Artis Ini Mengaku Bahagia Menjadi Murtad

Bahagia meninggalkan Islam? Adakah yang merasakannya?

Adalah artis Bunga Zainal yang mengakuinya. Ia bangga dengan status dirinya sekarang menganut agama Hindu. Agama yang dianut suaminya, Sukhdev Singh.

“Wong aku dan keluarga aku baik-baik ajah. Jadi aku kalau ditanya agama aku nggak pernah tanggepin karena biarlah jadi urusan Tuhan dan keluarga aku,” ujar perempuan yang memiliki keyakinan berbeda dengan orangtuanya yang menganut Islam, di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (8/11/2017).

Agama, kata dia, masih jadi isu sangat sensitif. Lagipula kata Bunga, semua agama itu baik dan tidak menjerumuskan penganutnya.

Putri dari Syafury (ayah) dan Evi Zainal (ibu) ini tak mau pusing dengan pendapat orang lain, khususnya warganet yang kerap merisaknya hanya karena pindah agama.

“Jadi semua agama itu baik tidak mengajarkan keburukan. Cuma kan yang ngejalanin kan saya fine-fine aja. Aku jauh lebih baik hidup aku. Jadi aku memilih agama ini. Aku mengikut agama bapak aku juga fine, ternyata aku lebih khusyuk dalam menjalani agama,” kata dia seperti dilansir Suara.

Pemain film televisi ini mengerti apapun yang dilakukannya kadang dipandang buruk oleh warganet.

Ia bersama suami kini telah memiliki dua anak lelaki, Karan Pradhi Singh dan Harrneel Pradhi Singh.

“Kita tau lah sosmed dipake orang untuk menghina bully orang jadi kayanya salah aja. Sekarang aku jarang baca komen juga kecuali memang menyinggung sekali paling aku bales, tapi pasti jadi panjang dong, paling aku tutup komen,” katanya.

 

BERSAMA DAKWAH

Memuliakan Istri

Imam Ahmad pernah berkata, “Aku hidup bersama istriku, Ummu Abdillah, selama empat puluh tahun tidak pernah saya berbeda pendapat dengannya meskipun hanya dalam satu kata.” Ungkapan tersebut menunjukkan betapa sebagai suami, Imam Ahmad tidak pernah meremehkan istrinya, sekalipun dirinya adalah seorang ulama yang sangat kaya akan ilmu, karya dan pengaruh. Imam Ahmad sangat memuliakan sang istri.

Demikian pula khalifah kedua umat Islam, Umar bin Khattab, ia tak membalas “omelan” sang istri dengan suara tinggi, apalagi memainkan tangan untuk membidas kemarahan sang istri agar berhenti dan diam. Umar seperti yang diherankan oleh orang yang hendak mengadukan istrinya, hanya diam, mendengarkan sang istri yang marah-marah.

Kisah tersebut menunjukkan kesempurnaan akhlak insan beriman yang di antaranya termanifestasi dalam kehidupan rumah tangga, memuliakan istri. Mengapa suami mesti memuliakan istri?

Pertama, karena Nabi meneladankannya. Kedua, jasa istri sangat luar biasa. Perhatikanlah bagaimana rumah rapi, makanan dan minuman yang tersedia, anak-anak yang dimandikan, dididik, diantar, dan dijemput sekolah. Istri yang melakukan semua itu. Aid al-Qarni berkata dalam bukunya Beginilah Waktu Mengajari Kita, berpura-puralah tidak mengetahui kesalahan istri dan sebaliknya muliakanlah istri karena jerih payah dan pengorbanannya setia dan menjaga rumah tangga.

“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” (HR Tirmidzi).

Sangat pantas kemudian Sayyidina Umar RA berkata kepada pria yang hendak mengadukan sikap istrinya. “Wahai saudaraku, aku tetap sabar menghadapi perbuatannya, karena itu memang kewajibanku.

Istrikulah yang memasak makanan, membuatkan roti, mencucikan pakaian, dan menyusui anakku, padahal semua itu bukanlah kewajibannya,” jawab Umar. “Di samping itu,” sambung Umar, “Hatiku merasa tenang (untuk tidak melakukan perbuatan haram — sebab jasa istriku). Karena itulah aku tetap sabar atas perbuatann istriku.”

Argumen tersebut memberikan makna mendalam bahwa mendengarkan kemarahan istri bukan sebuah kelemahan. Justru itulah kekuatan sejati seorang suami. Sebab, dengan seperti itu, keutuhan rumah tangga tetap terjaga, cinta kasih tetap terawat dan tentu saja kehidupan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah perlahan-lahan dapat diwujudkan.

