Refleksi Tulisan Habib Husein Ja’far: Move On dari Dosa, Itu Harus

Tiada satu pun makhluk di muka bumi ini yang tidak berdosa. Sejak akil balig, segala perbuatan mulai diperhitungkan dan menjadi catatan bagi malaikat raqib dan atid. Bicara soal dosa, tulisan ini merupakan bentuk dari refleksi tulisan Habib Husein Ja’far yang berjudul Move On dari Dosa dalam bukunya yang berjudul Seni Merayu Tuhan.

Sebelum jauh dari pembahasan, ada baiknya mengenal kembali apa sih dosa? Belakangan kata dosa kerap dilontarkan oleh siapa pun dan kapan pun. Bahkan seperti di tempat tongkrongan, kata berdosa acap kali jadi bahan canda. Misalnya ‘ih berdosa banget,’ atau ‘dosa lu!’ dan masih beragam banyaknya.

Lantas apa sih dosa? Kalau merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), dosa bermakna perbuatan yang melanggar hukum Tuhan dan agama. Selain itu, dosa juga disematkan pada orang-orang yang melakukan perbuatan salah.

Contohnya, memaki orang tua dengan kalimat tidak pantas, melanggar adat setempat atau tatanan hukum. Namun dosa, memang melekat erat dengan nilai-nilai keagamaan, moralitas dan sosial.

Secara umum, dosa di dalam Islam nyatanya terbagi menjadi dua yaitu dosa besar dan dosa kecil. Pembagian dosa ini bisa dilihat dalam Al-Quran, salah satunya seperti :

إِنْ تَجْتَنِبُوا كَبَائِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُمْ مُدْخَلًا كَرِيمًا

Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa besar yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan kamu ke tempat yang mulia (surga)” (QS. An-Nisa`: 31).

Ada yang berpendapat jika dosa kecil merupakan perbuatan yang tidak memiliki aturan hukuman had-nya. Hukuman had sendiri berarti hukuman yang ditentukan bentuknya oleh syariat. Sehingga dampak dari dosa kecil ini tidak sebesar si dosa besar.

Meski disebut sebagai kecil, tetap saja dosa sebisa mungkin perlu dihindari. Bukan tidak mungkin, sesuatu yang kecil kalau terus ditumpuk akan menggunung dan menimbulkan dampak buruk.

Sedangkan dosa besar merupakan bentuk pelanggaran atau kejahatan yang dijanjikan akan mendapat ganjaran yang keras oleh Allah SWT. Selain itu pelaku dari dosa besar pun ‘dijanjikan’ akan mendapatkan hukuman dan siksa yang ada disebutkan dalam Al-Quran dan Hadist.

Perilaku dosa besar pun selalu mengarah pada kerusakan yang tidak hanya merugikan diri si pelaku, tapi juga orang lain bahkan lingkungan sekitar. Seperti apa sih dosa besar itu?

Beberapa dosa besar yang sering kita dengar di antaranya seperti perbuatan syirik atau menyekutukan Allah SWT dengan makhluk lain. Atau bisa juga berupa perbuatan zina hingga membunuh.

Sampai di sini tentu sudah terbayang sebesar apa impact dari dosa besar itu. Tidak dapat ditampik, entah kita atau orang lain mungkin saja pernah melakukan dosa besar. Dan usai melakukan perbuatan dosa, bisa saja tersembunyi rasa bersalah yang luar biasa menyesakkan.

Beberapa perasaan bersalah ini tidak sedikit diikuti dengan putus asa dan tanda tanya. Akankah Allah mengampuni segala dosa yang telah diperbuat, atau bagaimana?  Meski mungkin belum tepat sebagai jawaban, tulisan dari Habib Husen Ja’far di dalam buku berjudul Seni Merayu Tuhan ini sepertinya bisa jadi ‘gong’.

Layaknya sahara, tulisan ini dapat menghapus sedikit dahaga dari rasa putus asa pendosa. Habib Husen mengungkapkan jika ‘jangan berputus asa’. Karena ampunan-Nya, jauh lebih dulu dan lebih luas. Bahkan dari dosa yang telah diperbuat oleh manusia itu sendiri.

Seberapa pun besar dosa tersebut, pengampunan Allah lebih, bahkan maha besar. Maka tidak ada kata terlambat untuk ‘kembali’ dan bertobat, memohon ampun. Di sini penulis merasakan sesuatu yang jarang disampaikan soal Islam. Yaitu Allah maha pengasih lagi maha penyayang. Kasih tersebut terlihat dari ampunan-Nya yang tidak terbatas alias unlimited.

 Pesan ini layak disebarluaskan. Mengingat banyak orang yang ‘tersandera’ karena dosa yang telah ia buat. Pemikiran seperti ‘percuma, dosaku sudah kadung banyak atau terlanjur basah, berenang saja sekalian, menjadi umpama diri tengah disandera oleh dosa besar.

Tulisan dari Habib Husen Ja’far ini pula yang mengingatkan penulis pada seorang teman yang pernah membeberkan kalimat berbeda, tapi tujuannya yang sama. Meski masih belum mampu lepas dari cengkeraman dosa yang teramat kuat, jangan malu hingga berhenti untuk salat dan berbuat baik.

Jangan merasa percuma, karena sesuatu yang diniatkan pada kebaikan, akan berakhir baik pula. Pesan terakhir yang penulis tangkap adalah mari selalu berusaha move on dari dosa. Jika belum bisa, coba lagi, coba terus.

BINCANG SYARIAH

Doa Haji Mabrur

Berikut ini doa haji mabrur. Sering kali kita dengar bahwa setiap umat muslim khususnya bagi para jamaah haji, tentunya menginginkan agar ibadah hajinya tersebut mabrur. Nah, makna dari haji mabrur sendiri ialah diterimanya ibadah haji seseorang yang dilaksanakan dengan memperhatikan syarat, rukun, wajib, dan hal-hal yang harus dihindari. 

Haji Mabrur Balasannya Surga

Dalam Islam mengajarkan bahwa haji mabrur menjadi amalan paling utama dan memiliki keistimewaan bagi orang yang berhasil meraihnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah :

“Dari sahabat Abu Hurairah ra, ketika ditanya, Apakah amal paling utama?, Nabi Muhammad saw menjawab: Iman kepada Allah dan rasul-Nya. Lalu apa lagi? sahabat bertanya. Jihad di jalan Allah, jawab Rasul. Kemudian apalagi?, sahabat bertanya. Haji mabrur, jawab Rasul.” (HR Bukhari dan Muslim)

Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda bahwa balasan bagi orang yang meraih haji mabrur adalah surga. “Tidak ada balasan yang pantas diberikan bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR Bukhari).

Ini Dia Tanda-Tanda Haji Mabrur

Menurut pandangan sejumlah ulama Nahdlatul Ulama, mendapat predikat haji mabrur adalah dambaan semua muslim yang melaksanakan Rukun Islam kelima. Dan predikat mabrur adalah hak prerogatif Allah SWT yang disematkan kepada hamba sesuai kehendak-Nya.

Meski demikian, ada pendapat yang mengatakan bahwa haji mabrur dapat dilihat dari perilaku setelah menjalankan ibadah haji dengan menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi perbuatan maksiat.

.وَقِيلَ : هُوَ الْمَقْبُولُ الْمُقَابَلُ بِالْبِرِّ وَهُوَ الثَّوَابُ، وَمِنْ عَلَامَةِ الْقَبُولِ أَنْ يَرْجِعَ خَيْرًا مِمَّا كَانَ وَلَا يُعَاوِد الْمَعَاصِي

Artinya: “Ada pendapat yang mengatakan: Haji mabrur adalah haji yang diterima (maqbul) yang dibalas dengan kebaikan berupa pahala. Sedangkan pertanda diterimanya haji seseorang adalah kembali menjadi lebih baik dari sebelumnya dan tidak mengulangi melakukan kemaksiatan.” (Jalaluddin as-Suyuthi, Syarhus Suyuthi Sunan an-Nasa’i).

