Dahulu kala, apabila seseorang ingin membicarakan hal-hal rahasia dan sensitif, mereka harus berkumpul dan bertemu. Akan tetapi, di zaman sosial media seperti ini, sangat mudah berbicara di berbagai grup sosial media. Salah satu pembicaraan yang dahulunya menjadi pembicaraan sensitif dan berbalut malu, namun sekarang menjadi pembicaraan terang-terangan dan menjadi konsumsi publik, adalah pembicaraan masalah seksual dengan detail sekali. Sampai-sampai menggambarkan sifat dan memancing orang yang membacanya untuk membayangkan, atau bahkan berangan-angan.
Bisa jadi juga seorang suami atau istri membicarakan hal ini di grup sosial media dan menjadi konsumsi publik. Demikian juga yang mulai tren, penjualan obat kuat dan produk semacam ini. Testimoni produk ini seolah-olah menggambarkan dengan detail apa yang terjadi antara dia dan istrinya semalam. Hal ini tidak diperkenankan oleh syariat. Sebenarnya memberikan testimoni boleh-boleh saja asalkan memperhatikan aturan syariat. Dikhawatirkan menceritakan detail dan terperinci hal semacam ini akan menjerumuskan ke arah larangan menceritakan rahasia ranjang dalam syariat.
Berikut sedikit pembahasan tentang hal ini.
Larangan menceritakan rahasia ranjang
Terdapat beberapa hadis yang menyebutkan larangan menceritakan rahasia ranjang dan adegan-adegannya secara detail dan terperinci.
Diriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri. Beliau berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَشَرِّ النَّاسِ عِنْدَ اللهِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، الرَّجُلَ يُفْضِي إِلَى امْرَأَتِهِ ، وَتُفْضِي إِلَيْهِ ، ثُمَّ يَنْشُرُ سِرَّهَا
‘Sesungguhnya termasuk orang yang kedudukannya paling buruk di sisi Allah pada hari kiamat adalah seorang lelaki yang berhubungan dengan istrinya, kemudian dia menyebarkan rahasia ranjang mereka kepada orang lain.’” (HR. Muslim no. 1437)
Dari sahabiyah Asma’ binti Yazid, beliau sedang berada di sisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para laki-laki dan perempuan sedang duduk-duduk. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لَعَلَّ رَجُلاً يَقُوْلُ مَا يَفْعَلُ بِأَهْلِهِ وَلَعَلَّ امْرَأَةً تُخْبِرُ بِمَا فَعَلَتْ مَعَ زَوْجِهَا. فَأَرَمَّ الْقَوْمُ فَقُلْتُ: أَيْ، وَاللهِ يَا رَسُوْلَ اللهِ، إِنَّهُنَّ لَيَفْعَلْنَ وَإِنَّهُمْ ليَفْعَلُوْنَ. قَالَ: فَلاَ تَفْعَلُوا فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ شَيْطَانٍ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ يَنْظُرُوْنَ
“Mungkin ada seorang lelaki menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya dan mungkin ada seorang wanita menceritakan apa yang dilakukannya bersama suaminya.”
Orang-orang yang hadir terdiam. Maka aku menjawab, “Iya demi Allah, wahai Rasulullah. Mereka para wanita melakukannya dan para lelaki pun melakukannya.”
Rasulullah bersabda, “Jangan kalian lakukan itu! Sesungguhnya hal itu hanyalah seperti setan laki-laki bertemu setan perempuan di suatu jalan. Lalu ia menggaulinya sementara orang-orang menontonnya.” (HR. Ahmad hasan lighairihi lihat Al-Adabuz Zifaaf)
An-Nawawi rahimahullah menjelaskan,
فيه تحريم إفشاء الرجل ما يجري بينه وبين امرأته من أمور الاستمتاع ووصف تفاصيل ذلك، وما يجري من المرأة فيه من قول أو فعل ونحوه
“Hadis tersebut menjelaskan larangan menyebarkan apa yang terjadi antara ia dan istrinya ketika berhubungan badan secara rinci dan (larangan menyebarkan) apa yang dirasakan oleh istri, baik berupa ucapan maupun perbuatan dan semisalnya.” (Syarh An-Nawawi Ala Shahih Muslim, kitab Nikah bab 21)
Syekh Abdul Aziz bin Baaz rahimahullah juga menjelaskan,
فلا يجوز نشر سرها، ولا لها نشر سرِّه فيما يقع بينهما حول الجماع، أو غير الجماع، …..، وعدم نشره، وكتم السر من أعظم الأمانات.
“Tidak boleh bagi suami menyebarkan rahasia ranjang dan tidak boleh pula bagi istri menyebarkan apa yang terjadi (rinciannya) ketika berhubungan badan … Tidak boleh menyebarkan dan menyembunyikan rahasia ini adalah amanah terbesar.” [Syarh Bulugul Maram, https://binbaz.org.sa/audios/102/7]
Demikian juga wanita dilarang menyebarkan dengan gosip dan sebagainya karena terdapat perintah bagi wanita agar menjaga amanah rahasia di rumah suaminya dan termasuk rahasia tersebut adalah rahasia ranjang.
Allah Ta’ala befirman,
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
“Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka).” (QS. An-Nisa: 34)
Baca Juga: Berapa Frekuensi Berhubungan Intim Suami-Istri Menurut Syariat?
