Turuti Nafsu, Langit dan Bumi Pun Binasa

SALAH satu sifat dari hawa nafsu adalah “tidak pernah terpuaskan”. Di saat kita menuruti satu keinginannya, nafsu itu akan menuntut hal yang lain.

Terus begitu hingga tak ada habisnya. Mempunyai satu gunung emas pun masih tak cukup. Ia masih ingin yang lebih. Karena itu, Allah tidak hanya Menciptakan nafsu. Dia juga Menciptakan akal sebagai alat untuk mengontrolnya.

Kenapa hawa nafsu diciptakan? Karena manusia tidak dapat hidup tanpa hawa nafsu. Mereka tak bisa hidup jika tidak ada “keinginan” untuk makan, mencari harta dan keinginan lainnya. Nafsu itu termasuk hal yang paling penting dalam hidup manusia. Tapi jika tidak dikontrol akal, keinginan itu akan terus meledak dan akibatnya sangat berbahaya.

Apa gambaran Alquran tentang bahaya mengikuti hawa nafsu? Allah swt Berfirman,

“Dan seandainya kebenaran itu menuruti keinginan mereka, pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.” (QS.Al-Mukminun:71)

Ya, menuruti hawa nafsu tanpa kontrol akal akan memberikan dampak yang sangat berbahaya. Bahkan Alquran menggambarkan akibatnya dengan “pasti binasalah langit dan bumi, dan semua yang ada di dalamnya.”

Coba perhatikan, kehancuran di muka bumi ini terjadi karena hawa nafsu manusia yang tak terkontrol. Manusia tidak memikirkan dampak atau akibatnya, yang ada dalam pikirannya hanyalah keuntungan dan kenikmatan. Lihatlah hutan yang gundul, tambang yang merusak alam, bangunan-bangunan yang mengganggu, penyakit yang berkembang, semua itu karena nafsu manusia yang tak pernah puas.

Dan pada akhirnya dunia ini akan semakin dekat pada kehancuran karena ketamakan manusia. Mari kita jaga diri dan lingkungan sekitar dengan mengontrol hawa nafsu. Jadikan “keinginan-keinginan” itu sebagai jalan untuk mendekatkan kepada-Nya. Dan jangan jadikan itu semua sebagai media untuk merusak kehidupan dunia dan akhirat kita.

“Sungguh beruntung orang yang mensucikan jiwa itu, dan sungguh merugi orang yang mengotorinya.” (QS. Asy-Syams : 9-10). []

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2359793/turuti-nafsu-langit-dan-bumi-pun-binasa#sthash.QKwovQKI.dpuf

10 Pengakuan Palsu Jin untuk Jerumuskan Manusia

ALLAH Subhanahu wa Taala melarang manusia berhubungan dan meminta bantuan kepada jin. Pada faktanya, jin yang mau membantu manusia terlebih dengan transaksi tertentu- adalah jin yang menjerumuskan kita ke dalam dosa dan kesesatan.

“Ada beberapa orang laki-laki di antara manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan. (Al-Jin: 6).

Dalam rangka mengelabui dan menjerumuskan manusia, banyak jin yang membuat pengakuan palsu. Pengakuan ini umumnya disampaikan pula pada saat jin tersebut diruqyah. Berikut ini 10 pengakuan umum jin sebagaimana dituturkan Tim Ruqyah Majalah Ghoib:

  • Mengaku bahwa ia tak mengganggu manusia
  • Mengaku membantu manusia khususnya orang yang dirasukinya- dalam beribadah
  • Mengaku membantu manusia khususnya orang yang dirasukinya- bekerja dan mencari rezeki
  • Mengaku melindungi manusia khususnya orang yang dirasukinya- dari serangan syetan
  • Mengaku bisa melihat syetan dari golongan jin yang akan menggoda manusia
  • Mengaku melindungi manusia khususnya orang yang dirasukinya- dari kezaliman orang lain
  • Mengaku mencintai manusia khususnya orang yang dirasukinya- karena ia rajin ibadah
  • Mengaku menyelamatkan manusia khususnya orang yang dirasukinya-dari musibah
  • Mengaku akan menjaga kesehatan manusia khususnya orang yang dirasukinya
  • Mengaku bahwa dirinya bukan dari golongan setan

Benarkah pengakuan-pengakuan tersebut? Tim Ruqyah Majalah Ghoib menegaskan bahwa 10 pengakuan itu tidak bisa dipercaya dan bisa dipatahkan dengan logika syari.

