Umroh Kembali Diundur, Ampuh: Ini Ironis

Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama RI kembali mengundur jadwal pelaksanaan umroh hingga Januari 2022. Keputusan pemerintah ini pun dibahas dalam rapat koordinasi daring yang diikuti perwakilan Kemenag, Kemenhub, Kemenlu, Puskeshaji, Konsul Jeddah, dan Asosiasi Umrah Haji pada Jum’at (17/12).

Sebelumnya, umroh perdana petugas PPIU dijadwalkan berangkat ke Tanah Suci pada 23 Desember. Namun, karena adanya kasus Omicron dan untuk mengantisipasi penyebaran virus Covid-19 varian baru ini, maka keberangkatan jamaah umroh ini kembali ditunda.

Sekretaris Jenderal Afiliasi Mandiri Penyelenggara Umrah dan Haji (Ampuh), Wawan Suhada yang mengikuti rapat koordinasi tersebut mengatakan, para penyelenggara sudah dua tahun tidak bisa memberangkatkan jamaah umroh. Namun, saat Arab Saudi memperbolehkan umroh justru pemerintah Indonesia sendiri yang sekarang melarangnya.

“Ini ironis kan. Makanya tadi Dirjen PHU menyampaikan arahan dari presiden. Tapi kami dari delapan asosiasi yang hadir, tujuh asosiasi menyampaikan bahwasanya kita harus berangkat walaupun dengan jumlah skala yang lebih kecil,” ujar Wawan saat dihubungi //Republika.co.id//, Jum’at (17/12).

Wawan menyarankan, setidaknya harus ada perwakilan dari masing-masing asosiasi untuk berangkat ke Tanah Suci sebagai tim advance, sehingga setelah umroh dibuka pada Januari 2022 mendatang, sudah bisa diketahui standar operasionalnya.

“Itu masukan dari asosiasi. Intinya, ini juga untuk mencegah preseden buruk bahwasanya Kemenag plin-plan, tidak memiliki sikap yang kuat, berubah-ubah, menciptakan image yang tidak baik. Semacam prank nasional juga ini, karena bekali-kali kita mundur jadwalnya,” ucapnya.

“Jadi untuk mempertahankan itu, Ampuh dan enam aosisasi lain menyarankan bahwa kita harus berangkat walaupun dalam skala yang lebih kecil,” kata Wawan.

Dia pun menyoroti kasus Omicron yang menjadi alasan pengunduran umroh kali ini. Menurut dia, Direktur Penelitian WHO saja menyatakan bahwa Omicron tidak terlalu berbahaya bagi orang yang sudah divaksinasi.

“Jika pemerintah kita mereferensi bahwa telah terjadi kasus kematian karena Omicron satu orang di UK, tapi itu kan satu dari sekian juta orang. Yang kena Omicron tapi tidak meninggal dan sehat pada akhirnya, harusnya itu juga dipertimbangkan,” jelas Wawan.

“Jadi kami melihat ini pemerintah betul-betul tidak berpihak kepada penyelenggara. Hanya berpikir dari sisi kesehatan dan juga antisipasi terhadap penyebaran Covid, tapi tidak berpikir bagaimana penyelenggara ini bisa bertahan,” katanya.

IHRAM

Fikih Seputar Berbaliknya Imam Selesai Salat

Di antara adab bagi seorang imam salat jamaah setelah selesai salat adalah imam disunahkan berbalik menghadap kepada makmum. Salah satu dalilnya hadis dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ketika setelah selesai salat, beliau menghadapkan wajahnya kepada kami.” (HR. Bukhari no. 845)

Demikian juga hadis dari Al-Barra’ bin ‘Adzib radhiyallahu ‘anhu. Beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,

كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Dahulu kami salat bermakmum bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan kami senang berada di sebelah kanan beliau, karena beliau menghadapkan wajahnya kepada kami setelah salat.” (HR. Muslim no. 709).

Syekh Muhammad bin Ibrahim At-Tuwaijiri menjelaskan, “Setelah salat, imam berbalik ke arah makmum dengan cara berputar ke sebelah kanan atau ke sebelah kiri. Semua ini hukumnya sunah.” (Shifatul Wudhu was Shalah, hal. 27)

Baca Juga: Hukum Melakukan Salat di Belakang Imam yang Melakukan Salat Wajib Sebelum Waktunya

Kapan berbaliknya?

Disebutkan dalam riwayat dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

كانَ النبيُّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ إذَا سَلَّمَ لَمْ يَقْعُدْ إلَّا مِقْدَارَ ما يقولُ: اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ ذَا الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ

“Biasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidaklah duduk sejenak setelah salat, kecuali sekadar bacaan ‘Allohumma antas salam wa minkas salam tabarokta dzal jalali wal ikrom.’” (HR. Muslim no. 592)

Ini menunjukkan bahwa imam berbalik ke arah makmum adalah setelah membaca doa di atas.

Boleh berputar ke kanan atau ke kiri

Imam berbalik ke arah makmum dianjurkan dengan cara berputar ke arah kanan, sebagaimana dalam hadis Al-Barra’ bin ‘Adzib radhiyallahu ‘anhu. Perkataan,

أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ

“Dan kami senang berada di sebelah kanan beliau, karena beliau menghadapkan wajahnya kepada kami setelah salat.”

menunjukkan ini yang paling sering Rasulullah lakukan. Namun, juga boleh kadang-kadang berputar ke arah kiri. Sebagaimana dalam hadis dari Hulb Ath-Tha’i radhiyallahu ‘anhu,

كان رسولُ اللهِ صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ يَؤُمُّنا فينصرفُ على جانبَيه جميعًا ، على يمينِه ، وعلى شمالِه

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami kami, setelah salat beliau biasa berputar (ke arah kami) melalui dua sisinya. Terkadang ke sisi kanan, dan terkadang ke sisi kiri.” (HR. Abu Daud no. 1041, At-Tirmidzi no. 301, disahihkan Al-Albani dalam Shahih Abu Daud dan Shahih At-Tirmidzi)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan,

كان صلى الله عليه وسلم إذا سلم استغفر ثلاثاً، وقال: “اللهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، ومنكَ السلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ” ولم يمكث مستقبِلَ القِبلة إلا مقدارَ ما يقولُ ذلك ، بل يُسرع الانتقالَ إلى المأمومين ، وكان ينفتِل عن يمينه وعن يساره

“Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam setelah salam beliau istigfar 3x. Beliau lalu mengucapkan, ‘Allohumma antas salam wa minkas salam tabarokta dzal jalali wal ikrom.’ Beliau tidak duduk berdiam menghadap kiblat, kecuali sekadar mengucapkan itu saja. Kemudian, beliau bersegera menghadap para makmum. Terkadang beliau memutar badan ke sisi kanan dan terkadang ke sisi kiri.” (Zaadul Ma’aad, 1: 295).

