Sahabat Rasulullah, Generasi Istimewa dan Unggul

Para sahabat tersebut, belajar tauhid, lalu menekankan betul arti ketauhidan itu bahwa Dialah satu-satunya yang patut disembah. Seperti dikisahkan Aisyah dalam riwayat Bukhari, ketika Rasul meninggal, para sahabat, terutama Umar bin Khatab, sempat tidak percaya.

Bahkan, sahabat berjuluk al-Faruq tersebut sempat marah dan akan memotong kaki serta tangan siapa pun yang bilang Rasul wafat. Hingga akhirnya, Abu Bakar memastikan kabar dan fakta tersebut. “Barangsiapa yang menyembah Muhammad SAW maka Rasul wafat. Dan, barangsiapa yang menyembah Allah maka sesungguhnya Allah tidak akan pernah mati.”

Tiap musibah, bencana, dan kesulitan, telah ditetapkan Sang Khalik. Di tengah-tengah  impitan masalah tersebut, pertolongan Allah akan datang bagi orang-orang mukmin yang bertawakal. Sebab, Dia akan memberikan kemudahan setelah kesulitan.

Karena, Allah selalu menyertai hamba-Nya yang beriman. Ketika Rasul dan Abu Bakar bersembunyi dalam gua dari kejaran orang musyrik, nyaris saja terungkap. Kekhawatiran tampak dari raut muka Abu Bakar. Tetapi, Rasul meyakinkan, “Tenanglah, jika kita berdua Allah SWT adalah pihak ketiga.”

Menariknya, para sahabat itu tidak pernah silau dan pongah dengan keistimewaan yang mereka miliki. Ini seperti tergambar dari sosok Umar bin Khatab, ketika Ibnu Abbas mengungkap kedekatan Umar dengan Rasul dan Abu Bakar. “Semua itu adalah anugerah Allah,” kata ayahanda Khafshah tersebut.

Potret sahabat selanjutnya, yaitu mereka merupakan teladan tentang bagaimana bersikap malu kepada Allah, sehingga muncul kontrol diri baik di dalam kondisi terang-terangan ataupun menyendiri. Sikap malu ini mendorong rasa segan dan hormat, para malaikat kepada para sahabat. Sosok Utsman bin Affan, salah satunya.

Sahabat berjuluk dzun nurain itu adalah figur pemalu. Suatu ketika, Abu Bakar dan Umar bin Khatab pernah menghadap Rasul dalam kondisi seadanya. Tetapi, ketika giliran Utsman bin Affan tiba, Rasul bergegas merapikan baju. Ini membuat Aisyah terheran, ada apa dengan Utsman. Rasul pun menjawab, “Tidakkah aku malu terhadap lelaki yang disegani para malaikat,” titah Rasul.

Keberanian menempatkan pula sahabat sebagai generasi istimewa lagi unggul. Ketika perintah berjihad datang, mereka tak gentar, tetap bersabar, dan gigih. Sekali ke medan peran, tak ada kata mundur. Ini seperti yang dikisahkan Ali bin Abi Thalib. Ketika itu, ‘Atabah bin Rabi’ah menantang duel dan menginginkan lawan setimpal dari golongan Muhajirin. Rasul akhirnya menunjuk Hamzah, Ali, dan Ubaidah bin al-Harits. Duel maut pun terjadi dan ketiga maju lalu bertempur dengan gagah berani.

REPUBLIKA

Tip Sehat Menunaikan Ibadah Haji

Ibadah haji menuntut kesiapan fisik dan mental yang prima. Supaya aktivitas ibadah selama di Tanah Suci bisa dilakukan tanpa gangguan kesehatan, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan jamaah calon haji.

“Bagi jamaah yang akan berangkat, diminta untuk terus menjaga kesehatan dan tetap melakukan olah raga rutin,” kata Ari Fahrial Syam, dokter spesialis penyakit dalam RSCM-FKUI, dalam siaran persnya yang diterima Tempo, Jumat, 20 September 2013. Pentingnya menjaga kesehatan dan olahraga itu, lanjut Ari, disebabkan nantinya selama di Tanah Suci para jamaah akan sangat mengandalkan fisik dan mental selama ibadah.

Ari melanjutkan, bagi calon jamaah haji yang menderita penyakit kronis agar jangan lupa untuk juga membawa obat-obat yang memang harus dikonsumsi rutin. Obat-obatan sederhana, seperti obat anti diare, obat sakit kepala, obat anti alergi, obat anti mual-muntah, juga perlu dipersiapkan.

Ari yang pernah menjadi Tenaga Kesehatan Haji Daerah dan Tenaga Kesehatan Haji Khusus-ONH plus memberi tip sehat ibadah haji berikut ini:

 

  1. Minum banyak 3-4 liter untuk cegah dehidrasi, lihat warna urin untuk melihat apakah telah terjadi dehidrasi
  2. Tetap makan dan memperhatikan kualitas makanan yang dikonsumsi
  3. Jangan menunda untuk menkonsumsi jatah makanan yang baru dibagikan
  4. Para jemaah menjaga agar bisa istirahat saat sampai dipenginapan
  5. Segera konsultasi ke petugas di kloter jika mempunyai permasalahan kesehatan
  6. Banyak konsumsi buah dan sayur-sayuran
  7. Hindari aktifitas yang tidak berhubungan dengan rangkaian ibadah terutama di udara terbuka
  8. Sebelum berangkat selalu menjaga kesehatan dan olah raga rutin
  9. Bawa obat-obat rutin yang dikonsumsi bagi yang berpenyakit kronik dan selalu membawa obat-obat sederhana seperti obat anti diare, obat sakit kepala, obat anti alergi, obat anti mual-muntah

Selain itu, jamaah calon haji juga dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan rutin dan segera berhubungan dengan petugas kesehatan yang berada di kelompok atau kloter apabila timbul masalah dengan kesehatan. “Hal ini penting agar gangguan kesehatan yang terjadi dapat segera diatasi dan tidak berlarut, apalagi kontak satu jamaah dengan jamaah lain cukup dekat, maka jika ada salah satu jamaah yang mengalami flu berupa batuk pilek akan mudah menularkan kepada yang lain,” kata Ari.

