Serba-serbi Haji (15): Pahami Bahasa dan Budaya

MENGUNJUNGI negeri asing itu memerlukan pengetahuan tentang bahasa dan budaya negeri itu yang sangat mungkin berbeda banyak dengan bahasa dan budaya di negeri sendiri. Di Saudi Arabia, memegang jenggot orang lain adalah sebuah tanda penghormatan. Di Indonesia, itu bisa bermakna mengajak kelahi. Masalah kecup kepala dan cium tangan juga memiliki makna beda. Belum lagi masalah bahasa.

Mat Kelor termasuk orang yang cepat belajar budaya Arab. Melihat banyak orang sedekah roti, minuman dan makanan ringan di hari Jum’at ini, dia tak mau kalah. Dia membagi-bagikan kurma. Namun dia geleng kepala sambil penasaran ketika banyak orang yang disalaminya dengan senyum memanggilnya “syukron.”

Dia bertanya pada muthawwif (guide haji) mengapa banyak orang memanggilnya “SYUKRON.” Muthawwif menjawab bahwa SYUKRON itu bukan nama, itu ungkapan Arab yang bermakna TERIMAKASIH. Mat Kelor sedikit malu tapi dia mengangguk-angguk paham.

Selesai Jum’atan, kurma Mat Kelor masih tersisa. Lalu dibagikanlah kembali kepada orang yang mau. Orang-orang kembali mengucapkan SYUKRON. Dijawablah dengan senyum oleh Mat Kelor yang sudah paham maknanya dengan ungkapan “HAMBALI.” Maksud Mat Kelor adalah bahwa HAMBALI itu bahasa Arab dari bahasa Indonesia “KEMBALI.” SYUKRON dijawab HAMBALI. Hahahaaa.

Banyak orang Arab yang mengernyitkan dahi tidak paham dengan kata HAMBALI itu. Namun ada yang menyangka bahwa Mat Kelor sedang menyebut nama dirinya. Maka ada juga orang yang dapat kurma itu berkata: SYUKRON YA HAMBALI (Terimakasih Pak Hambali). Sejak itulah Mat Kelor oleh teman-temannya dijuluki HAJI HAMBALI. Hahahaaaa, lucu kan? Bagi yang tersenyum atau tertawa lalu komentar saya sampaikan SYUKRON.

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (14): Oleh-oleh Haji Mat Kelor

ADA yang mengagetkan saya saat saya sidak ke kamar para jamaah. Koper-koper sudah mulai banyak tidak muat, penuh dengan oleh-oleh. Tak terkecuali koper Mat Kelor. Yang paling mengagetkan saya adalah bahwa oleh-oleh terbanyak yang dibeli Mat Kelor adalah kaca cermin.

Bukankah cermin di Indonesia banyak dijual? Mungkin saja jawabannya adalah mengharap barakah tanah suci atau karena ada gambar Mekah Madinahnya. Ternyata jawaban Mat Kelor sangat filosofis, setara dengan pola pikir para bijak masa lalu. Dari mana Mat Kelor belajar?

Kata Mat Kelor: “Cermin itu adalah guru kejujuran, mengajarkan obyektifitas. Wajah jelek ya ditampilkan jelek, wajah ganteng ya ditampilkan ganteng. Tak peduli apakah orang jelek yang bercermin menganggap dirinya ganteng atau tidak. Ingat cermin, ingat kejujuran apa adanya.” Saya menikmati uraian Mat Kelor sambil tersenyum saat ada upil di ujung hidungnya. Rupanya dia lupa bercermin

Mat Kelor melanjutkan kata: “Cermin itu adalah guru kehidupan yang baik. Walau ia tahu kejelekan wajah orang yang bercermin padanya, ia tidak pernah pengumuman kepada orang lain. Ingat cermin, ingat untuk tidak menyebarkan aib orang lain.”

Waduh, saya semakin kagum akan kedalaman makna cermin. Tidak seperti biasanya, Mat Kelor sering menatap ke lantai, tak menatap wajah saya. Saya berpikir jangan-jangan dia menunduk itu sedang kesurupan para ahli filsafat masa lalu. Tiba-tiba dia bilang: “Punggung saya sakit, kayaknya kolestrol saya naik.”

