Isra Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makah ke Masjidil Al Aqsa di Yerusalem (Isra), kemudian dilanjutkan menuju langit ke Sidratul Muntaha (Mi’raj) dengan tujuan menerima wahyu Allah SWT. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada 621 M, dua tahun setelah wafatnya sang istri Siti Khadijah dan paman Rasulullah, Abu Thalib.
Pada suatu hari Rasulullah SAW diundang menginap di rumah kerabatnya, yaitu rumah Umm Hani’, putri Abu Thalib. Jika waktu tiba, selama kunjungan tersebut, keluarga tersebut akan melakukan shalat berjamaah. Usai shalat berjamaah, Rasulullah tidur sejenak kemudian mengunjungi Ka’bah di malam hari. Ketika beliau di sana, rasa kantuk menghampiri dan beliau pun tertidur di Hijr.
“Ketika aku sedang tidur di Hijr,” cerita Rasulullah SAW, “Jibril datang kepadaku dan mengusikku dengan kakinya. Aku segera duduk tegap. Setelah kulihat tidak ada apa- apa, aku berbaring kembali. Ia datang lagi untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ia mengangkatku.
“Aku bangkit dan berdiri di sampingnya. Jibril mengajakku menuju pintu masjid. Di sana ada seekor binatang putih, seperti peranakan antara kuda dan keledai dengan sayap di sisi tempat menggerakkan kakinya. Langkahnya sejauh mata memandang,”
Rasulullah SAW menceritakan bagaimana beliau menunggangi Buraq, nama binatang tersebut, bersama malaikat yang menunjukkan jalan dan mengukur kecepatannya seperti menunggang kuda yang menyenangkan.
Perjalanan ke Yerusalem (Isra’)
Mereka melaju ke utara Yatsrib dan Khaybar, sampai tiba di Yerusalem. Kemudian mereka bertemu dengan para Nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi- nabi yang lain. Ketika beliau shalat di tempat ibadah itu, mereka menjadi makmum di belakangnya.
Lalu ada dua gelas disuguhkan kepada Nabi dan ditawarkan kepadanya. Satu berisi anggur dan satu lagi susu, dan beliau mengambil gelas berisi susu.
Jibril berkata: “Engkau telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan memberi petunjuk kepada umatmu, hai Muhammad! Anggur itu terlarang bagimu,”
Perjalanan ke langit (Mi’raj)
Kemudian seperti yang pernah terjadi pada nabi yang lain, kepada Nuh, Ilyas, dan Isa, juga Maryam, Muhammad SAW diangkat keluar dari kehidupan ini menuju langit. Dari Masjid Al-Aqsa, Beliau kembali mengendarai Buraq, yang menggerakkan sayapnya terbang ke atas.
Bersama malaikat yang kini menampakkan wujud aslinya, Beliau Mi’raj melampaui ruang, waktu dan bentuk lahiriah bumi lalu melintasi ke tujuh langit. Di sana Beliau bertemu kembali dengan para nabi yang shalat bersamanya di Yerusalem. Namun, di Yerusalem mereka tampak seperti hidup di bumi. Sementara Nabi kini melihat mereka dengan wujud ruhani sebagaimana mereka melihat Beliau.