TEMPO

Dukungan Aisyah dan Meluasnya Ajaran Rasulullah

Sejarawan Ibn Hazim menempatkan sosok `Aisyah RA di urutan kedua sesudah Rasulullah SAW. Artinya, perempuan berjulukan al-Humaira` ini, bagi Ibn Hazim, kedudukannya berada di atas para istri Rasulullah SAW yang lain serta para sahabat.

Pendapat yang berbeda datang antara lain dari Ibn Taimiyah serta kebanyakan ulama yang menilai anak kesayangan Nabi SAW, Fatimah, sebagai yang teratas. Itu diikuti dengan nama Khadijah (istri pertama Rasulullah SAW) baru kemudian `Aisyah. Bagaimanapun urutan-urutan itu, ajaran Nabi Muhammad SAW pada faktanya kian tersebar luas berkat dukungan `Aisyah.

Dalam berumah tangga, pasangan suami-istri teruji dalam merawat cinta kasih satu sama lain. Rasulullah SAW merupakan contoh teladan bagaimana menjalani peran suami. Suatu malam, Rasulullah pulang dari masjid. Sesampainya di rumah, Ummul Mu’minin rupanya sedang tertidur lelap.

Beliau lantas berupaya agar istrinya itu tidak tersentak bangun. Dengan pelan-pelan, Rasulullah SAW membuka pintu sehingga membiarkan istrinya beristirahat. Nabi SAW bahkan, memutuskan untuk tidur di luar kamar.

Rasulullah SAW juga tidak banyak protes terhadap istrinya. Sebuah riwayat menceritakan, suatu hari masakan Aisyah RA rasanya terlalu asin. Namun, Rasulullah SAW tetap menyanjung makanan itu tanpa berkomentar apa pun.

Sajian tersebut juga habis dilahapnya. Belakangan, Aisyah mencicipi masakannya sendiri dan sadar akan rasa yang terlampau asin. Begitulah sopannya Rasulullah SAW dalam menyampaikan suatu kekeliruan kepada istrinya.

Sebagai istri, wajar bila kecemburuan datang ketika suami menyebut-nyebut na ma perempuan lain. `Aisyah RA pernah suatu ketika terbakar api cemburu karena merasa dirinya dibanding-bandingkan dengan Khadijah RA, istri pertama Rasulullah SAW.

Di sinilah peran Rasulullah SAW membimbing istrinya itu agar rasa cemburu tidak meningkat ke emosi yang tidak perlu. Sanjungan terhadap Khadijah RA tidak berarti menafikan peran satu istrinya kini, `Aisyah. Rasulullah SAW sebagai seorang suami mampu mengubah kecemburuan istrinya menjadi cinta kasih.

 

REPUBLIKA

Sidang Isbat Tetapkan Idul Adha pada 1 September 2017

Jakarta (Kemenag) — Sidang isbat yang digelar Kementerian Agama dan dihadiri perwakilan Ormas Islam menetapkan 1 Zulhijjah 1438 H bertepatan dengan 23 Agustus 2017. Dengan demikian, Hari Raya Idul Adha jatuh pada 1 September 2017.

“Hari ini kita berhasil menentukan 1 Zulhijjah jatuh pada 23 Agustus 2017. Oleh karenanya, Hari Raya Idul Adha jatuh pada hari Jumat, 1 September 2017,” kata Sekjen Kemenag Nur Syam didampingi Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher, Ketua MUI Abdullah Zaedi saat konpres usai Sidang Isbat di Kantor Kemenag Jl MH Thamrin Jakarta Pusat, Selasa (22/08).

Menurut Nur Syam, ketetapan ini setelah mendapatkan laporan adanya tim pemantau yang berhasil melihat hilal. “10 oarang sudah melihat hilal, ada peneliti Boscha, perwakilan falakiyah NU, tokoh umat Islam, dan perwakilan Kantor Kementerian Agama, semua mengatakan melihat hilal,” terang Nur Syam.

Kepada masyarakat Indonesia, Nur Syam mengajak untuk menggelorakan semangat berkurban. Menurutnya, berkurban bisa meningkatkan etos kerja dan etos kebersamaan.

“Dengan semangat kebersamaan, semangat harmoni, semangat kerukunan yang sudah didengungkan ke mana – ke mana, tahun ini kita melaksanakan hari raya bersamaan bagi seluruh masyarakat Indonesia,” kata Nur Syam.

Sebelumnya, anggota Badan Hisab Rukyat Kementerian Agama Cecep Nurwendaya menyampaikan bahwa posisi hilal awal Zulhijjah di lokasi pemantauan Pelabuhan Ratu, tingginya mencapai 7,50 derajat, jarak busur bulan – matahari 7,54 derajat, umur hilal 16 jam 22 menit 22 detik dan fraksi iluminasi hilal 0,61 persen.

