Kisah Perempuan Indonesia 13 Tahun Jadi Pelayan Masjid Nabawi

MADINAH – Murtiah (47) bukan tenaga kerja biasa. Separuh hidupnya dihabiskan untuk bekerja di tempat mulia yang menjadi tujuan umat Islam di dunia ketika melaksanakan ibadah haji dan umrah.

Sebagai seorang Muslim pasti bangga bila setiap hari bisa berada di Tanah Haram, apalagi bisa menjadi bagian dari pelayan di istana Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam itu, yakni Masjid Nabawi di Madinah Al Munawwarah, Arab Saudi.

Perempuan kelahiran Kalimantan Selatan ini adalah satu dari ratusan pekerja Indonesia yang mengabdikan dirinya di Masjid Nabawi. Dia begitu tangkas mengatur pasukannya membersihkan salah satu bagian dinding masjid. Bahkan, dia yang pandai berbahasa Arab ini tak canggung ketika seorang Urdu bertanya. Bahasa Arab dan Urdu-nya lumayan bagus.

Ketika Okezone.com menghampiri, mulanya perempuan ini enggan bercerita. Perempuan ini pemalu dan bahkan sulit diajak berbicara. Namun setelah diyakinkan bahwa pengalaman ini bisa mengobati rasa rindu dengan keluarga di Tanah Air, ia pun sontak mengiyakan.

Murtiah mulai menceritakan awalnya bisa berada di Masjid Nabawi 13 tahun silam cukup panjang perjalanannya. Mulanya ia mengaku sulit hidup di negeri orang dengan beragam perbedaan, mulai dari bahasa, budaya, hingga suhu udara.

Bisa dibayangkan masuk ke negeri orang, dengan segala kekurangannya, tapi demi mencari nafkah semua ia lakoni. Tidak semudah yang dibayangkan dan terpikir oleh orang Indonesia bahwa bekerja di negeri orang enak. “Itu salah, mas. Saya harus sabar dan ikhlas menjalani hidup di sini,” ujarnya.

Ia merasakan betul saat tiba di Arab Saudi tidak langsung bekerja di Masjid Nabawi, tetapi serabutan. “Karena memang tidak mudah langsung masuk, ada seleksi khusus untuk bisa menjadi petugas kebersihan di Masjid ini (Nabawi),” ujar Murtiah.

Setelah hampir satu tahun berada di Arab Saudi, baru setelah itu ia bisa bekerja di Masjid Nabawi ini. Murtiah dan teman satu kampung halaman, Nuraini, beruntung bisa menjadi bagian dari petugas Masjid Nabawi, tempat yang selalu dirindukan umat Islam dunia.

Pertama kali bekerja di masjid dengan luas 235 ribu meter persegi ini, ia ditempatkan di toilet dan tempat wudu. Setelah satu tahun berjalan, ia mulai mendapat tugas dan penempatan baru di bagian dalam masjid.

Murtiah mengatakan beruntung sekali ketika berada di dalam masjid. Di tempat itu, ia bisa setiap hari berada di Raudhah dan mengunjungi makam Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam yang letaknya berhimpitan dengan Masjid Nabawi.

“Ini salah satu kenikmatan bagi saya bisa bekerja di sini, karena bisa ke Raudhah dan makam Rasulullah, dan minum zamzam setiap harinya. Tenang batin saya,” ungkapnya sambil meneteskan air mata.

Kini setelah 13 tahun bekerja, ia sudah memiliki jabatan. Murtiah dipercaya sebagai pengawas atau mandor dari para pekerja-pekerja lainnya di masjid tersebut.

Alasan lain yang membuatnya betah yakni pekerjaan yang diemban tidak terlampau berat. Setiap waktu yang ditetapkan bekerja selama 8 jam. Dibagi menjadi tiga sif, pagi pukul 06.00–14.00, siang 14.00–22.00, dan malam 22.00–06.00 pagi.

Para pekerja mendapat jatah libur satu hari dalam seminggu. Gaji yang diterima pun tidak terlalu besar hanya 750 riyal atau sekira Rp3 juta (kurs 1 riyal = Rp4 ribu).

Murtiah mengaku dengan gaji itu ia bisa kirim uang ke kampung halaman, kebutuhan hidup sehari-hari di Saudi, bahkan masih menabung. Apa rahasianya, ia dan teman-temannya banyak menerima uang sedekah atau ceperan (tips) dari para jamaah yang salat di Masjid Nabawi.

“Alhamdulillah, biasanya ada saja yang memberi sedekah berupa uang atau barang, jumlahnya lumayan lah. Pernah saya terima 500 riyal (sekira Rp2 juta) dari orang Arab. Itu sekali-kalinya saya terima uang sebesar itu,” tuturnya mengenang.

Bahkan, kata Murtiah, rata-rata petugas kebersihan di sini bisa mengumpulkan uang sedekah jamaah bisa mencapai 50–100 riyal setiap harinya. “Apalagi kalau musim haji, banyak orang Indonesia yang datang hanya untuk kasih uang ke kami,” papar Murtiah.

Ketika ditanya mau sampai kapan bekerja di Arab Saudi, ia pun menjawab enteng sambil tertawa. “Tidak tahu, mas. Saya nikmati saja. Kalau ditanya kangen, sudah pasti. Tapi mau gimana lagi, saya harus penuhi kebutuhan keluarga, salah satunya biaya sekolah anak,” ujar Murtiah yang enggan menceritakan keberadaan sang suami.