Selain itu, sikap tersebut akan mencegah terjadinya perang mulut, adu argumentasi atau pun debat yang merugikan, yang jika tidak hati-hati justru terdengar anak-anak dan akan berdampak negatif terhadap perkembangan psikologi anak-anak kita sendiri, sehingga terganggulah ketenteraman keluarga.

Oleh karena itu, memuliakan istri di antaranya dengan bersikap lemah lembut termasuk perkara istimewa yang mesti diupayakan oleh setiap suami. Sadarlah bahwa setiap manusia pernah bersalah, termasuk istri di rumah, maka lapangkanlah dada, sabar, dan didiklah ia dengan kasih sayang disertai doa agar Allah jadikan ia istri yang salehah.

 

Oleh: Imam Nawawi

REPUBLIKA

Pakaian Terbaik untuk Shalat

Shalat adalah salah satu cara seorang hamba berkomunikasi dengan penciptanya Allah SWT. Bagaimana seharusnya pakaian yang dikenakan saat menghadap Allah?

Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri dijelaskan bagaiman cara berpakain terbaik atau yang harus dikeakan saat hendak sholat.

Seorang muslim diperbolehkan memakai pakaian sesukanya, selama itu tidak haram dan sesuai dengan syariat Islam. kecuali bila pakaian tersebut yang diharamkan, baik karena dzatnya, seperti kain sutra untuk lak-laki, atau pakaian yang terdapat gambar-gambar yang memiliki ruh, sehingga diharamkan bagi laki-laki maupun perempuan.

Atau diharamkan karena sifatnya, seperti shalatnya laki-laki memakai pakaian perempuan atau isbal atau juga pakaian yang diharamkan karena dari hasil yang haram, seperti hasil dari mencuri.

Jadi disunnahkan shalat memakai pakaian yang indah lagi bersih. Karena Allah subhanahau wa ta’ala lebih berhak mendapatkan lerapihan dan keindahan mereka. Bukan hanya ketika hendak pergi saja yang rapi, tetapi ketika menghadap Allah juga harus rapi, karena Allah yang melihatnya.

Maka, bagi laki-laki batas kain sampai pertengahan betis dan lengan, jika tidak memungkinkan, maka boleh sampai bawah betis. Karena aurat laki-laki adalah dari pusar sampai lutut. Sedangkan bagi perempuan, karean seluruh badannya adalah aurat kecuali wajah, kedua telapak tangan, dan kedua telapak kaki, jadi harus ditutupi saat shalat.

Sumber: Dalam buku Ensiklopedia Islam Al Kamil yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijiri. Bagian ketiga ibadah: Shalat. Pakaian Dalam Shalat. Hal 649.

 

REPUBLIKA

Pesan Nabi SAW Supaya Anak tak Terjangkit LGBT

DALAM sebuah tayangan talkshow di sebuah stasiun swasta, seorang psikiater mengatakan bahwa lesbian, gay, biseks dan transgender (LGBT) merupakan kelainan.

Ya, LGBT memang meresahkan propaganda dan kampanyenya. Banyak kalangan harus diselamatkan termasuk anak-anak. Lalu, bagaimana jurus yang diajarkan Rasulullah SAW agar anak sesuai kodratnya?

Berikut untaian yang diajarkan Rasulullah agar anak laki-laki berperilaku seperti laki-laki sejati dan anak perempuan menjadi perempuan sejati:

– Pisahkan tempat tidur sedari kecil “Suruhlah anak-anak kalian untuk salat bila mereka telah berumur 7 tahun. Pukullah mereka karena tidak salat bila telah berumur 10 tahun. Pisahkanlah mereka dari tempat tidur kalian.” (HR. Ibnu Abi Syaibah, Abu Daud, Ad-Daruquthni, Al-Hakim, baihaqi, dan Ahmad)

– Ajari olahraga atau mainan yang sesuai dengan gendernya “Ajarilah anak-anak (laki-laki) kalian berkuda, berenang dan memanah” (Riwayat Sahih Bukhari/Muslim)

