اْلقُرْآنَ لِيُقَالَ هُوَ قَارِىءٌ ، فَقَدْ قِيْلَ ، ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ حَتَّى اُلْقِيَ فيِ النَّارِ, وَرَجُلٌ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ وَاَعْطَاهُ مِنْ اَصْْنَافِ الْمَالِ كُلِّهِ فَأُتِيَ بِهِ فَعَرَّفَهُ نِعَمَهُ فَعَرَفَهَا, قَالَ: فَمَا عَمِلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: مَاتَرَكْتُ مِنْ سَبِيْلٍ تُحِبُّ أَنْ يُنْفَقَ فِيْهَا إِلاَّ أَنْفَقْتُ فِيْهَا لَكَ, قَالَ: كَذَبْتَ ، وَلَكِنَّكَ فَعَلْتَ لِيُقَالَ هُوَ جَوَادٌ فَقَدْ قِيْلَ, ثُمَّ أُمِرَ بِهِ فَسُحِبَ عَلَى وَجْهِهِ ثُمَّ أُلْقِيَ فِي النَّارِ

“Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah orang yang mati syahid di jalan Allah. Dia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan (yang diberikan di dunia), lalu ia pun mengenalinya. Allah bertanya kepadanya, ‘Amal apakah yang engkau lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Ia menjawab, ‘Aku berperang semata-mata karena Engkau sehingga aku mati syahid.’ Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berperang supaya dikatakan seorang yang gagah berani. Memang demikianlah yang telah dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret orang itu atas mukanya (tertelungkup), lalu dilemparkan ke dalam neraka.

Berikutnya orang (yang diadili) adalah seorang yang menuntut ilmu dan mengajarkannya serta membaca Al-Qur`an. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengakuinya. Kemudian Allah menanyakannya, ‘Amal apakah yang telah engkau lakukan dengan kenikmatan-kenikmatan itu?’ Ia menjawab, ‘Aku menuntut ilmu dan mengajarkannya, serta aku membaca Al-Qur`an hanyalah karena Engkau.’ Allah berkata, ‘Engkau dusta! Engkau menuntut ilmu agar dikatakan seorang ‘alim (yang berilmu) dan engkau membaca Al-Qur`an supaya dikatakan (sebagai) seorang qari’ (pembaca Al-Qur`an yang baik). Memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeret atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.

Berikutnya (yang diadili) adalah orang yang diberikan kelapangan rezeki dan berbagai macam harta benda. Ia didatangkan dan diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatannya, maka ia pun mengenalinya (mengakuinya). Allah bertanya, ‘Apa yang engkau telah lakukan dengan nikmat-nikmat itu?’ Dia menjawab, ‘Aku tidak pernah meninggalkan sedekah dan infaq pada jalan yang Engkau cintai, melainkan pasti aku melakukannya semata-mata karena Engkau.’ Allah berfirman, ‘Engkau dusta! Engkau berbuat yang demikian itu supaya dikatakan seorang dermawan (murah hati) dan memang begitulah yang dikatakan (tentang dirimu).’ Kemudian diperintahkan (malaikat) agar menyeretnya atas mukanya dan melemparkannya ke dalam neraka.’” (HR. Muslim no. 1905)

Renungkanlah hadis di atas wahai saudaraku.

Sesungguhnya orang yang pertama kali diadili di akhirat nanti adalah Mujahid (orang-orang yang gugur syahid di medan perang), penuntut ilmu dan orang yang rajin bersedekah. Jika niat mereka telah rusak, mereka semuanya akan diseret di atas mukanya ke dalam api neraka, padahal amalan yang mereka lakukan termasuk amalan-amalan yang paling agung di sisi Allah Ta’ala. Naudzubillahi min dzalik.

Yang bukan termasuk dari riya

Bukan termasuk dari riya’ apabila seorang mukmin melakukan amal saleh, kemudian Allah Ta’ala jadikan kaum mukminin lainnya memujinya dengan pujian yang baik sedang ia sama sekali tidak menduganya, lalu timbullah kebahagiaan di hatinya karena keutamaan Allah Ta’ala yang ia dapatkan ini.

