Bolehkan Ibadah Haji Menggunakan Alat Bantu?

Rasulullah adalah sosok yang menjaga kesehatannya termasuk saat ibadah haji. Hal yang dilakukan Rasulullah Saw patut diteladani umatnya dalam menjaga keseimbangan selama menjalankan ibadah haji.

Dalam buku Ibadah Haji di Tengah Pandemi Covid-19 Penyelenggaraan Berbasis Resiko karya M Imran S Hamdani dipaparkan pentingnya keseimbangan ketika menjalankan ibadah haji. Imam Muslim dalam shahihnya meriwayatkan hadits dari Ummu al-Husain ra dengan berkata.

“Aku pernah berhaji bersama Rasulullah Saw pada saat haji wada. Kemudian aku melihat Usamah dan Bbilal salah seorang dari mereka memegang tali kekang unta Rasulullah, sementara yang lain mengangkat pakaiannya agar menutupinya dari panas, hingga beliau melempar jumroh aqobah.”

Dalam hadits di atas, Rasulullah Saw mengendarai unta saat melontar aqabah. Tak hanya itu Rasulullah Saw juga pernah tawaf dan Sa’i dengan menggunakan unta. Beliau biasa saja jalan kaki, tetapi ada tujuan dibalik itu semua, yaitu mengajarkan kepada orang-orang yang berhaji tentang bagaimana melakukan manasik.

“Hal ini juga menunjukkan bahwa jamaah haji boleh menggunakan alat yang membantunya dalam beribadah,” katanya.

Menggunakan kursi roda untuk tawaf dan Sa’i tidak hanya diperuntukkan bagi mereka yang memiliki kendala pada kedua kaki. Akan tetapi, jamaah penderita penyakit paru kronis atau penyakit jantung, meskipun dapat berjalan sangat dianjurkan untuk menggunakan kursi roda.

Hal ini karena aktivitas ibadah fisik pada level sedang sampai berat seperti umroh atau berjalan menuju jamarat dapat memicu penyakit yang diderita menjadi lebih berat. Mereka menjadi lebih rentan terhadap serangan jantung atau distres saluran pernapasan.

Bahkan usia lanjut yang renta dan dikhawatirkan menjadi sakit karena tidak mampu berjalan kaki jauh juga dapat menggunakan kursi roda. Hal ini merupakan keringanan dalam beribadah bagi mereka yang rentan.

“Bentuk keringanan dalam ibadah haji seperti ini harus disampaikan kepada jamaah haji yang rentan agar mendapatkan pemahaman yang baik tentang resiko penyakitnya dan keabsahan ibadahnya,” katanya.

IHRAM

Jangan Naik Haji karena Nafsu Sosial

“Terlalu banyak jemaah haji yang berangkat karena nafsu, mulai dari nafsu ekonomi, nafsu politik dan nafsu sosial. Buktinya tidak jarang orang yang berangkat haji shalat lima waktunya belum disiplin,” kata Khoirizi, di Batusangkar, Jumat (8/10).

Ia melihat masih banyak jemaah yang bacaan Alfatihahnya belum benar tapi menggebu-gebu berangkat haji dan umrah. Menurut dia, kurang baik bila calon jamaah haji bila bacaa shalatnya belum benar. Karena selama berhaji di tanah suci, menurut dia, mayoritas kegiatan adalah shalat dan melakukan ibadah dengan melafalkan ayat-ayat Alquran.

Untuk itu lanjut Khoirizi, pembimbing haji diharapkan ikut membenarkan ibadah dan bacaan shalat jamaah. Petugas haji kata dia jangan hanya fokus kepada materi manasik dan bacaan talbiyah semata. Karena pembimbing dan pembina juga bertanggungjawab terhadap sah tidaknya ibadah jemaah haji.

“Perbaiki pola dan materi manasik haji. Kita punya KBIH yang sudah ditentukan undang-undang. Kita punya pembimbing yang bersertifikat, punya penyuluh dan ustad yang bisa kita berdayakan dalam melakukan manasik haji,” ucap Khoirizi.

IHRAM

Kejujuran Selamatkan Az Zujajy dari Perampokan Ketika Haji

Kejujuran dapat menyelamatkan dari perkara-perkara sulit. Hal ini telah dibuktikan seorang wali bernama Abu Amr az-Zujajy rah seperti dikisahkan Abdurrahman Ahmad As-Sirbuny dalam bukanya “198 Kisah Haji Wali-Wali Allah”.