Dari Aisyah R.A “Aku biasa bermain-main dengan anak-anakan perempuan (boneka perempuan) di sisi Rasulullah SAW dan kawan-kawanku datang kepadaku, kemudian mereka menyembunyikan boneka-boneka tersebut karena takut kepada Rasulullah SAW tetapi Rasulullah SAW malah senang dengan kedatangan kawan-kawanku itu, kemudian mereka bermain-main bersama aku.” (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dalam salah satu riwayat diterangkan: “Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bertanya kepada Aisyah: Apa ini? Jawab Aisyah: Ini anak-anak perempuanku (boneka perempuanku); kemudian Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di tengahnya itu? Jawab Aisyah: Kuda. Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di atasnya itu? Jawab Aisyah: Itu dua sayapnya. Kata Rasulullah: Apa ada kuda yang bersayap? Jawab Aisyah: Belumkah engkau mendengar, bahwa Sulaiman bin Daud as mempunyai kuda yang mempunyai beberapa sayap? Kemudian Rasulullah tertawa sehingga nampak gigi gerahamnya.” (Riwayat Abu Daud)

– Ajari untuk menutup aurat. “Hai Asma, sesungguhnya perempuan itu apabila telah sampai umur/dewasa, maka tidak patut menampakkan sesuatu dari dirinya melainkan ini dan ini. Rasulullah berkata sambil menunjukkan kepada muka dan telapak tangan hingga pergelangannya sendiri.” (HR. Abu Dawud dan Aisyah)

– Berikan pemahaman bahwa laki tidak boleh menyerupai perempuan dan sebaliknya. Dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Bukhari no. 5885).

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad no. 3151, 5: 243. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari).

Wallahualam.

 

INILAH MOZAIK

Menyikapi Larangan Selfie di Masjidil Haram dan Nabawi

Pemerintah Arab Saudi pada Ahad (12/11) melansir surat edaran berisi larangan pengambilan gambar di dua masjid suci, Masjidil Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Larangan tersebut tertuang dalam nota diplomatik Kementerian Luar Negeri Arab Saudi yang disampaikan kepada negara-negara yang kerap mengirimkan jamaah umrah dan haji ke Tanah Suci.

Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi berharap, pemerintah negara-negara yang mengirimkan jamaah dapat memberi penyuluhan mengenai hal ini. Sebab, saat ditegur, jamaah selalu berdalih pengambilan gambar bertujuan untuk dijadikan sebagai kenang-kenangan telah beribadah di Tanah Suci.

Pemerintah Republik Indonesia telah merespons surat edaran Pemerintah Kerajaan Arab Saudi yang berisi larangan pengambilan gambar di Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi. Direktur Bina Umrah dan Haji Kementerian Agama RI Muhajirin Yanis, mengatakan, Kemenag telah menyampaikan keputusan Pemerintah Arab Saudi kepada asosiasi yang menaungi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji (PPIH), ataupun Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Dengan sosialisasi itu diharapkan, jamaah sebelum berangkat sudah paham apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama berada di Tanah Suci.

Selain asosiasi dan penyelenggara umrah dan haji, Kemenag juga telah menyampaikan perihal ini ke kantor wilayah provinsi. Mereka pun diharapkan bisa meneruskan kepada jamaah di daerah setempat. Sejumlah asosiasi yang menaungi PPIU, PPIH, dan PIHK menyatakan kesiapan menyosialisasikan larangan pengambilan gambar di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi.

Sebenarnya larangan swafoto atau selfie itu bukanlah hal yang baru. Selama ini pihak keamanan khususnya di Masjidil Haram memang melarang jamaah mengambil gambar Ka’bah. Namun, masih banyak saja jamaah yang melanggar aturan itu. Karena itulah pihak Arab Saudi merasa perlu mengeluarkan aturan dan menyampaikannya kepada setiap negara pengirim jamaah haji dan umrah agar ikut mengatur perilaku jamaahnya.

Tujuan kedatangan jamaah ke Makkah dan Madinah utamanya adalah untuk melakukan ibadah umrah atau haji. Perjalanan haji dan umrah tidak sama dengan berwisata ke tempat lain. Maka itu, penting bagi jamaah untuk menjaga kekhusyukan ibadahnya dibandingkan dengan berselfie ria di dalam masjid.

Pemerintah Arab Saudi sebagai tuan rumah jamaah haji dan umrah tentu menginginkan jamaah bisa melakukan ibadah dengan khusyuk. Tidak terganggu dengan aktivitas lain selain ibadah. Kegiatan berswafoto selain berpotensi untuk mengurangi kekhusyukan ibadah diri sendiri juga bisa mengganggu jamaah lain yang sedang beribadah. Kekhawatiran lain, gambar yang diambil dari dua masjid itu bisa dipergunakan untuk tujuan tidak baik oleh orang-oang yang tidak bertanggung jawab.