Hal semacam ini tidak akan membahayakannya dan bukan termasuk dari riya’. Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam perihal seseorang yang melakukan sebuah amal kebaikan lalu manusia mulai memujinya karena amalannya tersebut, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab,

تِلكَ عَاجِلُ بُشْرَى المُؤْمِنِ

“Itu adalah kabar gembira yang disegerakan untuk seorang Mukmin.” (HR. Muslim no. 2642)

Adapun jika seseorang yang sedari awal memperbagus amalnya agar dipuji manusia, maka inilah yang disebut riya’.

Hukuman orang riya

Hilang sudah impian-impian orang yang beribadah karena riya’, sia-sia usaha yang telah ia lakukan, bahkan oleh Allah Ta’ala ia diperlakukan dengan kebalikan yang ia inginkan. Mereka akan diberi dua hukuman: hukuman di dunia dan hukuman di akhirat.

Hukumannya di dunia, Allah Ta’ala akan membuka dan menyingkap kedok serta rahasianya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن يُسَمِّعْ يُسَمِّعِ اللَّهُ به، ومَن يُرائِي يُرائِي اللَّهُ بهِ

“Barangsiapa yang memperdengarkan, maka Allah akan memperdengarkan tentangnya. Dan barangsiapa yang memperlihatkan (riya’), maka Allah akan memperlihatkan tentang dia.” (HR. Muslim no. 2987)

Al-Khotthobi rahimahullah berkata,

“Maknanya adalah barang siapa yang mengamalkan sebuah amalan tanpa ikhlas, akan tetapi karena ingin dilihat oleh masyarakat dan disebut-sebut oleh mereka, maka ia akan dibalas atas perbuatannya tersebut. Yaitu Allah akan membongkarnya dan menampakan apa yang dulu disembunyikannya.” (Fathul Baari, 11: 344-345)

Sampai pun itu rahasia-rahasia dan hal-hal yang disembunyikan orang yang riya’ di dalam hatinya, maka Allah Ta’ala akan menyingkapnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المُتَشَبِّعُ بما لَمْ يُعْطَ كَلابِسِ ثَوْبَيْ زُورٍ

“Orang yang berbangga dengan sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan, bagaikan menggunakan dua pakaian kedustaan.” (HR. Bukhari no. 5219 dan Muslim no. 2130)

Adapun di akhirat nanti, maka hukumannya adalah neraka jahanam. Allah Ta’ala berfirman,

مَنْ كَانَ يُرِيْدُ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا وَزِيْنَتَهَا نُوَفِّ اِلَيْهِمْ اَعْمَالَهُمْ فِيْهَا وَهُمْ فِيْهَا لَا يُبْخَسُوْنَ ، اُولٰۤىِٕكَ الَّذِيْنَ لَيْسَ لَهُمْ فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا النَّارُ ۖوَحَبِطَ مَا صَنَعُوْا فِيْهَا وَبٰطِلٌ مَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ

“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, pasti Kami berikan (balasan) penuh atas pekerjaan mereka di dunia (dengan sempurna) dan mereka di dunia tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu) di akhirat, kecuali neraka. Dan sia-sialah di sana apa yang telah mereka usahakan (di dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Hud: 15-16)

Hal ini senada dengan yang disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di hadis yang telah lalu, di mana beliau mengatakan,

“Sesungguhnya manusia pertama yang diadili pada hari kiamat adalah … ”

Lalu beliau menyebutkan,

“Orang yang meninggal karena peperangan, orang yang mempelajari dan membaca Al-Qur’an dan orang yang rajin bersedekah.”

Mereka adalah orang-orang yang beramal namun tujuannya bukanlah Allah Ta’ala, maka dikatakan kepada mereka,

“Engkau beramal agar dikatakan ini dan ini.”

Kemudian mereka diseret ke neraka dalam keadaan wajahnya tertelungkup.