Abu Amar Az-Zujajy menceritakan ketika dia ditinggal meninggal dunia ibunya ia bersedih. Meski demikian ibunya mewarisi sebuah rumah miliknya. Abu Amr menjual rumah warisan ibunya untuk berangkat haji.

“Rumah itu ia jual seharga 50 dinar. Uang itu digunakan untuk menunaikan ibadah haji,” katanya.

Dalam perjalanan haji tersebut, ketika tiba di Babilonia dia dicegah oleh seorang penggali saluran air. Kepada Az-Zujay ia bertanya kepadanya.

“Apakah yang engkau bawa?”

Dalam hatinya berkata “Jujur adalah yang terbaik,”

Dengan santai Abu Amr menjawab.

“Uang 50 dinar. “

Penggali saluran air itu meminta uang itu diserahkan kepadanya.

“Serahkanlah uang itu kepadaku,” pinta dia.

Karena dia memaksa, akhirnya Abu Amr menyerahkan kepadanya berserta kantongnya. Perampok itu menghitung jumlah semua uang yang ada di dalamnya. Ternyata benar 50 dinar dan setelah menghitung uang itu ia malah mengembalikannya kembali kepada Abu Amr.

“Ambilah kembali uang ini! Kejujuranmu telah menyentuh hatiku,” katanya sambil melemparkan kantong uang itu kembali.

Lalu dia turun dari kudanya dan berkata.

“Naiklah kudaku!”

“Tidak aku tidak menginginkannya,” kata Abu Amr

“Harus! Engkau mesti menaikinya, katanya dengan memaksa.

Abu Amar pun menaiki kudanya, dia berkata aku akan berada di belakangmu. Satu tahun kemudian dia berhasil menyusul Amr dan tinggal bersamanya hingga akhir hayat. Abu Amr az-Zujajy wafat pada tahun 381 Hijriyah.  

IHRAM

Amalan Tukang Sol Sepatu Kalahkan Haji Ratusan Ribu Orang

Pada suatu masa ketika Abdullah bin Mubarak berhaji, ia tertidur di Masjidil Haram. Di dalam tidurnya, ia bermimpi melihat dua malaikat turun dari langit, kemudian yang satu berkata kepada yang lain, “Berapa banyak orang yang berhaji pada tahun ini?”. “Enam ratus ribu,” jawab yang lain. 

Lalu, ia bertanya lagi, “Berapa banyak yang diterima?” Jawabnya, “Tidak seorang pun yang diterima, hanya ada seorang tukang sepatu dari Damsyik bernama Muwaffaq. Dia tidak dapat berhaji, tetapi diterima hajinya sehingga semua yang haji pada tahun itu diterima dengan berkat hajinya Muwaffaq.” 

Ketika Abdullah bin Mubarak men dengar percakapannya itu, maka ter bangun lah ia dari tidurnya, dan langsung berangkat menuju Damsyik mencari orang yang bernama Muwaffaq. Ketika bertemu dengan Muwaffaq, Abdullah bin Mubarak menceritakan mimpinya dan bertanya, “Kebaikan apakah yang telah Engkau lakukan sehingga mencapai derajat yang sedemikian itu?” 

Jawab Muwaffaq, “Tadinya aku ingin berhaji, tapi tidak terlaksana karena ke adaanku, tetapi mendadak aku mendapat uang tiga ratus dirham dari pekerjaanku membuat dan menambal sepatu, lalu aku berniat haji pada tahun ini. Pada saat itu istriku sedang hamil maka suatu hari, dia mencium bau makanan dari rumah tetanggaku dan ingin mencicipi makanan itu. Aku pun pergi ke rumah tetanggaku dan menyampaikan tujuanku kepadanya.” 

Tetanggaku kemudian menjelaskan, “Aku terpaksa membuka rahasiaku, sebenarnya anak-anakku sudah tiga hari tanpa makanan, karena itu aku keluar mencari makanan untuk mereka. Tiba-tiba menemukan bangkai himar di suatu tempat, lalu aku potong bagian tubuhnya dan aku bawa pulang untuk dimasak. Adapun makanan ini halal bagi kami dan haram untukmu.” 