Rasulullah SAW kagum dengan perubahan mereka. Mengenai Nabi Yusuf As, ia berkomentar: “Wajahnya laksana cahaya rembulan saat purnama. Ketampanannya tidak kurang dari setengah ketampanan yang ada saat ini,”
Puncak Mi’rajnya adalah di sidrat al-muntaha — begitulah yang disebut dalam Alquran. Di salah satu tafsir tertua berdasarkan hadis Nabi dikatakan: “Sidrat al-muntaha berakar pada singgasana (Arsy). Itu menandakan puncak pengetahuan setiap orang yang berpengetahuan baik malaikat maupun rasul. Segala sesuatu di atasnya adalah misteri yang tersembunyi, tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah semata,”
Pada puncak semesta, Jibril tampak di hadapan Beliau dalam segenap kemegahan malaikatnya, seperti saat pertama kali diciptakan. Disebutkan dalam QS An- Najm (53), ayat 16-18: “(Muhammad melihat Jibril) ketika sidrat al-muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar,”
Menurut tafsir, Cahaya Ilahi turun meliputi sidrat al-muntaha, juga meliputi segala sesuatu di sisinya. Mata Rasulullah SAW menatapnya tanpa berkedip dan tanpa berpaling darinya. Hal itu merupakan jawaban atau salah satu jawaban atas permohonan yang tersirat dalam ucapannya. “Aku berlindung kepada Cahaya keridhoan-Mu,”
Di sidrat al-muntaha, Rasulullah SAW menerima perintah shalat lima puluh kali dalam sehari semalam bagi umatnya. Kemudian beliau menerima wahyu yang berisi ajaran pokok Islam:
“Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan dari Tuhannya, demikian pula orang- orang yang beriman kepada Allah. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya dan rasul- Rasul-nya.
Dan mereka berkata: ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat’. Mereka berdoa: ‘Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”
Mereka kemudian turun melintasi tujuh langit tempat mereka naik. Setelah Rasulullah SAW dan malaikat turun ke Yerusalem, mereka kembali ke Mekah melewati banyak kafilah ke arah selatan. Ketika mereka tiba di Ka’bah, waktu itu masih malam dan Rasulullah SAW kembali ke rumah keponakannya, Umm Hani’ dan menceritakan Isra’ dan Mi’raj kepada keponakannya.
Umm Hani’ menuturkan: “Wahai Rasulullah, jangan ceritakan ini kepada masyarakat, karena engkau akan dianggap berbohong. Mereka akan menghinamu,” Rasulullah SAW menjawab: “Demi Allah aku akan menceritakan kepada mereka,”
Keyakinan Abu Bakar dan gelar As- shiddiq
Beliau pergi ke masjid dan menceritakan tentang perjalanannya ke Yerusalem. Musuh-musuhnya merasa senang karena mereka memiliki alasan untuk menghina Rasulullah. Karena setiap orang Quraisy tahu bahwa perjalanan kafilah dari Makkah ke Syria membutuhkan waktu sebulan untuk berangkat dan sebulan untuk kembali.
Sekelompok orang pergi menemui Abu Bakar dan bertanya: ” Wahai Abu Bakar, apa pendapatmu sekarang tentang sahabatmu itu? Ia mengatakan, telah pergi ke sana dan shalat di sana, lalu kembali ke Makkah,”
“Jika ia berkata demikian, itu benar,” jawab Abu Bakar penuh keyakinan. “Dimana keganjilannya? Beliau mengatakan kepadaku bahwa berita-berita datang kepadanya dari langit ke bumi dalam satu jam sehari atau semalam. Maka, aku percaya dia pergi dari bumi ke langit dalam semalam.”
Kemudian Abu Bakar mendatangi masjid dan mengulang pembenarannya. “Jika itu yang dikatakan Beliau, maka itu benar,”
Karena itu Rasulullah SAW memberinya gelar ‘As- Shiddiq’ yang artinya ‘saksi kebenaran’ atau ‘orang yang meyakini kebenaran’. Selain itu, sebagian orang yang menganggap cerita ini sulit diterima mulai berpikir ulang. Sebab, Rasulullah SAW menggambarkan beberapa kafilah yang beliau temui dalam perjalanan pulang.
Beliau juga mengatakan dimana mereka berada dan kapan mereka diperkirakan tiba di Makkah. Ternyata setiap kafilah tiba tepat seperti yang diperkirakan. Begitu pula dengan ciri-ciri yang Beliau gambarkan.
Kepada orang-orang yang berada di masjid, Rasulullah SAW hanya menceritakan mengenai perjalanannya ke Yerusalem. Namun, ketika beliau bersama Abu Bakar dan sahabat lainnya beliau menceritakan mi’raj nya ke langit ketujuh, menceritakan sebagian yang telah Beliau lihat, yang selebihnya diceritakan di tahun-tahun kemudian, seringkali dalam menjawab pertanyaan.
REPUBLIKA