Sungguh, orang-orang yang mengerjakan amal saleh karena ingin riya’ dan dipuji, di dunia ini oleh Allah Ta’ala akan disingkap kedok dan rahasianya dan di akhirat nanti terancam dengan azab yang pedih.

Semoga Allah Ta’ala menjaga kita semua dari syirik tersembunyi ini dan senantiasa memberikan keistikamahan di dalam menjaga niat kita dalam beribadah, yaitu niat yang ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala.

Wallahu A’lam Bisshowaab.

 ***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/80334-riya-ujian-bagi-orang-orang-saleh.html

Doa dan Dzikir Agar Bebas dari Lilitan Utang Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad SAW

Nabi Muhammad mengajarkan doa agar bebas dari utang.

Suatu ketika Abu Umamah, salah seorang sahabat dari Anshar, duduk termenung di masjid di luar waktu sholat dengan tatapan mata yang kosong jauh menerawang. Kemudian, tidak beberapa lama, Nabi Muhammad SAW masuk ke dalam masjid dan menghampiri Abu Umamah.  

Rasulullah bertanya, “Wahai Abu Umamah, aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu shalat, apa yang terjadi denganmu?” Abu Umamah menjawab, “Ya Rasulullah, saat ini aku dalam kesulitan membayar utang.” 

Nabi Muhammad berkata, “Aku akan mengajarkanmu beberapa perkataan positif, jika engkau mengucapkannya, mudah-mudahan Allah SWT akan menghilangkan segala kesulitanmu dan melunasi utang-utangmu. Bacalah doa ini pada pagi dan sore hari.” 

Doa bebas dari utang

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ الْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ غَلَبَةِ الدَّيْنِ وَقَهْرِ الرِّجَالِ 

Kemudian, Rasulullah SAW melafazkan doa, “Allahumma inni a’udzu bika minal hammi wal hazani wa a’udzu bika minal ‘ajzi wal kasali wa a’udzu bika minal jubni wal bukhli wa a’udzu bika min ghalabatid daini waqahrir rijal.” 

Artinya: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kebingungan dan kesedihan. Aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan. Aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir. Aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan kesewenang-wenangan manusia.  

Menurut pengakuan Abu Umamah RA, setelah ia mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Nabi tersebut, Allah menghilangkan kebingungan, kesedihan, kelemahan, kemalasan, ketakutan, dan utang-utangnya dapat dilunasi. (HR Abu Daud).

Di samping mengamalkan dan membaca doa yang diajarkan Rasulullah SAW ini, ketika seseorang diterpa banyak masalah, dirundung kegundahan, dan impitan hidup, Rasulullah SAW juga mengajarkan dzikir, sebagai berikut.

Dzikir agar bebas dari utang dan saat diterpa masalah

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ

“Hasbunallah wani’mal-wakil, ni’mal-mawla, wani’man-nashir.”

Artinya: Cukuplah Allah tempat berserah diri bagi kami, sebaik-baik pelindung kami, dan sebaik-baik penolong kami.

Sebagaimana terdapat dalam hadits bahwa ketika seseorang datang menghampiri Nabi lalu berkata, “Rasulullah, sesungguhnya orang-orang non-Muslim telah mengumpulkan pasukan untuk menyerangmu, maka takutlah kepada mereka. Kemudian, Nabi SAW mengucapkan, ‘Hasbunallah wani’mal-wakil.‘”

Setelah kejadian ini, Allah menurunkan surah Ali Imran (3) ayat 173: 

اَلَّذِيْنَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ اِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوْا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ اِيْمَانًا ۖ وَّقَالُوْا حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ

“Ketika seseorang berkata kepada Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka, ternyata ucapan itu justru menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, ‘Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung.'” (HR Bukhari).