Jika ada maslahat, boleh dijelaskan dengan kalimat tidak tegas
Semisal sedang meminta fatwa, sedang berobat atau sedang berhukum di hadapan qadhi, maka hendaknya sebisa mungkin menggunakan kata-kata yang tidak tegas. Tentu hal ini juga bukan konsumsi publik.
Perhatikan hadis berikut.
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,
إِنَّ رَجُلًا سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الرَّجُلِ يُجَامِعُ أَهْلَهُ ثُمَّ يُكْسِلُ هَلْ عَلَيْهِمَا الْغُسْلُ ؟ ، وَعَائِشَةُ جَالِسَةٌ . فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( إِنِّي لَأَفْعَلُ ذَلِكَ ، أَنَا وَهَذِهِ ، ثُمَّ نَغْتَسِلُ )
“Sungguh seorang laki-laki telah bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang seseorang yang telah berjimak dengan istrinya kemudian tidak sampai ejakulasi (orgasme). Apakah keduanya diwajibkan mandi besar? ‘Aisyah sedang duduk di situ. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Sungguh saya telah melakukan hal yang sama, saya dan (istri) saya ini. Kemudian, kami berdua mandi besar.” (HR. Muslim no. 350)
Demikian juga hadis berikut,
Diriwayatkan dari Ikrimah,
أَنَّ رِفَاعَةَ طَلَّقَ امْرَأَتَهُ ، فَتَزَوَّجَهَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ الزَّبِيرِ القُرَظِيُّ ، قَالَتْ عَائِشَةُ : وَعَلَيْهَا خِمَارٌ أَخْضَرُ ، فَشَكَتْ إِلَيْهَا ، وَأَرَتْهَا خُضْرَةً بِجِلْدِهَا ، فَلَمَّا جَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – وَالنِّسَاءُ يَنْصُرُ بَعْضُهُنَّ بَعْضًا – قَالَتْ عَائِشَةُ : مَا رَأَيْتُ مِثْلَ مَا يَلْقَى المُؤْمِنَاتُ ؟ لَجِلْدُهَا أَشَدُّ خُضْرَةً مِنْ ثَوْبِهَا. قَالَ: وَسَمِعَ أَنَّهَا قَدْ أَتَتْ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، فَجَاءَ وَمَعَهُ ابْنَانِ لَهُ مِنْ غَيْرِهَا ، قَالَتْ: وَاللَّهِ مَا لِي إِلَيْهِ مِنْ ذَنْبٍ ، إِلَّا أَنَّ مَا مَعَهُ لَيْسَ بِأَغْنَى عَنِّي مِنْ هَذِهِ – وَأَخَذَتْ هُدْبَةً مِنْ ثَوْبِهَا – فَقَالَ : كَذَبَتْ وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ ، إِنِّي لَأَنْفُضُهَا نَفْضَ الأَدِيمِ ، وَلَكِنَّهَا نَاشِزٌ ، تُرِيدُ رِفَاعَةَ …
“Bahwasanya seorang lelaki dari bernama Rifa’ah menalak (menceraikan) istrinya. Kemudian, wanita ini dinikahi Abdur Rahman bin Az-Zabir Al-Qurazhi.
Aisyah berkata, ‘Dia (wanita tersebut) memiliki kerudung hijau. Dia mengadukan ke Aisyah, dan menampakkan kulitnya yang kehijauan (frigid).
Tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang, dan para wanita saling mendukung, ‘Aisyah berkata, ‘Aku belum pernah melihat wanita-wanita mukminah seperti ini. Sungguh kulitnya lebih hijau dibandingkan pakaiannya.’”
Ikrimah melanjutkan ceritanya, “Ketika Abdur Rahman bin Az-Zabir mendengar bahwa istrinya melapor kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dia pun menyusul datang dengan membawa dua anak laki-lakinya dari istrinya yang lain. Untuk membuktikan, dia lelaki jantan.
Wanita tersebut mengadukan suaminya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ‘Demi Allah, dia tidak membuat kesalahan kepadaku. Hanya saja, dia tidak punya sesuatu yang bisa memuaskanku, selain seperti ini. Dia pun memegang ujung kainnya.’ Maksud wanita ini adalah “punya” Abdurrahman loyo.
Abdurrahman langsung menyanggah, ‘Dia bohong! Demi Allah, wahai Rasulullah! Sungguh aku sudah benar-benar ‘menggoyangnya’ seperti goyangnya bumi, tetapi dia durhaka (kepadaku). Dia masih ingin dengan Rifa’ah (mantan suaminya).’” (HR. Bukhari no. 5825)
Terkait hal ini Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah menjelaskan,
فيه جواز إفشاء السر إذا زال ما يترتب على إفشائه من المضرة؛ لأنَّ الأصل في السرِّ الكتمان، وإلا فما فائدته
“Dari hadis tersebut didapatkan kesimpulan bolehnya membuka rahasia ranjang jika hilang apa yang menjadi sebab dilarangnya, yaitu bahaya yang muncul. Karena hukum asal rahasia (ranjang) adalah disembunyikan, kecuali ada faidahnya.” (Fathul Bari, 11: 83)
Demikian, semoga bermanfaat.
Penulis: Raehanul Bahraen
Sumber: https://muslim.or.id/70834-menyebarkan-rahasia-ranjang-di-sosial-media-dan-testimoni-obat-kuat.html