Alhamdulillah…Waiting List Haji Makin Pendek

Haji adalah rukun Islam yang kelima. Wajib bagi umat Islam yang mampu untuk mengadakan perjalanan ke Rumah Allah dan kondisi dalam keadaan aman. “…Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkar, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (QS Ali Imran: 97).

Karena itu, bagi yang mampu tentunya haji adalah wajib. Meski sekali pun dia harus mengendarai unta kurus dari tempat yang sangat jauh. Apalagi, seruan menunaikan haji ini pun telah difirmankan Allah SWT dalam surah al-Hajj ayat 27-29, yang artinya, “Serulah manusia untuk (melaksanakan) haji, niscaya mereka datang kepada engkau dengan berjalan kaki dan mengendarai unta-unta kurus yang datang dari segala penjuru yang jauh, agar mereka mempersaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang ditentukan atas rezeki yang Allah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian darinya dan sebagian lagi berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. Kemudian hendaklah mereka menghilangkan kotoran yang ada pada badan mereka, dan juga hendaklah  mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka serta hendakalah mereka melakukan thawaf sekeliling rumah tua (Baitullah) itu.”

Persoalanya, tak semua orang bisa menunaikan ibadah haji. Banyak faktor yang memengaruhi setiap umat Islam untuk bisa menjalankan ibadah rukun Islam kelima itu. Selain itu rahasia Allah SWT, tapi salah satu yang krusial adalah antrean untuk berangkat ke Tanah Suci, Makkah, yang cukup panjang hingga puluhan tahun dalam beberapa tahun terakhir.

Sebut saja, misalnya, Provinsi Sulawesi Selatan yang daftar tunggu (waiting list)nya hingga 41 tahun. Bahkan, yang terpendek pun, di Provinsi Bengkulu, calon jamaah haji harus menunggu bisa terbang ke Baitullah, hingga delapan tahun.

Tidak hanya Indonesia yang harus mengalami waiting list cukup panjang. Negara-negara pengirim jamaah haji lain pun harus juga mengalami hal serupa, seperti Malaysia yang hingga 40 tahun waktu tunggu berangkatnya.

 

Info: Download Aplikasi Cek haji dari gaget Android Anda, klik di sini!

 

“Bagi sebagian orang yang ingin berhaji, biaya bukan masalah karena yang reguler masa tunggunya sangat panjang,” kata CEO Madinah Iman Wisata Nuryadin Yakub.

Penundaan waktu terbang ibadah haji ini, tak dimungkiri sebagai dampak dari kebijakan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang memutuskan untuk memotong 20 persen bagi jamaah haji Indonesia maupun negara-negara lainnya sejak 2013. Langkah tersebut disebabkan adanya perluasan pembangunan fasilitas di Masjid al-Haram di Makkah yang dilakukan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.

Namun, kabar gembira kemudian muncul dari Arab Saudi. Itu setelah Wakil Perdana Menteri dan Menteri Dalam Negeri Arab Saudi, yang juga Ketua Komite Haji, Putra Mahkota Muhammad Bin Naif, sepakat untuk mengembalikan kuota haji yang ada, sebelum pemotongan, pascaselesainya perluasan fasilitas di Masjid al-Haram. Dia pun berterima kasih kepada Raja Salman yang kembali menaikkan kuota baik bagi calon jamaah dari dalam maupun luar negeri.

Sebenarnya, kabar seputar pemulihan kuota haji telah mengemuka sejak beberapa waktu lalu. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi telah menyetujui peningkatan jumlah jamaah haji hingga menjadi sekitar 2,6 juta jiwa.

“Kabinet, sesuai arahan Penjaga Dua Masjid Suci, menyetujui peningkatan jumlah jamaah yang tinggal di Arab Saudi dan di luar negeri, sesuai dengan peraturan,” kata Menteri Kebudayaan dan Informasi Arab Saudi Adel al-Turaifi, seperti dilansir Gulf News.

Persetujuan ini mengingat, perluasan Masjid al-Haram sudah selesai sehingga mampu menerima lebih banyak jamaah haji. Kenaikan ini merupakan yang pertama sejak keputusan pengurangan kuota haji setiap negara sebesar 20 persen sejak 2013.

Langkah itu diambil sebagai antisipasi agar Masjid al-Haram tidak penuh sesak oleh jamaah. Masjid al-Haram saat ini sudah bisa menampung sekitar 48 ribu jamaah haji per jam. Saat pekerjaan konstruksi tengah dilakukan, kapasitas Masjid al-Haram memang menurun drastis, yaitu lebih dari setengahnya atau cuma mampu menampung 20 ribu jamaah haji per jam.

Setiap negara di dunia, memiliki kuota haji setidaknya 1.000 jamaah per 1 juta penduduk. Kontingen terbesar berasal dari Indonesia, yaitu 221 ribu jamaah. Meski begitu, Kerajaan Arab Saudi tetap melarang siapa pun melaksanakan ibadah haji lebih dari satu kali dalam kurun waktu lima tahun.

Alhamdulillah, Pemerintah Kerajaan Arab Saudi menepati janjinya mengembalikan kuota jamaah haji seperti semula pada musim haji tahun ini. Khusus untuk Indonesia, kuota pun dipulihkan dari 168.800 orang menjadi 211 ribu orang. Tidak hanya itu, Pemerintah Arab Saudi juga menambah kuota jamaah haji Indonesia sebanyak 10 ribu orang. Dengan demikian, kuota haji untuk Indonesia pada 2017 dari 168.800 menjadi 221 ribu.