Pertama, manusia tidak bisa membuktikan sejauh mana pengakuan maupun penolakannya.

Kedua, kebohongan pengakuan jin tersebut dengan cepat terbongkar ketika ruqyah dilanjutkan. Buktinya, jin tersebut berteriak kesakitan saat dibacakan ayat-ayat tentang Munafiqin dalam surat Al Baqarah. Apalagi setelah dilanjutkan dengan ayat kursi, surat An Nisa ayat 56 dan 115, surat Al Jin ayat 6 serta ayat-ayat lain yang menjelaskan ancaman Allah bagi manusia dan jin yang membangkang perintah-Nya.

Ketiga, manusia tidak boleh meminta bantuan kepada yang ghaib kecuali Allah Subhanahu wa Taala. Sebagaimana ayat yang senantiasa dibaca saat salat:

“Hanya kepada Engkaulah kami beribadah dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan” (QS. Al Fatihah: 5). [bersamadakwah]

 

MOZAIK

Allah Mengembalikan Senyum Keluargaku saat Ramadhan

SIANG itu tiba-tiba dering telepon berbunyi dari talam tasku. Oh, dari ibu. Sempat kaget mengetahuinya. Maklum, tak biasanya ibu meneleponku di saat-saat baru jam pulang sekolah. Karena ibu tahu kebiasaanku, sebelum pulang, aku biasanya shalat dulu di mushalla sekolah, kemudian istirahat sejenak.

“Assalamu’alaikum… Nak, kalau sudah selesai sekolah, langsung pulang, yah. Jangan mampir ke mana-mana!” ucap ibu dengan nada bergetar, dan langsung menutup sambungan telepon.

Terang saja, aku langsung diselimuti kekalutan. Pikiran-pikiran buruk terjadi di keluarga tiba-tiba berseliweran di benak. Ingin menelepon balik, mustahil. HP tidak ada pulsa. Akhirnya, dalam kekalutan itu, saya putuskan untuk mengerjakan shalat zuhur terlebih dahulu.

Selesai, aku langsung menuju parkiran sekolah untuk mencari tumpangan. Namun apa lacur, semua kawan sudah pada buyar. Tempat parkir sepi. Ingin naik angkutan desa, uang tak puya. Di lain sisi, suara ibu di telepon terngiang-ngiang. Semakin kalutlah pikiran.

Karena tidak ada pilihan lain, akhirnya aku memutuskan pulang dengan berjalan kaki di tengah teriknya matahari. Jarak sekolah-rumahku kurang lebih 3,5 km.

Ketika langkahku telah mendekati halaman rumah, tanda-tanda firasat burukku terjadi mulai bermunculan. Nampak beberapa tetangga berjubel di rumah. Semua mata tertuju padaku. Kudapati sorot mereka penuh duka. Bekas aliran air mata masih melekat di pipi. Terutama kaum perempuan.

Ketika aku masuk ruangan utama keluarga; Innaalillah…. Sepontas terasa persendianku remuk. Jantungku seakan berhenti berdegup, ketika kusaksikan sosok di hadapanku. Ayahku yang merantau di negeri jiran, berbaring tak berdaya dengan balutan perban.

“Bapak kecelakaan kerja. Jari jemarinya terpotong, terkena mesin penggiling rumput,” ucap ibu lirih.

Duug!

Aku tersentak kaget mendengarnya. Pelopak mataku tak lagi kuasa menahan bendungan air mata. Kudekati ayah. Ia berusaha menegarkan diri dengan berupaya memberi tersenyum kepadaku. Sementara itu, air matanya pun meleleh. Kupeluk erat ayah. Suasana semakin haru. Suara tangisan membahana dari sanak keluarga.

