36 Jemaah Indonesia Wafat di Tanah Suci, Mayoritas Sakit Jantung

Mekah – Sejak pemberangkatan jemaah gelombang pertama pada Jumat, 28 Juli, hingga hari ini, Jumat (18/8/2017), total 36 jemaah wafat di Madinah dan Mekah. Sebagian besar karena sakit jantung dan gangguan pernafasan.

Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), 6 jemaah wafat yang tercatat hari ini terdiri dari 3 di Mekah dan 3 di Madinah. Semuanya meninggal karena sakit. Di bawah ini identitasnya:

1. Sumaryam binti Kerti Mat (62), kelompok terbang (kloter) 53 Embarkasi Surabaya (SUB 53) meninggal karena serangan jantung di pemondokan Mekkah.

2. Emdenis bin Mukhtarudin (60), kloter 16 Embarkasi Padang (PDG 16) meninggal karena gangguan pernafasan di pemondokan Mekah karena gangguan pernapasan.

3. Sutomo bin H Sosro Harsono (83), kloter 22 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 22) meninggal karena tumor ganas di rumah sakit Mekah

4. Purni binti Pungut Minan (65), kloter 23 Jakarta, meninggal karena serangan jantung di rumah sakit Madinah.

5. Iyah binti Saari Ili (50), kloter 40 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 40) meninggal karena serangan jantung di pemondokan Madinah.

6. Solikhin bin Mursidik Dipawikrama (60), kloter 46 Embarkasi Solo (SOC 46) meninggal karena gangguan pernafasan di rumah sakit Madinah.

Sementara, 30 jemaah yang meninggal sebelumnya adalah:

1. Umi Nadiroh Yunus Husen (76), Kloter 5 Embarkasi Surabaya (SUB 05), meninggal di RS Al Ansaar Madinah karena serangan jantung, Senin 31 Juli 2017.

2. Agus Salim Mulia Siregar (54), Kloter 2 Embarkasi Medan (MES 02) wafat meninggal akibat trauma pada tulang leher. Jamaah terjatuh di halaman Masjid Nabawi Madinah pada Selasa 1 Agustus 2017.

3. Indriyani Wahadi Wiyono (66), Kloter 2 Embarkasi Solo (SOC 02), meninggal di RS Al Ansaar Madinah karena penyakit jantung, Rabu 2 Agustus 2017.

4. Sukamto bin Sudarman Muryadi (60), Kloter 16 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 16), meninggal di RS Al Ansaar Madinah, karena serangan jantung, Kamis 3 Agustus 2017.

5. Hadiarjo Singarejo Singaleksana Kasenet (87), kloter 1 Embarkasi Solo (SOC 01), meninggal di pemondokan Madinah karena serangan jantung, Kamis 3 Agustus 2017.

6. Ilebbi binti Jinatta Lepu (71), kloter 8 Embarkasi Makassar (UPG 08), meninggal di pelataran Masjid Nabawi karena serangan jantung, Kamis 3 Agustus 2017.

7. Sarnata Sarun (74), kloter 5 Embarkasi Jakarta-Pondok Gede (JKG 05), meninggal di hotel karena serangan jantung di Madinah, Kamis 3 Agustus 2017.

8. Amnah Hasri Husin binti Husin (49), Kloter 2 Embarkasi Medan (MES 02), meninggal karena serangan jantung di Madinah, Jumat 4 Agustus 2017.

9. Supono Suseno Satari (54), Kloter 7 Embarkasi Surabaya (SUB 07), meninggal di halaman Masjid Nabawi karena serangan jantung, Sabtu 5 Agustus 2017.

10. Mudjiono Sukibat (62), kloter 8 Embarkasi Surabaya (SUB 08), meninggal di pemondokan Madinah karena serangan jantung, Sabtu 5 Agustus 2017.

11. Diah Rialati Kasbullah (51), Kloter 5 Embarkasi Solo (SOC 05), meninggal di RS Al Ansaar karena sakit pernapasan, Senin 7 Agustus 2017

12. Samidi Ciro Sentono (69), Kloter 8 Embarkasi Batam (BTH 08), meninggal di RS King Fahd Madinah karena serangan jantung, Senin 7 Agustus 2017.

13. Marfuah (74), Kloter 17 Embarkasi Surabaya (SUB 17), meninggal di RS Al Dar Madinah, Senin 7 Agustus 2017.

14. Engkos Kostiman bin Darya (76), Kloter 6 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 06), meninggal di pemondokan Mekah karena hipertensi dan serangan jantung pada Rabu 9 Agustus 2017.

15. Slamet Tari Achad (62), Kloter 7 Embarkasi Surabaya (SUB 07), meninggal di rumah sakit Mekkah karena saluran pencernaan pada Kamis 10 Agustus 2017.

16. Siti Aminah Janip Sain (52), Kloter 11 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 11), meninggal di pemondokan Mekah karena serangan jantung, Sabtu 12 Agustus 2017.

