Rizki-ku Ada di Langit, Bukan di Tempat Kerja!

Belajar Tawakal Kepada Putri 10 Tahun

Hatim Al Ashom, ulama besar muslimin, teladan kesederhanaan dan tawakal.

Hatim suatu hari berkata kepada istri dan 9 putrinya bahwa ia akan pergi utk menuntut ilmu.

Istri dan putri putrinya keberatan. Krn siapa yg akan memberi mereka makan.

Salah satu dari putri-putri itu berusia 10 tahun dan hapal Al Quran.

Dia menenangkan semua: Biarkan beliau pergi. Beliau menyerahkan kita kepada Dzat Yang Maha Hidup, Maha Memberi rizki dan Tidak Pernah mati!

Hatim pun pergi
Hari itu berlalu, malam datang menjelang…

Mereka mulai lapar. Tapi tdk ada makanan. Semua mulai memandang protes kepada putri 10 tahun yg tlh mendorong kepergian ayah mereka.

Putri hapal Al Quran itu kembali meyakinkan mereka: Beliau menyerahkan kita kepada Dzat Yang Maha Hidup, Maha Memberi rizki dan Tidak Pernah mati!

Dlm suasana spt itu, pintu rumah mereka diketuk. Pintu dibuka. Terlihat para penunggang kuda. Mereka bertanya: Adakah air di rumah kalian?

Penghuni rumah menjawab: Ya, kami memang tidak punya apa-apa kecuali air.

Air dihidangkan. Menghilangkan dahaga mereka.

Pemimpin penunggang kuda itu pun bertanya: Rumah siapa ini?

Penghuni rumah menjawab: Hatim al Ashom.

Penunggang kuda terkejut: Hatim ulama besar muslimin…..

Penunggang kuda itu mengeluarkan sebuah kantong berisi uang dan dilemparkan ke dalam rumah dan berkata kpd para pengikutnya: Siapa yg mencintai saya, lakukan spt yg saya lakukan.

Para penunggang kuda lainnya pun melemparkan kantong-kantong mereka yg berisi uang. Sampai pintu rumah sulit ditutup, krn banyaknya kantong-kantong uang. Mereka kemudian pergi.

Tahukah antum, siapa pemimpin penunggang kuda itu…?
Ternyata Abu Ja’far Al Manshur, amirul mukminin.

Kini giliran putri 10 thn yg telah hapal Al Quran itu memandangi ibu dan saudari-saudarinya. Dia memberikan pelajaran aqidah yg sangat mahal sambil menangis:

JIKA SATU PANDANGAN MAKHLUK BISA MENCUKUPI KITA, MAKA BAGAIMANA JIKA YG MEMANDANG KITA ADALAH AL KHOLIQ!
***
Terimakasih nak, kau telah menyengat kami yg dominasi kegelisahannya hanya urusan dunia.
Hingga lupa ada Al Hayyu Ar Rozzaq

Hingga lupa jaminan Nya: dan di LANGIT lah RIZKI kalian…

Bukan di pekerjaan… bukan di kebun… bukan di toko… tapi DI LANGIT!

Hingga kami lupa tugas besar akhirat

اللهم لا تجعل الدنيا أكبر همنا

Duhai Allah, jangan Kau jadikan dunia sebagai kegundahan terbesar kami….

 

 

Budi Ashari, Lc
-Madrasah Al Fatih-

Barokallahu fiikum….

ERA MUSLIM

Surga Dikelilingi Hal-hal Menyusahkan Manusia

SETIAP kita pasti memimpikan, mencita-citakan untuk masuk ke dalam surga Allah Subhanahu wa Ta’ala, tempat yang penuh dengan kenikmatan.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Aku telah menyiapkan sesuatu (surga) yang belum pernah terlihat oleh mata manusia, belum pernah terdengar oleh telinga manusia dan belum terlintas dalam benak manusia.” (HR Bukhari nomor 3005 versi Fathul Bari nomor 3244 dan Muslim nomor 5050 versi Syarh Muslim nomor 2824)

Sungguh luar biasa kenikmatan di surga (kita mohon kepada Allah supaya kita dimasukkan ke dalam surga-Nya).

Namun tidak semudah yang dibayangkan, perlu perjuangan, perlu pengorbanan untuk bisa masuk ke dalam kenikmatan tersebut, untuk bisa kita meraih surga Allah Subhanahu wa Ta’ala di akhirat kelak.

Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam pun pernah bersabda:

“Surga di kelilingi dengan hal-hal yang sangat amat menyusahkan manusia.” (HR Muslim nomor 5049 versi Syarh Muslim nomor 2822)

Penuh dengan onak dan duri, penuh dengan krikil-krikil tajam, penuh dengan halangan dan rintangan, penuh dengan cobaan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Apakah kalian mengira kalian akan masuk surga? Sedangkan belum sampai kepada kalian, belum menimpa kalian apa-apa yang menimpa orang-orang yang sebelum kalian dari cobaan, dari ujian sampai Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam dan orang-orang beriman bersama beliau mengatakan kapan datangnya pertolongan Allah? Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat.” (QS al-Baqarah: 214)

Ini lah yang wajib kita yakini perjalanan menuju surga itu dipenuhi dengan duri-duri yang tajam, dipenuhi dengan krikil-krikil yang sangat tajam yang jika kaum muslimin mau mengharapkan surga Allah Subhanahu wa Ta’ala wajib untuk dia melewatinya dengan penuh kesabaran.