Mat Kelor masih terus berfilsafat: “Cermin itu adalah guru persahabatan yang baik, mengajarkan bagaimana harus berempati. Saat aku menangis, cermin tak mentertawaiku. Cermin ikut menangis. Itulah sahabat sejati.” Saya ngakak sengakak ngakaknya. Sambil menepuk punggung Mat Kelor saya berkata: “Kalau kamu menangis tapi cerminmu tertawa, yakinlah bahwa cerminmu itu hantu.” Mat Kelor ikut ketawa ngakak menyadari bahwa kesimpulan terakhir itu ada yang kurang pas.

Kami terdiam. Lalu Mat Kelor tolah toleh dan kepalanya dangak ke atas. Dia berkata: “Lho, punggungku sembuh. Alhamdulillaah.” Saya bilang: “Pola pikir yang salah memang bisa menjadi sebab sakit punggung. Tertawa itu adalah sebagian obatnya. Jangan lupa, punggungmu sembuh setelah aku tepuk. Apanya yang masih sakit, kan kutepuk.” Tiba-tiba adzan berkumandang.

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (13): Pertengkaran yang Tak Perlu

HARUSNYA saat ini kita bersama-sama merasa bangga dan bahagia karena pencapaian perolehan medali Sea Games telah melampaui target. Ternyata di pojok sebuah hotel di Mekah ada tiga orang bertengkar karena rokok. Seorang kakek, sepertinya dari desa, berusia sekitar 81 tahun diadili oleh dua pemuda gara-gara si kakek itu merokok. “Haram…haram…haraaam. Hajimu tidak mabrur. Haji mabrur tidak merokok.”

Awalnya kakek itu diam tidak membeli jualan dua pemuda tadi. Namun akhirnya kakek itu mengeluarkan nada suara tertinggi yang dimilikinya: “Sejak kapan rokok menjadi penghalang haji mabrur. Ente jangan ngarang. Rasul tidak pernah bilang gitu. Jaman Rasul tidak ada rokok, apalagi rokok merek seperti ini, mana ada Rasul sebut rokok. Bid’ah kelas berat ente.” Suasana memanas hampir kakek ini dipukul. Bersyukurlah Mat Kelor segera datang membawa tongkat, tepatnya tongkat tongsis.

Mat Kelor melerai dan menasehati agar jangan ramai-ramai di tanah suci. Satu-satunya ramai yang boleh adalah talbiah dan takbir. Dua pemuda ini terus bicara bahaya rokok yang katanya memperpendek umur. Kakek itu menjawab: “Faktanya saya sudah usia 81 tahun lho, merokok mulai usia 9 tahun.” Pemuda itu kaget dengan jawabannya. Lalu pemuda itu mengemukakan data rusaknya paru-paru karena rokok.

Mat Kelor membantu mendamaikan bahwa benar rokok itu mengandung bahaya, tapi minuman energi dan bersoda yang dipegang dua pemuda itu juga berbahaya untuk ginjal dan diabetes. Pemuda itu bilang tak bahaya kalau sedikit. Kakek bersuara lagi bahwa rokok juga tak apa kalau sedikit.

Mat Kelor akhirnya berkata: “Sudahlah. Berhentilah bertengkar bab rokok ini. Malu sesama Indonesia bertengkar. Rokok memang berpotensi membuat badan sakit. Tapi merengut, melotot dan marah itu berpotensi membuat hati sakit. Mana yang lebih bahaya? Tersenyumlah dan akrablah, lalu diskusilah bagaimana cara agar korupsi di negeri kita itu teratasi. Koruptor lebih pantas diharamkan dan dimarahi ketimbang perokok. Kakek ini merokok untuk menenangkan diri karena pajak yang dibayarkannya dikorupsi.”

Kakek itu senang dibela Mat Kelor. Sebungkus rokok diberikan kepada Mat Kelor. Mat Kelor tersenyum dan berkata: “Maaf, saya tidak merokok, kakek. Saya lebih suka daun kelor dan bijinya, mengobati banyak penyakit kronis.” Luar biasa santunnya Mat Kelor.

 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (12): Malu Bertanya Sesat Jalan

TERSESAT jalan di tanah suci adalah hal yang wajar. Saking seringnya terjadi, maka dikirimlah petugas-petugas haji yang salah satu fungsinya adalah membantu mengarahkan atau mengantar jamaah yang tersesat itu. Yang menarik adalah jika petugasnya juga tersesat maka bisa kacau. Tapi kasus yang terakhir ini belum pernah saya dengar.