Bukan hanya Murtiah, orang Indonesia lainnya yang bekerja di Masjdi Nabawi adalah Kusno. Pria asal Ngunut, Tulungagung, Jawa Timur, ini baru 5 tahun bekerja.

Kusno pada awalnya sangat menginginkan sekali bisa bekerja di Masjidil Haram, Makkah. Meski akhirnya ditempatkan di Masjid Nabawi, dia tidak mempersoalkan.

“Dua tempat itu (Masjidil Haram dan Nabawai) adalah wilayah suci, jadi menurut saya sama saja, dan alhamdulillah masih bertahan hingga saat ini,” beber Kusno.

Ia punya cerita sendiri ketika bekerja di negeri orang. Selain untuk pengalaman, juga menambah wawasan bahasa, lantaran setiap hari bergaul dengan pekerja lain yang berbeda bahasa juga, seperti Pakistan, Bangladesh, dan Arab Saudi sendiri.

Kusno menyebut di Masjdi Nabawi terdapat sekira 200 pekerja dari Indonesia, termasuk yang bekerja sebagai office boy dan pembersih toilet.

Masing-masing pekerjaan dan tanggung jawab yang dikerjakan memiliki identitas yang dicirikan melalui seragam berbeda-beda. Ia mencontohkan, petugas kebersihan mengenakan seragam berwana hijau, bagian kelistrikan khusus pengontrol elevator menggunakan biru tua kehitaman, bagian kelistrikan khusus kipas angin dan lampu berseragam biru muda.

Warna merah muda adalah yang biasa ditemukan di halaman masjid, toilet, atau tempat wudu. Pakaian warna hijau adalah mereka yang sering ditemukan membersihkan lantai di sekitar galon misaaki zamzam, warna coklat adalah pembersih pelataran masjid dan lantai.

Mereka yang berbaju abu-abu disebut musahhif, tugasnya menata mushaf Alquran yang jumlahnya setara dengan tampung Masjid Nabawi,yakni 500 ribu mashaf. Kalau coklat muda itu murakkib, pengawas atau mandor. Semua mandor harus bisa berbahasa Urdu dan Arab.

Jenjang karier dan warna baju ini juga berlaku untuk hadimaat atau pelayan masjid di area wanita. “Masjid Nabawi ini sangat ketat menerapkan pemisahan antara laki-laki dan perempuan,” tuturnya.

Gaji memang terbatas, tapi ketika musim haji mereka mendapat rezeki yang tak terkira, dan bahkan setiap bulan ada donatur yang memberikan uang tambahan.

OKEZONE

Menjiwai Pengamalan Batin Haji dan Umrah

DALAM perspektif tarekat, haji dimaknai bukan hanya dari aspek fikih dan aspek legalitas haji dan umrah, tetapi agak lebih dalam berusaha menjiwai makna spiritual dari setiap syarat dan rukun haji.

Pandangan tarekat selalu berhati-hati di dalam menjalankan setiap ketentuan dan syarat serta rukun haji dan umrah karena diyakini urgensi ibadah ini bukan pada aspek ritual-simboliknya, tetapi lebih kepada makna spiritual yang tersembunyi di balik ketentuan itu.

Pengamalan haji dan umrah dalam perspektif ini bukan hanya pengamalan fisik tetapi lebih dalam lagi sebagai pengamalan batin. Seorang calon haji tidak cukup hanya mengejar kesempurnaan syarat dan rukun tetapi ke dalam makna dan hakikat rukun dan syarat itu yang perlu ditekankan. Apa artinya rukun dan syarat selesai jika tidak memberikan bekas dan efek secara batin. Penghayatan dan pendalaman makna spiritual menjadi ciri khas dari perspektif ini.

Kelompok ini mulai menganalisis asal-usul dan hakikat pelaksanaan haji dan umrah dengan melangkah surut ke masa lampau. Mereka menganalisis apa sesungguhnya makna dan hakikat disyariatkannya haji dan umrah. Seperti kita tahu haji dan umrah ini bukan hanya ditemukan dalam syariat Nabi Muhammad tetapi juga di dalam syariat nabi-nabi sebelumnya seperti Nabi Ibrahim dan nabi-nabi sebelumnya. Bahkan sejak nabi Adam dan Hawa sejak awal memperkenalkan ibadah ini, sebagaimana dijelaskan dalam ayat:

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim; barang siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 96-97).

Dari ayat ini dipahami bahwa ibadah ritual paling awal dan konsisten umat manusia ialah ibadah haji ini. Karena itu, kalangan ahli tarekat memaknai ibadah haji dan umrah ini lebih dalam dari sekadar penjelasan yang diperoleh saat mengikuti manasik haji. Mereka memahami penekanan haji bukan dari aspek maqbul (diterima atau ditolaknya haji karena terkait dengan keabsahan amalan rukun dan syarat), tetapi lebih menekankan aspek mabrur (terkait dengan berdampak positif secara permanen yang diraih seorang hujjaj pasca pelaksanaan hajinya). Jika dalam perspektif fikih dan syariah terlalu membedakan aspek kedisiplinan secara fisik mengamalkan seluruh ketentuan haji, maka dalam perspektif tasawuf termasuk juga mendisiplinkan rohani dan spiritual menghayati dan menikmati ajaran dan amalan haji.

