Batu Hitam yang Mulia

Sebagian besar umat Islam berusaha menciumnya sebagaimana dicontohkan Rasulullah.

Hajar Aswad yang bermakna batu hitam adalah sebuah batu yang sangat dimuliakan. Ia merupakan jenis batu ruby, yang berasal dari Surga. Sebagian besar umat Islam, terutama yang menunaikan ibadah haji, berusaha untuk menciumnya, sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah SAW.

Umar bin Khathab RA pernah menyatakan, Rasulullah SAW sendiri pernah menciumnya. Saat Umar bin Khathab berada di hadapan hajar aswad dan menciumnya ia berkata, ”Demi Allah, aku tahu bahwa engkau hanyalah sebongkah batu. Seandainya aku tidak melihat Rasulullah SAW menciummu (Hajar Aswad–Red), niscaya aku tidak akan menciummu.” (Hadis No 228 Kitab Shahih Muslim).

Hajar Aswad terletak di sudut sebelah tenggara Ka’bah, yaitu sudut tempat memulai Tawaf, atau sebelah kiri Multazam (tempat dikabulkannya doa yang terletak di antara Hajar Aswad dan pintu Ka’bah).

Menurut sejumlah sumber, batu hitam ini berukuran sekitar 10 sentimeter (cm) dengan luas lingkaran pita peraknya sekitar 30 cm. Tingginya dari lantai dasar Masjid al-Haram sekitar 1,5 meter. Karena pernah dipukul, akibatnya batu Hajar Aswad pun pecah. Pecahannya berjumlah delapan buah dengan ukuran yang sangat kecil. Mereka yang ingin menciumnya, harus memasukkan kepalanya ke dalam lingkaran pita berwarna perak mengkilat.

Dalam Shahih Bukhari disebutkan bahwa Aisyah RA bertanya kepada Nabi SAW mengenai dinding di sebelah Ka’bah, ”Mengapa mereka tidak memasukkannya ke dalam Baitullah?” Beliau bersabda, ”Sesungguhnya kaummu kekurangan biaya (dana).” Aisyah bertanya, ”Lalu mengapa pintunya naik ke atas?” Beliau menjawab, ”Kaummu melakukan hal itu agar mereka dapat memasukkan dan mencegah orang-orang yang mereka kehendaki. Seandainya kaummu tidak dekat dengan masa jahiliyah, aku akan memasukkan dinding itu ke dalam Baitullah, dan akan aku lekatkan pintunya ke bumi.” (HR Bukhari).

Sebagian besar umat Islam meyakini, bahwa berdoa di sekitar Hajar Aswad akan dikabulkan. Abdullah bin Amr bin Ash RA mengatakan bahwa ketika batu Hajar Aswad itu turun, dia lebih putih daripada perak. Dan seandainya dia tidak tersentuh oleh kotoran-kotoran jahiliah, niscaya setiap orang sakit, dengan penyakit apa pun, yang menyentuhnya akan sembuh.

Bahkan, ada yang meyakini bahwa dengan mengunjungi dan menyentuhnya, maka niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Ali bin Abi Thalib Ra meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda kepada Abu Hurairah RA, ”Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya pada Hajar Aswad itu terdapat 70 malaikat tengah memohonkan ampun (kepada Allah) untuk orang-orang Muslim dan mukmin dengan tangan-tangan mereka, seraya rukuk, sujud, dan bertawaf. Ia akan memberi kesaksian pada hari kiamat bagi siapa saja yang memegangnya dengan penuh keyakinan dan benar.”

Ketika Salman Al-Farisi RA tengah berada di antara Zamzam dan maqam (tempat berpijak) Ibrahim, dia melihat orang-orang berdesakan pada Hajar Aswad. Lalu dia bertanya kepada kawan-kawannya, ”Tahukah kalian, apakah ini?” Mereka menjawab, ”Ya, ini adalah Hajar Aswad.” Dia berkata, ”Ia berasal dari batu-batu surga. Dan demi Tuhan yang menggenggam jiwaku, ia akan dibangkitkan kelak dengan memiliki sepasang mata, satu lisan, dan dua buah bibir, untuk memberikan kesaksian bagi orang-orang yang pernah menyentuhnya secara hak (benar).”

Yang terpenting dan harus menjadi perhatian umat Islam, kendati terdapat berbagai kemuliaan pada Hajar Aswad, umat Islam diimbau untuk tetap menjaga hati dan keimanan kepada Allah SWT saat menyentuh atau menciumnya agar tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang menyekutukan Allah.

*berbagai sumber/dia

*Artikel ini telah dimuat di Harian Republika, Minggu, 04 Oktober 2009

IHRAM

Keutamaan Surah Al-Fatihah

Kandungan surah al-Fatihah sangat dalam dan kom prehensif, mulai hal-hal yang bersifat langit (celestial) sampai ke hal-hal yang bersifat bumi (terestrial); dari hal-hal yang bersifat duniawi (worldly) sampai ke hal-hal yang bersifat ukhrawi (escatologis), janji dan ancaman, dan penghambaan diri kepada Allah SWT.

Meskipun hanya ada tujuh ayat dalam surah al-Fatihah, ketujuh ayat ini mencakup keseluruhan, baik urusan makrokosmos berupa alam semesta maupun urusan mikrokos mos, baik urusan dunia maupun urusan akhirat, baik urusan Tuhan maupun urusan manusia dan alam lingkungan hidupnya. Semuanya dibicarakan secara komprehensif dan saling mendukung satu sama lain di antara ayat-ayatnya.

Ada ulama menyatakan bahwa sesungguhnya surah al-Fatihah sudah cukup untuk menuntun hambanya menemukan diri-Nya, tetapi Allah SWT menambahkan surah-surah lain. Makin banyak petunjuk (directions) menuju ke sebuah alamat, makin kecil kemungkinan seseorang salah alamat. Bandingkan dengan The Ten Com mandments, 10 Perintah Tuhan, yang disampaikan kepada Nabi Musa AS.

Kesepuluh perintah itu berisi pesan yang amat padat, yakni pengesaan Allah, penghormatan kepada orang tua, pemeliharaan har-hari suci Tuhan, larangan penyembahan berhala, penghujatan, pembunuhan, perzinaan, pencurian, ketidakjujuran, dan hasrat kepada hal-hal yang buruk.