17. Risda Yarni Muhammad Rasyid (47), Kloter 6 Embarkasi Batam (BTH 06), meninggal di pemondokan Madinah karena serangan jantung, Sabtu 12 Agustus 2017.

18. Imas Yuhana Misbah (61), Kloter 3 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 03) meninggal di pemondokan Mekkah karena serangan jantung pada Minggu, 13 Agustus 2017.

19. Ilyas Muhammad Jasa (64), kloter 8 Embarkasi Batam (BTH 08), meninggal di rumah sakit Mekah pada Minggu, 13 Agustus 2017.

20. Ramlah Abdul Jalil Silalahi (69), Kloter 3 Embarkasi Medan (MES 03), meninggal di pemondokan Madinah karena serangan jantung, Minggu 13 Agustus 2017.
21. Dahlia Hanum binti Zaenal Nasution (61), Kloter 8 Embarkasi Medan (MES 08) di RSAS Mekkah karena serangan jantung, 13 Agustus 2017.

22. Jembar bin Untung Semo (62), Kloter 18 Embarkasi Surabaya (SUB 18) di RSAS Madinah karena gangguan pernapasan, 14 Agustus 2017.

23. Suyahtri binti Kasmi Tohjoyo (51), Kloter 17 Embarkasi Surabaya (SUB 17) di RSAS Mekkah karena serangan jantung, 14 Agustus 2017.

24. Kusno bin Kadari Mursadi (75), Kloter 41 Embarkasi Surabaya (SUB 41) di RSAS Madina karena penyakit pencernaan, Senin 14 Agustus 2017.

25. Utami binti Kasan Kasti (46), Kloter 40 Embarkasi Jakarta Bekasi (JKS 41) di RSAS Madina karena gangguan sirkulasi darah, pada Senin 14 Agustus 2017.

26. Ida Rosika P binti Marasaman Hsb (78), Kloter 7 Embarkasi Medan (MES 07) di pondokan Mekkah karena serangan jantung, 15 Agustus 2017.

27. Razali Haka bin Abdul Karim (82), Kloter 16 Embarkasi Batam (BTH 16) di masjid Mekkah karena serangan jantung, 15 Agustus 2017.

28. Dadang Iskandar bin Eman (65), Kloter 75 Embarkasi Jakarta-Bekasi (JKS 75) di RSAS Madinah karena serangan jantung, 15 Agustus 2017.

29. Nasimah bin Mochamad Sahlan (66), Kloter 46 Embarkasi Solo (SOC 46) di pondokan karena gangguan sirkulasi darah, 15 Agustus 2017.

30. Bedjo Al Djuwahir bin Poncokromo (73), Kloter 5 Embarkasi Surabaya (SUB 05) di pemondokan Mekkah karena serangan jantung pada Rabu, 16 Agustus 2017. (try/bag)

DETIK

Serdadu-Serdadu Cantik di Depan Ka’bah

Seorang ibu jamaah haji Indonesia tiba-tiba mendekati Nurlaili, petugas Perlindungan Jamaah (Linjam) Sektor Khusus Masjid al-Haram yang berjaga di Pos II, tepat di depan Ka’bah. “Mbak, saya mau sa’i, ke mana arahnya?” kata ibu yang ternyata terungkap bernama Mumtinah, jamaah asal Embarkasi Surabaya SUB 09, Senin (15/8) usai shalat Maghrib, waktu Arab Saudi (WAS). 

Sesuai prosedur, Nurlaili yang merupakan anggota polisi tersebut menanyakan kepada siapa pun yang tersesat dan tertinggal rombongan mereka di area masjid terkait dengan kelengkapan ibadahnya. “Apakah sudah tawaf, Bu?” kata Nurlali yang sehari-hari berdinas di SSDM Mabes Polri tersebut.

Dengan wajah panik dan kelelahan, sang ibu menganggukkan kepala, pertanda dia sudah mengerjakan tawaf, tersisa sa’i dan tahalul yang belum dia tunaikan. Dia tertinggal dari rombongannya di putaran terakhir tawaf, hingga akhirnya bertemu Nurlaili. “Baik, mari saya temani, Bu,” kata Nurlaili yang berpangkat kompol ini tanpa berpikir panjang.

Sambil membawa dan membacakan buku manasik haji berkover hijau itu, Nurlaili bertindak sebagai pembimbing manasik. Dia membaca perlahan doa-doa tiap putaran saat berada di Safa ataupun Marwah. Nurlaili benar-benar tuntas mengantarkan Mbah Mumtinah menyelesaikan sa’i hingga bertahalul.

Jarak perjalanan dari Safa dan Marwah selama tujuh kali putaran bisa mencapai tujuh kilometer, dengan durasi standar rata-rata 45 menit. Usai bertahalul, Mbah Mumtinah pun merangkul Nurlaili, sembari mengusap air mata, dia berucap, ”Matursuwun ya nak..mugi Mbak pikantuk berkahipun Gusti Alllah. ”Mumtimnah mendoakan agar perempuan jangkung yang mengantarnya itu mendapat berkah Allah SWT. Ucapan dan pelukan Mbah Mumtinah disambut dengan air mata haru di ujung kelopak mata Nurlaili.