“Indonesia memperoleh kenaikan sebesar 52.200,” ujar Presiden Joko Widodo, Rabu (11/1). Menurut Presiden, keputusan pemulihan serta penambahan kuota haji merupakan tindak lanjut dari kunjungannya ke Arab Saudi pada September 2015. Setelah itu, pertemuan dengan perwakilan Kerajaan Arab Saudi di Guangzhou, Cina, pada September 2016.

Dari proses tindak lanjut pertemuan tersebut, Pemerintah Arab Saudi, dalam hal ini, Menteri Haji dan Umrah Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, telah memutuskan untuk mengembalikan kuota normal haji bagi Indonesia. Karena itu, seiring dengan keputusan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, Presiden Jokowi menyampaikan persiapan haji 2017, bakal dilakukan lebih awal.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama Abdul Djamil menjelaskan, penambahan tersebut merupakan pengembalian kuota yang sebelumnya dipotong 20 persen kepada Indonesia. Tak hanya itu, Indonesia mendapat kesempatan pertama untuk menandatangani kesepahaman dengan menteri haji yang isinya antara lain kuota itu dikembalikan ke kuota asalnya, jadi 211 ribu dan itu ditambah 10 ribu. “10 ribu itu hasil pembicaraan Pak Presiden bersama pihak terkait dengan pihak Arab Saudi, sehingga total kuota kita 221 ribu,” kata Djamil.

Dengan penambahan itu, saat ini, pihaknya juga terus melakukan sejumlah persiapan-persiapan. Persiapan mencakup untuk seluruh jumlah 221 ribu jamaah haji, baik persiapan dalam negeri maupun luar negeri. Untuk persiapan dalam negeri yakni berkaitan dengan embarkasi, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH). Sementara luar negeri mencakup akomodasi, transportasi, dan catering di Arab Saudi.

“Ya harus siap, kalau enggak, sia-sia itu kuota,” kata Djamil. Selain itu, penambahan kuota juga, beriringan dengan penambahan petugas penyelenggaraan haji. Dengan penambahan kouta membuat jumlah kloter haji juga bertambah menjadi sekitar 500 kloter di 13 embarkasi di seluruh Indonesia. Jumlah ini meningkat dari sebelumnya yang hanya 385 kloter.

Masih dalam rangka persiapan, ke depan, Kemenag juga fokus pada tiga hal. Pertama, pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan DPR RI. Setiap tahun, BPIH dibahas bersama dengan Komisi VIII DPR. Hasil pembahasan antara kedua belah pihak ini kemudian dibawa ke Presiden untuk diterbitkan Keputusan Presiden tentang BPIH.

Fokus kedua terkait persiapan kegiatan dalam negeri yang meliputi: pelunasan, konsolidasi dengan pihak terkait, persiapan embarkasi, manasik haji, dan lainnya. Dan fokus ketiga adalah kordinasi dengan instansi di Arab Saudi menyangkut akomodasi, transportasi, layanan armina, dan layanan lainnya.

Kemenag memang terus berkomitmen untuk meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji. Kemenag berharap indeks kepuasan jamaah haji Indonesia (IKJHI) yang pada 2016 naik 1,16 poin, akan semakin membaik pada 2017. Ada sembilan kategori layanan yang disurvei BPS kepada jamaah haji dan semuanya masuk dalam kategori memuaskan. Untuk layanan petugas kloter naik 0,91 point dibanding hasil survei 2015 menjadi 86,4. Demikian juga dengan layanan petugas nonkloter, naik 0,26 poin mejadni 84,27.

 

Perusahaan biro perjalanan haji dan umrah menyambut baik normalisasi kuota jamaah haji untuk musim haji 2017. Pasalnya, penambahan kuota tersebut diyakini mampu mempercepat antrean jamaah haji saat ini yang sudah sangat panjang.

Pemerintah Arab Saudi memulihkan kembali kuota haji lantaran renovasi Masjid al-Haram sudah selesai. Alhasil, kuota haji untuk Indonesia kembali pulih dari 168.800 (saat pengurangan kuota) menjadi 211 ribu. Bahkan untuk musim haji tahun ini ada penambahan kuota 10 ribu jamaah. “Ini prestasi pemerintah,” ujar CEO Madinah Iman Wisata, Nuryadin.

Penambahan kuota dinilai sudah semestinya ditambah. Pasalnya, antrean haji reguler di beberapa daerah. Misalnya di Makassar, sudah mencapai 20 tahun. Meski begitu, Nuryadin mempertanyakan, dari penambahan kuota tersebut, berapa prosentase untuk haji reguler dan ONH Khusus.

Dia berharap, penyelenggaraan haji tahun ini menjadi lebih baik dibandingkan sebelumnya. “Semuanya serius. Semua pemangku yang terlibat proses ini total, fokus, ikhlas, dan jangan mengejar materi karena semua yang datang (ke Tanah Suci) adalah tamu Allah SWT,” kata Nuryadin.

Senanda, Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengapresiasi langkah Pemerintah Kerajaan Arab Saudi terkait normalisasi kuota haji. Sebab, dalam dua tahun belakangan (saat kuota dikurangi), pemerintah setempat kurang siap menyelenggarakan proses haji.

Sekretaris Jenderal AMPHURI Budi Firmansyah berharap Pemerintah Kerajaan Arab Saudi lebih mampu mengantisipasi sejumlah masalah sejak awal. “Terutama di Arafah dan Mina karena tidak ada tambahan tenda signifikan di sana,” ujarnya.