Bisa dibayangkan, 10 petunjuk diberikan kepada Nabi Musa dan 6.666 ayat Alquran yang berikan ke pada Nabi. Ini semua melambangkan kasih sayang Tuhan terhadap kita sebagai umat Nabi Muhammad SAW. Ayat pertama sampai ayat ketiga berbicara tentang urusan kehidupan di dunia. Allah menggambarkan kelembutan dan kasih sayang-Nya.

Diri-Nya sebagai pribadi (Allah) lebih ditekankan sebagai Maha Pengasih (al-Rahman al-Rahim) dan diri-Nya sebagai Tuhan (ÑÈ) tetap lebih ditonjolkan sebagai Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Jadi, pengulangan kata ini sebetulnya tidak ada unsur kemubaziran kata (redundant). Akan tetapi, ayat keempat dan seterusnya surah ini berbicara tentang hari kemudian, setelah hari kehidupan fisik manusia. Setelah manusia wafat, seolah-olah pintu kasih sayang Allah sudah tertutup, lalu diteruskan dengan ayat: ãMalik yaum al-din (Yang menguasai hari pembalasan/QS al-Fatihah [1]:4).

Seseorang yang membaca surah al-Fatihah diharapkan sudah menyingkirkan semua urusan dan kepentingan. Sedapat mungkin kita membayangkan kehadiran Allah SWT di hadapan kita. Inilah makna ayat: ÅIyyaka na’bud wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkaulah kami me nyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan/QS al- Fatihah [1]:5). Ayat ini menggunakan kata iyyaka (hanya Engkau), bukan iyyahu (hanya Dia). Ini artinya Allah SWT tampil sebagai pihak kedua yang diajak berbicara (mukhathab), bukan pihak ketiga yang dibicarakan. Wajar jika kita diminta fokus dan mengerah kan segenap pikiran dan konsentrasi kita kepada Allah SWT saat membaca ayat ini. Bisa kita bayangkan, bagaimana jadinya jika mulut kita membaca iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, tetapi dalam ingatan kita sepatu atau kendaraan kita di luar. Seolah-olah yang kita sembah adalah sang sepatu atau kendaraan.

Surah al-Fatihah juga mengandung kekuatan inti atau puncak segala doa, yaitu:Ihdina alshirath al-muttaqim (Tunjukilah kami jalan yang lurus/QS al-Fatihah: 6). Jika Allah SWT sudah menunjukkan jalan lurus dan sekali gus mengabulkan doa ini, mau minta apa lagi? Bukankah doa-doa lain hanya penegasan detail dari doa ini?

Kedudukan al-Fatihah dalam shalat amat penting. Nabi pernah mene gaskan: “La shalata li man la yaqra’ surah al-fatihah.” Artinya: “Tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fati hah.” (HR al-Bukhari/No 757). Shalat pada hakikatnya adalah perjalanan mendaki (mi’raj) menuju Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis: Al-shalatu mi’raj al-mu’minin (Shalat adalah mi’raj bagi orang-orang ber iman). Untuk mendaki ke puncak su dah tentu membutuhkan energi spiri tual yang luar biasa. Di sinilah ke du dukan surah al-Fatihah yang harus dihayati maknanya. Ayat demi ayat surah ini menjadi representasi dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran.

Salah satu kekuatan shalat itu ada lah pembacaan surah al-Fatihah. Sangat disarankan jika seseorang tidak mampu khusyuk sepanjang shalat, setidaknya di dalam tiga tem pat, yaitu ketika membaca takbir ihkram, ketika membaca ayat kelima surah al-Fatihah: ÅIyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in (Hanya kepada Engkau lah kami menyembah dan hanya ke pada Engkaulah kami mohon perto longan/QS al-Fatihah [1]: 5).

Oleh Prof KH Nasaruddin Umar (Imam Besar Masjid Istiqlal)

KHAZANAH REPUBLIKA

Tiga Skema Pemberangkatan Jamaah Haji 2021

Untuk rencana musim haji 2021, Kementerian Agama RI (Kemenag) menggodok tiga skema pemberangkatan jamaah haji tahun 2021, yakni:

  1. Skema ketika Covid-19 sudah tidak ada lagi. Dalam hal ini, artinya kondisi sudah normal dan kuota haji pun normal;
  2. Kemenag mempersiapkan apabila terjadinya pengurangan kuota jamaah haji, yang dikarenakan masih adanya penyebaran Covid-19, sedangkan pelaksanaan ibadah haji tetap berjalan;
  3. Ada kemungkinan besar, pelaksanaan pemberangkatan jamaah haji kembali ditunda seperti haji tahun 2020. Hal ini dilakukan jika Covid-19 bertambah parah.

sumber: KHAZANAH REPUBLIKA

Jawaban Al-Qur’an Untuk Berbagai Masalahmu ! (Bag 1)

(1) Jika dirimu berkata : “Aku menderita.”

Al-Qur’an menjawab :

وَٱسۡتَعِينُواْ بِٱلصَّبۡرِ وَٱلصَّلَوٰةِۚ

“Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan shalat.” (QS.Al-Baqarah:45)

(2) Jika dirimu berkata : “Tiada seorang pun yang mengerti betapa beratnya beban di hatiku.”

Al-Qur’an menjawab :

وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ يَحُولُ بَيۡنَ ٱلۡمَرۡءِ وَقَلۡبِهِ وَ إِلَيهِ تُحشَرُون

“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nya lah kalian akan dikumpulkan.” (QS.Al-Anfal:24)

(3) Jika dirimu berkata : “Aku tidak memiliki siapa-siapa.”

Al-Qur’an menjawab :

وَهُوَ مَعَكُمۡ أَيۡنَ مَا كُنتُمۡۚ

“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS.Al-Hadid:4)

(4). Bila dirimu berkata : “Jangan lupakan aku Ya Allah !”

Al-Qur’an menjawab :

فَٱذۡكُرُونِيٓ أَذۡكُرۡكُمۡ

“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.” (QS.Al-Baqarah:152)

(5) Bila dirimu berkata : “Aku tidak punya harapan lagi.”