Bolehkah makmum pergi sebelum imam berbalik?

Sebuah pertanyaan disampaikan kepada Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah, “Sebagian orang berkata, tidak boleh makmum keluar dari masjid selama imam belum berbalik, apakah perkataan ini benar?”

Syekh menjawab, “Ada ihtimal bahwa pendapat tersebut benar. Namun, yang lebih tepat, pendapat tersebut tidak benar. Hukumnya mustahab bagi makmum untuk berdiam diri selama imam belum berbalik. Lebih utama demikian. Berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,

إنِّي إمَامُكُمْ، فلا تَسْبِقُونِي بالرُّكُوعِ ولَا بالسُّجُودِ، ولَا بالقِيَامِ ولَا بالانْصِرَافِ

“Sesungguhnya aku adalah imam kalian. Maka, janganlah kalian mendahului aku ketika rukuk, sujud, berdiri, ataupun al-inshiraf  (berpaling).” (HR. Muslim no. 426)

Pendapat yang masyhur dalam memahami hadis ini adalah bahwa al-inshiraf di sini maknanya adalah salam, bukan berbalik ke hadapan makmum. Pendapat yang masyhur adalah salam, sebagaimana perkataan Tsauban,

كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ، إذَا انْصَرَفَ مِن صَلَاتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلَاثًا

“Biasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau insharafa (salam) dari salatnya, beliau istigfar 3x.” (HR. Muslim no. 591)

Insharafa di sini maknanya salam.

Adapun mengenai berbaliknya imam, maka yang lebih utama para makmum bersabar (tidak pergi) sampai imam berbalik kepada mereka. Ini yang lebih utama. Namun, jika makmum berdiri sebelum imam berbalik, maka dalam pendapat yang tepat, itu tidak mengapa. Karena inshiraf dalam hadis maknanya adalah salam” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, hal. 937)

Ikhwati fillah, coba direnungkan, masalah memutar badan saja ada dalilnya dan ada ilmunya. Maka sudahlah, jangan sibukan diri para perkara yang kurang bermanfaat. Karena banyak ilmu yang belum kita pelajari. Sibukan diri dengan ilmu, agar hidupmu berjalan di atas ilmu dan menggapai rida Rabbmu.

Semoga Allah Ta’ala memberi taufik.

Penulis: Yulian Purnama

Sumber: https://muslim.or.id/71018-fikih-berbaliknya-imam-selesai-shalat.html

Bolehkan Melamar Perempuan yang Sudah Dilamar?

PADA suatu hari, ada kejadian yang menyebutkan bahwa salah seorang ustadz yang juga tokoh masyarakat di ibu kota. Ia didatangi oleh seorang pemuda dengan maksud untuk melamar anak perempuannya yang belum menikah, ustadz tersebut menjawab, “Anak saya sudah ada yang melamar.“

Apakah jawaban tersebut menunjukkan bahwa seorang perempuan yang sudah dilamar oleh laki-laki, baik perempuan tersebut menerima, menolak, atau belum memberikan jawaban atas lamaran tersebut, pasti tidak boleh bagi laki-laki lain untuk melamarnya? Bolehkah melamar perempuan yang sudah dilamar?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu diketahui terlebih dahulu bahwa para ulama membagi perempuan yang telah dilamar seorang laki-laki, menjadi tiga keadaan.

Keadaan Pertama:

Perempuan tersebut sudah dilamar oleh laki-laki lain dan telah menerima lamarannya, maka tidak dibenarkan laki-laki lain datang untuk melamarnya, sampai laki-laki yang pertama membatalkan lamarannya atau mengijinkan orang lain untuk melamarnya, sebagaimana yang dinyatakan oleh Imam Nawawi di dalam Syarh Shohih Muslim,Kairo, Dar al-Bayan, 1407/1987, jilid 3, juz 9 : 197, begitu juga oleh Ibnu Qudamah, di dalam al-Mughni, 10/ 567.

Dalilnya adalah hadist Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا يَخْطُبُ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ وَلَا يَسُومُ عَلَى سَوْمِ أَخِيهِ

“Janganlah meminang wanita yang telah dipinang saudaranya, dan janganlah menawar barang yang telah ditawar saudaranya.“ (HR: Muslim, no : 2519).

Di dalam riwayat Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya ia berkata:

نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَبِيعَ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَلَا يَخْطُبَ الرَّجُلُ عَلَى خِطْبَةِ أَخِيهِ حَتَّى يَتْرُكَ الْخَاطِبُ قَبْلَهُ أَوْ يَأْذَنَ لَهُ الْخَاطِبُ

“Nabi Muhammad ﷺ telah melarang sebagian kalian untuk berjual beli atas jual beli saudaranya. Dan janganlah seseorang meminang atas pinangan yang lain hingga peminang sebelumnya meninggalkannya, atau ia telah diijinkan peminang sebelumnya.” (HR: Bukhari, no : 4746).

Hanya saja, para ulama berbeda di dalam menafsirkan larangan dalam hadits di atas. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa larangan tersebut menunjukkan keharaman, sedang sebagian yang lain berpendapat bahwa larangan tersebut menunjukkan makruh bukan haram.