Pemerintah Indonesia pun harus menjadi jembatan agar pelayanan haji terhadap para jamaah lebih baik daripada sebelumnya. Sejauh ini, Kementerian Agama dinilai sudah melakukan banyak hal untuk menjaga kenyamanan berhaji jamaah Indonesia. Meski begitu, AMPHURI tetap berharap agar penyelenggaraan haji menjadi lebih baik lagi. Wallahu’alam

 

Oleh: Wartawan Republika, Agus Yulianto

sumber:Republika Online

Haji Berbekal Tawakal kepada Allah

Hatim Al-Asham adalah seorang fakir, tapi sangat zuhud dan mempunyai keimanan yang sangat kuat kepada Allah SWT. Seperti keluarga lain, ia pun mempunyai keluarga yang menjadi tanggungannya. Bahkan, keluarga ini menjalani kehidupan sehari-hari dalam keadaan sulit.

Pada suatu malam, ia duduk bersama teman-temannya membicarakan tentang haji dan ziarah ke Baitullah. Obrolan itu sedemikian berkesan dalam hatinya sehingga mendambakan untuk bisa berhizrah ke Baitullah.

Ia pulang ke rumah dan menyampaikan kepada keluarganya tentang keinginanya untuk berziarah ke Baitullah. “Jika kalian setuju aku pergi berziarah ke Baitullah, aku akan  mendoakan kalian.”

Istrinya berkata, “Dalam keadaan kita yang fakir dan keluargamu yang banyak ini, hendak kemana engkau pergi? Ziarah ke Baitullah hanya wajib bagi orang yang mampun (kaya).”

Anak-anaknya pun setuju atas apa yang dikatakan oleh ibu mereka, kecuali seorang putrinya yang kecil. Putri kecil ini berkata, “Apa yang akan terjadi jika kita memberi izi pada ayat untuk berangkat? Biarkan ayah pergi kemana pun yang ia inginan. Pemberi rezeki kita adalah Allah, sedangkan ayah hanyalah perantara rezeki itu. Allah Maha Kuasa menyampaikan rezeki kita dengan perantara lainnya.”

Mendengar kata-kata si kecil itu, semua anggota keluarga mnejadi sadar dan membenarkannya. Mereka pun mengizinkan ayah mereka (Hatim) berziarah ke Baitullah. Hatim-pun sangat bahagia. Disiapkannya perbekalan bepergian jauh (safar) dan berangkat bersama kafilah haji.

Para tetangga datang ke rumahnya. Merek apun melontarkan kata-kata celaan, “Mengapa dalam keadaan kalian yang miskin justeru kaliang membiarkan dia berangkat? Perjalanan jauh ini akan memakan waktu beberapa bulan. Dari mana kalian mendapatkan rezeki untuk menanggung kebutuhan hidup kalian?”

Keluarga Hatim jadi terpengaruh oleh celaan tetangga dan seolah-olah mereka menyalahkan puteri kecil, “Andai saja kamu tidak bicara dan bisa menjaga lisanmu pada waktu itu, tentu kami semua juga tidak mengizinkan ayah bepergian jauh.”

Sang putri sedih mendengarkan perkataan mereka. Ia menegadahkan tangak ke langit dan berdoa, “Tuhanku, mereka ini terdidik dengan keutamaan dan kemuliaan serta mensyukuri nikmat-Mu, janganlah Engkau abaikan mereka, dan jangan engkau permalukan aku di hadapan mereka.”

Saat mereka kebingungan memikirkan bagiamana mendapatkan nafkah hidup, tiba-tiba Amir (pemimpin) di kota itu baru kembali dari berburu. Ia kehausan lalu pengawalnya pergi ke pintu rumah Hatim untuk mendapatkan air. Mereka mengutuk pintu rumah. Lalu dari bilik pintu, isteri Hatim bertanya, “Apakah keperluan kalian?” Mereka menjawab, ‘Amir sedang berdiri di depan pintu rumah Anda, minta sedikit air dari Anda (untuk menghilangkan dahaga).”

Wanita itu panik. Ia memandang ke langit seraya berdoa, “Tuhanku, semalam kemi dalam keadaan lapar, sedangkan saat ini Amir memerlukan bantuan kami meminta air kepada kami.” Kemudian wanita itu memenuhi sebuah wadah dengan air. Dibawanya kepada Amir sambil memohon maaf karena wadahnya terbuat dari tanah liat.

Amir bertanya kepada para pengawal, “Rumah siapa ini? Mereka menjawab, ini rumah Hatim Al-Asham, salah seorang  zahid di kota ini. Kami dengar ia sedang safat ke Baitullah, sementara hidupnya dalam kesusahan.” Lalu Amir berkata,”Kita telah menyusahkan mereka. Rasalnya tidak pantas jika seorang seperti kita menyusahkan kaum yang lemah dan menambah beban di pundak mereka.”

Maka segera Amir membuka ikat pinggang dan dilemparkannya ke dalam rumah itu seraya berkata kapada para pengawalnya, “Yang mencintaiku hendaknya melempasrkan ikat pinggangnya ke dalam rumah.” Semua pengawal melepaskan ikat pinggang emas mereka dan melemparkannya ke dalam rumah. Ketika hendak pulang Amir berkata, “Semoga Allah memberkati kalian hai keluarga. Nanti anak buahku akan menghitung berapa harga dari semua ikat pinggang ini dan menguangkannya untuk kalian.” Amir dan rombongannya pun pergi sambil mengucapkan salam.