Al-Qur’an menjawab :

قُلۡ يَٰعِبَادِيَ ٱلَّذِينَ أَسۡرَفُواْ عَلَىٰٓ أَنفُسِهِمۡ لَا تَقۡنَطُواْ مِن رَّحۡمَةِ ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يَغۡفِرُ ٱلذُّنُوبَ جَمِيعًاۚ

Katakanlah, “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri! Janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.” (QS.Az-Zumar:53)

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Terhalang Masuk Surga

Setiap orang pasti mendambakan masuk surga. Dan, surga terbuka bagi siapa saja yang mau melakukan berbagai amalan ahli surga. Kenyataannya, tidak sedikit orang yang menginginkan masuk surga, tapi tidak melakukan amalan ahli surga.

Justru, ia malah sibuk melakukan amalan ahli neraka. Dan, akhirnya ia terhalang untuk masuk surga, naudzubillah min dzalik. Oleh karena itu, setiap kita harus mengetahui amalan apa saja yang dapat menjadi penghalang masuk surga. Lalu, kita berusaha meninggalkannya.

Amalan penghalang masuk surga itu, di antaranya, pertama memakan harta riba. Allah SWT berfirman, “ …orang yang kembali (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka. Mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 275).

Kedua, memakan harta anak yatim. “Sesungguhnya, orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS an-Nisa’ [4]: 10).

Ketiga, meninggalkan shalat. “Pada hari betis disingkapkan dan mereka dipanggil untuk bersujud, maka mereka tidak kuasa (dalam keadaan) pandangan mereka tunduk ke bawah, lagi mereka diliputi kehinaan. Dan, sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) diseru untuk bersujud dan mereka dalam keadaan sejahtera.” (QS al-Qalam [68]: 42-43).

Keempat, suka menggunjing. “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purbasangka karena sebagian dari purbasangka itu dosa. Dan, janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka, tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan, bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya, Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.” (QS al-Hujurat [49]: 12).

Kelima, pemimpin yang menipu rakyatnya. Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang diberikan urusan oleh kaum Muslimin (sebagai pemimpin), lalu ia mengeksploitasi kekayaan mereka, kebutuhan mereka, kesulitan mereka, dan juga kemiskinan mereka niscaya Allah akan menghalanginya pada hari kiamat dari kekayaannya, kebutuhannya, kesulitannya, juga kemiskinannya.” (HR Abu Dawud).

Keenam, melakukan tindak korupsi. “Tidak mungkin seorang Nabi berkhianat dalam urusan harta rampasan perang. Barang siapa yang berkhianat dalam urusan rampasan perang itu, maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu, kemudian tiap-tiap diri akan diberi pembalasan tentang apa yang ia kerjakan dengan (pembalasan) setimpal, sedang mereka tidak dianiaya.” (QS Ali Imran [3]: 161).

Dan, yang ketujuh berlaku kikir. Rasulullah bersabda, “Peliharalah diri kalian dari kezaliman karena itu adalah kegelapan pada hari kiamat. Peliharalah diri kalian dari kekikiran karena akan menjadikan umat sebelum kalian binasa. Kekikiran menjadikan mereka mudah menumpahkan darah dan menghalalkan semua hal yang dilarang Allah.” (HR Muslim).

Semoga Allah menjauhkan diri kita dari amalan-amalan yang menjadi penghalang masuk surga. Amin.

Oleh Imam Nur Suharno

KHAZANAH REPUBLIKA

Bagaimana Cara Ibadah Orang yang Mengubah Jenis Kelaminnya?

Fatwa Syaikh Muhammad Ali Farkus –hafizhahullah

Pertanyaan :

Ada seorang anak yang dilahirkan berjenis kelamin laki-laki, ia mempunyai orang tua yang kafir. Ketika telah dewasa, ia mengubah jenis kelaminnya menjadi perempuan dengan operasi (transgender). Sedangkan umurnya sekarang mendekati tiga puluh tahun. Penampilannya sekarang seperti penampilan perempuan dan berinteraksi seperti halnya perempuan, hingga cara bicaranya juga demikian. Ketika ia masuk Islam, ia menginginkan jenis kelaminnya kembali menjadi yang dahulu kala seperti aslinya yakni laki-laki. Akan tetapi hal tersebut membutuhkan dana yang besar yang tidak ia mampui sekarang. Sedangkan kini ia ingin untuk pergi ke masjid untuk menunaikan shalat. Muncul kebingungan dalam dirinya apakah ia menempatkan dirinya di bagian laki-laki ataukah di bagian perempuan? Kami mohon faidah dan penjelasannya, jazaakumullahu khairan.

Jawab :

الحمد لله ربِّ العالمين، والصلاةُ والسلام على مَنْ أرسله الله رحمةً للعالمين، وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، أمَّا  بعد

Syariat mengharamkan prosedur pengubahan jenis kelamin dari laki-laki menjadi perempuan atau sebaliknya. Tanpa keraguan lagi, ini bukan termasuk dalam pengobatan medis. Sesungguhnya ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang diawali dari godaan setan kepada manusia untuk berbuat durhaka. Dan setan juga mendiktekan manusia untuk mengikuti hawa nafsunya sehingga berkeinginan untuk merubah fisiknya untuk memperindah dan mempercantik dirinya, tanpa alasan yang darurat atau kebutuhan yang mendesak. 

Allah ta’ala berfirman menukil perkataan iblis la’anahullah :

وَلَأٓمُرَنَّهُمۡ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلۡقَ ٱللَّهِ

“dan akan aku (iblis) akan menyuruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka merubahnya” (QS. An-Nisa’ : 119). 

Konteks ayat menunjukkan celaan dan menjelaskan suatu perkara yang haram. Diantaranya perkara tersebyut adalah mengubah ciptaan Allah. Dan pelaku perbuatan ini juga mendapat laknat. Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ :

لَعَنَ اللهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ، وَالنَّامِصَاتِ وَالْمُتَنَمِّصَاتِ، وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ، الْمُغَيِّرَاتِ خَلْقَ اللهِ»

“Allah melaknat perempuan yang menato dan yang meminta ditato, yang menghilangkan bulu di wajahnya dan yang meminta dihilangkan bulu di wajahnya, yang merenggangkan giginya supaya terlihat cantik, juga perempuan yang mengubah ciptaan Allah” (HR. Bukhari no. 5931, Muslim no.2125).