Berikut ini 10 nama yang telah disumpah melihat hilal awal Zulhijjah 1438H:
1. Mochammad Irfan (47 tahun) Peneliti Boscha ITB Bandung
2. Muhammad Yusuf (35 tahun) peneliti Boscha ITB Bandung
3. Rudin (44 tahun) Kepala Seksi Observasi BMKG, Sulamu, Kupang, NTT
4. Irman (28 tahun) Staf Pembimbing Syariah pada Kanwil Kemenag NTT
5. H Inwanuddin (41 (tahun) Lajnah Falakiyah NU Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

6. M Aminuddin (31 tahun) Lajnah Falakiyah NU Kabupaten Gresik, Jawa Timur.
7. H Azhar (52 tahun) Ponpes Al-Fatih Surabaya, jawa Timur.
8. Syamsul Ma’arif (45 tahun) lajnah Falakiyah NU Mojokerto, Jawa Timur
9. Drs Abdul Rohim (51 tahun) Kepala KUA Kecamatan Panurukan, Situbondo, Jawa Timur
10. Siti Rofiah (30 tahun) Dosen UIN Walisongo Semarang

 

sumber: KEMENAG RI

Inilah Sepuluh Insiden Ibadah Haji Paling Parah Dan Memilukan Sepanjang Sejarah

Ibadah Haji adalah Rukun Islam yang kelima, setelah Syahadat, Shalat, Zakat, dan Puasa. Menunaikan ibadah haji merupakan bentuk ritual tahunan, yang dilaksanakan kaum muslimin di seluruh dunia yang memiliki kemampuan, baik secara material, fisik, dan keilmuan. Adapun bentuk peribadatan ini, ialah dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan peribadatan, di beberapa tempat di arab saudi.
Biasanya pelaksanaan ibadah haji, dilakukan pada satu waktu yang lebih dikenal, dengan sebutan musim haji atau bulan Dzulhijah. Ibadah Haji ini berbeda dengan ibadah Umrah, yang bisa dilaksanakan kapanpun. Tercatata dalam sejarah, sejak beberapa puluh tahun yang lalu ada sejumlah kejadian atau tragedi memilukan, yang menyelimuti atau mengiringi pelaksanaan ibadah Haji.
Seperti halnya insiden jatuhnya Crane di Masjidil Haram, yang menelan ratusan korban jiwa dan luka-luka, yang terjadi tepatnya pada tanggal 11 September 2015 yang lalu. Lalu ada pula insiden berdarah pada pelaksanaan ibadah Haji, yang tercatat sebagai insiden paling buruk sepanjang sejarah, yang terjadi pada tanggal 2 Juli 1990. Insiden tersebut, mengakibatkan ribuan nyawa para jamaah haji melayang, akibat berdesak-desakan di terowongan Mina.
Kemudian timbul sebuah pertanyaan, selain kedua insiden tersebut adakah insiden terparah dan paling memilukan lainnya, yang terjadi saat pelaksanaan ibadah Haji?. Nah berdasarkan hal tersebut, pada kesempatan kali ini kita akan bahas buat kamu sekalian sahabat, mengenai beberapa insiden berdarah paling memilukan dalam pelaksanaan ibadah haji.
Tanpa membuang waktu lebih lama lagi, karena sepertinya kamu juga sudah tidak sabar untuk mengetahui, mengenai insideh-insiden berdarah apa sajakah, yang mewarnai pelaksanaan ibadah Haji tersebut?. Berikut ini ulasannya :
4 Desember 1979 
Sebanyak 153 jamaah Haji tewas dan 560 lainnya mengalami luka-luka, setelah petugas keamanan Arab Saudi dibantu tentara Prancis mencoba membebaskan Masjidil Haram, yang disandera oleh sekelompok militan selama dua minggu.
31 Juli 1987 
 Sebanyak 402 jemaah tewas yang 275 di antaranya dari Iran, setelah ribuan jemaah Iran melakukan demonstrasi, dan mendapat perlawanan fisik dari keamanan Arab Saudi. Akibat dari insiden itu, Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran, dan akhirnya Iran pun tidak mengirimkan jemaahnya ke Makkah hingga tahun 1991.

10 Juli 1989 
Satu orang jamaah Haji tewas dan 16 lainnya luka-luka, akibat insiden penembakan di dalam Masjidil Haram. Akibatnya, 16 orang Kuwait yang melakukan penyerangan tersebut, dijatuhi hukuman tembak mati.
2 Juli 1990 
Inilah insiden paling parah dan memilukan selama pelaksanaan ibadah Haji. Sebanyak 1.426 orang jamaah Haji dilaporkan meninggal dunia, dalam tragedi terowongan Mina akibat berdesak-desakan.
23 Mei 1994 
Akibat berdesak-desakan saat melaksanakan ibadah Lempar Jumrah, tercatat sebanyak 270 jamaah Haji meninggal dunia.
15 April 1997 
Lebih dari 340 orang jamaah Haji meninggal, dan 1.500 orang jamaah Haji lainnya menderita luka-luka, akibat kebakaran besar yang melanda tenda para jamaah.
9 April 1998 
Sebanyak 118 jamaah Haji meninggal dunia, dan 180 jamaah Haji lainnya mengalami luka-luka, dalam tragedi di jembatan Jamarat. Kejadian tersebut terjadi, saat para jamaah akan melaksanakan, prosesi Lempar Jumrah di Mina.
5 Maret 2001 
Sejumlah 35 jamaah Haji meninggal dunia, akibat berdesakan-desakan tatkala mereka akan melaksanakan, ibadah Lempar Jumrah di Mina
12 Januari 2006 
Insiden saat pelaksanaan Lempar Jumrah, kembali terulang pada tanggal 12 Januari 2006, yang mengakibatkan sebanyak 350 jamaah Haji meningga dunia.
11 September 2015 
107 orang jamaah haji meninggal dunia, dan 238 orang jamaah Haji lainnya mengalami luka-luka, setelah alat berat berupa crane jatuh menimpa Masjidil Haram. Crane tersebut dilaporkan jatuh setelah dihantam angin badai dan tersambar petir. Enam warga negara Indonesia (WNI), turut menjadi korban tewas dalam kejadian ini, dan 31 orang lainnya mengalami luka-luka.
Itulah ulasan mengenai sepuluh insiden paling memilukan, yang menyertai pelaksanaan Rukun Islam yang kelima, sahabat sekalian. Tragedi-tragedi tersebut sangat memilukan, karena menyebabkan banyaknya korban baik yang meninggal ataupun luka-luka, sehingga tragedi-tragedi yang telah kita bahan tersebut tak ayal menjadi sorotan dunia. Semoga informasi tersebut bermanfaat serta dapat menambah wawasan kamu sekalian.