Dalam perspektif tarekat, ibadah haji dirasakan betul bukan sekadar perjalanan fisik biasa, tetapi lebih merupakan perjalanan spiritual (spiritual journey) menuju Allah Ta’ala. Jemaah haji Indonesia sesungguhnya sebagian sudah berada di dalam lingkup perspektif ini. Lihat saja pada proses pelepasan jemaah haji, penuh dengan kesan perjalanan spiritual; sebuah perjalanan yang sangat berbeda dengan perjalanan pesiar ke luar negeri dengan tujuan wisata biasa. Sebagian calon jemaah haji kita sesungguhnya mengikhlaskan dirinya jika dalam perjalanan hajinya dijemput oleh Allah, karena mereka yakin akan gugur sebagai syuhada yang dijemput surga.

[Nasaruddin Umar/RMOL]

Berjuta Pengalaman di Tanah Suci

Badai pasir dan hujan deras juga menjadi kesan tersendiri bagi Hamdiyah Sebanyak 360 jamaah haji kelompok terbang (kloter) pertama tiba di Asrama Haji Solo, Selasa (28/8) pukul 12.00 WIB.

Jamaah haji tersebut berasal dari Kabupaten Tegal dan seorang dari Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Jamaah haji kloter pertama dari Embarkasi/Debarkasi Solo mendarat di Bandara Adi Soemarmo pada pukul 11. 05 WIB. Mereka langsung dibawa menuju Asrama Haji di Donohudan, Kabupaten Boyolali.

Setelah turun dari bus, jamaah haji tersebut langsung masuk ke Gedung Muzdalifah.
Mereka menjalani pemerik- saan barang bawaan melalui mesin x-ray serta pemeriksaan paspor. Ini menjadi hari kedua pemulangan jamaah haji dari Tanah Suci.

Sehari sebelumnya, jamaah haji dari empat debarkasi juga telah menginjakkan kaki di Tanah Air. Sebanyak 6.026 jamaah dengan tujuan Debarkasi Palembang, Surabaya, Jakarta- Bekasi, hingga Solo berangkat dengan Pesawat Saudi Airlines.

Beragam pengalaman mereka rasakan selama di Tanah Suci. Kebahagiaan mereka masih terlihat ketika sampai di Indonesia. Hamdiyah (67 tahun) yang sedang duduk di dalam gedung Serbaguna Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta, salah satunya.

Dia masih tersenyum mengenang pengalaman di Tanah Haram. Sambil menyantap hidang an makanan ringan, Hamdiyah berce rita jika semua ibadahnya berjalan lancar selama di Tanah Suci.

“Enak, mungkin tergantung perbuatannya ya, yakin saja yang terbaik,” kata Hamdiyah.

Dia bersyukur bisa tiba dengan selamat di Indonesia. Ia sangat bahagia saat pesawatnya mendarat dengan selamat di Bandara Udara Soekarno-Hatta.
“Alhamdulillah, senang,” ujar Hamdiyah yang sehari-harinya hanya sibuk mengasuh cucunya.

Ada banyak kejadian yang membekas di benak Hamdiyah selama pelaksaan ibadah haji. Di antaranya, saat melaksanakan shalat sehabis tawaf.

Dia terkaget-kaget karena tersenggol oleh jamaah haji lain yang berbedan besar.
Ia menduga, jamaah haji tersebut berasal dari Arab. Selain itu, badai pasir dan hujan deras juga menjadi ke san tersendiri bagi Hamdiyah.

Ketika itu, jutaan jamaah haji termasuk dirinya secara spontan mengucapkan kalimat istighfar. Ia bersyukur ujian tersebut tak membuat ibadahnya terganggu. Hamdiyah telah menunggu sejak tujuh tahun lalu untuk bisa berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima ini.

Awalnya, ia mendaftarkan diri bersama suaminya. Namun, selang beberapa bulan setelah pendaftaran, suaminya wafat, sehingga ia harus berangkat sendiri.

Peluang untuk menunaikan rukun Islam kelima tidak disia-siakan oleh Hamdiyah guna memanjatkan doa untuk seluruh keluarganya. Ia berharap, Allah mengabulkan doanya agar anak-anaknya mampu menunaikan ibadah haji.

Erna (63), jamaah haji lainnya asal Banten, merasakan hal berbeda. Dia mengaku, kendala kesehatan sangat memengaruhi di rinya dan jamaah lainnya selama pelaksanaan ibadah haji.

Tapi, segala cobaan tersebut ia hadapi dengan sabar serta beristighfar kepada Allah.
Selain itu, melakukan pengobatan yang telah disediakan oleh tim medis. Ia mengapresiasi pelayanan pemerintah, khususnya tenaga medis, sehingga membantu kesehatan para jamaah.

“Untuk tahun ini, saya mengapresiasi pemerintah, terutama Kemenkes sangat baik mulai tingkat puskesmas sampai semua aparat kesehatan sangat baik,”kata Erna.

Badai pasir dan hujan deras rupanya juga menjadi pengalaman yang membekas Erna.
Badai tersebut membuat jamaah khawatir, termasuk dirinya. Badai tersebut ia anggap sebagai kehendak Allah. Sehingga, semua diberikan keselamatan.