Oleh karena itulah tidak akan mungkin orang itu bisa meraih surga Allah kecuali dengan perjuangan, pengorbanan dan betul-betul kesabaran yang sangat amat luar biasa, oleh karena itulah Allah berfirman:

“Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS al Baqarah: 155)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS al ‘Ashr: 1-3)

Bahkan Imam Ahmad rahimahullah mengatakan karena sangat pentingnya kesabaran ini Allah pun menyebutkannya di dalam lebih 90 ayat di dalam alquran. Perjalanan menuju surga itu harus ditempuh dengan kesabaran karena surga dikelilingi duri-duri yang tajam, dipenuhi dengan halangan dan rintangan.

Kita wajib untuk bersabar, bersabar dalam mentaati Allah, bersabar dalam meninggalkan maksiat kepada Allah dan bersabar dalam menghadapi musibah-musibah yang Allah timpakan kepada kita. [Ustaz Abdurrahman Thoyib, Lc]

 

INILAH MOZAIK

Isra Miraj dan Posisi Akal Manusia

Ada limpahan pelajaran dari peristiwa Isra dan Mi’raj. Sudahkah kita menggalinya? Tersimpan banyak emas di sana.

Atau kita menganggap peristiwa Isra’ dan Mi’raj sebagai peristiwa biasa, tak beda dengan peristiwa lain? Atau kita sudah begitu sibuk hingga tak ada lagi waktu untuk menggali pelajaran dari peristiwa Isra’ dan MI’raj?

Mari kita menggali dan renungi pelajaran-pelajaran berharga dari peristiwa Isra’ dan Mi’raj.

Salah satu pelajaran dari Isra dan Mi’raj adalah membuktikan lemahnya akal manusia.

Akal manusia begitu lemah maka tidak bisa menjadi ukuran, apalagi untuk menilai wahyu.

Akal manusia bergantung pada input yang masuk dari panca indera dan olahan pikiran.

Seberapa yang kita tahu, seberapa, itulah batas akal kita. Kita harus mengakui bahwa akal kita terbatas. Sedangkan wahyu Allah adalah dari Allah yang ilmuNya luas tanpa batas.  Bagaimana akal yang terbatas, bisa menjadi ukuran bagi ilmu Allah yang luas tanpa batas?

Mengapa akal yang tanpa batas dipaksakan untuk menghakimi ilmu Allah yang Maha Luas?

Kaum Quraisy menolak percaya Isra’ dan Mi’raj karena tidak masuk di akal mereka.

Akal mereka menolak ketika ada orang bisa pergi dari Makkah ke Baitul Maqdis dalam waktu semalam.

Mereka juga menolak bahwa ada orang pergi ke langit ketujuh dalam waktu semalam.

Mereka menolak karena hal itu tak masuk akal. Seperti orang hari ini menolak ayat atau hadits karena tak masuk akal.

Tapi bukankah hari ini manusia bisa menempuh jarak yang jauh dalam waktu yang singkat? Bukankah hari ini pesawat terbang bisa menempuh jarak jauh dalam waktu singkat?

Nah akal manusia lebih bisa menerima adanya perjalanan jauh dalam waktu singkat.

Allah Maha Kuasa, lebih berkuasa untuk menjalankan Nabi Muhammad saw ke jarak yang jauh dalam waktu singkat. Artinya akal kaum Quraisy dibantah oleh akal manusia hari ini. Akal masa lalu membantah akal hari ini.
Ini membuktikan lemahnya akal, karena bisa bertentangan dan berubah keputusannya.

Mengapa akal yang bisa bertentangan menjadi hakim bagi wahyu Allah yang IlmuNya Maha Luas?

Mana yang lebih layak diikuti, wahyu Allah yang tak akan bertentangan, atau akal manusia yang bisa bertentangan?

Apakah akal manusia yang lemah lebih layak diikuti daripada wahyu Allah? Maka jangan kita syaratkan iman kita dengan akal. Kita baru percaya ketika wahyu sesuai akal.

Ketika akal kita jadikan syarat bagi iman kita pada Allah, kita hakekatnya beriman pada akal, bukan pada wahyu.

Ketika ada ayat atau hadits yang tak masuk akal kita, jangan kita dahulukan akal kita di atas wahyu. Ketika ada ayat atau hadits yang tak masuk akal kita, itu tandanya akal kita belum bisa mencerna. Sebagaimana tubuh kita bersujud kepada Allah, akal kita pun harus bersujud menerima wahyu Allah.

Bukankah akal kita bisa salah, dan Allah SWT. tak mungkin salah? Wallahua’lam.

BERSAMA DAKWAH

Rasulullah Melihat Jibril saat di Sidratul Muntaha

SIDRATUL muntaha, Allah sebutkan makhluk istimewa ini dalam Alquran, di surat An-Najm, “Apakah kaum (musyrik Mekah) hendak membantahnya tentang apa yang telah dilihatnya? Sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, yaitu di Sidratil muntaha. Di dekatnya ada syurga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya Dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.” (QS. An-Najm: 12 18)

Tafsir Umum

Apakah orang musyrikin hendak meragukan dan membantah bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melihat Jibril. Padahal dia telah melihat Jibril dalam bentuk aslinya sebanyak 2 kali: (1) ketika Jibril berada di atas ufuk yang tinggi (di bawah langit dunia) dan jibril mendekat untuk menyampaikan wahyu kepadanya. (2) ketika di Sidratil muntaha di atas langit ke tujuh, pada saat beliau menjalani isra miraj. Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam melihat Jibril di tempat tersebut, tempat para arwah yang tinggi dan suci, yang tidak bisa didekati setan atau arwah yang buruk.

Di dekat sidratul muntaha terdapat surga yang berisi seluruh puncak kenikmatan, yang menjadi puncak angan-angan. Ini dalil bahwa surga berada di tempat yang sangat tinggi, di atas langit ketujuh. Ketika sidratul muntaha diliputi dengan ketetapan dari Allah. Menjadi sesuatu yang sangat besar dan indah dengan gemerlap warna. Tidak ada yang bisa menggambarkan keindahannya dengan rinci kecuali Allah. Pandangan Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak tolah toleh dari arah yang menjadi tujuannya, tidak juga melebihi batas yang diizinkan. Ini menunjukkan bagaimana adab beliau shallallahu alaihi wa sallam.