‘Badai’ Lanjutan

Laksana kata pepatah; Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Itulah yang terjadi selanjutnya dalam keluargaku. Musibah yang menimpa bapak, justru menjadi awal retaknya keakraban hubungan keluarga.

Kakek dan nenek dari pihak ayah, tidak terima dengan kejadian menimpa ayah. Celakanya, mereka justru menyudutkan ibu sebagai biang kerok kecelakaan itu. Logika yang dipakai, musibah itu tidak akan pernah terjadi, kiranya, ayahku tidak menikah dengan ibu.

Karena pernikahan itulah, ayah harus merantau jauh ke Malaysia, demi memenuhi kehidupan keluarga, yang akhirnya menerima kenyataan, ia mengalami lumpuh permanen karena kecelakaan kerja.

Ayah sudah beberapa kali berusaha memberikan pemahaman kakek dan nenek. Namun tak jua mengerti. Mereka masih saja memusuhi ibu. Puncaknya, merasa tidak kuat terus dipojokkan, ibu menggugat cerai.

Ayah berusaha meredam keinginan ibu, tapi gagal. Beberapa alasan dikedepankan, termasuk keberlangsungan nasib kami, sebagai anaknya, bila harus bercerai, tidak mempan mendinginkan suasana.

Akhirnya, peristiwa yang paling kutakutkan itu pun terjadi. Ibu dan ayah resmi bercerai. Kejadian itu terjadi menjelang Ramadhan. Ayah menjatuhkan talak satu pada ibu. Jadilah Ramadhan tahun itu, kami lalui sekeluarga tanpa kehadiran ibu.

Saya yang masih usia remaja (lulusan SMP) semakin kalut pikiran. Semua menjadi sasaran amarahku. Tak kecuali Tuhan (Allah). Kutuntut keadilan-Nya, yang kurasakan tak menghinggapi keluargaku.

Berkah Bulan Suci

Syukur Alhamdulillah, kekeliruanku ini tak berjalan lama. Pasalnya, ustadz tempatku belajar al-Qur’an terus memberiku pencerahan. Yang paling menghentakku, ketika beliau menyitir ayat al-Qur’an yang berbunyi;

“Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya maka ia berkata. Tuhan telah menghinaku.” (QS Al-Fajr : 16)

Aku benar-benar terasa tersindir dengan ayat ini. bergegas kuberistighfar, mengakui kesalahan. Aku pun mulai menata hati untuk ridha atas apa yang Allah tetapkan untuk kami sekeluarga.

Di lain pihak, ayah sendiri menuntun kami sekeluarga, untuk mengoptimalkan keberkahan bulan suci Ramadhan, guna bermunajat kepada-Nya, memohon, agar keberkahan senantiasa menaungi keluarga kami.

Kami pun mengamini ayah. Terlihat ayah sangat tekun beribadah. Begitupun dengan diriku. Setiap kali selesai melakukan ibadah, khususnya shalat, selalu kuselipkan doa untuk keutuhan rumah tangga kami.

“Ya Allah, persatukanlah kembali ibu dan ayah kami, dan berkahilah keluarga kami,” demikianlah di antara untaian doa yang kupanjatkan kepada-Nya.

Laa haulaa wa laa quwwata illa billahil azhim. Allah ternyata mendengarkan rintihan kami sekeluarga. Di penghujung Ramadhan, ibu bertandang ke rumah, dan menyatakan permintaan maaf kepada ayah, dan meminta untuk rujuk kembali.

Ayah pun dengan lapang dada memaafkan ibu. Idul Fitri itu pun akhirnya kami lalui dengan hati nan riang gembira. Tak sampai di situ kebahagiaan kami. Tak lama berselang, bapak mendapat panggilan dari tempat kerjanya semula, dari Malaysia.

Dijanjikan ia akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kondisinya, sekaligus mendapat gaji yang berlipat. Berangkatlah ayah. Dari hasil keringat ayah itu pulalah, akhirnya, keluarga kami bisa menyambung hidup. Termasuk aku, bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi.