Bahkan Ibnu Qasim dari Madzhab Malikiyah mengatakan: “Maksud dari larangan hadist di atas, yaitu jika orang yang sholeh melamar seorang perempuan, maka tidak boleh laki-laki sholeh yang lain melamarnya juga. Adapun jika pelamar yang pertama bukan laki-laki yang sholeh (orang fasik), maka dibolehkan bagi laki-laki sholeh untuk melamar perempuan tersebut.“ (Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, Beirut, Dar al Kutub al-Ilmiyah, 1988, cet ke – 10 , juz : 2 /3).

Apa hikmah di balik pelarangan tersebut?

Hikmahnya adalah supaya pelamar pertama tidak kecewa, karena lamarannya yang sudah menerimanya kok tiba-tiba membatalkannya hanya karena datang laki-laki lain, dan ini akan berpotensi terjadinya permusuhan, kebencian dan dendam antara satu dengan yang lain.

Bagaimana hukumnya jika laki-laki kedua bersikeras untuk melamarnya dan menikahinya?

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini :

  • Pendapat Pertama menyatakan bahwa laki-laki tersebut telah bermaksiat kepada Allah subhanahu wa ta’ala, tetapi status pernikahan antara keduanya tetap sah dan tidak boleh dibatalkan. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
  • Pendapat Kedua menyatakan bahwa penikahan keduanya harus dibatalkan. Ini adalah pendapat Daud dari Madzhab Dhohiriyah.
  • Pendapat Ketiga menyatakan jika keduanya belum melakukan hubungan seksual , maka pernikahannya dibatalkan, tetapi jika sudah melakukan hubungan seksual, maka tidak dibatalkan. Ini adalah pendapat sebagian pengikut Imam Malik.

Adapun Imam Malik sendiri mempunyai dua riwayat, yang satu menyatakan batal, sedang riwayat yang lain menyatakan tidak batal. (Ibnu Rusydi, Bidayah al-Mujtahid, juz : 2 /3).

Keadaan Kedua:

Perempuan tersebut sudah dilamar laki-laki lain, tetapi perempuan tersebut menolak lamaran itu atau belum memberikan jawaban. Di dalam Madzab Imam Syafi’i ada dua pendapat tentang masalah ini, yang paling benar dari dua pendapat tersebut adalah hukumnya boleh. (al-Khotib as-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, Beirut, dar al Kutub al Ilmiyah, 1994, Cet ke – 1, Juz : 4/ 222).

Dalilnya adalah hadist Fatimah binti Qais yang telah dicerai suaminya Abu Amru bin Hafsh tiga kali, kemudian beliau datang kepada Rasulullah ﷺ mengadu:
قَالَتْ فَلَمَّا حَلَلْتُ ذَكَرْتُ لَهُ أَنَّ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ وَأَبَا جَهْمٍ خَطَبَانِي فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلَا يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ
فَصُعْلُوكٌ لَا مَالَ لَهُ انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ فَكَرِهْتُهُ ثُمَّ قَالَ انْكِحِي أُسَامَةَ فَنَكَحْتُهُ فَجَعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا وَاغْتَبَطْتُ
“Dia (Fathimah binti Qais) berkata: “ Setelah masa iddahku selesai, kuberitahukan hal itu kepada beliau( Rasulullah saw ) bahwa Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Al Jahm telah melamarku, lantas Rasulullah saw bersabda: “Adapun Abu Jahm adalah orang yang tidak pernah meninggalkan tongkatnya dari lehernya (suka memukul ), sedangkan Mu’awiyah adalah orang yang miskin, tidak memiliki harta, karena itu nikahlah dengan Usamah bin Zaid.” Namun saya tidak menyukainya, beliau tetap bersabda: “Nikahlah dengan Usamah.” Lalu saya menikah dengan Usamah, maka Allah telah memberikan limpahan kebaikan padanya, sehingga aku meras bahagia hidup dengannya.” (HR: Muslim, no : 2709).


Berkata Imam Syafi’I menerangkan hadist di atas:


وقد أَعْلَمَتْ فَاطِمَةُ رَسُولَ اللَّهِ صلى اللَّهُ عليه وسلم أَنَّ أَبَا جَهْمٍ وَمُعَاوِيَةَ خَطَبَاهَا وَلَا أَشُكُّ إنْ شَاءَ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّ خِطْبَةَ أَحَدِهِمَا بَعْدَ خِطْبَةِ الْآخَرِ فلم يَنْهَهُمَا وَلَا وَاحِدًا مِنْهُمَا ولم نَعْلَمْهُ أنها أَذِنَتْ في وَاحِدٍ مِنْهُمَا فَخَطَبَهَا على اسامة ولم يَكُنْ لِيَخْطُبَهَا في الْحَالِ التي نهى فيها عن الْخِطْبَةِ ولم أَعْلَمْهُ نهى مُعَاوِيَةَ وَلَا أَبَا جَهْمٍ عَمَّا صَنَعَا وَالْأَغْلَبُ أَنَّ أَحَدَهُمَا خَطَبَهَا بَعْدَ الْآخَرِ فإذا أَذِنَتْ الْمَخْطُوبَةُ في إنْكَاحِ رَجُلٍ بِعَيْنِهِ لم يَجُزْ خِطْبَتُهَا في تِلْكَ الْحَالِ

“Fatimah telah memberitahukan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bahwa Abu Jahm dan Mu’awiyah telah melamarnya, dan saya tidak ragu-ragu dengan izin Allah subhanahu wa ta’ala bahwa lamaran salah satu dari keduanya terjadi setelah lamaran yang lain, dan Rasulullah ﷺ pun tidak melarang kedua lamaran tersebut, dan tidak melarang salah satu dari keduanya. Kita juga tidak mendapatkan bahwa Fatimah telah menerima salah satu dari kedua lamaran tersebut. Maka Rasulullah ﷺ melamar Fatimah untuk Usamah, dan beliau tidaklah melamarnya dalam keadaan yang beliau larang (yaitu melamar seorang wanita yang sudah dilamar orang lain), saya juga tidak mendapatkan bahwa Rasulullah ﷺ melarang perbuatan Mu’awiyah dan Abu Jahm. Dan kebanyakan yang terjadi, bahwa salah seorang dari keduanya melamar terlebih dahulu dari yang lain. Tetapi, jika perempuan yang dilamar tersebut telah menerima lamaran seseorang, maka dalam keadaan seperti, orang lain tidak boleh melamarnya lagi.“ (al-Umm, Beirut, Dar Kutub Ilmiyah, 1993, cet – 1 : Juz 5/ 64).