Hadis di atas selaras pula dengan pandangan salah satu ulama Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Ruslan Fariadi menyebut haji mabrur tentunya memiliki sifat-sifat yang baik pada dirinya. Diantaranya yakni ada dua tanda haji mabrur. Pertama adalah dermawan dan selalu menebar kedamaian.

Tanda haji mabrur tersebut berdasarkan hadis riwayat Ahmad. “Dari Jabir ra. berkata; Rasulullah saw bersabda: Haji mabrur, tidak ada balasan baginya melainkan hanya syurga, Mereka bertanya, Wahai Nabiyullah apa itu haji yang mabrur? Beliau bersabda: Memberikan makanan dan menyebarkan salam.” (HR. Ahmad).

Kemudian tanda haji mabrur yang kedua adalah santun dalam bertutur kata. Dalam hadis disebutkan, “Dari Jabir ra. Berkata, Rasulullah SAW ditanya tentang haji mabrur. Rasulullah bersabda; Memberikan makanan dan santun dalam berkata.” (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi: Hadis ini sahih sanadnya namun tidak diriwayatkan oleh imam al-Bukhari dan Muslim).

Doa Haji Mabrur

Nah setelah kita tahu keutamaan dari ibadah haji yang mabrur maka selain dengan melaksanakan seluruh rangkaian ibadah haji dengan memperhatikan syarat, rukun, wajib, dan hal-hal yang harus dihindari, ada doa yang sering diamalkan untuk mendapat haji mabrur, berikut adalah doa agar mendapat predikat haji mabrur., sebagai berikut:

اللَّهُمَّ اجْعَلْ حَجًّا مَبْرُوْرًا وَ سَعْيًا مَشْكُوْرًا وَ ذَنْبًا مَغْفُوْرًا

Allahummaj’al hajjan mabruran wa sa’yan masykuron wa dzanban maghfuron.

Artinya: “Semoga Allah menganugerahkan haji yang mabrur, usaha yang disyukuri dan dosa yang diampuni.”

Demikian doa haji mabrur. Semoga bermanfaat. 

BINCANG SYARIAH

Ini Dia Jamaah Haji yang Berisiko Kena Penyakit Jantung

Penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko.

Jumlah jamaah haji lanjut usia (lansia) tahun ini 66.943 orang dari total kuota reguler sebesar 210.680 orang atau mencapai 31,8 persen. Tingginya jumlah jamaah haji lansia tahun ini, menjadi perhatian PPIH Arab Saudi bidang kesehatan tahun 1444 H/ 2023 M.

Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak dari jamaah haji adalah penyakit jantung. Hingga hari ke-25 penyelenggaraan ibadah haji, terdapat 42 dari 78 jamaah haji yang meninggal di Arab Saudi disebabkan oleh penyakit jantung.

Penanggung Jawab Medis Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah dr. Muhaimin Munizu menyampaikan bahwa penyakit jantung dapat disebabkan oleh beberapa faktor risiko seperti usia dan penyakit komorbid.

Muhaimin menjelaskan bahwa seseorang yang memiliki usia di atas 45 tahun pada laki-laki dan di atas 55 tahun pada wanita berisiko terkena penyakit jantung. Dari segi usia, fenomena peningkatan jumlah jamaah haji lansia tahun ini, menjadi peringatan pada pemantauan pelayanan kesehatan terutama terkait penyakit jantung.

“Faktor risiko kedua adalah penyakit komorbid seperti hipertensi, diabetes melitus, dan gangguan kolesterol yang dapat menimbulkan risiko terkena penyakit jantung. Melalui Kartu Kesehatan Jemaah Haji (KKJH) diketahui banyak jamaah haji lansia kita memiliki penyakit penyerta tersebut,” kata Muhaimin di Makkah, Ahad (18/6/2023).

Muhaimin menyampaikan bahwa ditemukan juga jamaah haji yang sudah dalam terapi penyakit jantung koroner atau dengan gagal jantung. Oleh karenanya jamaah haji dengan riwayat penyakit jantung dan faktor risiko, menjadi prioritas bagi petugas kesehatan untuk dilakukan pemantauan terus menerus.

Selain faktor risiko, jamaah haji perlu mewaspadai faktor pencetus terjadinya gangguan akut pada jantung atau lebih dikenal dengan serangan jantung seperti aktifitas fisik yang melampaui kemampuan hingga menimbulkan kelelahan, istirahat yang kurang, dan ditambah dengan cuaca ekstrem.

“Banyak jamaah haji sakit yang dirujuk di KKHI dan Rumah Sakit Arab Saudi, dengan keluhan serangan jantung, mayoritas sebelumnya menjalani aktivitas fisik yang berat seperti umrah. Pasien mengalami serangan jantung pasca melakukan tawaf atau sai,” jelas Muhaimin.

IHRAM

Jamaah Haji, Waspadai Tanda Serangan Jantung Ini

Deteksi dini kejadian gangguan jantung akut atau serangan jantung sangat penting.

Salah satu penyakit yang menjadi penyebab kematian terbanyak dari jamaah haji adalah penyakit jantung. Hingga hari ke-25 penyelenggaraan ibadah haji, terdapat 42 dari 78 orang jamaah haji yang meninggal di Arab Saudi disebabkan oleh penyakit jantung.

Penanggung Jawab Medis Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah dr Muhaimin Munizu menyampaikan bahwa jamaah haji perlu mewaspadai tanda-tanda serangan jantung seperti tiba-tiba merasa nyeri hebat di dada sebelah kiri, sesak napas, kelelahan ekstrem, keringat dingin, dan nyeri ulu hati. Jika jamaah haji mengalami tanda-tanda seperti itu, segeralah meminta bantuan tenaga kesehatan terdekat.

Jika jamaah haji mengalami kondisi seperti ini diharapkan untuk segera memeriksakan diri ke Tenaga Kesehatan Haji yang ada di Kloter (TKH). Selanjutnya TKH diharapkan juga bisa lebih cepat melakukan skrining dengan pemeriksaan EKG. Alat rekam jantung/EKG sudah disediakan di setiap pos kesehatan sektor, sehingga deteksi dini penyakit jantung dapat lebih mudah dilakukan.

“Jika jamaah mengalami tanda-tanda serangan jantung, segeralah meminta bantuan tenaga kesehatan. TKH di kloter bisa cepat melakukan pemeriksaan EKG yang ada di pos kesehatan sektor. Harapannya mencegah komplikasi dari serangan jantung itu sendiri,” kata Muhaimin di Makkah, Ahad (18/6/2023).

Muhaimin menegaskan bahwa deteksi dini kejadian gangguan jantung akut atau serangan jantung sangat penting untuk mencegah terjadinya komplikasi dari serangan jantung.

Sejatinya, Muhaimin menyampaikan bahwa jamaah haji dengan penyakit jantung masih bisa menjalankan ibadah haji dengan lancar, tapi harus disesuaikan dengan kemampuan dan tidak memaksakan diri. Oleh karena itu, jamaah haji dengan penyakit jantung disarankan untuk menggunakan bantuan kursi roda. Selain itu jamaah haji juga diimbau untuk menjalankan aktivitas pada malam hari untuk menghindari cuaca panas yang ekstrem.

“Seharusnya jamaah dengan penyakit jantung tidak dipaksakan untuk melakukan aktifitas fisik yang berat. Solusinya bisa difasilitasi dengan penggunaan kursi roda. Selain itu disarankan kepada jamaah haji untuk memilih waktu yang tepat untuk melakukan ibadah wajib seperti pada malam hari untuk menghindari cuaca ekstrem,” jelasnya

IHRAM

Ada Apa dengan 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah?