Beberapa saat kemudian, salah seorang anak buah Amir kembali ke rumah keluarga Hatim dengan membawa uang hasil penjualan semua ikat pinggang. Si puteri kecil pun menangis karena peristiwa itu. Anak buah Amir bertanya, “Mengapa engkau menangis? Seharusnya engkau bahagia, sebab Allah dengan rahmat-Nya telah memberikan keluasaan kepada kalian?” Sang puteri berkata, “Saya menangis karena semalam kami tidur dalam keadaan lapar, dan hari ini seseorang datang memperhatikan kami. Berarti setiap waktu Allah yang Maha Penyayang mencurahkan perhatiannya kepada kami. TIdak ada sesaat pun Allah berpaling dari kami.”

Kemudian dia mendoakan ayahnya, “Ya Allah, sebagaimana Engkau curahkan perhatian-Mu kepada kami dan telah Engkau atasi urusan kami, maka mohon curahkan juga kasih sayang-Mu kepada ayah kami dan tolonglah urusan-Nya.” Ketika itu, Hatim berada di tengah kafilah. Tidak ada orang yang lebih miskin darinya. Ita tidak mempunyai kendaraan yang dpaat ditungganginya dan tidak punya bekal yang memadai. Orang-orang yang mengenalnya terkada memberi bantuan kecil kepadanya.

Pada suatu malam, pemimpin kafilah tertimpa sakit. Dokter tak mampu mengobatinya. Lalu ia bertanya, “Adakah orang di antara kafilah yang ahli ibadah dan bisa mendoakanku?” Mereka berkata, “Ada Hatim Al-Asham, seorang lelaki tua yang zuhud. Ia ada bersama kita.” Kata pemimpin kafilah, “Cepat panggil dia.” Para pelayan laki-laki mengantarnya ke hadapan pemimpin mereka.

Hatim mengucapkan salam dan duduk di samping pembaringan pemimpin kafilah itu. Hatim mendoakannya dan Allah memberi kesembuhan penyakitnya. karena itu, pemimpin kafilah menjadi senang dan mempehatikannya. Ia pun memerintahkan agar menyediakan kendaraan untuk Hatim. Semua kebutuhan perjalanannya ditanggung oleh pemimpin kafilah itu. Hatim bersyukur kepada Allah SWT. Ia tiada henti bermunanjat pada Allah.

Suatu saat, di dalam tidurnya ada yang menyer kepadanya, “Hai Hatim, orang yang mengerjakan amal shaleh dan bersandar kepada Allah, maka Allah pun akan meliputinya dengan karunia. Kini, janganlah engkau merisaukan keluargamua, karena Allah telah memberikan penghidupan kepada mereka.” Ia terbangun dari tidurnya lalu memuji dan bersyukur kepada Allah.

Kisah Hatim Al-Asham ini disadur dari ‘Kisah-kisah Pertolongan Allah’, karya Mahdi Shahih Hunar, yang ditulis ulang dalam buku ‘Misteri Wukuf di Arafah oleh Ustaz Muhammad Rusli Amin dan diterbitkan oleh Pustaka Al-Mawardi.

 

 

sumber: Republika Online

Pemerintah Upayakan Kuota Haji 2017 Kembali Normal

Kementerian Agama telah melakukan rapat dengan Ketua DPR RI mengenai kuota haji 2017. Dalam rapat tersebut Kementrian dan DPR akan bersama-sama melakukan lobi agar kuota haji 2017 kembali normal sebelum adanya pengurangan 20 persen karena proyek perluasan Masjidil Haram.

Juru Bicara Kemenag Rosidin Karidi mengtakan saat ini kuota haji Indonesia masih sebanyak 168.800 orang. “Diharapkan mulai tahun 2017, kuota haji Indonesia akan kembali ke kuota dasar sebanyak 211 ribu,” ujar dia dalam website Kemenag, Selasa (28/9).

Jika target ini tercapai, Rosidin mengatakan akan terjadi pergeseran porsi keberangkatan jamaah haji. Jamaah haji yang telah mendaftar dapat melihat tahun keberangkatan melalui website Kementrian Agama dengan memasukkan nomor porsi.

 

sumber: Republika Online


Atau download aplikasi Androidnya di sini!

Melihat Ka’bah di Masa Lampau

Mobil diparkirkan di pinggir jalan setelah menempuh perjalanan 20 kilometeran dari Masjidil Haram. Udara Ahad pekan lalu sungguh terik. Setelah membuka pintu mobil, kami langsung berlari kecil menuju sebuah gedung megah yang berada dekat wilayah padang pasir Hudaibiyah.

Kami dari tim Media Center Haji (MCH) siang itu mengunjungi Museum Arsitektur Dua Masjid Suci yang lebih dikenal dengan sebutan Museum Ka’bah. Mengunjungi museum ini selalu menjadi satu paket dengan ziarah ke peternakan unta di padang pasir Hudaibiyah dan masjid Hudaibiyah yang menjadi titik miqat bagi jamaah umrah.

Beberapa jamaah memilih melihat-lihat dahulu Museum Kab’bah sebelum bertandang ke peternakan unta sebelum akhirnya mengambil miqat di Masjid Hudaibiyah untuk melakukan umrah. Tapi, ada juga jamaah yang datang ke museum dalam kondisi sudah berpakaian ihram. ‘’Kami awalnya mau ke museum dulu. Tapi, berhubung penuh, kami baru ke sini setelah miqat dari Masjid Hudaibiyah,’’ kata Niam dari kloter SOC-41.