Hal itu dikuatkan dengan riwayat yang menyebutkan bahwa Umar bin Khattab pernah melamar seorang wanita untuk tiga orang: Jarir bin Abdullah, Marwan bin al Hakam, dan Abdullah bin Umar, padahal Umar belum mengetahui jawaban perempuan tersebut sama sekali. Hal ini menunjukkan kebolehan melamar perempuan yang sudah dilamar orang lain dan dia belum memberikan jawabannya. (Ibnu Qudamah, al-Mughni: 9/ 568)

Keadaan Ketiga:

Perempuan yang dilamar tersebut belum memberikan jawaban secara jelas, hanya saja ada tanda-tanda bahwa dia menerima lamaran tersebut. Maka hukum melamar perempuan yang sudah dilamar dalam keadaan seperti ini, para ulama berbeda pendapat di dalamnya:

  • Pendapat Pertama; Hukumnya haram, sebagaimana kalau perempuan tersebut sudah menerima lamaran tersebut secara jelas dan tegas. Ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam salah satu riwayat. Dalilnya adalah keumuman hadist Ibnu Umar yang menyebutkan larangan melamar perempuan yang sudah dilamar.
  • Pendapat Kedua: Hukumnya boleh, ini adalah pendapat Imam Ahmad dalam riwayat dan Imam Syafi’i dalam qaul jadid (pendapat yang terbaru). Menurut kelompok ini bahwa di dalam hadist Fatimah binti Qais menunjukkan bahwa dia (Fatimah) sudah kelihatan tanda-tanda kecenderunganya kepada salah satu dari dua laki-laki yang melamarnya, tetapi walaupun begitu Rasululullah shalallahu ‘alaihi wa salam tetap saja melamarkannya untuk Usamah. Ini menunjukkan kebolehan.

Selain itu, di dalam hadist tersebut tidak disebutkan bahwa nabi Muhammad ﷺ bertanya terlebih dahulu sebelum melamarkan untuk Usamah, apakah Fatimah sudah cenderung kepada salah satunya atau belum. Hal ini menunjukkan bahwa kebolehan melamar seorang perempuan secara umum selama belum memberikan jawaban pada lamaran sebelumnya.

Pendapat yang lebih benar dari dua pendapat di atas adalah pendapat pertama yang menyatakan haram hukumnya melamar perempuan yang sudah kelihatan kecenderungannya kepada laki-laki yang melamarnya, walaupun belum diungkapkan dalam kata-kata, karena kecenderungan sudah bisa dianggap sebagai persetujuan. Wallahu A’lam.*/Dr Ahmad Zain An-Najah, Pusat Kajian Fiqih (PUSKAFI)

HIDAYATULLAH

Jamaah Kini Bisa Sentuh Hajar Aswad Lewat Virtual Reality

Arab Saudi telah meluncurkan inisiatif yang memungkinkan umat Islam menyentuh Hajar Aswad atau batu hitam di Ka’bah di Makkah secara virtual melalui teknologi Virtual Reality (VR) atau realitas maya. Inisiatif Batu Hitam Virtual ini diciptakan oleh Kepala Kepresidenan untuk Urusan Dua Masjid Suci Sheikh Abdul Rahman Al Sudais.

“Kami memiliki situs keagamaan dan sejarah yang hebat yang harus kami digitalkan dan komunikasikan kepada semua orang melalui sarana teknologi terbaru,” kata Sheikh Sudais, dikutip dari Gulf News, Rabu (15/12).

Kemudian, ia menekankan pentingnya menciptakan lingkungan simulasi virtual untuk mensimulasikan sebanyak mungkin indera, seperti penglihatan, pendengaran, sentuhan bahkan penciuman. Selama ritual ziarah ke Makkah atau haji, salah satu dari lima rukun Islam adalah mengelilingi Ka’bah tujuh kali dan pada akhir ritual masing-masing mereka mencoba menyentuh hajar aswad.

Ia menambahkan hal ini telah dipromosikan pada saat Arab Saudi sedang mengembangkan serangkaian proyek penting yang berkaitan dengan realitas virtual dan kecerdasan buatan terutama ditujukan untuk membuat kota pintar.

Inisiatif ini terdiri dari simulasi situs ziarah utama Muslim di Makkah yang mulai sekarang dapat dikunjungi dari rumah berkat virtual reality. Dengan cara ini, Ka’bah dapat dilihat dan disentuh secara virtual dari rumah. Hajar aswad itu tertanam di Ka’bah dan dianggap oleh umat Islam sebagai pecahan surga.

https://gulfnews.com/world/gulf/saudi/saudi-arabia-muslims-can-virtually-touch-kaabas-black-stone-from-home-1.84388660

IHRAM

Memakai Ihram dari Rumah Bentuk Kesempurnaan Haji dan Umroh

Syariat memerintahkan agar jamaah menyempurnakan haji dan umrohnya karena Allah SWT. Perintah itu tegas Allah SWT sampaikan dalam firmanya surah Al-Baqarah ayat 196.

“Dan sempurnakanlah Haji dan umrah karena Allah SWT.”

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi menafsirkan, ayat ini dengan hadits yang disebutkan bahwa maksud menyempurnakan haji dan umroh adalah berjalan dari rumah dengan memakai pakaian ihram untuk haji atau umroh. Maksud dari hadist ini adalah pentingnya memakai ihram dan menjaga larangan saat ihram.

“Yang paling utama adalah memakai pakaian ihram sejak keluar dari rumahnya,” tulis Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi dalam kitabnya Fadilah Haji.

Syekh Maulana memastikan, banyak riwayat yang menyebutkan keutamaannya. Akan tetapi karena setelah ihram banyak sekali perkara yang harus dihindari dan karena lamanya seseorang berada dalam keadaan ihram, terkadang ia melakukan perbuatan yang bertentangan dengan Islam

“Oleh karena itu, ulama memberitahukan bahwa kehati-hatian sangat perlu saat memakai ihram sejak dari miqat,” katanya.