Demikian, jika keinginan itu tumbuh pada laki-laki itu sebelum keislamannya, kemudian Allah menganugerahinya dengan nikmat islam dan istiqamah dalam beragama, maka sesungguhnya Nabi ﷺ bersabda:

الْإِسْلَامَ يَجُبُّ مَا كَانَ قَبْلَهُ

“Islamnya seseorang telah menghapus dosa-dosa yang sebelumnya” (HR. Ahmad no. 17777, dari sahabat Amr bin Al Ash radhiallahu’anhu. Dishahihkan Al Albani dalam Irwaul Ghalil, no. 1280).

Yakni memutus dan menghapus semua perbuatan kekafiran, kemaksiatan, dosa, yang pernah dilakukan sebelumnya. 

Maka apabila ia sanggup untuk mengembalikan kelaminnya seperti semula tanpa mengakibatkan bahaya dan kerusakan karena luka-luka (yang sama atau lebih besar dari sebelumnya) maka itulah yang semestinya ia lakukan. Dan mengembalikan kelamin seperti semula ini tidak termasuk dalam larangan yang terdapat dalam hadits, dan hal itu juga tidak termasuk mengubah ciptaan Allah. Akan tetapi ini dilakuakn dengan syarat dapat mengembalikan organ-organ tubuhnya kelaki-lakiannya. Tidak boleh baginya menanam organ kelaki-lakian milik orang lain, berdasarkan salah satu pendapat ahli ilmu. Karena ini terkait dengan penjagaan keturunan dan memelihara dari tercampurnya pertalian nasab. Jika tidak mampu untuk mengembalikan pada bentuk aslinya maka sesungguhnya hukum syariat berlaku sesuai kapasitas dan kemampuan. Kaidah mengatakan: “tidak ada pembebanan kecuali sesuai dengan kemampuan”. Dan seseorang tidak diberi pilihan kecuali dalam opsi-opsi yang dimampui. Berdasarkan firman-Nya subhanahu wa ta’ala

لَا تُكَلَّفُ نَفۡسٌ إِلَّا وُسۡعَهَا

“Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 233). 

Dan firman-Nya, 

فَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ مَا ٱسۡتَطَعۡتُمۡ

“Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu” (QS. At-Taghabun 16). 

Dan juga firman-Nya, 

لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا مَآ ءَاتَىٰهَا

“Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Thalaq: 7).

Dan sabda Nabi ﷺ :

فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ، وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

“Jika aku melarang sesuatu terhadap kalian, jauhilah. Dan jika aku memerintahkan suatu perkara kepada kalian, kerjakanlah semampu kalian” (HR. Bukhari no.7288, Muslim no.1337).

Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ulama sepakat bahwa ibadah-ibadah itu tidak diwajibkan kecuali pada orang yang mampu melakukannya. Dan orang mampu tetap dianggap mampu walaupun ia melanggar ibadah tersebut atau meninggalkannya. Sebagaimana orang mampu melaksanakan perintah agama seperti shalat, zakat, puasa, haji, namun ia tidak melakukannya. Maka dia tetap dianggap orang yang mampu, dengan kesepakatan salaful immah dan para imam. Dan ia berhak mendapat dosa karena meninggalkan perintah padahal ia mampu dan tidak melakukannya. Bukan karena meninggalkan yang tidak mampu ia lakukan” (Majmu’ Al Fatawa, 8/479).

Adapun soal ibadah dan muamalahnya, yang tepat, dihukumi sebagai perempuan. Dan hukum-hukum syar’i berlaku sesuai jenis kelaminnya saat ini, bukan jenis kelamin aslinya. Berdasarkan kaidah umum yang berlaku pada kasus seperti ini atau yang semisal: 

العِبْرَةَ بِالحَالِ لَا بِالمَآلِ

“yang dianggap adalah keadaan yang sekarang, bukan keadaan sebelumnya”. 

Dan juga berlaku kaidah:

مَا قَارَبَ الشَّيْءَ أَوْ أَشْرَفَ عَلَيْهِ يُعْطَى حُكْمَهُ

“Semua yang mirip dengan sesuatu atau menyamainya, maka ia sama hukumnya”

Dan tidak samar lagi bahwasanya dia sekarang menempel pada dirinya sifat-sifat perempuan dan memiliki tanda-tanda kewanitaan. Semisal adanya kelamin perempuan, kencing dari alat kelamin perempuannya tersebut, keluar haid dari tempat tersebut, memiliki payudara, dan yang lainnya. Dengan demikian dia dihukumi sesuai jenis kelaminnya yang nampak secara lahiriyah sekarang, bukan kelamin aslinya. Karena telah hilang tanda-tanda kelaki-lakian pada dirinya. Maka ia dihukumi sebagai perempuan, selama belum kembali kepada kelamin aslinya dan bentuk tubuhnya yang terdahulu.

والعلم عند الله تعالى، وآخِرُ دعوانا أنِ الحمدُ لله ربِّ العالمين، وصلَّى الله على نبيِّنا محمَّدٍ وعلى آله وصحبِه وإخوانِه إلى يوم الدِّين، وسلَّم تسليمًا. 

***

Sumber: http://ferkous.com/home/?q=fatwa-1220

Penerjemah: Rafif Zulfarihsan

Pemuraja’ah: Yulian Purnama

Artikel: Muslim.or.id

5 Bahaya Bermudah-Mudahan Dalam Berhutang

Perkara hutang piutang bukanlah perkara ringan, namun, sayangnya belakangan ini banyak dari kita sangat bermudah-mudahan dalam berhutang hanya untuk memenuhi gaya hidup, beli mobil mewah, rumah megah semuanya dibeli dengan cara menyicil. Maka, pada kesempatan kali ini kami ingin menjelaskan betapa bahayanya perkara hutang dalam kehidupan kita di dunia maupun di akhirat.

1. Ruh Seorang Mukmin Terkatung-Katung Disebabkan Hutang.

Dalam sebuah hadits rasulullah ﷺ bersabda:

نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عنه

“Ruh seorang mukmin tergantung (terkatung-katung) disebabkan hutangnya sampai dilunasi”.
(HR. Tirmidzi : 1078, dan Ibnu Majah : 2413).

Imam Suyuthi berkata menjelaskan makna jiwa seorang mukmin tergantung: “tertahan dari tempat kemuliaan yang disiapkan untuknya”, dan Imam Iraqy berkata: “Urusannya terhenti, tidak dikatakan selamat dan tidak juga dikatakan celaka sampai dilihat terlebih dahulu apakah hutangnya sudah lunas atau belum.”
(Tuhfatul Ahwadzy).