Oleh karenanya, seorang Muslim dianjurkan selalu melibatkan Allah dalam mengatasi kegundahan hidup yang dihadapi. Bukankah Allah menjanjikan: 

فَإِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

إِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا 

“Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS asy-Syarh [94]: 5-6)

KHAZANAH REPUBLIKA

Masjid Raya Sheikh Zayed Ikon Baru Kota Solo

Pembangunan masjid di Kota Solo, Jawa Tengah, dengan ornamen mirip salah satu masjid termegah di dunia, Sheikh Zayed Mosque di Abu Dhabi Uni Emirat Arab (UEA), merupakan rangkaian panjang dari lobi internasional antara Pemerintah Indonesia dengan UEA.

Pembangunan masjid itu berawal dari saat Pangeran UEA Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan mengunjungi Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, selain meneken beberapa kerja sama dua negara, pangeran juga berjanji menghadiahi atau memberi hibah kepada Jokowi sebuah masjid yang rencananya dibangun di kota kelahiran Presiden di Solo.

Pemerintah kemudian mulai melakukan pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed Solo yang merupakan simbol persahabatan Indonesia dengan UEA, di Kelurahan Gilingan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah, pada Desember 2020.

Pembangunan Masjid Raya Sheikh Zayed berkonstruksi dan ornamen bangunan Negara Timur Tengah, di Jalan Ahmad Yani Gilingan kini telah selesai. Masjid yang menempati lahan sekitar 3 hektare itu, telah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Bahkan, acara peresmian masjid termegah di Indonesia tersebut dihadiri oleh Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan bersama pejabat negara di UEA.

Masjid Raya Sheikh Zayed yang sudah diresmikan oleh Presiden Jokowi melalui penandatangan kedua negara dan kini milik Pemerintah Indonesia. Pengelolaan masjid ditangani oleh pemerintah melalui Kementerian Agama, sehingga Kota Solo kini memiliki ikon baru, yakni Masjid Raya Sheikh Zayed.

Masjid Raya Sheikh Zayedini diharapkan, selain bisa menjadi tempat ibadah, juga menjadi pusat untuk memoderasi segala hal, termasuk untuk pusat orang berdiskusi, ngobrol, dan fungsi utama ibadah. Masjid Raya Sheikh Zayed ini memiliki kapasitas untuk menampung sekitar 4.000 orang itu.

Masjid Sheikh Zayed merupakan tempat ibadah sehingga masyarakat yang datang ke tempat itu harus menaati aturan, termasuk mematuhi aturan mana yang boleh untuk semua orang dan yang tidak boleh.

Masjid itu, terbuka untuk umum dan pemerintah daerah tidak bisa melarang siapapun yang mau masuk yang tujuannya tidak hanya melaksanakan ibadah. Bisa jadi pengunjung hanya datang untuk swafoto dan sebagainya.

Hal tersebut tentu dipikirkan oleh Wali Kota Surakarta Gibran Rakabuming Raka, soal struktur yang lain, termasuk transformasi orang-orang ahlinya terkait merawat taman, listrik, keamanan dan sumber daya manusia (SDM) lainnya harus dipersiapkan.

Pemerintah Kota Surakarta dan masyarakat secara umum merasa terima kasih dan bangga dengan pemerintah pusat yang sudah mewujudkan hadiah untuk Jokowi ini di Kota Solo.

Pemerintah daerah bersama masyarakat akan merawat Masjid Sheikh Zayed yang sangat megah itu. Diharapkan masjid ini menjadi bagian tujuan wisata baru dan berdampak menambah pendapatan asli daerah (PAD) di luar yang sudah ada.

IHRAM

Yenny Wahid: Masjid Raya Sheikh Zayed Mirip dengan Masjid Aslinya

Putri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid menyebut Masjid Raya Sheikh Zayed yang dibangun di Kota Solo, Jawa Tengah, mirip sekali dengan masjid aslinya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA).

“Masjid Raya Sheikh Zayed di Solo ukurannya lebih kecil, tetapi mirip sekali dengan yang asli di Abu Dhabi UEA. Masjid secara struktur mirip, hanya saja kalau di UEA besar, karena kompleksnya besar,” kata Yenny Wahid usai menghadiri peresmian Masjid Raya Sheikh Zayed di Solo, Senin (11/14/2022).