Pagi ini saya menunggu Mat Kelor untuk makan pagi bersama. Namun sedari shalat subuh tadi tak menampakkan hidung. Baru saja saya telpon dia, dia bercerita sambil ketawa cekikikan karena mengalami kejadian lucu bersama jamaah tua yang kesasar. Ada nenek-nenek tua yang terpencar dari rombongannya, tak ada hape tak ada identitas kecuali gigi emas satu biji di bagian depan gigi atasnya. Kata nenek itu, hanya beliaulah yang bergigi seperti itu diantara jamaah haji Indonesia.

Ngomongnya lancar, bahkan tanpa rem, sehingga ada kesan agak stress atau pikun. Mat Kelor berbaik hati mau antar ke hotelnya, ternyata nenek tak hapal nama hotelnya. Beliau cuma berkata bahwa horelnya tinggi dekat gunung dan di depannya ada jalan. Lha, hotel di tanah suci banyak yang begitu.

Mat Kelor berinisiatif mengantarnya ke kantor petugas Indonesia. Nenek itu berkata: “Wah, ternyata Bapak pinter ya tahu kantor petugas. Jangan-jangan Bapak menteri agama ya?” Mat Kelor ketawa sambil menyahut santai: “ya”. Nenek itu sambil ketawa bilang: “Tapi kok gak ganteng?” Wah, Mat Kelor tersinggung tapi ya dibuat santai saja karena yang dihadapi adalah orang stress. Salah satu kaidah hidup: “JANGAN MELAYANI OMONGAN ORANG STRESS KALAU ANDA TAK INGIN IKUTAN STRESS.”

Tiba-tiba nenek itu menangis dan meminta maaf kepada Mat Kelor. Mat Kelor kaget bahwa ternyata nenek itu waras dan normal masih bisa merasa menyesal. Dipeluklah si nenek agar diam. Nenek itu kemudian berkata: “Hanya hanya kamu keponakan saya yang baik. Yang lainnya hanya merampas sawah dan sapiku. Sapiku hanya tinggal sepasang. Sekarang, antarkan aku ke kandang.”

Sekarang Mat Kelor yakin bahwa nenek itu betul-betul stress dan pikun. Syukurlah sudah sampai di kantor petugas. Mat Kelor geleng kepala sambil senyum dan bergumam: “Sepertinya harus ada test stress bagi semua calon jamaah haji biar tidak menjadi masalah di tanah suci.”

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (11): Kopiah Mat Kelor

SEBAGAI seorang asli Madura, kepala Mat Kelor tidak pernah lepas dari kopiah atau peci. Kesukaannya adalah peci hitam Nusantara itu. “Biar aku tak pandai saat sekolah, nasionalismeku akan tetap selalu kujaga,” ujarnya setiap ditanya perihal kopiahnya itu. Di waktu yang lain dia berkata: “Walau ku tak hapal banyak teori yang tak kupaham, Pancasila kuhapal luar kepala.” Begitulah karakter Mat Kelor.

Tadi, saat shalat dhuhur di Masjidil Haram, kopiahnya ketendang orang hitam tinggi besar saat sujud. Lalu kopiah itu keinjak banyak orang. Setelah salam dia bangkit dan mengambil kopiah itu sambil berkata: “Boleh kau tendang kopiahku tapi jangan kau tendang kepalaku. Boleh kau injak-injak kopiahku, tapi jangan kau injak-injak isi kepalaku.” Saya yang ada disampingnya diam-diam mulai kagum dengan filsafat hidupnya dan kecerdasannya yang tersembunyi.

Saat mau keluar masjid, ada orang Arab yang senang kopiahnya itu dan memintanya. Mat Kelor memberikannya dengan senang hati. Saya tanya dia nanti mau pakai apa. Jawabnya: “Saya bawa kopiah hitam seperti itu ‘satu jhina’ alias 10 buah. Siapapun boleh minta kopiahku, asal jangan minta kepalaku.” Hahahaa, saya tertawa. Katanya, orang pasti suka kopiah nasional Indonesia, tapi jangan jual nasionalisme dengan harga berapapun. Saya semakin kagum kepada Mat Kelor.

Panas Mekah luar biasa. Saat keluar masjid, sapaan terik matahari tal terelakkan. Tiba-tiba ada burung yang membuang kotorannya saat tepat berada di atas kepala Mat Kelor. Tahi burung hinggap di kepalanya. Setelah diraba, dicium dan, tanpa dirasakan tentunya, Mat Kelor yakin itu tahi burung. Dia tertawa, saya kaget. Mat Kelor berkata: “Untung yang terbang itu burung, coba yang terbang itu unta betapa menderitanya saya.”