Selama melaksanakan ibadah haji, Erna mengaku, tak mengalami hambatan yang berarti. Ia mengikuti segala arahan dari petugas haji. Apalagi, semua petugas di kelompoknya solid dan baik.

Ia menegaskan, kunci ke lancaran dalam melaksanakan ibadah haji adalah kesabaran.
Erna yang sehari-hari sebagai ibu rumah tangga harus me nunggu tujuh tahun agar bisa melaksanakan ibadah haji. Ia berharap, ibadahnya dapat diterima oleh Allah dan menjadi haji mabrur.

Triono (60 tahun) juga merasa terharu ketika pertama kali menginjakkan kakinya di Tanah Suci. Ia langsung mengucapkan kalimat syukur berkali-kali sebagai ungkapan kebahagiaan.

“Ia menilai bahwa doanya telah dikabulkan oleh Allah untuk ke Tanah Suci.
Alhamdulillah sekali, sampai mau nangis, katanya.

Perasaan tersebut yang membekas pada diri Triono. Selama berada di Tanah Suci, Trio no memperbanyak berdoa untuk dirinya dan keluarganya. Ia berharap, menjadi haji yang mabrur.

Secara umum, menurut Triono, tak ada peristiwa yang membekas selain perasaan bahagia ketika pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Suci. Ia tak mengalami banyak hambatan karena meng ikuti arahan dari para petugas haji.

REPUBLIKA

Cerita Insinyur Mesir Jadi Buruh Kasar demi Berhaji

Pak Kasnadi sudah sukar bergerak sejak masih dalam bus menuju Bandara King Abdulaziz Jeddah dari Makkah, Senin (27/8). Usianya yang sudah lewat kepala tujuh dan sakit di lutut sebelah kiri membuat jamaah asal Tegal, Jawa Tengah tersebut sukar berjalan.

Saat tiba di Bandara Jeddah bersama rombongan Kloter 3 Debarkasi Solo, ia langsung dipapah tiga petugas Daker Bandara PPIH Arab Saudi. Jabir (40 tahun) seorang tenaga pendukung yang bertugas di Sektor 1 Daker Bandara salah satunya.

“Dia sudah tak kuat jalan, makanya kami bopong,” kata Jabir.

Saat itu, kata Jabir, bus tiba di pemberhentian bus Gerbang E Bandara Jeddah. Pak Kasnadi mereka bopong bertiga hingga tiba di Gerbang D, sekitar 100 meter jaraknya.

Di Gerbang D tersebut tiba-tiba seorang pekerja kasar Mesir berlari mendekat. Dengan postur yang jauh lebih besar dan tegap dari para petugas Indonesia, langsung ia rebut Pak Kasnadi. Ia angkat dan ia gendong layaknya anak-anak.

Pak Kasnadi ia bawa dengan selamat sampai di Plaza D, tempat jamaah kloternya diistirahatkan sejenak sebelum diperiksa. Budi Marta, petugas Daker Bandara lainnya menuturkan, jamaah itu langsung diperiksa dokter dan diberi makan. Begitu pulih setelah diistirahatkan, ia kemudian didorong petugas Indonesia menggunakan kursi roda menuju pesawat. Sang penolong dari Mesir sudah tak kelihatan.

Republika.co.id berupaya mencari petugas itu keesokan harinya berdasarkan kisah para petugas. Tak sukar, lelaki dengan ciri khas selalu mengenakan topi berwarna krem itu nampak sedang duduk beristirahat bersama kawan-kawannya sembari menanti barang bawaan jamaah yang harus diangkat turun. Dan ia punya kisah yang tak kalah ajaib.

Pekerja bongkar muat itu mengatakan bernama Fathallah Alisawiyah. Ia lahir setengah abad lalu di Iskandariyah, Mesir, dan sampai saat ini masih punya pekerjaan tetap di sana. Di kampung halamannya, ia adalah seorang insinyur.

Ia biasanya mengerjakan keperluan teknis untuk masjid-masjid di seantero Mesir. Penghidupannya di Mesir, kata dia, tergolong nyaman dan berada. Dari tiga anak Fathallah, putri tertua sudah menyelesaikan pendidikan S3 Sastra Prancis.

Tahun ini, Fathallah mendaftar jadi pekerja kasar di Jeddah saat ada rekrutmen di Iskandariyah. Ini pertama kalinya ia menjalani pekerjaan tersebut. Selama dua bulan ia ditugaskan mengangkut barang-barang jamaah di Bandara King Abdulaziz.

Dari baju birunya, nampak Fathallah berada di posisi paling bawah hirarki para pekerja bongkar muat di Bandara Jeddah. Hari itu, ia baru saja selesai menggotong koper-koper besar jamaah asal Mali dari atap bus.

“Sangat kecil hasil bekerja di sini dibanding di Mesir,” kata dia sembari tersenyum dalam bahasa Arab di Bandara Jeddah, Selasa (28/8).

Apa hal ia rela bersusah payah jadi tenaga bongkar muat di Jeddah? Ternyata tujuan utamanya adalah berhaji di Tanah Suci. Kepala plontosnya menandakan ia sudah menyelesaikan seluruh rangkaian itu saat penerbangan di terminal haji Jeddah berhenti selama puncak musim haji.