“Beginilah tugas sektor khusus Haram,” kata Elly, sapaan akrap Nurlaili seperti dilaporkan wartawan Republika.co.id, Nashih Nashrullah, dari Makkah, Arab Saudi. Sektor Khusus Haram yang dia gawangi bersama anggota TNI dan Polri mempunyai tugas ganda. Tidak hanya melindungi jamaah, tapi juga harus siap berlaku sebagai pembimbing manasik dan memastikan terpenuhinya tawaf dan sa’i yang dilakukan jamaah.

“Membimbing manasik jamaah di depan Ka’bah dan area sai sudah tugas sehari-hari kami,” kata Nurhamidah Lubis, salah satu anggota sektor khusus yang berasal dari unsur TNI.

Dia harus terjun langsung menemani jamaah yang tertinggal untuk menyempurnakan tawaf atau sa’i mereka. Apakah cukup demikian tidak? Tugas patroli anggota TNI berpangkat serka ini juga harus ditunaikan. Dia harus berkeliling menyisir jamaah yang tersesat dan tertinggal. Mulai dari area Ka’bah hingga memutar di ketiga lantai Masjid al-Haram.

Menurut Nurhamidah yang sehari-hari berdinas di Kostrad ini, sering kali menemukan jamaah yang tertinggal dari rombongannya. Dari segi usia, jangan tanya, sudah pasti di atas 60 tahun. Dengan sigap, dia mengantarkan jamaah tersebut, bahkan hingga pemondokan.

Dia mengaku jika ditanya capek atau tidak, pasti capek. Dia dan teman-teman Sektor Khusus Haram, berjaga masing-masing 12 jam, dan terbagi menjadi dua shift. Shift pertama dari pukul 09.00 pagi hingga 21.00 malam. Sedangkan, shift yang kedua mulai pukul 21.00 hingga 09.00.

Tapi, rasa letih dan capek tersebut terbayarkan melihat kebahagian jamaah begitu sampai di pemondokan dan berkumpul dengan rombongan atau keluarganya kembali.

“Ada kepuasaan tersendiri, saya sampai diciumin nenek-nenek yang saya antar dan sampai tidak mau melepaskan genggaman tangannya,” kata dia. Serdadu-serdadu cantik itu berjaga di depan Ka’bah, dengan niat mulia dan misi yang tak kalah mulia pula.

 

REPUBLIKA

Tips Menghindari Sengatan Panas di Tanah Suci

Suhu udara tinggi di Arab Saudi membuat jamaah haji Indonesia rentan terkena sengatan panas (heat stroke). Saudi saat ini sedang berada di puncak musim panas. Suhu udara berkisar 43-48 derajat Celsius.

Sengatan panas adalah kondisi yang disebabkan suhu tubuh meningkat. Keadaan ini biasanya akibat tubuh terpapar sinar matahari terlalu lama atau melakukan aktivitas fisik pada suhu tinggi. Kondisi ini bisa mengancam nyawa.

Berikut ini tanda dan gejala sengatan panas, berdasarkan edaran Tim Promotif dan Preventif (TPP) Kementerian Kesehatan.

1. Suhu tubuh lebih dari 40 derajat Celsius.

2. Perubahan keadaan mental atau perilaku, seperti kebingungan, ucapan yang tidak jelas, mudah tersinggung dan kejang.

3. Perubahan dalam berkeringat. Pada sengatan panas yang ditimbulkan oleh cuaca panas, kulit akan terasa panas dan kering saat disentuh.

4. Mual dan muntah. Anda mungkin merasa mual perut atau muntah. Bernapas dan jantung berdebar cepat. Napas menjadi cepat dan dangkal. Kepala terasa berdenyut-denyut.

Cara Pencegahan Sengatan Panas

1. Minum air sesering mungkin, tidak menunggu haus.

2. Gunakan semprotan air sesering mungkin pada bagian kulit yang terbuka, seperti wajah dan tangan.

3. Gunakan payung dan topi saat berada di luar ruangan.

4. Jika mengalami tanda dan gejala di atas segera hubungi tenaga kesehatan terdekat.

 

REPUBLIKA

PPIH Sosialisasikan Tempat Pembelian Voucher DAM SAR450

Pemerintah Arab Saudi memperketat aturan pembayaran dam. Aturan terbaru melarang jAmaah untuk membayar dam kecuali pada tempat-tempat resmi (Majazir Al-Masyru’). Penjualan dan penyembelihan hewan dam, kurban, fidyah, dan sedekah di luar tempat penyelebelihan resmi, akan dikenakan sanksi.