Saya semakin kagum pada Mat Kelor. Saya minta nasehatnya, dia enggan, bukan pangkatnya katanya. Saya paksa dia bicara tentang kesabarannya selama ini, lalu dia berkata: “Kalau tidak sabar terus kita ini mau apa? Ibadah haji adalah ibadah hati, melatih hati bersyukur dan bersabar atas apapun. Walaupun kepala dikotori tahi burung.” Saya senang dengan pelajaran hari ini darinya. Saya ajak dia makan makanan terenak di Mekah. Tentu saja bukan ikan burung goreng.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (10): Parfum Arab Penuh Kesan

SALAH satu buah tangan yang diburu jamaah haji adalah minyak wangi khas Arab. Sebenarnya bukan hanya sebagai oleh-oleh, orang tiba dari tanah suci “setengah wajib” memakai wewangian sebelum bertemu sanak keluarga plus baju gamis khas Arab. Entah bagaimana asal muasal tradisi ini. Namun sungguh ia memiliki makna dan kesan tersendiri.

Mat Kelor termasuk pada kelompok PMA (Pemburu Minyak Arab) ini. Kalau biasanya jamaah itu hanya fokus pada minyak wangi hajar aswad yang melegenda itu, Mat Kelor justru membeli berbagai jenis parfum, baik yang sudah terkenal ataupun yang belum. “Rasa dan minat masing-masing orang berbeda,” ujarnya. Ada yang bernama “malaikat subuh,” “du’aul jannah,” “syaikhah,” “mukhallath malaki” dan lain sebagainya. Juragan kelor ini tampak lebih cerdas dibandingkan saat tak punya uang dahulu.

Dicobanya masing-masing parfum itu sambil menunggu kesan dari orang sekitar. Hari Jum’at kemaren adalah hari penuh kejutan bagi Mat Kelor. Dia memakai jenis parfum baru. Orang Arab banyak memujinya dan meminta seoles dua oles di tangannya saat ada di masjid. Teman-teman lelaki pada bertanya pada Mat Kelor tempat dimana membelinya. Mat Kelor terkejut dengan respon baik ini. Dia bangga dan bahagia. Semakin percaya diri.

Sepulang Jum’atan, dia tambahkan parfum itu di bajunya. Lalu berkumpullah dengan semua jamaah di restoran untuk makan siang. Kejutan kedua muncul, ibu-ibu pada menutup hidung sambil berkomentar: “parfum apa ini pak haji, kok tidak enak.” Mat Kelor terkejut dan sedih serta tak tahu harus menjawab apa. Dia terus menghilang sebentar lalu kembali ke ibu-ibu tadi itu sambil berkata: “Saya tak tahu apa nama parfum ini karena tulisannya Arab. Tadi saya tanya ke ustadz, ternyata maknanya adalah ‘MINYAK PENGUSIR SETAN.’ Hanya setan yang tak suka parfum ini.”

Ibu-ibu itu tersindir, bapak-bapak yang telah memuji parfum itu tertawa. Ada yang bilang: “Mat Kelor dilawan.” Pesan moralnya adalah bahwa kita harus berpikir dulu sebelum komentar. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (9): Nasehat Sederhana yang Tepat

RUANG makan selalu saja menjadi tempat favorit para jamaah haji untuk saling berkenalan, berbagi pengalaman dan bahkan ada yang berbagi peluang kerja sama. Saya kadang ikut nimbrung juga di dalamnya. Ada banyak ilmu yang saya dapatkan dari dialog informal ini. Teringatlah saya pada salah satu petuah sahabat: “salah satu cara lobby yang baik adalah lewat meja makan.”

Namun, tak ada kaidah atau teori yang tak berkecualian. Semua punya pengecualian. Mustatsnayat kata orang Arab, exceptions kata orang Barat. Mat Kelor bercerita bahwa semalam dia ditelpon oleh sahabatnya yang sedang tengkar hebat dengan istrinya. Saat ditanya sejak kapan tengkarnya, ternyata sejak makan bersama di meja makan.

Kami tak tertarik dengan materi pertengkarannya karena itu urusan internal. Namun, saya tertarik dengan kisah Mat Kelor selanjutnya tentang penyelesaian pertengkaran yang sempat memuncak itu. Mat Kelor yang lugu banget ini sesungguhnya tak begitu percaya bagaimana bisa suami isteri itu bertengkar pas setelah baru usai prosesi haji. Tak adakah pertambahan harmonis sebagai hikmah haji? Pikir Mat Kelor.