Terimakasih, ya Allah, atas karunia yang kau limpahkan atas keluarga kami.*

 

Dikisahkan oleh Hasbi kepada Muhammad Syahroni (Anggota komunitas menulis PENA Gresik)

 

HIDAYATULLAH

Arifin Ilham dan Khalid Basalamah, Beda Tetap Sayang

Assalaamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu. SubhanAllah walhamdulillah kanda tercinta fillah ustadz DR Khalid Basalamah adalah seorang mujahid da’wah yang juga seorang pengusaha sukses dengan PT Ajwad -nya. Beliau lahir di Makassar, 01-Mei-1975, pendidikan beliau S1 Universitas Islam Madinah (Saudi Arabia), S2 Universitas Muslim Indonesia (Indonesia) dan S3 Universitas Tun Abdul Razzak (Malaysia).

Da’wah beliau memang kental gaya salafi yang kita kenal, yang tidak lepas dari bahasan dan rujukan selalu Alqur’an dan Sunnah, dan beliau tsiqqoh menda’wahkan dan istiqomah mengamalkannya. Pribadi yang tegas, wibawa, santun, murah senyum, mudah akrab dan sangat menghormati perbedaan.

Itulah pandangan abang tentang beliau setelah 3 tahun mengenal beliau. Sering bersama dalam berda’wah bahkan bersama dalam siaran TV. Saat saat makan bersama di restoran yang beliau punya, dan beliau pun sering kali ke rumah abang bersama istri dan anak anak beliau. Dan kami pun saling memberi hadiah. Arifin memanggil beliau abang, “bang Kholid”, abang tercinta karena Allah.

Sungguh walau kami berdua berbeda faham tentang Zikir Berjamaah, tetapi beliau mau hadir untuk memberi tawshiyah walau tidak ikut zikir bersama. Beliau tidak berqunut, tetapi saat sholat subuh di mesjid Az Zikra di samping abang, beliau ikut berqunut. Saat abang hadir di mesjid beliau, malah abang diminta memberikan ceramah di hadapan jamaah beliau. Sungguh beliau sangat bijak, sangat santun dan penyayang pada saudara mu’min.

Kami bersama saling sayang karena Allah, perbedaan kecil diantara kami tidak membuat kami bermusuhan, karena kami mengutamakan Allah dan RosulNya, mengutamakan da’wah, mengutamakan ukhuwah, dan mengutamakan kemaslahatan umat dan negeri tercinta ini.

Insya Allah sejuta hikmah atas peristiwa terjadi, dan semoga semua saudara saudaraku seiman tercinta yang berbeda faham dengan beliau semakin bijak dan arif menyikapinya, “we are moslems brothers, we love each other because of Allah, i love you abangku tercinta ustadz DR. Khalid Basalamah”.

Allahumma ya Allah persaudarakan kami dalam barisanMu, rapatkan barisan kami demi Syariat dan Sunnah NabiMu yg mulia, dan keberkahan negeri kami tercinta Indonesia…aamiin.

Abang tulis menjelang magrib di mesjid Az Zikra Sentul Bogor.

 

 

[Sumber: FB Ustaz Arifin Ilham/07Maret2017]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2364603/arifin-ilham-khalid-basalamah-beda-tetap-sayang#sthash.VvKi5Zqw.dpuf

Menag: Tenda di Arafah Haji Tahun Ini Jauh Lebih Baik

Kementerian Agama berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan kepada jamaah haji Indonesia. Salah satunya adalah peningkatan kualitas tenda di Arafah.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memastikan tenda di Arafah pada musim haji tahun ini jauh lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Menurutnya, tenda di Arafah selama ini menggunakan bahan sejenis terpal yang ditopang dengan bambu atau besi yang sudah karatan.

Lansir laman resmi Kemenag, Jumat (21/04/2017), pada tahun 2015, bahkan beberapa tenda jemaah haji Indonesia di Arafah roboh terkena angin kencang.