Tujuannya agar terhindar dari dosa. Untuk itu hendaknya lebih diutamakan dan lebih didahulukan daripada mendapat keutamaan memakai pakaian ihram sejak dari rumah.

Dalam hadis terdapat banyak riwayat tentang keutamaan umroh yang sebagian telah disebutkan bersama dengan keutamaan haji pada banyak hadits.

Syekh Maulana Muhammad Zakariyya Al-Kandahlawi mengatakan, setelah berhijrah Nabi SAW hanya satu kali melakukan haji. Akan tetapi beliau melakukan umrah empat kali salah satunya tidak bisa beliau sempurnakan.

“Karena orang-orang musyrik tidak mengizinkan beliau memasuki Makkah,” katanya.

Pada waktu itu diputuskan bahwa pada tahun tersebut supaya tidak berumurah, dan pada tahun depan diperintahkan supaya datang dan mengerjakan umroh. Beliau mengerjakan tiga umroh dengan sempurna.

IHRAM

Ketika Timbangan Amal Baik dan Buruk Seimbang

Alquran menerangkan bahwa ada penghuni surga dan neraka, tapi ada juga orang-orang yang tidak masuk surga dan neraka. Mereka tertahan di A’raf yakni tempat mereka yang tidak masuk surga dan neraka karena timbangan amal baik dan buruknya seimbang.

Mereka yang tertahan di A’raf menanti keputusan Allah SWT. Hal ini dijelaskan dalam Surah Al-A’raf Ayat 46 dan tafsirnya.

وَبَيْنَهُمَا حِجَابٌۚ وَعَلَى الْاَعْرَافِ رِجَالٌ يَّعْرِفُوْنَ كُلًّا ۢ بِسِيْمٰىهُمْۚ وَنَادَوْا اَصْحٰبَ الْجَنَّةِ اَنْ سَلٰمٌ عَلَيْكُمْۗ لَمْ يَدْخُلُوْهَا وَهُمْ يَطْمَعُوْنَ

Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada tabir dan di atas A‘raf (tempat yang tertinggi) ada orang-orang yang saling mengenal, masing-masing dengan tanda-tandanya. Mereka menyeru penghuni surga, “Salamun ‘alaikum” (salam sejahtera bagimu). Mereka belum dapat masuk, tetapi mereka ingin segera (masuk). (QS Al-A’raf: 46).

Dalam Tafsir Kementerian Agama, ayat ini menerangkan bahwa antara penghuni surga dan penghuni neraka ada batas yang sangat kokoh. Batas itu berupa pagar tembok yang tidak memungkinkan masing-masing dari mereka keluar dan berpindah tempat.

Di atas pagar tembok itu ada suatu tempat yang tertinggi, tempat orang-orang yang belum dimasukkan ke dalam surga. Mereka bertahan di sana menunggu keputusan dari Allah SWT. Dari tempat yang tinggi itu mereka bisa melihat penghuni surga dan melihat penghuni neraka.

Kedua penghuni itu kenal dengan tanda yang ada pada mereka masing-masing. Seperti mengenal mukanya yang telah disifatkan Allah dalam Alquran.

Firman Allah, “Pada hari itu ada wajah-wajah yang berseri-seri, tertawa dan gembira ria, dan pada hari itu ada (pula) wajah-wajah yang tertutup debu (suram), tertutup oleh kegelapan (ditimpa kehinaan dan kesusahan). Mereka itulah orang-orang kafir yang durhaka.” (QS Abasa: 38-42)

Mereka yang tinggal di tempat yang tinggi di atas pagar batas itu mempunyai kebaikan yang seimbang dengan kejahatannya, sehingga belum bisa dimasukkan ke dalam surga. Tetapi mereka juga tidak menjadi penghuni neraka. Mereka untuk sementara ditempatkan di sana, sambil menunggu rahmat dan karunia Allah untuk dapat masuk ke dalam surga.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Diletakkan timbangan pada hari Kiamat lalu ditimbanglah semua kebaikan dan kejahatan. Maka orang-orang yang lebih berat timbangan kebaikannya dari pada timbangan kejahatannya meskipun sebesar biji sawi atau atom dia akan masuk surga. Orang yang lebih berat timbangan kejahatannya dari pada timbangan kebaikannya meskipun sebesar biji sawi atau atom, ia akan masuk neraka.”

Dikatakan kepada Rasulullah, “Bagaimana orang yang sama timbangan kebaikannya dengan timbangan kejahatannya?” Rasulullah menjawab, “Mereka itulah penghuni A’raf, mereka itu belum memasuki surga tetapi mereka sangat ingin memasukinya.” (HR Ibnu Jarir dari Ibnu Mas’ud)

Sesudah itu Ibnu Mas’ud mengatakan, sesungguhnya timbangan itu bisa berat dan bisa ringan oleh sebuah biji yang kecil saja. Siapa yang timbangan kebaikan dan kejahatannya sama-sama berat, mereka penghuni A’raf, mereka berdiri menunggu di atas jembatan. Kemudian mereka dipalingkan melihat penghuni surga dan neraka. Apabila mereka melihat penghuni surga, mereka mengucapkan, “Keselamatan dan kesejahteraan bagimu.” Apabila pandangan mereka dipalingkan ke kiri, mereka melihat penghuni neraka, seraya berkata, “Ya Tuhan kami janganlah Engkau tempatkan kami bersama dengan orang-orang zalim.”

Mereka sama-sama berlindung diri kepada Allah dari tempat mereka. Ibnu Mas’ud mengatakan, orang yang mempunyai kebaikan, mereka diberi cahaya yang menerangi bagian depan dan kanan mereka. Tiap-tiap orang dan tiap-tiap umat diberi cahaya setibanya mereka di atas jembatan, Allah padamkan cahaya orang-orang munafik laki-laki dan munafik perempuan. Tatkala penghuni surga melihat apa yang di hadapan orang-orang munafik, mereka berkata, “Ya Tuhan kami, sempurnakanlah cahaya kami.”