Ketua Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Ahmad Dumyathi Bashori meminta petugas Daker Makkah dan Madinah untuk menyosialisasikan aturan baru tersebut, sekaligus menjelaskan mekanisme pembayaran dam yang sesuai aturan Pemerintah Saudi. Menurutnya, pembayaran dam dilakukan dengan membeli kupon atau voucher penyembelihan seharga SAR450.

“Kupon ini bisa didapatkan melalui online dengan mengunjungi situs www.adahi.org,” ujarnya di Makkah, kemarin.

Jika tidak dilakukan secara online, lanjut Dumyathi, pembelian kupon bisa dilakukan di beberapa tempat resmi berikut:
1. Sejumlah kantor pos Arab Saudi
2. Sejumlah Bank Al-Rajhi
3. Sejumlah kantor cabang Mobily
4. Perusahaan Layanan Keamanan

5. Kantor Hadiyah Al-Hajj wa al-Mu’tamir
6. Gerai-gerai penjualan di sekitar Masjidil Haram dan Masjid Nabawi
7. Gerai-gerai penjualan di wilayah Armina (Arafah-Muzdalifah-Mina)

Kepala Daker Makkah Nasrullah Jasam mengatakan, kalau pihaknya sudah membuat edaran mengenai aturan baru pembayaran dam. Hanya, belum dilengkapi dengan informasi tempat pembelian kuponnya. Untuk itu, pihaknya akan segera mengedarkan informasi  terbaru ke setiap sektor agar bisa dipahami oleh jamaah haji Indonesia.

Mayoritas jemaah haji Indonesia menjalankan haji Tamattu’. Yaitu, melaksanakan ibadah umrah terlebih dahulu dan setelah itu baru melakukan ibadah haji. Jamaah yang melaksanakan haji Tamattu’ ini diwajibkan membayar dam nusuk.

 

IHRAM

Ihram Haji Mana yang Utama?

Diantara tiga ihram haji yang dicontohkan Rasulullah SAW, terdapat pertanyaan mana yang paling utama di antara haji tamattu’, ifrad dan kiran?

Prof Salman memaparkan perbedaan pen dapat di kalangan para ahli fikih. Mun culnya ragam penafsiran ini lantaran ketidaksamaan persepsi sahabat ter ha dap haji Rasulullah. Dan, hal itu sangat wajar.

Sebagian sahabat melihat bahwa Rasulullah berhaji tamattu’, terkadang qiran, dan suatu saat berihram haji ifrad. Atas dasar ini pulalah, Prof Salman menegaskan fleksibilitas untuk memilih satu dari sekian opsi.

Ia lantas mengemukakan selisih pandang di kalangan ahli fikih. Pendapat pertama mengatakan, niat ihram haji yang paling utama ialah tamattu’, disusul berikutnya ifrad, lalu kiran. Opsi ini dirujuk oleh Imam Ahmad dan juga pandangan kalangan ulama bermazhab Syafi’i.

Menurut penilaian Abu Hanifah, berniat ihram qiran paling utama. Sementara, menurut riwayat yang paling akurat dari Imam Syafi’i dan Malik, niat haji ifradlah yang paling bagus. Pendapat ini diklaim paling banyak dipakai di kalangan sahabat.

Ada pula pendapat keempat yang mencoba mengambil jalan te ngah. Ini seperti dinukilkan oleh Imam Nawawi dari qadi Iyadh yang menyatakan, sejumlah ulama memilih untuk beranggapan bahwa semua niat ihram haji tersebut sama-sama baiknya. Ini berarti tidak perlu dilebihlebihkan antara satu dan lainnya. Apalagi, masing-masing kuat dengan argumentasinya.

 

Oleh Nashih Nasrullah

REPUBLIKA

Aku Masih Cinta Dunia, Ini Tandanya

Kemarin malam, setelah mengisi pengajian di salah satu masjid, mataku dilanda kantuk. Inginnya langsung tidur. Namun, entah mengapa kaki justru melangkah ke meja lalu tangan membuka laptop.

Aku membuka salah satu website-ku yang sudah cukup lama tidak update. Beruntung, SEO-nya cukup bagus sehingga masih ada traffic tiap hari.

“Your domain has expired, if you are the owner of this domain, please immediately renew your domain names.” Peringatan itu langsung membuat mata terbuka. Kantuk hilang. Ya Allah… ternyata notifikasi emailku sedang bermasalah sehingga tidak tahu ada reminder pembaruan domain hingga invoice.

Segera kubuka website penyedia domain, memilih menu perpanjangan domain. Alhamdulillah internet banking masih ada saldo. Paginya, website itu telah kembali.

Sehari sebelumnya, aku tidak bisa tidur hingga jam 1 dini hari. Gara-garanya, setelah menyelesaikan beberapa aktifitas, ada pesan dari teman bahwa ada undangan ke luar kota dua pekan lagi. Rencananya, rombongan dua keluarga. Jadilah malam itu berburu tiket promo. Jam malam, aplikasi tiket online menolak internet banking. Setelah menghabiskan beberapa waktu untuk browsing, harus beberapa kali ke ATM untuk transfer.