Ketika aku mendengar jawaban itu, aku segera kembali ke rumah dan meng ambil uang tiga ratus dírham, dan kuserahkan kepada tetanggaku tadi seraya menyuruhnya agar membelanjakan uang itu untuk keperluan anak-anak yatim, yang ada dalam pemeliharaannya itu. 

“Sebenarnya hajiku adalah di depan pintu rumahku,” ujar Muwaffaq menutup kisahnya. Allahu Akbar. (Irsyadul ‘Ibad ila Sabilir Rasyad karya Syekh Zainuddin ibn Abdul Aziz al-Malibari).

Kisah di atas memberikan pelajaran berharga kepada kita, kaum Muslimin, bahwa sesungguhnya haji adalah amalan yang utama. Berjihad juga amalan utama, tetapi menyantuni anak yatim, orang miskin, dan orang telantar merupakan amalan yang lebih utama dan mulia. Beribadah haji itu untuk kepentingan pribadi, sedangkan menyantuni anak yatim dan memberikan makan kepada fakir miskin, menjadi ibadah sosial yang manfaatnya itu lebih besar. Meskipun belum berangkat haji, hal itu menyebab kan mabrurnya semua amalan ibadah lainnya. 

لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّىٰ تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ ۚ وَمَا تُنْفِقُوا مِنْ شَيْءٍ فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS Ali Imran 92).

Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa membantu keperluan saudaranya maka Allah akan membantu keperluannya.” (Muttafaq ‘alaih).

Oleh Imam Nur Suharno

IHRAM

Bolehkah Naik Haji tanpa Mahram?

Setiap Muslimah yang kuat iman pasti terpanggil hatinya untuk menunaikan haji. Karena ibadah ini di samping merupakan rukun Islam yang kelima, juga mengandung banyak hikmah dan keutamaan.

Salah satunya dapat melebur dosa. Diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang berhaji karena Allah, kemudian ia tidak berkata kotor dan berbuat fasik, maka ketika pulang, ia seperti anak yang baru dilahirkan ibunya.

Tetapi untuk mengecap keutamaan itu, terdapat sebuah syarat tambahan bagi seorang Muslimah yang termasuk dalam istithoa’h-nya (syarat mampunya). Yaitu, harus disertai suami atau mahramnya.

Diriwayatkan lagi oleh Bukhari dan Muslim, Ibnu Abbas berkata, aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, Jangan sampai seorang laki-laki berduaan dengan seorang perempuan tanpa disertai mahramnya. Dan hendaknya seorang perempuan tidak melakukan perjalanan kecuali jika disertai mahramnya.

Lantas seseorang berdiri dan berkata, ”Wahai Rasulullah, istriku melaksanakan haji sementara aku berada di medan perang ini dan itu.” Rasulullah kemudian bersabda, Berangkatlah engkau dan berhajilah bersama istrimu.

Nah, berangkat dari hadis itu, para ulama dari empat mazhab (Maliki, Hanafi, Syafi’i, dan Hanbali) punya pandangan berbeda. Ulama dari Mazhab Maliki berpendapat, Ibadah haji bagi seorang Muslimah harus disertai suaminya, atau salah seorang mahramnya, atau seorang teman wanita yang dapat dipercaya. Kalau semua itu tidak ada, maka tidak wajib baginya melaksanakan ibadah haji.

Lain lagi dengan pendapat ulama dari Mazhab Hanafi. Menurut mereka, jika jarak antara Makkah dan rumahnya ditempuh selama lebih dari tiga hari dengan perjalanan kaki, maka wajib bagi seorang Muslimah disertai suami atau mahramnya.

Ini berlaku bagi Muslimah tua maupun muda. Akan tetapi jika jaraknya kurang dari itu, maka haji tetap wajib ditunaikan meskipun tanpa disertai suami atau mahramnya.

Pendapat ulama dari Mazhab Syafi’i sedikit lebih longgar. Mereka berpandangan bahwa apabila haji yang ditunaikan hukumnya wajib (haji pertama), dan keadaan saat itu aman, maka seorang Muslimah boleh pergi haji sendirian.

Akan tetapi jika tidak diketahui aman atau tidaknya keadaan, maka wajib baginya disertai suami, mahram, atau dua orang perempuan atau lebih. Seandainya ia tidak mendapatkan seorang laki-laki yang bersedia menjadi mahramnya, kecuali harus diberi upah, sedangkan syarat-syarat wajib haji yang lain telah terpenuhi, maka kalau Muslimah itu mampu membayar upah, wajib hukumnya melakukan haji.