Info Haji 2017: Delapan Hari Jelang Arafah, Total 75 Jemaah Wafat di Arab Saudi

Makkah (Kemenag) — Delapan hari jelang puncak haji (wukuf di Arafah), tercatat ada tujuh puluh lima jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi. Satu jemaah wafat di Jeddah, empat puluh tiga jemaah wafat di Makkah, dan tiga puluh satu jemaah wafat di Madinah. Dua dari jumlah yang wafat adalah jemaah haji khusus.

Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Daker Makkah, Rabu (22/08), merilis sembilan nama jemaah wafat di Makkah dan Madinah dalam dua hari terakhir. Tujuh jemaah wafat di Makkah adalah Marhan Baharuddin bin H Pahrudin (69), Samilan Martoidjoyo K bin Paiman (63), Idris bin Arifin Amak (58), Siti Hadija binti Sarindu Kapitan (77), Ahmad Dumyati bin H Amrih (52), Muhammad Ilyan bin Lanjong (59), dan Wanti Suwargina binti Dara (67).

Dua jemaah wafat di Madinah, yaitu: Siti Latifah Ali Imron binti Moh Sidik (45) dan Abas bin Abdul Rahim Wattiheluw. Dilaporakan kalau jemaah wafat umumnya karena ganguan jantung dan pembuluh darah, serta gangguan saluran pernafasan.

Berikut ini daftar nama 75 jemaah haji Indonesia yang wafat di Arab Saudi:

Di Jeddah:
1. Suwanah binti Hajemin Maridin (JKG 40), wafat 17 Agustus 2017 di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) Ariport Jedah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 60 tahun

Di Makkah:
1. Wanti Suwargina binti Dara (JKG 51), wafat 22 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 67 tahun.
2. Muhammad Ilyan bin Lanjong (UPG 04), wafat 22 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 59 tahun.
3. Ahmad Dumyati bin H Amrih (JKG 04), wafat 22 Agustus 2017 di KKHI Makkah karena gangguan sirkulasi darah dalam usia 52 tahun.
4. Siti Hadija binti Sarindu Kapitan (BPN 06), wafat 21 Agustus 2017 di KKHI Makkah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 77 tahun.
5. Idris bin Arifin Amak (PLM 10), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 58 tahun.

6. Samilan Martoidjoyo K bin Paiman (SUB 21), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 63 tahun.
7. Andin Kadim bin Ukir Entjun (SUB 34), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 62 tahun.
8. Jumra binti Umar Daeng Pawinru  (UPG 22), wafat 21 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 75 tahun.
9. Farikhin bin Masduki Jakariyah (JKS 66), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 78 tahun.
10. Muhamad Sobri bin Syamsul Bahri (JKG 06), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 62 tahun.

11. Nasrap bin Aslim Tarmono (SUB 31), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 77 tahun.
12. Thantawi bin Drajat Hasbullah (BDJ 03), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 73 tahun.
13. Dulpani bin Asmuni Bola (SUB 37), wafat 20 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 57 tahun
14. Kardisah binti Wardi Yunus (SOC 19), wafat 20 Agustus 2017 di Masjid Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 67 tahun
15. Asiah binti Lukman Zainal Abidin (PLM 04), wafat 20 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 77 tahun

16. Marida Cecep binti Rengga (UPG 17), wafat 20 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 49 tahun
17. Abdul Hadi Santoso bin M Asnawi (SOC 25), wafat 20 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 68 tahun
18. Sumadi Marsajid bin Notosuyidno (PIHK), wafat 20 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 80 tahun
19. Marhan Baharuddin bin H Pahrudin (LOP 05), wafat 19 Agustus 2017 di perjalanan Makkah karena gangguan sirkulasi darah dalam usia 69 tahun
20. Abdul Gani bin Abdul Gapid Tang (BPN 06), wafat 19 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 69 tahun

21. Amin bin Samin Muliha (SUB 30), wafat 19 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena infectious and parasitic dalam usia 60 tahun
22. Surita Hartini binti Maserun (BDJ 03), wafat 19 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena Malignant Neoplasma dalam usia 49 tahun
23. Rohijah binti Adi Sunardi (JKS 16), wafat 19 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 49 tahun
24. Moh Taib bin Harun Abu Bakar (BTH 01), wafat 19 Agustus 2017 di KKHI Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 65 tahun
25. Syamsul Bahri bin Munaf (PDG 01), wafat 18 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan sirkulasi darah dalam usia 60 tahun

26. Becce Mariani bin Bacco (BPN 10), wafat 17 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 47 tahun
27. Syarfidin bin Syahbidin Muhammad (BTH 04), wafat 18 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 65 tahun.
28. Kaseri bin Kasan Dikromo (SUB 12), wafat 18 Agustus 2017 di Sektor Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 68 tahun
29. Jakaria bin Jawas Pallo (UPG 15), wafat 18 Agustus 2017 di perjalanan di Makkah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 54 tahun
30. Marzuki bin Abdur Rahmat (PLM 01), wafat 18 Agustus 2017 di Sektor Makkah karena  gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 79 tahun

31. Enung binti Renung Ukin (JKG 03), wafat 17 Agustus 2017 di Pemondikan Makkah karena Circulatory Diseases pada usia 79 tahun.
32. Sutomo bin H Sosro Harsono (JKS 22), wafat 17 Agustus 2017 di RSAS Makkah karena keganasan penyakit/kanker (Malignant Neoplasma) pada usia 83 tahun
33. Emdenis bin Mukhtarudin (PDG 16), wafat 17 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah dalam usia 60 tahun.
34. Sumaryam binti Kerti Mat (SUB 53), wafat 16 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah dalam usia 62 tahun.
35. Bedjo Al Juwahir bin Poncokromo (SUB 05), wafat 16 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah dalam usia 73 tahun.