Beliau melihat berbagai kejadian yang luar biasa. Beliau melihat surga, melihat neraka dan melihat kejadian gaib pada malam isra miraj. (simak Taisir Karim Ar-Rahman, hlm. 818)

 

INILAH MOZAIK

Dua Sebab Allah tidak Mengazab Manusia di Dunia

ADA dua sebab Allah tidak menurunkan azab bagi umat manusia ketika di dunia. Sebab pertama telah berlalu di telan waktu. Sebab kedua masih ada hingga akhir zaman.

Allah berfirman,

“Allah tidak akan menyiksa mereka selama kamu ada di tengah mereka. Dan Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun.” (QS. al-Anfal: 33).

Ayat ini berbicara tentang tantangan orang musyrikin Quraisy, di antaranya Abu Jahal yang mengharap datangnya siksa jika memang mereka terbukti bersalah. Mereka menantang dengan sombong:

“Ingatlah, ketika mereka (orang-orang musyrik) berkata: “Ya Allah, jika betul (Alquran) ini, dialah yang benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.” (QS. al-Anfal: 32)

Anda bisa perhatikan, orang musyrik sejahat itu, Allah tunda hukumannya, karena Nabi shallallahu alaihi wa sallam ada di tengah mereka. Sehingga beliau menjadi sebab, Allah tidak menurunkan adzab. Itulah sebab pertama.

Sebab kedua adalah memperbanyak istighfar. Memohon ampun kepada Allah. Karena Dia menjamin, Allah tidak akan menghukum mereka, sementara mereka memohon ampun

Suudzan pada diri sendiri

Ketika kita mendapatkan musibah, atau kondisi yang tidak nyaman dalam hidup kita, ada beberapa kemungkinan sebabnya. Bisa jadi karena Allah menghukum kita, agar menjadi kafarah bagi dosa kita. Bisa juga karena Allah mencintai kita dengan menguji kita dalam rangka meninggikan derajat kita.

Apapun itu, sikap yang lebih tepat adalah mengedepankan suudzan kepada diri sendiri. Berburuk sangka dan meyakini, adanya musibah ini disebabkan dosa yang kita lakukan.

Dan itulah yang Allah ajarkan dalam Alquran,

“Semua musibah yang menimpa kalian, itu disebabkan kemaksiatan yang kalian lakukan. Dan Dia telah mengampuni banyak dosa.” (QS. as-Syura: 30).

Karena itu para ulama menyarankan agar kita memperbanyak istighfar dan memohon ampun kepada Allah, terutama ketika sedang mendapatkan musibah dan kondisi hidup yang tidak nyaman.

Imam Hasan al-Bashri pernah didatangi tiga orang dengan keluhan yang berbeda, di waktu yang berbeda. Orang pertama datang, mengeluhkan kemarau panjang dan lama tidak hujan. Beliau hanya menyarankan, Perbanyak istighfar.

Datang orang kedua, mengeluhkan istrinya yang mandul, tidak punya anak. Beliau hanya menyarankan yang sama, Perbanyak istighfar. Datang orang ketiga, mengeluhkan rizkinya yang sulit. Beliau kembali menyarankan, Perbanyak istighfar.

Seketika itu, ada jemaah yang keheranan,

“Anda sungguh mengherankan, wahai Imam. Setiap ada orang yang mengeluhkan masalahnya kepada anda, anda hanya memberi jawaban, Perbanyak istighfar.!!

Jawab Imam al-Hasan, “Tidakkah kamu membaca firman Allah,

“Aku katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, -sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun-, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS. Nuh: 10-12).

Sungguh beruntung, mereka yang catatan amalnya banyak istighfarnya.

Dari Abdullah bin Busr Radhiyallahu anhu, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,

“Sungguh beruntung bagi orang yang mendapatkan dalam buku catatan amalnya, banyak istighfar.” (HR. Ibn Majah 3950, dan disahihkan al-Albani)

 

INILAH MOZAIK

Isra-Miraj, Cara Allah Hibur Rasulullah di Tahun Kesedihan

Isra Miraj adalah perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram di Makah ke Masjidil Al Aqsa di Yerusalem (Isra), kemudian dilanjutkan menuju langit ke Sidratul Muntaha (Mi’raj) dengan tujuan menerima wahyu Allah SWT. Peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi pada 621 M, dua tahun setelah wafatnya sang istri Siti Khadijah dan paman Rasulullah, Abu Thalib.

Pada suatu hari Rasulullah SAW diundang menginap di rumah kerabatnya, yaitu rumah Umm Hani’, putri Abu Thalib. Jika waktu tiba, selama kunjungan tersebut, keluarga tersebut akan melakukan shalat berjamaah. Usai shalat berjamaah, Rasulullah tidur sejenak kemudian mengunjungi Ka’bah di malam hari. Ketika beliau di sana, rasa kantuk menghampiri dan beliau pun tertidur di Hijr.

“Ketika aku sedang tidur di Hijr,” cerita Rasulullah SAW, “Jibril datang kepadaku dan mengusikku dengan kakinya. Aku segera duduk tegap. Setelah kulihat tidak ada apa- apa, aku berbaring kembali. Ia datang lagi untuk kedua kalinya. Ketiga kalinya, ia mengangkatku.

“Aku bangkit dan berdiri di sampingnya. Jibril mengajakku menuju pintu masjid. Di sana ada seekor binatang putih, seperti peranakan antara kuda dan keledai dengan sayap di sisi tempat menggerakkan kakinya. Langkahnya sejauh mata memandang,”

Rasulullah SAW menceritakan bagaimana beliau menunggangi Buraq, nama binatang tersebut, bersama malaikat yang menunjukkan jalan dan mengukur kecepatannya seperti menunggang kuda yang menyenangkan.