“Tahun ini ada perubahan kualitas tenda. Bahannya anti api dan tahan air. Rangkanya dari baja,” terang Menag dalam rapat rapat koordinasi dengan Menko Pemberdayaan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani dan Menkes Nilla F Moloek di Madinah, Arab Saudi, Kamis (20/04/2017) waktu setempat.

Rapat yang dipimpin Dubes RI Agus Maftuh Abegebril ini diikuti oleh KJRI Jeddah, Staf Teknis Haji, dan Tim Penyedia Layanan Jemaah di Madinah. “Sekarang rangkanya sudah baja dan lebih tinggi sehingga lebih nyaman,” tambahnya.

Menag Lukman bersama Menko PMK Puan Maharani dan Menkes Nilla F Moeloek berada di Arab Saudi untuk meninjau langsung persiapan penyelenggaraan ibadah haji di Makkah dan Madinah.

Usai rapat koordinasi, Menko PMK didampingi Menkes meninjau fasilitas Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI). Dalam kesempatan itu, Menkes menjelaskan, masalah utama KKHI terkait penyewaan tempat. Menkes beharap KKHI punya tempat permanen di masa mendatang.

Menko PMK lalu mengecek langsung fasilitas ruang perawatan, stok obat-obatan, termasuk ruang gawat darurat. KKHI Madinah dilengkapi dengan 75 tempat tidur rawat, 20 tempat tidur UGD, dan 80 petugas kesehatan haji. Sifat pelayanan adalah pelayanan dasar dan emergensi.

Lantai 1 dimanfaatkan untuk ruang rawat Psikiatri, ruang rawat laki-laki dan perempuan dan ruang penunjang seperti radiologi, laboratorium, gizi, poli gigi, dan ruang linen.

Sementara lantai 2 dipergunakan untuk depo obat dan alat kesehatan, serta ruang kerja petugas sanitasi surveilans dan siskohatkes. Guna memberikan pelayanan maksimal, KKHI Madinah juga dilengkapi delapan ambulans.*

 

HIDAYATULLAH

Doa Khalifah yang Tidak Makbul

AZHAR BIN SA’D AL BAHILI adalah seorang periwayat hadits  yang merupakan sahabat Abu Ja’far Al Manshur ketika ia belum menjabat sebagai khalifah. Ketika Abu Ja’far menjabat sebagai khalifah, Azhar bin Sa’d memberi ucapan selamat dengan menemui sahabat dekatnya itu. Namun karena Abu Ja’far menjabat khalifah, maka Azhar bin Sa’d tidak bisa menemuinya karena penjagaan.

Azhar bin Sa’d pun terus mencari kesempatan untuk bisa bertemui dengan Abu Ja’far Al Manshur, hingga akhirnya ia memperoleh kesempatan ketika Abu Ja’far membuka pertemuan dengan rakyatnya. “Kenapa engkau datang?” Tanya Abu Ja’far kepada Azhar bin Sa’d.

“Aku mengucapkan selamat kepada Anda,” jawab Azhar bin Sa’d. Dan Abu Ja’far Al Manshur pun memerintahkan untuk memberinya 1000 dinar. Kepada para pejabat khalifah Azhar bin Sa’d berkata,”katakan kepadanya, aku dengar ia sakit, maka aku menjenguknya.” Abu Ja’far pun memerintahkan untuk memberi Azhar bin Sa’d 1000 dinar lagi. Azhar bin Sa’d pun menyampaikan pesan kepada Al Manshur,” Aku telah menunaikan kewajiab untuk menjenguk orang sakit, maka engkau tidak perlu mendatangiku, karena aku jarang sakit.”

Pada kesempatan lain, Azhar bin Sa’d pun kembali lagi hendak menemui Abu Ja’far Al Mansur, namun sekali lagi ia terhalang oleh para penjaga. Hingga akhirnya, Azhar bin Sa’d bisa bertemu di majelis umum seperti yang terjadi pada kesempatan sebelumnya. “Kenapa engkau datang kepadaku?” Tanya Abu Ja’far kepada sahabatnya itu. “Aku ingin mendengarkan doa darimu, agar aku bisa mempelajari doa itu,” jawab Azhar bin Sa’d.