Akan tetapi jika yang ada hanya seorang teman perempuan saja, maka tidak wajib baginya menunaikan haji. Lain halnya jika yang ditunaikan adalah haji sunnah, maka wajib baginya disertai suami atau mahram. Meskipun ia disertai dua orang wanita atau lebih, tetap saja yang bersangkutan tidak boleh menunaikan haji.

Mengenai ragam pendapat ulama Mazhab Syafi’i ini, Al-Hafizh Ibnu Hajar menggaris bahawi, Pendapat yang masyhur di kalangan ulama Mazhab Syafi’i adalah, hajinya seorang wanita disyaratkan adanya suami, mahram, atau wanita-wanita yang terpercaya.

Sedangkan ulama dari Mazhab Hanbali secara tegas mewajibkan adanya suami atau mahram. Karena, menurut ulama mazhab ini, hal itu merupakan syarat istitho’ah (kemampuan) wanita melaksanakan haji. Imam Ahmad bin Hanbal berkata, Kalau seorang wanita tidak ada suami atau mahramnya, maka ibadah haji tidak wajib atasnya.

Pendapat tersebut didasarkan pada hadis Nabi SAW, Tidak halal bagi seorang perempuan yang beriman kepada Allah dan hari akhir bepergian selama tiga hari atau lebih, kecuali bersama ayahnya atau suaminya atau anaknya atau saudaranya atau mahramnya. (Muttafaq ‘Alaihi).

Setelah melihat pendapat ulama dari empat mazhab itu, tampaklah letak perbedaan pandangan mereka tentang masalah ini. Ada yang berpendapat berdasarkan makna lahiriyah dari hadis, yaitu mewajibkan adanya mahram bagi wanita yang berhaji; ada yang memberikan pengecualian bagi wanita yang bersama wanita-wanita lain yang dapat dipercaya; bahkan ada yang berpandangan tidak diwajibkan adanya suami ataupun mahram jika dalam keadaan aman.

Menurut Syekh Yusuf al-Qaradhawi, prinsip hukum atau ketetapan adanya mahram haji bukan untuk membatasi kebebasan Muslimah dalam melakukan ibadah. Tetapi, hal itu dimaksudkan untuk menjaga nama baik dan kehormatannya. Di samping juga untuk melindunginya dari maksud jahat dari orang-orang yang hatinya berpenyakit.

IHRAM

Doa Nabi Ibrahim untuk Cepat Pergi Haji

Alquran surat Al-Baqarah ayat 128 mengabadikan doa Nabi Ibrahim dan putranya Nabi Ismail. Doa ini bagus dipanjatkan bagi setiap orang yang beriman yang ingin cepat dipanggil Allah sebagai tamunya (bisa berangkat haji).

رَبَّنَا وَاجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَا أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ

Rabbana waj’alna muslimaini laka wamin dzurriyyatina ummatan muslimatan laka wa arina manasikana watub ‘alaina innaka antat-tauwwabur rahim”

Artinya. “Wahai Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang taat kepada-Mu, begitu pula anak keturunan kami. Jadikanlah mereka ummat Islam, ajarkanlah cara-cara beribadah haji kepada kami, ampunilah dosa-dosa kami. Sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang kepada semua makhluq-Mu.”

Ustaz Rafiq Jauhary Lc mengatakan, doa itu juga baik digunakan umat Islam yang ingin segera berangkat ke baitullah. Karena dalam doa itu ada kalimat “ajarkanlah cara-cara beribadah haji kepada kami”

“Doa ini juga boleh dibacakan untuk para jamaah dan calon jamaah haji,” katanya melalui tausiyah darinya, Kamis (15/4).

Ustaz Rafiq yang juga pemilik travel haji dan umrah Taqwa Tours mengatakan ada banyak hikmah yang dapat dipetik dari doa Nabi Ibrahim bersama dengan putranya, Nabi Ismail. Setidaknya ada tiga permohonan penting yang disampaikan dalam doa beliau berdua. Pertama, memohon agar menjadikan mereka dan anak turunnya tetap istiqamah dalam keislaman. Inilah doa yang selalu dipanjatkan oleh hampir setiap Nabi.