Sebentar lagi musim haji akan tiba. Bulan Dzulhijjah adalah salah satu bulan yang dimuliakan di dalam Islam. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi. Di antaranya empat bulan haram. Itulah agama yang lurus, maka janganlah kamu menzhalimi dirimu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana mereka memerangi kalian semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa.” (Qs. At Taubah: 36)

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن الزمان قد استدار كهيئته يوم خلق الله السموات والأرض، السنة اثنا عشر شهرا، منها أربعة حرم، ثلاثة متواليات: ذو القعدة وذو الحجة والمحرم، ورجب مضر، الذي بين جمادى وشعبان

“Sesungguhnya waktu itu berputar sebagaimana keadaannya ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun ada 12 bulan. Di antara bulan-bulan tersebut ada 4 bulan yang haram (berperang di dalamnya – pen). 3 bulan berturut-turut, yaitu: Dzulqa’dah, Dzulhijjah,  Al Muharram, (dan yang terakhir –pen) Rajab Mudhar, yaitu bulan di antara bulan Jumaada dan Sya’ban.” (HR. Al Bukhari)

Di dalam bulan Dzulhijjah ada hari-hari yang dipilih oleh Allah sebagai hari-hari terbaik sepanjang tahun. Allah berfirman:

والفجر وليال عشر

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh” (Qs. Al Fajr: 1-2)

Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan 10 malam yang dimaksud oleh Allah dalam ayat tersebut. Penafsiran para ulama ahli tafsir mengerucut kepada 3 pendapat:

Yang pertama: 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.

Yang kedua: 10 malam terakhir bulan Ramadhan.

Yang ketiga: 10 hari pertama bulan Al Muharram.

Yang rajih (kuat) adalah pendapat yang menyatakan bahwa yang dimaksud adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Hal ini berdasarkan atas 2 hal sebagai berikut:

  1. Hadits Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dari Jabir radhiyallaahu ‘anhuma

إن العشر عشر الأضحى، والوتر يوم عرفة، والشفع يوم النحر

“Sesungguhnya yang dimaksud dengan 10 itu adalah 10 bulan Al Adh-ha (bulan Dzulhijjah –pen), dan yang dimaksud dengan “ganjil” adalah hari Arafah, dan yang dimaksud dengan “genap” adalah hari raya Idul Adh-ha. (HR. Ahmad, An-Nasaa’i, hadits ini dinilai shahih oleh Al-Haakim dan penilaiannya disepakati oleh Adz-Dzahabi)

  1. Konteks ayat dalam surat Al Fajr. Sebagian ulama menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “al fajr” dalam ayat tersebut adalah fajar pada hari raya Idul Adh-ha. Oleh karena itu yang dimaksudkan dengan “10 malam” yang termaktub dalam ayat kedua surat tersebut adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah. Ini lebih sesuai dengan konteks antar ayat. Wallaahu a’lam.

Keutamaan-keutamaan bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام العشر. قالوا ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: ولا الجهاد في سبيل الله إلا رجل خرج بنفسه وماله ولم يرجع من ذالك بشيء. (رواه البخاري)

“Tidak ada hari yang amal shalih lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh ini (10 awal Dzulhijjah –pen).” Para sahabat bertanya: “Apakah lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah ?” Beliau bersabda, “Iya. Lebih baik daripada jihad fii sabiilillaah, kecuali seseorang yang keluar berjihad dengan harta dan jiwa raganya kemudian dia tidak pernah kembali lagi (mati syahid –pen).” (HR. Al Bukhari)

Ibnu Rajab Al Hanbaly berkata:

وإذا كان أحب إلى الله فهو أفضل عنده

“Apabila sesuatu itu lebih dicintai oleh Allah, maka sesuatu tersebut lebih afdhal di sisi-Nya.”

Berikut ini di antara keutamaan bulan Dzulhijjah:

1. Islam disempurnakan oleh Allah pada bulan Dzulhijjah

Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian agama kalian, dan telah Aku sempurnakan nikmat-Ku atas kalian, dan Aku telah meridhai Islam itu agama bagi kalian.”  (Qs. Al Maidah: 3)

Para ulama sepakat bahwa ayat itu turun di bulan Dzulhijjah saat haji wada’ di hari Arafah.

Hal ini berdasarkan atsar dari Umar bin Al Khaththaab radhiyallaahi ‘anhu, bahwasanya seorang ulama Yahudi berkata kepada Umar, “Wahai Amiirul Mu’miniin, tahukah engkau satu ayat dalam kitab suci kalian yang kalian baca, yang jika seandainya ayat itu turun kepada kami maka kami akan jadikan hari turunnya ayat tersebut sebagai hari raya.”

Umar berkata, “Ayat apakah itu?”

Yahudi itu membacakan ayat tersebut, “Al yauma akmaltu lakum….”

Umar pun berkata, “Sungguh kami telah mengetahui di mana dan kapan ayat itu turun. Ayat itu turun pada saat Nabi sedang berada di padang Arafah di hari Jum’at.” (HR. Al Bukhari)

2. Puasa Arafah adalah di antara kekhususan umat Islam

Di dalam bulan Dzulhijjah ada sebuah hari yang sangat agung, yaitu hari Arafah. Pada hari tersebut disunnahkan bagi yang tidak sedang melaksanakan haji untuk melakukan puasa. Puasa Arafah dapat menggugurkan dosa-dosa selama dua tahun. Pahala puasa Arafah (9 Dzulhijjah) lebih afdhal daripada pahala puasa Asyura (10 Al Muharram).

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

صوم عاشوراء يكفر السنة الماضية وصوم عرفة يكفر السنتين الماضية والمستقبلة (رواه النسائي)

“Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu, dan puasa Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. An Nasaa’i)

Puasa Arafah termasuk keistimewaan ummat Islam, berbeda halnya dengan puasa Asyura. Oleh karena berkahnya Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Allah melipatgandakan penghapusan dosa dalam puasa Arafah dua kali lipat lebih besar daripada puasa Asyura. Walillaahil hamd.

3. Darah-darah hewan kurban ditumpahkan terbanyak di bulan Dzulhijjah

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أفضل الحج العج والثج

“Sebaik-baik pelaksanaan haji adalah yang paling banyak bertalbiyah dan yang paling banyak berhadyu (menyembelih hewan sebagai hadiah untuk fuqara’ Makkah -pen).” (HR. Abu Ya’la, An Nasaa’i, Al Haakim, dan Al Baihaqi. Syaikh Al Albaani menilai hadits ini hasan)

Bulan Dzulhijjah selain sebagai bulan haji juga disebut sebagai bulan kurban, karena banyaknya hewan kurban yang disembelih pada bulan tersebut.

4. Dzulhijjah adalah bulan muktamar umat Islam tingkat dunia

Di hari Arafah, umat Islam yang datang dari seluruh penjuru dunia untuk melaksanakan haji berkumpul di padang Arafah, demi melakukan prosesi puncak pelaksanaan manasik haji, yaitu wukuf di Arafah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

الحج عرفة (رواه الجماعة)

“Haji itu (wukuf –pen) di Arafah.” (HR. Al Jama’ah)

Amalan-amalan di bulan Dzulhijjah

Karena keutamaan yang banyak inilah, maka disyari’atkanlah amal-amal shalih dan diberi ganjaran yang luar biasa. Di antara amal-amal tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dzikir

Allah berfirman:

ليشهدوا منافع لهم ويذكروا اسم الله في أيام معلومات

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan…” (Qs. Al Hajj: 28)

Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma berkata, “Hari-hari yang telah ditentukan adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah.”

Berdzikir yang lebih diutamakan di hari-hari yang sepuluh ini adalah memperbanyak takbir, tahlil dan tahmid.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

فأكثروا فيهن من التهليل والتكبير والتحميد

Maka perbanyaklah di hari-hari tersebut dengan tahlil, takbir, dan tahmid.” (HR. Ahmad, Shahih)

Bukan hanya dilakukan di masjid atau di rumah, namun berdzikir ini bisa dilakukan di mana dan kapan saja. Bahkan para Sahabat Nabi sengaja melakukannya di tempat-tempat keramaian seperti pasar.