“Apa-apaan ini? Doaku itu tidak terkabul, bahwa sesungguhnya aku telah berdoa sepanjang tahun kepada Allah Ta’ala agar angkau tidak datang, namun engkau masih datang.” Jawab Abu Ja’far Al Manshur. (Mir’ah Al Jinan, 2/ 9)

 

HIDAYATULLAH

4 Keutamaan Masjid Al-Aqsha (bagian 2)

KETIGA, al-Aqsha adalah permukaan bumi yang dipilih Allah menjadi tempat landasan dari bumi menuju sidratul muntaha (miraj).

Dari Anas bin Malik radhiallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Dibawakan kepadaku Buraq. Ia adalah hewan tunggangan berwarna putih, lebih tinggi dari keledai dan lebih pendek dari bighal. Ada tanda di setiap ujungnya.” Beliau melanjutkan, “Aku mengikat Buraq itu di salah satu pintu Baitul Maqdis, tempat dimana para nabi mengikat hewan tunggangan mereka. Kemudian aku masuk ke dalamnya dan salat dua rakaat. Setelah itu aku keluar dari masjid, lalu Jibril mendatangiku dengan membawa bejana yang berisi khamr dan susu. Aku memilih yang berisi susu, lalu Jibril shallallahu alaihi wa sallam berkata, Engkau telah memilih fitrah. Setelah itu, kami pun miraj menuju langit.” (HR. Muslim)

Seandainya Allah menakdirkan, miraj dilakukan dari Masjid al-Haram pastilah Allah mampu melakukannya, akan tetapi Allah menetapkan agar Nabi dan Rasul-Nya shallallahu alaihi wa sallam miraj dari Masjid al-Aqsha, agar kaum muslimin tahu kedudukan masjid ini dan agar masjid tersebut memiliki tempat istimewa di hati-hati umat Islam.

Keempat, Masjid al-Aqsha al-Mubarak adalah di antara tiga masjid yang boleh diniatkan secara khusus untuk mengunjunginya. Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak boleh bersengaja melakukan perjalanan (untuk beribadah) kecuali ketiga masjid: Masjid al-Haram, Masjid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, dan Masjid al-Aqsha.” (HR. Bukhari).

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2371117/4-keutamaan-masjid-al-aqsha-bagian-2#sthash.TRT14nVf.dpuf

4 Keutamaan Masjid Al-Aqsha (bagian 1)

PERTAMA, keutamaan Masjid al-Aqsha bukanlah suatu rahasia yang tersembunyi, keutamaannya begitu masyhur walau bagi orang awam sekalipun. Siapa yang tidak tahu, kalau ia adalah kiblat umat Islam sebelum Kabah al-Musyarrafah?

Ibnu Abbas radhiallahu anhuma mengatakan, “Dahulu Rasulullah shalat di Mekah dengan menghadap Baitul Maqdis dan Kabah beliau posisikan di hadapannya. Setelah 16 bulan dari hijrah beliau ke Madinah, beliau shalat dengan menghadap Kabah.” (HR. Ahmad).

Kedua, keutamaan lainnya yang sangat dikenal oleh umat Islam adalah Masjid al-Aqsha merupakan tempat isra Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam. Allah Taala berfirman, “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra: 1)

Dan pada momen isra itulah Nabi shallallahu alaihi wa sallam menjadi imam shalat bagi para nabi. hal ini menunjukkan betapa berkahnya tempat ini.

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2371116/4-keutamaan-masjid-al-aqsha-bagian-1#sthash.PSGE2QcH.dpuf

Rajab dan Pembebasan Individu Seorang Muslim

SANGAT luar biasa hafal seputar bulan ini. Kita tahu benar jika ditanya tentang keistimewaan bulan ke-7 dalam kalender Islam ini.

Paling tidak, kita tahu bahwa bulan Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban Bulan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam, dan Ramadhan bulan kita semua. Sunah mu’akkad berpuasa di bulan ini, baik 1, 3, 7, atau 16 hari telah menandaskan bahwa bulan ini sangat luar biasa.