Menariknya, pertengkaran sahabatnya itu terjadi di atas tidur menjelang tidur malam. Istrinya teriak: “Aku tak mau melihat wajahmu lagi. Aku capek, aku sedih.” Diucapkannya 3x sambil terisak dan meneteskan air mata. Sahabat Mat Kelor ini diam-diam mengirim pesan WA ke Mat Kelor untuk mendapatkan saran bagaimana menyikapi istri yang model begini. Apakah harus pergi atau bagaimana?

Dengan kalem dan bijak, Mat Kelor membalas WA itu: “Jangan lawan istrimu. Tanda haji mabrur adalah memaafkan dan memaklumi. Cukup matikan semua lampu di kamarmu. Lalu tidurlah. Maka dia tak akan bisa melihatmu lagi karena gelap.”

Istri sahabatnya itu tak ada suaranya lagi, sang suaminyapun diam. Tak lama kemudian mereka tertidur. Saat pagi menyapa, mereka terbangun. Dan mereka kaget saat sadar bahwa mereka bangun bersama dalam keadaan berpelukan. Benar-benar jitu nasehat Mat Kelor. Hahahaa.

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi 

ININLAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (8): Harga Mahal Sebuah Keahlian

MENGAPA bengkel resmi itu berbiaya lebih mahal ketimbang bengkel amatir? Jawabannya adalah karena para montir atau pekerjanya adalah ahli atau profesional, bukan pemula yang coba-coba. Semua kita kalau sakit pasti akan mencari dokter yang ahli di bidangnya, walau jauh lebih berbiaya mahal dibandingkan yang tidak ahli.

Ada kisah yang tersisa dari prosesi haji. Saat usai jumrah aqabah, para jamaah melakukan cukur (tahallul). Ada yang membawa alat cukur sendiri dan ada pula yang memanfaatkan jasa tukang cukur. Tak ada tukang cukur yang tak laku. Tulisan “barbershop” atau “shalun halaqah” berderet sepanjang jalan. Tukang cucuk dadakan juga banyak dijumpai. Kalau musim umrah biaya cukur hanya 10 riyal, musim haji berbiaya 30 riyal bahkan lebih. Tergantung ukuran kepala, sepertinya. Hahahaa

Mat Kelor termasuk yang memanfaatkan jasa tukang cukur ini. Sebulem berangkat ke tukang cukur, dia tanya temannya bagaimana cara minta cukur gundul. Temannya menyarankan untuk bilang “kullun” alias semuanya. Dia manggut-manggut. Bahasa Arab sangat dibutuhkan di musim haji ini karena tukang cukurpun memakai bahasa Arab.

Satu jam kemudian, Mat Kelor tiba kembali di hotel. Wajahnya kelihatan agak lesu sedih. Tangan kananya memegangi kepalanya yang sudah botak tapi terlihat banyak luka berdarahnya. Temannya bertanya itu kepalanya kenapa? Dia berkata lirih: “cukur model kullun.” Semua tertawa, termasuk saya. Tapi Mat Kelor tetap kelihatan sedih.

Mat Kelor bercerita bahwa tukang cukurnya tidak ahli, tidak profesional. Padahal bayarnya ya mahal juga, sama dengan yang profesional, 30 riyal. Nah, yang ini namanya penipuan, menyamar sebagai profesional dengan memanfaatkan kesempatan dan kebutuhan orang lain.

Kamipun iba kepada Mat Kelor dan bertanya kepadanya di mana letak salon cukurnya untuk diumumkan biar tak ada korban berikutnya. Setelah kami datangi, ternyata nama salonnya bukan barbershop melainkan BAR BAR SHOP. Pantas saja nyukurnya penuh luka. Bar bar dalam kamus besar bahasa Indonesia didefinisikan sebagai tidak beradab, bangsa yang belum beradab (sifatnya kasar dan kejam). Hahahaa… teliti sebelum memilih. Salam, AIM. [*]

 

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (7): Cara Baru Menyiksa Setan

KERINDUAN akan masa lalu itu sesuatu yang biasa saja, lazim terjadi. Kerinduan akan masakan tradisional, makanan desa, bisa jadi muncul di tengah pemanjaan perut dengan masakan modern. Lihat saja meja rapat para pejabat kini, kacang rebus, ketela rebus, pisang rebus dan kawan seperjuangannya didaulat sebagai modern healthy food, makanan sehat jaman kini.