Saat harus memperpanjang domain dan berburu tiket promo, yang notabene urusan dunia karena resikonya hanya rupiah, mengapa kantukku hilang? Sedangkan saat tilawah belum selesai satu juz, aku bisa tidur dengan nyenyak?

“Ah, besok juga bisa dirapel,” begitu godaannya.

“Akhi, kalau rapelan begini namanya bukan ODOJ,” sang admin tegas mengingatkan.

Ya Allah… aku masih cinta dunia. Saat urusan dunia, aku bersegera menyelesaikannya. Namun saat urusan akhirat, aku berlambat-lambat.

Betapa jauhnya diri ini dari generasi terbaik yang ditarbiyah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Hanya terlambat shalat Ashar karena memeriksa kebunnya, Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu melakukan mua’qabah. Menginfakkan kebun yang membuatnya terlambat shalat jamaah tersebut.

Betapa jauhnya diri ini dari para sahabat yang dibina Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Abdullah bin Amr radhiyallahu ‘anhu minta targetnya dinaikkan saat disuruh Rasulullah mengkhatamkan Al Quran sekali dalam sebulan. “Aku masih kuat lebih dari itu ya Rasulullah.” Dinaikkan, khatam sekali dalam sepekan. “Aku masih kuat lebih dari itu ya Rasulullah.” Akhirnya targetnya dinaikkan menjadi khatam sekali setiap tiga hari.

Apakah Anda juga mengalami hal yang kira-kira sama? Jika iya, mari kita bersama-sama memperbaiki diri. Mari kita banyak-banyak beristighfar. Memohon ampun kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dan marilah kita berdoa agar Allah menjadikan dunia hanya di tangan kita. Tidak menjadi kepentingan terbesar dan menguasai hati kita.

اَللَّهُمَّ لاَ تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلاَ تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِى دِينِنَا يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْن

Ya Allah, janganlah Engkau jadikan dunia sebagai kepentingan terbesar kami dan janganlah Engkau jadikan musibah kami di dalam urusan agama kami, duhai Dzat yang Maha Mengasihi dan Menyayangi. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

 

BERSAMA DAKWAH

Mendekatkan Hati Saat Membaca Al-Quran (2)

UNTUK merasakan suasana batiniah, pada saat mengawali bacaan dengan merenungkan keagungan Allah Yang Maha Berfirman, maka Anda merenungkan keagungan firman-Nya. Hadirkan dalam hati Anda fenomena Arasy, Kursi, langit, bumi, dan segala yang terdapat di antara keduanya berupa malaikat, jin, manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dan barang-barang tambang.

Harus Anda ingat bahwa Pencipta semua itu adalah Esa. Semuanya berada dalam genggaman kekuasaan-Nya, berada di antara karunia dan rahmat-Nya. Sementara itu Anda ingin membaca kalam-Nya dan dengan itu Anda ingin melihat sifat Dzat-Nya serta mempelajari keindahan ilmu dan hikmah-Nya. Dan Anda tahu bahwa sebagaimana bagian fisik mushaf tidak bisa disentuh, kecuali oleh orang-orang yang bersuci dan tidak boleh disentuh oleh selain mereka, maka begitu pula hakikat makna dan batin mushaf tertutup dari batiniah hati, kecuali bila ia telah disucikan dari setiap kotoran batiniah.

Pengagungan ini pernah ditunjukkan oleh sahabat Ikrimah. Apabila membentangkan mushaf, kadang-kadang ia pingsan sembari berkata, “Ini firman Tuhanku, ini firman Tuhanku.”

Ketahuilah bahwa kalau saja cahaya kalam-Nya yang mulia dan keagungannya tidak diselimuti oleh tirai huruf, niscaya kekuasaan manusia tidak sanggup mendengarnya lantaran keagungan dan kekuasaan-Nya serta limpahan cahaya-Nya. Kalau saja Allah Azza wa Jalla tidak memberikan keteguhan kepada Musa a.s., niscaya ia tidak mampu mendengarnya tanpa terbungkus oleh huruf dan suara, sebagaimana gunung tidak sanggup menahan penampakkan diri-Nya hingga hancur luluh.

Kedua, hendaklah Anda membaca dengan merenungkan makna-maknanya, jika memang Anda termasuk ahlinya. Ulangilah setiap bacaan yang Anda ucapkan dalam kondisi lalai. Janganlah Anda menganggapnya sebagai amal, karena pembacaan tartil pada dasarnya sebagai upaya memperkuat perenungannya.

Ali bin Abu Thalib r.a. berkata, “Tidak sempurna kebaikan suatu ibadah bila tidak didasari dengan pengertian. Tidak sempurna kebaikan suatu bacaan Al-Quran bila tidak disertai perenungan. Janganlah Anda terlalu mementingkan jumlah khataman. Lebih baik Anda mengulang-ulang satu ayat dalam semalam dengan merenungkannya daripada dua kali khataman (tanpa perenungan). Rasulullah Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam membaca Bismillaahir Rahmaanir Rahiim dan mengulanginya 20 kali.”