Fathallah sedianya punya cukup harta untuk membiayai dirinya dan sang istri berangkat haji bersama jamaah lain dari Mesir. Tapi ia memang memilih jalan lebih berat yang menurutnya lebih mulia.

“Kalau saya berangkat haji biasa, saya takut tidak bisa bantu-bantu jamaah lain,” kata dia.

Dengan menjadi pekerja kasar di Bandara Jeddah, ia mengharapkan bisa ikut mendulang berkah dari menolong tamu Allah. Hal itu juga yang mendorongnya ngotot merebut Pak Kasnadi dari petugas Indonesia dan memberikan bantuan menggendong sampai ke tempat beristirahat.

Buat Fathallah, ibadah haji bukan sekadar mencari kedekatan personal dengan Allah. “Semua pekerjaan membantu sabilillah, para tamu Allah, adalah juga ibadah haji itu sendiri,” kata dia.

REPUBLIKA

 

Cek Keberangkatan Haji sudah bisa via smartphone Android Anda, Download Aplikasi ini! Info klik di sini! 

Serba-serbi Haji (8): Harga Mahal Sebuah Keahlian

MENGAPA bengkel resmi itu berbiaya lebih mahal ketimbang bengkel amatir? Jawabannya adalah karena para montir atau pekerjanya adalah ahli atau profesional, bukan pemula yang coba-coba. Semua kita kalau sakit pasti akan mencari dokter yang ahli di bidangnya, walau jauh lebih berbiaya mahal dibandingkan yang tidak ahli.

Ada kisah yang tersisa dari prosesi haji. Saat usai jumrah aqabah, para jamaah melakukan cukur (tahallul). Ada yang membawa alat cukur sendiri dan ada pula yang memanfaatkan jasa tukang cukur. Tak ada tukang cukur yang tak laku. Tulisan “barbershop” atau “shalun halaqah” berderet sepanjang jalan. Tukang cucuk dadakan juga banyak dijumpai. Kalau musim umrah biaya cukur hanya 10 riyal, musim haji berbiaya 30 riyal bahkan lebih. Tergantung ukuran kepala, sepertinya. Hahahaa

Mat Kelor termasuk yang memanfaatkan jasa tukang cukur ini. Sebulem berangkat ke tukang cukur, dia tanya temannya bagaimana cara minta cukur gundul. Temannya menyarankan untuk bilang “kullun” alias semuanya. Dia manggut-manggut. Bahasa Arab sangat dibutuhkan di musim haji ini karena tukang cukurpun memakai bahasa Arab.

Satu jam kemudian, Mat Kelor tiba kembali di hotel. Wajahnya kelihatan agak lesu sedih. Tangan kananya memegangi kepalanya yang sudah botak tapi terlihat banyak luka berdarahnya. Temannya bertanya itu kepalanya kenapa? Dia berkata lirih: “cukur model kullun.” Semua tertawa, termasuk saya. Tapi Mat Kelor tetap kelihatan sedih.

Mat Kelor bercerita bahwa tukang cukurnya tidak ahli, tidak profesional. Padahal bayarnya ya mahal juga, sama dengan yang profesional, 30 riyal. Nah, yang ini namanya penipuan, menyamar sebagai profesional dengan memanfaatkan kesempatan dan kebutuhan orang lain.

Kamipun iba kepada Mat Kelor dan bertanya kepadanya di mana letak salon cukurnya untuk diumumkan biar tak ada korban berikutnya. Setelah kami datangi, ternyata nama salonnya bukan barbershop melainkan BAR BAR SHOP. Pantas saja nyukurnya penuh luka. Bar bar dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai tidak beradab, bangsa yang belum beradab (sifatnya kasar dan kejam). Hahahaa… teliti sebelum memilih. Salam, AIM. [*]

 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (7): Cara Baru Menyiksa Setan

KERINDUAN akan masa lalu itu sesuatu yang biasa saja, lazim terjadi. Kerinduan akan masakan tradisional, makanan desa, bisa jadi muncul di tengah pemanjaan perut dengan masakan modern. Lihat saja meja rapat para pejabat kini, kacang rebus, ketela rebus, pisang rebus dan kawan seperjuangannya didaulat sebagai modern healthy food, makanan sehat jaman kini.

Ternyata hal yang sama terjadi juga di musim haji ini. Mat Kelor mendapat undangan pesta dari teman-temannya yang ada dalam kelompok haji reguler. Menurut kisahnya, ternyata makanan istimewa yang dihidangkannya adalah rujak petis super pedas. Petisnya khusus dibawa dari Madura. Sebagai orang yang berlatarbelakang Madura juga, rasa rujak petis itu menggoda angan juga. Kerongkongan ikut basah walau tak ikut diundang.

Yang ingin saya kisahkan adalah pertanyaan Mat Kelor yang mengagetkan saya: “Bagaimana hukumnya makan rujak petis tanpa baca Basmalah. Apakah itu tak mengurangi kemabruran haji? Ini terjadi pada Mat Tellor.” Ketimbang memjadi fitnah, saya minta supaya klarifikasi pada pelaku.