Kita mengimbau jamaah umarah dan haji yang berangkat ke Tanah Suci agar meluruskan niat. Niat utamanya adalah beribadah, bukan pamer. Jangan sampai nilai ibadah menjadi turun gara-gara kebanyakan swafoto.

(Tajuk Republika koran).

Cara Melunasi Hutang Riba (Kisah Inspiratif)

Tobat dari Riba, Hutangpun Sirna!!

Dalam sebuah milis yang dikelola oleh PengusahaMuslim.com ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh member sebagai berikut:

Assalaamu’alaikum warahmatullah.

Ustadz yang saya hormati,
Akhir-akhir ini saya beserta istri sedang galau. Ceritanya begini. Saya seorang pegawai yang bekerja di instansi pemerintah yang alhamdulillah telah beristri (Insya Allah) salehah dan Allah mengaruniakan kami 5 orang anak.

3 tahun yang lalu kami meneken akad kredit pada salah satu bank pemerintah dengan nominal lumayan besar untuk mendaftar haji 2 orang (saya dan istri) dengan perhitungan ketika tahun pemberangkatan haji, hutang kami telah lunas.

Setelah kami banyak membaca dan belajar hukum Islam, kami meyakini bahwa kami telah menanggung dosa riba (astaghfirullah). Kami kemudian berusaha keluar dari belitan dosa riba, diantaranya dengan keluar dari Koperasi (KPRI) dan sekarang mencoba keluar dari kubangan riba yang lain, yakni hutang kami ke bank tersebut, dengan cara kami berencana menjual barang-barang yang kami miliki, namun menurut hitung-hitungan saya tidak akan mencukupi untuk melunasi hutang tersebut, sedangkan apabila mencari pinjaman kepada Saudara tidak mungkin mengingat semua keluarga kami dalam kondisi ekonomi yang alhamdulillah pas-pasan.

Apakah saya harus menjual sebidang tanah yang saya miliki agar dapat melunasi hutang kami? (Saya memiliki sebidang tanah yang apabila dijual mungkin hampir dapat melunasi hutang).
Demikian, mohon solusinya. Terima kasih.

Wassalaam,
Hamba Allah-Purbalingga, Jawa Tengah.

Tanggapan dari ikhwan member milis PM-Fatwa:

Bismillah ,sekedar berbagi pengalaman tentang terjerat riba.  Pengalaman bapak pernah saya alami sebelumnya dan saya selain hutang riba juga terjerat kartu kredit sampai 11 kartu. Setelah saya mengikuti pengajian sana sini dan membaca buku akhirnya saya bertobat dari riba. Karena riba membuat hidup kita merasa hina dikejar kejar hutang dan debitur.

Walaupun orang lain melihat kehidupan kita punya mobil ,rumah besar dll. tapi semua itu hasil riba. Dan itu semua tidak akan membawa berkah dan ketenangan bagi hidup kami. Maka akhirnya saya sekeluarga bertobat untuk menghindari riba dan kartu kredit.

Akhirnya saya jual semuanya yang saya miliki mobil, trayek jemputan, rumah, motor dan semua yang saya miliki dari hasil riba saya jual guna menutupi hutang-hutang riba. Saya mulai dari kehidupan dasar lagi dengan mengontrak rumah kecil di area pesantren karena anak-anak kami sekolah di pesantren .

Dengan keikhlasan kita dan benar-benar taubat, maka Allah mengabulkan permintaan saya sekeluarga. Dan saat itu pula setelah saya jual semua yang saya punyai dari hasil riba, saya dapat panggilan kerja ke Saudi arabia di sebuah perusahaan perminyakan. Dan akhirnya saya sekeluarga hijrah ke Saudi Arabia sampai sekarang. Dan Alhamdulilah, Allah kembalikan harta kami dengan segala kelebihannya dan saya sekeluarga bisa pergi haji bersama setelah tinggal satu tahun di Saudi. Alhamdulillah, semuanya dimudahkan segala urusan saya sekeluarga serta bisa melunasi semua hutang-hutang riba dan kartu kredit. Dan yang membuat saya sangat bahagia adalah tempat kerja sekarang dekat dengan Mekkah dan Madinah, sehingga tiap bulan kami bisa umroh .