Al Bukhari berkata:

وكان ابن عمر، وأبو هريرة يخرجان إلى السوق في أيام العشر، فيكبران ويكبر الناس بتكبيرهما

“Ibnu Umar dan Abu Hurairah senantiasa keluar ke pasar-pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Mereka bertakbir, dan orang-orang pun ikut bertakbir karena mendengar takbir dari mereka berdua.

2. Puasa

Tidak syak lagi kalau berpuasa termasuk amal shalih yang sangat disukai oleh Allah. Di samping anjuran melakukan puasa Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, maka disukai juga untuk memperbanyak puasa di hari-hari sebelumnya (dari tanggal 1 sampai dengan 8 Dzulhijjah) berdasarkan keumuman nash-nash hadits tentang keutamaan berpuasa.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

والذي نفسي بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند الله من ريح المسك

Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa itu lebih wangi di sisi Allah daripada wangi minyak kasturi.” (Muttafaqun ‘alaih)

3. Tilawah Al Qur’an

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

القرآن أفضل الذكر

“Al Qur’an adalah sebaik-baik dzikir.” (HR. Ibnu Khuzaimah, Shahih)

Adalah hal yang sangat baik jika dalam waktu 10 hari tersebut, kita dapat mengkhatamkan bacaan Al Qur’an dengan membaca 3 juz setiap harinya. Hal ini sebenarnya mudah untuk dilakukan, yaitu dengan memanfaatkan waktu sebelum dan sesudah shalat fardhu. Dengan membaca 3 lembar sebelum shalat dan 3 lembar sesudah shalat, insyaAllah dalam 10 hari kita mampu mengkhatamkan Al Qur’an. Intinya adalah mujaahadah (bersungguh-sungguh).

4. Sedekah

Di antara yang menunjukkan keutamaan bersedekah adalah cita-cita seorang yang sudah melihat ajalnya di depan mata, bahwa jika ajalnya ditangguhkan sebentar saja, maka kesempatan itu akan digunakan untuk bersedekah.

Allah berfirman menceritakan saat-saat seseorang menjelang ajalnya:

وَأَنْفِقُوا مِنْ مَا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ أَحَدَكُمُ الْمَوْتُ فَيَقُولَ رَبِّ لَوْلَا أَخَّرْتَنِي إِلَى أَجَلٍ قَرِيبٍ فَأَصَّدَّقَ وَأَكُنْ مِنَ الصَّالِحِينَ

“Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang di antara kamu; lalu ia berkata: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau tidak menangguhkanku sampai waktu yang dekat, sehingga aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang shalih.” (Qs. Al Munaafiquun: 10).

5. Kurban

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فصل لربك وانحر

“Maka shalatlah kamu untuk Tuhanmu dan berkurbanlah!” (Qs. Al Kautsar: 2)

Kurban adalah ibadah yang disyari’atkan setahun sekali dan dilaksanakan di bulan Dzulhijjah.

Rasulullaah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

من صلى صلاتنا، ونسك نسكنا، فقد أصاب النسك. ومن نسك قبل الصلاة فلا نسك له

“Barangsiapa yang shalat seperti kita shalat, dan berkurban seperti kita berkurban, maka sungguh dia telah mengerjakan kurban dengan benar. Dan barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum shalat ‘Idul Adh-ha, maka kurbannya tidak sah.” (HR. Al Bukhari)

Ini menunjukkan bahwa ibadah kurban itu merupakan kekhususan dan syi’ar yang hanya terdapat di dalam bulan Dzulhijjah.

6. Haji

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الحج أشهر معلومات

“Haji itu pada bulan-bulan yang tertentu.” (Qs. Al Baqarah: 197)

Yang dimaksudkan dengan haji dalam ayat di atas adalah ihram untuk haji bisa dilaksanakan dalam bulan-bulan yang sudah ditentukan, yaitu: Syawwal, Dzulqa’dah dan Dzulhijjah. Selain bulan-bulan tersebut, maka ihram seseorang untuk haji tidak sah.

Bahkan hampir sebagian semua prosesi manasik haji dilakukan pada bulan Dzulhijjah.

Akhirnya, kita memohon kepada Allah agar diberi kekuatan dan taufiq-Nya agar kita bisa mengisi sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah dengan amal-amal shalih, dan diterima oleh Allah sebagai pemberat timbangan kebaikan kita di yaumil hisaab kelak.

Washallallaahu ‘ala nabiyyinaa Muhammad, walhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.

Ditulis oleh Al Faqiir ilaa ‘afwi Rabbihi –l Majiid

***

Penulis: Teuku Muhammad Nurdin Abu Yazid

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/31753-ada-apa-dengan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah.html

Khutbah Jumat: Tiga Langkah untuk Tidak Melupakan Kematian

Cukuplah kematian sebagai nasihat, cukuplah cukuplah ibadah sebagai suatu kesibukan, inilah tiga langkah untuk tidak melupakan kematian dalam khutbah Jumat kali ini

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Hidayatullah.com KEMATIAN adalah sebaik-baik pengingat yang mengingatkan kita tentang kampung akhirat. Dengan kematian, selesai sudah seluruh rangkaian amal yang bisa kita kerjakan. Inilah naskah lengkap khutbah Jumat kali ini:

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Jamaah Shalat Jumat yang Berbahagia

Pada suatu hari, Rasulullah ﷺ menuju masjid. Di sana ada beberapa orang sedang tertawa. Beliau ﷺ lantas bersabda, “Sungguh, jika kalian banyak mengingat penghancur segala kenikmatan (kematian), ia tentu akan membuat kalian tidak sempat melakukan apa yang sedang kulihat saat ini (tertawa di masjid). Oleh karena itu, perbanyaklah mengingat kematian, penghancur segala kenikmatan. Sebab, setiap hari kubur berkata, ‘Aku adalah rumah perantauan, rumah kesendirian, rumah yang penuh debu, rumah bagi cacing-cacing…” (HR. Tirmidzi)

Hadits yang baru saja kita simak memberi peringatan kepada setiap kita agar tidak lupa tentang kematian.  Kita harus sadar bahwa pada satu waktu kita semua akan dipanggil menghadap kepada Allah SWT.

Tidak ada satu makhluk pun kecuali pasti sudah tercatat ajalnya. Sudah ditentukan kapan, di mana, dan dalam keadaan seperti apa seseorang akan meninggalkan dunia yang sementara ini.

Kematian adalah sebaik-baik pengingat yang mengingatkan kita tentang kampung akhirat. Dengan kematian, selesai sudah seluruh rangkaian amal yang bisa kita kerjakan. Dengan kematian, maka yang tersisa adalah penyesalan : mengapa dulu kita begitu, mengapa dulu tidak begini. Dengan kematian, tertutup semua kesempatan untuk melakukan hal-hal yang seharusnya kita lakukan.

Sejumlah cara bisa kita upayakan agar kita selalu ingat mati. Pertama, mengetahui dan menghayati dalil-dalil kematian. Dalam Al-Quran tertera banyak keterangan tentang kematian. Dalil pertama, firman Allah SWT :

كُلُّ نَفْسٍ ذَاۤىِٕقَةُ الْمَوْتِۗ وَاِنَّمَا تُوَفَّوْنَ اُجُوْرَكُمْ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَاُدْخِلَ الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا مَتَاعُ الْغُرُوْرِ 

“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Dan hanya pada hari Kiamat sajalah diberikan dengan sempurna balasanmu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh, dia memperoleh kemenangan. Kehidupan dunia hanyalah kesenangan yang memperdaya.” (QS. Ali Imran : 185)

Dalil kedua, firman Allah SWT :

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ اَجَلٌۚ فَاِذَا جَاۤءَ اَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُوْنَ سَاعَةً وَّلَا يَسْتَقْدِمُوْنَ

“Dan setiap umat mempunyai ajal (batas waktu). Apabila ajalnya tiba, mereka tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun.” (QS. Al-A’raf : 34)

Dalil ketiga, firman Allah SWT :

وَجَاۤءَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ۗذٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيْدُ

“Dan datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang dahulu hendak kamu hindari.” (QS:Qaaf : 19).