Menurut Yenny, pada masjid asli di Abu Dhabi UEA ada lorong toleransi. Jadi, dari tempat parkir melewati bawah ada namanya lorong toleransi di sepanjang dinding lorong itu, ada foto-foto tokoh agama dan tokoh UEA.

Kendati demikian, kata Yenny, sebagai rakyat Indonesia bangga adanya masjid semegah ini di Kota Solo, yang menjadi tanda persahabatan antara Presiden UEA Sheikh Mohamed bin Zayed dengan Presiden RI Jokowi.

“Saya pernah berkesempatan datang ke masjid aslinya di Abu Dhabi UEA, memang sangat indah dan senang sekali ada replika masjid di Kota Solo, Jateng ini,” kata Yenny.

Menurut Yenny, hal tersebut tentu maknanya bukan sekedar masjid tempat ibadah shalat, tetapi tanda persahabatan antara kedua negara.

“Kami melihat keakraban antara Sheikh Mohamed bin Zayed dengan Presiden Jokowi. Sehingga, masjid ini dinamai Sheikh Sayed, itu bapaknya raja UEA sekarang, Sheikh Mohamed bin Sayed. Jadi, Sheikh Zayed bin Sultan Al Nahyan merupakan pendiri negara UEA,” kata Yenny.

Masjid tersebut, pertama tentunya sebagai tempat orang beribadah dengan baik mungkin bisa lebih khusuk mengagumi ciptaan Allah, lebih tenang dalam beribadah dan menjadi pusat keramaian, bukan hanya wisata religi tetapi pusat sosial.

Bahkan, dengan adanya masjid Raya Sheikh Zayed bisa menambah devisa daerah, karena orang dari daerah lain akan datang berkunjung ke Solo untuk melihat dan diharapkan ada perputaran ekonomi di daerah.

Dia berharap masjid tersebut terbuka untuk semua orang, siapapun bukan untuk Muslim saja. Karena, masjid aslinya di UEA itu, non-Muslim boleh masuk.

“Kami berharap masjid ini bisa memakmurkan masyarakat, tempat ibadah masyarakat dengan baik, bisa menampung semua golongan, dan menjadi salah satu tempat persemaian dari toleransi menjadi salah satu ciri khas negara kita,” katanya.

Yenny mengaku sempat menyampaikan kepada Raja UEA, terima kasih atas hadiah yang luar biasa buat umat Islam di Indonesia. Rakyat Indonesia juga bangga akan persahabatan antara beliau dengan Pak Jokowi, hal ini membuat semua bahagia.

“Saya melihat Pak Jokowi dengan Raja Sheikh Mohamed bin Zayed Al Nahyan suasana sangat akrab, menyenangkan rakyat Indonesia,” katanya.

IHRAM

Alasan Mengapa Cara Membersihkan Air Kencing Bayi Laki-laki Berbeda dengan Perempuan

Berdasarkan rujukan ulama mazhab Syafi’i, cara membersihkan air kencing laki-laki dengan air kencing perempuan berbeda. Dalam berbagai literatur fikih Syafi’iyyah, cara membersihkan air kencing bayi laki-laki yang belum mengkonsumsi apapun selain ASI adalah dengan cukup mencipratkan air di atasnya. Tetapi untuk air kencing bayi perempuan harus dihilangkan terlebih dahulu najisnya baru disiram. Mengapa cara membersihkan air kencing bayi laki-laki berbeda dengan perempuan?