36. Razali Haka bin Abdul Karim (BTH 16), wafat 15 Agustus 2017 di Masjid Makkah dalam usia 82 tahun karena serangan jantung.
37. Ida Rosika P binti Marasaman Hsb (MES 07), wafat 15 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah dalam usia 78 tahun karena serangan jantung.
38. Suyahtri binti Kasmi Tohjoyo (SUB 17), wafat 14 Agustus 2017 di RSAS Makkah dalam usia 51 tahun karena serangan jantung.
39. Dahlia Hanum binti Zainal Nasution (MES 05), wafat 13 Agustus 2017 di RSAS Makkah dalam usia 61 tahun karena serangan jantung.
40. Imas Yuhana Misbah (JKS 03), wafat 13 Agustus 2017 di Pemondokan Makkah dalam usia 61 tahun karena serangan jantung.

41. Siti Aminah Janip Sain (JKS 11), wafat 12 Agustus 2017 di pemondokan Makkah dalam usia 52 tahun, karena serangan jantung.
42. Slamet Tarni Achad (SUB 08), wafat 8 Agustus 2017 di RSAS Makkah dalam usia 62 tahun, karena mengalami gangguan saluran pencernaan.
43. Engkos Kostimah (JKS06), wafat 9 Agustus 2017 di Makkah dalam usia 75  dengan riwayat penyakit hipertensi dan jantung.

Di Madinah:
1. Abas bin Abdul Rahim Wattiheluw (UPG 14), wafat 22 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 77 tahun.
2. Siti Latifah Ali Imron binti Moh Sidik (PIHK), wafat 21 Agustus 2017 di Pemondokan Madinah karena gangguan jantung dan pembuluh darah dalam usia 45 tahun.
3. Nanih binti H Rahim Tembun (JKG), wafat 21 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 77 tahun
4. Uray Suarni binti Uray Hasanuddin (BTH 13), wafat 21 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 61 tahun
5. Yuliani binti Muhid Abdullah (MES 01), wafat 19 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 75 tahun

6. Sarkam bin Dasinah Sartam (JKG 26), wafat 19 Agustus 2017 di KKHI Madinah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 78 tahun
7. Abdul Rahman bin Kelsabar (UPG 14), wafat 18 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan saluran pernafasan dalam usia 68 tahun.
8. Solikhin bin Mursidik Dipawikrama (SOC 46), wafat 16 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena Cilculatory Diseases pada usia 60 tahun
9. Iyah binti Saarih Ili (JKS 040), wafat 16 Agustus 2017 di Pemondokan Madinah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 50 tahun
10. Purni binti Pungut Minan (JK 23), wafat 16 Agustus 2017 di RSAS Madinah karena gangguan jantung dan pembuluh darah pada usia 65 tahun

11. Utami binti Kasan Kasti (JKS 40), wafat 15 Agustus 2017 di RSAS Madinah dalam usia 46 tahun karena Circulatory Diseases
12. Kusno bin Kadari Mursadi (SUB 41), wafat 14 Agustus 2017 di RSAS Madinah dalam usia 75 tahun karena Digestive Diseases
13. Nasiman bin Mochammad Sahlan (SOC 46), wafat 15 Agustus 2017 di Pondokan Madinah dalam usia 66 tahun karena Circulatory Diseases
14. Dadang Iskandar bin Empan (JKS 75), wafat 15 Agustus 2017 di RSAS Madinah dalam usia 65 tahun karena serangan jantung
15. Jembar Untung Semo (SUB 18), wafat 14 Agustus 2017 di di Rumah Sakit Arab Saudi (RSAS) Madinah pada usia 61 tahun karena gangguan pernafasan.

16. Ilyas Muhammad Jasa (BTH 08), wafat 13 Agustus 2017 di RSAS di Madinah dalam usia 64 tahun karena serangan jantung.
17. Ramlah Abdul Jalil Silalahi (MES 08), wafat 13 Agustus 2017 di  pemondokan di Madinah dalam usia 69 tahun karena serangan jantung.
18. Risda Yarni Muhammad Rasyid (BTH 06), wafat 12 Agustus 2017 di pemondokan di Madinah dalam usia 47 tahun, karena serangan jantung.
19. Diah Rialati Kasbullah Tjasuri (SOC 05), wafat 7 Agustus 2017 di RS Al Ansaar karena sakit pada saluran pernafasan.
20. Samidi Ciro Sentono (BTH 06), wafat 7 Agustus 2017 di RS King Fahd karena serangan jantung.

21. Mudjiono Sukibat bin Somodimedjo (SUB 08), wafat 5 Agustus 2017 pukul 10.43 WAS di hotel karena mengalami serangan jantung.
22. Supono Suseno Satari bin Suseno (SUB 07), wafat 5 Agustus 2017 jelang Salat Subuh di halaman Masjid Nabawi karena mengalami serangan jantung.
23. Amnah Hasri Husin binti Husin (MES 02), wafat 4 Agustus 2017 pukul 03.00 WAS di hotel karena serangan jantung.
24. Sarnata Sarun (JKG 05), wafat 3 Agustus 2017 pukul 20.00 di hotel karena serangan jantung.
25. Ilebbi binti Jinatta Lepu (UPG 08), wafat 3 Agustus 2017 jam 16.16 WAS di pelataran Masjid Nabawi karena serangan jantung.