Seperti dilaporkan Didi Purwadi, wartawan Republika dari Tanah Suci, Museum memamerkan benda-benda kuno yang menjadi bagian dari perjalanan sejarah dua masjid suci di Makkah dan Madinah. Ada beberapa benda yang sudah sangat tua berusia ribuan tahun. Salah satunya tangga untuk naik ke pintu Ka’bah yang dibuat tahun 1240 H.

Ada juga pintu kayu Ka’bah yang kabarnya dibuat awal abad 14 M. Ada pintu mimbar Ottoman di Masjid Nabawi yang dibuat atas perintah Sultan Murad III pada 998 H. Begitu pula replika sumur tua zamzam yang dulu dilingkari dengan pagar almunium berbentuk lingkaran dengan diameter sekitar 3 meter dan tinggi 1,5 meter.

Bagian ini menampilkan pagar lama sumur zamzam dan ember kuningan dengan tahun pembuatan 1299 H. Ember digunakan untuk menimba air sebelum ada sistem pompa. Mesin jahit tua untuk menjahit kain penutup Ka’bah juga ditampilkan di museum ini.

Museum Ka’bah tidak hanya menghadirkan masa lalu Ka’bah dalam potongan benda-benda kunonya. Masa lalu juga dihadirkan dalam potongan-potongan foto jadul Makkah dan Madinah dari hasil jepretan fotografer Mesir, Sadiq Bik, pada kurun waktu 1297-1298 H. Foto-foto tersebut merupakan koleksi almarhum Pangeran Sultan bin Abdul Aziz yang disumbangkan untuk museum.

Museum yang buka setiap hari selama musim haji itu juga membuka rasa penasaran jamaah yang ingin mengetahui apa yang terdapat di dalam Ka’bah. Beberapa barang atau benda di dalam Ka’bah yang berusia ratusan tahun ini dipamerkan di museum yang buka mulai pukul 08.00 sampai 14.30 dan 16.00 sampai 22.00 waktu Saudi ini.

Ada lemari kayu berbentuk kotak dengan ukuran sisi-sisinya sekitar 1,2 meter. Posisi lemari ini tepat berada di depan pintu Ka’bah dari posisi dalam. Ada juga tiang setinggi 9 meter dengan diameter 50 cm yang menjadi penyangga bagian dalam Ka’bah. Jumlahnya sebanyak tiga tiang.

Mengelilingi sudut-sudut Museum Arsitektur Dua Masjid Suci seperti menapaki masa lalu Makkah dan Madinah. Dan, pengunjung museum yang datang dari berbagai negara termasuk jamaah haji Indonesia tak ingin melewatkan momen masa lalu. Mereka berswafoto (selfie) dengan latar benda-benda kuno Ka’bah atau Masjid Nabawi.

 

sumber: Republika Online

Tanda-Tanda Haji Mabrur

Ajaran Islam dalam semua aspeknya memiliki hikmah dan tujuan tertentu. Hikmah dan tujuan ini diistilahkan oleh para ulama dengan maqashid syari’ah, yaitu berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.

Adapun maslahat akhirat, orang-orang shaleh ditunggu oleh kenikmatan tiada tara yang terangkum dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits qudsi),

قَالَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ

“Allah berfirman (yang artinya): Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang shaleh kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terdetik di hati manusia.” [1]

Untuk haji secara khusus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ

“Haji yang mabrur tidak lain pahalanya adalah surga.”[2]

Adapun di dunia, banyak maslahat yang bisa diperoleh umat Islam dengan menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut; seperti menambah teman, bertemu dengan ulama dan keuntungan berdagang.

Di samping itu, Allah juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal seseorang, sehingga ia bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.

Tidak Semua Orang Meraih Haji Mabrur

Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah.  Mabrur berarti diterima oeh Allah, dan sah berarti menggugurkan kewajiban. Bisa jadi haji seseorang sah sehingga kewajiban berhaji baginya telah gugur, namun belum tentu hajinya diterima oleh Allah Ta’ala.

Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah memberikan karunia kepada jamaah haji yang tidak baik lantaran jamaah haji yang baik.” [3]

Tanda-Tanda Haji Mabrur

Nah, bagaimana mengetahui mabrurnya haji seseorang? Apa perbedaan antar haji yang mabrur dengan yang tidak mabrur? Tentunya yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits, namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.

Di antara tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama adalah:

Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal,[4] karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا

“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik. [5]

Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. Ibnu Rajab mengucapkan sebuah syair [6]:

Jika anda haji dengan harta tak halal asalnya.

Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda.

Allah tidak terima kecuali yang halal saja.

Tidak semua yang haji mabrur hajinya.

Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam . Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.

Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah.” [7]

Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya, dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia merasakan berat untuk bangkit memberikan air minum kepada sang ibu. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah salah.[8]

Ketiga: Hajinya dipenuhi dengan banyak amalan baik, seperti dzikir, shalat di Masjidil Haram, shalat pada waktunya, dan membantu teman seperjalanan.

Ibnu Rajab berkata, “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.[9]

Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang maksud haji mabrur, maka beliau menjawab,

إِطْعَامُ الطَّعَامِ وَطِيبُ الْكَلاَمِ

“Memberi makan dan berkata-kata baik.” [10]

Keempat: Tidak berbuat maksiat selama ihram.

Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan  jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas.

Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah berfirman,

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.[11]

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ

“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” [12]

Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.

Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.

Jidal adalah berbantah-bantahan secara berlebihan.[13]

Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Adapun di luar waktu ihram, bersenggama dengam pasangan kembali diperbolehkan, sedangkan larangan yang lain tetap tidak boleh.