Abu Darda’ r.a. berkata, “Rasulullah mendirikan shalat bersama kami pada suatu malam dan membaca satu ayat yang diulang-ulanginya: “In tu’adz-dzibhum fainnahum ibaaduka (jika engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu juga –QS. Al-Maidah: 118).” Tamim Ad-Daariy pada suatu malam dalam shalatnya membaca ayat: “Am hasibal ladziina ijtarahus sayyi-aati…” (QS. Al-Jatsiyah: 21). Said bin Jubair shalat pada suatu malam dengan membaca ayat: “Wamtaazul yauma ayyuhal mujrimuun.” (QS. Yasin: 59).

Barangkali yang lebih tepat bagi Anda adalah apa yang dikatakan oleh seorang arif, “Aku mengkhatamkan Al-Quran setiap Jumat sekali, kadang setiap bulan, kadang setahun sekali, dan aku sedang mengkhatamkan Al-Quran sejak tiga puluh tahun dan belum aku selesaikan sesudah itu.” Hal itu sesuai dengan tingkat perenungannya. Adakalanya dalam suatu waktu hati tidak bisa melakukan perenungan yang lama, maka perlu khataman secara khusus.*/Imam Al-Ghazali, dikutip dari bukunya 40 Prinsip Dasar Agama.

 

HIDAYATULLAH

Mendekatkan Hati Saat Membaca Al-Quran (1)

RASULULLAH Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Ibadah umatku yang paling utama adalah membaca Al-Quran.”

Sabdanya lagi: “Andaikata Al-Quran berada dalam sebuah wadah kulit, niscaya ia tidak disentuh api.”

Rasulullah juga bersabda: “Tiada juru penolong yang lebih utama kedudukannya di sisi Allah pada hari kiamat daripada Al-Quran, tidak juga seorang nabi atau malaikat atau yang lain.”

Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman: ‘Barangsiapa disibukkan oleh pembacaan Al-Quran hingga ia tidak berdoa dan tidak meminta (apapun) kepada-Ku, maka Kuberi dia pahala yang paling utama bagi orang-orang yang bersyukur.”

Ketahuilah bahwa pembacaan Al-Quran mempunyai tata krama lahiriah dan batiniah. Tata krama lahiriah terdiri dari tiga hal, yaitu: pertama, Anda membaca Al-Quran dengan penghormatan dan pengagungan. Penghormatan itu tidak akan memasuki hati Anda selama bentuk penghormatan itu tidak ditunjukkan oleh sikap lahir Anda. Anda telah mengetahui bagaimana hubungan hati dengan anggota tubuh dan bagaimana memancarnya cahaya dari anggota tubuh ke dalam hati.

Bentuk penghormatan itu dapat ditunjukkan dengan cara duduk dalam keadaan suci, bersikap tenang sambil menundukkan kepala dan menghadap kiblat tanpa bersandar maupun berbaring sebagaimana Anda duduk di hadapan guru ngaji. Anda membaca Al-Quran dengan tartil (pelan dan memperhatikan semua kaidah bacaan Al-Quran), penuh rasa hormat, pelan, membaca huruf demi huruf, tidak terburu-buru.

Ibnu Abbas r.a. berkata, “Aku lebih suka membaca surah ‘Idza zulzilat’ dan ‘Al-Qaari’ah’ dan merenungkannya daripada membaca ‘Al-Baqarah’ dan ‘Ali Imran’ dengan terburu-buru.”

Kedua, gunakanlah waktu-waktu tertentu untuk mencapai tingkat keutamaan tertinggi di dalam pembacaan Al-Quran, misalnya dengan membacanya pada saat berdiri dalam shalat, terutama shalat yang dilakukan di dalam masjid dan di waktu malam, karena di waktu malam hati lebih jernih lantaran tidak ada aktivitas. Pada siang hari, meskipun Anda sudah mencoba menyendiri, mobilitas dan aktivitas orang-orang akan mengusik batin Anda dan mengganggu konsentrasi Anda. Apalagi jika Anda berharap untuk mendapatkan suatu kesibukan dan pekerjaan.

Meskipun begitu, selama Anda membacanya, meski sambil berbaring dan tanpa bersuci, tidak berarti sama sekali tanpa keutamaan. Karena Allah Ta’ala memuji semuanya. Allah Ta’ala berfirman: “Orang-orang yang mengingat Allah sanbil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring.” (QS. Ali Imran: 191)

Akan tetapi tata krama yang kami paparkan itu sebagai tambahan keutamaan. Jika Anda lebih menginginkan akhirat, maka hendaknya Anda tidak begitu saja meninggalkan keutamaan.