Adapun penghuni A’raf, cahaya mereka ada di tangan mereka, tidak akan tanggal. Pada waktu itu Allah berfirman, “Mereka belum dapat masuk, tetapi mereka ingin segera (masuk).” (QS Al-A’raf: 46) 

Yang dimaksud dalam ayat ini, bahwa penghuni A’raf itu menyeru penghuni surga, mengucapkan selamat sejahtera, karena kerinduan mereka atas nikmat yang telah diberikan Allah kepada penghuni surga. Mereka belum juga dapat masuk ke dalamnya, sedang hati mereka sudah sangat rindu untuk masuk.

IHRAM

Inilah Hadiah Istimewa di Akhirat Bagi Orang Tua yang Anaknya Membaca Al-Qur’an

Alquran merupakan kitab suci umat Islam.  Kitab suci ini diturunkan oleh Allah pada Nabi Muhammad, melalui perantaraan malaikat Jibril. Al-Qur’an diturunkan secara bertahap (berangsur-angsur) selama kurang lebih 23 tahun.

Jumlah surah dalam Al-Qur’an sebanyak 114 surah. Yang diawali dengan surah Al-fatihah. Pun diakhiri dengan surah Al-Nas. Menurut sebagian ulama, dan pendapat yang kuat, jumlah ayat Al-Qur’an berjumlah 6666 ayat, yang tersebar di 114 surah tersebut.

Tak pelak lagi, sebagai kitab suci, Al-Quran mengandung pelbagai keistimewaan dan keutamaan. Pasalnya, kitab suci ini merupakan kitab yang terakhir yang diturunkan kepada nabi terakhir, yang juga Nabi yang mulia, Muhammad SAW.

Salah satu keistimewaan Al-Qur’an adalah diberikan hadiah khusus pada orang tua yang anaknya membaca Al-Qur’an dan mengamalkan isinya. Hadiah yang diterima orang tua yang anaknya membaca Al-Quran dan mengamalkan isinya adalah Allah pakaikan padanya mahkota kelak di hari kiamat.

Mahkota tersebut adalah hadiah dan keistimewaan yang dikurniakan oleh Allah, bagi anak yang rajin membaca dan mengamalkan Al-Quran. Tentu ini merupakan harapan dan keinginan orang tua, kelak di akhirat.

Keistimewaan berupa Hadiah mahkota dari Allah, dijelaskan langsung oleh Rasulullah melalui sebuah hadis yang diriwayatkan oleh dari Muadz bin Anas. Yang kemudian diriwayatkan oleh Abu Daud. Nabi bersabda;

عن معاذ بن انس رضي الله عنه ان رسول الله صلى الله عليه و سلم  قال : مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ وَعَمِلَ بِمَا فِيهِ، أُلْبِسَ وَالِدَاهُ تَاجًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، ضَوْءُهُ أَحْسَنُ مِنْ ضَوْءِ الشَّمْسِ فِي بُيُوتِ الدُّنْيَا لَوْ كَانَتْ فِيكُمْ، فَمَا ظَنُّكُمْ بِالَّذِي عَمِلَ بِهَذَا

Dari Muadz bin Anas , bahwa Rasulullah SAW bersabda” Barangsiapa yang membaca Al Qur’an, lalu mengamalkan isinya, maka kepada kedua orang tuanya pada hari kiamat Allah akan memakaikan mahkota.  

Yang cahaya mahkota tersebut  lebih bagus dari cahaya matahari di dunia, yang menyinari rumah kalian. Kalau demikian halnya, maka pahala apakah gerangan yang dianugerahkan kepada yang mengamalkan Al-Qur’an itu sendiri?

Itulah kemuliaan yang diberikan oleh Allah pada orang yang membaca dan mengamalkan isi A-Qur’an. Al-Qur’an akan menjadi anugerah bukan saja bagi dirinya yang membaca, tetapi juga bagi kedua orang tuanya.

BINCANG SYARIAH

Nasihat Tahajud

Nasihat tahajud kepada setiap muslim. Ada 5 pelajaran yang terkandung dalam hadits berikut ini yaitu tentang indahnya saling menasihati dalam kebaikan.

عن جرير بن عبد الله رضي الله عنه قَالَ: بَايَعْتُ رسولَ الله صلى الله عليه وسلم عَلَى إقَامِ الصَّلاةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، والنُّصْحِ لِكُلِّ مُسْلِمٍ. مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.

Dari Jarir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku pernah berbaiat (berjanji setia) pada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam supaya menegakkan shalat, menunaikan zakat dan memberi nasehat kepada setiap muslim.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 57 dan Muslim no. 56).

Pelajaran yang terdapat di dalam hadist yaitu sebagai berikut.

1- Ini menunjukkan bahwa saling menasihati itu didasarkan karena kita muslim adalah bersaudara sehingga kita ingin agar saudara kita pun menjadi baik.

2- Dan juga menunjukkan bahwa bentuk kasih dan sayang terhadap sesama muslim adalah dengan saling menasihati.

3- Arti nasihat -menurut para ulama- adalah menginginkan kebaikan pada orang lain. Sebagaimana kata Al Khottobi rahimahullah,

النصيحةُ كلمةٌ يُعبر بها عن جملة هي إرادةُ الخيرِ للمنصوح له

“Nasihat adalah kalimat ungkapan yang bermakna memberikan kebaikan kepada yang dinasihati” (Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 219).

4- Nasihat adalah engkau suka jika saudaramu memiliki apa yang kau miliki. Engkau bahagia sebagaimana engkau ingin yang lain pun bahagia.

Engkau juga merasa sakit ketika mereka disakiti. Engkau bermuamalah (bersikap baik) dengan mereka sebagaimana engkau pun suka diperlakukan seperti itu.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 2: 400).

Al Fudhail bin ‘Iyadh mengatakan,

المؤمن يَسْتُرُ ويَنْصَحُ ، والفاجرُ يهتك ويُعيِّرُ

“Seorang mukmin itu biasa menutupi aib saudaranya dan menasihatinya. Sedangkan orang fajir (pelaku dosa) biasa membuka aib dan menjelek-jelekkan saudaranya.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 225).

5- Semoga Allah memberikan kita sifat saling mencintai sesama dengan saling menasihati dalam kebaikan dan takwa.