Rupanya sang pelaku adalah adik ipar Mat Kelor. Ketika saya tanya, dia menjawab bahwa ketika minum air dia baca Basmalah. Sementara saat makan rujak tidak membaca basmalah. Saat saya tanya mengapa, dia menjawab: “Kata kiai, kalau kita makan tanpa baca basmalah maka syetan ikut makan. Saya biarkan syetan ikut makan rujak petis super pedas itu. Lalu saya minum biar tak haus dan tak pedas lagi. Saya baca basmalah saat minum biar syetan tak ikut minum. Jadi syetan itu saya buat haus dan kepedasan. Beginilah saya menyiksa syetan. Mat Kelor dan saya ngakak. Hahahaaaa. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Kaus Ganti Presiden ‘Dikibarkan’ di Mina, Menag: Jemaah Tahan Diri

Madinah – Di tengah prosesi puncak haji di Mina, beredar video jemaah haji Indonesia ‘mengibarkan’ kaus dengan tagar #2019GantiPresiden. Menag Lukman Hakim Saifuddin meminta jemaah menahan diri.

“Mari kita jaga bersama menjaga kota suci ini dari pengaruh-pengaruh luar yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan ibadah kita,” ujar Lukman, yang juga merupakan amirul hajj, di Madinah, Arab Saudi, Senin (27/8/2018).

Dalam video yang viral itu, tampak jemaah haji Indonesia mengaitkan kaus putih dengan tulisan ‘#2019GantiPresiden’ ke sebuah tongkat. Tongkat itu kemudian dijunjung tinggi ke atas saat jemaah tengah berjalan kaki, seperti bendera yang tengah dikibarkan. Dari gambar yang beredar, tampak lokasi kejadian berada di jalan yang ada di tengah-tengah perkemahan di Mina, Mekah.

Lukman mengingatkan kembali mengenai prosesi ibadah haji dengan memakai kain ihram. Makna dari penggunaan kain dua helai itu adalah mengenai tidak adanya lagi sekat-sekat perbedaan di antara manusia satu dengan yang lain.

“Kita menggunakan kain ihram dalam wukuf dalam puncak haji kita di Arafah. Wukuf itu untuk menunjukkan tidak adanya perbedaan yang prinsipil dan nonprinsipil sekaligus. Mari kita jaga bersama-sama perbedaan aspirasi politik. Jangan sampai mencemari atau mempengaruhi secara negatif usaha kita bersama di Tanah Suci ini,” ujar Lukman.

Lukman meminta setiap jemaah haji tidak membawa persoalan di Tanah Air ke Tanah Suci di Mekah maupun Madinah. Termasuk mengenai politik praktis yang sedang hangat di Indonesia menjelang Pilpres 2019.

“Sebaiknya tidak dilakukan hal-hal seperti itu. Sebaiknya masing-masing kita bisa menahan diri untuk tidak melibatkan persoalan-persoalan yang ada di Tanah Air di Tanah Suci. Karena Tanah Suci ini milik kita bersama, milik umat Islam Indonesia, tanpa adanya sekat-sekat perbedaan aspirasi politik praktis,” kata Lukman.

Dalam kesempatan ini, Lukman juga menyatakan jemaah haji dan delegasi Indonesia menghormati pemerintah Arab Saudi yang telah meminta agar kesucian Mekah dan Madinah dijaga.

“Jadi dalam banyak media Imam Besar Masjid Haram Syekh Abdurahman As-Sudais bahwa ini adalah kota suci Mekah dan Madinah. Kita berhaji dalam rangka ingin melaksanakan ibadah, dan mari kita jaga bersama menjaga kota suci ini dari pengaruh-pengaruh luar yang tidak kaitannya sama sekali dengan ibadah kita,” tutur Lukman.

DETIK

Tak Boleh Masuk Koper, Bagaimana Cara Zamzam Dibawa ke Indonesia?

Mekah – Jemaah haji dilarang membawa cairan lebih dari 100 ml di dalam koper, termasuk air zamzam. Lalu ketika banyak kerabat yang menantikan air zamzam ini di Tanah Air, bagaimana solusinya?

Aturan larangan membawa cairan lebih dari 100 ml ke dalam koper itu merupakan aturan penerbangan internasional. Aturan ini bersifat mengikat bagi setiap penumpang pesawat.

Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) telah mensosialisasikan larangan membawa cairan, termasuk air zamzam, ini ke dalam koper. Namun masih ada juga jemaah yang nekat memasukkan air tersebut dalam kemasan botol air mineral ke dalam koper. Hasilnya? Koper jemaah itu dibongkar paksa di bandara.

Untuk dicatat, jemaah haji nantinya akan mendapatkan air zamzam ketika tiba di embarkasi (untuk fase pemulangan biasa disebut debarkasi). Ada jatah 5 liter air zamzam untuk masing-masing jemaah.

Lima liter belum cukup? Solusi bagi jemaah haji yang ingin membawa air zamzam ke Indonesia adalah dengan jasa ekspedisi atau kargo.

“Setidaknya dari sepekan sebelum keberangkatan barang-barang sudah dikirim. Jadi, ketika jemaah sampai ke kampung halaman, barang kiriman juga sudah sampai,” kata Kepala Daerah Kerja Mekah Dr Endang Jumali di Syisyah Mekah pada Selasa (28/8/2018).