Inilah kisah pengalaman saya yang terjerat riba semoga Bapak sekeluarga tidak usah ragu untuk menutup hutang riba, pertolongan Allah sangat cepat

Wassalamualaikum

Dari Bpk Edi di Saudi Arabia

 

PENGUSAHA MUSLIM

Kisah Imam Malik dan Riba

Di zaman Imam Malik, ada orang yang melihat kejadian aneh hingga membuat dia mengucapkan sumpah untuk menceraikan istrinya. Orang ini melihat ada orang minum khamr sampai mabuk. Lalu dia menyiramkan khamr itu di kepalanya. Dia ingin menggapai bulan.

Orang ini merasa, betapa buruknya khamr, sampai bisa membuat orang jadi hilang akal, gila beneran. Seketika itu dia langsung bersumpah,

امرأتي طالق إن كان يدخل جوف ابن آدم أشد من الخمر

Istriku tertalak, jika ada benda yang masuk ke perut manusia, yang lebih jelek dari pada khamr.

Lelaki ini menganggap, khamr adalah barang haram terjelek yang masuk ke perut manusia.

Selesai mengucapkan ini, diapun konsultasi kepada Imam Malik. Dia bingung, apakah sumpahnya terlaksana atau batal. Jika ada benda haram yang lebih jelek dari pada khamr, maka sumpahnya terlaksana.

Untuk kedatangan yang pertama, Imam Malik meminta waktu untuk mempelajarinya,

ارجع حتى أنظر في مسألتك

Pulanglah, saya akan pelajari dulu masalahmu.

Bagi Imam Malik, ini masalah besar. Butuh belajar dan perenungan.

Keesokan harinya, orang ini datang lagi. Begitu ketemu, Imam Malik  mengatakan,

امرأتك طالق، إني تصفحت كتاب الله، وسنة رسوله صلى الله عليه وسلم، فلم أر شيئاً أشد من الربا؛ لأن الله أذن فيه بالحرب

Istrimu tertalak. Saya membuka-buka al-Quran dan sunah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan aku tidak menjumpai ada barang haram yang lebih buruk dari pada riba. Karena Allah mengumumkan perang menentang riba. (Tafsir al-Qurthubi, 3/364).

Allahu a’lam

PENGUSAHA MUSLIM

Akal-akalan dalam Riba

Selalu saja ada akal-akalan untuk bisa melegalkan yang haram. Kadang dengan pengaburan istilah. Kadang pula dengan melakukan trik-trik yang tetap haram. Trik-trik untuk bisa melegalkan yang haram salah satunya dapat kita lihat dalam transaksi riba.

Memahami Riba

Secara etimologi, riba berarti tambahan (al fadhl waz ziyadah). Di antara definisi riba yang bisa mewakili definisi yang ada telah dikemukakan oleh Muhammad Asy Syarbiniy. Riba adalah,

عَقْدٌ عَلَى عِوَضٍ مَخْصُوصٍ غَيْرِ مَعْلُومِ التَّمَاثُلِ فِي مِعْيَارِ الشَّرْعِ حَالَةَ الْعَقْدِ أَوْ مَعَ تَأْخِيرٍ فِي الْبَدَلَيْنِ أَوْ أَحَدِهِمَا

Suatu akad/ transaksi pada barang tertentu yang ketika akad berlangsung tidak diketahui kesamaannya menurut ukuran syari’at, atau adanya penundaan penyerahan kedua barang atau salah satunya” (Mughnil Muhtaj, 6: 309). Sudah diketahui pula bahwa riba itu diharamkan berdasarkan dalil Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’ (kata sepakat) para ulama (Lihat Al Mughni, 7: 492).

Di antara dalil Al Qur’an yang mengharamkan bentuk riba adalah firman Allah Ta’ala,

وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا

Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al Baqarah: 275)

Begitu pula dalam berbagai hadits ditunjukkan bagaimanakah dosa memakan riba yang dianggap sebagai dosa besar. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ » . قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ ، وَمَا هُنَّ قَالَ « الشِّرْكُ بِاللَّهِ ، وَالسِّحْرُ ، وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِى حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ ، وَأَكْلُ الرِّبَا ، وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ ، وَالتَّوَلِّى يَوْمَ الزَّحْفِ ، وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلاَتِ

Jauhilah tujuh dosa besar yang akan menjerumuskan pelakunya dalam neraka.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa saja dosa-dosa tersebut?” Beliau mengatakan, “(1) Menyekutukan Allah, (2) sihir, (3) membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan alasan yang dibenarkan, (4) memakan harta anak yatim, (5) memakan riba, (6) melarikan diri dari medan peperangan, (7) menuduh wanita yang menjaga kehormatannya (bahwa ia dituduh berzina)” (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melaknat para rentenir (pemakan riba), yang mencari pinjaman dari riba, bahkan setiap orang yang ikut menolong dalam mu’amalah ribawi juga ikut terlaknat. Dari Jabir bin ‘Abdillah, beliau berkata,

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat pemakan riba (rentenir), orang yang menyerahkan riba (nasabah), pencatat riba (sekretaris) dan dua orang saksinya.” Beliau mengatakan, “Mereka semua itu sama (dalam melakukan yang haram)” (HR. Muslim no. 1598).