Ternyata hal yang sama terjadi juga di musim haji ini. Mat Kelor mendapat undangan pesta dari teman-temannya yang ada dalam kelompok haji reguler. Menurut kisahnya, ternyata makanan istimewa yang dihidangkannya adalah rujak petis super pedas. Petisnya khusus dibawa dari Madura. Sebagai orang yang berlatarbelakang Madura juga, rasa rujak petis itu menggoda angan juga. Kerongkongan ikut basah walau tak ikut diundang.

Yang ingin saya kisahkan adalah pertanyaan Mat Kelor yang mengagetkan saya: “Bagaimana hukumnya makan rujak petis tanpa baca Basmalah. Apakah itu tak mengurangi kemabruran haji? Ini terjadi pada Mat Tellor.” Ketimbang memjadi fitnah, saya minta supaya klarifikasi pada pelaku.

Rupanya sang pelaku adalah adik ipar Mat Kelor. Ketika saya tanya, dia menjawab bahwa ketika minum air dia baca Basmalah. Sementara saat makan rujak tidak membaca basmalah. Saat saya tanya mengapa, dia menjawab: “Kata kiai, kalau kita makan tanpa baca basmalah maka syetan ikut makan. Saya biarkan syetan ikut makan rujak petis super pedas itu. Lalu saya minum biar tak haus dan tak pedas lagi. Saya baca basmalah saat minum biar syetan tak ikut minum. Jadi syetan itu saya buat haus dan kepedasan. Beginilah saya menyiksa syetan. Mat Kelor dan saya ngakak. Hahahaaaa. Salam, AIM. [*]

INILAH MOZAIK

Serba-serbi Haji (6): Semangat Berlebihan

PUANG H Mochtar Tompo berbagi cerita bahwa dalam perjalanan ke Mina bersamalah beliau dengan beberapa jamaah lain berjalan kaki. Agar tak jenuh dan demi untuk membunuh waktu, berbincanglah mereka tentang pengalamannya masing-masing.

Ada yang cerita hp hilang, hp tertinggal, batu untuk melempar jumroh hilang, batu tertinggal sampai pada istri yang tertinggal. Kasusnya sesungguhnya biasa saja, masih ikut teori bahwa semangat berlebih seringkali mengurangi ingatan. Hahaha

Mat Kelor yang ada dalam rombongan perbincangan itu bertanya pada salah seorang yang sepanjang perjalanan diam membisu: “Bapak ini nafar awwal apa nafar tsani?” Pertanyaan ini sesungguhnya biasa saja, namun jawabannya yang membuat orang bergelaktawa: “Saya NAFARUDDIN, asal Makassar.” Semua tertawa, tak terkecuali Puang Mochtar Tompo, pemuda cerdas anggota DPR RI Komisi VII ini.

Menariknya Mat Kelor malah terdiam. Ketika saya tanya mengapa tidak tertawa juga, dia menjawab: “Ternyata ada jenis NAFAR yang lain yang belum dijelaskan dalam manasik. Nah, sekarang giliran saya yang tertawa ngakak. Saking berlebih semangat tertawa saya, saya terlupa bahwa kopiah saya lepas dari kepala saya.

Ya, terlalu bersemangat memang ada saya efeknya ya. Tapi peristiwa hari ini, efek terbesarnya adalah lupa yang menyenangkan, lupa yang membuat tertawa. Mat Kelor juga terkena syndrome ini. Begitu semangatnya makan siang menu ikan, dia sampai lupa pada kaca matanya sendiri. Tolah toleh ke kanan ke kiri dan bertanya apa ada yang menemukan kaca matanya. Sahabatnya sambil ngakak berkata: “Yang kamu pakai di depan matamu itu apa?” Mat Kelor tertunduk malu, ternyata kacamata yang dicari masih ada di atas hidungnya.

Kisah lain hari ini adalah ada jamaah yang saat melempar jumroh tadi bertanya: “Kiai, saya tadi melemparnya lebih. Harusnya kan 7 butir, saya 14 butir. Sah apa tidak? Kena dam apa tidak?” Saya tak langsung menjawab. Dalam batin saya, semangat jamaah ini untuk melempar syetan luar biasa juga. Semangat yang berlebih. Saya jawab: “Sah dan tidak kena dam.” Wajahnya senang sumringah, namun syetan pada cemberut. Hahahaaa

Jalani hidup, nikmati hidup. Berusahalah untuk mengubah kisah derita menjadi kisah bahagia. Bagaimana caranya? Saya mau tanya pada Mat Kelor. Salam, AIM, Pembimbing Haji PT Kanomas Travel & Tour. [*]

 

Oleh : KH Ahmad Imam Mawardi

INILAH MOZAIK