26. Hadiarjo Singarejo Singaleksana Kasenet bin Singarejo Kasenet (SOC 01), wafat 3 Agustus 2017 jam 13.00 WAS di hotel karena serangan jantung.
27. Sukamto bin Sudarman Muryadi (JKS 16), wafat 3 Agustus 2017 di RS Al Anshoor, karena serangan jantung.
28. Indriyani Wahadi Wiyono (SOC 02), wafat 2 Agustus 2017 di RS Al Anshoor, karena penyakit jantung.
29. Agus Salim Mulia Siregar (MES 02), wafat 1 Agustus 2017, karena trauma pada tulang leher disebabkan terjatuh.
30. Umi Nadiroh Yunus Husen (SUB 05), wafat 31 Juli 2017 di RS Al Anshoor, karena mengalami serangan jantung.

31. Marfuah merupakan jemaah dari kloter 17 embarkasi Surabaya (SUB 17), wafat di Al Dar Hospital pada 7 Madinah karena mengalami serangan jantung.

 

KEMENAG

Belajar dari Haji: Bergerak Dalam Kebaikan

PADA hakikatnya haji merupakan perjalanan menghampiri Allah. Dalam prosesnya, perjalanan haji memang tidaklah mudah. Ada antrian panjang dalam rentang waktu empat hingga sepuluh tahun, ditambah dengan biaya yang cukup besar bagi sebagian orang.

Haji merupakan ibadah yang penuh pengorbanan, baik materi, kemantapan hati, fisik, dan perpisahan dengan orang-orang tersayang. Rasul Shallallahu ‘alaihi Wassalam menggolongkan orang yang berhaji sebagai pejuang agama (Mujahid).

Sebagai perjalanan menuju Allah, haji menjadi ibadah yang sarat dengan gerakan-gerakan dari suatu tindakan ke tindakan berikutnya, dari sebuah ritual menuju ritual selanjutnya. Haji dapat disebut sebagai ibadah bergerak.

Sebagai “ibadah bergerak” sebuah jamaah haji Kota Malang, misalnya, mengawali perjalanannya ke rumah Allah dari rumah masing-masing, lalu bergerak ke Lapangan Rampal. Dari sana, ia kembali bergerak menuju Asrama Haji Sukolilo, Sidoarjo. Beberapa waktu kemudian, ia bergerak menuju Bandara Juanda untuk diterbangkan menuju bandara King Abdul Aziz, Jeddah. Sesampainya di bandara King Abdul Aziz, ia bergerak lagi ke Madinah atau Makkah, dan selanjutnya melanjutkan perjalanan ke sesi-sesi berikutnya. Itulah mengapa haji disebut sebagai ibadah yang menggerakkan, sehingga dibutuhkan persiapan matang dan kemampuan menjaga irama hati agar konsisten (istiqamah) di jalan Allah.

Di zaman penjajahan, pihak Belanda begitu takut dengan kedatangan kaum Muslimin usai menunaikan haji. Pengalaman ketika itu, setibanya para jamah haji, mereka giat melakukan gerakan pembebasan bangsa dan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan, kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Cara-cara yang ditempuh dilakukan lewat majlis-majlis ta`lim, pesantren-pesantren, sekolah, organisasi politik maupun sosial.

Menghadapi fenomena ini, pihak Kafir Belanda acap mencekal keberangkatan orang-orang yang berpotensi mengganggu stabilitas keamanan dan kepentingannya di Tanah Air setibanya dari Tanah Suci. Para pejuang kemerdekaan menjadikan musim haji sebagai musim menggelindingkan ide dan aksi perlawanan terhadap segala bentuk penindasan, kesewenang-wenangan, dan karenanya banyak muncul tokoh-tokoh yang menjelma menjadi pejuang, seperti Hadratus Syaikh Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan.

Setiap orang yang telah menunaikan hajinya, ia dituntut untuk selalu bergerak mengajak masyarakat menjadi lebih baik dari sebelumnya, termasuk bergerak membawa dirinya sendiri ke arah perubahan yang positif.

Sama halnya bagi umat Islam dalam momentum haji ini, harus pro aktif dalam membangun sinergi untuk kemaslahatan bagi sesama. Meliputi bergerak mencari dan mengamalkan ilmu, berdakwah, memberantas penyakit masyarakat seperti Miras, Narkoba, seks bebas, tawuran antar pelajar atau warga; bergerak mengajak masyarakat untuk memakmurkan masjid, Taman Pendidikan Al-Qur`an, sekaligus memperbaiki kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga ungkapan indah, “baldatun tayyitabatun wa Rabbun Ghafur,” dapat terwujud.

Tentunya kita masih ingat Kisah Thariq bin Ziyad. Selaku panglima perang ia berusaha melakukan pembebasan Andalusia (Spanyol) yang selama ini lebih kita kenal sebagai negara asal klub Barcelona dan Real Madrid. Setibanya di Selat Giblartar, selat yang memisahkan antara benua Afrika dan Eropa, ia menuangkan minyak ke seluruh kapal-kapal yang telah mengantarkan mereka ke daratan eropa ini.