Dan yang terpenting, bulan ini adalah bulan pembebasan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dari kungkungan ketakutan karena intimidasi dan ancaman pembunuhan dari kaum kafir Quraisy. Pembebasan itu berupa peristiwa maha akbar, yakni Isra’ Mi’raj, dalam rangka menerima perintah shalat lima waktu.

Dalam sejarah kita ketahui bahwa peristiwa ini terjadi pada periode akhir kenabian di Makkah sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam hijrah ke Madinah. Menurut al-Maududi dan mayoritas ulama, peristiwa ini terjadi pada tahun pertama sebelum hijrah, antara tahun 620-621 M.

Menurut allamah al-Manshurfuri, Isra’ Mi’raj terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke-10 dari kenabian. Namun, pendapat umum di atas dibantah oleh sejarawan Muslim India, Syeikh Shafiurrahman al-Mubarakfuri, dengan alasan bahwa Khadijah ra., istri nabi, meninggal pada bulan Ramadhan tahun ke-10 dari masa kenabian, yakni dua bulan setelah bulan Rajab, dan saat itu belum ada kewajiban shalat lima waktu.

Al-Mubarakfuri menyebutkan enam pendapat seputar peristiwa ini, tetapi semua tak ada satu pun yang pasti. Dengan demikian, tak diketahui secara jelas kapan kejadian Isra’ Mi’raj berlangsung. Hanya Allah Subhanahu Wata’ala yang Maha Tahu.

Paling tidak, disepakati secara pasti bahwa peristiwa inilah yang telah melahirkan perintah shalat lima waktu, demi pembebasan mutlak dari segala unsur keduniaan, sebab Rasulullah terpanggil ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala di Shidratul Muntaha, suatu tempat yang maha suci, di mana segala kefanaan hengkang dan lenyap.

Dengan demikian, pembebasan Allah Subhanahu Wata’ala pada manusia pilihannya itu merupakan pembebasan terpenting selama ada manusia di dunia ini, dari Adam hingga kini. Rasulullah Subhanahu Wata’ala-lah bertemu dengan Allah Subhanahu Wata’ala.

Terlepas dari kontravensi (untuk tak menggunakan istilah ‘kontroversi’) yang ada sepanjang zaman, apakah Rasulullah Mi’raj dengan jazad atau sebaliknya, peristiwa itu memang yang maha akbar sepanjang hidup beliau.

Moment Pembebasan Hakiki

Peristiwa maha akbar itu berlalu lebih dari 1438 tahun. Sampai detik ini kita tetap mendirikan shalat lima waktu tepat waktu, dan meyakini dengan pasti akan peristiwa tersebut. Sebab mustahil kita mendirikan shalat tanpa menyakini akan peristiwa Isra’ Mi’raj-nya Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam itu sendiri. Peristiwa itu dan perintah shalat merupakan sepaket.

Jika Rasulullah terbebaskan dari segala gundah-gulana karena peristiwa itu, maka umatnya terbebaskan dari segala sesutau dengan sebab adanya pendirian shalat lima waktu. Shalat inilah yang seharusnya membuat kita merdeka secara hakiki, dan tanpa takut kepada siapapun kecuali pada Allah Subhanahu Wata’ala semata. Dengan shalat kita berkomunikasi secara langsung kepada Allah Subhanahu Wata’ala , dan dengannya, kita senantiasa merasa terbebaskan dari segala bentuk tekanan, baik materi atau pun batin.

Sebegitu hebatnya shalat, ia oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassallam dijuluki sebagai ‘tiang agama’. Barang siapa yang pendirian shalatnya baik, maka baik pulalah tiang agamanya.

Merasa bahwa hidup ini ruwet, membebani, dan bikin stress, maka tengoklah sejenak bagaimana shalat kita. Penulis tak usahlah mengutip pendapat para ahli kesehatan terkait dengan shalat dan kesehatan raga, atau mengutip ahli ilmu psikologi terkait dengan shalat dan kesehatan batin. Telah jelas, bahwa hanya shalat yang tepat dan benarlah yang dapat membebaskan manusia muslim dari kungkungan atau perbudakan kefanaan dunia.