Dengan menghayati ayat-ayat kematian akan membuat kita ingat bahwa kematian sewaktu-waktu bisa datang tanpa beruluk pamit terlebih dahulu. Selain itu, membuat kita berhati-hati dalam kehidupan di dunia ini. Sebab nyaman dan tidaknya kehidupan kita di akhirat kelak, tergantung dari bagaimana kita mengisi kehidupan di dunia yang fana ini.

Kaum Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Kedua, melawat orang yang wafat. Sering kita jumpai bendera tanda kematian dikibarkan sebagai tanda ada yang baru saja wafat. Entah itu tetangga, teman, atau salah satu dari keluarga kita. Pada satu hari, bendera kematian akan dikibarkan untuk menandai bahwa kitalah yang mendapat giliran dipanggil oleh Allah SWT.

Dikisahkan bahwa Ibrahim Az-Zayyat setiap kali melihat jenazah yang dibawa dan mereka mengasihani jenazah yang telah lewat tersebut, maka dia kepada mereka, “Hendaknya kalian menyayangi dan mengasihi diri kalian sendiri. Itu lebih baik dari pada yang kalian lakukan ini. Karena setiap jenazah, mereka telah melewati tiga keadaan. Yang pertama, dia telah melihat malaikat maut. Yang kedua, dia telah merasakan sakitnya sakaratul maut. Dan yang ketiga, dia telah aman dari su’ul khotimah.”

Oleh karena itu, dengan bertakziah, kita menjadi semakin yakin bahwa kematian memang sebuah kepastian yang tidak bisa ditawar-tawar. Dengan bertakziah, kita sedang mendapat nasihat dari orang yang mati agar kita menyiapkan diri sebelum ajal datang kepada diri kita sendiri.

Rasul Muhammad ﷺ bersabda :

كَفَى بِالْمَوْتِ وَاعِظًا وَكَفَى بِالْيَقِيْنِ غِنًى وَكَفَى بِالْعِبَادَةِ شُغلاً

“Cukuplah kematian sebagai nasihat, cukuplah keyakinan sebagai kekayaan, dan cukuplah ibadah sebagai suatu kesibukan.” (HR: Al-Qudho’iy)

Ketiga, melakukan ziarah kubur. Saat kita berziarah kita tengah berlatih menjaga kesadaran bahwa kita juga akan dikubur seperti orang yang kita ziarahi.

Ingat mati dengan berziarah tercermin dari doa ziarah kubur yang disunnahkan untuk kita baca:

السَّلامُ عَلَيْكُمْ يا أَهْلَ القُبُورِ يَغْفِرُ اللَّهُ لَنا وَلَكُمْ أَنْتُم سَلَفُنا ونحْنُ بالأَثَرِ

“Semoga keselamatan tetap atas kamu, wahai penghuni kubur. Semoga Allah mengampuni kami dan kamu. Kamu orang-orang yang mendahului kami, dan kami akan menyusul (orang-orang terdahulu).” (HR: Tirmidzi)

Ziarah kubur, selain mengingatkan kematian juga mengingatkan tentang kehidupan setelahnya, yaitu kehidupan akhirat. Rasul ﷺ bersabda :

فَمَنْ أرَادَ أنْ يَزُورَ القبور فليزر فإنها تذكرنا بالآخرة

“Barangsiapa ingin berziarah kubur, hendaklah ia berziarah karena ziarah kubur itu mengingatkan akan kematian.” (HR: Muslim)

Kaum Jamaah Shalat Jumat Rahimakumullah

Diceritakan, ada seorang lelaki masuk kota Basrah dan bertanya kepada Imam Ibrahim bin Adham, “Ya Syeikh, di mana ada kampung?” Syeikh Ibrahim Adham menjawab, “Berjalanlah ke depan.” Maka dia pun berjalan ke depan dan bertanya, “Di mana ada kampung ya syaikh?” Beliau menjawab, “Berjalanlah ke depan.”

Lalu orang itu sampai di kuburan seraya berkata, “Ya Syeikh, di mana ada kampung?” Syeikh menjawab, “Sekarang kamu telah sampai di kampung.” Orang itu berkata, “Tapi saya sampai di kuburan.”

Syeikh Ibrahim berkata, “Inilah kampung.” Orang itu berkata, “Bagaimana bisa begitu?” Ibrahim bin Adham berkata, “Karena orang-orang yang ada di sana akan datang semuanya ke sini dan tidak seorang pun yang ada di sini akan kembali ke sana.”

Inilah sejumlah cara untuk ingat mati. Kita baca ayat-ayat pengingat kematian sembari kita renungi kandungannya.

Kita lakukan takziyah dan ziarah kubur agar kita tidak lupa dengan yang namanya kematian. Semoga Allah SWT memanggil kita semuanya dalam keadaan husnul khatimah.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat Kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Arsip lain terkait Khutbah Jumat bisa diklik di SINI. Artikel lain tentang keislaman bisa dibuka www.hidayatullah.com

HIDAYATULLAH

Rambu-Rambu Berkurban

Shahibul kurban adalah sebutan (istilah) bagi orang yang hendak berkurban atau melaksanakan ibadah kurban. Menjadi shahibul kurban ini sangat dianjurkan bagi orang-orang yang memiliki kelapangan harta yang cukup atau berlebih. Allah Ta’ala berfirman,

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

Salatlah kepada Rabbmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَحِّ فَلا يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

Barangsiapa mendapatkan kelapangan tetapi tidak berkurban, maka janganlah dia mendekati tempat salat kami.” (HR. Ahmad dalam Musnad-nya no. 8273, hadis hasan Lihat Takhrij Musykilail-Faqr no. 102)

Dalam berkurban, shahibul kurban perlu memerhatikan rambu-rambu terkait perintah dan larangan yang telah diatur dalam syariat Islam yang indah dan kaffah ini. Aturan dan larangan yang ada tentu mengandung hikmah, baik diketahui maupun tidak. Semoga dengan melaksanakan dan mengikuti aturan Allah dan Rasul-Nya, ibadah kurban kita menjadi semakin lebih sempurna dan diterima Allah Ta’ala.

Larangan memotong kuku dan mencukur rambut

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَن كانَ لَهُ ذِبحٌ يَذبَـحُه فَإِذَا أَهَلَّ هِلاَلُ ذِى الْحِجَّةِ فَلاَ يَأْخُذَنَّ مِنْ شَعْرِهِ وَلاَ مِنْ أَظْفَارِهِ شَيْئًا حَتَّى يُضَحِّىَ

”Barangsiapa yang telah memiliki hewan yang hendak dikurbankan, apabila hilal bulan Zulhijah telah muncul (telah masuk tanggal 1 Zulhijah), maka janganlah dia memotong sedikit pun bagian dari rambut dan kukunya hingga dia selesai menyembelih.” (HR. Muslim)

Larangan dalam hadis tersebut ditujukan untuk shahibul kurban, bukan rambut dan kuku hewan kurban. Kata ganti yang digunakan dalam kalimat ‘شَعْرِهِ’ dan ‘أَظْفَارِهِ’ adalah kata ganti tunggal untuk jenis mudzakar (laki-laki), yaitu kata ganti ‘هـ’. Kata ganti tersebut kembali kepada pemilik hewan, bukan hewannya.

Larangan yang dimaksud adalah larangan baik mencukur gundul atau mencukur sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan, maupun di ketiak. (Lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2: 376)

Perlu diperhatikan juga bahwa larangan tersebut hanya berlaku untuk kepala keluarga (shahibul kurban) dan tidak berlaku bagi seluruh anggota keluarganya. (Lihat Syarhul Mumti’, 7: 529)

Hikmah dari larangan di atas, menurut syafi’iyah adalah agar rambut dan kuku yang hendak dipotong tetap ada hingga hewan kurban disembelih. Demikian supaya semakin banyak anggota tubuh yang terbebas dari api neraka. Allahu a’lam.