Demikian juga, orang yang ingin hajinya mabrur harus meninggalkan semua bentuk dosa selama perjalanan ibadah haji, baik berupa syirik, bid’ah maupun maksiat.

Kelima: Setelah haji menjadi lebih baik

Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Sebaliknya, jika setelah beramal saleh melakukan perbuatan buruk, maka itu adalah tanda bahwa Allah tidak menerima amalannya.[14]

Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Untuk sementara, mereka terjauhkan dari hiruk pikuk urusan duniawi yang melalaikan. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.

Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya.

Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal  yang lebih mantap dan  benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.

Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta’ala. Ia akan semakin mendekat ke akhirat dan menjauhi dunia.

Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.”[15] Ia juga mengatakan, “Tandanya adalah meninggalkan perbuatan-perbuatan buruk yang dilakukan sebelum haji.”[16]

Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.” [17]

Penutup

Sekali lagi, yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Para ulama hanya menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka. Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah. Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan memperbaiki amalan anda.  Wallahu a’lam.

Referensi:

  1. Al-Quran al-Karim.
  2. Shahih al-Bukhari, Tahqiq Musthofa al-Bugha, Dar Ibn Katsir.
  3. Shahih Muslim, Tahqiq Muhammad Fuad Abdul Baqi, Dar Ihya’ Turats.
  4. Musnad Imam Ahmad, Tahqiq Syu’aib al-Arnauth, Muassasah Qurthubah.
  5. Sunan al-Baihaqi al-Kubra, Cetakan Hyderabad, India.
  6. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah, Muhammad Nashiruddin al-Albani, Maktabah al-Ma’arif.
  7. At-Tarikh al-Kabir, al-Bukhari, Tahqiq Sayyid Hasyim an-Nadawi, Darul Fikr.
  8. Ihya’ Ulumiddin, al-Ghazali, Darul Ma’rifah Beirut.
  9. Lathaiful Ma’arif fima li Mawasil ‘Am minal Wazhaif, Ibnu Rajab al-Hanbali, al-Maktabah asy-Syamilah.
  10. Qutul Qulub, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Maktabah asy-Syamilah.

Penulis: Ustadz Anas Burhanuddin, MA

Sumber: https://muslim.or.id/1891-tanda-tanda-haji-mabrur.html

Jamaah Indonesia Diimbau Hanya Bawa Tas Maskapai

Kepala Daerah Kerja Airport King Abdul Aziz,Arab Saudi Nurul Badruttamam Makkiy mengimbau jamaah untuk tidak membawa tas tangan lain ke dalam pesawat kecuali tas yang dibagikan oleh maskapai saat keberangkatan.

“Hanya diperkenankan membawa satu buah tas tentengan yang sudah dibagikan dari maskapai penerbangan Garuda atau Saudia,” katanya di Bandara King Abdul Aziz, Jeddah, Ahad (18/9)

Menurut Nurul, selain tas tangan berlogo kedua maskapai itu maka tidak akan diperbolehkan untuk dibawa masuk ke dalam kabin.Untuk jamaah yang menggunakan pesawat Garuda Indonesia menggunakan tas tangan dan kopor berwarna biru sedangkan jamaah yang menggunakan pesawat Saudi Airlines menggunakan tas tangan dan kopor berwarna coklat.

Ia menjelaskan bahwa hingga hari ke dua pemulangan terdapat penumpukan barang bawaan jamaah yang tidak dibolehkan masuk ke pesawat karena melebihi berat yang diizinkan atau karena dilarang.

“Sudah menumpuk cukup banyak sekali hasil sweeping(razia) barang-bawaan jamaah yang tidak diperkenakan dibawa masuk ke kabin pesawat karena melebihi berat muatan dan ada beberapa barang lainnya yang tidak boleh dibawa,” katanya.

Ia menuturkan banyak barang-barang seperti pisau, gunting, dan air zamzam yang akhirnya ditahan pihak bandara. Setiap jamaah hanya diperbolehkan membawa satu kopor di bagasi dengan berat 32 kg dan satu tas tangan dengan berat tujuh kg. Kelebihan barang dapat dikirimkan menggunakan kargo dengan tarif tertentu.

 

sumber: Republika Online

Perawatan Sumur Zamzam

Menurut sejarah, sumur itu, awalnya memiliki dua tangki air. Satu untuk air minum dan satu untuk air wudhu, dengan pagar batu sederhana yang mengelilinginya, laiknya sumur-sumur tradisional di Indonesia.

Kemudian pada era Khalifah Abbasiyah Al-Mansur pada 771 Masehi, kubah dibangun di atas sumur dengan ubin marmer. Beberapa tahun kemudian dibangun dua kubah kayu yang dihiasi mozaik, satu untuk melindungi sumur dan yang satunya untuk menaungi peziarah.

Di era modern, restorasi besar-besaran dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid II di era Utsmaniah pada 1915. Untuk menghindari kerumunan, bangunan sumur zamzam kemudian dipindahkan dari lokasinya yang kini berada di area tawaf, tempat jutaan jamaah mengelilingi Kabah tujuh kali. Tapi jika jamaah jeli masih terlihat tanda bekas lokasi sumur itu di lantai tawaf.

Sumur zamzam dikabarkan digali dengan tangan dengan kedalaman sekitar 30 meter dan diameter antara dua sampai tiga meter. Sejumlah sumber menyebutkan hingga kedalaman 13,5 meter teratas menembus lapisan alluvium Wadi Ibrahim. Lapisan ini, merupakan lapisan pasir yang sangat berpori. Di bawah lapisan alluvial Wadi Ibrahim ini terdapat setengah meter lapisan yang sangat lulus air (permeable), tempat utama keluarnya air-air di sumur zamzam.