“Karena di antara amanah terberat bagi seorang kepala keluarga adalah menjaga anggota keluarganya agar tidak terjerumus dalam siksa neraka; tentu caranya dengan mengamalkan Islam secara kaffah,” katanya.

Kedua, memohon kepada Allah agar diberi ilmu dalam menjalankan ibadah. Ilmu menjadi hal yang penting karena tanpanya perjuangan untuk menjalankan ibadah seberat apapun sangat beresiko membuatnya tertolak, sia-sia. Ketiga taubat. Sangat mungkin seorang yang telah berilmu pun memiliki peluang berbuat kesalahan.

Ustaz Rafiq mengatakan, Nabi Ibrahim mengajak putranya dan mengajarkan bagaimana beribadah dan berdoa. Nabi Ibrahim juga menjelaskan apa visi besar yang diusung dalam keluarga.

“Hal ini sangat penting mengingat visi haruslah disampaikan dalam keluarga dan diperjuangkan bersama,” katanya.

IHRAM

Persiapan Haji 2021, Kemenag Lakukan Analisis Situasi

Arab Saudi hingga saat ini masih belum memberikan kepastian terkait pelaksanaan haji 2021. Meski demikian, Kementerian Agama (Kemenag) menyebut terus melakukan persiapan.

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, dalam rapat kerja (Raker) bersama Komisi VIII DPR/RI menyebut persiapan tetap dilakukan, mengingat masa penyelenggaraan ibadah haji yang semakin dekat.

Berdasarkan kalender hijriyah dan asumsi normal, pemberangkatan jamaah haji tahun 1442H/2021M untuk kloter pertama diperkirakan akan dilaksanakan pada tanggal 4 Dzulqa’dah atau 15 Juni 2021. 

Plt Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Oman Fathurahman, menyebut pihaknya terus melakukan analisis terkait situasi yang berkembang. “Kami masih terus melakukan analisis situasi, baik situasi di Saudi maupun di Indonesia, khususnya terkait perkembangan vaksinasi masal,” kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (31/1).

Terkait persiapan akomodasi dan katering untuk jamaah haji nantinya, ia menyebut akan melanjutkan yang sebelumnya. Meski demikian, akan dilakukan beberapa penyesuaian.

Pada 2020,Kemenag telah melakukan penjajakan dengan sejumlah perusahaan penyedia layanan haji di Arab Saudi. Kemenag bahkan telah melakukan survei ke Arab Saudi pada Februari 2020.

Meski demikian, mengikuti imbauan dari Kerajaan Arab Saudi, Kemenag tidak menandatangani kontrak apa pun dengan penyedia layanan haji. Yaqut dalam Raker tersebut menyebut ruang lingkup pelayanan penyelenggaraan ibadah haji sangat luas. Dengan waktu yang ada, persiapan haji harus segera dilakukan.

“Waktu yang tersisa untuk persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/2021 M hanya berkisar lima bulan. Mengingat ruang lingkup pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang begitu luas, maka waktu yang tersisa sangat terbatas, sehingga berbagai persiapan harus segera dilakukan,” katanya saat itu.

Mengingat sampai dengan saat ini wabah Covid-19 belum berakhir, ia menyebut Kemenag telah membentuk Tim Manajemen Krisis Haji dalam rangka mempersiapkan rencana mitigasi penyelenggaraan ibadah haji 1442 H/2021 M. 

“Tim ini telah saya launching, dan langsung bekerja saat ini juga,” ujar Yaqut.

Sejauh ini, pemerintah tengah menyiapkan tiga opsi penyelenggaraan ibadah haji. Yakni, haji dengan kuota penuh, kuota terbatas, dan tidak memberangkatkan jamaah haji.

IHRAM

Pengalaman Haji Rumadi Ahmad yang Bikin Rindu Kabah

Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Lakpesdam PBNU) Rumadi Ahmad mengisahkan pengalaman hajinya yang paling berkesan. Haji pertama saat itu di tahun 2012.

Saat itu dia dipercaya menjadi petugas haji (PPIH). Meski menjadi petugas, masih leluasa untuk umroh dan juga diperbolehkan ikut berhaji.

Tentu sebagai petugas, sebagian besar waktu yang dihabiskannya di Arab Saudi untuk beinteraksi dengan jamaah terutama melayani jamaah haji. “Seperti jika ada jamaah yang sakit atau hal-hal lain. Paling sering saya lakukan adalah melayani jamaah yang tersesat dan tidak tahu arah pulang,”ujar dia kepada Republika.co.id, Jumat (10/6).