Perjalanan ke Yerusalem (Isra’)

Mereka melaju ke utara Yatsrib dan Khaybar, sampai tiba di Yerusalem. Kemudian mereka bertemu dengan para Nabi seperti Ibrahim, Musa, Isa dan nabi- nabi yang lain. Ketika beliau shalat di tempat ibadah itu, mereka menjadi makmum di belakangnya.

Lalu ada dua gelas disuguhkan kepada Nabi dan ditawarkan kepadanya. Satu berisi anggur dan satu lagi susu, dan beliau mengambil gelas berisi susu.

Jibril berkata: “Engkau telah diberi petunjuk kepada jalan yang benar dan memberi petunjuk kepada umatmu, hai Muhammad! Anggur itu terlarang bagimu,”

Perjalanan ke langit (Mi’raj)

Kemudian seperti yang pernah terjadi pada nabi yang lain, kepada Nuh, Ilyas, dan Isa, juga Maryam, Muhammad SAW diangkat keluar dari kehidupan ini menuju langit. Dari Masjid Al-Aqsa, Beliau kembali mengendarai Buraq, yang menggerakkan sayapnya terbang ke atas.

Bersama malaikat yang kini menampakkan wujud aslinya, Beliau Mi’raj melampaui ruang, waktu dan bentuk lahiriah bumi lalu melintasi ke tujuh langit. Di sana Beliau bertemu kembali dengan para nabi yang shalat bersamanya di Yerusalem. Namun, di Yerusalem mereka tampak seperti hidup di bumi. Sementara Nabi kini melihat mereka dengan wujud ruhani sebagaimana mereka melihat Beliau.

Rasulullah SAW kagum dengan perubahan mereka. Mengenai Nabi Yusuf As, ia berkomentar: “Wajahnya laksana cahaya rembulan saat purnama. Ketampanannya tidak kurang dari setengah ketampanan yang ada saat ini,”

Puncak Mi’rajnya adalah di sidrat al-muntaha — begitulah yang disebut dalam Alquran. Di salah satu tafsir tertua berdasarkan hadis Nabi dikatakan: “Sidrat al-muntaha berakar pada singgasana (Arsy). Itu menandakan puncak pengetahuan setiap orang yang berpengetahuan baik malaikat maupun rasul. Segala sesuatu di atasnya adalah misteri yang tersembunyi, tidak diketahui oleh siapapun kecuali Allah semata,”

Pada puncak semesta, Jibril tampak di hadapan Beliau dalam segenap kemegahan malaikatnya, seperti saat pertama kali diciptakan. Disebutkan dalam QS An- Najm (53), ayat 16-18: “(Muhammad melihat Jibril) ketika sidrat al-muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak pula melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda kekuasaan Tuhannya yang paling besar,”

Menurut tafsir, Cahaya Ilahi turun meliputi sidrat al-muntaha, juga meliputi segala sesuatu di sisinya. Mata Rasulullah SAW menatapnya tanpa berkedip dan tanpa berpaling darinya. Hal itu merupakan jawaban atau salah satu jawaban atas permohonan yang tersirat dalam ucapannya. “Aku berlindung kepada Cahaya keridhoan-Mu,”

Di sidrat al-muntaha, Rasulullah SAW menerima perintah shalat lima puluh kali dalam sehari semalam bagi umatnya. Kemudian beliau menerima wahyu yang berisi ajaran pokok Islam:

“Rasul telah beriman kepada Alquran yang diturunkan dari Tuhannya, demikian pula orang- orang yang beriman kepada Allah. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat- malaikat-Nya, kitab- kitab-Nya dan rasul- Rasul-nya.

Dan mereka berkata: ‘Kami tidak membeda-bedakan antara seorang pun dengan yang lain dari rasul-rasul-Nya,’ dan mereka mengatakan: ‘Kami dengar dan kami taat’. Mereka berdoa: ‘Ampunilah kami, Ya Tuhan kami, dan kepada Engkaulah tempat kembali’.”

Mereka kemudian turun melintasi tujuh langit tempat mereka naik. Setelah Rasulullah SAW dan malaikat turun ke Yerusalem, mereka kembali ke Mekah melewati banyak kafilah ke arah selatan. Ketika mereka tiba di Ka’bah, waktu itu masih malam dan Rasulullah SAW kembali ke rumah keponakannya, Umm Hani’ dan menceritakan Isra’ dan Mi’raj kepada keponakannya.

Umm Hani’ menuturkan: “Wahai Rasulullah, jangan ceritakan ini kepada masyarakat, karena engkau akan dianggap berbohong. Mereka akan menghinamu,” Rasulullah SAW menjawab: “Demi Allah aku akan menceritakan kepada mereka,”

Keyakinan Abu Bakar dan gelar As- shiddiq

Beliau pergi ke masjid dan menceritakan tentang perjalanannya ke Yerusalem. Musuh-musuhnya merasa senang karena mereka memiliki alasan untuk menghina Rasulullah. Karena setiap orang Quraisy tahu bahwa perjalanan kafilah dari Makkah ke Syria membutuhkan waktu sebulan untuk berangkat dan sebulan untuk kembali.

Sekelompok orang pergi menemui Abu Bakar dan bertanya: ” Wahai Abu Bakar, apa pendapatmu sekarang tentang sahabatmu itu? Ia mengatakan, telah pergi ke sana dan shalat di sana, lalu kembali ke Makkah,”

“Jika ia berkata demikian, itu benar,” jawab Abu Bakar penuh keyakinan. “Dimana keganjilannya? Beliau mengatakan kepadaku bahwa berita-berita datang kepadanya dari langit ke bumi dalam satu jam sehari atau semalam. Maka, aku percaya dia pergi dari bumi ke langit dalam semalam.”