Kargo akan menerima jasa pengiriman benda padat maupun cair, seperti pakaian, makanan, air zamzam, dan barang pecah-belah. Air zamzam merupakan bawaan kesukaan jemaah haji. Sejak awal pemeriksaan koper sebelum dikirim ke bandara untuk dimasukkan bagasi, jemaah banyak yang nekat membawa muatan berlebih, seperti air zamzam. Ada juga barang yang melebihi muatan lainnya, seperti pakaian, makanan, dan berbagai aksesori pakaian.

Endang menjelaskan PPIH tidak memfasilitasi pengiriman kelebihan barang jemaah. Tahun ini, jelasnya, tidak ada alokasi anggaran untuk pembiayaan pengiriman kelebihan muatan jemaah. Jadi jemaah dipersilakan mengirim sendiri segala kelebihan muatan dengan biaya sendiri.

DETIK

Menag Imbau Jemaah Haji Ikuti Aturan Penerbangan

Madinah (PHU)–Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengimbau jemaah mematuhi peraturan penerbangan yang melarang membawa zat cair ke dalam pesawat. Tujuannya adalah untuk keselamatan dan kenyamanan bersama.

Di bagian bawah kabin terdapat banyak kabel yang harus selalu kering. Kala terkena air, maka bukan tidak mungkin arus pendek terjadi dan menyebabkan kebakaran.

Jemaah harus memahami bahwa tujuan utama mereka kembali ke kampung halaman dengan selamat tak boleh dihalangi apa pun. Peraturan penerbangan internasional yang sudah disampaikan panitia haji merupakan upaya mendukung keselamatan tadi.

Karena itulah petugas memeriksa kapasitas dan barang bawaan jemaahuntuk memastikan mereka tidak membawa barang berlebih dan aman. Koper jemaah yang dimasukkan ke bagasi steril dari cairan. Sedangkan cairan yang boleh masuk ke kabin penumpang tak lebih dari 100 mililiter.

Menag menyayangkan ulah jemaah yang nekat membawa air zamzam dengan menyembunyikannya di sela-sela tas. Petugas Bandara King Abdul Aziz Jeddah mengetahuinya melalui mesin x-ray dan langsung membongkarnya. Ribuan botol air zamzam dibuang sia-sia.

“Tolong peraturan yang ada dipatuhi, karena mereka pasti akan menyita air zamzam,” katanya di Madinah. Senin (27/08)

Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia dan Kerajaan Arab Saudi bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan air zamzam jemaah haji. Maktab Zamazimah bertanggung jawab atas pembagian air tersebut. Setiap jemaahakan menerima lima liter zamzam yang sudah lebih dulu dikirimkan di debarkasi.

“Air zamzam akan dibagikan setelah jemaah tiba di Tanah Air,” tandasnya.

Beberapa tahun lalu, setiap jemaah mendapatkan 10 liter air zamzam. Namun, kini berkurang menjadi lima liter. Secara keseluruhan, jemaah Indonesia mendapatkan lebih dari sejuta liter air zamzam yang disediakan pihak maktab. Hal ini merupakan hasil kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dan pihak Arab Saudi yang bertanggung jawab atas pelayanan jemaah haji.(mch/ha)

KEMENAG RI

Menjadi Ayah Jamaah Haji

Suasana Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Arab Saudi tampak berbeda pada Sabtu (11/8). Sejumlah pejabat Kedutaan Besar Republik Indonesia dan perwakilan Pemerintah Arab Saudi terlihat menunggu seorang tamu penting. Ya, dia adalah pemimpin jamaah haji Indonesia yang tidak lain adalah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin.

Banyak orang menyambutnya dengan jabatan tangan. Alih-alih beristirahat, Lukman justru menengok 405 anggota kelompok terbang JKS 83. Mereka baru saja menikmati pelayanan jalur cepat keimigrasian di sana. Ini merupakan inovasi penyelenggaraan haji yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Dengan mengenakan peci hitam, kaca mata, dan kemeja putih yang dilapisi jas abu-abu, dia menyalami jamaah haji lanjut usia yang menumpangi mobil golf. Mereka tak menyangka berjabat tangan dengan pembantu presiden yang selama ini hanya terlihat di televisi dan foto berita. Bahkan foto mereka berjabat tangan diabadikan jurnalis dan menghiasi halaman pemberitaan media massa nasional.

Beberapa hari kemudian Lukman mengunjungi penginapan di Misfalah, tempat jamaah Lombok yang keluarganya baru saja tertimpa musibah gempa. Jamaah langsung mengerumuninya, menjabat tangannya erat-erat, menyampaikan keluh-kesah tentang kondisi keluarga di Lombok yang diguncang gempa.

”Semoga baik-baik saja. Mari doakan sama-sama agar saudara kita warga Lombok diberi kekuatan,” pesan Lukman kepada siapa pun yang ditemuinya.

Tak ada jarak antara Menteri dengan jamaah. Protokoler atau pejabat eselon pun tak menghalangi jamaah mendekati putra bungsu (alm) KH Saifuddin Zuhri itu. Mereka melebur dalam kebersamaan. Bagi saya ini bukan semata-mata melaksanakan tugas supervisi, tapi juga keakraban, kebersamaan, perhatian, bahkan cinta Lukman sebagai ayah 220-an ribu jamaah haji Indonesia di Tanah Suci.