Jual Beli ‘Inah, Trik Transaksi Riba

Di antara trik transaksi riba yang sudah diwanti-wanti sejak masa Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah yang disebut dengan jual beli ‘inah.

Ada beberapa definisi mengenai jual beli ‘inah yang disampaikan oleh para ulama. Definisi yang paling masyhur adalah seseorang menjual barang secara tidak tunai kepada seorang pembeli, kemudian ia membelinya lagi dari pembeli tadi secara tunai dengan harga lebih murah. Tujuan dari transaksi ini adalah untuk mengakal-akali supaya mendapat keuntungan dalam transaksi utang piutang.

Semisal, pemilik tanah ingin dipinjami uang oleh si miskin. Karena saat itu ia belum punya uang tunai, si empunya tanah katakan pada si miskin, “Saya jual tanah ini kepadamu secara kredit sebesar 200 juta dengan pelunasan sampai dua tahun ke depan”.  Sebulan setelah itu, si empunya tanah katakan pada si miskin, “Saat ini saya membeli tanah itu lagi dengan harga 170 juta secara tunai.”

Artinya di sini, si pemilik tanah sebenarnya melakukan akal-akalan. Ia ingin meminjamkan uang 170 juta dengan pengembalian lebih menjadi 200 juta. Tanah hanya sebagai perantara. Namun keuntungan dari utang di atas, itulah yang ingin dicari. Inilah yang disebut transaksi ‘inah. Ini termasuk di antara trik riba. Karena “setiap piutang yang mendatangkan keuntungan, itu adalah riba.

Mengenai hukum jual beli ‘inah, para fuqoha berbeda pendapat dikarenakan penggambaran jual beli tersebut yang berbeda-beda. Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam Ahmad tidak membolehkan jual beli tersebut. Sedangkan –sebagaimana dinukil dari Imam Asy Syafi’i rahimahullah-, beliau membolehkannya karena beliau hanya melihat dari akad secara lahiriyah, sehingga menganggap sudah terpenuhinya rukun dan tidak memperhatikan adanya niat di balik itu. Namun yang tepat, jual beli ‘inah dengan gambaran yang kami sebutkan di atas adalah jual beli yang diharamkan. Di antara alasannya:

Pertama: Untuk menutup rapat jalan menuju transaksi riba. Jika jual beli ini dibolehkan, sama saja membolehkan kita menukarkan uang 10 juta dengan 5 juta namun yang salah satunya tertunda. Ini sama saja riba.

Kedua: Larangan jual beli ‘inah disebutkan dalam hadits,

إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِينَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرَكْتُمُ الْجِهَادَ سَلَّطَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ حَتَّى تَرْجِعُوا إِلَى دِينِكُمْ

Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah, mengikuti ekor sapi (maksudnya: sibuk dengan peternakan), ridha dengan bercocok tanam (maksudnya: sibuk dengan pertanian) dan meninggalkan jihad (yang saat itu fardhu ‘ain), maka Allah akan menguasakan kehinaan atas kalian. Allah tidak akan mencabutnya dari kalian hingga;lh kalian kembali kepada agama kalian.” (HR. Abu Daud no. 3462. Lihat ‘Aunul Ma’bud, 9: 242)

Trik Riba dalam Jual Beli Kredit

Jual beli secara kredit asalnya boleh selama tidak melakukan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa kebolehan jual beli kredit  harus melihat beberapa kriteria.  Jika tidak diperhatikan, seseorang bisa terjatuh dalam jurang riba.

Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik penjual (bank). Kita contohkan kredit mobil. Dalam kondisi semacam ini, si pembeli boleh membeli mobil tadi secara kredit dengan harga yang sudah ditentukan tanpa adanya denda jika mengalami keterlambatan. Antara pembeli dan penjual bersepakat kapan melakukan pembayaran, apakah setiap bulan atau semacam itu. Dalam hal ini ada angsuran di muka dan sisanya dibayarkan di belakang.

Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual (bank), namun menjadi milik pihak ketiga. Si pembeli meminta bank untuk membelikan barang tersebut. Lalu si pembeli melakukan kesepakatan dengan pihak bank bahwa ia akan membeli barang tersebut dari bank. Namun dengan syarat, kepemilikan barang sudah berada pada bank, bukan lagi pada pihak ketiga. Sehingga yang menjamin kerusakan dan lainnya adalah bank, bukan lagi pihak ketiga. Pada saat ini, si pembeli boleh melakukan membeli barang tersebut dari bank dengan kesepakatan harga. Namun sekali lagi, jual beli bentuk ini harus memenuhi dua syarat: (1) harganya jelas di antara kedua pihak, walau ada tambahan dari harga beli bank dari pihak ketiga, (2) tidak ada denda jika ada keterlambatan angsuran. (Faedah dari islamweb.net)

Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan terjerumus pada pelanggaran. Pertama, boleh jadi membeli sesuatu yang belum diserahterimakan secara sempurna, artinya belum menjadi milik bank, namun sudah dijual pada pembeli. Dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ ابْتَاعَ طَعَامًا فَلاَ يَبِعْهُ حَتَّى يَسْتَوْفِيَهُ

Barangsiapa yang membeli bahan makanan, maka janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no. 1525)

Ibnu ‘Umar berkata,

كُنَّا فِى زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَبْتَاعُ الطَّعَامَ فَيَبْعَثُ عَلَيْنَا مَنْ يَأْمُرُنَا بِانْتِقَالِهِ مِنَ الْمَكَانِ الَّذِى ابْتَعْنَاهُ فِيهِ إِلَى مَكَانٍ سِوَاهُ قَبْلَ أَنْ نَبِيعَهُ.

Kami dahulu di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membeli bahan makanan. Lalu seseorang diutus pada kami. Dia disuruh untuk memerintahkan kami agar memindahkan bahan makanan yang sudah dibeli tadi ke tempat yang lain, sebelum kami menjualnya kembali.” (HR. Muslim no. 1527)

Atau bisa jadi terjerumus dalam riba karena bentuknya sama dengan mengutangkan mobil pada pembeli, lalu mengeruk keuntungan dari utang.

Padahal para ulama berijma’ (bersepakat) akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari utang piutang.

Semoga dengan mengetahui beberapa trik ini dapat semakin membuat kita waspada. Jangan tertipu dengan slogan syar’i semata. Kita perlu belajar dan terus mendalami berbagai hukum Islam sehingga bisa terhindar dari trik riba yang ada. Moga Allah berkahi kita dengan ilmu yang bermanfaat dan menghindarkan kita dari riba serta berbagai macam triknya.

Sumber : RUMAYSHO

Awas! Ini 3 Bentuk Doa yang Termasuk Bidah

KAITANNYA dengan pembahasan tawassul, ada yang mesti dipahami yaitu tentang doa-doa yang dihukumi bidah. Tingkatannya sebagai berikut sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Taimiyah:

1- Berdoa pada selain Allah, di mana yang ditujukan doa itu mati atau ghaib (tidak hadir), baik yang diminta adalah para Nabi, orang shalih atau selain mereka. Misalnya ada yang berdoa: “Wahai sayyid fulan, selamatkanlah aku” atau “Wahai pak Kyai, aku meminta perlindungan pada-Mu” atau “Wahai orang shalih, aku meminta pertolongan padamu” atau “Wahai fulan, aku beristighotsah denganmu”. Yang lebih dari itu jika ia meminta “Wahai wali, ampunilah aku dan terimalah taubatku”. Seperti ini dilakukan oleh orang-orang musyrik yang tak punya dasar ilmu.

Yang lebih parah dari itu jika sampai sujud pada kubur wali, shalat menghadap kuburnya, bahkan menganggap shalat menghadap kubur tersebut lebih utama daripada shalat menghadap kiblat. Sampai-sampai disebut adanya keyakinnan bahwa shalat menghadap kubur adalah menghadap kiblat yang khusus, sedangkan shalat menghadap Kabah adalah kiblatnya orang-orang awam.

Lebih parah dari itu pula ada yang sampai menganggap bersafar ke kubur wali sejenis haji sampai-sampai disebut bahwa bersafar beberapa kali ke kubur tersebut sudah senilai dengan haji. Bahkan kalangan yang ekstrim (kalangan ghullat) dari mereka menyatakan bahwa berziarah sekali ke kubur wali fulan lebih utama dari beberapa kali berhaji. Semua yang dicontohkan dalam bentuk pertama ini adalah kesyirikan, walau kebanyakan orang melakukan sebagian ritual di atas.