2. Keutamaan Mati Syahid Tidak Bisa Menggugurkan Dosa Disebabkan Hutang.

Kita tahu betapa besar keutamaan dan balasan yang Allah siapkan untuk orang-orang yang siap terbunuh dalam memperjuangkan agama Allah ﷻ. Kendati demikian, keutamaan yang banyak tersebut tidak bisa menggugurkan dosa kezhaliman yang disebabkan penundaan membayar hutang.

Salah seorang sahabat pernah bertanya kepada rasulullah ﷺ:

يَا رَسُولَ اللهِ، أَرَأَيْتَ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللهِ، يُكَفِّرُ عَنِّي خَطَايَايَ؟

“Duhai rasulullah ﷺ, bagaimana menurutmu apabila aku terbunuh di jalan Allah ﷻ, apakah dosa–dosaku dihapuskan?

Rasulullah ﷺ pun bersabda:

نَعَمْ، إِنْ قُتِلْتَ فِي سَبِيلِ اللهِ وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ

“iya, jika dirimu terbunuh di jalan Allah dalam keadaan sabar mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan”

Lalu, rasulullah ﷺ meminta sahabat tadi mengulang pertanyaannya, dan beliau ﷺ pun kembali bersabda:

نَعَمْ، وَأَنْتَ صَابِرٌ مُحْتَسِبٌ مُقْبِلٌ غَيْرُ مُدْبِرٍ، إِلاَّ الدَّيْنَ، فَإِنَّ جِبْرِيلَ قَالَ لِي ذَلِكَ

“Ya (mati syahid bisa menggugurkan dosa-dosa) jika kamu dalam keadaan bersabar, mengharapkan pahala dan tidak kabur dari peperangan, kecuali hutang, dan Jibril lah yang mengatkan hal tersebut kepadaku.”
(HR. Tirmidzi : 1712).

Dalam hadits yang lain rasulullah ﷺ bersabda:

يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ

“Diampuni semua dosa orang yang mati syahid kecuali hutang”.
(HR. Muslim : 1886).

3. Jatuh Dalam Kezhaliman.

Orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang akan berat baginya untuk membayar hutang tersebut, apalagi jika hutangnya menumpuk. Sampai-sampai kita melihat orang yang berhutang lebih galak daripada orang yang menghutangi, ketika ditagih malah marah kepada orang yang menghutangi. Ini jelas kezhaliman yang nyata, dan rasulullah ﷺ bersabda:

“Penundaan membayar hutang bagi orang yang mampu membayar adalah kezhaliman”.
(HR. Muslim : 1564).

Hendaknya orang yang berhutang takut kepada Allah ﷻ, dan mengingat bahwasanya kelak dirinya akan berdiri dihadapan Allah ﷻ, rasulullah ﷺ bersabda:

اتَّقُوا الظُّلْمَ. فَإِنّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“berhati-hatilah terhadap kezhaliman, sebab kezhaliman adalah kegelapan di hari Kiamat.”
(HR. Muslim).

4. Allah Mencapnya Sebagai Pencuri.

Orang-orang yang bermudah-mudahan dalam berhutang, kemudian tidak berusaha untuk membayar hutang tersebut, maka dia akan mengahdap Allah ﷻ dengan status pencuri.

Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا

“Siapapun yang berhutang dan berniat tidak akan membayar hutang tersebut, maka dia akan bertemu Allah ﷻ dengan status sebagai seorang pencuri.”
(HR. Ibnu Majah: 2410).

5. Banyak Hutang Bisa Membuat Seseorang Memiliki Sifat Kemunafikan.

Ketika seseorang bermudahan dalam berhutang, bisa saja dia akan sering mengumbar janji palsu, berbohong, dan mengkhianati amanah yang diberikan, dan ini banyak terjadi ditengah-tengah masyarakat. Ketika ditagih, dia berbohong tidak punya uang, padahal dia sanggup untuk membayar. Dan jelas ini adalah sifat-sifat orang munafik. Rasulullah ﷺ bersabda:

آية المنافق ثلاث إذا حدث كذب وإذا وعد أخلف وإذا اؤتمن خان

“Tanda-tanda orang munafik ada 3, jika berbicara ia berdusta, bila berjanji ia tidak menepati janjinya, dan apabila diberi amanah ia mengkhianatinya”
(HR. Al-Bukhari no. 33 dan Muslim no. 59).

Itulah diantara bahaya hutang dalam kehidupan seorang muslim, yang seharusnya membuat kita lebih berhati-hati dan berpikir terlebih dahulu sebelum berhutang. Berhutanglah jika memang harus dan untuk kebutuhan mendesak.

اللهم اكفنا بحلالك عن حرامك وأغننا بفضلك عمن سواك

“Ya Allah, cukupkanlah kami dengan rezeki yang halal, sehingga kami tidak memerlukan yang haram, dan berilah kami kekayaan dengan karuniamu, sehingga kami tidak memerlukan bantuan orang lain, selain diri-Mu”.

Ditulis oleh:
Ustadz Muhammad Ihsan حفظه الله
(Kontributor bimbinganislam.com)

BIMBINGAN ISLAM

Uang Umroh Dikembalikan Karena Pandemi, Bolehkah Dipakai untuk Hal Lain atau Memulai Usaha?

Para pembaca Bimbinganislam.com yang baik hati berikut kami sajikan tanya jawab, serta pembahasan tentang uang umroh dikembalikan karena pandemi, bolehkah dipakai untuk hal lain atau memulai usaha?
Silahkan membaca.

Pertanyaan :

بِسْـمِ اللّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيْم

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

Semoga Allah Azza wa Jalla selalu menjaga Ustadz & keluarga.

Izin bertanya ustadz.
Teman Saya seharusnya tahun ini jadwal berangkat umroh, tapi karena masih lockdown akhirnya uang dari penyelenggara dikembalikan lagi karena tidak bisa berangkat.
Boleh tidak uang yang niatnya untuk umroh itu dipake dulu untuk usaha?
Atau apakah uangnya disimpan saja sampai berangkat umroh kembali?
Mohon masukannya ustadz.