Pernah sekitar pukul 03.00 ada jamaah yang diantar seseorang dengan seluruh barangnya hilang. Rumadi yang juga dosen UIN Syarif Hidayataullah selalu terenyuh setiap bertemu dengan jamaah yang mengalami masalah serupa. 

Pasalnya tidak hanya satu atau dua jamaah saja yang seperti itu. Selama menjadi petugas haji, tidak tehitung dia membantu orang dengan kasus yang sama. Ini menjadi pelajaran bagi dirinya sendiri ketika satu saat di kemudian hari melaksanakan haji dan umroh hanya sebagai jamaah semata.

“Alhamdulillah saya bersyukur, saya kembali diundang menjadi tamu Allah untuk menunaikan ibadah haji kembali,” tutur dia.

Ini merupakan penantiannya selama lima tahun setelah mendaftar haji reguler. Tidak sendiri, haji kedua ini Rumadi mengajak serta istrinya. 

Usai berhaji di 2012, dia memutuskan untuk mendaftar haji. Sebagai jamaah haji dan pernah menjalankan haji sebelumnya dia telah memahami tahapan pelaksanaan haji. Apalagi ketika itu dia juga menjadi petugas haji.

“Ketika saya berhaji ini ada kejadian yang tidak saya duga. Tiba-tiba ada rombongan menteri Agama, dirjen Haji dan kawan-kawan petugas haji dari Kemenag. Saya tidak tahu sama sekali ada rencana kunjungan itu,” ujar dia.

Menag dan rombongan juga pasti tidak tahu dia menjadi jamaah haji. Dia tidak menduga menag dan rombongan berhenti di lantai yang ditinggali dan memeriksa kamar jamaah. 

Menag dan rombongan yang hampir semuanya dikenal terkejut dia berangkat menjadi jamaah haji reguler.  “Saya lebih kaget lagi karena waktu itu saya sedang makan mie dan berpakaian ala kadarnya. Menag dan rombongan akhirnya masuk ke kamar saya dan berbincang-bincang di sana,”jelas dia.

Jika dibandingkan ketika kali pertama berhaji tahun 2012 dan haji tahun 2017 situasinya sudah jauh berbeda. Penginapan jamaah sudah jauh lebih baik dibanding sebelumnya. 

Demikian juga dengan layanan transportasi. Selain itu katering selama di Makkah dan Madinah juga cukup baik waktu itu. Hanya libur beberapa hari ketika menjelang prosesi haji.

Rumadi menjelaskan menag yang ditemuinya  saat itu adalah Lukman Hakim Saifudin yang juga pernah mengabdi di Lakpesdam PBNU pada awal 90-an dan kini Rumadi menjadi ketuanya.

Selain berhaji dua kali, Rumadi juga memiliki kesempatan berumroh di tahun 2019 bersama istri dan kedua anaknya. “Dahulu saya tidak percaya kalau ada orang cerita rindu ka’bah. Tapi sekarang saya merasakan. Siapapun yang pernah berkunjung ke ka’bah pasti merindukan,” kisah dia.

Demikian juga dengan ziarah ke makam Rasulullah di masjid nabawi. Jadi, jika ada kesempatan pasti ingin kembali ziarah ke Tanah Suci. Secara khusus selama menjalankan ibadah ini beberapa kali dia tidak mengalami pengalaman spiritual yang berbeda. 

Tetapi siapapun yang berdoa di multazam depan Ka’bah pasti setiap Muslim merasa tenang dan tenteram hatinya. Begitu juga ketika dapat sholat di Raudhah Masjid Nabawi, rasanya seperti bersama Rasulullah.

IHRAM

Doa Agar Bisa Berangkat Haji

Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis, mengatakan, bila seorang ingin segera naik haji, maka panjatkanlah doa yang dahulu dibaca Nabi Ibrahim ketika meninggalkan Ka’bah.

“Doa itu terdapat dalam Alquran pada Surat Al-Baqarah, ayat 127-128,” kata Kiai Cholil kepada Republika, belum lama ini.