Nasihat Tahajud

Tema hadist yang berkaitan dengan Al-Qur’an:

1- Maksud nasihat adalah supaya orang lain menjadi baik. Ingatlah maksud nasihat adalah ingin orang lain menjadi baik. Jadi dasarilah niat seperti itu.

أُبَلِّغُكُمْ رِسَالاتِ رَبِّي وَأَنَا لَكُمْ نَاصِحٌ أَمِينٌ

Aku menyampaikan amanat-amanat Tuhanku kepada kalian, dan aku hanyalah pemberi nasihat yang dapat dipercaya bagi kalian. (Al-A’raf: 68)

2- Allah Subhanahu wa Ta’ala bersumpah dengan menyebutkan bahwa manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, yakni rugi dan binasa.

Maka dikecualikan dari jenis manusia yang terhindar dari kerugian, yaitu orang-orang yang beriman hatinya dan anggota tubuhnya mengerjakan amal-amal yang saleh, dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran.

Yakni menunaikan dan meninggalkan semua yang diharamkan dan nasihat-menasihati supaya menetapi dalam kesabaran.

Yaitu tabah menghadapi musibah dan malapetaka serta gangguan yang menyakitkan dari orang-orang yang ia perintah melakukan kebajikan dan ia larang melakukan kemungkaran.

وَالْعَصْرِ ،إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ ، إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.

[Al-‘Asr, ayat 1-3]

Mari bangun sholat tahajud dan berdoa semoga kita bisa saling menasihati dalam kebaikan dan Allah Subhanahu wa taala lembutkan hati kita untuk menerima kebenarannya. Aamiin yaa Robbal a’lamin.[ind]

CHANEL MUSLIM

Buntu Saat Menulis, Ini yang Dilakukan Buya Hamka Saat Menulis Tafsir Al-Azhar

Writer block (kebuntuan menulis) seringkali menghantui siapa saja. Entah itu, mahasiswa yang sedang mencari bahan-bahan skripsi, seorang dosen yang sedang melakukan riset penelitian, ataukah seorang content creator. Hal tersebut acapkali mengganggu performa kinerja penulis itu sendiri. Bagaimana motivasi Buya Hamka menulis tafsir al-Azhar?

Proses panjang menjadi seorang penulis handal layaknya Buya Hamka. Berangkat dari karyanya yang pertama, yaitu Khatibul Ummah, yang berisi jahitan untaian hasil khutbah teman-temanya, yang kemudian dibukukan menjadi sebuah buku. Hingga sebuah novel monumentalnya, yaitu Tenggelamnya Kapal Van Ser Wijck .hingga diangkatnya ke layar lebar, dan belakangan ini, penulis mendapat sebuah informasi terbaru perihal ditemukanya bongkahan-bongkahan awak kapal tersebut, di stasiun televise nasional, yaitu tvone.

Namun dalam kesempatan ini, penulis, ingin menelisik sosok Buya Hamka. Menyangkut daripada beragam karya tulisnya. Berikut dengan back ground (latar belakang) genre yang berbeda-beda, serta adakah kiranya kiat-kiat untuk menjadi seorang penulis handal. Berikut ulasanya:

Motivasi Hamka Menulis Tafsir Al-Azhar

Sebelum memberikan wejangan, perihal kiat-kiat menjadi seorang penulis handal. Agaknya kurang afdhol, jikalau untaian jahitan tulisan ini, terlebih dahulu sedikit mengurai alasan kepenulisan tafsir al-Azhar,  yang merupakan magnum opusnya. Berikut beberapa alasan yang melatar belakangi lahirnya tafsir al-Azhar, yang dituntaskanya dibalik bilik penjara, sebagai berikut:

Buya Hamka mulanya tidak terbetik dalam hatinya untuk menulis Tafsir al-Azhar. Namun, pengejawantahan akan karyanya, justru berangkat dari mengisi rutinitas kajian kuliah shubuh pada jama’ah masjid al-Azhar kebayoran baru DKI Jakarta. Sementara itu, nama tafsir al-Azhar sendiri, diambil daripada nama masjid tempat mengisi rutinitas kajian kuliah shubuh. Yaitu bernama masjid al-Azhar.

Wejangan interpretasi penafsiran pertamanya. Yaitu berangkat dari syarah (penjelasan) mengenai al-Qur’an surah al-Kahfi. Catatan yang ditulis Buya Hamka semenjak tahun 1959. Yang kemudian dipublikasikan dalam majalah tengah bulanan, yaitu Gema Islam yang terbit pertama kalinya pada tahun 15 januari 1962.

Yang fungsinya sebagai pengganti daripada majalah panji masyarakat, yang di bredel oleh Presiden Soekarno dua tahun sebelumnya. Yaitu pada tahun 1960. (Avif Alviyah, dalam Metode Penafsiranm Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Ilmu Ushuluddin, (Vol. 15, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 28).

Selain itu, dinamika yang dijadikan motivasi tersendiri bagi Buya Hamka untuk menulis tafsir al-Azhar. Yang diantaranya berangkat dari empat dorongan. Berikut ulasanya:

Pertama, banyak para mufassir-mufassir klasik ta’asub (fanatik) terhadap madzhab yang mereka nakhodai. Sehingga terdapat diantaranya yang menggiring redaksi daripada ayat-ayat kitab suci al-Qur’an, yang pengejawantahanya cenderung kedalam madzhab pegangnya. Walaupun nyatanya redaksi tersebut cenderung diluar madzhab yang mereka jadikan pegangan.

Kedua, adanya sebuah nuansa religiusitas baru di tanah air Indonesia. Yang mana merupakan sebuah negara yang berpenduduk mayoritas penganut agama Islam, yang sangat haus akan bimbingan agamanya. Yang kala itu sangat haus juga akan menelaah serta memahami isi-isi kandungan daripada kitab suci al-Qur’an.

Ketiga, tokoh Muhammadiyyah ini yang satu ini, ingin meninggalkan sebuah pusaka warisan yang bernilai harganya bagi bangsa Indonesia. Yang mana mayoritas penduduknya beragama Islam.