(Disampaikan oleh Fulan, Member grup WA BiAS)


Jawaban :

وَعَلَيْكُمُ السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللّهِ وَبَرَكَاتُهُ

بِسْـمِ اللّهِ

Alhamdulillāh
Alhamdulillah, wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah, wash shalaatu was salaamu ‘alaa rasulillaah, Amma ba’du

Kami sarankan; anda lebih baik menyimpannya untuk persiapan umroh, Jika umroh ini adalah pertama kali, maka hukumnya wajib untuk disegerakan menurut pendapat terkuat.

Sedangkan Ibadah haji atau umroh yang hukumnya wajib itu, jika terhalang penyelenggarannya, karena uzur syar’i, maka harus segera ditunaikan, apabila penghalangnya telah hilang.

Maka sudah selayaknya bersegara dan berkeinginan kuat menunaikan ibadah haji dan umrah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

تَعَجَّلُوا إِلَى الْحَجِّ – يَعْنِي : الْفَرِيضَةَ – فَإِنَّ أَحَدَكُمْ لاَ يَدْرِي مَا يَعْرِضُ لَهُ

“Bersegeralah kalian berhaji -yaitu haji yang wajib- karena salah seorang diantara kalian tidak tahu apa yang akan menimpanya”
(HR.Ahmad, dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albany di Al-Irwa‘ no. 990)

Beliau Shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,

مَنْ أَرَادَ الْحَجَّ فَلْيَتَعَجَّلْ فَإِنَّهُ قَدْ يَمْرَضُ الْمَرِيضُ وَتَضِلُّ الضَّالَّةُ وَتَعْرِضُ الْحَاجَةُ

“Barangsiapa yang ingin pergi haji maka hendaklah ia bersegera, karena sesungguhnya kadang datang penyakit, atau kadang hilang hewan tunggangan atau terkadang ada keperluan lain (mendesak)”.
(HR. Ibnu Majah dan dihasanka oleh Al Albani di dalam kitab Shahih Al jami’, no. 6004).

Menakar Skala Prioritas

Jikalau mempunyai kebutuhan mendesak dan darurat sedangkan anda tidak mempunyai dana (uang), daripada berhutang, maka anda boleh menggunakan uang persiapan umroh tersebut untuk kebutuhan darurat, atau bisa juga digunakan untuk memulai usaha baru atau meneruskan usaha lama dengan niat juga (ini untuk persiapan umroh), disamping untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari di musim pandemi ini. Semoga Allah Ta’ala memberkahi perniagaan dan usaha kita semua. Aamiin.

Wallahu Ta’ala A’lam.

Dijawab dengan ringkas oleh:
Ustadz Fadly Gugul S.Ag. حفظه الله

BIMBINGAN ISLAM

Cara Islami Menyikapi Resesi

1. Makna
2. Tanda dan efek resesi
3. Solusi Akhirat & Solusi Dunia

Bicara tentang perekonomian memang selalu jadi bahasan yang panjang, saat ekonomi membaik dan harta bertambah maka kekayaan jadi ujian, saat ekonomi memburuk dan harta menipis maka kemiskinan jadi hantu yang menakutkan. Tak diragukan lagi bahwa harta adalah fitnah yang nyata, Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda;

إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً ، وَفِتْنَةَ أُمَّتِي الْمَالُ

“Sejatinya setiap ummat itu memiliki fitnah, dan fitnah ummatku adalah harta”
[HR Tirmidzi 2258]

Saat ini sebagian besar dari kita sedang merasakan betul fitnah tersebut, apalagi jika dikaitkan dengan bahasan yang sedang viral dikalangan Ekonom akhir-akhir ini; Resesi.

Saya dalam hal ini bukan seorang Ekonom yang akan membahas detail tentang resesi, melainkan lebih kepada cara Islam Menyikapi Resesi. Tapi setidaknya kita mulai dulu dari makna resesi, dalam istilah ekonomi resesi atau kemerosotan adalah kondisi ketika produk domestik bruto (GDP) menurun, bahasa sederhananya ketika pertumbuhan ekonomi riil bernilai negatif selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun.

Sementara majalah Forbes menjelaskan makna resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Dan tanda-tanda resesi pun sebenarnya juga sudah banyak kita jumpai, mulai dari pendapatan menurun, kemiskinan bertambah, pinjaman macet melonjak, hutang pemerintah terus bertambah, PHK dimana-mana, dan lain-lain.

Dalam kasus harian rumah tangga juga sudah banyak kita dapati tetangga yang mengeluh, ngirit-ngirit uang belanja, motong uang jajan, stop jalan-jalan, emosi saat nagih hutang, dan semisalnya, walaupun dengan embel-embel covid-19.

Takut jatuh miskin? Perhatikan firman Allah ‘Azza wa Jalla

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ ۖ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Setan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripadaNya serta karunia. Dan Allah Mahaluas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui”
(QS Al-Baqoroh 268)

Sungguh, berkurangnya harta tidak selalu tercatat sebagai musibah yang mengenaskan, bisa jadi resesi ekonomi ini justru tercatat sebagai kebaikan besar yang belum kita pikirkan, saat saldo rekening terus berkurang tapi iman tidak goncang, saat perut lebih sering lapar tapi tawakkal tidak goyah, semua itu Insya Allah akan meringankan hisab kita kelak di akhirat dan memudahkan jalan kita menuju Surga.

Lalu apa yang pertama kali harus kita dilakukan?

Yang pertama kali harus kita lakukan adalah memahami sepenuhnya bahwa ini merupakan Kehendak & Kuasa Allah, mempercayai tanpa tapi, sabar, lalu ber-Istirjaa’.
Allah Ta’ala berfirman,

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنْ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنْ الأَمْوَالِ وَالأَنفُسِ وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرْ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

“Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan; ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi rooji´uun’
(QS Al-Baqoroh 155-156)

Mengapa kita perlu sabar dan istirjaa’? Karena Allah puji orang-orang yang berbuat demikian,

أُوْلَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُهْتَدُونَ

“Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”
(QS Al-Baqoroh 157).

Bagaimana solusi dari Resesi ini? Solusinya ada 2; solusi Akhirat dan solusi Dunia.