Kedalaman 17 meter ke bawah selanjutnya, sumur ini menembus lapisan batuan keras yang berupa batuan beku Diorit yang banyak di Jazirah Arab. Pada bagian atas batuan ini dijumpai rekahan-rekahan yang juga memiliki kandungan air. Salah satu celah yang mengandung air adalah rekahan yang memanjang ke arah Hajar Aswad dengan panjang 75 cm dan ketinggian 30 cm, juga beberapa celah kecil ke arah Safa dan Marwa.

Dari uji pemompaan sumur ini mampu mengalirkan air sebesar 11 – 18.5 liter/detik, hingga permenit dapat mencapai 660 liter/menit atau 40 000 liter per jam. Bila dulu air diambil dengan ember kayu, maka kini air dipompa dari sumur yang terletak dibalik gelas kaca di ruang bawah tanah itu ke seluruh kran air yang jumlahnya ratusan di seantero Masjidil Haram, terutama di antara Bukit Safa dan Marwa.

Sekalipun sumur zamzam dipercaya sebagai air suci, Pemerintah Arab Saudi tidak tinggal diam menyerahkan nasib sumur tersebut pada alam. Sebagaimana imbauan dalam kitab suci bahwa manusia harus selalu berupaya, maka pemerintah negeri kaya minyak itu membentuk sebuah lembaga khusus untuk mengawasi air zamzam pada tahun 90-an, mulai dari kelangsungannya hingga menjaga kualitasnya.

Mengingat, dari tahun ke tahun makin banyak pembangunan hotel pencakar langit di sekitar kawasan Masjidil Haram. Belum lagi beberapa tahun lalu dunia sempat dihebohkan dengan pemberitaan media yang menyebutkan bahwa air tersebut tercermar. Walaupun akhirnya terbantahkan namun upaya perawatan tetap dilakukan.

Apalagi, dengan daerah tangkapan air seluas 60 km2, cekungan yang memasok air ke sumur zamzam dinilai tidak terlampau luas sebagai cekungan penadah hujan sehingga menurut http://www.kelair.bppt.go.id/ sumur tersebut secara hidrologi tetap memerlukan perawatan.

Oleh karena itu, air siap saji yang kini bertebaran di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi di Madinah konon merupakan air yang sudah diproses sehingga sangat aman diminum bahkan ada yang sudah didinginkan. Namun tentunya proses itu tidak mengubah rasa dan kandungan air tersebut.

Air zamzam secara kasat mata tidak berwarna dan tidak berbau, tetapi memiliki rasa yang berbeda, dengan pH 7,9-8,0, yang menunjukkan bahwa itu adalah basa sampai batas tertentu.

Dengan segala kisahnya, air zamzam menjadi barang yang paling dicari setiap musim haji tiba, baik oleh petugas pemeriksaan kopor jamaah di bandara kepulangan atau oleh para tamu yang mengucapkan selamat datang di Tanah Air.

 

 

sumber: Republika Online

Raja Salman: Layani Jamaah Haji Adalah Kebanggaan

Raja Arab Saudi menerima pangeran, ulama dan tamu undangan dari negara-negara Teluk. Ia mengucapkan terima kasih atas kepercayaan yang diberikan untuk mengelola haji.

Penjaga Dua Masjid Suci, Raja Salman, mengatakan menjadi penjaga dua Masjid Suci, Masjidil Haram dan Masjid Nabawi, merupakan berkah terbesat. Menurut Salman, puncak kebanggaannya adalah mampu melayani umat Islam yang melaksanakan ibadah haji dengan baik.

“Idul Adha adalah puncak kebanggaan kami dalam melayani jamaah haji, dan melayani dua Masjid Suci adalah berkah terbesar kami,” kata Salman, seperti dilansir Arab News, Selasa (13/9).

Ia menekankan kalau kebanggaan juga dirasakan semua orang di Arab Saudi, baik para petinggi, pemerintah maupun warga. Kebanggaan, lanjut Salman, terutama dapat dirasakan apabila dapat memberikan kenyamanan kepada jamaah yang melaksanakan haji.

Selain itu, ia turut mengungkapkan terima kasih kepada militer Arab Saudi, atas segala upaya yang telah dilakukan demi melayani para tamu Allah SWT. Salam berpendapat, berbagai upaya militer melayani jamaah haji, merupakan perbuatan yang amat besar dan mulia.

 

 

sumber: Republika Online

Ketika Pasukan Kerajaan Inggris Pertama Kali Berhaji

Ditengah merebaknya isu Islamophobia di Inggris, negara Ratu Elizabeth memberangkatkan 18.500 calon jamaah haji ke Arab Saudi pada musim haji tahun ini.

Namun, yang menarik, dari ribuan calon jamaah haji Inggris tersebut, terdapat beberapa tentara Kerajaan Inggris yang tahun ini pertama kali melakukan rukun Islam kelima tersebut.

Dilansir dari media Saudi, Asharq Al Aswat, Sabtu (10/9), Kantor Luar Negeri Inggris menerbitkan foto ketika beberapa tentara Inggris di Madinah melakukan ritual haji.

Lamin Camara, salah seorang delegasi haji dari pasukan Kerajaan Inggris, Royal Horse Artillery mengatakan, ia merasakan kerendahan hati dan tingkah lakunya selama prosesi haji.