Ali r.a. berkata, “Barangsiapa membaca Al-Quran sambil berdiri dalam shalat, maka dengan setiap hurufnya ia mendapat seratus kebaikan. Barangsiapa yang membaca Al-Quran di luar shalat dalam keadaan suci, maka ia mendapat dua puluh lima kebaikan. Barangsiapa yang membaca Al-Quran tanpa berwudhu, maka ia hanya mendapat sepuluh kebaikan.”

Ketiga, kuantitas (jumlah) bacaan yang dalam hal ini dibagi atas tiga tingkatan: (1) Tingkatan yang terendah, adalah bila Anda mengkhatamkannya sebulan sekali, (2) Tingkatan menengah, adalah bila Anda mengkhatamkannya seminggu sekali, dan (3) Tingkatan paling tinggi tertinggi adalah bila Anda mengkhatamkannya tiga hari sekali.

Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Barangsiapa membaca Al-Quran kurang dari tiga hari, berarti ia tidak mengerti agama.”

Ada pun mengkhatamkannya setiap hari sekali bukanlah sesuatu yang dianjurkan agama. Jangan Anda berpikir bahwa sesuatu yang baik dan bermanfaat akan semakin bermanfaat bila dilakukan dengan frekuensi yang lebih banyak. Karena rasio Anda tidak dapat menyelami semua rahasia atau misteri urusan Allah. Yang dapat menyelaminya hanyalah potensi kenabian. Maka Anda hanya perlu mengikuti. Karena urusan Ilahi yang spesifik tidak dapat dijangkau dengan kias atau analogi.

Tidakkah Anda menganalisa bagaimana Anda diseru untuk menunaikan shalat, tetapi Anda dilarang mengerjakannya sepanjang siang. Anda juga disuruh untuk tidak melakukan shalat sesudah shalat Subuh, sesudah shalat Ashar, ketika matahari terbit, ketika matahari terbenam dan ketika matahari mulai bergeser (dari titik kulmini) hingga sepertiga siang.

Bagaimana Anda bisa melakukan analogi di sini? Sementara implikasi negatif dari analogi Anda sudah jelas. Sama halnya dengan ucapan seseorang, “Obat itu berguna bagi orang sakit. Maka semakin banyak obatnya semakin berguna.” Padahal Anda tahu bahwa obat yang berlebihan (over dosis) barangkali malah bisa membunuh.*/Imam Al-Ghazali, dikutip dari bukunya 40 Prinsip Dasar Agama.

 

HIDAYATULLAH

Imam Ghazali: Umat Islam, Kemerdekaan Milik Kita

INDONESIA memasuki usianya yang ke-72 tahun. Waktu yang cukup panjang dalam perjalanan sebuah bangsa yang merdeka. Meski banyak kalangan menilai bahwa di usianya yang ke-72 tahun ini, Indonesia belum maju dan rakyatnya belum sejahtera, namun semangat nasionalisme haruslah tetap tertanam dalam jiwa rakyat.

Pemerintah tengah menggalakkan bela negara. Antusiasme rakyat untuk ikut bela negara terlihat dengan banyaknya peserta yang mendapatkan pelatihan dari Kementerian Pertahanan dan Keamanan.

Hal itu barangkali karena kesadaran dan pemahaman tentang semangat nasionalisme yang memang diajarkan dan dianjurkan dalam Islam. Ada dalil dalam Alquran dan hadis yang menyebut keharusan setiap muslim memiliki sikap nasionalisme.

Imam Al Ghazali menjelaskan, dalam Alquran surah Ali Imran ayat 200 dikatakan “Wahai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung.”

Juga diriwayatkan dalam hadis sahih Al Bukhari, Rasulullah menegaskan, “Wahai manusia, janganlah kalian mengharapkan mencari musuh, mintalah kepada Allah keselamatan. Tetapi jika bertemu dengan mereka, bersabarlah dan ketahuilah bahwa surga di bawah naungan pedang.”

Kemudian beliau berdoa, “Ya Allah, yang menurunkan Al Kitab, yang menggerakkan awan, yang mengalahkan musuh yang berkomplot, kalahkanlah mereka dan tolonglah kami atas mereka.”

Ghazali juga menyebut banyak ayat di Alquran dan hadis secara menyatakan jika bumi adalah milik Allah dan negara milik Allah, sehingga, manusia khususnya umat muslim punya kewajiban dalam menjaganya. Selain itu, Islam merupakan agama yang menentang penjajahan dengan alasan apapun.

Karena itu, Ghazali menyarankan agar umat muslim memperingati hari besar nasional, dengan penuh khidmat. “Umat Islam jangan berada di pinggir saja karena kemerdekaan milik kita,” tegasnya.

 

INILAHCOM

Yassini: Allah Menyayangiku

Bagi Melissa Yassini, masa kecil bukanlah fase kehidupan yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Terlahir sebagai anak hasil hubungan di luar nikah, perempuan asal Texas, AS, itu menghabiskan masa kanak-kanaknya tanpa belaian kasih sayang seorang ibu apalagi bapak.