1. Solusi Akhirat, ada 4 hal yang bisa kita lakukan;

Pertama, Istighfar

Istighfar adalah bentuk penghambaan diri yang menjadi solusi ampuh dari segala permasalahan, Nabi Nuh ‘alaihi salam menyampaikan kepada kaumnya dan diabadikan Allah dalam firmanNya;

فَقُلۡتُ ٱسۡتَغۡفِرُواْ رَبَّكُمۡ إِنَّهُۥ كَانَ غَفَّارٗا يُرۡسِلِ ٱلسَّمَآءَ عَلَيۡكُم مِّدۡرَارٗا وَيُمۡدِدۡكُم بِأَمۡوَٰلٖ وَبَنِينَ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ جَنَّٰتٖ وَيَجۡعَل لَّكُمۡ أَنۡهَٰرٗا

“Maka aku katakan kepada mereka; ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sejatinya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat. Dan membanyakkan harta serta anak-anakmu. Juga menjadikan untukmu kebun-kebun serta menjadikannya (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai”
(QS Nuh 10-12)

Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan lebih detail tentang khasiat istighfar

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

“Barang siapa melazimkan atau memperbanyak istighfar niscaya Allah memberikan jalan keluar dari setiap kesedihannya, kelapangan dari setiap kegundahannya, dan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka”
[HR Abu Daud 1518, Ibnu Majah 3819]

Maka mulai sekarang perbanyaklah istighfar, yang biasanya sebatas dzikir selepas sholat naikkan menjadi 70x dalam sehari, yang sudah 70x dalam sehari naikkan menjadi 100x dalam sehari, yang sudah 100x dalam sehari naikkan lebih dari itu, Insya Allah hati akan tenang dan solusi pun akan datang.

Kedua, Taqwa

Taqwa adalah solusi berikutnya, kita semua sepakat bahwa taqwa adalah asas kebahagiaan serta jalan keberuntungan di dunia maupun di akherat. Allah menerangkan secara berulang dalam Surat Ath-Tholaq

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar”
(QS Ath-Tholaq 2)

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا

“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam semua urusannya”
(QS Ath-Tholaq 4)

Jika Allah telah menjaminkan jalan keluar dan kemudahan bagi orang yang bertaqwa, pantaskah kita semua meremehkan Taqwa?

Ketiga, Tawakkal

Seorang mukmin itu sudah sepantasnya selalu bertawakal kepada Allah, menyandarkan hatinya dan menyerahkan semua urusannya kepada Allah

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya”
(QS Ath-Tholaq 3)

Dari ‘Umar bin Khottob, ia berkata bahwa Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُونَ عَلَى اللَّهِ حَقَّ تَوَكُّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُو خِمَاصًا وَتَرُوحُ بِطَانًا

“Seandainya kalian benar-benar bertawakkal pada Allah, tentu kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki. Ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan kembali di sore hari dalam keadaan kenyang”
[HR Tirmidzi 2344]

Yakinilah bahwa kecerdasan maupun logika anda sebagai manusia sangat terbatas, dan keterbatasan itulah yang seharusnya menyadarkan anda untuk bertawakkal kepada Sang Pentipta, Allah Jalla wa ‘Alaa.

Keempat, Syukur

Hal yang terakhir ini adalah hal yang sering kita lupakan, yakni syukur. Bagaimana mungkin syukur saat musibah? Kita perlu tetap bersyukur saat ditimpa musibah minimal karena 2 sebab, karena Allah masih memberikan kepada kita kasih sayang sehingga Allah uji kita dengan musibah yang akan memudahkan hisab di akhirat, dan karena Allah belum mencabut seluruh nikmatNya atas kita, masih ada nyawa yang melekat, jantung yang berdetak, waktu untuk bersujud, makanan untuk mengganjal perut, dan lain-lain. Yang mana semua nikmat itu akan bertambah ketika kita bersyukur.

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ

Dan ingatlah tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sejatinya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sejatinya adzab-Ku sangat pedih”
(QS Ibrohim 7)

Rosululloh shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Sungguh menakjubkan urusan seorang Mukmin. Sungguh semua urusannya adalah baik, dan yang demikian itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali oleh orang Mukmin, yaitu jika ia mendapatkan kegembiraan ia bersyukur dan itu suatu kebaikan baginya. Dan jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun suatu kebaikan baginya”
[HR Muslim 2999]

Memang syukur saat musibah itu bukan hal yang ringan, tapi disitulah kualitas iman kita jadi sorotan.

2. Solusi Dunia

Kalau resesi ini disebabkan makhluk Allah bernama virus Covid-19, Dan jika lawan dari virus berarti vaksin maka kita tunggu saja kapan rilisnya vaksin tersebut. Tapi karena hal itu bukan ranah kita, mari kita fokus pada solusi aplikatif yang bisa kita praktekkan sehari-hari. Apa itu? Cerdas dalam berbelanja.

Dari sudut pandang ekonomi, 2 hal yang banyak membantu masyarakat saat krisis adalah tabungan dan asset. Beruntunglah orang yang sejak dulu gemar menabung sehingga punya tabungan, sebab di zaman resesi seperti ini menjual asset bukanlah hal yang mudah. Kasus yang paling banyak dijumpai adalah MANTAB alias Mangan Tabungan (makan dari hasil tabungan), maka bersikap cerdas dalam mengelola keuangan dan mengunakan tabungan adalah hal yang harus dipelajari, jangan terlalu erat menggenggam uang tapi juga jangan terlalu mudah melepas uang. Istilah lainnya, harus tahan selera tapi jangan tahan belanja, karena yang dimaksud cerdas disini adalah belanja sesuai kebutuhan.

Hal yang tak kalah penting lainnya adalah membelanjakan harta kepada para pedagang kecil, niatkan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedekah, serta membantu ekonomi mereka. Tumbuhkan niat yang berlapis-lapis saat belanja, sehingga kita bisa menuai banyak pahala dan membantu sesama karena perputaran uang yang lebih merata.

Ibnu Mubarok rohimahulloh, salah satu ‘Ulama besar dari kalangan Tabi’in mengatakan,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Bisa jadi amalan yang kecil menjadi besar pahalanya karena niat. Dan bisa jadi amalan yang besar menjadi kecil pahalanya karena niat”
(Kitab Jami’ Al ‘Ulum Wa Al Hikam 1/35)

Diantara bentuk ketidakcerdasan yang kita dapati di masyarakat adalah penyalahgunaan program pemulihan ekonomi nasional, beberapa pedagang sepeda menyampaikan bahwa omzet penjualannya meningkat karena banyak pelanggan baru yang menggunakan dana BLT 600rb dari pemerintah. SubhanAllah, alangkah sayangnya jika bantuan itu digunakan untuk hal yang sifatnya bukan kebutuhan primer.