Di sini mereka tak punya keluarga dan kerabat menemani. Tak tahu kemana harus mencurahkan isi hati. Pada saat itulah Menteri Agama dan jajarannya hadir menjadi tempat ratusan ribu jamaah Indonesia bersandar.

Menjadi ayah sudah pasti lebih mengutamakan kebahagiaan anak-anak ketimbang dirinya. Ketika mau berangkat sekolah, sang ayah akan menanyakan apakah PR sudah dikerjakan? Seragam sudah siap? Naik apa? Uang jajan sudah dapat? Semua persiapan itu dipastikan ada, sehingga anak dapat belajar di sekolah sebaik mungkin. Bahkan ketika di sekolah pun anak ditanyakan bagaimana belajarnya? Apa yang terjadi di sana? bagaimana guru yang mengajar?

Tak hanya menanyakan, dia bahkan rela memberikan hal lebih: mencurahkan tenaganya untuk mendampingi anak mengikuti ujian misalkan. Bahkan dia rela meninggalkan pekerjaan tertentu demi kemaslahatan sang anak.

Lukman menunjukkan perhatian semacam itu saat berwukuf di Arafah, tempat berkumpulnya 2.371.675 seluruh jamaah haji. Ahad (19/8) malam angin badai berembus di sana membawa debu pasir penyiksa mata, menyakiti kulit jamaah yang hanya mengenakan dua helai kain.

Banyak yang berhamburan keluar tenda untuk keselamatan, tak terkecuali 220 ribuan jamaah Indonesia. Teriakan doa dan asma Allah terdengar di mana-mana. Lukman pun berjalan menuju tenda jamaah.

Di tengah jalan, dia melihat lima orang jamaah berkerumun makan nasi adem terbungkus plastik. Lukman mengetahui mereka belum mendapatkan jatah makan dari maktab. “Kenapa terlambat? Ada apa?”

Ketua Satgas Arafah, Arsyad Hidayat, yang mendampinginya menjelaskan, ketika angin kencang berembus, kesibukan dapur terhenti. Makanan sudah dimasak, tapi belum sempat dikemas. Setelah tak ada badai, pengemasan dan distribusi kembali berjalan.

Lukman kemudian menyambangi jamaah dan meminta maaf karena pelayanan kateringterlambat. ”Mohon bersabar. Jangan lupa beristirahat, karena besok kita akan berwukuf,” pesan Lukman yang disambut senyum jamaah.

Hingga tengah malam, Lukman masih memeriksa tempat tinggal jamaah yang jauh. Keesokan harinya pun dia masih melakukan hal sama. Bahkan tanpa pengawalan, Amirul Hajj diam-diam memasuki pos kesehatan Arafah, tempat pewukuf uzur berbaring menjalani pengobatan.

Di samping pewukuf sakit yang terbaring, dia duduk dan berbicara empat mata: memotivasinya agar menyelesaikan rukun Islam kelima. Entah kapan beristirahat dan bersantai. Dia hanya berjalan mendatangi jamaah lagi dan lagi.

Di area Jamarat saat 350 tamu Allah kelelahan pun Lukman hadir. Dengan mengenakan peci putih, di sana Menteri memastikan tim mobile crisis memberikan pertolongan. Setelah itu dia tak meminta kendaraan khusus mengantarnya ke tenda misi haji. Lukman berjalan kaki sepanjang Jamarat, seperti jamaah haji pada umumnya.

Sedangkan mereka yang kelelahan tak mampu berjalan ditandu dan diantar dengan kursi roda. Masih ada 518 jamaah kelelahan yang dituntun. Semuanya menuju tenda pos kesehatan.

Entah berapa banyak tamu Allah mendekati, berbicara, dan berfoto dengannya. Mereka senang, meski baru saja merasakan badai gurun atau pun kelelahan berjalan jauh dari tenda maktab ke jamarat selama mabit di Mina.

Buat apa Lukman melakukan itu semua? Kalau sebatas pemimpin, Lukman cukup mendelegasikan kunjungan seperti di atas: pengawasan katering, transportasi, akomodasi, perlindungan, dan segudang pelayanan jamaah di Tanah Suci, kepada empat ribu petugas haji dari berbagai instansi.

Tapi dia tak hanya mendengarkan dan memerintahkan bawahannya. Sang ayah ingin turun langsung mencurahkan kasih sayang kepada para jamaah yang menjadi tanggung jawabnya.

“Sakit apa? Sudah lempar jumrah belum?” tanya Lukman. Sedangkan jamaah yang berada di puncak kelelahan merasa terhibur, tak menyangka akan didatangi seorang menteri.

Di saat orang sibuk dengan ingar-bingar politik pemilihan presiden di dalam negeri, Lukman yang juga politisi, justru larut dalam keakraban bersama dhuyufurrahman, tamu Allah yang mendatangi Tanah Suci.

Dia lebih memilih mengorbankan waktu dan dirinya untuk mereka yang kebanyakan baru mendatangi baitullah, tempat para nabi mendakwahkan ajaran suci, ketimbang berdebat politik yang jauh dari kesantunan. Di Tanah Suci, tempat para nabi dulu bermunajat, Lukman mengajak seluruh jamaah haji mendoakan bangsa agar tetap damai.

 

REPUBLIKA