Berikut bunyi ayat itu dikutip Kiai Cholil, “… Rabbana taqabbal minna, innaka anta as sami’ul-‘alim. Rabbana waj’alna muslimaini laka wa min dzurriyyatina ummatan muslimatan laka wa arina manasikana wa tub ‘alaina, innaka anta attawwabur-rahim.”

Adapun artinya adalah sebagai berikut:
“… Ya Tuhan kami, semoga Engkau menerima (amalan ibadah kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, semoga Engkau berkenan dapat menjadikan kami berdua (suami-istri) orang yang tunduk patuh kepada Engkau serta (menjadikan) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau. dan semoga Engkau selalu berkenan memberikan petunjuk kepada kami agar dapat menunaikan ibadah haji, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Kiai Cholil mengatakan, doa ini juga bisa dibaca bagi seorang yang sudah pernah naik haji tapi menginkan kembali datang ke Tanah Suci. “Doanya sama,” ucapnya.
Selain berdoa, Kiai Cholil juga menyarankan agar perbanyak beramal. Di antaranya adalah bershalawat dan beristighfar.

IHRAM

Arab Saudi Masih Tutup E-Hajj, Persiapan Haji Mandek

Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan membatalkan keberangkatan jamaah Indonesia pada penyelenggaraan haji 1441H/2020M. Keselamatan atas ancaman pandemi serta akses layanan Saudi yang tidak kunjung dibuka menjadi alasannya.  

Hal ini dibenarkan Konsul Haji KJRI Jeddah, Endang Jumali, yang menyebut kasus Covid-19 di Saudi masih tinggi. Bahkan pada 5 Juni lalu, kasus positif Covid-19 lebih 2.000, dan meningkat lebih 3.000 sehari kemudian. Pun, akses layanan haji pun hingga saat ini belum dibuka. 

Persiapan penyediaan layanan haji di Arab Saudi pada penyelenggaraan ibadah haji 1441H/2020M disebut sebenarnya tetap berjalan hingga awal Maret. Proses dilaksanakan meskipun saat itu dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi, di tengah ancaman pandemi Covid-19.  

Tim penyediaan layanan, baik akomodasi, konsumsi, maupun transportasi, sudah melakukan proses tersebut di Arab Saudi sejak Februari 2020. Namun, proses itu lantas terhenti seiring adanya surat Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi pada 6 Maret 2020 ke Menteri Agama RI. 

Surat itu meminta agar proses penyelesaian kontrak dan pembayaran uang muka pelayanan Arab Saudi ditunda. Penundaan itu masih berlaku hingga sekarang hingga penyelesaian persiapan tidak bisa dilakukan. 

“Sesuai Taklimatul Hajj atau peraturan perhajian Arab Saudi, kontrak dan pembayaran layanan melalui Sistem Elekronik Terpadu Jamaah Haji Luar (e-Hajj) harusnya sudah selesai pada 29 Sya’ban atau sebelum Ramadan lalu. Namun, e-Hajj ditutup sehingga proses persiapan mandek,” ujar Endang Jumali dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (8/6). 

Menurut Endang, sejak 2017, Arab Saudi menerapkan e-Hajj dalam proses kontrak layanan dan tahapan penyelenggaraan  haji. Karenanya, sistem ini sangat penting dalam kelangsungan penyelenggaraan, karena proses pemaketan layanan disatupintukan melalui e-Hajj.  

Pemaketan layanan tersebut, utamanya diperlukan dalam proses penerbitan visa. Pemaketan itu meliputi data jamaah, data kloter, jadwal penerbangan, konfigurasi penempatan jamaah haji di hotel Makkah dan Madinah, bahkan hingga input nomor kontrak dan pembayaran general service fee (GSF).  

“Semuanya dilalukan melalui e-Hajj, dan itu belum bisa dilaksanakan sampai sekarang karena aksesnya belum dibuka. Dalam kondisi normal, pemaketan layanan ini mestinya sudah hampir selesai pada bulan Ramadhan,” lanjutnya.  

Karena pemaketan melalui e-Hajj belum bisa dilakukan, maka penerbitan visa pun tidak bisa dilaksanakan. Dalam kondisi normal, visa sedianya sudah keluar pada Syawal. Untuk tahun ini, jamaah juga dijadwalkan terbang mulai 26 Juni 2020.  

Endang menegaskan, selain memprioritaskan keselamatan jamaah saat pandemi, secara teknis operasional persiapan haji juga tidak bisa dilakukan.

IHRAM