Kemudian Abu Bakar mendatangi masjid dan mengulang pembenarannya. “Jika itu yang dikatakan Beliau, maka itu benar,”

Karena itu Rasulullah SAW memberinya gelar ‘As- Shiddiq’ yang artinya ‘saksi kebenaran’ atau ‘orang yang meyakini kebenaran’. Selain itu, sebagian orang yang menganggap cerita ini sulit diterima mulai berpikir ulang. Sebab, Rasulullah SAW menggambarkan beberapa kafilah yang beliau temui dalam perjalanan pulang.

Beliau juga mengatakan dimana mereka berada dan kapan mereka diperkirakan tiba di Makkah. Ternyata setiap kafilah tiba tepat seperti yang diperkirakan. Begitu pula dengan ciri-ciri yang Beliau gambarkan.

Kepada orang-orang yang berada di masjid, Rasulullah SAW hanya menceritakan mengenai perjalanannya ke Yerusalem. Namun, ketika beliau bersama Abu Bakar dan sahabat lainnya beliau menceritakan mi’raj nya ke langit ketujuh, menceritakan sebagian yang telah Beliau lihat, yang selebihnya diceritakan di tahun-tahun kemudian, seringkali dalam menjawab pertanyaan.

 

REPUBLIKA

Lakukanlah Kebaikan Sesuai dengan Kemampuan

BARANG siapa tidak mampu atau tidak memiliki cukup gairah untuk mengerjakan kebaikan seluruhnya, tidaklah sepatutnya ia meninggalkannya seluruhnya. Tetapi, hendaknya ia mengerjakan sekadar kemampuan dan kecakapannya. Sebab, sesuatu kebaikan akan bergabung dengan kebaikan lainnya.

Yang kecil akan menarik yang besar ke arahnya, yang sedikit akan mengundang yang lebih banyak, dan seperti yang sering dikatakan, “Kebaikan merupakan kebiasaan.”

Demikian pula orang yang tidak dapat meninggalkan kejahatan seluruhnya. Ia harus berusaha meninggalkan sejauh yang dapat ditinggalkannya. Kebaikan yang bercampur dengan kejahatan lebih baik dan lebih ringan daripada kejahatan yang murni. Perbuatan-perbuatan baik dapat menghapus perbuatan-perbuatan buruk (Al-Quran).

Abu Dzar meriwayatkan, Nabi Shalallaahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

“Ikutilah keburukan yang telah kau lakukan dengan perbuatan kebaikan sehingga menghapus (akibatnya)-nya.”

Nabi juga bersabda:

“Jika engkau telah telanjur berbuat keburukan, ikutilah dengan berbuat kebaikan sehingga dengan demikian engkau menghapusnya. Yang rahasia diikuti dengan yang rahasia, yang terang-terangan diikuti dengan yang terang-terangan.” (Imam Ahmad)

Apabila seseorang ditimpa bala’ (bencana) dengan sesuatu kejahatan atau maksiat yang diperbuatnya, janganlah sekali-kali ia serta-merta berpaling dari Allah serta meninggalkan perbuatan kebaikan dan ketaatan secara keseluruhan sehingga tidak ada lagi jalan antara dia dan Tuhannya untuk “berdamai” dan kembali kepada-Nya. Hendaknya ia mengambil pelajaran dari kisah seorang penjahat yang kerjanya menyamun, membunuh, dan merampok harta benda milik kaum Muslim, lalu suatu ketika seorang saleh melihatnya melakukan kejahatan-kejahatan itu sedangkan ia (si penjahat) dalam keadaan berpuasa.

Orang saleh tadi berkata kepadanya, “Hai, bagaimana engkau mengerjakan semua kejahatan ini, sedangkan engkau sedang dalam keadaan berpuasa?”

Penjahat itu menjawab, “Benar, aku ingin tetap menyediakan tempat untuk ‘perdamaian’ kembali dengan Tuhanku dan tidak menutup semua jalan antaraku dengan Dia.”

Orang saleh tersebut kemudian berkata, “Tidak lama setelah itu, aku menyaksikannya sedang bertawaf keliling Ka’bah setelah bertobat, dan ketika ia melihat diriku, segera ia berkata, ‘Alhamdulillah, puasaku pada waktu itu telah membuatku ‘berdamai’ kembali dengan Tuhanku.”

Jelaslah bahwa seorang hamba Allah hendaknya selalu dalam keadaan kebaikan yang murni dan ketaatan yang penuh. Namun, apabila ia tak mampu melakukannya disebabkan dorongan nafsunya yang menghalanginya atau bahkan menjerumuskannya ke dalam suatu kejahatan dan kemaksiatan, hendaknya ia tetap bergantung dan berpegang erat-erat dengan apa saja ketaatan kepada Allah yang dapat dikerjakannya, sejauh kemampuannya. Sungguh Allah adalah sebaik-baik Penolong Yang Maha Terpuji.*/Al-‘Allamah ‘Abdullah Al-Haddaddari bukunya Meraih Kebahagiaan Sejati-Jalan Hidup Para Nabi dan Orang Suci

 

HIDAYATULLAH

Pakar Fisika Jelaskan Fenomena Perjalanan Isra Mi’raj

Isra Mi’raj adalah sebuah fenomena perjalanan yang sangat mungkin terjadi dan bisa dijelaskan kemungkinannya dari sisi keilmuan masa kini. Hal ini disampaikan Dosen Fisika Institut Pertanian Bogor (IPB) Husin Alatas kepada Republika.co.id,Jumat (13/4).