Jangan menjual daging dan kulit hewan kurban

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

من باع جلد أضحيته فلا أضحية له

Barangsiapa yang menjual kulit hewan kurbannya, maka ibadah kurbannya tidak ada nilainya. (HR. Al-Hakim no. 2390 dan Al-Baihaqi. Hadis hasan)

Barter (menukar) dan menjual kulit dan kepala hewan kurban untuk ditukar dengan daging termasuk jual beli yang dilarang. Karena tukar-menukar termasuk transaksi jual beli, meskipun dengan selain uang. (Lihat Tanwirul ‘Ainain bi Ahkamil Adhohi wal ‘Idain, hal. 373)

Memperjualbelikan kulit hewan kurban yang belum dibagikan adalah transaksi yang tidak sah. Kecuali setelah dibagikan, orang yang menerima kulit dibolehkan memanfaatkan kulit sesuai keinginannya, baik dijual maupun untuk dimanfaatkan yang lain, karena ini sudah menjadi haknya. (Lihat Fiqh Syafi’i, 2: 311)

Pantangan mengupah jagal (penyembelih) dengan bagian tubuh hewan kurban

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ، وَأَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا، وَلَا يُعْطِيَ فِي جِزَارَتِهَا شَيْئًا

“Beliau pernah diperintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengurusi penyembelihan untanya dan agar membagikan seluruh bagian dari sembelihan onta tersebut, baik yang berupa daging, kulit tubuh maupun pelana. Dan dia tidak boleh memberikannya kepada jagal barang sedikit pun.” (HR. Bukhari dan Muslim) dan dalam lafaz lainnya beliau berkata, “Kami mengupahnya dari uang kami pribadi.” (HR. Muslim)

Dan ini merupakan pendapat mayoritas ulama. (lihat Shahih Fiqih Sunnah, 2: 379)

Akan tetapi, jika diberikan cuma-cuma dan bukan sebagai upah, maka jagal diperbolehkan memanfaatkannya sekehendaknya, bisa dimakan, dijual atau yang lainnya. Demikian juga bila hasil kurban diserahkan kepada jagal karena ia miskin atau sebagai hadiah, maka tidaklah mengapa.

Baca juga: Hukum Memberi Hadiah Daging Kurban kepada Tukang Jagal

Menggagalkan hewan kurban yang telah ditentukan

Jika sudah berniat (diucapkan dengan lisan atau ditunjukkan suatu perbuatan) dan bahkan sudah membeli hewan yang memang dikukuhkan untuk berkurban, maka tidak boleh digagalkan dan baiknya tetap konsisten untuk berkurban. Namun, jika ingin menukarkan hewan kurban dengan hewan yang lebih baik, maka diperbolehkan. (Lihat Ahkamul Udhiyati, hal. 17-18)

Anjuran siapa saja yang menerima hewan kurban

Allah Ta’ala telah menerangkan kepada siapa saja daging kurban tersebut diberikan dalam firman-Nya,

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

Telah Kami jadikan untuk kamu unta-unta itu sebahagian dari syiar Allah. Kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya, maka sebutlah olehmu nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah mati, maka makanlah sebagiannya dan beri daging itu untuk orang (miskin) yang tidak meminta-minta dan orang yang meminta. (QS. Al-Hajj: 36)

Dari ayat di atas, Allah berikan tiga pilihan terkait pendistribusian hewan kurban:

Pertama: Dimakan sendiri dan keluarga atau kerabat (ini yang disunahkan).

Kedua: Diberikan kepada orang yang tidak mampu sebagai sedekah (ini yang diwajibkan).

Ketiga: Diberikan kepada orang yang mampu sebagai hadiah (ini yang mubah). (Lihat Ahkamul Udhiyati, hal. 24)

Hal yang sama juga disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

كُلُوا وَأَطْعِمُوا وَادَّخِرُوا

“Makanlah, berikan kepada orang lain, dan silakan simpan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Al-Lajnah Ad-Da-imah (Komisi Fatwa Saudi Arabia) mengatakan, “Hasil sembelihan kurban dianjurkan: (1) Dimakan oleh shahibul kurban. (2) Sebagian lainnya diberikan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan mereka pada hari itu. (3) Sebagian lagi diberikan kepada kerabat agar lebih mempererat tali silaturahmi. (4) Sebagian lagi diberikan pada tetangga dalam rangka berbuat baik. (5) Juga sebagian lagi diberikan (sebagai hadiah) pada saudara muslim lainnya agar semakin memperkuat ukhuwah.” (Fatwa no. 5612, 11: 423-424)

***

Penulis: Arif Muhammad Nurwijaya, S.Pd.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85539-rambu-rambu-berkurban.html

6 Sifat Jantan dalam Islam

الحمد لله، والصلاة والسلام على رسوله، نبينا محمد وآله وصحبه

Berbicara sifat jantan tentu berbicara tentang sifat khas seorang laki-laki. Sifat yang melekat pada diri laki-laki. Sebagian orang terutama anak muda, remaja putra/putri telah salah paham mengenai hal ini. Mereka membayangkan laki-laki yang jantan adalah mereka yang keren berotot membawa mobil sport atau mereka yang tampil di youtube joget sambil nyanyi ber-make upfollower jutaan. Ada lagi yang lebih mengagetkan, mereka memahami jantan itu yang berani bilang “aku sayang kamu”, terus pacaran bisa bawa malam mingguan.

Atau bagi orang yang sudah dewasa, sebagian memahami menjadi laki-laki yang ditakuti orang, semua orang menuruti kemauan dia, “bilang saja nama saya insyaAllah akan aman”, adalah di antara simbol kejantanan. Dan banyak contoh keliru lainnya. Oleh karena itu, di bawah ini adalah di antara penjelasan sifat kejantanan seorang laki.

Dalam Islam, laki-laki tidak sama dengan perempuan. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

فَلَمَّا وَضَعَتْهَا قَالَتْ رَبِّ اِنِّيْ وَضَعْتُهَآ اُنْثٰىۗ وَاللّٰهُ اَعْلَمُ بِمَا وَضَعَتْۗ وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْاُنْثٰى ۚ

“Maka ketika melahirkannya, dia berkata, ‘Ya Tuhanku, aku telah melahirkan anak perempuan.’ Padahal Allah lebih tahu apa yang dia lahirkan, dan laki-laki tidak sama dengan perempuan.” (QS. Al-‘Imran: 36)

Dalam bahasa Arab, laki-laki disebut dengan الذكر (adz-dzakaru) atau الرجل (ar-rajulu). Keduanya secara bahasa memiliki arti yang sama. Namun, secara istilah berbeda. Semua rajulun adalah dzakarun, namun tidak semua dzakarun adalah rajulun.

Kata dzakarun dalam Al-Qur’an datang dalam konteks penyebutan penciptaan, pembagian warisan, dan penduduk bumi. Seperti dalam firman-Nya,

وَاَنَّهٗ خَلَقَ الزَّوْجَيْنِ الذَّكَرَ وَالْاُنْثٰى

Dan sesungguhnya Dialah yang menciptakan pasangan laki-laki dan perempuan.” (QS. An-Najm: 45)

ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ

Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan.” (QS. An-Nisa: 176)

Adapun kata rajulun datang dalam konteks yang khusus, pada sesuatu yang Allah Ta’ala cintai dan agungkan. Seperti Rasul yang diutus di muka bumi, maka Allah Ta’ala katakan mereka adalah rijal.