Hal tersebut berdasarkan hadis Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam,

حَدَّثَنِي يَحْيَى بْنُ الْوَلِيدِ حَدَّثَنِي مُحِلُّ بْنُ خَلِيفَةَ حَدَّثَنِي أَبُو السَّمْحِ قَالَ كُنْتُ أَخْدِمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَغْتَسِلَ قَالَ وَلِّنِي قَفَاكَ فَأُوَلِّيهِ قَفَايَ فَأَسْتُرُهُ بِهِ فَأُتِيَ بِحَسَنٍ أَوْ حُسَيْنٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فَبَالَ عَلَى صَدْرِهِ فَجِئْتُ أَغْسِلُهُ فَقَالَ يُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ وَيُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ

Artinya: Telah menceritakan kepadaku [Muhill bin Khalifah] telah menceritakan kepadaku [Abu As Samh] dia berkata; Saya pernah melayani Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, apabila beliau hendak mandi, beliau bersabda: “Belakangilah aku”. Maka saya pun membelakangi beliau, lalu saya menutupi beliau (sewaktu mandi) dengan cara membelakangi beliau itu. Setelah itu dibawalah Hasan dan Husain radliallahu ‘anhuma kepada beliau, lalu mereka kencing di atas dada beliau. Maka saya datang untuk mencucinya, namun beliau bersabda: “Kencing anak perempuan itu di cuci, sedangkan kencing anak laki-laki cukup diperciki” (HR. Abu Daud)

Hadis ini yang kemudian menjadi rujukan ulama terutama mazhab Syafi’iyyah dan Hanbali tentang cara membersihkan air kencing bayi laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI dan bayi perempuan. 

Adapun ulama mazhab lain seperti ulama Maliki dan Hanafi, mereka menghasilkan hukum yang berbeda. Ulama dari kalangan keduanya menganggap bahwa air kencing bayi laki-laki dan perempuan adalah sama untuk tata cara membersihkannya. Mereka merujuk pada hadis Nabi yang berbunyi, 

عن أبي هريرة – رضي الله عنه – قال: قال رسول الله – صلى الله عليه وسلم : «استنزهوا من البول, فإن عامة عذاب القبر منه».حديث صحيح. رواه الدارقطني.

Artinya: “Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Berusahalah kalian menjaga kebersihan dari kencing. Karena sesungguhnya mayoritas azab kubur adalah karenanya’.” (Hadits shahih riwayat al Daruquthny)

Akan tetapi, di antara perbedaan pendapat tersebut, pendapat ulama Hanbali dan Syafi’iyyah adalah yang lebih unggul karena sifat hadisnya lebih khusus. Sedangkan hukum yang diputuskan oleh ulama mazhab Maliki dan Hanafi merujuk pada hadis yang umum. 

Perbedaan antara air kencing bayi laki-laki dan perempuan yang hanya mengkonsumsi ASI hanya pada tata cara membersihkannya saja. Adapun dari segi ilmiah atau medis belum dapat dipastikan. Tapi penulis menemukan satu penelitian yang masih harus dilanjutkan mengenai perbedaan kandungan urine pada bayi laki-laki dan bayi perempuan. 

Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa bayi perempuan yang usianya di bawah 1 bulan menghasilkan urine yang memiliki kandungan kuman 95% lebih banyak daripada bayi laki-laki dengan usia yang sama. Sedangkan bayi perempuan yang usianya 1-3 bulan menghasilkan urine yang mengandung 91% kuman lebih banyak daripada bayi laki-laki. Adapun bayi perempuan yang usianya di atas 3 bulan menghasilkan urine yang mengandung 61% kuman lebih banyak.

Meski begitu, apapun hasil penelitian ilmiahnya, tata cara membersihkan air kencing bayi laki-laki yang hanya mengkonsumsi ASI termasuk bagian dari ibadah mahdhah, yaitu ibadah yang tidak ditemukan alasannya secara logika kecuali atas perintah nash baik dari Alquran maupun hadis.

BINCANG MUSLIMAH

Dialog Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang Makna Rezeki

Diriwayatkan, Imam Malik dan Imam Syafi’i memiliki pandangan yang berbeda terkait asal muasal dan makna rezeki. Keduanya meyakini bahwa rezeki setiap makhluk sudah dijamin oleh Allah SWT. Tidak ada satu makhluk pun di dunia yang tidak diatur rezekinya oleh Allah SWT. Sebagaimana Allah SWT. berfirman dalam surat Hud ayat 6 yang berarti “Dan tidak satupun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semuanya dijamin oleh Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauḥ Maḥfuẓ).” 