Aksi Sang Panglima sontak membuat jantung pasukannya berdegub kencang. Pikir mereka, apakah panglima kita tidak menyadari dampak yang timbul akibat tindakannya ini. Apakah panglima tidak memikirkan nasib pasukannya jika kapal-kapal yang telah dituangi minyak itu tersulut api, terbakar, ludes tidak tersisa, lalu bagaimana dengan kepulangan mereka.
Thariq bin Ziyad menjawab dengan senyum optimis, penuh keyakinan yang tinggi. Ia menyadari bahwa pasukannya tengah menantikan suaranya, seperti kita menanti suara Presiden kita dalam masalah antara KPK dan Polri beberapa waktu silam.

Ternyata yang menjadi kekhawatiran pasukan benar-benar terjadi! Kapal-kapal itu dibakar habis. Tidak ada yang tersisa. Semuanya ludes terbakar, tanpa menyisakan satu kapalpun. Kepulan asap hitam membumbung tinggi, menutupi langit biru selat nan indah tersebut.

“Hanya ada satu pilihan: maju ke depan, maju dan terus maju. Tak ada kata mundur! Kita harus menang!” demikian kalimat pernyataan menyongsong kemenangan dengan segala tekad bajanya. Sebuah kalimat bergerak maju pantang mundur yang teilhami firman Allah dalam Surah Ali Imran ayat 159 : “Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”

Kita bisa menjadi pemenang dalam segala lapangan kehidupan bila kita tidak tinggal diam, duduk-duduk saja, pasif, tapi bangkit dari kursi kemalasan, menggerakkan kaki, tangan, dan hati kita, dalam tiap hembusan nafas, dengan pertolongan Allah.

Seorang ulama salaf, Hasan Al-Bashri, mengatakan, “Jauhilah sifat menunda-nunda. Nilai dirimu tergantung pada hari ini, bukan besok. Kalau besok engkau beruntung, maka keuntunganmu akan bertambah bila hari ini engkau telah beramal. Dan kalau toh besok engkau rugi, engkau takkan menyesal, karena hari ini engkau telah beramal.”

Jangan pernah lagi menunda. Sekarang juga kita harus melakukan gerakan perubahan kepada diri kita sendiri, keluarga, kemudian masyarakat, bangsa dan negara. Dengan mengambil hikmah haji sebagai ibadah yang sarat gerakan, kita bisa dan mampu memperbaiki keadaan yang ada saat ini. “Sesungguhnya dalam pergerakan ada keberkahan luar biasa,” bunyi sebuah pameo klasik. Belajar dari haji, belajar untuk bergerak demi keberkahan yang luar biasa.*

 

Oleh: Ali Akbar bin Agil, Pengajar di Pesantren Darut Tauhid, Kota Malang

HIDAYATULLAH

Info Haji 2017: Kiswah Kakbah, yang Kerap Jadi Sasaran Tangan Jahil Jamaah

Masjidil Haram saat ini sudah dibanjiri jamaah. Kakbah, yang terdapat di dalamnya, pun sudah berubah tampilan.
Kain khusus berwarna hitam atau kiswah, kini sudah digulung setinggi 3 meter. Umumnya, para jamaah berupaya menyentuh Kakbah. Namun terkadang ada saja jamaah haji bertangan usil yang ingin membawa sepotong Kiswah, dengan cara memotongnya, dalam rangka bertabaruk.
“Tentu hal ini adalah tindakan yang salah. Karenanya kiswah Kakbah diangkat dan ditutup dengan kain putih sepanjang 47 meter posisinya akan dikembalikan sebagaimana sebelumnya setelah selesai musim haji,” demikian seperti dikutip dari surat kabar Melayu yang terbit di Kota Makkah, Rabu (23/8/2017).
Kiswah merupakan kain bersulam emas dan perak. Kain hitam tersebut dibuat dengan 670 kg sutra murni, 150 kilogram emas dan perak yang digunakan untuk mengukir ayat-ayat Al-Quran. Seperti dikisahkan Dr Muhammad Syafii Antonio M.Ec dalam buku Haji dan Umrah, Mabrur Itu Mudah dan Indah, ketebalan kiswah adalah 1,37 milimeter. Sedangkan beratnya mencapai 750 kilogram.
(erh)

Bagaimana Kita Menyikapi Pujian?

Alhamdulillah.Puji dan syukur hanya untuk Allah, Dzat yang menjadi tempat kembali segala pujian. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah Saw.

Pujian adalah hal yang lumrah dalam kehidupan kita sehari-hari. Kerap kali kita mendapat pujian dari atasan kita, dari orangtua, dari anak, atau dari teman kita. Padahal ketahuilah saudaraku, sesungguhnya pujian itu datang tiada lain adalah karena mereka tidak tahu saja keburukan kita.

Ya, sesungguhnya kita dipuji oleh orang lain bukan karena kebaikan kita, melainkan karena Allah Swt. menutupi keburukan-keburukan kita dari pandangan manusia. Seandainya saja Allah membukakan keburukan kita dan seandainya saja keburukan kita mengeluarkan bau tak sedap, niscaya tak ada seorang pun yang mau duduk di dekat kita.

Tidak bisa dipungkiri, manusia akan merasa senang jika mendapat pujian. Oleh karena itulah pujian sebenarnya melenakan. Bukankah pujian itu semata-mata karena orang lain tak mengetahui diri kita yang sebenarnya? Semakin kita merasa senang dipuji, maka semakin kita lalai untuk menyadari kekurangan diri. Dan, akan semakin membuat kita lalai dari memperbaiki keadaan diri.

Itulah mengapa Rasulullah Saw. pernah berdoa,“Ya Allah, janganlah Engkau hukum aku karena apa yang dikatakan oleh orang-orang itu.”(HR. Bukhari). Lewat doa ini Nabi Saw. menyampaikan pesan kepada kita bahwa pujian orang lain bisa membuat diri kita lupa kepada Allah Yang Maha Terpuji. Tidak heran, dalam haditsnya yang lain Rasul Saw. juga pernah berpesan agar melemparkan pasir kepada orang yang suka memuji. Ini adalah pesan yang menyiratkan bahwa betapa pujian bisa sangat membahayakan.