“Ibu saya adalah pencandu narkoba. Ketika mengandung saya, dia masih berumur 20 tahun,” ujar Yassini membuka kisah hidupnya, seperti dikutip dari I Found Islam.

Saat tengah mengandung dirinya itu, ibu kandung Yassini sempat masuk penjara lantaran terjerat kasus hukum. Nenek Yassini akhirnya terpaksa menggadaikan rumah untuk membebaskan sang ibu, dua pekan sebelum kelahirannya. “Begitu saya lahir, nenek dan kakek membawa saya. Mereka berdualah yang mengasuh dan membesarkan saya,” katanya.

Setelah tumbuh besar, Yassini pernah beberapa kali mengunjungi ibunya. Kendati demikian, ia tidak pernah merasa nyaman untuk tinggal bersama dengan wanita tersebut. Belakangan, Yassini akhirnya sadar bahwa hidup terpisah dari sang ibu merupakan pilihan terbaik baginya.

Meski nenek dan kakeknya mau bermurah hati untuk merawatnya, Yassini kecil tidak memperoleh banyak kesenangan seperti halnya anak-anak seusianya. Tidak ada menonton film di bioskop apalagi mengikuti pesta bersama teman-temannya. Hari-hari Yassini lebih banyak dihabiskan dengan belajar di dalam kamar dan merenungkan apa yang harus ia lakukan untuk masa depannya.

Nenek dan kakek Yassini merupakan penganut Kristen. Namun demikian, keduanya tidak pernah pergi ke gereja. Padahal, ada sebuah gereja yang berdiri di seberang jalan rumah mereka.

Berbeda dengan nenek dan kakeknya, Yassini justru rutin menghadiri kebaktian di tempat ibadah tersebut. Bahkan, ia juga aktif terlibat dalam kelompok remaja Kristen.

Akan tetapi, entah mengapa, Yassini tidak pernah merasakan kebutuhan spiritualnya terpenuhi dengan pergi ke gereja. Begitu banyak pertanyaan tentang konsep keimanan dan ketuhanan Kristiani yang tidak pernah terjawab oleh akal apalagi terserap dalam hatinya. “Saya merasa tidak berada di jalan yang benar,” ujarnya.

Sejak itulah pergulatan batin timbul dalam diri Yassini muda. Menurutnya, mencintai Tuhan tidak bisa dilakukan dengan keimanan yang buta. Cinta yang sejati kepada Sang Pencipta hanya bisa dicapai ketika seseorang telah mengenali Tuhannya.

Namun, Yassini benar-benar tidak mengerti dengan dogma trinintas yang diajarkan para pendeta kepadanya. Ia bahkan mengaku pernah sampai menangis dalam kamar dan berpikir akan masuk neraka akibat gagal memahami apa dan siapa itu Tuhan. “Padahal, saya selalu punya keinginan untuk mendekatkan diri dengan Tuhan dan dicintai oleh-Nya,” kata Yassini.

Pada sebuah kesempatan, Yassini akhirnya mencoba mengikuti program pelatihan konselor untuk kegiatan kemah musim panas Kristen di daerahnya. Di situ, para kandidat konselor diberi materi tentang perbandingan agama, mulai dari Kristen, Buddha, Sikh, Yahudi, dan Islam.

Usai mengikuti kelas perbandingan agama tersebut, ada ketertarikan Yassini untuk mempelajari Islam lebih mendalam lagi. Ia pun mulai membaca beberapa buku yang berisi tentang agama yang diajarkan oleh Rasulullah Muhammad SAW itu.

Setelah mempelajari Islam, Yassini mengungkapkan, akhirnya ia menemukan jawaban atas berbagai pertanyaan yang mengganjal dalam pikiran sebelumnya. “Saya pun merasa seperti telah menemukan kembali sesuatu yang hilang dari hidup saya selama ini,” ujarnya.

Akhirnya, Yassini pun urung meneruskan rencananya untuk menjadi konselor pada kemah musim panas Kristen. Itu lantaran ia telah memperoleh sesuatu yang jauh lebih istimewa, yakni hidayah Islam. “Saya memutuskan menjadi seorang Muslimah sejak itu,” katanya.

Bersyukur

Yassini mengaku sangat bersyukur karena Allah SWT telah memilihnya menjadi seorang Muslimah. Ia pun menyadari bahwa kasih sayang Allah selalu hadir di dalam kehidupannya selama ini. Pertama, Allah menyelamatkan Yassini dari pengaruh narkoba, yaitu dengan cara menyerahkan pengasuhannya kepada kakek dan neneknya.

Selanjutnya, dalam perjalanannya mencari Tuhan, Allah tetap membimbing Yassini kepada jalan yang benar. “Alhamdulillah, semua itu termasuk cara Allah mempertemukan saya dengan Islam,” ujarnya. Ia berharap kisah ini dapat menginspirasi orang lain untuk mencari jalan menunju Allah.

 

REPUBLIKA