“Kita tidak bisa tahu mekanisme atau cara pastinya perjalanan Isra Mi’raj tersebut seperti apa, kita hanya bisa membahasnya mungkin atau tidak, dan itu sangat mungkin,” kata pakar biofisik, optik dan fisika teori ini.

Mulai dari Isra yang merupakan perjalanan dari Makkah ke Palestina. Prof Husin mengatakan fenomena tersebut bisa dijelaskan dengan teknologi yang ada saat ini. Seseorang bisa melakukan perjalanan dari satu posisi ke posisi lain di muka bumi dalam waktu singkat.

“Sekarang ada pesawat yang memungkinkannya terjadi, dahulu memang tidak terpikirkan, saudagar perlu berbulan-bulan perjalanan,” katanya.

Ini Makna Spiritual Isra Mi’raj

Peraih penghargaan dari Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia ini menegaskan mekanisme atau cara Isra tidak bisa dipastikan, wallahualam. Tapi, Isra bisa ditelaah kemungkinannya dengan sains saat ini. Teknologi modern kini mengenal pesawat sebagai sarana perjalanan singkat dalam satu malam itu. Dalam riwayat, Nabi Muhammad SAW melakukan perjalanan ini dengan buraq.

“Saya tidak punya penjelasan ilmiah tentang buraq, tapi ia analog dengan pesawat, sebagai wahana atau sarana,” kata Prof Husin.

Menurutnya, yang menarik adalah Mi’raj yang merupakan perjalanan Rasulullah SAW untuk menemui Allah SWT di Sidratul Muntaha. Prof Husin mengatakan banyak spekulasi yang bisa menjelaskan fenomena ini. Mulai dari spekulasi apakah perjalanan tersebut beserta jasad Rasulullah atau hanya bersifat perjalanan ruhiyah atau imateril.

“Baik dengan jasad atau tidak, dua-duanya memungkinkan,” kata dia.

Namun jika memaparkan kemungkinannya, maka ada banyak spekulasi atau teori yang bisa dijelaskan. Mulai dari kemungkinan Nabi Muhammad SAW melakukan Mi’raj dengan jasad, maka ada teori relativitas dan fisika partikel yang bisa disodorkan.

“Ada prinsip kesetaraan energi dan materi, bahwa secara prinsip materi bisa berubah jadi energi dan sebaliknya, kalau berubah jadi energi dia punya kecepatan cahaya,” katanya.

Selain itu ada teori yang sedang berkembang saat ini tentang dimensi ekstra. Misal, jarak titik A ke titik B sangat jauh. Tapi ada jalan tikus yang memungkinkan waktu perjalanannya sangat singkat. Jalan tikus inilah yang disebut dimensi ekstra, yang menyebabkan perjalanan menjadi lebih cepat.

“Ada beberapa fenomena alam yang menunjukkan indikasi dimensi ekstra itu ada, artinya fenomena alam ini hanya bisa dijelaskan kalau ada dimensi ekstra tadi,” kata dia.

Contohnya adalah fenomena gravitasi. Menurutnya, gravitasi adalah gaya paling lemah dari semua gaya yang ada di alam. Ia diduga bisa bocor ke dimensi lain.

“Idenya muncul dari lubang hitam, lubang cacing, lubang putih, Nah ini spekulasi, apakah Mi’raj itu perjalanan dimensi lain? Mungkin, apa mekanismenya seperti itu? wallahualam,” kata dia.

Selain itu, jika Mi’raj adalah perjalanan ruhiyah, hal ini juga memungkinkan. Saat ini, masih belum ada pemahaman tentang kesadaran. Apakah kesadaran itu merupakan entitas yang terpisah dari badan atau tidak.

“Sekarang jika kesadaran itu entitas yang terpisah dari jasad, maka ada konsep ruh dan ya, Rasulullah bisa Mi’rajnya secara ruhiyah,” kata dia.

Isra dan Mi’raj, Perjalanan Mahadahsyat Rasulullah

Dua spekulasi mi’raj ini dimungkinkan oleh sains masa kini. Saat ini, sains juga belum bisa menjelaskan konsep Sidratul Muntaha, langit ketujuh atau istilah lainnya. Ini adalah konsep sekian zaman dan penafsirannya berbeda tentang apa itu langit.

Husin menjelaskan bahkan sekarang ilmu pengetahuan malah makin bingung tentang konsep langit ketujuh. Karena alam semesta ini sangat luas dan tidak bisa diamati secara keseluruhan. Kemampuan teknologi sangat terbatas sehingga yang muncul hanya spekulasi.

“Sains itu belum punya kelengkapan untuk menjelaskan fenomena ini, tapi kalau ditanya mungkin atau tidak? itu sangat mungkin,” kata dia.

Prof Husin menyampaikan, baginya ini semua adalah fenomena keimanan yang memicu orang untuk berpikir. Manusia tidak bisa memahami kejadian sesungguhnya, katanya, tapi bisa menginspirasi kemungkinan perjalanan itu.

“Fenomena ini bisa memicu orang untuk mencari tahu mekanisme, tentang pergi ke bintang lain tidak harus lewat jalan konvensional,” kata dia.

Pria yang telah mempublikasikan puluhan tulisan ilmiah ini mengingatkan pada sikap Abu Bakar Ash-Shiddiq tentang Isra Mi’raj. Perjalanan ini adalah domain keimanan. Saat ditanya percaya atau tidak, Abu Bakar menjawab ‘lebih dari itu pun aku percaya’. “Ini memang di luar batas imajinasi kita, yang penting sekarang adalah oleh-oleh dari Isra Mi’raj ini, bahwa kita diajari Isra Mi’raj secara individu (shalat),” katanya.