وَمَآ اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ اِلَّا رِجَالًا نُّوْحِيْٓ اِلَيْهِمْ مِّنْ اَهْلِ الْقُرٰى

Dan Kami tidak mengutus sebelummu (Muhammad), melainkan orang laki-laki yang Kami berikan wahyu kepadanya di antara penduduk negeri.” (QS. Yusuf: 109)

Allah Ta’ala menggunakan kata rajul/rijal pada saat mengatakan para rasul, bukan dzakar, yang sama-sama bermakna laki-laki. Hal ini karena dalam penyebutan kata rajul/rijal terkandung di dalamnya sifat الرجولة (baca: ar-rujulah), yakni kejantanan. Dalam penyebutan kata rajul/rijal melekat sifat maskulin pada diri seorang laki-laki. Sifat yang menjadi ciri khas dan simbol kejantanan seorang laki-laki. Sifat yang saat ini mungkin sudah banyak disalahartikan. Sehingga yang banyak adalah dzakar bukan rajul. Yang banyak adalah laki-laki karena jenis kelaminnya saja, tapi bukan laki-laki sejati. Di antara sifat kejantanan laki-laki adalah:

Pertama: Terkait dengan masjid dan suka menyucikan jiwa

Allah Ta’ala berfirman,

لَمَسْجِدٌ اُسِّسَ عَلَى التَّقْوٰى مِنْ اَوَّلِ يَوْمٍ اَحَقُّ اَنْ تَقُوْمَ فِيْهِۗ فِيْهِ رِجَالٌ يُّحِبُّوْنَ اَنْ يَّتَطَهَّرُوْاۗ وَاللّٰهُ يُحِبُّ الْمُطَّهِّرِيْنَ

Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang (laki-laki) yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri.” (QS. At-Taubah: 108)

Allah Ta’ala menyebutkan masjid sebagai tempat dibangunnya ketakwaan. Ibadah dan tauhid adalah tempatnya ar-rijal, yakni laki-laki. Laki-laki yang sejati adalah yang mendatangi masjid. Mereka ingin membersihkan dirinya dari segala dosa dan maksiat. Bukan justru laki-laki yang senang mengotori jiwa dengan datang ke tempat-tempat maksiat.

Kedua: Tahan terhadap godaan dunia

Allah Ta’ala befirman,

رِجَالٌ لَّا تُلْهِيْهِمْ تِجَارَةٌ وَّلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَاِقَامِ الصَّلٰوةِ وَاِيْتَاۤءِ الزَّكٰوةِ ۙيَخَافُوْنَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيْهِ الْقُلُوْبُ وَالْاَبْصَارُ ۙ

Orang (laki-laki) yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan jual beli dari mengingat Allah, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut kepada hari ketika hati dan penglihatan menjadi guncang (hari Kiamat).” (QS. An-Nur: 37)

Laki-laki yang jantan adalah yang bekerja mencari nafkah, berdagang. Namun, di saat yang sama kesibukan perdagangan tersebut tidak melalaikannya sedikit pun dari zikir, salat, dan menunaikan zakat. Bagi ar-rijal, klien bisnis tidak akan melalaikannya dari menegakkan salat pada waktunya. Keuntungan perdagangannya tidak membuatnya lupa mengeluarkan zakat dari hartanya.  Walaupun sudah kaya, tajir, punya mobil mewah dan rumah megah, laki yang jantan, ar-rijal senantiasa ingat Allah Ta’ala. Karena hati mereka takut akan dahsyatnya hari kiamat.

Ketiga: Idealisme dalam kebenaran tidak mudah goyah

Allah Ta’ala befirman,

وَقَالَ رَجُلٌ مُّؤْمِنٌۖ مِّنْ اٰلِ فِرْعَوْنَ يَكْتُمُ اِيْمَانَهٗٓ اَتَقْتُلُوْنَ رَجُلًا اَنْ يَّقُوْلَ رَبِّيَ اللّٰهُ وَقَدْ جَاۤءَكُمْ بِالْبَيِّنٰتِ مِنْ رَّبِّكُمْ ۗ

Dan seseorang (laki-laki) yang beriman di antara keluarga Fir‘aun yang menyembunyikan imannya berkata, ‘Apakah kamu akan membunuh seseorang karena dia berkata, ‘Tuhanku adalah Allah’? Padahal sungguh, dia telah datang kepadamu dengan membawa bukti-bukti yang nyata dari Tuhanmu.’” (QS. Gafir: 28)

Walaupun hidup di tengah kezaliman yang dahsyat, laki-laki yang jantan senantiasa kokoh dalam mempertahankan kebenaran dan keimanan. Tidak goyah sedikit pun. Laki-laki yang jantan adalah yang kemudian berani beragumentasi dengan pelaku dosa dan maksiat bahwa kebenaran adalah kebenaran sekalipun Anda mengingkarinya.

Keempat: Jujur dan menepati janji

Allah Ta’ala befirman,

مِنَ الْمُؤْمِنِيْنَ رِجَالٌ صَدَقُوْا مَا عَاهَدُوا اللّٰهَ عَلَيْهِ ۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ قَضٰى نَحْبَهٗۙ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّنْتَظِرُ ۖوَمَا بَدَّلُوْا تَبْدِيْلًاۙ

Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang (laki-laki) yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah. Dan di antara mereka ada yang gugur, dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu, dan mereka sedikit pun tidak mengubah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)

Allah Ta’ala menyebutkan kaum munafik yang membatalkan janji mereka dengan Allah Ta’ala bahwa tidak akan berpaling (saat perang). Lalu, Allah Ta’ala mensifati orang beriman adalah orang yang senantiasa memegang janji mereka. Mereka tidak mengubah janji tersebut. (Tafsir Ibnu Katsir, surah Al-Ahzab ayat 23)

Laki-laki yang jantan adalah yang ketika katakan janji tidak akan diingkari. Dia pegang kuat-kuat janji itu. Jujur dalam berkata. Tidak berbalik arah setelah mengikrar janji.

Kelima: Menolong agama

Allah Ta’ala befirman,

وَجَاۤءَ رَجُلٌ مِّنْ اَقْصَى الْمَدِيْنَةِ يَسْعٰىۖ قَالَ يٰمُوْسٰٓى اِنَّ الْمَلَاَ يَأْتَمِرُوْنَ بِكَ لِيَقْتُلُوْكَ فَاخْرُجْ اِنِّيْ لَكَ مِنَ النّٰصِحِيْنَ

Dan seorang laki-laki datang bergegas dari ujung kota seraya berkata, ‘Wahai Musa! Sesungguhnya para pembesar negeri sedang berunding tentang engkau untuk membunuhmu, maka keluarlah (dari kota ini). Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasihat kepadamu.’” (QS. Al-Qashah: 20)

Keenam: Bertanggung jawab atas keluarga

Allah Ta’ala befirman,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ

Laki-laki (suami) itu pemimpin bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya.” (QS. An-Nisa’: 34)

Laki-laki sejati adalah yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya. Jika ia seorang suami, dia adalah sosok yang hadir sebagai pemimpin bagi istrinya. Jika seorang ayah, dia adalah orang yang paling bertanggung jawab atas anak-anaknya. Sehingga ar-rijal itu adalah family man. Bukan justru disanjung di luar, dihindari di dalam. Kehadirannya tidak ditunggu, ketiadaannya dirindu. Karena tidak pernah melekat rasa tanggung jawab pada keluarganya.

Demikian. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik. Semoga bermanfaat.

***

Penulis: dr. Abdiyat Sakrie, Sp.JP, FIHA

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/85379-6-sifat-jantan-dalam-islam.html

Sedekah Utsman bin Affan

KHALIFAH Utsman bin Affan adalah salah satu sahabat nabi yang menikahi dua putri Nabi Muhammad SAW yakni Ummu Kultsum dan Ruqayyah RA sehingga ia mendapat julukan Dzun Nuurain (orang yang mempunyai dua cahaya).

Ini kisah tentang Utsman bin Affan RA yang dermawan dengan ikhlas melakukan sedekah dan infak di jalam Allah SWT tanpa mengharap balasan apapun kecuali ridho Allah SWT dan pahala.

Suatu hari kaum muslimin sedang mengalami kesusahan dan kekurangan air untuk diminum. Sumber air yang paling bagus dan jernih pada saat itu hanya sebuah sumur yang dimiliki oleh orang Yahudi.