Keempat, ingin membalas jasa kepada instansi Universitas al-Azhar. Yang mana negeri piramid Mesir yang telah memberikan penganugerahan prestisius kepada Hamka. Yaitu Gelar Doktor Honoris Causa. (Malkan, dalam Metode Penafsiran Buya Hamka Dalam Tafsir Al-Azhar, Ilmu Ushuluddin, (Vol.15, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 35)

Nah, pasca pengulasan beberapa alasan-alasan kepenulisan tafsir al-Azhari di atas. Berikut penulis, uraikan konsen pembahasan untaian jahitan tulisan ini:

Empat Kepiawaian yang Harus Dimilki Penulis

Dunia literasi digital akan memproduksi  lembar-lembar peradaban yang serba maju, indah, serta eksotis. Jikalau banyak terlahir penulis yang mengisi ruang-ruang kosong serba-serbi bingkai peradaban kepenulisan.

Jika meminjam ungkapan sastrawan dan pujangga ulung, yaitu Buya Hamka,’’seorang politikus merupakan arsitektur struktur negara, tetapi penulislah, yang mengisinya dengan keindahan, perasaan, serta gagasan.’’. (Yanuardi Syukur Arlen Ara Guci, dalam Memoar Perjalanan Hidup Sang Ulama (Solo; Tinta Medina, 2017, hlm. 40)

Menilik lebih jauh, sosok yang masyhur dengan berbagai dimensi kepiawaian kepenulisanya ini. Yaitu berangkat sebagai seorang penulis, sastrawan, serta wartawan. Ayalnya diramu serta diracik dengan kepiawaianya dalam dunia kepenulisan itu sendiri. Berikut empat prasyarat-prasyarat menjadi seorang pengarang atau penulis handal:

Ponit yang pertama, seorang penulis harus memilki daya khayal serta imajinasi, kedua, seorang penulis mesti memilki ingatan yang tajam, ketiga, seorang penulis harus juga memilki daya hafal yang kuat, keempat, seorang penulis harus mampu mengejawantahkan ketiga kemampuanya tersebut kedalam sebuah untaian jahitan tulisan. (Yanuardi Syukur Arlen Ara Guci, dalam Memoar Perjalanan Hidup Sang Ulama (Solo; Tinta Medina, 2017, hlm. 38) Wallahua’lam

BINCANG SYARIAH

Umara dan Ulama Bisa Tangkal Paham Sesat

Paham sesat bisa ditangkal oleh umara dan ulama

Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung Fahrizal Darminto mengatakan, komunikasi yang intens antara umara (pemerintah) dan ulama dapat menangkap pengaruh negatif paham sesat. Kontribusi umara dan ulama menjadi elemen vital dalam pembangunan di daerah.

“Maka kita tingkatkan komunikasi yang intens antara umara dan ulama merupakan faktor penting, dalam menangkal pengaruh paham-paham yang akan menghambat proses pembangunan di Provinsi Lampung,” kata Sekdaprov Lampung Fahrizal Darminto pada Refleksi Kehidupan Beragama di Lampung yang digelar di Bandar Lampung, Rabu (15/12).

Ia mengatakan, hubungan yang harmonis antara umara dan ulama dapat menciptakan suasana dan kondisi yang kondusif dalam membangun daerah. Namun pada bagian lain, perkembangan sosioreligius di tingkat global maupun nasional menjadi tantangan bagi relasi yang harmonis itu akhir-akhir ini.

Selain komunikasi yang intens tersebut, dia mengatakan perlu juga dilakukan komunikasi secara informal yang terus menerus pada event-event tertentu. Hal ini penting, karena komunikasi informal kedua pihak tersebut dapat terbangun harmonisasi dan dapat menghilangkan sekat-sekat struktural menjadi beban psikologis yang menghambat proses komunikasi secara terbuka.

“Kita patut bersyukur bahwa situasi dan kondisi di Provinsi Lampung sangat kondusif. Terciptanya kondisi ini saya yakini merupakan bagian dari kontribusi para kiayi dan ulama dalam menjaga kehidupan keagamaan yang harmonis,” kata dia.

Menurut dia, Pemprov Lampung dan jajaran yang terkait, selama ini juga telah berupaya sekuat tenaga untuk meletakkan regulasi-regulasi yang diperlukan dalam menciptakan kehidupan yang harmonis.

Peran serta para kiyai dan ulama sangat diapresiasi dalam menerjemahkan regulasi-regulasi yang disampaikan kepada umat, sehingga hal itu dapat terwujud rasa saling percaya. Saling memercayai merupakan kunci keberhasilan setiap kegiatan yang telah direncanakan.

Ulama dan pemerintah ini juga dituntut harus memberikan contoh nyata, seperti Rasulullah SAW sebagai suri tauladan dalam menciptakan ketentraman dan mempersaudarakan antar suku dan agama atas nama kemanusiaan.

Fahrizal mengatakan, Lampung akan menjadi tuan rumah dalam perhelatan nasional Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama (NU) pada 23-25 Desember 2021. “Muktamar tersebut merupakan manifestasi kepercayaan Ulama NU se-Indonesia bahwa Provinsi Lampung termasuk daerah yang mampu merawat kerukunan di antara warganya,” kata Fahrizal, mantan kepala Bappeda Lampung.

Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Lampung Marzuki Noor mengatakan, dalam menggerakkan Islam semakin baik dan berkemajuan, perlu harmonisasi dalam kehidupan beraga di Provinsi Lampung.

“Seperti nuklir kalau di pegang oleh orang yang tidak beriman bisa jadi senjata untuk ngebom orang, tapi ditangan orang dengan kesolehan tinggi bisa diolah dan bermanfaat,” katanya.

Menurut dia, kemajemukan yang harmonis akan menjadi landasan yang kuat dalam membangun Provinsi Lampung yang bermartabat. Untuk itu, lanjut dia, tradisi saling mengisi, saling mengoreksi dan bahkan saling berbagi peran yang didasari saling paham dan saling percaya. “Sehingga Lampung yang damai akan semakin dirasakan oleh seluruh masyarakat,” katanya. 

KHAZANAH REPUBLIKA