Imam Al Ghazali menerangkan bahwa orang yang dipuji sedang menghadapi dua keburukan.Pertama,ia bisa terjangkit penyakit sombong dan merasa diri hebat(ujub). Padahal sombong dan ujub adalah penyakit hati yang sangat berbahaya.Kedua,ia bisa lupa diri karena terlena dengan pujian.

Saudaraku, seharusnya pujian yang orang lain berikan kepada kita itu membuat kita malu dan berkaca diri. Benarkah kita sebagaimana yang mereka katakan. Karena, sesungguhnya pujian itu datang disebabkan mereka mengira sesuatu yang sebenarnya tak ada pada diri kita.

Namun, orang yang cinta dunia akan menikmati pujian-pujian itu. Bahkan, ia akan berusaha mencari pujian dari orang lain pada setiap pekerjaan yang ia lakukan. Ia akan terus membagus-baguskan topeng daripada membaguskan isi atau kualitas dirinya. Ketika pujian itu ia dapatkan, maka puaslah hatinya. Sedangkan ketika pujian itu tidak ada, maka kecewalah dia. Pada orang seperti ini, tidak ada Allah di dalam hatinya.Naudzubillahi mindzalik.

Coba kita tafakuri, apakah yang ada pada diri kita sehingga bisa menjadi alasan bahwa diri kita ini pantas untuk dipuji. Kita ini hanya makhluk lemah, berasal dari setetes air mani, yang kemana-mana membawa maaf- kotoran, dan akhirnya nanti menjadi bangkai. Kita pun sekedar makhluk yang tak punya apa-apa, selain sekedar titipan dari Allah Swt.

Oleh sebab itu, sikap terbaik dikala mendapat pujian dari orang lain adalah segera mengembalikan pujian itu kepada Dzat yang paling berhak untuk dipuji, Allah Swt. Kemudian, segera beristighfar memohon ampun kepada Allah sebagaimana dicontohkan oleh Rasul Saw. Dan, berdoalah kepada Allah supaya kita dibimbing-Nya agar menjadi pribadi yang lebih baik daripada persangkaan manusia.

Ketika mendapat pujian, Rasulullah Saw. berdoa,“Ya Allah, ampunilah aku dari apa yang tidak mereka ketahui.”(HR. Bukhari). Dan, jikapun pujian yang mereka sampaikan itu memang benar ada di dalam diri kita, maka berdoalah sebagaimana doa Rasul Saw.,“Ya Allah, jadikanlah aku lebih baik dari apa yang mereka kira.”(HR. Bukhari).

Semoga kita termasuk hamba-hamba Allah Swt. yang terampil menjaga hati dari kesombongan akibat pujian orang lain. Dan, semoga kita pun termasuk hamba-hamba-Nya yang senantiasa rendah hati dan bersemangat untuk terus-menerus membersihkan hati dan memperbaiki diri.Wallahu alam bishawab. [smstauhiid]

 

Oleh : KH Abdullah Gymnastiar

Inilah 5 Hikmah Berkurban

Dalam Alquran surah al-Kautsar [108] ayat 1-2 ditegaskan, setelah disebutkan kenikmatan yang besar, Allah memerintahkan kepada hamba-Nya untuk mendirikan shalat dan berkurban sebagai bukti rasa syukur atas nikmat-nikmat itu. Kurban pada hakikatnya adalah tidak se kadar mengalirkan darah binatang sem belihan, tidak sekadar memotong hewan kurban. Namun, lebih dari itu, berkurban berarti sebuah ketundukan seorang hamba secara total terhadap perintah Allah dan sikap menghindar dari hal yang dilarang- Nya.

Ada banyak hikmah dalam ibadah kurban. Pertama, setiap helai bulu hewan kurban akan dibalas satu kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap satu helai rambut hewan kurban adalah satu kebaikan.” Lalu, sahabat bertanya, “Kalau bulubulunya?” Beliau menjawab, “Setiap helai bulunya juga satu kebaikan.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Kedua, sebagai ibadah yang paling dicintai oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ada amalan anak cucu Adam pada Hari Raya Idul Kurban yang lebih dicintai Allah melebihi dari mengucurkan darah (berkurban), sesungguhnya pada hari kiamat nanti hewan-hewan itu akan datang lengkap dengan tanduk-tanduknya, kukukukunya, dan bulu-bulunya.

Sesungguhnya darahnya akan sampai kepada Allah—sebagai kurban—di mana pun hewan itu disembelih sebelum darahnya sampai ke tanah, maka ikhlaskanlah menyembelihnya.” (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi). Ketiga, sebagai ciri keislaman seseorang. Rasul SAW bersabda, “Barang siapa yang mendapati dirinya dalam kelapangan lalu ia tidak mau berkurban, maka janganlah ia mendekati tempat shalat Id kami.” (HR Ahmad dan Ibnu Majah).

Keempat, sebagai syiar Islam. “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah).” (QS al- Hajj [22]: 34).

Kelima, mengenang ujian kecintaan Allah kepada Nabi Ibrahim (QS ash- Shaffat [37]: 102-107). Dan, keenam, sebagai misi kepedulian kepada sesama. Dalam hal ini, Rasul SAW bersabda, “Hari Raya Kurban adalah hari untuk makan, minum, dan zikir kepada Allah SWT.” (HR Muslim). Jika nilai-nilai ibadah kurban ini terus digali, diselami, dan diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, niscaya akan dapat mengantarkan kepada kehidupan yang lebih baik. Wallahu a’lam.

 

Oleh: Imam Nur Suharno

REPUBLIKA