 

REPUBLIKA

Inilah 10 Hikmah Isra Miraj

Dalam kedahsyatan Isra Miraj, terkandung banyak hikmah yang sangat bermanfaat bagi umat. Berikut ini 10 hikmah Isra Miraj Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

1. Tasliyah

Hikmah isra miraj yang pertama adalah tasliyah (hiburan) dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Bayangkanlah cobaan bertubi-tubi yang menimpa Rasulullah dan umat Islam di Makkah. Lalu pada tahun 10 kenabian, Rasulullah kehilangan dua orang yang paling dicintai; Khadijah radhiyallahu ‘anha dan Abu Thalib.

Khadijah adalah istri pertama beliau. Wanita pertama yang beriman kepada beliau dan menjadi pendukung dakwah yang setia dengan segala dukungan jiwa dan hartanya. Ketika Rasulullah menghadapi masalah, Khadijah yang menemani dan memotivasi beliau. Ketika Rasulullah butuh dana untuk berdakwah, membebaskan budak dan membantu fakir miskin, saudagar wanita kaya raya itu yang memberikan dukungan finansial. Maka wafatnya Khadijah adalah duka bagi beliau.

Setelah Khadijah wafat, tak berselang lama kemudian, paman beliau Abu Thalib juga wafat. Padahal Abu Thalib, dengan kedudukan beliau sebagai tokoh dan sesepuh di Makkah, selalu melindungi Rasulullah. Jika ada yang hendak menyakiti atau mencelakakan Rasulullah, Abu Thalib tampil pasang badan untuk melindungi keponakannya itu. Wafatnya Abu Thabil menambah duka Rasulullah.

Bersama wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, yang berarti hilangnya dua tokoh penting pelindung dakwah Rasulullah, orang-orang kafir Quraisy semakin massif mengintimidasi Rasulullah. Dakwah di Makkah serasa tak bisa bergerak. Tribulasi meningkat berlipat-lipat. Wajar jika Rasulullah menyebut tahun itu sebagai amul huzn (tahun duka cita).

Pada saat seperti itulah kemudian Allah memperjalankan Rasulullah dengan isra miraj. Sebagai bentuk tasliyah, Rasulullah melihat tanda-tanda kekuasaan Allah baik di bumi maupun di langit. Sekaligus menegaskan bahwa dakwah Islam pasti akan menang.

2. Rasulullah pemimpin para Nabi

Isra’ mi’raj juga menegaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin para Nabi dan Rasul. Hal itu terbukti saat berada di Masjid Al Aqsha. Setibanya di sana, beliau shalat dua rakaat mengimami ruh para Nabi. Hal itu terjadi sebelum beliau naik mi’raj ke langit.

Menjadi imam sholat merupakan penanda bahwa Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin dan penghulu para Nabi dan rasul.

3. Islam agama fitrah

Di antara rangkaian peristiwa isra miraj, setelah sholat dua rakaat di Baitul Maqdis, Jibril membawakan dua wadah minuman kepada Rasulullah. Satu wadah berisi susu dan satu wadah berisi khamar.

Tanpa ragu, Rasulullah memilih susu. Lantas Malaikat Jibril pun berkata kepada Rasulullah, “Sungguh engkau telah memilih fitrah (kesucian).” Peristiwa ini menguatkan bahwa Islam adalah agama fitrah dan kesucian.

4. Kedudukan Masjid Al Aqsha

Di antara hikmah isra miraj adalah menunjukkan kedudukan penting dan mulia Masjid Al Aqsha. Masjid Al Aqsha memiliki kaitan erat dengan Masjidil Haram. Rasulullah berangkat isra’ dari Masjidil Haram menuju Masjid Al Aqsha. Di sini beliau mengimami para Nabi lalu bertolak menuju langit.

Masjid Al Aqsha merupakan tempat isra’ Rasulullah dan kiblat pertama umat Islam. Karenanya umat Islam harus mencintai Masjid Al Aqsha dan mempertahankannya dari segala upaya penjajah Yahudi yang hendak mencaplok dan merobohkannya.

5. Urgensi shalat

Isra’ mi’raj juga menunjukkan kedudukan shalat yang agung. Jika perintah lain cukup dengan wahyu melalui Malaikat Jibril, perintah shalat langsung diturunkan Allah kepada Rasulullah tanpa perantara Jibril. Shalat ini pula yang menjadi inti tasliyah (hiburan) bagi hambaNya.

Mengenang isra miraj, kita harus mengingat intinya ini: shalat. Jika isra miraj adalah tasliyah, maka shalat adalah inti tasliyah ini. Beruntunglah orang yang bisa menikmati shalat dan bisa khusyu’ saat shalat. Sebab ia telah menemukan tasliyah hakiki. Rasulullah dan para sahabat telah mencapai level ini.

6. Memurnikan barisan dakwah

Di antara hikmah isra miraj adalah memurnikan barisan dakwah. Sebentar lagi, Rasulullah hendak mencapai fase baru yakni hijrah dan mendirikan negara Islam di Madinah. Maka Allah memurnikan barisan dakwah dengan isra miraj.

Orang-orang yang tidak kuat aqidahnya dan mudah goyang keyakinannya, mereka murtad setelah diberitahu tentang isra miraj. Adapun yang imannya kuat, mereka justru semakin kuat imannya.

Iman yang kuat dan tak pernah goyah inilah kunci soliditas barisan mujahid dakwah. Di Madinah nanti akan terjadi banyak peperangan. Tanpa soliditas, pasukan Islam bisa tercerai berai. Dengan soliditas yang dibangun di atas iman yang kuat dan aqidah yang kokoh, pasukan Islam tegar menghadapi segala jenis peperangan, konspirasi dan segala macam kesulitan.

7. Keberanian Rasulullah

Isra miraj juga menunjukkan keberanian Rasulullah yang sangat tinggi dalam berdakwah. Beliau terang-terangan menyampaikan isra miraj kepada orang-orang Makkah. Meskipun kafir Quraisy tidak akan percaya bahkan mencemooh dan mengolok-olok, Rasulullah tetap menyampaikan.