Apabila kaum muslimin yang ingin membeli air itu, maka orang Yahudi menaikkan harganya. Melihat peristiwa itu, Utsman bin Affan RA membeli setengah dari sumur itu untuk digunakan kaum muslimin tanpa pungutan biaya sepeser pun.

Kesepakatan penggunaannya dibagi dua, sehari untuk si Yahudi dan sehari lagi untuk Utsman yang dipersembahkan untuk kaum muslimin. Setelah setengah sumur itu dibeli Utsman RA, maka ketika waktunya sumur digunakan untuk si Yahudi, tidak ada lagi yang mau membeli airnya.

Sehingga akhirnya orang Yahudi itu menjual saham atas sumurnya kepada Utsman bin Affan RA dan menghadiahkannya untuk kaum muslimin. Hal yang ingin dicapai Utsman RA adalah kesejahteraan dan kemakmuran kaum muslimin.

Kisah lain tentang kebaikan Utsman bin Affan RA adalah ketika kaum muslimin dilanda kekurangan bahan pangan. Siang itu datang kafilah dagangan milik Utman RA yang terdiri dari seribu unta yang masing – masing membawa makanan dan gandum.

Melihat hal itu, para pedagang mendatangi Utsman bin Affan RA untuk melakukan kerjasama. Ia membujuk Utsman RA untuk bersedia menjual makanan dan gandumnya itu dengan balasan mendapat keuntungan dua dirham setiap sepuluh dirham modal. Namun Utsman bin Affan RA tidak menyepakatinya.

Kemudian para pedagang merayunya lagi dengan keuntungan yang lebih besar yaitu empat kali lipat, dimana empat dirham sebagai ganti dari dua dirham. Dan Utsman RA tetap menolaknya seraya berkata, “Ada yang menjanjikanku keuntungan yang lebih banyak lagi dari itu.”

Mereka bertanya, “Kami adalah para pedagang dari Madinah , siapa lagi pedagang yang berani menjanjikan keuntungan lebih besar dari kami?”

Utsman bin Affan RA menjawab, “Allah SWT memberikan keuntungan lebih tinggi dan besar dari kalian. Karena dari setiap satu dirham, dia memberikan untung sepuluh dirham. Sesuai dengan firman – Nya dalam QS. Al – An’aam : 160”

“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya.”

Dan akhirnya Utsman bin Affan RA tidak ingin menjual melainkan menginginkan untuk menyedahkannya untuk kamu muslimin.

Bersedekahlah layaknya Utsman bin Affan RA, karena ia melakukannya dengan niat mengharapkan ridho dari Allah SWT dan rela berkorban untuk kepentingan umat. Sosok pemimpin yang sudah sangat langka dewasa ini. Ia bersedekah bukan untuk ria pada orang lain dan ingin disanjung, namun dengan hati yang ikhlas.

Dan Utsman bin Affan tidak merasa takut untuk kehabisan, kehilangan dan rugi telah bersedekah, karena Allah menggantinya lebih dari yang ia sedekahkan. []

Sumber : 40 Kisah Pengantar Anak Tidur/Najwa Husein Abdul Aziz/Gema Insani/Depok/2006.

ISLAMPOS

Tiga Alasan NU Haramkan Anak Mondok di Al-Zaytun

Lembaga Bahtsul Masail (lBM) Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Barat memutuskan jika hukum memondokkan anak ke Pondok Pesantren Ma’had Al-Zaytun haram. Keputusan ini diambil setelah LBM PWNU Jabar menggelar kegiatan Bahtsul Masail di Pondok Pesantren Hidayatuttholibin Kabupaten Indramayu pada Kamis (15/6/2023).

Dalam putusannya, setidaknya ada tiga alasan di balik haramnya orangtua memondokkan anak ke pesantren besutan Panji Gumilang tersebut.Pertama, membiarkan anak didik berada di lingkungan yang buruk (pelaku penyimpangan). Kedua, memilihkan guru yang salah bagi pendidikan anak. Ketiga, memperbanyak jumlah keanggotaan kelompok menyimpang. Karena kewajiban orang tua adalah memilihkan pesantren yang jelas sanad keilmuan serta masyhur kompetensinya di bidang ilmu agama. 

Dilansir dari NU Online, hasil Bahtsul Masail resmi menyepakati bahwa Ma’had Al-Zaytun menyimpang dari ajaran Ahlussunnah wal Jamaah. Termasuk menafsirkan Alquran secara serampangan yang diancam Nabi masuk neraka. Istidlal pihak al Zaytun tidak memenuhi metodologi penafsiran ayat secara ilmiah, baik secara dalil yang digunakan ataupun madlul (makna yang dikehendaki).

Pihaknya juga menyebutkan, pandangan tersebut dilihat dari Istidlal pihak al Zaytun dalam pelaksanaan shalat berjarak yang berdasarkan kepada QS Al Mujadalah ayat 11 apakah dapat dikategorikan menyimpang dari ajaran Aswaja. LBMNU berpandangan bahwa penyimpangan istidlal al Zaytun dalam konteks ini karena beberapa hal sebagai berikut:

Pertama, makna “Tafassahu” dalam ayat bukan memerintahkan untuk menjaga jarak dalam barisan shalat, namun merenggangkan tempat untuk mempersilahkan orang lain menempati majlis agar kebagian tempat duduk.

Kedua, bertentangan dengan hadits shahih yang secara tegas menganjurkan merapatkan barisan shalat. Ketiga, bertentangan dengan ijma ulama perihal anjuran merapatkan barisan shalat.

Kemudian, dalih ikut kepada madzhab Bung Karno yang diungkapkan oleh Panji Gumilang terkait penempatan posisi perempuan dan non muslim di antara jamaah shalat yang mayoritas laki-laki sudah sesuai dengan tutunan beribadah Aswaja. “Tidak sesuai dengan tuntunan beribadah Aswaja dan statemen Bapak Panji Gumilang perihal di atas hukumnya haram,” seperti dikutip dari putusan LBM PWNU Jawa Barat.

Pendiri Ma’had Al-Zaytun Panji Gumilang mendeklarasikan diri sebagai pengikut Mazhab Bung Karno. Dalam Tausiyah Shalat Jumat yang disiarkan secara langsung lewat akun Youtube Al-Zaytun Official, Jumat (28/4/2023), Panji yang menyebut dirinya sebagai Syekh Panji tersebut mengaku terinspirasi oleh salah satu karya Bung Karno, Di Bawah Bendera Revolusi Jilid 1.

Tausiyah tersebut disampaikan setelah pelaksanaan shalat Jumat. Dalam shalat Jumat tersebut, shaf jamaah masih tampak longgar dengan setelan berjas dan berdasi.

Meski demikian, hal tersebut berbeda dengan shalat Idul Fitri yang sempat viral di media sosial karena menampilkan sosok perempuan di shaf depan dan lelaki non-Muslim yang tampak duduk di antara jamaah.

“Syekh ingat karena ditanya orang, ini mazhab apa? Syekh karena mengagumi orang yang pandangannya luar biasa dalam bidang-bidang ini, Syekh bilang mazhabku adalah Bung Karno, Ahmad Sukarno,” ujar Panji Gumilang.

Beberapa waktu lalu, kembali viral pernyataan Panji Gumilang yang mempersilakan MUI membuktikan tudingan adanya kesesatan dalam ajaran di Al Zaytun. Panji Gumilang mengaku tidak takut dengan ancaman tersebut dan seakan menantang MUI untuk membuktikan ajaran di Ponpes Al Zaytun yang dianggap sesat. “Terserah mau difatwai MUI haram, makruh maupun halal,” ungkap Panji Gumilang yang juga dilansir dari akun TikTok @herrypatoeng.

Selain itu Panji Gumilang juga menyatakan, MUI tidak berhak mengeluarkan fatwa apapun. Bahkan menurutnya, MUI bukan Tuhan, Nabi, atau bahkan bukan Rasul yang bisa mengeluarkan fatwa sendiri.

    MAKTABU REPUBLIKA