Adapun Imam Malik berpendapat bahwa bagaimanapun usaha manusia, tetap yang menentukan besar kecil rezekinya adalah Allah SWT. Hakikat rezeki setiap makhluk turun sebab rahmat Allah SWT bukan atas dasar usaha makhluknya. Sehingga dengan hanya tawakal, seseorang pun akan dihampiri rezekinya dengan jalan yang sudah Allah SWT. tentukan. Pendapat Imam Malik ini juga berlandaskan hadis Rasulullah SAW. yang berbunyi

 لو توكلتم على الله حق توكله لرزقكم كما يرزق الطير تغدو خماصا وتروح بطانا رواه الترمذي وابن ماجه 

“Jika kamu bertawakal kepada Allah dengan tawakal yang sebenarnya, niscaya Allah akan memberi rezeki kalian sebagaimana burung diberi rezeki. Dia pergi pagi dalam keadaan perut lapar dan pulang sore dalam keadaan kenyang.” (HR. Tirmizi dan Ibnu Majah)

Menariknya, dengan berlandaskan hadis yang sama Imam Syafi’i justru memandang berbeda. Beliau meyakini sekalipun rezeki setiap makhluk ada di tangan Allah SWT, tetap rezeki tersebut harus dikejar. Sebagaimana burung yang bepergian ke tempat satu dan tempat lain, dan di tempat itulah ia menemukan makanan. Artinya, rezeki tidak lantas datang begitu saja dan harus dicari. Oleh karenanya, manusia pun perlu ada usaha untuk menjemput rezeki tersebut. 

Hingga dikisahkan suatu hari Imam Syafi’i bertemu dengan seorang kakek tua yang membawa sekantong kurma. Kakek tersebut terlihat kewalahan saat membawa sekantong kurma yang cukup berat tersebut. Lantas Imam Syafi’i membantu  membawa kurma kakek tersebut. Hingga tiba di rumahnya, kakek tersebut memberi seikat buah anggur kepada Imam Syafi’i sebagai imbalan atas bantuannya. 

Sebab kejadian tersebut, Imam Syafi’i sangatlah gembira. Beliau mendapat kebenaran dari apa yang diyakini. Yakni beliau menerima sebuah rezeki yang berupa  buah kurma sebab telah menolong seorang kakek tua. Artinya, rezeki seseorang pasti ada sebab usaha dibaliknya. Menyadari hal tersebut, Imam Syafi’ bergegas menemui sang guru, Imam Maliki untuk menyampaikan cerita tersebut dengan membawa seikat anggur yang beliau peroleh. 

Setibanya di rumah Imam Malik, Imam Syafi’i meletakkan buah anggur yang ia bawa di depan sang guru. Lantas beliau bercerita. Mendengar ceritanya, Imam Malik tersenyum sambil mengambil buah anggur yang dibawa Imam Syafi’i dan menikmatinya. Lalu Imam Malik berkata, “Kamu datang membawakan rezeki untukku tanpa aku bersusah payah.” 

Dalam kisah di atas, bisa kita lihat bagaimana dua sosok ulama yang alim dan cerdas memiliki dua pandangan yang berbeda sekalipun landasan yang digunakan adalah hadis yang sama. Bukan tentang mana yang benar dan salah. Akan tetapi kita dapati sebegitu luasnya pengetahuan mereka. Juga tentang bagaimana keduanya  menyikapi perbedaan pendapat satu sama lain. Saling menghargai dan menghormati, tanpa menjatuhkan satu sama lain. 

Semoga kecerdasan, kesantunan serta kebijaksanaan yang digambarkan dari dialog Imam Malik dan Imam Syafi’i tentang makna rezeki dapat kita warisi dan kita tiru. Sehingga wajah Islam yang tersebar di tengah era modern ini adalah Islam yang santun, ramah dan membawa perdamaian. 