Derajat pembebasan hakiki insan muslim dari segala keterpurukan hidup ini hanya terletak bagaimana kita bershalat. Pendirian shalat yang tepat dan benar akan mempunyai efek aura positif pada langkah panjang kehidupan ini. Efek positif inilah yang akan berdampak lebih luas dalam bentuk kesalehan sosial, sebagaimana ditunjukkan oleh baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam di depan para shahabat, atau ditunjukkan oleh para shahabat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam di depan para tabi’in, atau ditunjukkan oleh para tabi’in di depan tabittabi’in, dan begitu seterusnya dilanjutkan oleh ulama-ulama para sholafush sholeh lainnya hingga zaman kita.

Oleh karena itulah, baginda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam berkata ‘shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku bershalat’. Tanpa terkurang atau bertambah.

Shalat yang tepat dan benar selain berdampak untuk memupuk kesalehan sosial, ia juga sarana mencegah perbuatan keji dan mungkar. Perbuatan keji, misalnya penistaan atas prinsip-prinsip Islam, kriminalitas dengan pembunuhan, baik pembunuhan fisik atau karakter, tak akan dijumpai. Perbuatan mungkar, misalnya mengingkari adanya Tuhan (atheis), mendukung sesuatu yang jelas-jelas dilarang oleh Allah Subhanahu Wata’ala, atau membangkang kepada aturan Syariah secara luas, tak akan dijumpai pula.

Dengan shalat yang tepat dan benar kehidupan ini akan berjalan sesuai dengan kefitrahan hakiki kemanusiaan itu sendiri.

Kelastarian hidup manusia muslim untuk menuju harkat yang bermartabat, penuh bijak bestari hanya dapat ditempuh dengan shalat lima waktu, tanpa mengecilkan arti penting dari rukun-rukun Islam lainnya. Shalat bagi seorang muslim adalah standar ukuran kesalehan hidupnya. Memperbaiki shalat sesuai dengan aturan yang Rasulullah canangkan, sebenarnya memperbaiki standar hidup manusia muslim itu sendiri. Melalaikan shalat, atau bahkan menganggapnya perilaku sia-sia, sebenarnya telah menjerumuskan kita sendiri pada jurang kehancuran itu sendiri. Selamat memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassallam. Wallahu A’alam.*/Ahmad Muhli Junaidi

 

HIDAYATULLAH

Islam Terus Berkembang di Spanyol

Islam terus berkembang di Spanyol. Direktur Eksekutif Yayasan Masjid Seville (Seville Mosque Foundation), Spanyol, Ibrahim Hernandez mengatakan saat ini hampir setiap pekan ada orang yang mengucapkan syahadat di Spanyol.

Ia menjelaskan sebenarnya Islam belum memasuki Spanyol di era 1970-an. Namun, sejak kematian kepala negara Spanyol Francisco Franco pada 1975, sistem politik negara ini berubah dari diktator ke sekuler demokrasi dan membuat imigrasi dari negara-negara Muslim.

Karena itulah, ia menambahkan banyak masyarakat Spanyol melihat Islam. Dan kini Islam terus berkembang setidaknya sejak 40 tahun terakhir. “Pada 2014, jumlah Muslim Spanyol sekitar lima persen dari populasi,” katanya kepada Republika.co.id, di Jakarta, Sabtu (22/4).

Bahkan, ia menyebut selalu saja ada orang yang mengucapkan kalimat syahadat dan menganut Islam hampir setiap pekan. Apalagi, ia menyebut warga Spanyol tidak memberikan label teroris pada Muslim meski Islamofobia tengah merebak di Eropa. Ia menambahkan, tidak ada diskriminasi pada seorang Muslimah Spanyol yang memutuskan menggunakan hijab.

“Ini menjadi peluang yang bagus,” ujarnya.

 

sumber: REPUBLIKA ONLINE