2- Meminta pada para Nabi atau orang shalih yang telah tiada (mayit) atau yang tidak hadir (ghaib) dengan berkata, “Berdoalah pada Allah untukku” atau “Berdoalah pada Rabbmu untuk kami”. Perbuatan ini tidak diragukan oleh orang yang paham bahwa hal itu tidak dibolehkan. Amalan tersebut termasuk bidah yang tak pernah diajarkan oleh generasi terdahulu dari umat ini.

Intinya, tidak boleh meminta pada mayit seperti itu untuk menyampaikan doa kita pada Allah atau mengadu tentang kesusahan dunia dan akhirat pada Allah yang disampaikan lewat mayit, walau ketika ia hidup dibolehkan. Saat orang shalih itu hidup, kita boleh meminta padanya untuk berdoa pada Allah untuk kebaikan kita. Itu saat ia hidup karena seperti itu tidak mengantarkan pada kesyirikan. Namun saat ia telah tiada, berubah sebagai perantara pada kesyirikan. Ketika dulu hidup, orang shalih itu adalah seorang mukallaf (dibebani syariat) dan bisa menjawab permintaan orang yang meminta. Kalau ia berdoa pada Allah untuk kebaikan yang meminta, maka akan berpahala. Sedangkan ketika sudah tiada, maka ia bukan seorang mukallaf seperti tadi.

3- Meminta dengan hak atau kedudukan (jaah) orang shalih, termasuk yang dilarang dan sudah disebutkan pendapat dari Abu Hanifah, Abu Yusuf dan lainnya tentang masalah ini. Perbuatan semacam ini tidaklah masyhur di kalangan para sahabat. Buktinya, para sahabat tidak berdoa dengan kedudukan (jaah) Nabinya yang mulia, namun kala sulit mereka bertawassul dengan Abbas bin Abdul Muthollib yang masih hidup. (Diringkas dari Qoidah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah, hal. 226-231)

Semoga bermanfaat. [Referensi: Qoidah Jalilah fit Tawassul wal Wasilah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah/Muhammad Abduh Tuasikal]

 

INILAH MOZAIK

Doa untuk Pengungsi Rohingya

Dengan terus menyebut 99 nama indahMu
Dengan selalu memuji dan memuja keagunganMu
Hari ini kuhaturkan haru-biru dalam doaku

Tuhanku
Mata batinku berkaca-kaca menyaksikan petaka ini
Nestapa saudaraku bangsa Rohingya yang terusir atau diusir dari negerinya
Menjadi pengungsi untuk menghindari perang dan kezaliman
Meninggalkan tanah airnya untuk mencari suaka dan rasa damai

Rohingya adalah manusia
Tapi kedurjanaan telah merendahkan martabatnya
Diburu dengan desing peluru
Dianiaya dengan segala jenis senjata

Tuhanku
Hari ini telah kusaksikan kemanusiaan yang dihinakan
Kemanusiaan yang dikremus atas nama kekejian
Justru oleh manusia sebangsa dan setanah airnya

Dunia sudah seharusnya terjaga dari teror dan horor memilukan ini
Umat manusia dimana pun berada harus terusik dengan ulah tangan-tangan kotor ini
Saat rasa kemanusiaan telah dinistakan
Mimpi buruk harus diakhiri

Tuhanku
Lidahku kelu mengucap salam dan rindu
Terapung di kelopak mataku nasib para pengungsi Rohingya itu
Perempuan renta dan bayi tanpa dosa
Harus tersapu badai saat berlari dari negerinya

Bukankah agama tidak mengajarkan kekerasan dan tipu-daya?
Bukankah agama hanya mengajarkan kebajikan dan kasih-sayang pada sesama walau berbeda etnis dan agamanya?

Kucium daging terbakar dari negeri Myanmar
Kemanusiaan yang memar oleh agama yang ingkar
Kenapa api kesumat dan nyala dendam harus berkobar?

Takbirku membiru di pucuk lidahku
Takbirku membiru dalam dadaku
Meratapi kedegilan dan kegilaan ini
Myanmar terus mencakari nalar dan getar keimananku

Tuhanku
Tancapkan kuku keadilanMu
Mekarkan wangi bunga pada bumi Myanmar
Taburkan biji tasbih dan kedamaian pada bangsa Rohingya
Rasa damai dan kemerdekaan yang sejatinya
Amin

[HM. Nasruddin Anshoriy Ch]

 

INILAH MOZAIK