BINCANG MUSLIMAH

Benarkah Shalat Dhuha Pembuka Pintu Rezeki?

Shalat Dhuha adalah salah satu ibadah yang masuk kategori sunnah muakkad. Artinya, Rasulullah tidak pernah meninggalkan ibadah ini kecuali sesekali. Ada banyak keutamaan jika istiqomah dalam melaksanakan shalat Dhuha, salah satu yang populer adalah bahwa shalat dhuha menjadi pembuka pintu rezeki. Sebagian orang tentu beranggapan rezeki yang dimaksud adalah harta. Benarkah demikian?

Ada beberapa hadis yang menceritakan keutamaan shalat Dhuha, salah satunya adalah hadis,

عنْ نُعَيْمِ بْنِ هَمَّارٍ الْغَطَفَانِيِّ رضي الله عنه أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ : ( قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا ابْنَ آدَمَ ، لَا تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ

Artinya: Dari Nu’aim bin Hammar al-Ghathafanni radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda: Allah Azza wa Jalla berfirman, wahai anak Adam, janganlah engkau meninggalkan shalat 4 rakaat di awal hari maka aku akan mencukupkanmu di akhir harimu (HR. Ahmad no. 22469)

Sebelum membahas apa makna “cukup” di sini, penulis akan memaparkan perbedaan pendapat ulama tentang makna shalat di “awal hari:. Sebagian ulama seperti Imam Abu Daud, Imam Tirmizi, Imam ‘Iraqi, Imam Ibnu Rajab, dan Imam Ahmad bin Hanbal berpendapat maksudnya adalah shalat dhuha. Tapi juga sebagian lainnya seperti Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim berpendapat yang dimaksud adalah shalat sunnah sebelum subuh dan solah shubuh.

Imam as-Syaukani mengatakan, mengapa hadis ini berpotensi menunjukkan makna shalat sunnah sebelum subuh dan shalat subuh karena pada hakikatnya awal hari (awwal an-Nahr) hakikatnya adalah waktu subuh dan sunnahnya.

Tapi Imam al-‘iraqi mengunggulkan pendapat maksud dari Awwal an-Nahr adalah thulu’ul fajri yang dikemukakan oleh ulama bahasa dan syariah. Artinya, hadis ini meliputi keutamaan shalat sunnah Subuh, fardhu Subuh dan shalat Dhuha.

Sedangkan makna “Akfika Akhirahi” (aku cukupkan engkau di akhir harimu) sebagaimana yang dikemukakan oleh Imam al-Iraqi adalah selamat dari bahaya dan perbuatan dosa. Senada dengan Syekh Abadi Abu Abdirrahman penyusun kitab ‘Awnul Ma’bud ‘ala Syarhi Sunan Abi Daud, beliau menyebutkan,

يَحْتَمِل أَنْ يُرَاد كِفَايَته مِن الْآفَات وَالْحَوَادِث الضَّارَّة ، وَأَنْ يُرَاد حِفْظه مِنْ الذُّنُوب وَالْعَفْو عَمَّا وَقَعَ مِنْهُ فِي ذَلِكَ أَوْ أَعَمّ مِنْ ذَلِكَ

Artinya: Makna “cukup” berpotensi pada makna cukup dijauhkan dari penyakit dan kejadian-kejadian berbahaya. Bisa juga bermakna dijaga dari perbuatan dosa dan mendapat ampunan dari perbuatan yang dilakukan di hari itu atau lebih dari hari itu.

Ternyata makna cukup lebih luas dari makna rezeki yang seringkali diasumsikan sebagai materi. Tapi semua lebih dari itu. Jika dosa diampuni, dilindungi oleh Allah dari bahaya di sepanjang hari tentulah ikhtiyar mencari rezeki atau menjemput nafkah juga akan mudah. Ibadah dan aktifitas lainnya akan lancar atas izin Allah. Begitulah kiranya makna dicukupkan yang menjadi keutamaan shalat Dhuha.

BINCANG MUSLIMAH