Sebaliknya, tidak sedikit diantara kita yang over khawatir bahkan sampai pesimis bahwa ekonomi bisa pulih seperti dulu lagi. Akibatnya? Suudzon sama Allah, seakan-akan Dzat Yang Maha Kuasa tidak bisa membuat Indonesia kembali Berjaya, seakan-akan kita semua akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan, padahal Allah Ta’ala telah berfirman

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ

“Bukankah Allah yang akan mencukupi (segala kebutuhan) hamba-Nya?”
(QS Az Zumar 36).

Karenanya ikhwatal iman ahabbakumulloh, saudara-saudariku sekalian yang mencintai Sunnah dan dicintai oleh Allah..
Mari kita sama-sama mempertebal iman, mengambil semua sebab ikhtiar yang telah disebutkan diatas, sembari meyakini bahwa yang pertama kali menolong kita adalah Allah Jalla wa’ Alaa, bukan keputusan pemerintah, bukan pula usaha online atau yang lainnya. Kalau toh anda Pusing? Galau? Lelah? Bahkan sampai terbaring sakit? Tenanglah.. Semua itu bukan hanya menimpa kita sebagai umat Muslim, orang-orang Kafir pun juga merasakan yang sama, dan yang membedakan kita dengan mereka adalah balasan kebaikan yang Allah berikan kepada kita di Akhirat,

إِن تَكُونُواْ تَأۡلَمُونَ فَإِنَّهُمۡ يَأۡلَمُونَ كَمَا تَأۡلَمُونَۖ وَتَرۡجُونَ مِنَ ٱللَّهِ مَا لَا يَرۡجُونَۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا

“Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya merekapun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
(QS An-Nisa 104)

Semoga Allah berkahi semua urusan kita, dan menggolongkan kita sebagai hamba yang yakin bahwa semua keputusan serta ketetapan Allah adalah yang terbaik.

WAllahu A’lam

Ditulis oleh:
Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Selasa, 28 Dzulhijjah 1441 H/ 18 Agustus 2020 M

BIMBINGAN ISLAM

Apakah Hati Kita Mau Mendengar Peringatan dari Allah?

Secara umum Al-Qur’an berisi tentang peringatan dan kabar gembira. Para Rasul pun di utus sebagai pemberi peringatan dan kabar gembira, seperti Firman Allah Swt.

وَمَا نُرۡسِلُ ٱلۡمُرۡسَلِينَ إِلَّا مُبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَۖ فَمَنۡ ءَامَنَ وَأَصۡلَحَ فَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ

“Para rasul yang Kami utus itu adalah untuk memberi kabar gembira dan memberi peringatan. Barangsiapa beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” (QS.Al-An’am:48)

Terkadamg dua tugas ini (memberi peringatan dan kabar gembira) terkumpul dalam satu ayat, seperti dalam Firman-Nya :

قَيِّمٗا لِّيُنذِرَ بَأۡسٗا شَدِيدٗا مِّن لَّدُنۡهُ وَيُبَشِّرَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ ٱلَّذِينَ يَعۡمَلُونَ ٱلصَّٰلِحَٰتِ أَنَّ لَهُمۡ أَجۡرًا حَسَنٗا

“sebagai bimbingan yang lurus, untuk memperingatkan akan siksa yang sangat pedih dari sisi-Nya dan memberikan kabar gembira kepada orang-orang mukmin yang mengerjakan kebajikan bahwa mereka akan mendapat balasan yang baik.” (QS.Al-Kahfi:2)

Dan ada pula ayat yang memerintahkan untuk memberi peringatan saja tanpa kabar gembira.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلۡمُدَّثِّرُ – قُمۡ فَأَنذِرۡ

“Wahai orang yang berkemul (berselimut)! bangunlah, lalu berilah peringatan!” (QS.Al-Muddatstsir:1)

Namun pertanyaan yang akan kita bahas kali ini adalah :

“Siapa yang mau mendengar peringatan tersebut? Siapa yang mau mengambil manfaat dari peringatan tersebut?”

Al-Qur’an menjawab dalam Surat Yasin, Allah Swt berfirman :

إِنَّمَا تُنذِرُ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلذِّكۡرَ وَخَشِيَ ٱلرَّحۡمَٰنَ بِٱلۡغَيۡبِۖ فَبَشِّرۡهُ بِمَغۡفِرَةٖ وَأَجۡرٖ كَرِيمٍ

“Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan pahala yang mulia.” (QS.Ya-Sin:11)

Ayat ini mengisyaratkan bahwa yang mau mendengar dan berhati-hati dengan peringatan dari Allah adalah mereka yang memiliki dua kriteria berikut ini :

1. Mengikuti adz-dzkir.

Adz-dzikir bisa di artikan sebagai Al-Qur’an atau Nabi Saw.

Artinya, orang yang mau mengikuti peringatan dari Allah adalah orang yang percaya kepada Al-Qur’an dan percaya kepada Risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw. Ketika mereka tidak mengikuti, maka semua peringatan dari Allah Swt bagi mereka hanyalah omong kosong.

2. Memiliki rasa takut kepada Allah Swt, terutama ketika dalam kesendirian.

Ketika seseorang mau mengikuti Al-Qur’an dan Nabi Saw, maka akan muncul kesadaran yang membuatnya takut akan siksa Allah Swt. Ketika rasa takut ini telah tumbuh, maka ia akan mendengar dan mengikuti semua peringatan dari Allah Swt.

Bila tidak ada rasa takut, maka peringatan Allah hanya akan membuatnya semakin durhaka.

وَنُخَوِّفُهُمۡ فَمَا يَزِيدُهُمۡ إِلَّا طُغۡيَٰنٗا كَبِيرٗا

“Dan Kami menakut-nakuti mereka, tetapi yang demikian itu hanyalah menambah besar kedurhakaan mereka.” (QS.Al-Isra’:60)

Dan dimana posisi kita sekarang?

Apakah kita termasuk orang-orang yang memiliki rasa takut kepada Allah sehingga peringatan-peringatan Al-Qur’an membuat kita semakin berhati-hati?

Atau kita tergolong mereka yang ketika mendengar peringatan Allah menjadi semakin durhaka dan semena-mena?

Semoga bermanfaat…