Ketika mereka minta bukti empiris, Rasulullah pun memberikan bukti itu dengan pertolongan Allah. Ketika mereka minta diterangkan bagaimana Baitul Maqdis bahkan pintu-pintunya, Malaikat Jibril datang membawakan gambaran Baitul Maqdis di atas sayapnya. Rasulullah pun menjelaskan pintu-pintu Baitul Maqdis, membuat tercengang orang-orang kafir Quraisy yang sebagian pernah ke sana dan mengamatinya.

Merasa Rasulullah tahu persis Masjidil Aqsha, mereka minta diceritakan tentang rombongan unta kafilah dagang mereka. Logikanya, jika Rasulullah menempuh perjalanan Masjidil Haram – Baitul Maqdis, Rasulullah juga melewati rombongan unta mereka.

Lalu Rasulullah menceritakan kondisi tiga rombongan unta mereka. Mendengar apa yang disampaikan Rasulullah benar-benar sesuai fakta, mereka terheran-heran namun justru mendustakan. “Engkau adalah tukang sihir,” kata Walid bin Mughirah diikuti orang-orang kafir Quraiys lainnya.

8. Keimanan yang paling sempurna

Keimanan umat yang paling sempurna adalah imannya Abu Bakar. Ketika orang-orang kafir Quraisy mengabarkan bahwa Muhammad mengatakan telah isra miraj, beliau langsung mempercayainya. “Jika yang mengatakan Rasulullah, aku percaya,” demikian logika keimanan Abu Bakar sehingga beliau mendapat gelar Ash Shiddiq.

Demikianlah logika keimanan dan konsekuensi syahadat risalah. Ketika kita sudah beriman bahwa Muhammad adalah utusan Allah, maka kita akan membenarkan seluruh yang beliau bawa. Meskipun kadang akal kita tidak mampu menggapainya, seperti keajaiban peristiwa isra miraj ini.

9. Balasan perbuatan baik dan buruk

Dalam isra’ mi’raj, Rasulullah juga diperlihatkan surga dan neraka. Beliau diperlihatkan nikmat surga dan para penduduknya. Beliau juga diperlihatkan kesengsaraan penghuni neraka dengan siksa sesuai keburukan mereka di dunia.

Beliau diperlihatkan bagaimana siksa untuk orang yang suka ghibah, orang yang berzina, orang yang makan harta anak yatim, dan lain-lain. Semua ini lantas beliau sampaikan kepada umat untuk mencegah penyakit masyarakat yang terjadi kala itu. Ini hikmah isra miraj kesembilan.

10. Memperhatikan Masjid Al Aqsha

Setelah Rasulullah menyampaikan peristiwa isra’ mi’raj, para sahabat menjadi perhatian terhadap Masjid Al Aqsha yang saat itu berada dalam kekuasaan Romawi. Mereka memiliki azam untuk membebaskan masjid itu. Kelak di masa kekhalifahan Umar bin Khattab, Masjid Al Aqsha bisa dibebaskan hingga berada di pangkuan Islam.

Pembahasan lengkap mulai definisi hingga kronologis peristiwa bisa dibaca di artikel Isra Miraj

Demikian 10 hikmah isra mi’raj. Semoga bermanfaat bagi kita untuk memetik hikmah-hikmah itu dan menjadikan hidup kita lebih baik dari waktu ke waktu.

 

[Muchlisin BK/BersamaDakwah]

Isra dan Mi’raj, Perjalanan Mahadahsyat Rasulullah

Pada malam 27 Rajab tahun ke-10 kenabian, Nabi Muhammad shalallahu alaihi wassalam dijemput malaikat Jibril dan Buraq untuk melakukan perjalanan Isra dan Mi’raj untuk menerima perintah shalat dari Allah subhanahu wa ta’ala. Perjalanan yang ditempuh dalam satu malam itu disebut-sebut sebagai pelipur lara untuk Rasulullah shalallahu alaihi wassalam yang ditinggal wafat dua orang yang paling dicintainya, istrinya, Khadijah radiallahu anhu, dan pamannya, Abu Thalib.

Isra

Perjalanan malam hari dari Makkah ke Yerusalem berjarak 1.507,9 kilometer. Penerbangan dengan pesawat terbang saat ini memakan waktu 1 jam 52 menit. Sebelum sampai ke Baitul Maqdis, Malaikat Jibril membawa Rasulullah singgah ke Madinah, Bukit Thursina, dan Bethlehem untuk melakukan shalat. Di Baitul Maqdis, Rasulullah mengimani shalat 125 ribu nabi.

Mi’raj

Rasulullah naik ke  Sidratul-Muntaha ditemani Malaikat Jibril dan menunggangi Buraq untuk bertemu dengan Allah.

Langit 1, Bertemu Nabi Adam alaihissalam.

Langit 2, Bertemu Nabi Isa alaihissalam dan Nabi Yahya alaihissalam.

Langit 3, Bertemu Nabi Yusuf alaihissalam.

Langit 4, Bertemu Nabi Idris alaihissalam.

Langit 5, Bertemu Nabi Harun alaihissalam.

Langit 6, Bertemu Nabi Musa alaihissalam.

Langit 7, Bertemu Nabi Ibrahim alaihissalam.

 

Bait-Ul Ma’mur

Di sini, 70 ribu malaikat shalat setiap harinya. Malaikat Jibril hanya mampu mengantarkan Rasulullah sampai di sini.

Sidratul-Muntaha

Rasulullah bertemu Allah dan menerima perintah shalat wajib 50 waktu yang kemudian diringankan menjadi lima waktu dalam satu hari satu malam.