“Ini merupakan perjalanan haji saya yang pertama, dan mengunjungi Masjid Nabawi dan Makam Rasulullah. Bagi saya seperti mimpi,” kata dia.

“Saya berutang budi kepada rantai komando saya atas dukungan mereka dalam hal ini. Pengalaman ini pasti akan membuat saya menjadi manusia yang lebih baik, dan karena itu seorang prajurit yang baik,” sambungnya.

Delegasi haji dari angkatan bersenjata Inggris mengunjungi dua kota suci, Madinah dan Makkah pada musim haji tahun ini berkat kerja sama dengan angkatan bersenjata Arab Saudi. Konsul Inggris di Jeddah Barry Beach mengatakan, pihaknya senang membantu 18.500 jamaah haji asal Inggris berhaji tahun ini.

Penasehat Islam untuk kepala staf pertahanan Inggris, Imam Asim Hafiz–yang juga memimpin delegasi haji Inggris– mengatakan ini menjadi bukti kemampuan tentara Inggris menjaankan perintah agama. Muslim di angkatan bersenjata Inggris yang beribadah haji telah menunjukkan bahwa tugas kemiliteran mereka harmonis dengan kewajiban Islam.

“Banyak nilai-nilai moral yang dimiliki oleh Angkatan Bersenjata sepenuhnya selaras dengan agama Islam,” ujar dia. Dalam pandangannya, kesempatan sebagai tentara untuk memenuhi rukun Islam kelima tidak diragukan lagi memperkuat nilai-nilai tersebut.

Usai ritual haji, kata Hafidz, para prajurit Muslim ini nilai rohaninya akan kembali direvitalisasi. Ini akan membuat mereka lebih baik pada pekerjaan yang mereka lakukan, dan membuat mereka lebih sadar memenuhi tanggung jawab mereka. Yakni, melakukan yang terbaik bagi negara dan agamanya.

 

sumber: Republika Online

Haji Mengubah Malcom X Melawan Diskriminasi Rasial di AS

Diperkirakan dua juta Muslim berkumpul dari seluruh dunia melaksanakan ritual puncak haji, yaitu wukuf di Padang Arafah. Pada 1964, seorang warga Afro Amerika, Malcom X juga pernah melakukan hal serupa di tempat yang sama.

Perjalanan haji dan wukuf di Arafah saat itu telah mengubah perjalanan hidupnya secara drastis, yakni melawan penindasan warga kulit hitam Amerika oleh warga kulit putih. Hal itu ia tuangkan dalam salah satu surat pribadinya, yang ditujukan kepada asisten setia di Harlem.

Dilansir dari Arysnews.tv, Ahad (11/9), berjudul ‘Historical letter that Malcolm X wrote after Hajj’, Malcom X menulis, “Amerika perlu memahami Islam, karena inilah satu-satunya agama yang menghapus dari masalah rasial dalam komunitas bangsa ini.”

Sepanjang perjalanan ke negara Muslim, Malcolm C mengau bertemu dan berbicara dan makan dengan orang yang mungkin di Amerika dianggap warga putih. Namun, kata dia, sikap rasial itu telah dihapus oleh Islam dari pikiran mereka.

“Aku belum pernah melihat persaudaraan yang tulus dan benar-benar dipraktikkan oleh semua warna bersama-sama, terlepas dari warna kulit mereka,” ujar Malcolm X.

“Anda mungkin terkejut dengan kata-kata saya ini, tapi perjalanan ziarah haji ini, apa yang saya lihat, rasakan telah memberikan kekuatan kepada saya untuk menyusun kembali dari pola pikir yang ada pada diri saya sebelumnya.”

“Selama 11 hari terakhir haji di negara Muslim, aku sudah makan dari piring yang sama, minum dari gelas yang sama, dan tidur di karpet yang sama, berdoa kepada Tuhan yang sama, dengan sesama Muslim. Dari mata yang berwarna paling biru, rambut yang paling pirang, dan kulit yang paling putih. Aku merasakan ketulusan yang sama bahwa aku merasa di antara muslim Afrika, Nigeria dan Ghana. Kami benar-benar sama bersaudara,” tulis dia dalam salah satu bagian suratnya.

Inilah yang ia yakini, pesan yang sama disampaikan Rasulullah 14 abad yang lalu. Saat wukuf di Arafah dalam Haji Wada (Haji perpisahan), beberapa pesan Rasulullah berisi ajaran kemanusiaan dan persaudaraan universal.

Rasulullah bersabda, “Wahai manusia, Tuhanmu hanyalah satu dan asalmu juga satu. Kamu semua berasal dari Adam, dan Adam berasal dari tanah. Keturunan, warna kulit, bangsa tidak menyebabkan seseorang lebih baik dari yang lain. Orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah yang paling takwa. Orang Arab tidak lebih mulia dari yang bukan Arab, sebaliknya orang bukan Arab tidak lebih mulia dari orang Arab. Begitu pula orang kulit berwarna dengan orang kulit hitam dan sebaliknya orang kulit hitam dengan orang kulit berwarna, kecuali karena takwanya.”

“Wahai manusia! Sesungguhnya darah, harta kalian, kehormatan kalian sama sucinya seperti hari ini, pada bulan ini, di negeri ini. Sesungguhnya kaum mukmin itu bersaudara. Tidak boleh ditumpahkan darahnya, tidak boleh dirampas hartanya dan tidak boleh dicemarkan kehormatannya. Dengan demikian kamu tidak menganiaya dan tidak teraniaya,” sabda Rasulullah Dan dalam khutbah Wukufnya yang lain.

 

sumber: Republika Online